Upload
inge-amelia
View
149
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
GROUP COHESIVENESS
Cohesiveness adalah suatu property dasar yang penting untuk membuat suatu grup
bertindak selayaknya suatu grup.
Salah satu hal yang mendasar dari suatu grup adalah cohesiveness, didalam
cohesiveness terdapat solidaritas, grup spirit, esprit de corps, dan moral yang semuanya
saling berhubungan, seperti ikatan yang kuat, dimana pribadi memiliki rasa kesatuan
yang dikarekteristikkan dengan adanya keseragaman tingkah laku dan sikap saling
mendukung antar anggota. Cohesiveness merupakan suatu sifat variabel yang berbeda
antar grup, konteks dan waktu. Grup yang memiliki tingkat cohesiveness yang sangat
rendah dapat dikatakan bukan sebuah grup, jadi hal yang paling dasar dari suatu
grupcohesiveness–proses psikologis yang membentuk dan mengumpulkan individu
menjadi sebuah grup. Cohesiveness merupakan suatu istilah deskriptif yang digunakan
sebagai alat untuk menggambarkan keseluruhan dalam suatu grup tetapi cohesiveness
dapat juga digunakan sebagai istilah psikologis yang menggambarkan proses psikologis
yang terjadi pada diri individu sebagai dasar kesatuan pada grup.
Setelah penggunaannya yang tidak resmi selama beberapa dekade, cohesiveness
secara formal diperkenalkan oleh Festinger et.al. (1950). Mereka percaya bahwa Field of
force, berasal dari ketertarikan grup dan anggotanya dan tingkat dimana grup dapat
mencapai tujuan individual.Resultan valensi kekuatan ketertarikan inilah yang
menghasilkan cohesiveness, yang bertanggungjawab dalam kuntiniunitas keanggotaan
dan ketetapan standar grup ( Lihat bagan 8.10 ).
Bagan 8.10 Teori ketertarikan pada grup oleh Festinger
Field of force
Ketertarikan
Behaviour Behaviour
Mediasi pencapaian tujuan
Festinger (1950) Percaya bahwa pengaruh lingkungan didasari oleh field of force
dan mediasi pencapaian tujuan; tindakan anggota kelompok bisa menambah atau
mengurangi ketertarikan terhadap grup, dan ketertarikan mempengaruhi anggota
untuk tetap menjadi anggota grup dan mentaati norma grup yang berlaku.
Hasil suatu penelitian menunjukkan bahwa cohesiveness menimbulkan faktor-faktor
yang meningkatkan ketertarikan interpersonal seperti kesamaan, bekerja sama, menerima
orang lain, menyelesaikan masalah bersama, faktor-faktor inilah yang biasanya
meningkatkan dan menimbulkan cohesiveness, misalnya penyesuaian dalam grup,
meningkatkan komunikasi dengan kelompok dan tingkat kesukaan/kegemarannya.
Perspektif pada cohesiveness grup, menimbulkan banyak keterkaitan sosial atau
adanya model keterkaitan interpersonal dari grup sosial (lihat bagan 8.11), dimana
peneliti cenderung berbeda dalam menentukan komponen model yang mereka tekankan.
(Hogg, 1987, 1992; Turner,1982,1984)
dari grup dari anggota
grup
interaksi sosial tujuan individu
yang meningkatkan saling ketergantungan
ketertarikan
Tetap menjadi anggota
Taat terhadap aturan grup
Bagan 8.11, gambaran secara umum tentang ketertarikan sosial atau saling
ketergantungan interpersonal.
Adanya tujuan individual yang tidak bisa dicapai sendirian
Mengumpulkan orang-orang yang tidak memiliki hubungan
Adanya rasa ketergantungan dan saling bekerja sama
Kepuasan terhadap tujuan
Individu saling menerima satu sama lain sebagai sumber penghargaan; mendapatkan nilai
positif
Ketertarikan interpersonal = cohesiveness
Hogg (1922,1993) berpendapat bahwa adanya perbedaan antara Personal
Attraction (kedekatan hubungan interpersonal didasarkan pada hubungan dekat dan
adanya keistimewaan dari orang tersebut) dan Social Attraction (interindividual liking
didasari oleh pemikiran mengenai dirinya sendiri dan orang lain bukan berdasarkan
individualitas tetapi berdasarkan norma grup atau prototype).
