Upload
mawan-eko-defriatno
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
m
Citation preview
UJIAN TENGAH SEMESTER
INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN BERBASIS DATA SPASIAL
“Penentuan Kerawanan Air Permukaan dengan Aplikasi SIG untuk Mengatasi
Masalah Pencemaran Air”
Disusun Oleh :
Nama : Mawan Eko Defriatno
NIM : 25714013
Jurusan : PIAS
PROGRAM STUDI PIAS
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
I. Latar belakang
Kebutuhan air semakin lama semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya
kebutuhan hidup manusia, baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan.
Peningkatantersebut dilihat dari dua hal yang saling tergantung satu sama lain yaitu sisi kualitas
dan kuantitas. Di sisi lain, jumlah air relatif tidak berubah dari waktu ke waktu. Pertambahan
penduduk yang cepat banyak membawa dampak negatif terhadap sumberdaya air, baik
kuantitas maupun kualitasnya.
Sementara itu, ada sebagian penduduk kurang mendapatkan pelayanan air,tetapi di sisi
lain terdapat aktivitas dan kegiatan penduduk yang menggunakan air secara berlebihan dan
cenderung memerlukan pemborosan air. Sumber air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup temasuk air tanah.
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup.
Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang
utama adalah sebagai air minum. Kebutuhan sehari-hari terhadap air berbeda-beda untuk tiap
tempat dan tingkatan kehidupan. Semakin tinggi taraf kehidupan, semakin meningkat jumlah
kebutuhan akan air bersih. Pemenuhan kebutuhan akan air tersebut salah satunya diambil dari
air tanah yang berupa sumur gali maupun sumur bor. Pemakaian yang meningkat juga
berpengaruh terhadap kualitas air tersebut, karena tingkat ketersediaan air tidak seimbang
dengan tingkat pemakaian air.
Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan segala
kegiatan. Sehingga perlu diketahui bagaimana air dikatakan bersih dari segi kualitas dan bisa
digunakan dalam jumlah yang memadai dalam kegiatan sehari-hari manusia. Ditinjau dari segi
kualitas, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya kualitas fisik yang terdiri
atas bau, warna dan rasa, kualitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan dan sebagainya serta
kualitas biologi dimana air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar
kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia dalam jumlah
yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu
(Gunawan, 2012).
Upaya untuk menjaga kelestarian (sustainability) air tanah adalah dengan melakukan
pengelolaan secara seksama mempertimbangkan berbagai komponen wilayah termasuk
komponen fisik maupun komponen masyarakat. Komponen fisik terkait dengan daya dukung
lingkungan terhadap keberadaan air tanah (eksistensi), sedangkan komponen masyarakat
terkait dengan pola, intensitas, metode, dan jumlah pengambilan air tanah serta upaya
konservasi maupun tindakan yang merugikan terhadap upaya konservasinya.
Komponen fisik yang terkait dengan keberadaan air tanah antara lain: curah hujan,
kondisi geologi, kondisi geo-morfologi, kondisi geohidrologi, keberadaan cekungan air tanah
dan penggunaan lahan di suatu wilayah. Secara umum komponen-komponen tersebut relatif
tetap kondisinya dalam mempengaruhi eksistensi air tanah. Adapun faktor masyarakat adalah
faktor yang banyak mempengaruhi berkurangnya daya dukung lingkungan terhadap
keberadaan air tanah. Misalnya eksplorasi yang berlebihan, pengrusakan lingkungan di wilayah
imbuhan (recharge area), pencemaran lingkungan maupun pengambilan air tanah yang tidak
sesuai prosedur. Dengan demikian perlu adanya kontrol yang memadai terhadap perilaku
masyarakat dalam melakukan eksplorasi air tanah (Jumadi dan Widiadi, 2013).
Kondisi pencemaran air di suatu perairan dapat diindikasikan dengan mengetahui
keberadaan atau besar kecilnya muatan oksigen di dalam air. Untuk menentukan status
muatan oksigen di dalam air perlu dilakukan pengukuran besarnya BOD (Biological
Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam
air oleh mikroorganisme, dan atau COD (Chemical Oxygen Demand) atau kebutuhan
oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. BOD adalah angka
indeks oksigen yang diperlukan oleh bahan pencemar yang dapat teruraikan (biodegradable
pollutant) di dalam suatu sistem perairan selama berlangsungnya proses dekomposisi aerobic.
