Gugatan Perdata

Embed Size (px)

Citation preview

Pengertian Gugatan ( Perkara Contentiosa )Gugatan ialah perkara yang di dalamnya terdapat sengketa dua pihak atau lebih yang sering disebut dengan istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah menang atau damai tergantung pada proses hukumnya. Dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang merasa bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu. Disini hakim benar-benar berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak tersebut yang benar dan siapa yang tidak benar. Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll.Berikut ini adalah beberapa pengertian gugatan menurut para ahli: Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2, gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri (eigenrichting). Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut.

Ciri-ciri Khas Gugatan1. Permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (disputes, diffirences).

2. Terjadi sengketa di antara para pihak, minimal di antara 2 (dua) pihak.

3.Bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lainnya berkedudukan sebagai tergugat.4. Tidak boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya pihak penggugat atau tergugat saja.

5.Pemeriksaan sengketa harus dilakukan secara kontradiktor dari permulaan sidang sampai putusan dijatuhkan, tanpa mengurangi kebolehan mengucapkan putusan tanpa kehadiran salah satu pihak.

Bentuk Gugatan Menurut ketentuan Pasal 118 H.I.R. gugat harus diajukan dengan surat permintaan, yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya, yang biasa disebut surat gugat atau surat gugatan. Oleh karena gugat harus diajukan dengan surat, maka bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk untuk mengadili perkara itu. Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 120 H.I.R. akan membuat atau menyuruh membuat gugatan yang dimaksud.[footnoteRef:2] [2: Susianto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung, Alumni, 1979.hlm.15]

Bentuk-bentuk gugatan :

1. Tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg)

Bentuk gugatan tertulis adalah yang paling diutamakan di hadapan pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal 142 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) yang menyatakan bahwa gugatan perdata pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya. Dengan demikian, yang berhak dan berwenang dalam mengajukan surat gugatan adalah; (i) penggugat dan atau (ii) kuasanya.2. Lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg)

Bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata, karena bentuk gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (Pasal 144 RBg) yang berbunyi: bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan atau menyuruh mencatatnya. Ketentuan gugatan lisan yang diatur HIR ini, selain untuk mengakomodir kepentingan penggugat buta huruf yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia pada masa pembentukan peraturan ini, juga membantu rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk jasa seorang advokat atau kuasa hukum karena dapat memperoleh bantuan dari Ketua Pengadilan yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata untuk membuatkan gugatan yang diinginkannya.Tentang gugatan lisan bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat

dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan.(Pasal 120 HIR).

Saat ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4-12-1975 Nomor 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan. Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan :1.Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547K/Sip/1972).

2. Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970).

3. Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151

/Sip/1975) dll.

4.Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971).Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulisa baca.Dalam hukum acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.

Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwa- peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwa- peristiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan melakukan penolakan bermaksud menolah setelah mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak ada kesempatan mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat materil (pembuktian)

Tahap Pengajuan Gugatan

Tahap-Tahap Pengajuan Gugatan:

1.Gugatan diajukan oleh orang yang berkepentingan menggugat (biasa disebut dengan Penggugat) dan/atau kuasa hukumnya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa khusus untuk menggugat pihak lain yang merugikan kepentingan hukumnya kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri yang berwenang;2. Gugatan tersebut didaftarkan Penggugat dan/atau kuasa hukumnya pada Kepaniteraan

Pengadilan Negeri yang berwenang dalam wilayah hukumnya;

3.Kemudian staf dari Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang tersebut memeriksa jumlah pihak-pihak dalam gugatan (baik Penggugat maupun Tergugat), dan selanjutnya staf tersebut memberikan slip setoran bank agar Penggugat atau kuasa hukumnya membayar terlebih dahulu biaya ongkos perkara pada bank yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri tersebut;4. Setelah dilakukan pembayaran pada bank, Penggugat atau kuasa hukumnya kembali

memberikan bukti setoran atas biaya ongkos perkara pada staf kepaniteraan Pengadina Negeri tersebut dan kemudian staf panitera memberikan bukti penerimaan biaya ongkos perkara dari Pengadilan Negeri dan melakukan penomoran register perkara terhadap gugatan;5.Gugatan dicatat ke dalam buku register perkara pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diberikan nomor register perkara sesuai dengan tanggal didaftarkannya gugatan tersebut.6.Selain itu, apabila Penggugat diwakili oleh kuasa hukumnya, maka surat kuasa khusus juga harus didaftarkan dan dicatat pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan;7. Setelah gugatan diberikan nomor register perkara, Panitera melimpahkan berkas perkara kepada

Ketua Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal registrasi gugatan;

8.Kemudian Ketua Pengadilan Negeri memeriksa berkas perkara dan mengeluarkan penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara. Penetapan tersebut selambat- lambatnya dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri adalah 7 (tujuh) hari setelah berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri. Untuk susunan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim dengan komposisi 1 (satu) orang sebagai Hakim Ketua Majelis dan 2 (dua) orang lainnya sebagai Hakim Anggota;

9. Tahap selanjutnya diserahkan kepada Majelis Hakim untuk melakukan prosedur pemanggilan (relaas) para pihak dalam gugatan dan kapan dimulainya pemeriksaan perkara sampai dengan putusnya perkara tersebut.