Person attraction adalah menyukai seseorang berdasarkan pada pilihannya sendiri
dan hubungan interpersonal/pertemanan sedangkan Social attraction adalah menyukai
seseorang berdasarkan keanggotaan dalam grup dan ditentukan oleh norma grup.
Personal Attraction tidak ada kaitannya dengan grup, sedangkan Social Attraction
menyukai seseorang karena ada sesuatu yang ia sukai dari keanggotaan grup. Social
Attraction merupakan salah satu dampak dari kumpulan (etnosentris, konformitas,
sebagai pembeda antar grup, sterotyping, serta solidaritas dalam kelompok) yang
dihasilkan dari proses self-categorisation yang telah ditetapkan dalam teori self-
categorisation.
Menurut Turner, Hogg, Oakes, Reicher & Wetherell, ada dua keuntungan utama
dari Teori self-categorisation:
1. Tidak mengurangi solidaritas grup dan cohesiveness dalam ketertarikan interpersonal.
2. Ini dapat dipakai dalam interaksi pada grup yang kecil sama seperti pada skala
kelompok sosial yang besar, misalnya grup suku atau bangsa (seseorang dapat tertarik
satu sama lain karena memiliki suku atau bangsa yang sama).
GROUP SOCIALIZATION
Kenyataan yang telah kita ketahui tentang sebuah grup adalah adanya anggota
baru yang masuk, anggota lama keluar, pengenalan anggota pada grup dan grup dibangun
atas kontribusi dari para anggotanya. Grup merupakan struktur dinamis yang dapat
berubah secara continue setiap waktu. Bagaimanapun, aspek dinamis dari grup ini
seringkali ditolak oleh psikologi social. Psikolog sosial lebih cenderung menggunakan
analisis statis, yang meniadakan masalah waktu. Banyak psikolog sosial yang merasa
bahwa hal ini sangat melemahkan kekuatan penjelasan teori psikologi sosial tentang
proses grup dan tingkah laku intergrup (Condor, 1996; Levine and Moreland, 1994;
Tuckman, 1965; Worchel, 1996). Masalah waktu lebih serius dijelaskan pada psikologi
organisasi, dimana bidang ini biasanya menggunakan analisis longitudinal dan psikologi
oranisasi lebih berpengalaman dalam hal waktu. (Wilpert, 1995).
Group socialization merupakan sebuah dinamika hubungan antara grup dan
anggotanya yang menjelaskan penerimaan anggota pada sebuah grup dalam hal
komitmen dan perubahan peraturan.
Melalui Psikologi Sosial, Tuckman (1965) menjelaskan lima-fase urutan
perkembangan dalam grup:
1. Forming- fase orientasi atau pengenalan dan familiarisasi.
2. Storming- fase konflik, dimana para anggota mengetahui bahwa mereka melakukan
pekerjaan yang tujuan dan praktisnya tidak mereka setujui.
3. Norming- dapat bertahan pada fase storming, dapat lebih menerima hasil keputusan
bersama (consensus), bersatu (cohesion), dan terbiasa pada suatu identitas dan tujuan
yang ada.
4. Performing- suatu periode dimana sebuah work group secara perlahan dapat menjadi
sebuah unit yang telah dapat bersatu dan beradaptasi dengan norma-norma dan tujuan-
tujuannya, dan memiliki moral dan atmosfir yang baik.
5. Adjourning- dimana grup bubar karena telah menyelesaikan tujuan-tujuan yang mereka
tetapkan, atau karena para anggota kehilangan minat dan motivasi pada grup lalu memilih
untuk pindah ke tempat (grup) yang lain.
Moreland dan Levine telah menciptakan sebuah model dari group sosialisation
untuk menjelaskan penerimaan seseorang di dalam sebuah grup. Ini berfokus pada
dinamika interrelationship pada grup dan tiap para anggotanya di sepanjang kehidupan
grup tersebut. Analisis ini tidak hanya berfokus pada bagaimana seorang individu
berubah agar layak untuk masuk ke dalam sebuah grup tetapi juga bagaiamana anggota
baru dapat menjadi sumber potensi bagi inovasi dan perubahan di dalam grup (Levine et
al, 2001). Tiga proses dasar yang termasuk di dalam group socialization:
1. Evaluasi yang berhubungan dengan perbandingan secara terus menerus oleh individu
tentang reward yang di berikan grup di waktu sebelumnya, sekarang dan masa depan.