BOD juga dapat diartikan sebagai angka indeks untuk tolok ukur tingkat pencemar dari
limbah yang berada dalam suatu sistem perairan (Asdak, 1995).
Untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi
sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis (PP No.82 tahun 2001). Pengelolaan air
yang terbatas merupakan isu penting dalam membangun masa depan yang berkelanjutan. Salah
satu caranya adalah dengan mengurangi atau mencegah pencemaran air. Pencemaran air
diindikasikan dengan menurunnya kualitas air tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu kemiringan lereng, curah hujan tahunan dan faktor kegiatan manusia dalam
pemanfaatan suatu lahan. Langkah yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan pencemaran
air adalah melalui zonasi atau pemetaan kerentanan suatu daerah terhadap pencemaran, yang
selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian
kualitas air secara keseluruhan.
II. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ditinjau pada tugas ini adalah pemetaan kerentanan suatu daerah
terhadap pencemaran, yang selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dalam pengendalian kualitas air secara keseluruhan.
III. Tujuan
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui distribusi parameter DAS, yaitu curah hujan rata-rata tahunan, penggunaan
lahan dan kemiringan lereng,
b. Mengetahui distribusi spasial tingkat kerentanan air permukaan terhadap pencemaran di
daerah penelitian.
IV. Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode PCSM (Point
Count System Model) . Metode ini menekankan pada pembobotan tiap parameter dan skor dari
tiap variabel yang digunakan (Widyastuti, 2012). Setiap parameter yang digunakan akan diberi
bobot dengan rentang 1-3 (tabel 1), sedangkan variabel dari parameter yang digunakan diberi
skor 1-10. Semakin tinggi skor dari suatu variabel, menggambarkan semakin rentan variabel
tersebut terhadap pencemaran, dan sebaliknya. Penentuan indeks kerentanan air tanah dalam
penelitian ini menggunakan tiga parameter, yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan
curah hujan.
Tabel 1. Klasifikasi dan bobot parameter terhadap
Parameter Bobot
Penggunaan lahan 3
Kemiringan lereng 2
Curah hujan 3
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Aplikasi SIG telah banyak merambah pada sektor-sektor yang bersentuhan langsung
dengan dinamika dan problematika kehidupan seperti masalah pengelolaan lingkungan,
kependudukan, perencanaan wilayah, pertanahan, utility, pariwisata dan ekonomi, bisnis,
marketing, perpajakan, telekomunikasi, biologi, hidrologi, pendidikan, pertambangan,
transportasi, navigasi, kesehatan, militer dan sebagainya. Perangkat lunak yang mempunyai
kemampuan untuk mendukung SIG banyak sekali, misalnya MapInfo, ArcInfo, ArcView,
ArcCAD, ArcGIS, ArcMap, Ilwis, Erdas, Immager, ERMapper, ENVI, R2V, Sufer Idrisi,
SPAN, River Tools AutoCAD dan lain-lain.
SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut :
a. Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial
dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam
mengonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang
dapat digunakan oeh perangkat SIG yang bersangkutan.
b. Data Output
Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk
mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik
dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain
sebagainya.
c. Data Management
Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke
dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-
retrieve, diupdate, dan diedit.
d. Data Manipulation & Analysis
Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu
sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsifungsi dan
operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang
diharapkan.
Gambar 1. Sistem aplikasi GIS (Prahasta, 2009)
V. Desain Konseptual
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng
Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan
Gambar 4. Peta Isohyet
Sebagai contoh desain konseptual SIG tentang kerentanan air tanah, berikut adalah hasil
penelitian dari Andi, Sisinggih, Dermawan (2012), dalam Studi Kerentanan Airtanah Terhadap
Kontaminan Di Cekungan Airtanah Negara Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
Gambar 5. Penyebaran Kedalaman Air Tanah
Gambar 6. Penyebaran Zona Tak Jenuh
Gambar 7. Indikasi Kualitas Kerentanan
Gambar 8. Peta Indikasi Kerentanan Air Tanah
Gambar 9. Overlay Rencana Pengembangan dengan Indikasi Kerentanan
VI. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data sekunder
merupakan data-data yang diperoleh dari berbagai pihak atau instansi yang terkait yang
digunakan untuk menunjang kelancaran dan keakuratan penelitian (Prahasta, 2003). Jenis data
dan sumber data adalah sebagai berikut:
No Parameter Jenis data Bentuk data Sumber data
1 Penggunaan
lahan
Interpretasi visual foto udara dengan
skala output 1: 25.000
Peta Dinas
pertanahan /
Bappeda
2 Kemiringan
lereng
Garis kontur dalam peta Rupa Bumi
Indonesia
Peta Dinas
pertanahan /
Bappeda
3 Curah hujan Interpolasi curah hujan di 10 stasiun
hujan di sekitar daerah penelitian.
