Gov04-Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Manajemen Laba Sebagai Varia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bghjgbh

Citation preview

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI

    PERUSAHAAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL

    INTERVENING

    (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEJ)

    ETTY MURWANINGSARI

    Universitas Trisakti

    Abstract

    The objective of this research are to identify the direct and indirect influences

    of corporate governance structure such as, audit committee, board of independent

    commissioner, board of director, institutional ownership and manajerial ownership

    to the firms value and earnings management.

    This research examine 37 manufacturing companies listed in Jakarta Stock

    Exchange and issues audited financial statement since 2002-2004. The statistical

    methods used to test the hypothesis is Structural Equation Model (SEM).

    The empirical result of this research indicates that board of director,

    manajerial ownership, institutional ownership and board of commissioner have a

    positive significant influences to earnings management, whereas audit committee

    have no influence to earnings management. The following test indicates that board of

    commissioner and audit committee have significant influence to the firms value,

    whereas board of director, manajerial ownership and institutional ownership have

    no significant influence to the firms value. The control variable, firms size, have

    negative significant influence to earnings management whereas leverage have no

    significant influence. The last test indicates that earnings management have no

    influence to the firms value, so it can be concluded that earnings management is not

    an intervening variable.

    Keywords: corporate governance, earnings management, firms value, board of

    director, manajerial ownership, institutional ownership, board of commissioner ,

    audit committee, firms size, leverage

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 1

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian Teori keagenan menurut Jensen and Meckling (1976) adalah sebuah kontrak

    antara principal (pemilik/ pemegang saham) dan agen (manajer / pengelola) yang

    mana baik pemilik dan pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan.

    Pemisahaan ini dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problems) antara

    pemilik dan manajer. Dan karena pemilik perusahaan memberikan kewenangan pada

    manajer untuk mengelola perusahaan seperti mengelola dana dan mengambil

    keputusahan perusahaan lainnya untuk dan atas nama pemilik, maka mungkin saja

    pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya

    perbedaan kepentingan (conflict interest). Karena pada kenyataannya, perubahan

    kemakmuran manajer sangat kecil dibandingkan dengan perubahan kemakmuran

    pemegang saham, sehingga pengelola cenderung untuk mencari keuntungan sendiri

    (moral hazard) dengan mengorbankan kepentingan pihak lain. Hal ini dapat terjadi

    karena manajer mempunyai informasi mengenai perusahaan, yang tidak dimiliki

    pemilik perusahaan (assymmetric information).

    Kecenderungan tersebut membuat praktek manajemen laba (earning

    management) lebih sering dilakukan oleh manajemen. Dimana manajemen laba

    merupakan bagian dari creative accounting. Menurut Dechow et al. (1995)

    manajemen laba didefinisikan sebagai manipulasi laba, baik di dalam maupun di luar

    batas prinsip akuntansi yang dapat diterima umum (generally accepted accounting

    principles). Akan tetapi, Djakman (2003) menekankan bahwa manajemen laba tidak

    sama dengan manipulasi. Manajemen laba dilakukan untuk memenuhi kepentingan

    manajemen dengan memanfaatkan kelemahan yang melekat dari kebijakan

    akuntansi, sedangkan manipulasi laba berarti melakukan pelanggaran prinsip

    akuntansi yang dapat diterima umum (generally accepted accounting principles)

    untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai kepentingannya. Hal ini

    membuktikan bahwa praktek tersebut dapat mempengaruhi nilai perusahaan dan

    berdasarkan mechanistic hypothesis, setiap pilihan kebijakan dan prosedur akuntansi

    yang digunakan perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan meskipun

    hal itu tidak mempengaruhi arus kas, disebut juga economic consequences. Hipotesis

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 2

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    ini berdasarkan asumsi bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi utama

    tentang kondisi emiten sehingga investor menggunakan laba akuntansi untuk

    menetapkan nilai perusahaan.

    Scott (2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan manajemen

    dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk tujuan

    memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath,

    income minimization, income maximization, income smoothing). Watts dan

    Zimmerman (1986) menyatakan bahwa ada tiga hipotesa yang mendasari Positive

    Accounting Theory, yaitu (1) the bonus plan hypothesis, (2) the debt covenant

    hypothesis, dan (3) the political cost hypothesis. Ketiga hipotesa ini melatarbelakangi

    tindakan manajemen melakukan manajemen laba.

    Dari uraian tersebut diatas nampak bahwa apabila struktur corporate

    governance, yang terdiri dari pemegang saham, komisaris, direksi, komite audit,

    sekretaris perusahaan, manajer dan karyawan, auditor eksternal, auditor internal, dan

    stakeholder lainnya (pemerintah, kreditor, dan lain-lain) dilaksanakan dengan

    mekanisme yang baik dan dilandasi dengan prinsip-prinsip dasar corporate

    governance yang meliputi: (1) Transparansi dan disclosure, (2) Integritas, (3)

    Akuntabilitas, (4) Keadilan, dan (5) Responsibilitas/tanggung jawab, maka

    seharusnya dapat mengurangi tindakan atau praktek manajemen laba yang

    mempengaruhi nilai perusahaan.

    Sehubungan dengan uraian tersebut, motivasi peneliti dalam melakukan

    penelitian adalah berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya menguji pengaruh

    corporate governance terhadap nilai perusahaan, pengaruh corporate governance

    terhadap manajemen laba, dan pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan.

    Hasil penelitian yang berbeda-beda mendorong peneliti untuk menguji ulang dengan

    pengembangan model yaitu pengujian secara simultan untuk ketiga variabel tersebut

    dengan menempatkan manajemen laba sebagai variabel intervening. Tujuan

    pengembangan model adalah untuk mengetahui keberadaan pengaruh tidak langsung

    dari corporate governance ke nilai perusahaan. Selain itu peneliti juga menambahkan

    size dan leverage sebagai variabel control. Sehubungan hal tersebut judul penelitian

    adalah : Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan

    Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 3

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    B. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui:

    1. Pengaruh langsung struktur corporate governance yang meliputi komite

    audit, dewan komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan

    institusional, dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan.

    2. Pengaruh langsung corporate governance yang meliputi komite audit, dewan

    komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional, dan

    kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.

    3. Pengaruh tidak lansung corporate governance terhadap nilai perusahaan

    melalui manajemen laba.

    KERANGKA TEORITIS

    A. Kajian Teoritis

    Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), (2001)

    dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),

    corporate governance didefinisikan sebagai:

    Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,

    pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

    kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan

    kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan

    mengendalikan perusahaan.

    OECD menyatakan bahwa corporate governance merupakan cara-cara

    manajemen perusahaan (para direktur) bertanggungjawab kepada pemilik

    perusahaan atau pemegang saham :

    B. Kerangka Pemikiran

    Berdasarkan telaah literatur diatas, dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai

    berikut:

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 4

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Variabel independen Variabel intervening Variabel

    dependen

    Manajemen Laba

    Kepemilikan Institusional

    Kepemilikan Manajemen

    Dewan Komisaris Independen

    Ukuran Dewan Direksi

    Komite Audit

    Vaiable Kontrol Leverage size

    Nilai Perusahaan

    C. Pengembangan Hipotesis

    Dalam mengkaji hubungan langsung antara corporate governance dengan

    nilai perusahaan maupun tidak langsung melalui variabel intervening manajemen

    laba dilakukan dengan memasukkan variabel control, yaitu leverage dan size. Hasil

    penelitian sebelumnya diuraikan sebagai berikut.

    1. Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba a. Dewan Direksi dan Manajemen Laba

    Pembelajaran sebelumnya menyebutkan bahwa ada hubungan antara kinerja

    perusahaan dengan ukuran dewan direksi. Ukuran dewan direksi yang kecil

    dinyatakan lebih efektif karena tidak ada kesulitan dalam melakukan koordinasi,

    sehingga dapat mengurangi manajemen laba (Eisenberg et al., 1998; Jensen, 1983;

    Yermarck, 1996). Ukuran dewan yang besar dinyatakan mempunyai keunggulan

    dalam informasi dari ukuran dewan yang kecil. Sejalan dengan hal tersebut Beasley

    (1996) dan Abbots et. al. (2000) menguji apakah besarnya dewan direksi mempunyai

    hubungan yang positif dengan kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pelaporan

    keuangan. Penelitian tersebut tidak menemukan hubungan antara kedua hal tersebut,

    karena semakin besar dewan direktur semakin tidak efisien dan lemahnya kontrol

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 5

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    terhadap manajemen. Sedangkan beberapa hasil pengujian empiris sebelumnya

    (Jensen, 1993; Yermarck, 1996, Eisenberg et al., 1998; Vafeas, 2000, Merdistusi dan

    Machfoedz, 2003) menyimpulkan bahwa semakin kecil ukuran dewan direksi maka

    akan semakin baik dalam pelaksanaan monitoring terhadap manajemen perusahaan,

    sehingga dapat mengurangi praktek manajemen laba. Akan tetapi penelitian yang

    dilakukan Chtourou et al., (2001) memberikan hasil yang tidak konsisten, dimana

    semakin besar ukuran dewan direksi maka proses monitoring justru menjadi lebih

    baik/ mengurangi aktivitas manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas dan

    bertumpu pada teori Scott (2003) tentang faktor pendorong praktek manajemen laba

    diantaranya kontrak bonus dan perubahan Chief Executive Officer (CEO), , maka

    hipotesis penelitian yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:

    H1a: ddeewwaann ddiirreekkssii bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp mmaannaajjeemmeenn

    llaabbaa..

    b. Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba Secara teori, Jensen dan Meckling berpendapat bahwa pemisahan antara

    kepemilikan saham dan pengawasan perusahaan menimbulkan benturan kepentingan

    antara pemegang saham dan pihak manajemen. Benturan ini meningkat ketika pihak

    manajemen mempunyai dorongan untuk meningkatkan kemakmurannya sendiri pada

    pengeluaran dari pemegang saham. Pada saat proporsi kepemilikan manajerial

    meningkat , kepentingan dari pemegang saham dan manajemen mulai menyatu.

