Upload
muthia
View
56
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Merek
Citation preview
1
TUGAS KELOMPOK
HUKUM KOMERSIAL
Oleh:
Muthia Rahma Dianti
Wilda
Wina
Case Analysis
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TENTANG MEREK
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
2
1
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TENTANG MEREK
1. Background
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan langkah
maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas.
Salah salah satu implementasi era pasar bebas ialah negara dan masyarakat
Indonesia akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun karya
orang/perusahaan luar negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia
dapat menjual produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh
karena itu, sudah selayaknyalah produk-produk ataupun karya-karya lainnya
yang merupakan HKI dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan
perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak
sesuai dengan persetujuan TRIPs serta konvensi-konvensi yang telah
disepakati.
Salah satu contoh HKI yang harus dilindungi ialah merek. Merek
merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek produk (baik
barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar
tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainya memacu
produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini akhirnya
muncul persaingan tidak sehat. Merek sebagai tanda pengenal atau tanda
pembeda dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan
reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Apabila
dilihat dari sudut produsen, merek digunakan sebagai jaminan hasil
produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping untuk promosi barang-
barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Selanjutnya, dari sisi
konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-pilihan barang yang
akan dibeli. Apabila suatu produk tidak mempunyai merek maka tentu saja
produk yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu,
suatu produk (produk yang baik atau tidak) tentu memiliki merek. Bahkan
tidak mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan
harganya akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak”, bahkan mungkin dipalsukan
oleh produsen lain yang melakukan persaingan curang. Perlindungan merek
3
2
secara khusus diperlukan mengingat merek sebagai sarana identifikasi
individual terhadap barang dan jasa merupakan pusat “jiwa” suatu bisnis,
sangat bernilai dilihat dari berbagai aspek.
Dengan demikian, merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia
bisnis. Merek sangat erat kaitannya dengan dunia perdagangan baik berupa
perdagangan barang maupun jasa. Fungsi merek dalam dunia perdagangan
ialah agar konsumen dapat membedakan hasil suatu produk tertentu dengan
produk lainnya untuk barang atau jasa yang sejenis. Merek merupakan
identifikasi suatu produk atau hasil perusahaan yang dijual di pasaran. Fungsi
merek tersebut berkembang seiring perkembangan perekonomian nasional
dan internasional.
2. Literature Review
2.1. Pengertian dan Manfaat Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai
hak kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia. Karya-karya intelektual tersebud di bidang ilmu pengetahuan,
seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga,
waktu dan bahkan biaya.a danya pengorbanan tersebut menjadikan karya
yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat
ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat
menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya
intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai assets
perusahaan. Dengan demikian, hal ini lahir karena kemampuan intelektual
manusia.
Dalam konvensi World Intellectual property Organization
(WIPO), IPR (HKI) diartikan: Intellectual property right is defined as
”intellectual property shall include the rights relating lo: leterary, artistic
and scientific works, inventions in all fields of human endeavor, scientific
discoveries, industrial designs, trademarks, service makrs, and
commercial names and designations, protection against unfair
4
3
competition and all other rights from intellectual activity in the industrial,
scientific or artistic fields” (Article 2)
Selanjutnya dalam Perjanjian TRIPS/World Trade Organization
dinyatakan: “Intellectual property is defined as “The term intellectual
property” refers to all categories of intellevtual property that are subject
of section 1 through 7 of part II” (Article 1(2)). And…r, copyright and
related rights (Section 1), trademarks (Section 2), geographical
indications (Section 3), industrial designs (Section 4), patents (Section 5),
layout designs of integrated circuits (Section 6), and protection of
undisclosed information (Section 7) are stipulated in the Agreement.
Dengan demikian, HKI adalah segala sesuatu yang diciptakan melalui
kegiatan intelektual seseorang. HKI juga dapat diartikan sebagai hak milik
yang berasal dari kemampuan intelektual yang diekspresikan dalam bentuk
ciptaan hasil kreativitas melalui berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, sastra, desain dan sebagainya .