Bersamaan, kelompok individu-individu mengevaluasi kontribusi mereka terhadap
kehidupan kelompok. Dibalik ide ini terletak sebuah asumsi bahwa orang-orang memiliki
tujuan dan kebutuhan, yang menciptakan harapan. sejauh harapan, atau mungkin,
bertemu, persetujuan sosial diekspresikan. Kegagalan aktual atau yang diantisipasi untuk
memenuhi harapan mengundang ketidaksetujuan sosial dan tindakan untuk memodifikasi
perilaku atau menolak individu atau kelompok
2. Evaluasi komitmen anggota grup yang melibatkan kejujuran di dalamnya.
Bagaimanapun, dari waktuyang diberikan, disequilibrium komitmen mungkin ada, seperti
bahwa individu lebih berkomitmen untuk grup atau kelompok untuk individu. Komitmen
menghasilkan persetujuan terhadap nilai dan tujuan kelompok, ikatan positif antara
kelompok dan individu, kerelaan unutk berusaha menjadi bagian dari kelompok, dan
keinginan untuk melanjutkan hubungan.
3.Perubahan atau pergantian peraturan yang berhubungan dengan pemutusan hubungan
antara individu dan grup.
Sedangkan menurut Moreland and Levine ada lima fase group socialization:
1. Investigasi Proses merekrut anggota baru. Prosesnya bisa berlangsung secara
formal atau lebih informal. Investigasi yang sukses mendorong untuk masuk ke dalam
kelompok.
2. Sosialisasi Fase pembauran bagi anggota baru didalam grup dengan
memberitahukan norma-norma kelompok.
3. Maintenance Negosiasi peran yang ada didalam semua anggota grup.
Ketidakpuasan akan peran yang didapatkan seorang anggota bisa mengakibatkan
terjadinya transisi peran yang disebut divergence.
4. Resosialisasi Pada kasus divergence yang diharapkan, ada sedikit usaha yang
melibatkan resosialisasi. Apabila resosialisasi berhasil akan membuat anggotanya tetap
bertahan dalam grup sebaliknya bila gagal maka individu tersebut akan meninggalkan
grup.
5. Rememberence Setelah mereka keluar dari grup, keduanya akan mengenang saat-
saat mereka masih dalam grup.
Peristiwa pergantian peran diakui sebagai aspek penting dalam kehidupan grup.
Moreland dkk, telah meneliti masa transisi ini lebih spesifik, terutama ketika
diasosiasikan menjadi seorang anggota grup. Umumnya role transition ini merupakan
suatu ritual public events –upacara penerimaan- yang biasa disebut initiation rites.
Initiation rites seringkali menyakitkan atau memalukan ketika kita ditandai
sebagai anggota grup baru yang pindah dari suatu peran ke peran lainnya.
Di bawah ini adalah beberapa fungsi dari initiation rites:
1. Symbolic- pengenalan identitas
2. Apprenticeship- membantu individu untuk menjadi lebih familiar pada peran baru dan
standar peraturan yang telah ada.
3. Loyalty elicitation- permulaan yang menyenangkan termasuk hadiah dan dispensasi
khusus, yang dapat meningkatkan komitmen pada grup.
NORMA
Kepercayaan yang diakui bersama tentang tindakan yang tepat untuk anggota
grup baik secara deskriptif dan perspektif.
Norma adalah Keseragaman sikap dan tingkah laku yang mendefenisikan
keanggotaan grup dan yang membedakan antara satu grup dengan grup lain.
Sterotype merupakan persepsi yang luas dan pandangan yang sederhana untuk
mengevaluasi satu grup sosial dan anggotanya.
Norma adalah keyakinan yang digunakan bersama tentang tingkah laku yang
dianggap pantas sebagai anggota grup. Norma menjelaskan dan menentukan apa yang
sebaiknya dilakukan. Contohnya : Tingkah laku dosen dan mahasiswa di universitas
sangat berbeda karena norma yang berlaku juga berbeda.