    Beberapa penelitian terdahulu yang menguji pengaruh kepemilikan

    manajerial terhadap manajemen laba adalah terurai sebagai berikut: penelitian yang

    menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap perilaku manajemen laba yang

    dilakukan oleh manajer perusahaan untuk setting pasar modal di luar negeri telah

    diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya (Jensen, 1993 dan Meckling, 1976;

    Dhaliwal et al., 1982; Morck et al., 1988; Warfield at al., 1995) menyimpulkan

    bahwa kepemilikan manajerial dapat berperan dalam membatasi perilaku manajemen

    laba.

    Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Merdistusi dan Machfoedz (2003)

    bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 6

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    diterapkan dalam membatasi perilaku opurtunistik manajer dalam bentuk earnings

    management.

    Wedari (2004), membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

    secara positif dan signifikan terhadap aktivitas manajemen laba (discretionary

    accruals). Hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diprediksikan oleh teori bahwa

    dengan kepemilikan manajerial yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas

    manajemen laba.

    Setyo (2005) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki

    pengaruh yang positif terhadap manajemen laba. Hal ini dapat diartikan bahwa

    semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajemen, semakin tinggi

    besaran manajemen laba pada laporan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

    Suranta dan Merdistusi (2005), menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial

    ternyata tidak mampu menjadi mekanisme good corporate governance yang baik

    dalam upaya mengurangi praktek manajemen laba.Berdasarkan uraian di atas, jika

    manajemen laba dilakukan atas dasar alasan oportunistik, maka hipotesis penelitian

    yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:

    H1b: kkeeppeemmiilliikkaann mmaannaajjeerriiaall bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp

    mmaannaajjeemmeenn llaabbaa

    c. Kepemilikan Institusional dan Manajemen Laba Bushee (1998) menghipotesiskan bahwa investor intitusional mampu

    mengurangi insentif bagi perilaku opurtunistik manajer dengan memberikan derajat

    monitoring yang lebih tinggi terhadap perilaku manajerial dibandingkan investor

    perorangan, sehingga penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan

    adanya penelitian institusional maka akan mengurangi praktek manajemen laba.

    Penelitian lainnya yang juga mengatakan bahwa kepemilikan institusional

    berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba adalah Merdistusi dan Masud

    Mahfoedz (2003). Setyo (2005) kepemilikan institusional berpengaruh positif,

    artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional, maka semakin

    meningkatkan besaran manajemen laba pada laporan keuangan. Sedangkan, Suranta

    dan Merdistusi (2005) kepemilikan institusional mampu menjadi mekanisme good

    corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktek manajemen laba.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 7

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Crutchley et al. (1999) telah memberi bukti bahwa kepemilikan institusional

    dapat meminimalisasi masalah keagenan. Kepemilikan institusional memiliki sumber

    daya, kemampuan, dan kesempatan untuk melakukan pengawasan dan

    mendisiplinkan manajer agar lebih memfokuskan pada nilai perusahaan dalam

    jangka panjang. Karena institusi memantau secara profesional perkembangan

    investasinya maka tingkat pengendalian terhadap manajemen tinggi sehingga potensi

    kecurangan dapat ditekan (Lastanti, 2005).

    Rajgopal dan Venkatachalam (1998) melakukan pengujian terhadap peran

    dari investor institusional dalam mekanisme corporate governance melalui sebuah

    investigasi empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai discretionary

    accrual absolute untuk persentase kepemilikan institusional adalah negatif dan

    signifikan. Hasil ini memberi bukti bahwa manajer pada perusahaan yang jumlah

    kepemilikan institusionalnya besar akan melakukan pengurangan discretion

    accounting relatif jika dibandingkan dengan manajer perusahaan yang kepemilikan

    institusionalnya lebih kecil.

    Rajgopal et al. (1999) yang melakukan penelitian empiris tehadap hubungan

    kepemilikan institusional dengan manajemen laba melalui pendekatan future

    earnings menemukan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan diantara

    kepemilikan institusioanal dengan absolute discretionary accruals. Leuz et. al.

    (2002) menemukan bukti bahwa ada hubungan negatif yang kuat diantara

    kepemilikan institusional yang merupakan outside investor dengan earnings

    management secara agregrat hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Shang

    (2003) yang menemukan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan diantara

    kepemilikan institusioanal dengan absolute discretionary accruals. Shang

    mengindikasikan bahwa investor institusional yang memiliki sumber daya yang baik

    dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap tindakan manajer perusahaan,

    sehingga semakin besar jumlah kepemilikan saham oleh investor institusional akan

    lebih mampu dalam membatasi praktek manajemen laba yang dilakukan oleh

    manajer perusahaan.

    Nikmah dan Suranta (2005) dan Sitompul (2006); menunjukkan bahwa

    institusional selaku pemilik perusahaan memiliki insentif untuk membatasi perilaku

    manajemen laba yang dilakukan manajer atas investasi yang telah dilakukannya,

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 8

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    sehingga kepemilikan institusional yang semakin besar mampu melakukan

    mekanisme monitoring atas tindakan pengelolaan yang dilakukan oleh manajer

    perusahaan. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Veronica (2004) terhadap

    hubungan good corporate governance, asimetri informasi dan earnings management

    menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional yang diduga memiliki hubungan

    positif dengan manajemen laba, ternyata dari hasil uji statistik menunjukan tidak

    signifikan. Hubungan yang positif dan signifikan antara kepemilikan institusional

    dengan praktek manajemen laba juga ditemukan dalam penelitian Nuswantara

    (2004). Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan bertambahnya jumlah sham yang

    dimiliki oleh investor institusional justru akan semakin mendukung manajer

    perusahaan dalam melakukan praktek perekayasaan laba untuk tujuan-tujuan

    tertentu.

    Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian bisa dikembangkan:

    H1c: kkeeppeemmiilliikkaann iinnssttiittuussiioonnaall bbeerrppeennggaarruuhh nneeggaattiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp

    mmaannaajjeemmeenn llaabbaa

    d. Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba Berikut ini merupakan penelitian yang menguji pengaruh komisaris

    independen terhadap manajemen laba. Hasil penelitian Wedari (2004),

    menyimpulkan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan

    terhadap discretionary accruals. Sedangkan penelitian Suranta (2004)

    menyimpulkan bahwa komisaris independen mampu mengurangi aktivitas

    manajemen laba atau berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap manajemen

    laba. Penelitian lanjutannya, Suranta dan Merdistusi (2005) menghasilkan hasil yang

    tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yaitu keberadaan komisaris

    independen ternyata tidak mampu menjadi mekanisme corporate governance yang

    baik dalam upaya mengurangi praktek manajemen laba. Penelitian yang dilakukan

    oleh Setyo (2005) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara

    komposisi dewan komisaris dengan praktek manajemen laba, dimana semakin besar

    keanggotaan dewan komisaris berasal dari luar perusahaan akan semakin

    meningkatkan tindakan manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, jika manajemen

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 9

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    laba dilakukan atas dasar alasan oportunistik, maka hipotesis penelitian yang bisa

    dikembangkan adalah sebagai berikut:

    H1d: ddeewwaann kkoommiissaarriiss iinnddeeppeennddeenn bbeerrppeennggaarruuhh nneeggaattiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann

    tteerrhhaaddaapp mmaannaajjeemmeenn llaabbaa

    e. Komite Audit dan Manajemen Laba

    Berikut ini adalah penelitian yang menguji pengaruh komite audit terhadap

    manajemen laba. Klein (2000), menguji komite audit dan karakteristik dewan direksi

    terhadap manajemen untuk perusahaan Amerika yang terdaftar di S&P tahun 1992 -

    1993 menyimpulkan bahwa manajemen laba timbul ketika CEO memiliki kekuasaan

    melebihi kekuasaan dan wewenang komite audit tanpa mempertimbangkan suatu

    bentuk jumlah dan karakteristik dewan direksi dan komite audit.

    Dezoort dan Salterio (2001), menemukan bahwa tiap komite audit yang juga

    merangkap sebagai manajer perusahaan akan cenderung mendukung manajemen

    khususnya jika terjadi konflik dengan pihak auditor ekstenal. Independensi dan

    kompetensi saja tidak menghasilkan keefektifan kecuali jika komite audit berperan

    aktif.

    Peneliti selanjutnya juga membahas peran komite audit dalam mendeteksi

    tindakan manajemen laba telah dilakukan oleh Xie et al., (2001) menguji corporate

    governance dan perilaku manajemen pada perusahaan yang terdaftar dalam S&P 500

    dengan menitikberatkan mekanisme corporate governance pada duality CEO. juga

    juga ditemukan jumlah pertemuan rapat yang dilakukan oleh para dewan direksi,

    komite eksekutif dan komite audit mampu mencegah perilaku manajemen laba. Akan

    tetapi, Cho et al., (2004) menyimpulkan bahwa perilaku manajemen laba dapat

    dikurangi jika kompetensi dan independensi dari komite audit tetap dijaga.

    Penelitian yang dilakukan oleh Wedari (2004) dan Suranta dan Merdistusi

    (2005) menyimpulkan bahwa komite audit mampu menjadi mekanisme corporate

    governance yang baik dalam upaya mengurangi praktek manajemen laba. Beberapa

    penelitian empiris sebelumnya (Palmrose, 1988; Teoh dan Wong, 1993; Bauwhede et

    ai., 2000) telah memberikan kesimpulan bahwa auditor yang memiliki reputasi yang

    tinggi mampu membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh manajer.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 10

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Palmrose (1988) menyatakan bahwa tuntutan yang seringkali dihadapi oleh

    auditor terhadap praktek manajemen laba seringkali berkaitan erat dengan kualitas

    auditor dimana auditor yang tidak termasuk ke dalam Big Eight atau berkualitas

    rendah sering dihadapkan pada tuntutan pengadilan dibandingkan dengan auditor

    yang memiliki kualitas yang tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Bauwhede et

    al., (2000) yang menguji perbedaan kualitas auditor antara Big Six dan non-Big Six.