2.2 Pembidangan HKI
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memang sulit didefinisikan. Namun
demikian dari istilah tersebut dapat diketahui bahwa hak tersebut merupakan
hak yang berasal dari kekayaan intelektual seseorang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa HKI ialah hak milik yang berasal dari kemampuan
intelektual yang di ekspresikan dalam bentuk ciptaan hasil kreativitas melalui
berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, desain, dan
sebagainya. HKI sebagai terjemahan Intellectual Property Rights (IPR),
menurut WIPO (The World Intellectual Property Organization) secara garis
besar meliputi dua cabang yaitu:
1. Hak Cipta (Copyright), dan
2. Hak Atas Kekayaan Industri (Industrial Property Right) yang
terdiri atas:
a.Paten (Patent)
b. Merek (Mark)
5
4
c.Desain Produksi Industri (Industrial Design);
d. Penanggulangan Praktek Persaingaan Curang (Repression of
Unfair Competition Practices).
Selanjutnya, berdasarkan Bab II Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods
(TRIPs), HKI meliputi:
1. Hak Cipta (Copyright) dan Hak-hak yang terkait lainnya;
2. Merek (Mark);
3. Indikasi Geografis (Geographical Indication);
4. Desain Produksi Industri (Industrial Design);
5. Paten (Patent);
6. Rangkaian Elektronika Terpadu (Lay Out Design of Integrated
Circuit);
7. Perlindungan Rahasia Dagang (Undisclosed Information/Trade
Secret);
8. Pengendalian terhadap Praktek Persaingan Curang/tidak sehat
(Repression Unfair Competition Practices).
Di Indonesia, cabang HKI yang diatur dalam perundang-undangan
nasional sampai saat ini adalah Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri,
Rahasia Dagang, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Dalam case ini kami akan membahas secara terperinci mengenai
HaKI tentang merek
2.3 Definisi dan Jenis Merek
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 15 Tahun
2001Tentang Merek diberikan pengertian / batasan tentang
mereksebagai berikut: “Merek adalah tanda yang berupa gambar nama,
kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
6
5
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Dalam pasal 15 TRIPs dikatakan bahwa yang disebut
suatumerek:
Any sign, or any combination of sign, capable of distinguishing
the goods or services of one undertaking from those of
undertaking, shall be capable of constituting a trade mark. Such
signs, in particular words, including personal names, letters,
numerals, figurative elements and combinations of colours as
well any combination of such signs, shall be eligible for
registration as trademarks.
Dari beberapa rumusan pengertian mengenai merek tersebut di
atas,maka ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk suatu merek,
yaitu:
1. Merupakan suatu tanda.
2. Mempunyai daya pembeda.
3. Digunakan dalam perdagangan.
4. Digunakan pada barang atau jasa yang sejenis.
Mengenai jenis-jenis mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka
2 dan angka 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek yaitu
terdiri dari:
1. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya.
2. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-
jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif. BerdasarkanPasal 1 angka 4 Undang-Undang No.
15 Tahun 2001 adalah merek yang digunakan pada barang
7
6
dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan
oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek dagang dan
merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah
merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan
sebagai lawan dari merek jasa.
Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek
jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang
ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi;
1. Kelas 35 : Advertising and Business
2. Kelas 36 : Insurance and Financial
3. Kelas 37 : Construction and Repair
4. Kelas 38 : Communication
5. Kelas 39 : Transportation and Storage
6. Kelas 40 : Material Treatment
7. Kelas 41 : Educational and Entertainment
8. Kelas 42 : Miscellaneous
Disamping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas, ada juga
pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk dan wujudnya. Bentuk
atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya
dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka
terdapat beberapa jenis merek, yakni :
1. Merek lukisan (bell mark)
2. Merek kata (word mark)
3. Merek bentuk (form mark) 4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark).
2.4 Peraturan yang Mengatur Tentang Merek
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat
dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku ReglementIndustriele
Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 Jo.Stb. 1913 No.
