16
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada Rasullah SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat. Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta karunia- Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang disediakan. Selain itu, penyusun juga berterima kasih kepada Bapak Ade Jamaruddin, M.Ag selaku dosen mata kuliah Hadist dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri. Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik dan saran pembaca. Pekanbaru, 04 November 2010 1

HADIST MAUDHU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

HADIST MAUDHU

Citation preview

Page 1: HADIST MAUDHU

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat-Nya kepada hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan

kepada Rasullah SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti

petunjuknya sampai hari kiamat.

Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah

memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

makalah ini sesuai waktu yang disediakan. Selain itu, penyusun juga berterima

kasih kepada Bapak Ade Jamaruddin, M.Ag selaku dosen mata kuliah Hadist

dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga

makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri.

Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan kelemahan yang

terdapat di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik dan

saran pembaca.

Pekanbaru, 04 November 2010

Penyusun

1

Page 2: HADIST MAUDHU

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................. 2

BAB I ............................................................................................................ 3

Latar Belakang ..................................................................................... 3

BAB II ........................................................................................................... 4

Pengertian Hadist Maudhu’ ................................................................. 4

Latar Belakang Munculnya Hadist Maudhu’ ...................................... 4

Pertentangan Politik………………………………………….. 5

Usaha Kaum Zindik …………………………………….…… 5

Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa,

dan Pimpinan ............................................................................ 5

Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah

dan Nasehat …………………….…………………….……… 6

Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam …………………….... 6

Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti

Apa Yang Dilakukan ................................................................. 7

Kaedah – kaedah untuk mengetahui Hadist Maudhu’ …………...….. 8

Upaya penyelamatan Hadist ………………………………..…..……. 9

BAB III ......................................................................................................... 10

Kesimpulan .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

2

Page 3: HADIST MAUDHU

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kesenjangan waktu antara sepeninggal rasulullah SAW. dengan waktu

pembukuan hadis (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-

orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan

sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah SAW dengan alasan yang

dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAW. seperti inilah yang

selanjutnya dikenal dengan hadis palsu atau Hadîst Maudhû.

Hadîst Maudhû ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah

hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi

SAW. Lain halnya dengan hadis dha’îf yang diperkirakan masih ada

kemungkinan ittishâl pada Nabi. Hadîst Maudhû ini berbeda dengan hadis

dha’îf. Hadîst Maudhû sudah ada kejelasan atas kepalsuannya. Sementara hadis

dha’îf belum jelas, hanya samar samar. Sehingga karena kesamarannya ini, hadis

tersebut disebut dengan dha’îf.

Berbagai hadîst maudhû dan dha’îf ini, sebagai mana hadis sahih telah

banyak tersebar dan beredar dalam masyarakat, dan diakui sebagai sebuah hadis

yang berasal dari Nabi. Disinilah kemudian hadîst maudhû perlu dimasukkan ke

dalam kelompok kajian ilmu hadis ini, meskipun sebenarnya ia bukanlah sebuah

hadis.

3

Page 4: HADIST MAUDHU

BAB II

ISI

A. PENGERTIAN HADIST MAUDHU’

AL-Maudhû’ adalah isim maf’ul dari wa-dha-‘a, ya-dha- u’, wadh- ‘an,

yang mempunyai arti al-isqâth (meletakkan atau menyimpan); al-iftira wa al-

ikhtilâq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal). Sedangkan

pengertian hadîst maudhû menurut istilah adalah :

“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat

dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun

menetapkannya.”1

Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadîst maudhû ialah:

“Hadis yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini

dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta baik sengaja

maupun tidak”.

Jadi hadîst maudhû itu adalah bukan hadis yang bersumber dari rasul atau

dengan kata lain bukan hadis rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan

seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dinisbatkan

kepada rasul.

B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA HADIST MAUDHU’

Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya

dilakukan oleh orang-orang islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang

non-islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu,

antara lain :

1 Ajjâj Al-Khatîb, ‘Ushûl Al-Hadîst, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1981), Cet. Ke-4 hlm. 415)

4

Page 5: HADIST MAUDHU

1. Pertentangan Politik2

Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada

masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap

perpecahan umat kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis-hadis

palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan

mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Quran dan sunnah.

Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan keagamaan masuk ke

dalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada madzhab-

madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha

mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan Sunnah, dalam rangka

mengunggulkan madzhabnya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka

mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi

Muhammad. Dimulailah perkembangan hadis palsu pada masa ini. Contoh

hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syi’ah antara lain:

“Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu,

keturunanmu, kedua orangtuamu, keluargamu,(golongan) Syi’ahmu, dan

orang yang mencintai (golongan) Syi’ahmu”.