    Hasil penelitiannya membuktikan bahwa auditor yang masuk ke kelompok Big Six

    lebih mampu membatasi praktek manajemen laba. Penelitian lainnya yang

    menghubungkan kualitas auditor dengan kredibitas laporan keuangan (Teoh dan

    Wong, 1993) bahwa perusahaan yang diaudit oleh Big Eight memiliki ERC yang

    lebih tinggi dari perusahaan yang tidak diaudit oleh Big Eight.

    Beberapa penelitian lainnya memberikan hasil yang tidak konsisten dimana

    penelitian Sandra dan Kusuma (2004) memberikan kesimpulan bahwa kualitas

    auditor tidak dapat digunakan sebagai variabel pemoderasi dalam menjelaskan

    hubungan antara perataan laba dan reaksi pasar. Hasil penelitian ini konsisten dengan

    temuan Ardiati (2003).Kedua peneliti ini memberikan argumentasi bahwa audit atas

    laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen bukanlah ditujukan untuk

    mendeteksi adanya praktek manajemen laba melainkan adalah untuk meningkatkan

    kredibilitas laporan keuangan dan investor kurang menyadari akan pentingnya

    kualitas auditor dalam melaksanakan proses audit.

    Akan tetapi, auditor dapat dianggap sebagai salah satu mekanisme yang dapat

    digunakan untuk membatasi perilaku perataan laba sehingga dapat memtasi perilaku

    oportunistik yang dilakukan para manajer Berdasarkan uraian di atas, jika

    manajemen laba dilakukan atas dasar alasan oportunistik, maka hipotesis penelitian

    sebagai berikut:

    HH11ee:: kkoommiittee aauuddiitt bbeerrppeennggaarruuhh nneeggaattiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp mmaannaajjeemmeenn

    llaabbaa

    2. Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan a. Dewan Direksi dan Nilai Perusahaan

    Menurut Pfefer (1973) dan Pearce dan Zahra (1992) bahwa peningkatan ukuran dan diversitas dari dewan direksi akan memberikan manfaat bagi perusahaan karena terciptanya network dengan pihak luar perusahaan dan menjamin ketersediaan sumberdaya. BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 11

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Beberapa peneliti yang lain mempunyai argumen yang berbeda, jumlah

    dewan direksi yang besar kurang efektif dalam memonitor manajemen (Shwa, 1981;

    Jewel dan Reitz, 1981; Olson, 1982; Gladstein, 1984; Lipton dan Lorsch, 1992;

    Jensen dan Meckling, 1976). Hal tersebut didukung oleh penelitian Yermarck (1996)

    dan Eisenberg et al (1998) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi yang kecil

    meningkatkan kinerja perusahan. Komposisi dewan direksi telah sering digunakan

    untuk mengkarakterisasikan keberadaan kolusi dan dominasi dari direksi. Fama dan

    Jensen (1983) menyatakan bahwa direksi luar peusahaan akan lebih efektif dalam

    memonitor manajemen selain itu outsider juga lebih banyak memberikan expert

    knowledge dan nilai tambah bagi perusahaan. Hal tersebut didukung oleh Coughlan

    dan Schmidt, (1985) Hermalin dan Weisbach (1988) yang menyatakan bahwa direksi

    luar perusahaan selain lebih efektif dalam memonitor manajemen juga merupakan

    sarana untuk mendisiplinkan para manajer.

    Meskipun bukti empiris masih menunjukkan hasil yang masih mix tentang

    ukuran dan komposisi dewan direksi terhadap kinerja perusahaan, namun yang perlu

    ditekankan bahwa direksi luar perusahaan dapat memberikan kontribusi terhadap

    nilai perusahaan melalui aktivitas evaluasi dan keputusan strategik, serta

    pengurangan inefeisiensi dan kinerja yang rendah. Dengan demikian dapat

    dinyatakan ukuran dan komposisi dewan direksi signifikan berpengaruh ke kinerja. (

    Brickley dan James, 1987; Weisbach, 1988)

    Penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Machfoedz (2003) merupakan

    penelitian menguji pengaruh ukuran dewan direksi terhadap nilai perusahaan, dimana

    pada penelitian ini disimpulkan, ukuran dewan direksi menunjukkan pengaruh positif

    pada nilai perusahaan.

    Yermack (1996) melaporkan bahwa ukuran dewan mempunyai hubungan

    yang negatif dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobins Q. Perusahaan-

    perusahaan dengan ukuran dewan yang kecil mempunyai rasio keuangan yang lebih

    baik. Penelitian lain yang menemukan hubungan negatif antara ukuran dewan dengan

    nilai perusahaan Eisenberg, Sundgren dan Wells (1998). Atas alasan tersebut

    hipotesis adalah :

    H2a: ddeewwaann ddiirreekkssii bbeerrppeennggaarruuhh nneeggaattiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp nniillaaii

    ppeerruussaahhaaaann

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 12

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    b. Kepemilikan Manajerial dan Nilai Perusahaan

    Struktur kepemilikan merupakan salah satu mekanisme dalam corporate

    governance, karena dengan kepemilikan perusahaan dapat menurunkan conflict of

    interest yang disebabkan oleh masalah keagenan antara pemilik dengan manajer.

    Contoh kepemilikan yang dapat menurunkan conflict of interest, kepemilikan

    perusahaan oleh manajer (insider/managerial ownership), karena apabila manajer

    adalah pemegang saham maka kepentingan mereka dan pemegang saham akan

    sejalan. (Jensen & Meckling, 1976).

    Jensen & Meckling (1976) menganalisis bagaimana nilai perusahaan

    dipengaruhi oleh distribusi kepemilikan saham antara insider ownership yang

    menikmati manfaat dari outside ownership yang tidak menikmati manfaat. Dalam

    kerangka ini, peningkatan insiders ownership akan mengurangi konflik keagenan.

    Pengurangan ini potensial bagi misalokasi resources yang sia sia dan pada

    gilirannya meningkatkan nilai perusahaan. Agency problem bisa dikurangi bila

    manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan (Jensen dan Meckling,

    1976). Hal ini perlu sebab akan terjadi penyebaran pengambilan keputusan dan

    resiko. Para manajer umumnya mempunyai kecenderungan untuk menggunakan

    kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik. Para manajer juga

    mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan untuk

    memaksimumkan nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan oportunistik

    manajer. Hal ini akan meningkatkan beban bunga hutang karena resiko kebangkrutan

    perusahaan yang meningkat, sehingga agency cost of debt semakin tinggi. Agency

    cost of debt yang tinggi pada gilirannya akan berpengaruh pada penurunan nilai

    perusahaan. Dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak insiders, maka insiders

    akan ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusan keputusan yang

    diambilnya, namun juga akan menanggung resiko secara langsung bila keputusan itu

    salah. Dengan demikian kepemilikan saham oleh insiders merupakan insentif untuk

    meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian Suranta dan Machfoedz (2003) yang

    menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang negatif terhadap

    nilai perusahaan, yang berarti semakin tinggi kepemilikan manajerial akan semakin

    menurunkan nilai perusahaan. Faisal (2004) menemukan kepemilikan manajerial

    berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 13

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    kepemilikan manajerial gagal menjadi mekanisme meningkatkan nilai perusahaan.

    Euis Soliha & Taswan (2002), menemukan bahwa Insider Ownership berpengaruh

    positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis yang

    menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan oleh insider akan menaikan nilai

    perusahaan adalah bukti. Temuan dalam riset ini konsisten dengan temuan Leland &

    Pyle (1977). Temuan studi ini mengindikasikan bahwa kepemilikan insider

    merupakan insentif bagi peningkatan kinerja perusahaan. Hal ini didukung oleh

    profitabilitas yang meningkat juga memberikan nilai perusahaan yang meningkat.

    Oleh karena itu bila ini terjadi pada perusahaan yang berukuran besar (size) maka

    menjadi konsisten dalam meningkatkan nilai perusahaan. Namun demikian insider

    harus diwaspadai sebab mereka sangat berani mengambil resiko dalam kebijakan

    hutang demi mencapai nilai perusahaan yang diinginkan. Dengan kata lain insider

    ownership berhubungan positif dengan nilai perusahaan.Hipotesis sebagai berikut:

    H2b : kkeeppeemmiilliikkaann mmaannaajjeerriiaall bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp nniillaaii

    ppeerruussaahhaaaann

    c. Kepemilikan Institutional dan Nilai Perusahaan Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

    memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang

    terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional

    dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap

    keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional

    terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap

    tindakan manipulasi laba. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian yang telah

    dilakukan oleh Rajgopal et al., (1999), menyimpulkan bahwa investor institusional

    adalah sophisticated investor yang memiliki pengetahuan yang lebih baik sehingga

    manajer tidak dapat melakukan manipulasi laba karena adanya tekanan dari investor

    institusional yang memiliki proporsi saham yang besar dan monitoring yang

    dilakukan secara aktif dapat menekan terjadinya praktek manajemen laba. Shiller dan

    Pound (1989) menemukan bahwa investor institusional menghabiskan lebih banyak

    waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi

    yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lainnya. Mereka akan melakukan

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 14

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    fungsi monitoring dan tidak akan mudah diperdaya atau percaya dengan tindangan

    manipulasi oleh manajer seperti tindakan manajemen laba. Beberapa penelitian yang

    dilakukan di pasar modal Indonesia (Ismiyanti dan Hanafi,2003; Suranta, 2003;

    Suranta dan Midiastuty, 2005; Nikmah dan Suranta, 2005) telah menyimpulkan

    bahwa investor institusional mampu berperan dalam membatasi praktek manajemen

    laba dan perataan laba yang akhirnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.

    Xie et al (2001) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham

    dan kepemilikan saham institusioanal. Perusahaan dengan kepemilikan saham

    institusional yang besar (lebih dari 5 %) mengindikasikan kemampuannya untuk

    memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusioanl maka semakin

    efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan

    institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan

    manajemen.Penelitian Slovin dan Sushka (1993) menunjukkan bahwa nilai

    perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang

    efektif. tetapi kepemilikan institusi tidak selalu akan meningkatkan nilai perusahaan.