214.
8
7
Setelah Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus
berlaku, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Ketentuan
itu masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961
ketentuan tersebut diganti dengan UU No. 21 Tahun 1961 tentang
merek perusahaan dan merek perniagaan yang diundangkan pada
tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat dalam lembaran negara RI No. 290
dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara RI No.
2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961.
Kedua undang-undang ini (RIE 1912 dan UU Merek
1961)mempunyai banyak kesamaan. Perbedaarnya hanya terletak pada
antara lain masa berlakunya merek; yaitu sepuluh tahun menurut UU
Merek 1961 dan jauh lebih pendek dari RIE 1912; yaitu 20 tahun.
Perbedaan lain, yaitu UU Merek Tahun 1961 mengenal penggolongan
barang-barang dalam 35 kelas, penggolongan yang semacam itu sejalan
dengan klasifikasi internasional berdasarkan persetujuan internasional
tentang klasifikasi barang-barang untuk keperluan pendaftaran Merek di
Nice (Perancis) pada lahun 1957 yang diubah di Stockholm pada tahun
1967 dengan penambahan satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan
di Indonesia, pengklasifikasian yang demikian ini tidak dikenal dalam
RIE 1912.
Undang-Undang Merek tahun 1961 ini ternyata mampu bertahan
selama kurang lebih 31 tahun, untuk kemudian undang-undang ini
dengan berbagai penimbangan harus dicabut dan digantikan oleh
Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang "Merek" yang
diundangkan dalam Lembaran Negara RI. Tahun 1992 No. 81 dan
penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490,
pada tanggal 28 Agustus 1992. UU yang disebut terakhir ini berlaku
sejak 1 April 1993.
Adapun alasan dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu adalah
karena UU Merek No. 21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Memang
jika dilihat UU Merek Tahun 1992 ini ternyata memangbanyak
mengalami perubahan-perubahan yang sangat berani jika dibanding
dengan UU Merek No. 21 Tahun 1961. Antara lain adalah mengenai
9
8
sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya.
Dalam konsiderans UUM 1992 itu dapat dilihat lagi berbagai
alasan tentang pencabutan UU Merek Tahun 1961, yaitu;
1. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan
penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau
jasa.
2. UU Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.
Alasan lain dapat juga dilihat dalam penjelasan Undang-
Undang Merek Tahun 1992, yang menyatakan :
Pertama, materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961
bertolak dari konsepsi merek yang tumbuh pada masa sekitar
Perang Dunia II. Sebagai akibat perkembangan keadaan dan
kebutuhan serta semakin majunya norma dan tatanan niaga,
menjadikan konsepsi merek yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 1961 tertinggal jauh. Hal ini semakin
terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pola perdagangan
antarbangsa sudah tidak lagi terikat pada batas-batas negara.
Keadaan ini menimbulkan saling ketergantungan antara bangsa
baik dalam kebutuhan, kemampuan maupun kemajuan teknologi
dan lain-lainnya yang mendorong pertumbuhan dunia sebagai
pasar bagi produk-produk mereka. Kedua, perkembangan norma
dan tatanan niaga itu sendiritelah menimbulkan persoalan baru
yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam undang-
undang ini.
Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang No. 21 Tahun1961,
undang-undang ini menunjukkan perbedaan-perbedaan antaralain:
a. Lingkup pengaturan dibuat seluas mungkin. Untuk itu, judul dipilih yang
sederhana tetapi luwes. Berbeda dari undang-undang yang lama, yang
membatasi pada merek perusahaan dan merek perniagaan yang dari segi
objek hanya mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan
merek jasa sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek
dalam undang-undang ini, maka lingkup merek mencakup baik untuk
10
9
merek dagang maupun jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada
dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula tertampung di
dalamnya. Lebih dari itu dapat pula ditampung pengertian merek lainnya
seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang akan datang
penggunaan istilah merek akan dapat pula menampung pengertian lain
seperti certification marks,assosiate marks dan lain-lainnya.
b. Perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif, karena sistem
konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif.
Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi
mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang
menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan
dalam dunia usaha. Dalam undang-undang ini, penggunaan sistem
konstitutif yang bertujuan menjamin kepastian hukum disertai pula dengan
ketentuan-ketentuan yang menjamin segi-segi keadilan. Jaminan terhadap
aspek keadilan nampak antara lain, pembentukan cabang-cabang kantor
merek di daerah, pembentukan komisi banding merek, dan memberikan
kemungkinan untuk mengajukan gugatan yang tidak terbatas melalui
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi juga melalui Pengadilan Negeri
lainnya akan ditetapkan secara bertahap, serta tetap dimungkinkannya
gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Bahkan dalam masa
pengumuman permintaan pendaftaran merek dimungkinkan pemilik
merek tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakai pertama
untuk mengajukan keberatan.
c. Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung tertib,
pemeriksaannya tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kelengkapan
persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif.
Selain itu dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman
permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman tersebut bertujuan
memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan
permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatan. Dengan mekanisme
semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat
teratasi, tetapi juga menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya
undang-undang ini mempertegas pula kemungkinan penghapusan dan
pembatalan merek yang telah terdaftar berdasarkan alasan dan tata cara
11
10
tertentu.
d. Sebagai negara yang ikut serta dalam Paris Concention for theProtection
of Industrial Property Tahun 1883, maka undang-undang ini mengatur
pula pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas yang diatur
dalam konvensi tersebut.
e. Undang-undang ini mengatur juga pengalihan hak atas merek berdasarkan
lisensi yang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1961.
f. Undang-undang ini mengatur juga tentang sanksi pidana baik untuk tindak
pidana yang diklasifikasi sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran.
Secara lebih rinci hal-hal yang baru dalam Undang-UndangMerek
1992 dapat dilihat sebagai berikut :
1. Tentang pengertian merek yang sudah disebut secara tegas adalah
berbeda dengan pengertian merek menurut Undang-Undang No. 21
Tahun 1961 yang dirancang tegas batasannya dirumuskannya secara
tegas.
2. Disamping itu dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang sistem
pendaftaran berdasarkan hak prioritas. Sistem ini sama sekali tidak
dikenal dalam Undang-Undang Merek 1961. Hak Prioritas ini diperlukan
karena_tentunya bagi pemilik merek sulit apabila diwajibkan secara
simultan mendaftarkan mereknya di seluruh dunia (Vide pasal 12 dan 13
UU Merek Tahun 1992).
3. Perbedaan lain adalah dalam UU Merek Tahun 1992 adanya sistem
oposisi (opposition proceeding), sedangkan dalam Undang-Undang No.
21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur pembatalan merek (canselatin
proceeding).
4. Dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi.
5. Dalam RUU Merek Tahun 1992 kita jumpai pula tentang merek yang
dikenal (know), tidak dikenal (unknown), dan sangat dikenal (well-
known), (namun hal ini kemudian tidak disebut dalam UU Merek 1992,
dan penulis).
6. Dalam UU Merek dikenal merek jasa, merek dagang, dan merek kolektif,
dll
12
11
Di samping itu ada lain-lain perubahan yang menarik misalnya cara
pemeriksaan dari permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara
intensif substantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum
diterima suatu pendaftaran dengan maksud agar supaya khalayak ramai
(masyarakat umum) dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon
pendaftaran bersangkutan itu (Pasal 14, UUM 1992). Penegasan hak-hak
perdata pemilik yang terdaftar dan ketentuan bahwa tidak ada hak atas merek
selain daripada yang terdaftar (Pasal 3 UUM). Adanya sanksi pidana yang
berat di samping kemungkinan-kemungkinan menuntut ganti kerugian secara
perdata (Pasal 81 UUM 1992 dan seterusnya). Juga soal sistem lisensi yang
diakui secara tegas dan diatur pula pendaftarannya oleh kantor merek (Pasal
44 UUM 1992) dan seterusnya. Kemudian juga permintaan pendaftaran merek
dengan hak prioritas berdasarkan konvensi internasional (Pasal 12 UUM
1992).