Hasil riset menunjukkan norma secara umum dibagi menjadi dua, yaitu norma
yang ditujukan untuk bertingkah laku sebagai anggota grup dan sterotype yang digunakan
untuk mengevaluasi grup lain. Menurut Garfienkel (1967) norma bisa berbentuk aturan
eksplisit yang dijalankan dengan adanya peraturan serta sangsi bagi yang melanggarnya
dan berbentuk implisit yang tidak dapat terlihat tetapi dijadikan sebagai acuan dalam
kehidupan sehari-hari. Garfienkel percaya bahwa norma yang implisit itu sebenarnya
sudah ada secara turun temurun di kehidupan kita, sehingga norma tersebut sudah
menjadi bagian di hidup kita secara naluriah, insting dan alamiah.
Garfienkel meneliti tentang sesuatu yang disebut ethonomethodology.
Ethonomethodology adalah suatu metode yang menggunakan pelanggaran norma untuk
menarik perhatian orang kepada kita. Jadi contohnya si Garfienkel ini menyuruh
muridnya bertingkah laku seakan-akan menjadi tamu di rumah mereka sendiri selama 15
menit, mereka disuruh harus bertingkah sangat sopan, bicaranya formal dan hanya bicara
kalau diajak bicara. Ternyata reaksi keluarganya di luar dugaan, mereka shock, terkejut,
bingung melihat anak mereka itu, bahkan mereka meluapkannya dengan kemarahan,
kekasaran, dsb. Ini menunjukkan bahwa norma impilisit yang berlaku di dalam interaksi
keluarga itu terungkap, bahwa mungkin kalau di rumah, semua anggota keluarga harus
bersikap sewajarnya. Dan pelanggaran ini menimbulkan reaksi yang keras.
Norma grup memiliki dampak yang sangat kuat pada seseorang. Newcomb (1965)
mempelajari tentang aturan di sebuah universitas kecil di Amerika yang bernama
Bennington. Tahun 1936 diadakan pemilihan ketua mahasiswa di Bennington, pemilihan
ini melibatkan Newcomb sebagai kordinator pengumpulan hasil pemilihan. Hasilnya
mahasiswa tahun pertama banyak yang memilih kandidat yang konservatif sedangkan
mahasiswa tahun ketiga dan keempat mengalami pergeseran pilihan kearah kandidat yang
liberal dan komunis.
Norma memiliki fungsi untuk individu itu sendiri. Norma menetapkan batasan
tingkah laku yang bisa diterima dalam konteks tertentu. Dengan adanya norma, seseorang
bisa mengurangi keraguan dan menimbulkan kepercayaan diri untuk memilih pilihan
dengan tepat tentang sesuatu. Norma bisa dijadikan referensi untuk bertingkah laku pada
saat kondisi dan situasi tertentu.
Sherif (1936) melakukan eksperimen sederhana yang dikenal dengan fenomena
autokinetis. Dia percaya bahwa norma sosial muncul untuk menuntun tingkah laku saat
adanya keraguan tentang sesuatu. Eksperimennya adalah individu ditempatkan didalam
ruangan yang sangat gelap lalu dihadapkan pada satu titik cahaya yang stasioner.
Hasilnya mereka seringkali mempersepsikan seolah-olah titik cahaya tersebut bergerak –
gerak meskipun sebenarnya tetap diam ditempat. Dengan menggunakan ilusi ini Sherif
menempatkan beberapa orang pada situasi ini bersama-sama. Ia menemukan bahwa
kelompok tersebut membuat sebuah norma yang disetujui mengenai seberapa jauh titik
cahaya tersebut bergerak. Meskipun diantara mereka akan terdapat sedikit perbedaan satu
sama lain tentang seberapa jauh titik cahaya bergerak, tetapi pada akhirnya mereka
sepakat untuk memiliki jawaban yang sama. Ketika individu – individu tersebut dibiarkan
merespon cahaya itu sendirian mereka tetap berpegangan ataupun konform pada norma
kelompoknya yang tadi.
Norma timbul sebagai wujud dari adanya grup, yang nantinya bisa tetap
memunculkan perilaku yang sama walaupun tidak sedang bersama grup (Turner,1991).
Hal ini terjadi apabila anggota grup tetap memegang norma grup sebagai acuan
dihidupnya.