    Kepemilikan institusi menurunkan nilai perusahaan saat kepentingan institusi sejalan

    kepentingan manajemen. Penelitian dilakukan Smith (1996) bahwa aktivitas

    monitoring institusi mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

    Hasil penelitian Steiner (1996) seperti yang dikutip oleh Machfoedz (2003)

    memberikan bukti bahwa kepemilikan institusional dan nilai perusahaan (Tobins Q)

    memiliki hubungan yang signifikan. Penelitian Suranta dan Machfoedz (2003) juga

    menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai

    perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Larasanti (2003),

    kepemilikan institusional belum berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

    perusahaan dan kinerja keuangan perusahan. Faizal (2004) menemukan bahwa

    kepemilikan institusional belum efektif untuk memonitor manajemen dalam

    mengingkatkan nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan

    manajerial gagal menjadi mekanisme meningkatkan nilai perusahaan. Atas alasan

    tersebut hipotesis dikembangkan adalah :

    H2c : kkeeppeemmiilliikkaann iinnssttiittuussiioonnaall bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp

    nniillaaii ppeerruussaahhaaaann

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 15

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    d. Dewan Komisaris Independen dan Nilai Perusahaan

    Chtourou et al., (2001) menyimpulkan bahwa dewan direksi yang ukurannya

    besar memonitor proses pelaporan keuangan secara lebih efektif. Hasil ini

    mengindikasikan bahwa ukuran dewan direksi yang besar dapat memonitor proses

    pelaporan keuangan dengan lebih efektif dibandingkan ukuran dewan direksi yang

    kecil. Hasil ini kontradiktif dengan hasil penelitian Beasley (1996), Yermarck

    (1996), dan Jensen (1993) yang menemukan bahwa semakin besar ukuran dewan

    direksi maka semakin besar kemungkinan terjadi kecurangan dalam pelaporan

    keuangan. Hasil penelitian Beasley ini mengindikasikan justru ukuran dewan direksi

    yang kecil ternyata lebih efektif dalam mengontrol proses pelaporan keuangan. Hasil

    penelitian Jensen (1993) didukung oleh kesimpulan Midiastuty dan Machfoeds

    (2003) yang menemukan pengaruh yang positif antara ukuran dewan direksi terhadap

    praktek manajemen laba untuk kasus pasar modal.

    Yermarck (1996) menyatakan bahwa kemampuan dewan direksi untuk

    memonitor akan berkurang dengan semakin besarnya ukuran dewan direksi karena

    akan menimbulkan masalah dalam koordinasi, komunikasi dan pembuatan

    keputusan. Jensen (1993) juga menyatakan bahwa dewan direksi yang besar akan

    kurang berfungsi secara efektif dan tidak mudah dikontrol. Namun Eisenberg et al.

    (1998) justru menemukan hasil yang berlawanan untuk perusahaan-perusahaan yang

    kecil

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benhart & Rosenstein (1998) mengenai

    Broad Composition, Manajerial Ownership, and Firm Performance membuktikan

    bahwa semakin tinggi perwakilan dari outside director (komisaris independen) maka

    semakin tinggi independensi dan efektifitas corporate board sehingga dapat

    meningkatkan nilai perusahaan. Lasanti (2006) menguji pengaruh independensi

    dewan komisaris terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan. Hasil penelitian

    menemukan bahwa independensi dewan komisaris berpengaruh positif dan

    signifikan terhadap nilai perusahaan, tetapi belum berpnagruh secara signifikan

    terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hipotesis adalah :

    HH22dd:: ddeewwaann kkoommiissaarriiss iinnddeeppeennddeenn bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp

    nniillaaii ppeerruussaahhaaaann

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 16

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    e. Komite Audit dan Nilai Perusahaan

    Menurut Badriwan (2002) dengan memperhatikan pembentukan serta tugas dan

    fungsinya, maka Komite Audit dapat didefinisikan sebagai:

    Komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris perusahaan untuk membantu

    dewan komisaris perusahaan melakukan pemeriksaan atau penelitian yang

    dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan

    perusahaan serta melaksanakan fungsi penting berkaitan dengan sistem

    pelaporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen dan auditor independen.

    Hipotesis adalah :

    HH22ee:: KKoommiittee aauuddiitt bbeerrppeennggaarruuhh ppoossiittiiff ddaann ssiiggnniiffiikkaann tteerrhhaaddaapp nniillaaii

    ppeerruussaahhaaaann

    3. Pengaruh Manajamen Laba terhadap Nilai Perusahaan

    Makaryanawati (2002) melakukan pengujian untuk perusahaan non-keuangan

    dengan periode pengamatan sampel dari tahun 1994-2000 menemukan bukti bahwa

    praktik manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

    perusahaan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pasar modal di Indonesia

    membayar premium atau memberi preferensi terhadap perusahaan yang melakukan

    praktik manajemen laba. Sedangkan, Asih et al., (2005) menguji manajemen laba

    terhadap nilai dan kinerja perusahaan pada saat dan setelah penawaran perdana

    saham perusahaan kepada publik. Hasil penelitian menunjukan bukti bahwa pada

    perusahaan-perusahaan melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba saat

    melakukan penawaran publik perdana saham, manajemen laba berpengaruh positif

    pada nilai perusahaan saat penawaran publik perdana. Studi lain yang memberikan

    bukti adanya hubungan signifikan dan positif antara manjemen laba terhadap nilai

    perusahaan menjelang IPO dan setelah IPO telah dilakuakn oleh Friedlan (1994).

    Sedangkan penelitian Aharony et al (1993), Neil et al. (1995) hanya menemukan

    bukti lemah terjadinya manajemen laba untuk menaikkan laba yang dilaporkan pada

    periode sebelum go public. Penelitian Gumanti (2001) terhadap 39 perusahaan yang

    go public tahun 1995-1997 menemukan bahwa perusahaan tidak terbukti secara kuat

    melakukan manajemen laba pada periode satu tahun sebelum IPO namun pada

    periode dua tahun sebelum IPO. Hal ini disebabkan karena issuers tidak ingin upaya

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 17

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    rekayasa laba yang dilakukannya diketahui oleh pihak luar dan rekayasa laba sendiri

    tidak dapat dilakukan terus-menerus. Hasil penelitian Lilis Setiawati (2002) terhadap

    24 perusahaan yang go public tahun 1995-2001 membuktikan bahwa terjadi

    manajemen laba pada satu periode sebelum dan setelah IPO. Hipotesis

    dikembangkan adalah :

    H3 : praktek manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

    perusahaan.

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Data dan Sampel

    Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

    terdapat dalam Indonesian Capital Market Directory dan laporan tahunan yang

    diperoleh dari Pusat Referensi Pojok BEJ di Universitas Trisakti.

    Sampel perusahaan manufaktur yang didapat sebanyak 37 perusahaan, yang

    secara konsisten melaporkan komposisi kepemilikan manajerial (tabel 1), selama 3

    tahun berturut-turut tahun, sehingga didapatkan pooling data dengan unit analisis n =

    3 x 37 = 111. Dengan demikian asumsi besar n yang dikehendaki metode analisis

    data dengan SEM, yaitu n > 100, pada penelitian ini telah terpenuhi.

    Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling method, artinya sampel

    sengaja dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu agar dapat mewakili populasinya.

    Kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

    1. Menerbitkan laporan keuangan audited selama periode pengamatan penelitian,

    yaitu dari tahun 2002 s.d. 2004. Periodesasi data penelitian dipandang cukup

    mewakili kondisi BEJ yg relatif stabil dan normal. Penggunaan data beberapa

    periode akan mengungkap kinerja manajemen laba, sedangkan penggunaan data

    satu periode hanya merefleksikan usaha-usaha manajemen laba (Moses, 1987)

    2. Memiliki data kepemilikan dewan direksi dan kepemilikan institusional, komite

    audit dan komisaris independen serta kepemilikan manajerial yang secara

    konsisten dilaporkan di ICMD.

    3. Saham perusahaan aktif diperdagangkan, mengacu S.E bPT BEJ No.

    03/BEJ.II.I/I/1994. yaitu frekuensi perdagangan lebih dari 75 kali dalam 3

    bulan.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 18

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Tabel 1: Hasil Seleksi Sampel

    Jumlah Perusahaan Keterangan

    2002 2003 2004

    - Industri manufacturing yang go public 155 153 159

    - Perusahaan yang tidak mencantumkan angka

    kepemilikan di Indonesia Capital Market Directory

    128 107 108

    - Perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial di

    Indonesia Capital Market Directory

    37 46 51

    B. Variabel dan Pengukuran

    1. Variabel Independen

    Variabel Independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi

    variabel lainnya dengan skala pengukuran rasio, yaitu meliputi:

    a. Dewan Direksi (BDSIZE), yaitu jumlah anggota dewan direksi dalam

    perusahaan.

    b. Kepemilikan Manajerial (MGROWN), yaitu persentase saham yang dimiliki

    oleh manajemen (komisaris, direksi dan karyawan).

    c. Kepemilikan Institusional (INST), yaitu persentase saham yang dimiliki oleh

    pemegang saham / investor institusional.

    d. Komisaris Independen (KOMIND), yaitu perusahaan memiliki komisaris

    independen minimal 30% dari jumlah anggota komisaris.

    e. Komite Audit (KOMAUD), yaitu perusahaan memiliki komite audit minimal

    3 dengan ketua komite audit merupakan salah seorang anggota dari komisaris

    independen.

    2. Variabel Dependen

    Variabel Dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh

    variabel independent dengan skala pengukuran rasio, yaitu:

    Nilai perusahaan (Tobins Q Model). Model ini telah digunakan dalam penelitian

    yang dilakukan oleh Suranta dan Machfoedz (2003) dan Suranta dan Merdistusi

    (2004).