Perubahan-perubahan yang demikian, sudah barang tentu akan
membawa perubahan yang sangat besar dalam tatanan hukum hakatas
kekayaan perindustrian, khususnya hukum merek yang selama bertahun-tahun
menguasai pangsa hukum merek di Indonesia.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan dapat lebih merangsang
investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena Indonesia
telah memiliki kepastian hukum dalam pendaftaran mereknya, di samping
adanya ancaman pidana yang berat dan terbukunya peluang untuk tuntutan
ganti rugi secara perdata.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka diakhirilah era berlakunya
UU Merek Tahun 1961 untuk kemudian memasuki era UU Merek Tahun
1992.
Selanjutnya Tahun 1997 UU Merek Tahun 1992 tersebut juqa
diperbaharui lagi dengan UU No. 14 Tahun 1997. Dan pada saat ini tahun
2001 UU No. 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 Tahun
1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah
Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.
Adapun alasan diterbitkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
dapat dilihat pada uraian penjelasan umum dari Undang-Undang ini. Begitu
juga mengenai perbedaan undang-undang ini dengan Undang-undang Merek
13
12
lama dapat dilihat dalam penjelasan umumnya sebagai berikut;
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini
dibandingkan dengan undang-undang merek lama antara lain menyangkut
proses penyelesaian permohonan. Dalam undang-undang ini pemeriksaan
substantive dilakukan setelah permohonandinyatakan memenuhi syarat secara
administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan serelah selesainya
masa pengumuman tentang adanya permohonan, dengan perubahan ini
dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut
disetujui atau ditolak, dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk
mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk
didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 bulan,
lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-Undang
Merek lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara
keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Berkenaan dengan hak prioritas, dalam undang-undang ini diatur
bahwa apabila pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan
yang pertama kali menimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan
setelah berakhirnya hak prioritas. Permohonan tersebut diproses seperti
permohonan biasa tanpa menggunakan hak prioritas.
Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang
merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat
membantu pemohon untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan,
permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa
permohonan akan ditolak.
Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa, dalam
undang-undang ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi-geografis, yaitu
tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor lingkungan
geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari
kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal.
Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dan kegiatan
perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan
peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa
14
13
merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu,
harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa
merek seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan
khusus untuk masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual
lain, juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam undang-
undang inipun pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu
dalam wujud penetapan sementara pengadilan untuk melindungi mereknya
guna mencegah kerugian yang lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan
kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, dalam undang-
undang ini dimuat ketentuan tentang arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.
Dengan undang-undang ini terciptalah pengaturan merek dalam
satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat
menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
merek lama, yang substantifnya tidak diubah, dituangkan kembali dalam
undang-undang ini.
2.5 Kriteria Merek Yang Dapat Diberi Perlindungan Sebagai Merek
Terdaftar
Suatu merek yang dapat didaftar harus memiliki daya pembeda dan
diperginakan dalam perdagangan barang/jasa, dan dapat berupa:
gambar, seperti lukisan burung garuda pada logo Garuda Indonesia
atau gambar kelinci pada logo Dua Kelinci;
kata, seperti Google, Toyota, atau Mandiri;
nama, seperti Tommy Hilfiger atau Salvatore Ferragamo;
frasa, seperti Sinar Jaya atau Air Mancur;
kalimat, seperti Building for a Better Future atau Terus Terang Philip
Terang Terus;
huruf, seperti huruf "F" pada logo Facebook atau huruf "K" pada logo
Circle-K;
huruf-huruf, seperti IBM atau DKNY;
15
14
angka, seperti angka "7" pada logo Seven Eleven atau angka "3" pada
logo provider GSM Three;
angka-angka, seperti merek rokok 555 atau merek wewangian 4711;
susunan warna, seperti pada logo Pepsi atau Pertamina;
kombinasi dari unsur-unsur tersebut
Suatu Merek tidak dapat didaftar apabila:
pendaftarannya dilandasi dengan itikad buruk. Katakanlah seorang
pengusaha ayam goreng mendaftarkan merek CIPUTAT FRIED
CHICKEN di kelas dan jenis barang-barang hasil olahan daging ayam.