2. Usaha Kaum Zindik

Kaum Zindik termasuk golongan yang membenci Islam, baik Islam

sebagai Agama atau sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak bisa

melampiaskan kebencian mereka melalui pemalsuan Al-Quran. Maka mereka

memilih cara lain, yaitu dengan pemalsuan hadis, dengan tujuan untuk

menghancurkan Islam dari dalam. Contoh hadis yang dibuat oleh golongan

Zindik antara lain:

“Melihat wajah cantik termasuk ibadah”.

3. Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan

Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh sikap egois dan

fanatik juga ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.

2 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008), hlm. 181

5

Page 6: HADIST MAUDHU

Contohnya dapat dilihat pada hadis yang dibuat oleh orang Arab yang fanatic

terhadap bahasanya, yaitu:

“Apabila Allah murka, menurunkan wahyu dengan bahasa persi dan

apabila senang menurunkannya dengan bahasa Arab”.

4. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasehat

Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik

dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis

yang mereka katakana terlalu berlebih-lebihandan tidak masuk akal.

Contohnya dapat dilihat pada hadis berikut ini:

“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan

seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri

dari emas dan bulunya dari marjan”.

Dan dapat di lihat pula pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam At-Targhib

“Tiadalah orang mukmin itu sejak dulu hingga hari kiamat melainkan dia

pastimempunyai tetangga yang mengganggunya”3

5. Perselisihan Madzhab dan Ilmu Kalam

Hadis-hadis palsu yang timbul pada masalah fiqih dan ilmu kalam ini

bersumber dari para pengikut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan

hadis karena didorong sifat fanatic dan ingin menguatkan madzhabnya

masing-masing. Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah:

a) Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya

tidak sah.

3 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’If dan Maudhu’, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 181

6

Page 7: HADIST MAUDHU

b) Jibril menjadi Imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca

basmalah dengan nyaring.

c) Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.

d) Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah

makhluk, kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada di antara

umatku yang menyatakan “Al-Quran itu makhluk”. Barang siapa yang

menyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha

Agung dan saat itu pula jatuhlah pula talak kepadanya istrinya.

6. Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang Dilakukan

Banyak para ‘Ulama yang membuat hadis palsu dan bahkan

menganggap usaha yang dilaksanakannya itu benar dan merupakan upaya

pendekatan diri kepada Allah, serta menjujnjung tinggi agama-Nya. Mereka

mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama

rasulullah dan bukan yang sebaliknya”. Dalam kitab Tafsir Al-Tsa’laby,

Zamakhsyari dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu. Demikian pula pada

kitab Ihyâ’ ‘Ulûm Al-Dîn.

Dari beberapa motif hadis di atas, pembuatan hadis palsu dapat kita

kelompokkan kepada empat jenis, yaitu:

i. Ada kerena disengaja

ii. Ada yang tidak sengaja merusak agama

iii. Ada karena keyakinannya bahwa membuat hadis palsu

diperbolehkan

iv. Ada yang karena tidak tahu bahwa dirinya membuat hadis palsu.

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa tujuan membuat hadis

palsu ada yang untuk tujuan positif dan negatif. Walaupun demikian apapun

alasannya, membuat hadis palsu tetaplah suatu perbuatan menyesatkan dan tidak

terpuji.

7

Page 8: HADIST MAUDHU

KAIDAH - KAIDAH UNTUK MENGETAHUI HADIS MAUDHU’

Ada beberapa patokan yang bisa dijadikan alat untuk mengidentifikasi

bahwa hadis itu palsu atau sahih, di antaranya :

Dalam Sanad

1. Atas dasar pengakuan pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan

Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis

tentang Fadhilah membaca al-Quran, surat demi surat, Ghiyas bin

Ibrahim, dan lain-lain.

2. Adanya qarinah (dalil) yang menunjukan kebohongannya, seperti

menurut pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syeikh, tapi

ternyata ia belum pernah bertemu secara langsung, atau pernah

menerima hadis di suatu daerah, tapi ia sendiri belum pernah

melakukan rihlah (perjalanan) ke daerah tersebut, atau pernah

menerima hadis dari syeikh tapi syeikh tersebut diketahui telah

meninggal ketika ia masih kecil, dan lain sebagainya.

3. Meriwayatkan hadis sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai

pembohong. Sementara itu tidak ditemukan dalam riwayat lain.

Maka yang demikian ini ditetapkan sebagai hadis maudhu’.

Dalam Matan

1. Buruknya redaksi hadis, dari redaksi yang jelek ini akan berpengaruh

kepada makna ataupun maksud dari hadis Nabi SAW. Kecuali bila si

perawi menjelaskan bahwa itu benar-benar menunjukkan datang dari

Nabi SAW.