    Pengukuran Tobins Q Model sebagai berikut:

    Q = ( EMV + D ) / ( EBV + D )

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 19

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Keterangan:

    Q : Nilai Perusahaan

    EMV : Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value). Dimana,

    EMV = Harga saham penutupan (closing price) akhir tahun

    dikalikan dengan jumlah saham yang beredar

    akhir tahun

    D : Nilai buku dari total hutang

    EBV : Nilai buku dari total aktiva (Equity Book Value)

    Beberapa penelitian terdahulu menggunakan Tobins Q Model yang diberi

    symbol Q untuk mengukur nilai perusahaan. Perusahaan yang menunjukkan

    Tobins Q lebih besar berarti perusahaan tersebut memanfaatkan sumber daya

    yang dimilikinya dengan baik.

    3. Variabel Kontrol

    Variabel kontrol adalah variabel yang digunakan sebagai pembanding yang

    fungsinya hampir sama dengan variabel independen.

    a. Ukuran Perusahaan

    Motivasi peneliti memasukkan ukuran perusahaan adalah political cost

    hypothesis (Watts dan Zimmerman, 1986) yaitu beberapa perusahaan besar

    sering menjadi sasaran tindakan politik yang mungkin menimbulkan biaya,

    kondisi tersebut memberi dorongan kepada manajer untuk memilih metode

    akuntansi yang menghindari atau menurunkan biaya yang timbul dari

    tindakan politik tersebut. Variabel ukuran perusahaan (size) diukur dengan

    menggunakan natural logaritma dari total aktiva ( Rajgopal., 1999; Peasnell,

    2000; Chtourou, 2001).

    b. Leverage

    Motivasi peneliti memasukkan leverage adalah debt covenant hypothesis

    (Watts dan Zimmerman, 1986) yaitu manajemen laba dilakukan untuk

    menghindari pelangaran perjanjian hutang yang dapat menimbulkan biaya

    bagi perusahaan. Variabel leverage diukur dengan rasio total utang terhadap

    total aktiva (DeAnggelo et al., 1994; Defond dan Jiambalvo, 1994; Peasnell,

    2000; Chtourou, 2001). Variabel ini merupakan salah satu mekanisme yang

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 20

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    dapat digunakan untuk mengurangi perilaku oportunistik manajemen.

    Jensen(1976) menyatakan hutang perusahaan merupakan salah satu

    mekanisme untuk menyatukan kepentingan manajer dengan pemegang

    saham, hutang memberikan sinyal tentang status kondisi keuangan

    perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.

    4. Variabel Intervening

    Variabel intervening adalah variabel yang kedudukannya berada diantara variabel

    independen dan variabel dependen dengan kata lain variabel yang menjadi

    perantara untuk melihat hubungan tidak langsung antara variabel bebas dengan

    variabel terikat.

    Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel intervening yaitu manajemen

    laba. Untuk mengukur tingkat manajemen laba digunakan nilai discretionary

    accrual (DTAC) dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi. Peneliti

    menggunakan model Jones yang dimodifikasi, karena dianggap model ini paling

    baik diantara model lain yang sama-sama digunakan untuk mengukur manajemen

    laba (Dechow et al., 1995; Bartov dan Gul, 2000; Lobo dan Zhou, 2001) dalam

    Assih, Parawiyati, dan Hastuti (2005).

    Total akrual sebuah perusahaan i dipisahkan menjadi discretionary accrual

    (tingkat akrual yang abnormal) dan non discretionary (tingkat akrual yang wajar).

    Tingkat akrual yang abnormal ini merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba.

    Adapun perhitungannya sebagai berikut:

    a. Total Akrual

    Model pengujian ynag dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan

    menggunakan model dari Sook (1998) untuk menghitung total akrual yaitu:

    TACit = Niit - CFOit TACit : total akrual perusahaan i pada periode ke t

    NIit : laba bersih perusahaan i pada periode ke t

    CFOit : aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

    Total akrual tersebut dapat dipergunakan sebagai perhitungan dalam mencari

    proksi diccretionary accrual yang merupakan ukuran manajemen laba.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 21

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    b. Discretionary Accrual

    Total akrual sebuah perusahaan dapat dipisahkan menjadi non discretionary

    accrual dan discretionary accrual. Jones (1991) membuat sebuah model

    untuk memisahkan tingkat akrual discretionary dan non-discretionary. Model

    Jones untuk memisahkan tingkat akrual discretionary dan non discretionary

    itu adalah:

    TACit/TAit-1=1[1/TAit-1] + 2[DSALit /TAit-1] + 3[PPEit/TAit-

    1]+jit.............(2)

    Penelitian ini menggunakan model Jones yang telah dimodifikasi oleh

    Dechow, Sloan dan Sweeney (1995) yaitu bahwa perubahan penjualan disesuaikan

    dengan perubahan piutang (DRECit). Model modifikasi Jones untuk melakukan

    estimasi terhadap akrual tersebut adalah sebagai berikut:

    TACit/TAit-1=1[1/TAit-1]+1[DSALit-DRECit/TAit-1]+2[PPEit/TAit-1]+jit........(3)

    Seperti yang dilakukan oleh Jones (1991), penelitian ini memfokuskan pada

    discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Sedangkan discretionary

    accrual merupakan bagian dari total accrual yang tidak dapat dijelaskan oleh

    kegiatan normal perusahaan.

    TACit/TAit-1 = NDTAC it + DTAC it ..................................................................(4)

    Dari model pada persamaan 4 terlihat bahwa total akrual terdiri dari discretionary

    accruals dan non discretionary accruals. Untuk menentukan non discretionary

    accruals yaitu :

    NDTACit = 1[1/TAit-1]+ 2 [DSALit-DRECit/TAit-1] + 3[PPEit/TAit-1]..(5)

    Oleh karena itu jika dilihat dari persamaan di atas maka estimasi discretionary

    accruals adalah Eit (error term). Jadi proksi discretionary accruals adalah:

    DTACit=TACit/TAit-1{ 1[1/TAit-1] + 2 [DSALit/TAit-1DRECit/TAit-1]+3

    [PPEt/TAit-1] ...(6)

    Dimana:

    TACit = Total accruals dari perusahaan i dalam periode t

    NDTACit = Non - discretionary accruals

    DTACit = Discretionary accruals

    TAit-1 = Total Aset dari perusahaan i dalam periode t-1

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 22

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    DSALit = Perubahan penjualan bersih dari perusahaan i dalam periode

    t-1

    DRECit = Perubahan piutang bersih dari perusahaan i dalam periode t-

    1

    PPEit = Property, plan, equipment dari perusahaan i dalam periode t-

    1

    1, 2, 3 = Koefisien regresi persamaan (2)

    1, 2, 3 = Fitted coeficient yang diperoleh dari hasil regresi

    persamaan (2)

    jit = error term perusahaan i pada periode t

    C. Metode Pengujian Hipotesa

    Dalam penelitian ini pengujian hipotesa menggunakan Structural Equation

    Modeling (SEM) untuk mengetahui hubungan simultan pada beberapa variabel yang

    diuji. (Hair, 1995). Hubungan fenomena teoritis, riset empiris dan pengembangan

    hipotesis bisa dilihat dari path diagram, path diagram dalam SEM sangat

    fundamental. Penyebaran ke persamaan struktural sebagai berikut.

    Value = 1. BDSIZE + 2.MGROWN + 3 INST + 4. KOMIND + 5 KOMAUD

    + e1

    DTAC = 1 BDSIZE+ 2MGROWN+ 3INS+ 4KOMIND+ 5KOMAND+E2

    Value = 1 DTAC + e3

    pengolahan data menggunakan program AMOS ver. 4. (Analysis of Moment

    Structures). Dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

    1. Uji Normalitas

    Structural Equation Modeling mensyaratkan dipenuhinya asumsi normalitas.

    Pengujian ini dilakukan pada saat operasi Amos berjalan. Terdapat dua cara

    pegujian normalitas yaitu univariate dan multivariate normality. Suatu distribusi

    data dapat dikatakan normal apabila nilai C.R. skewnes maupun kurtosis lebih

    kecil dari nilai kritik tabel + 1,96 dengan tingkat signifikansi 0.05 (p-value 5%).

    (Hair, edisi 5, hal 71), jika sebuah variabel adalah normal secara multivariat,

    maka akan normal juga secara univariat. Tetapi tidak berlaku sebaliknya.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 23

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    2. Uji Multicolinearity

    Untuk melihat apakah terdapat multicolinearitas dalam sebuah kombinasi

    variabel, peneliti perlu mengamati determinant matrix covariance. Untuk

    mendeteksi adanya multicoliniarity hanya disebutkan determinan yang benar-

    benar kecil mengindikasikan adanya multikolinearitas, tanpa ada angka absolut.

    Selain uji determinan matrix covariance, juga dilakukan pengujian variance

    inflation faktor (VIF) dengan kriteria terdapat multicolinearity jika VIF > 10

    3. Uji Kesesuaian Model

    Sebelum menganalisa hipotesa yang diajukan, terlebih dahulu dilakukan

    pengujian kesesuaian model (goodness-of-fit model). Pengujian dilakukan dengan

    melihat beberapa kriteria pengukuran, yaitu :

    a) Absolute fit measure yaitu mengukur model fit secara keseluruhan (baik

    model struktural maupun model pengukuran secara bersamaan). Kriterianya

    dengan melihat:

    - X2 atau Chi Square Statistic. Dalam uji ini yang diperlukan adalah nilai

    yang tidak signifikan. Semakin kecil maka semakin baik model tersebut.

    - profitability. Dalam uji ini nilai terbaik adalah minimal 0,05 atau diatas

    0.05

    - goodness-of-fit- Index (GFI), kriteria dari GFI adalah > 0,90 atau

    mendekati 1 semakin baik.

    b) Incremental fit measures yaitu ukuran untuk membandingkan model yang

    diajukan (proposed model) dengan model lain yang dispesifikasi oleh peneliti.

    Kriterianya dengan melihat:

    - Normed fit index (NFI), tingkat penerimaannya adalah . 0,90 atau

    mendekati 1 semakin baik.

    - Comparative fit index (CFI ). Indeks ini tidak dipengaruhi oleh sampel

    sehingga sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model.

