3
GNA Alex TATALAKSANA Tatalaksana glomerulonefritis akut dibagi menjadi dua kategori yakni terapi suportif dan terapi spesifik. Terapi suportif berupa kontrol tekanan darah, kontrol hiperkalemia, uraemia dan overload cairan dan bila perlu dialisis. Terapi suportif perlu segera dilakukan dan seringkali dapat menyelamatkan nyawa tetapi terapi ini tidak mengatasi underlying disease-nya. Kontrol tekanan darah ini vital, bahkan pada pasien dengan kerusakan ginjal sedang atau dengan proteinuria. Pada pasien dengan hipertensi yang berat dapat diberikan tiga macam obat, yakni labetalol (0,5-2 mg/kgBB/jam IV), diazoxide dan nitroprusside (0,5-2 mcg/kgBB/menit IV). Akhir-akhir ini penggunaan natrium nitropruside telah diganti dengan nicardipine di Amerika Serikat dan beberapa negara eropa (dimulai pada dosis 5 mg/jam IV, dinaikkan menjadi 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit jika dibutuhkan, dosis maksimum 15 mg/jam). Pada pasien dengan hipertensi ringan-sedang, terapi yang paling efektif adalah bedrest, restriksi cairan dan pemberian obat –obat di atas dengan dosis yang lebih rendah. Penggunaan loop diuretic seperti furosemide (1-3 mg/kgBB/hari per oral 1-2 kali/hari) dapat mempercepat perbaikan hipertensinya. Golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor juga efektif, meski dapat menyebabkan hiperkalemia dan biasanya tidak digunakan sebagai obat lini pertama pada glomerulonefritis akut. Terapi spesifik ditujukan untuk mencegah dan menghentikan proses inflamasi glomerulus dan mempertahankan fungsi renal. Terapi spesifik dilakukan dengan menekan sistem imun non spesifik. Terapi ini dapat memperparah terjadinya infeksi dan kemudian hari bisa menyebabkan toksisitas dan keganasan. Terapi ini dipilih pada pasien yang perbaikan ginjalnya tidak terjadi secara spontan. Pada kebanyakan kasus glomerulonefritis akut pasca infeksi streptococcus, inflamasi dapat berhenti secara spontan, sehingga terapi suportif saja cukup. Pada 95% pasien perbaikan fungsi ginjal dapat dilihat pada hari ke-4 sampai 14 hari pasca inflamasi akut. Serum kreatinin akan kembali normal setelah 4 minggu tetapi hematuria

GNA Alex

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdad

Citation preview

Page 1: GNA Alex

GNA Alex

TATALAKSANA

Tatalaksana glomerulonefritis akut dibagi menjadi dua kategori yakni terapi suportif dan terapi spesifik. Terapi suportif berupa kontrol tekanan darah, kontrol hiperkalemia, uraemia dan overload cairan dan bila perlu dialisis. Terapi suportif perlu segera dilakukan dan seringkali dapat menyelamatkan nyawa tetapi terapi ini tidak mengatasi underlying disease-nya. Kontrol tekanan darah ini vital, bahkan pada pasien dengan kerusakan ginjal sedang atau dengan proteinuria.

Pada pasien dengan hipertensi yang berat dapat diberikan tiga macam obat, yakni labetalol (0,5-2 mg/kgBB/jam IV), diazoxide dan nitroprusside (0,5-2 mcg/kgBB/menit IV). Akhir-akhir ini penggunaan natrium nitropruside telah diganti dengan nicardipine di Amerika Serikat dan beberapa negara eropa (dimulai pada dosis 5 mg/jam IV, dinaikkan menjadi 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit jika dibutuhkan, dosis maksimum 15 mg/jam).

Pada pasien dengan hipertensi ringan-sedang, terapi yang paling efektif adalah bedrest, restriksi cairan dan pemberian obat –obat di atas dengan dosis yang lebih rendah. Penggunaan loop diuretic seperti furosemide (1-3 mg/kgBB/hari per oral 1-2 kali/hari) dapat mempercepat perbaikan hipertensinya. Golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor juga efektif, meski dapat menyebabkan hiperkalemia dan biasanya tidak digunakan sebagai obat lini pertama pada glomerulonefritis akut.

Terapi spesifik ditujukan untuk mencegah dan menghentikan proses inflamasi glomerulus dan mempertahankan fungsi renal. Terapi spesifik dilakukan dengan menekan sistem imun non spesifik. Terapi ini dapat memperparah terjadinya infeksi dan kemudian hari bisa menyebabkan toksisitas dan keganasan. Terapi ini dipilih pada pasien yang perbaikan ginjalnya tidak terjadi secara spontan.

Pada kebanyakan kasus glomerulonefritis akut pasca infeksi streptococcus, inflamasi dapat berhenti secara spontan, sehingga terapi suportif saja cukup. Pada 95% pasien perbaikan fungsi ginjal dapat dilihat pada hari ke-4 sampai 14 hari pasca inflamasi akut. Serum kreatinin akan kembali normal setelah 4 minggu tetapi hematuria mungkin masih tetap ada selama 6 bulan. Pada sedikit kasus, hematuria dan proteinuria dapat menetap dalam jangka panjang dan dapat disertai hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.

Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu yang lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisillin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisillin.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urine yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang, diberikan diuretik seperti furosemid 2mg/kgBB 1-2 kali/hari.

Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea kurang dari 75 mg/dL. Bila terjadi azotemia, asupan protein dibatasi 0,5

Page 2: GNA Alex

gram/kgBB/hari. Pada edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 gram/kgBB/hari. Bila disertai oliguria, pemberian kalium harus dibatasi. Pada 5-10% anak, dapat terjadi oliguria yang menetap.

KIE

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai sifat penyakit, perjalanannya dan prognosisnya. Memberi pemahaman bahwa meskipun diharapkan kesembuhan yang sempurna, masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk.

PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis antara lain usia saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptococcus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil memiliki prognosis lebih baik daripada anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urine yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan penyakit menjadi kronis 5-10%. Sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian bervariasi antara 0-7%.