2. Maknanya rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahwa kejelasan lafadz

ini dititikberatkan pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat

“periwayatan hadis tidak mesti bi al-lafdz akan tetapi ada yang bi al-

ma’na” tekecuali bila dikatakan bahwa lafalnya dari Nabi, baru

dikatakan hadis palsu.

3. Matannya bertentangan dengan akal, kenyataan, atau bertentangan

dengan al-Quran. Contohnya seperti hadis yang menyebutkan bahwa

umur dunia 7000 tahun. Hadis ini bertentangan dengan QS Al-A’râf

(7): 187, yang intinya bahwa umur dunia hanya diketahui oleh Allah.

8

Page 9: HADIST MAUDHU

4. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang

kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil. Seperti

hadis yang menyatakan bahwa anak hasil perzinahan tidak masuk

surga hingga tujuh turunan. Ini menyalahi QS. Al-An-‘âm (6): 164

yang menyatakan bahwa :

Tidaklah seseorang (yang bersalah) memikul dosa orang lain.

5. Hadis yang bertentangan dengan kenyataan sejarah yang benar-benar

terjadi pada masa Rasulullah SAW dan jelas tampak

kebohongannya.

6. Hadis yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat, seperti hadis

:

Bahwasanya Nabi SAW memegang tangan Ali ibn Abi Thalib di suatu Majlis di

antara para sahabat yang lain.

Kemudian Nabi bersabda : “Inilah wasiatku dan Saudaraku, dan Khalifah

setelahku..” kemudian sahabat lainnya sepakat. Hadis tersebut jelas

kepalsuannya.

UPAYA PENYELAMATAN HADIST

Untuk menyelamatkan hadis Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya

pembuatan hadis palsu, ulama hadis menyusun berbagai kaidah penelitian hadis.

Berikut langkah-langkah yang di tempuh, yaitu :

Meneliti sistem penyandaran hadis. Pada masa sahabat memang hampir tidak

ada penyelewengan dalam periwayatan hadis, sehingga ketika mereka

mendapatkan dari sahabat lain mereka tidak akan menanyakan dari mana

hadis ini didapat. Tapi semenjak terjadinya fitnat al-kubra4 mereka mulai

menyeleksi hadis-hadis yang didapat dari orang lain.

Memilih perawi-perawi hadis yang terpercaya.

4 Yang diawali dengan terbunuhnya Utsman ibn Affan, kemudian perang jamal antara A’isyah dengan Ali ibn Abi Thalib, yang terus berlanjut dengan perang Shiffin. Abu Al-Fari ‘Abd Al-Rahmân bin Al-Jauzi (508-597 H)

9

Page 10: HADIST MAUDHU

Studi kritik rawi, yang lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran dan

kebohongannya. Oleh karena itu, mereka tidak akan mengambil dari orang-

orang yang dikenal suka bohong, baik di dalam kehidupan umumnya, suka

berbuat bid’ah, mengikuti hawa nafsunya, dan lain-lain.

Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis-hadis tersebut.

Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan sahih.

Mulai saat itu perkembangan ilmu hadis melaju begitu cepat, demi

menyelamatkan hadis-hadis Rasul ini. Jadi pada akhirnya, tujuan penyusunan

kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadis. Maka disusunlah

kaidah-kaidah kesahihan sanad hadis beserta matannya.

10

Page 11: HADIST MAUDHU

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyebaran hadist hadist dha’if, maudhu’, bahkan palsu di dunia islam telah

memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penyimpangan akidah dan ibadah di

kalangan umat islam. Yang dilatar belakangi oleh berbagai macam aspek seperti

politik, kaum zindik yang ingin merusak islam, kefanatikan, dan yang lainnya.

Oleh sebab itu dibutuhkan kepedulian dari diri kita sebagai muslim untuk

menyelasaikan masalah diatas. Banyak cara yang dapat kita lakukan, seperti: meneliti

hadis tersebut, memilih perawi-perawi hadis yang telah terpercaya, dan lain sebagainya.

SARAN

Atas berkat rahmat Allah SWT, makalah ini dapat diselesaikan dengan

sebaik mungkin. Meskipun makalah ini telah tersusun dengan sistematisnya.

Namun bukan berarti makalah ini tidak mempunyai kekurangan. Penulis

memohon maaf jika terdapat kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya

membangun.

11

Page 12: HADIST MAUDHU

DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. 2008 Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ajjâj Al-Khatîb. 1981 ‘Ushûl Al-Hadîst, Ulûmuhu wa Mushthalahuhu. Beirut:

Dâr Al-Fikr.

Nashiruddin Al-Albani, Muhammad. 2001 Silsilah Hadist Dha’if dan Maudhu’.

Jakarta: Gema Insani.

12