    Tingkat penerimaannya adalah > 0,90 atau semakin mendekati 1 akan

    semakin baik.

    c) Parsimonious fit measures, yaitu melakukan adjusment terhadap pengukuran

    fit untuk dapat diperbandingkan antar model dengan jumlah koefisien yang

    berbeda. Kriterianya dengan melihat nilai: Normed chi-square. The minimum

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 24

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    sampel discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedom akan

    menghasilkan indeks Normed chi-square (CMIN/DF). Indeks yang memiliki

    acceptabel fit batas bawah = 1 dan batas atas : 2, 3, atau 5.

    4. Uji Hipotesis

    - Jika p-value < alpha 0,05 maka hipotesa nol (Ho) ditolak dan sebaliknya

    atau C.R. < t tabel, maka Ho gagal ditolak, dan sebaliknya

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    1. Pengujian Normalitas Suatu distribusi data dapat dikatakan normal apabila nilai C.R. skewnes maupun

    kurtosis lebih kecil dari nilai kritik tabel + 1,96, tingkat signifikansi 0.05 (p-value

    5%).

    Tabel 2 : Hasil Pengujian Normalitas

    Variabel Skewnes C.R. Kurtosis C.R.

    BDSIZE 0,307 0,416 0,602 0,407

    MGROWN 0,636 0,861 2,626 1,778

    INST 1,603 2,171 3,423 2,318

    KOMIND -0,819 -1,110 1,457 0,987

    KOMAUD -0,997 -1,349 1,346 0,911

    DTACt 1,942 2,630 3,365 2,278

    Value -0,836 -1,132 1,030 0,697

    LEVERAGE -1,983 -2,685 3,458 2,341

    FIRMSIZE 1,494 2,023 2,412 1,633

    Multivariate 3,007 0,354

    Sumber : data diolah dengan AMOS

    Pada tabel yang disajikan diatas, dengan analisis secara univariate, diketahui

    bahwa lima variabel dari keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian

    mempunyai nilai C.R. skewnes dan C.R. kurtosis kurang dari nilai kritik tabel + 1,96.

    Variabel-variabel tersebut adalah BDSIZE, MGROWN, KOMIND, KOMAUD, dan

    Value. Dengan demikian untuk lima variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 25

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    distribusi data adalah normal pada tingkat signifikansi 0,05 (p-value 5%). Namun

    sebaliknya untuk variabel INST, DTACt, LEVERAGE, dan FIRMSIZE nilai C.R.

    skewnes atau C.R. kurtosis lebih besar dari nilai kritik tabel + 1,96 sehingga

    distribusi data dinyatakan tidak normal.

    Jika pengujian dianalisis secara multivariate, diketahui bahwa C.R. kurtosis

    sebesar 0,354 kurang dari nilai kritik tabel + 1,96. Maka dapat dinyatakan bahwa

    distribusi data adalah normal secara multivariate.

    Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini

    terdistribusi normal untuk sebagian variabel secara univariate namun terdistribusi

    normal secara multivariate. Oleh karena itu asumsi normalitas dapat terpenuhi. Hair

    (edisi 5, hal 71) menyebutkan jika sebuah variabel adalah normal secara multivariate,

    maka akan normal juga secara univariat. Tetapi tidak berlaku sebaliknya.

    3. Pengujian Multicolinearity

    Untuk melihat apakah terdapat multicolinearitas dalam sebuah kombinasi variabel,

    peneliti perlu mengamati determinant matrix covariance. Determinan yang benar-

    benar kecil mengindikasikan adanya multikolinearitas.

    Tabel 3: Pengujian Multicolinearity

    Determinant matrix covariance Kesimpulan

    0,025617 tidak ada multicolinearity

    Pada model penelitian yang digunakan, nilai determinan matrik kovarians yang

    diperoleh dari hasil perhitungan AMOS masih lebih besar dari nilai nol. Sehingga

    dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas dalam data penelitian. Selain uji

    matrix covariance, dilakukan juga pengujian multicolinierity dengan variance

    inflation factor (VIF) dengan hasil < 10 (lihat lampiran) . Dengan demikian maka

    asumsi multikolinearitas terpenuhi.

    4. Pengujian Kesesuaian Model

    Sebelum menganalisa hipotesa yang diajukan, terlebih dahulu dilakukan

    pengujian kesesuaian model (goodness-of-fit model). Hasil kesesuaian model di

    bawah ini :

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 26

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Tabel 4: Pengukuran Tingkat Kesesuaian (goodness-of-fit model)

    Pengukuran Goodness-of-fit

    Batas Penerimaan Yang Disarankan

    Nilai

    Chi-square semakin rendah 3,150 p-value 0,05 atau > 0,05 0,207 GFI > 0,90 atau mendekati 1 0,943 NFI > 0,90 atau mendekati 1 0,985 CFI > 0,90 atau mendekati 1 0,993 Normed chi-square

    < 2,000 1,575

    Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai chi-square sebagai syarat utama

    pada uji kesesuaian model sebesar 3,150 dengan p-value 0,207. Sehingga uji

    kesesuaian model dengan melihat nilai chi-square dapat terpenuhi. Pada kriteria

    absolute fit measure lainnya, seperti goodness-of-fit index (GFI) menunjukkan nilai

    sebesar 0,943. Nilai tersebut telah memenuhi kriteria yang direkomendasikan. Selain

    itu uji kesesuaian model dapat dilakukan dengan melihat pengukuran yang lainnya.

    Incremental fit measures yang diamati berdasarkan NFI adalah 0,985 dan CFI

    adalah 0,993. Nilai indeks tersebut juga memenuhi batas toleransi yang disarakan.

    Pada kriteria parsimonious fit measures sebesar 1,575 memenuhi criteria.

    4. Pengujian Hipotesa

    Berikut ini adalah tabel rangkuman hasil pengujian hipotesa.

    Tabel 5: Hasil Pengujian Hipotesa 1

    Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Manajemen Laba

    DTACt = 1 BDSIZE + 2 MGROWN + 3 INST + 4 KOMIND + 5 KOMAUD + e

    Path Estimate C.R.

    (t-value) p-value Kesimpulan

    H1a : DTACt BDSIZE 0,382 3,259 0,001 positif, signifikan H1b : DTACt MGROWN 1,891 9,417 0,000 positif, signifikan H1c : DTACt INST 1,015 8,816 0,000 positif, signifikan H1d : DTACt KOMIND 0,341 1,815 0,070 positif, signifikan H1e : DTACt KOMAUD -0,113 -1,329 0,184 negatif, tidak signifikan

    Sumber : data diolah dengan Amos

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 27

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Pada hipotesa pertama dilakukan pengujian terhadap masing-masing

    indikator dari struktur corporate governance dengan manajemen laba. Sehingga

    terdapat lima panel pada pengujian hipotesa pertama (H1a, H1b, H1c, H1d dan H1e).

    Ha1a: Dewan direksi berpengaruh positip dan signifikan terhadap manajemen laba.

    Pada tabel diatas, untuk hipotesa 1a menunjukkan bahwa C.R. 3,259 > t-tabel

    1,658. Nilai koefisien regresi sebesar 0,382 menunjukkan arah hubungan antara

    dewan direksi dengan manajemen laba adalah positif. Artinya jika setiap kenaikkan

    dewan direksi sebesar 1 orang maka manajemen laba akan mengalami peningkatan

    sebesar 0,382. Dengan demikian dewan direksi berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap manajemen laba sehingga H01a ditolak dan Ha1a dapat didukung. Artinya

    semakin banyak dewan direksi, semakin tidak efisien yang dapat menyebabkan

    meningkatnya manajemen laba, dan semakin sedikit ukuran dewan direksi semakin

    menurun praktek manajemen laba.

    Ha1b: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

    Untuk hipotesa 1b menunjukkan bahwa C.R. 9,417 > t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 1,891 menunjukkan arah hubungan antara kepemilikan

    manajerial dengan manajemen laba adalah positif. Artinya jika setiap kenaikan 1%

    kepemilikan manajerial maka manajemen laba akan mengalami peningkatan sebesar

    1,891. Dengan demikian kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap manajemen laba sehingga H01b ditolak dan Ha1b dapat didukung. Hasil

    penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial condong mendukung

    praktek manajemen laba dan untuk memenuhi kepentingan pribadi, seperti apa yang

    dikemukakan oleh Zimmerman 1986 bahwa jika kemakmuran dihubungkan langsung

    dengan dengan hasil akuntansi maka manajemen akan mempunyai motivasi untuk

    manajemen laba.

    Ha1c: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

    Untuk hipotesa 1c menunjukkan bahwa C.R. 8,816 > t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 1,015 dengan arah hubungan adalah positif, memiliki arti

    jika setiap kenaikan 1% kepemilikan institusional maka manajemen laba akan

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 28

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    mengalami peningkatan sebesar 1,015. Sebaliknya hipotesa yang diajukan memiliki

    arah yang berlawanan (negatif) antara kepemilikan institusional dengan manajemen

    laba. Karena koefisien regresi yang diperoleh bertanda positif maka Ha1c tidak dapat

    didukung walaupun secara statistik signifikan. Koefisien regresi yang positif

    mengindikasikan bahwa saham yang dimiliki oleh investor istitusional dapat

    berperan dalam mencegah dan menyelesaikan terjadinya praktek manajemen laba

    yang dilakukan oleh manajer perusahaan.

    Ha1d: Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

    Untuk hipotesa 1d menunjukkan bahwa C.R. 1.815 > t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,341 dengan arah hubungan adalah positif, memiliki arti

    jika setiap kenaikkan 1% dewan komisaris independen dari total keseluruhan

    komisaris, maka manajemen laba akan mengalami peningkatan sebesar 0,341.

    Sebaliknya hipotesa yang diajukan memiliki arah yang berlawanan (negatif) antara

    dewan komisaris independen dengan manajemen laba. Karena koefisien regresi yang

    diperoleh bertanda positif maka Ha1d tidak dapat didukung walaupun secara statistik

    signifikan. Koefisien regresi positif menunjukkan arti bahwa dewan komisaris belum

    bekerja secara efektif.