Jika ada pengusaha lain yang mencoba mendaftarkan merek yang
sama untuk kelas dan jenis jasa restoran dengan niatan untuk
menghalangi pengusaha pertama, maka pendaftaran ke dua bisa
dianggap dengan itikad tidak baik dan dengan demikian semestinya
tidak dapat didaftar;
bertentangan dengan perundang-undangan, moralitas agama,
kesusilaan atau ketertiban umum. Salah satu contohnya adalah merek
Buddha Bar yang kemudian dibatalkan karena dianggap bertentangan
dengan agama;
tidak memiliki daya pembeda, misalnya tanda tanya "?" atau huruf
balok tunggal "K" dalam perwujudan yang biasa/lazim. Namun tanda
tanya "?" yang diberi ornamen seperti pada logo Guess, atau huruf
tunggal "K" yang ditampilkan dalam tata artistik tertentu seperti pada
logo Circle-K, bisa didaftar;
telah menjadi milik umum, seperti tanda tengkorak bajak laut atau
palang seperti pada palang merah. Namun jika diberi ornamen
tambahan seperti tengkorak pada logo Skullcandy atau palang pada
logo Swiss Army, bisa didaftar;
menerangkan barang/jasanya itu sendiri. Apple tidak dapat didaftarkan
sebagai merek untuk buah-buahan, tapi bisa didaftar untuk merek
produk elektronik.
16
15
Selain itu pendaftaran suatu merek juga harus ditolak oleh DJHKI jika merek
yang akan didaftar mempunyai persamaan baik keseluruhan maupun pada
pokoknya dengan:
merek terdaftar milik pihak lain untuk barang/jasa yang sejenis. Ketika
A sudah memiliki merek terdaftar GEULIS untuk jenis barang pakaian
jadi, pendaftaran GEULIS, GEULEES, atau GAULIES oleh B pada
jenis barang pakaian jadi akan ditolak;
merek terkenal milik pihak lain. Kriteria baku merek terkenal
sebenarnya belum diatur secara resmi dalam Peraturan Pemerintah.
Biasanya penentuan apakah suatu merek dapat dianggap terkenal atau
tidak dilihat dari adanya pendaftaran di sejumlah negara; atau
Indikasi geografis yang sudah dikenal. Kintamani misalnya, tidak
dapat didaftar sebagai merek untuk kopi, karena sudah ada indikasi
geografis Kopi Kintamani. Demikian pula Parmigiana Reggiano
untuk keju dan olahan susu, atau Champagne untuk minuman
beralkohol;
Di samping itu pendaftaran juga harus ditolak jika merek:
merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama
badan hukum milik orang lain kecuali sudah ada persetujuan;
merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang, simbol, atau emblem negara, lembaga nasional,
atau lembaga internasional kecuali sudah ada persetujuan; atau
merupakan tiruan atau menyerupai tanda, cap atau stempel resmi yang
digunakan negara atau lembaga pemerintah, kecuali sudah ada
persetujuan tertulis.
2.6 Orang Yang Berhak Mendaftarkan Merek
Satu konsep yang harus dipahami dalam sistem perlindungan merek -
khususnya yang berlaku di Indonesia - adalah bahwa sejatinya istilah yang
tepat bukanlah "pemilik merek", melainkan "pemilik/pemegang hak atas
merek terdaftar", karena sang pemilik hak tersebut memperoleh haknya
melalui klaimnya dalam bentuk pendaftaran ke DJHKI. Suatu merek bebas
17
16
dipergunakan - bukan dimiliki - oleh siapa saja, sampai ada orang yang
mengklaim hak eksklusif atas merek tersebut melalui pendaftaran.