Norma selalu membantu fungsi dari grup, Sejauh ini, norma mengarahkan
tindakan anggota untuk pemenuhan tujuan grup itu sendiri. Anggota baru dengan cepat
menyetujui norma yang telah ada. Sebuah organisasi harus memiliki penetapan tujuan
yang jelas atau norma karena dengan adanya norma bisa membuat anggota grup bekerja
lebih keras dan puas sehingga performansi serta hasil kerja grup baik (Guzzo dan
dickson,1996; Weldon dan Weingart,1993)
Fungsi norma untuk menjaga kestabilan dan bisa meramalkan sesuatu. Awalnya
norma menyetujui hal tertentu di lingkungan, lalu mencegah hal yang tidak diinginkan
dan pada akhirnya berubah dan mengubah lingkungan. Norma terkadang bisa membatasi
dan terbatas tetapi bisa juga bebas dan kurang membatasi.
Anggota dengan status yang tinggi(ketua) lebih bisa meloloskan diri dari aturan-
aturan yang ada didalam grup dibandingkan dengan status yang rendah atau hanya
sebagai pengikut.
Sherif dan Sherif (1964) mempelopori studi tentang geng remaja di salah satu
kota di Amerika. Partisipan mengobservasi dan mempelajari tingkah laku mereka selama
beberapa bulan sebagai penyusup. Geng tersebut membuat sebuah nama untuk dirinya,
memiliki beberapa tanda pengenal sebagai anggota, dan mempunyai aturan cara
berpakaian sendiri. Cara berpakaian sangat penting bagi mereka karena dapat
menunjukkan perbedaan antara satu geng dengan geng lainnya. Mereka juga memiliki
aturan yang ketat tentang seks dan bagaimana menyetujui pihak luar.
GROUP STRUCTURE
Struktur kelompok merupakan divisi (pembagian) suatu kelompok ke dalam
beberapa peran, dimana pembagian sering berdasarkan status dan prestige. Struktur
kelompok secara jelas digambarkan dalam bentuk roles (peran), status relations, dan
communication network.
1.Roles (Peran)
Roles (peran) adalah bentuk perilaku yang membedakan aktivitas-aktivitas dalam
kelompok yang berhubungan satu sama lain untuk memberikan hasil yang lebih baik
pada grup. Roles (peran) memiliki kesamaan dengan norms (norma) dimana keduanya
sama-sama menggambarkan perilaku seseorang dalam grup. Tetapi norm (norma)
diterapkan pada grup secara keseluruhan, sedangkan roles (peran) diterapkan hanya pada
subgrup di dalam kelompok. Roles (peran) berguna untuk membagi grup ke dalam
beberapa bagian. Pada umumnya, roles (peran) tidak bertujuan untuk mendapat
keuntungan dari kerangka grup yang dibentuk. Roles (peran) secara spesifik didesain
untuk membedakan pekerjaan antara masing-masing anggota yang ada dalam grup. Roles
(peran) bukanlah orang, tetapi suatu penyajian perilaku yang diberikan kepada seseorang.
Grup bisa berbentuk tidak formal dan bersifat tersembunyi (seperti kelompok sahabat)
atau formal dan bersifat tegas (seperti para pegawai penerbangan).
Roles (peran) dibentuk dalam suatu grup karena beberapa alasan, yaitu:
Mewakili divisi atau pembagian kerja pada grup, hanya grup kecil yang tidak
memiliki divisi atau pembagian peran.
Memenuhi harapan-harapan grup dan memberi informasi tentang bagaimana
masing-masing anggota berhubungan satu sama lain.
Memenuhi para anggota dengan self-defenition dan place dalam grup tersebut.
Secara jelas, roles (peran) dibentuk untuk memudahkan tugas atau pekerjaan grup.
Namun, pada faktanya, perbedaan peran yang bersifat tidak fleksibel atau tidak dapat
diubah terkadang menimbulkan kerugian pada grup. Pada akhirnya, roles (peran) dapat
benar-benar mempengaruhi siapa kita, yaitu identitas dan konsep diri kita. Gagasan ini
telah diuraikan secara jelas oleh sosiolog yang menjelaskan bagaimana interaksi dan
harapan-harapan masyarakat terhadap perilaku yang dapat menciptakan identitas nyata
dan bersifat menetap pada manusia. Hal ini disebut dengan Teori Identitas Peran.