    Ha1e: Komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.

    Untuk hipotesa 1e menunjukkan bahwa C.R. -1,329 > t-tabel -1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar -0,113 dengan arah hubungan adalah negatif, memiliki arti

    jika setiap kenaikkan 1 orang komite audit maka manajemen laba akan mengalami

    penurunan sebesar 0,113. Walaupun koefisien regresi yang diperoleh bertanda

    negatif namun Ha1e tidak dapat didukung karena tidak signifikan secara statistik.

    Apabila dilihat dari hasil koefisien regresi negatif berarti komite audit telah

    melaksanakan fungsinya dengan baik dalam memonitor pelaksanaan manajemen

    laba.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 29

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Tabel 6: Hasil Pengujian Hipotesa 2

    Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan

    Value = 1 BDSIZE + 2 MGROWN + 3 INST + 4 KOMIND + 5 KOMAUD + e

    Path Estimat

    e

    C.R.

    (t-value)p-value Keputusan H0

    H2a : Value BDSIZE 0,192 1,024 0,306 positif, tidak

    signifikan

    H2b : Value MGROW

    N 0,022 0,052 0,958

    positif, tidak

    signifikan

    H2c : Value INST -0,064 -0,210 0,834 negatif, tidak

    signifikan

    H2d : Value KOMIND 0,693 5,397 0,000 positif, signifikan

    H2e : Value KOMAU

    D 0,321 2,211 0,027 positif, signifikan

    Sumber : data diolah dengan Amos

    Pada hipotesa dua dilakukan pengujian terhadap masing-masing indikator dari

    struktur corporate governance dengan nilai perusahaan. Sehingga terdapat lima

    panel pada pengujian hipotesa dua (H2a, H2b, H2c, H2d dan H2e).

    Ha2a: Dewan direksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 2a menunjukkan C.R. 1,024 < t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,192 menunjukkan arah hubungan antara dewan direksi

    dengan nilai perusahaan adalah positif. Artinya jika setiap peningkatan dewan

    direksi sebesar 1 orang maka nilai perusahaan meningakat 0,192. Walaupun

    koefisien regresi yang diperoleh bertanda positif namun Ha2a tidak dapat didukung

    karena tidak signifikan.

    Ha2b: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 2b menunjukkan C.R. 0,052 < t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,022 dengan arah hubungan adalah positif, memiliki arti

    jika setiap kenaikkan 1% kepemilikan manajerial maka nilai perusahaan akan

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 30

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    mengalami peningkatan sebesar 0,022. Sebaliknya hipotesa yang diajukan memiliki

    arah yang berlawanan (negatif) antara kepemilikan manajerial dengan nilai

    perusahaan. Karena koefisien regresi yang diperoleh bertanda positif dan secara

    statistik tidak signifikan maka H02b gagal ditolak dan Ha2b tidak dapat didukung.

    Ha2c: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 2c menunjukkan C.R. -0,210 > t-tabel -1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar -0,064 dengan arah hubungan adalah negatif, memiliki arti

    jika setiiap kenaikkan 1% kepemilikan institusional maka nilai perusahaan akan

    mengalami penurunan sebesar 0,064. Sebaliknya hipotesa yang diajukan memiliki

    arah yang berlawanan (positif) antara kepemilikan institusional dengan nilai

    perusahaan. Karena koefisien regresi yang diperoleh bertanda negatif dan tidak

    signifikan secara statistik maka H02c gagal ditolak dan Ha2c tidak dapat didukung

    Ha2d: Dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

    perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 2d menunjukkan C.R. 5,397 > t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,693 menunjukkan arah hubungan antara dewan komisaris

    dengan nilai perusahaan adalah positif. Artinya jika setiap kenaikkan 1 orang dewan

    komisaris maka nilai perusahaan akan mengalami peningkatan sebesar 0,693.

    Dengan demikian dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

    perusahaan sehingga H02d ditolak dan Ha2d dapat didukung. Dari sample perusahaan

    yang diteliti ternyata dewan komisaris telah melakukan fungsi kontrol dengan baik

    sehingga keberadaannya dapat meningkatkan nilai.

    Ha2e: Komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 2e menunjukkan C.R. 2,211 > t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,321 menunjukkan arah hubungan antara komite audit

    dengan nilai perusahaan adalah positif. Artinya jika setiap kenaikkan 1 orang komite

    audit maka nilai perusahaan akan mengalami peningkatan sebesar 0,321. komite

    audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sehingga H02e ditolak dan Ha2e dapat didukung.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 31

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Tabel 7: Hasil Pengujian Hipotesa 3

    Pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan

    Value = 1 DTACt + e

    Path Estimate C.R.

    (t-value)p-value Kesimpulan

    H3 : Value DTACt 0,074 0,294 0,768 positif, tidak

    signifikan

    Sumber : data diolah dengan Amos

    Ha3e: manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

    Untuk pengujian hipotesa 3 menunjukkan C.R. 0,294 < t-tabel 1,658. Nilai

    koefisien regresi sebesar 0,074 menunjukkan arah hubungan antara manajemen laba

    dengan nilai perusahaan adalah positif. Artinya jika setiap kenaikkan 1 satuan

    manajemen laba maka nilai perusahaan akan mengalami peningkatan sebesar 0,074.

    Walaupun koefisien regresi yang diperoleh bertanda positif namun Ha3 tidak dapat

    didukung karena tidak signifikan secara statistik.

    Tabel 8: Hasil Pengujian Varibel Control

    Path Estimate C.R.

    (t-value)p-value Keputusan

    DTACt Leverage 0,195 1,579 0,114 positif, tidak signifikan

    DTACt Firm Size -0,622 -5,502 0,000 negatif, signifikan Sumber : data diolah dengan Amos

    Variabel leverage dan ukuran peerusahaan digolongkan variabel control.

    Hasil menunjukkan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajamen laba

    karena C.R. 1,579 < t-tabel 1,658. Sementara itu ukuran perusahaan berpengaruh

    negatif dan signifikan terhadap manajamen laba karena C.R. -5,502 > t-tabel 1,658.

    Koefisien regresi untuk variabel leverage bertanda positif artinya jika rasio

    leverage mengalami peningkatan maka indikasi terhadap manajemen laba juga akan

    meningkat, demikian pula sebaliknya. Namun tidak demikian dengan variabel ukuran

    perusahaan memilki arah yang berbeda dengan leverage. Dimana pengaruh ukuran

    perusahaan terhadap manajemen laba dengan koefisien regresi bertanda negatif yang

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 32

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    berarti jika ukuran perusahaan semakin besar maka indikasi manajemen laba

    semakin rendah, dan sebalikinya.

    Berdasarkan uraian pengujian hipotesa diatas, maka dapat diambil

    kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada struktur corporate

    governance terutama yaitu BDSIZE (dewan direksi) dan MGROWN (kepemilikan

    manajerial) terhadap manajemen laba. Disamping itu KOMIND (dewan komisaris

    independen) dan KOMAUD (komite audit) berpengaruh yang signifikan terhadap

    nilai perusahaan. Manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai

    perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini manajemen laba pada model yang

    diajukan bukan merupakan variabel intervening karena pengaruh langsung DTCAt

    (manajemen laba) terhadap nilai perusahaan tidak signifikan secara statistik.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 33

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

    A. Simpulan

    Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan bab IV, maka dapat diambil

    kesimpulan sebagai berikut:

    1. Bukti empiris masih menunjukkan hasil yang berbeda beda antara masing

    masing penelitian. Konsekuensinya, kajian keterkaitan antara corporate

    governance dan nilai perusahaan serta manajemen laba masih memerlukan waktu

    yang panjang untuk digeneralisasi sebagai kontribusi teori yang baku. Hasil

    pengujian ini juga merupakan kontribusi pada pengembangan ilmu akuntansi

    khususnya ketidakmampuan manajemen laba berdasar uji statistik ternyata tidak

    mengurangi pengaruh langsung antara corporate governance dengan nilai

    perusahaan.

    2. Hasil pengujian Corporate Governance dengan Manajemen Laba .

    a. Pengaruh signifikan dan arah positif menunjukan bahwa dewan direksi yang

    sedikit berhasil dalam pelaksanaan pengelolaan terhadap manajemen

    perusahaan, sehingga dapat mengurangi praktek manajemen laba, dan dewan

    direksi yang banyak cenderung meningkatkan manajemen laba Penelitian ini

    mendukung beberapa hasil pengujian empiris sebelumnya (Jensen, 1993;

    Yermarck, 1996, Eisenberg et al., 1998; Vafeas, 2000, Merdistusi dan

    Machfoedz, 2003).

    b. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    manajemen laba. Hasil penelitian mendukung penelitian Wedari (2004), Faizal

    (2004), Setyo (2005) dan Suranta dan Merdistusi (2005).

    c. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

    Namun arah positif ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Hal ini

    mungkin disebabkan karena investor institusional lebih memfokuskan pada

    laba jangka pendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan Setyo (2005).

    d. Komisaris Independen terbukti memiliki pengaruh negatif dan signifikan

    terhadap manajemen laba. Implikasi tersebut dapat dilihat dimana dengan

    adanya komisaris independen dapat mengurangi praktek manajemen laba.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wedari (2004), Suranta dan

    Mediastuti (2005), Setyo (2005)

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 34

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    e. Peran Komite Audit sebagai salah satu struktur dari coporate governance,

    sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya aktivitas manajemen laba.

    Tetapi ternyata kondisi tersebut belum berpengaruh secara signifikan terhadap

    manajemen laba. Namun kalau dilihat dari arah yang negatif, maka hasil ini

    konsisten dengan penelitian Klein (2000) dan Dozert dan Salterio (2001), Xie

    (2001), Wedari (2004).