Peta BMKG
VII. Alur Proses Data
Dalam penelitian masalah kerentanan air permukaan dengan menggunakan aplikasi
GIS dapat dijabarkan seperti pada skema berikut ini:
Gambar 10. Flowchart metodologi penelitian
Pengumpulan Data
Data Primer
Data Sekunder
Analisis data menggunakan GIS
Pemetaan pola kerentanan air permukaan
Kesimpulan
Selesai
Curah hujan:
Interpolasi curah hujan di 10
stasiun hujan di sekitar daerah
penelitian.
Penggunaan lahan:
Interpretasi visual foto udara
dengan skala output 1:
25.000
Pembahasan
Mulai
Kemiringan lereng:
Garis kontur dalam peta
Rupa Bumi Indonesia
Ketiga parameter direpresentasikan dalam bentuk peta, sehingga dapat diketahui
distribusi spasialnya. Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis melalui interpolasi garis
kontur. Garis kontur didapatkan dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 25.000 . Peta
penggunaan lahan didapatkan melalui interpretasi visual foto udara pasca erupsi Merapi 2010
dengan skala output 1: 25.000. Sedangkan peta curah hujan tahunan didapatkan dari interpolasi
curah hujan di 10 stasiun hujan di sekitar daerah penelitian.
Ketiga peta tersebut kemudian di tumpang susun (overlay) dengan menggunakan sistem
informasi geografis (SIG). Indeks kerentanan didapatkan dari jumlah pengkalian tiap skor
variabel dengan tiap bobot parameter masing-masing, dengan menggunakan rumus:
VI = RwRt + TwTr + LwLr
Dimana:
VI = indeks kerentanan
Rw = bobot curah hujan
Rt = skor curah hujan
Tw = bobot kemiringan lereng
Tr = skor kemiringan lereng
Lw = bobot penggunaan lahan
Lt = skor penggunaan lahan
Tabel 2. Klasifikasi dan skoring variabel kemiringan lereng
Kemiringan lereng (%) Skor
0-2 1
3-7 3
8-13 5
14-20 7
21-55 9
>55 10
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Tabel 3. Klasifikasi dan skoring variabel curah hujan
Curah hujan (mm/tahun) Skor
1500-2000 5
2000-2500 7
2500-3000 9
>3000 10
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Tabel 4. Klasifikasi dan skoring variabel penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Skor
Tubuh air 1
Lahan kosong 2
Hutan 3
Semak Belukar 4
Kebun 5
Tegalan 7
Sawah 7
Pemukiman 8
Sumber: modifikasi dari Eimers, et al., 2000
Pemrosesan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GRASS
dan Quantum GIS. Hasil tumpang susun (overlay), kemudian diklasifikasikan menurut
klasifikasi equal interval. Adapun klasifikasi tersebut menghasilkan zonasi daerah dengan
tingkat kerentanan air permukaan rendah, sedang dan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Andi, Wayan. Sisinggih, Dian. Dermawan Very. 2012. Studi Kerentanan Airtanah Terhadap
Kontaminan Di Cekungan Airtanah Negara Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
Malang: Universitas Brawijaya
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Eimers, J.L., Weaver, J.C., Terziotti, S. and Midgette, R.W. 2000. Method of Rating
Unsaturated Zone and Watershed Characteristic of Public Water Supplies in North
Carolina. USGS, Raleigh, North Carolina
Gunawan. 2012. Penentuan Kualitas Air Minum Yang Baik Dalam
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33658/5/Chapter%20I.pdf [Diakses pada 24
Oktober 2015]
Jumadi dan Widiadi, Sigit. 2013. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig)
Berbasis Web Untuk Manajemen Pemanfaatan Air Tanah Menggunakan Php, Java
Dan Mysql Spatial (Studi Kasus Di Kabupaten Banyumas). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Prahasta, Eddy, 2003. Sistem Informasi Geografis : Konsep – Konsep Sistem Informasi
Geografis. CV.Informatika, Bandung.
Widyastuti. 2012. Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran dalam
https://wayanwisnuyoga.files.wordpress.com/2012/03/ii-kerentanan-intrinsik.pdf
[Diakses pada 24 Oktober 2015]