2.Status (Kedudukan)
Status (kedudukan) adalah suatu penilaian konsensual terhadap prestige dan suatu
peran atau pekerjaan dalam suatu grup, atau penilaian prestige dari grup dan para anggota
grup sebagai satu kesatuan. Pada umunya, peran atau pekerjaan pada higher status
cenderung memiliki dua ciri penting, yaitu:
1. Consensual prestige
2. Suatu kecenderungan untuk memulai memprakarsai gagasan-gagasan dan
aktivitas-aktivitas yang ditetapkan oleh kelompok.
Seseorang yang memiliki posisi higher status merupakan orang yang selalu
memikirkan sesuatu untuk dilakukan oleh grup. Hirarki (puncak) suatu status
(kedudukan) dalam grup tidak secara sengaja ditentukan. Satu penjelasan yang dapat
menjawab mengapa hirarki status (kedudukan) muncul dengan mudah dalam kelompok
adalah teori perbedaan sosial. Hirarki status (kedudukan) merupakan ekspresi dan
pantulan dari perbedaan social intragroup. Peran-peran tertentu dalam grup memiliki
kekuasaan dan pengaruh yang lebih, karena mereka lebih menarik dan disukai juga
memiliki banyak kelebihan daripada yang lain. Hirarki status (kedudukan) sering menjadi
suatu pendirian (lembaga).
Expectation States theory adalah teori yang menyangkut kemunculan peran
sebagai konsekuensi dari status masyarakat yang berdasarkan harapan mengenai
perbuatan. Status (kedudukan) diperoleh dari 2 sumber yang pasti, yaitu:
1. Specific status characteristics
Yaitu karakteristik yang berhubungan langsung terhadap kemampuan dalam tugas
grup. Misalnya, kemampuan atletik dalam team olahraga.
2. Diffuse status characteristics
Yaitu karakteristik yang tidak berhubungan langsung terhadap kemampuan dalam
tugas grup, tetapi meskipun demikian, umumnya memunculkan nilai positif atau
negatif dalam masyarakat.para anggota tidak boleh menimbulkan perbedaan
sosial yang terus menerus secara sistematik. Misalnya, jenis kelamin pria, usia
yang lebih tua, warna kulit yang putih.
Menurut Knottnerus dan Greesteins, specific dan diffuse status merupakan sumber
tambahan dan tidak terikat dalam membentuk grup yang baru. Specific status
dimanipulasi oleh perkataan peserta bahwa mereka tampil lebih baik atau buruk daripada
yang lain pada tugas pertama. Diffuse status dimanipulasi oleh peranan peserta agar
dipercayai bahwa mereka lebih muda atau tua dari yang lain. Hal ini disebut dengan
perceptual task. Faktor lainnya yang menunjukkan kontribusi status (kedudukan)
tertinggi dalam kelompok yaitu senioritas, assertiveness, kesuksesan pekerjaan di masa
lalu dan orientasi grup yang tinggi.
3.Communication Network
Communication network adalah sekumpulan aturan yang mengtur kemudahan
berkomunikasi antar peran yang berbed dalam sebuah grup.
Orang-orang yang mengerjakan peran yang berbeda-beda dalam sebuah grup
membutuhkan komunikasi untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka, walaupun tidak
semua peran membutuhkna komunikasi dengan orang lain. Struktur dari sebuah grup
yang menghargai adanya peran mementingkan adanya jaringan komunikasi internal yang
mengatur dengan siapa saja kita dapat berkomunikasi.
Bavelas(1968) berpendapat bahwa jumlah jalur komunikasi yang harus dilewati
oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah faktor penting.
Untuk tugas yang sederhana, pemusatan yang lebih akan membuat performance
suatu kelompok lebih baik (e.g: Leavitt, 1951) para atasan dapat menerima,
mengkombinasikan dan melanjutkan informasi secara lebih efisien ketika membiarkan
para bawahan konsentrasi dalam mengerjakan berbagai pekerjaan mereka. Untuk tugas
yang lebih kompleks, pemusatan dikurangi pada tingkat atasan (e.g. Shaw, 1964), karena
jumlah dan tingkat kerumitan informasi yang dikomunikasikan berlebihan pada atasan,
yang tidak mampu mengintegrasikan, menyerap dan menyebarkannya secara efisien.Jika
sentralisasinya berlebihan akan berpotensi serius kehilangan koordinasi (Steiner, 1972)
dihubungkan dengan pemusatan berlebih pada jaringan komunikasi.