Prinsip first to file yang dianut dalam sistem perlindungan Merek di Indonesia
membuat siapapun - baik perorangan maupun badan hukum - yang pertama
kali mendaftarkan suatu merek untuk kelas dan jenis barang/jasa tertentu,
dianggap sebagai pemilik hak atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan
jenis barang/jasa tersebut.
Ini didukung pula dengan adanya pernyataan tertulis yang harus dibuat oleh si
pemohon pendaftaran merek dan diajukan bersamaan dengan pengajuan
permohonan, di mana isinya menyatakan bahwa benar dirinya adalah pemilik
hak atas merek tersebut, dan untuk itu berhak mengajukan pendaftaran atas
merek yang dimaksud.
Klaim ini tidak berlaku mutlak karena bisa ditentang melalui gugatan
pembatalan merek jika dapat dibuktikan bahwa merek tersebut seharusnya
tidak didaftar - termasuk karena itikad tidak baik, atau pendaftarannya
semestinya ditolak. Gugatan penghapusan merek juga bisa diajukan manakala
si pemegang hak merek tidak mempergunakan merek tersebut pada
perdagangan barang/jasa sebagaimana terdaftar selama tiga tahun berturut-
turut, sehingga merek tersebut bisa kembali bebas dipakai oleh siapa saja.
2.7 Waktu Pendaftaran SUATU MEREK
Tidak seperti Paten atau Hak Cipta, dalam Merek baik "kebaruan
(novelty)" ataupun "keaslian (originality)". Dengan demikian suatu merek
yang sudah dipergunakan secara luas selama bertahun-tahun tetap masih bisa
didaftar. Dengan demikian urgensi pendaftaran merek bisa dikatakan tidak
setinggi pendaftaran paten dari sisi time sensitivity.
Namun bukan berarti pendaftaran merek tidak time-sensitive sama sekali.
Merek juga menganut prinsip first to file, sehingga kelalaian seseorang untuk
mendaftarkan suatu merek untuk barang/jasa yang ia perdagangkan bisa
berakibat ia keduluan oleh orang lain mendaftarkan merek yang sama/mirip
untuk barang/jasa sejenis, sehingga ia bisa kehilangan hak untuk
mempergunakan mereknya sendiri yang sudah ia pergunakan lebih dahulu.
18
17
2.8 DIMANAKAH PERLINDUNGAN MEREK BERLAKU
Merek menganut prinsip teritorial, yang artinya perlindungan merek hanya
berlaku di negara di mana permohonan paten diajukan dan diberi. Untuk
memperoleh perlindungan merek di wilayah hukum Indonesia, maka sang
inventor harus mengajukan permohonan merek di Indonesia, dalam hal ini ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI). Di sisi lain merek
yang hanya didaftar di Indonesia, tidak memiliki perlindungan di negara lain.
Untuk mendaftarkan merek di luar negeri, pemohon harus mendaftarkan
merek tersebut sendiri-sendiri di masing-masing negara yang dikehendaki,
dengan menunjuk Konsultan HKI Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi
negara tersebut, untuk menjadi Kuasa permohonan. Dalam kurun waktu 6
bulan sejak Tanggal Penerimaan pertama kali di Indonesia, pemohon bisa
mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek yang sama untuk
barang/jasa sejenis di negara lain yang sama-sama menjadi anggota Konvensi
Paris dan mendapatkan Tanggal Penerimaan yang sama dengan Tanggal
Penerimaan di Indonesia dengan menggunakan Hak Prioritas.
Beberapa wilayah sudah menerapkan sistem pendaftaran merek terpusat,
seperti Benelux (Belanda, Belgia dan Luksemburg) di mana merek yang
didaftar di sana akan terdaftar sekaligus di ketiga negara. Uni Eropa melalui
sistem OHIM juga menerapkan sistem serupa untuk sekitar 22 negara Eropa.
Hanya saja jika pada masa pemeriksaan merek yang didaftar tertolak di satu
negara, maka akan berpengaruh pada seluruh permohonan, sehingga masih
banyak pemohon yang lebih memilih untuk mendaftar sendiri-sendiri di setiap
negara.