    3. Hasil Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan

    Beberapa variabel corporate governance yang dikaitkan dengan nilai perusahaan

    terbukti tidak signifikan, walaupun arah teoritis menunnjukan hasil yang

    konsisten dengan penelitian sebelumnya . Variabel tersebut adalah dewan direksi,

    kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Sedangkan varibel yang

    secara statistik terbukti berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan adalah

    dewan komisaris dan komite audit. Pengaruh signifikan prinsip ini mendukung

    penelitian Chtourou (2001) Eisenberg (1998), dan Lasanti (2003). Berarti fungsi

    kontrol telah dilaksanakan dengan efisien pada perusahaan manufaktur yang

    menjadi sample penelitian ini.

    4. Hasil Pengujian Pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan

    Hasil pengujian terhadap managemen laba sebagai variabel intervening antara

    corporate government dan nilai perusahaan tidak terbukti secara statistik, namun

    dapat menunjukkan hasil yang konsisten dengan teori mekanistik hipotesis, yaitu

    setiap perubahan kebijakan dan prosedur akuntansi akan berpengaruh terhadap

    nilai perusahaan meskipun tidak memiliki pengaruh langsung ke arus kas

    (economic consequenses), yang akan diikuti dengan kenaikan harga saham. Hasil

    penelitian masih terdapat inkonsistensi diantara peneliti.

    5. Ukuran perusahaan yang berfungsi sebagai varibel control terbukti berpengaruh

    secara signifikan dan negatif terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan hipotesa

    political cost, semakin besar perusahaan akan cenderung melakukan manajemen

    laba dan sebaliknya. Sedangkan untuk varibel leverage tidak terbukti signifikan

    secara statistik namun kalau dilihat arah positif terbukti sejalan dengan Debt

    Covenant Hypotesis.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 35

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    B. Keterbatasan Penelitian

    Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini:

    1. Jumlah sampel perusahaan kurang proporsional terhadap populasi, walaupun

    telah memenuhi kriteria uji statistik. Sehingga model yang akurat dari hasil

    penelitian belum dapat digeneralisasi.

    2. Penelitian tidak melengkapi data primer yang berkaitan dengan kualitas

    struktur corporate governance misalnya kualitas anggota komisaris

    independen, frekuensi rapat dewan komisaris dan dewan direksi dan

    sebagainya yang dipandang sangat bermanfaat bagi kontribusi teori . Adapun

    penelitian lebih menekankan pada segi kuantitas dan pengembangan

    penelitian empiris terdahulu.

    3. Penelitian ini tidak memisahkan antara perusahaan yang memiliki kinerja yang

    positif dan kinerja yang negative untuk menangkap pola dari praktek

    manajemen (income increasing atau income decreasing) sehingga hanya

    memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan kinerja yang ekstrim dapat

    mendorong manajer untuk melakukan praktek manajemen laba. Hal ini

    disebabkan oleh keterbatasan sampel dan periode pengamatan.

    C. Implikasi Penelitian dan Saran

    Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan yang telah dihasilkan dalam penelitian

    ini maka penulis memberikan saran untuk penelitian berikutnya yaitu:

    1. Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan sampel yang lebih banyak,

    dengan harapan bahwa temuannya akan dapat lebih kuat (robust finding).

    Penggunaan sampel yang lebih banyak memungkinkan untuk memisah

    sampel berdasarkan ukurannya (total aset), untuk menguji apakah ada

    perbedaan antara motif/kecenderungan antara earning management

    perusahaan kecil dan besar.

    2. Memperbanyak jumlah variabel untuk struktur corporate covernance yang

    dapat mempengaruhi aktivitas manajemen laba maupun nilai perusahaan

    misalnya: kualitas auditor eksternal, auditor internal, sekretaris perusahaan (

    direktur kepatuhan/ compliance director)

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 36

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    3. Perlu bagi penelitian selanjutnya kiranya melakukan penelitian dengan

    didukung data primer yang fokus pada segi kualitas dari variabel struktur

    corporate governance, misalnya latar belakang pendidikan dewan komisaris,

    komite audit, adanya hubungan istimewa sebagai anggota dewan komisaris,

    ketaatan dengan peraturan yang dikeluarkan Bappepam. Perlu diamati

    masalah budaya, mengingat sistem corporate governance di Indonesia

    berbeda di negara Barat.

    4. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah dan pihak yang terkait

    dalam pengambilan kebijakan dari penerapan good corporate governance.

    Bagi pihak pemerintah diharapkan menjadi pusat perhatian kembali apakah

    lebih mempertimbangkan jumlah (persentase) komisaris independen yang

    menduduki posisi dewan komisaris atau lebih menekankan aspek kualitas

    misalnya independensi yang harus dipenuhi oleh komisaris independent itu

    sendiri, begitu pula untuk mekanisme Good Corporate Governance lainnya

    baik komite audit, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial

    sebaiknya ditinjau kembali agar dapat memberikan nilai bagi perusahan.

    5. Bagi investor, penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menginterpretasikan

    informasi akuntansi yang terdapat dalam laporan keuangan harus berhati

    hati mengingat adanya indikasi yang mengarahkan pada tindakan manajemen

    laba. Selain itu manajemen laba memang sulit untuk dihapuskan, hanya

    dibutuhkan kewaspadaan untuk mencegah adanya perilaku tersebut.

    6. Melakukan penambahan variabel kontrol lainnya seperti variabel variabel

    kepemilikan asing atau kepemilikan publik, dimana investor asing biasanya

    lebih sophisticated dan kepemilikan publik merupakan inverstor yang paling

    dirugikan jika masalah earnings management terjadi dan jika memungkinkan

    memisahkan kelompok dewan direksi kedalam dua kelompok yaitu insider

    dan outsider.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 37

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    DAFTAR PUSTAKA

    Aharony, Joseph, Chan-Jane Lin, dan Martin P. Loeb (1993), Initial Public

    Offerings, Accounting Choices, and Earnings Management, Contemporary

    Accounting Research.

    Ardiati, Aloysia Yanti,2003. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return Saham

    dan Kualitas Audit sebagai Variabel pemodernisasi. Proceeding Simposium

    Nasional Akuntansi VI, Surabaya, hal. 408-426.

    Assih, Prihat; Parawiyati dan Ambar Woro Hastuti,. (2005). Pengaruh Manajemen

    Laba pada Nilai dan Kinerja Perusahaan, Konferensi Nasional Akuntansi,

    Peran Akuntansi dalam Membangun Good Corporate Governance, Hal 1-8.

    Baridwan, Zaki dan Ary Legowo. (2002). Asosiasi antara Economic Value Added

    (EVA), Market Value Added (MVA) dan Rasio Profitabilitas terhadap Harga

    Saham. Tema, vol III (2)

    Barnhart, S.W. dan Rosenstein S. 1998. Board Composition, Managerial Ownership

    , and Firm Performance: An Empirical Analysis. Financial Review 33, pp. 1-

    16

    Bauwhede, Heidi Vander, Marleen Willekens dan Ann Gaeremynek. 2000. Audit

    Quality, Public Ownership, Firms Discretianary Accrual Management.

    Working Paper

    Beasley, M., 1996. An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of

    Director composition and Finacial Statement Fraud. Accounting Review 71:

    443-465

    Berle, Adolf dan Gardiner Means, 1934, The Modern Corporation and Private

    Property.New York.

    Booth, G.G., J.P Kallunki dan T. Martikaine. 1996. Post-Announcement Drift and

    Income Smoothing : Finnish Evidence Journal of Business Finance and

    Accounting , 23 (8)

    Brickley, J dan James, C, 1987. The Takeover Market, Corporate Board

    Composition and Ownership Structure : The case of Banking. Journal of Law

    and Economics. Vol 30.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPractice 38

  • The1stAccountingConferenceFacultyofEconomicsUniversitasIndonesiaDepok,79November2007

    Byrd, J dan Hickman, K, 1992. Do Outside Directors Monitor Managers? Evidence

    from Tender and Bids. Journal of Financial Economics. Voll.32. hal 192-222.

    Bushee, B., (1998). Institutional Investors, Long Term Investment, and Earnings

    Managament,. Accounting Review, pp 305-333.

    Cho, Hyeon dan Myeong. 1998. Ownership Structure, Investment, and the Corporate

    Value : an Empirical Analysis. Journal of Financial Economics 47,pp.103-

    121

    Cho, Jong-Hang, Kyu-An Jeon dan Jong-Il Park. 2004. The Role of Audit Commites

    in Decreasing Earnings Management: Korean Evidence, International

    Journal of Accounting, Auditing and Performance Evaluation, Vol. 1, No. 1,

    p37-60

    Chtourou, SM., Jean Bedard, dan Lucie Courteau, 2001, Corporate Governance

    and Earnings Management. Working Paper. Universite Laval, Quebec City,

    Canada. April.

    Coughlan, A dan Schmidt, R, 1985. Executive Compensation, Management Turnover

    and Firm Performance : An Empirical Investigation, Journal of Accounting and Economics. Vol, 7.

    Crutchley, Claire E. Marlin R.H Jensen, Jhon S. Jahera, Jr. dan Jennie E. Raymond.

    1999. Agency Problem and the Simultaneity of Financial Decicion making

    the Role of Institutional Ownership. International Review of Financial

    Analysis 8:2.pp.177-197

    Daniri, Mas Achmad. 2005. Good Corporate Governance. Ray Indonesia: Jakarta.

    DeAngelo. H., DeAngelo L., Skinner, D.J. 1994. Accounting Choice in Troubled

    Companies Journal of Accounting and Economics 17 (1/2), pp. 113-143

    Dechow, P.M., R.G.Sloan. dan A.P. Sweeney, 1995, Detecting Earnings

    Management, The Accounting Review 70,pp. 193-225

    Dechow, P.M., 1994, Accounting Earnings and Cash flows as Measures of Firm

    Performance: The Role of Accounting Accruals. Journal of Accounting

    and Economics 18.pp.3-42

    Dezoort, F.T dan S. Salterio. 2001. The Effects of Corporate Governance

    Experience and Financial Reporting and Audit Knowledge on Audit Committee Members Judgement. Auditing: A Journal of Practice and Theory

    21.

    BridgingtheGapbetweenTheory,Research,andPr