Hal penting lainnya adalah tingkat otonomi yang dirasakan oleh para anggota.
Karena mereka bergantung pada pusat untuk pengaturan dan penyampaian informasi,
para bawahan tidak memiliki kuasa dalam suatu kelompok, dan biasanya mereka merasa
dibatasi dan tidak bebas. Berdasarkan Mulder (1960), memiliki kekuasaan memberikan
otonomi dan kepuasan yang lebih besar, jadi para bawahan dapat merasa tidak puas,
sedangkan para atasan merasa puas karena sering mendapat kepercayaan sebagai
pemimpin grup. Jaringan komunikasi terpusat dapat mengurangi rasa kepuasan grup,
keselarasan dan solidaritas, dan menghadirkan konflik internal. Penlitian dalam sebuah
organisasi menjelaskan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi dipengaruhi oleh
jumlah pengawasan yang dirasakan oleh para pekerja, dan pengawasan itu berhubungan
dengan jaringan komunikasi, dalam bagian keikutsertaan dalam pengambilan keputusan
(e.g. Evans and Fischer, 1992).
Hampir semua grup, secara khusus grup organisasi, jaringan komunikasi formal
ditambah dengan komunikasi informal ’grapevine’.
Sekarang, peraturan mempelajari jaringan komunikai dalam suatu organisasi perlu
ditulis ulang dengan hadirnya computer-komunikasi perantara (CMC) pada sepuluh
sampai lima belas tahun yang lalu(Hollingshead,2001). Sekarang organisasi telah
memiliki grup yang sebenarnya, dan para anggotanya jarang bertemu karena mereka
menggunakan saluran komunikasi elektronik. Salah satu efek positif dari CMC adalah
CMC dapat mengurangi penekanan pada perbedaan status dan dapat memberikan
partisipasi yang sama diantara para anggota.
Why do people join group?
Pertanyaan di atas tidak mudah untuk dijawab. Kita perlu mengenal grup yang mana
memiliki beragam tingkatan pilihan yang akan kita pilih. Ada beberapa pilihan, misalnya
jenis kelamin, etnis, kelamin sosial atau nasional yang akan kita pilih: keanggotaan
kebanyakan di kategorikan secara eksternal. Ada beberapa pilihan, walaupun
kemungkinannya lebih sedikit dari yang kita pikirkan, dalam pekerjaan atau partai politik
yang ingin kita ikuti, terdapat kebebasan dalam grup mana kita ingin bergabung. Ketika
kebanyakan keanggotaan ditunjukkan secara eksternal dari kategori sosialnya, misalnya
jenis kelamin dan etnis dapat disimpulkan kemungkinan pilihan keanggotaan seseorang
itu (misalnya: kelompok norma dan latihan), dan hal ini menggambarkan cara yang sama
dari motif dan tujuan dari memilih secara bebas untuk bergabung pada grup yang tidak
dikategorikan secara eksternal (Hogg and Abrams, 1993).
Bagaimanapun, kita dapat melihat keadaan, motivasi, tujuan dan maksud yang
merupakan suatu jalan singkat, orang-orang bergabung atau membentuk suatu kelompok
(misalnya : berkumpul bersama, mengkoordinasi kegiatan mereka, mengidentifikasikan
diri sebagai anggota kelompok). Misalnya kedekatan fisik dapat menyebabkan
terbentuknya suatu grup. Kita berusaha untuk menyukai, atau paling tidak belajar untuk
toleransi, dengan orang yang dekat dengan kita (Tyler and Sears, 1977). Kedekatan
membuat terbentuknya grup: kita membentuk grup dengan orang-orang yang ada
disekitar kita. Festinger et al.’s(1950) mengadakan suatu penelitian klasik pada murid-
murid mengenai peran kedekatan dsalam pembentukan grup, kekohesivan grup, dan
pemberian semangat kepada suatu grup. Ketertarikan pada hal yang sama, sikap dan
kepercayaan juga dapat menyebabkan orang-orang bergabung dalam suatu grup.
Jika orang memiliki tujuan yang sama dimana memiliki keterkaitan tingkah laku
untuk mencapai tujuan dan cita-cita mereka, ini merupakan salah satu alasan yang kuat
dan dapat dipercaya untuk dapat bergabung dalam satu grup. Ide ini muncul dari Sherif’s
(1966) teori konflik realistis dari tingkah laku intergruop, misalnya kita peduli terhadap
perusakan terhadap lingkungan, maka kita akan tertarik untuk bergabung dengan
kelompok konservasi lingkungan, karena kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki tujuan yang sama akan mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan jika
dilakukan sendiri.
Penting untuk bab1 Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan
dukungan positif dan kesenangan berafiliasi, misalnya: untuk mengusir rasa sepi (Peplau
andPerlman, 1982). Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan perlindungan
dan keamanan diri, misalnya : seorang remaja yang bergabung dalam suatu geng
(Ahlstrom and Havighurst, 1971) dan para pendaki gunung mendaki gunung dalam suatu
grup karena alasan ini. Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan dukungan
emosional ketika mereka sedang stress, misalnya : dukungan grup bagi para penderita
AIDS, dimana para kerabat dan sahabat dapat memenuhi fungsi ini. Lewis’s (1969)
menggambarkan bagaimana orang-orang dapat bersama-sama dalam keadaan stress.
Scahacter (1959) juga menyelidiki ide yang samadalam suatu eksperimen terkontrol.
Namun dibutuhkan batasan dalam hal ini. Stress yang terlalu ekstrim terkadang dapat
menghasilkan kehancuran social dan penutupan diri, dan tidak terbentuk suatu grup
(Middlebrook, 1980) hal ini mungkin disebabkan karena antara stress dan afiliasi tidak
terdapat hubungan yang mekanis: jika afiliasi bukan merupakan solusi yang efektif bagi
orang yang stress, maka hal itu tidak akan terjadi.
Yang terakhir dan yang terpenting, alasan seseorang bergabung dalam suatu grup
adalah untuk mendapatkan identitas sosial (Hogg and Abrams, 1988; Tajfel and Turner,
1979; Turner,1982) atau untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu untuk saling
berhubungan dengan orang lain (Baumeister and Leary, 1995). Grup memberikan
pengaruh bagi kita untuk dapat mengenal diri dan untuk evaluasi diri, bagaimana
seharusnya kita berperilaku dan bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. Hal ini
dapat meningkatkan penurunan ketidakpastian subjektif. Seseorang termotivasi untuk
bergabung dalam suatu grup karena ia akan mendapatkan status sosial yang positif dari
grup tersebut (Hogg and Abrams, 1990; Long and Spears,1997; Tajfel and Turner, 1979).
Jika kita tidak bergabung dalam suatu grup maka kita akan kesepian dan jauh dari
interaksi sosial, memiliki perlindungan fisik dan sosial, kemampuan untuk mencapai
tujuan yang kompleks, memiliki pandangan yang stabil akan siapa dirinya, dan memiliki
kepercayaan diri dalam berperilaku. William merancang sebuah kerjasama yang kuat
untuk mempelajari konsekuensi dikeluarkan dari suatu kelompok yang disebut dengan
social ostracism. Social ostracism adalah suatu keadaan dimana seseorang dikeluarkan
dari suatu grup atas persetujuan bersama (Williams et al.,1998; Williams and Sommer,
1997).William mengadakan suatu percobaan dengan melibatkan tiga orang murid,
dimana dua diantaranya adalah yang diajak untuk bekerjasama dan yang lainnya adalah
partisipan yang sebenarnya. Dalam percobaan itu mereka berada dalam suatu ruangan,
dan diminta untuk melempar bola kepada temannya yang ada di seberang ruangan.
Dalam percobaan itu dua murid yang diajak bekerja sama hanya melempar bola diantara
mereka saja, tanpa melibatkan partisipan yang sesungguhnya. Sehingga ia merasa tidak
nyaman dan dibaikan, dan ia mencoba untuk menyibukkan dirinya sendiri dengan
melakukan kegiatan lain.