Indonesia menurut rencana akan segera meratifikasi Protocol to the Madrid
Agreement on the International Registration of Marks, yang akan
memungkinkan pemohon asal Indonesia untuk mengajukan pendaftaran
merek tunggal secara terpusat, untuk kemudian diproses di seluruh negara
anggota Protokol Madrid yang dikehendaki oleh si Pemohon.
19
18
2.9 Tatacara Dan Prosedur Untuk Memperoleh Hak Paten
Sebelum mengajukan permohonan merek, sangat disarankan agar
calon pemohon terlebih dahulu melaksanakan penelusuran (search) pada
database merek DJHKI, untuk memperoleh gambaran apakah sudah ada
merek yang terdaftar atau lebih dahulu diproses pendaftarannya milik pihak
lain, yang memiliki persamaan baik secara keseluruhan maupun pada
pokoknya, dengan merek milik calon pemohon.
Jika dari hasil penelusuran diyakini bahwa resiko merek akan tertolak oleh
20
19
merek yang lebih dahulu didaftar milik pihak lain tidak terlalu
mengkhawatirkan, maka pemohon disarankan untuk segera mengajukan
pendaftaran merek yang dimaksud.
Dokumen dan persyaratan yang harus dilengkapi saat pengajuan untuk
mendapatkan Tanggal Penerimaan adalah:
Formulir Pendaftaran Merek yang dibuat rangkap empat, telah diisi
lengkap dan ditanda-tangani oleh Pemohon atau Kuasanya;
Kelas dan jenis barang/jasa. Satu permohonan merek untuk satu merek
di satu kelas, namun tidak terbatas jumlah jenis barang/jasanya. Kelas
dan jenis barang tidak dapat diganti ataupun ditambah setelah
mendapat Tanggal Penerimaan, namun untuk jenis barang dapat
dikurangi.
Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 1.000.000,00 untuk setiap 10
jenis barang;
Contoh etiket merek sebanyak 20 lembar;
Surat Pernyataan Hak, yang merupakan pernyataan Pemohon bahwa ia
memang memiliki hak untuk mengajukan pendaftaran merek tersebut
dan akan menggunakan merek yang didaftarkan dalam perdagangan
barang/jasa untuk mana merek tersebut didaftar;
Surat Kuasa, jika permohonan diajukan melalui Kuasa;
Fotokopi KTP/Identitas Pemohon, jika Pemohon perorangan;
Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum yang telah dilegalisir, jika
Pemohon adalah Badan Hukum;
Fotokopi NPWP Badan Hukum, jika Pemohon adalah Badan Hukum;
dan
Fotokopi KTP/Identitas orang yang bertindak atas nama Pemohon
Badan Hukum untuk menandatangani Surat Pernyataan dan Surat
Kuasa.
Paling lambat 30 hari setelah Tanggal Penerimaan, permohonan akan
memasuki tahap Pemeriksaan Substantif yang akan berlangsung dalam waktu
selama-lamanya 9 bulan. Dalam tahapan ini Pemeriksa Merek ini akan
memeriksa merek yang didaftar terkait hal-hal yang dapat mengakibatkan
21
20
merek tidak dapat didaftar ataupun pendaftaran harus ditolak. Jika Pemeriksa
menemui hal-hal yang memberatkan dalam tahapan ini, DJHKI akan
menyurati Pemohon atau Kuasanya dan memberikan kesempatan untuk
memberikan tanggapan.
Pada akhir masa Pemeriksaan Substantif, Pemeriksa akan memutuskan
apakah merek yang diajukan disetujui untuk didaftar atau ditolak. Dalam
waktu 10 hari dari sejak disetujui untuk didaftar, merek tersebut akan
diumumkan di Berita Resmi Merek. Masa Pengumuman akan berlangsung
selama 3 bulan, di mana selama masa tersebut anggota masyarakat dapat
mengajukan keberatan jika merasa merek tersebut tidak dapat didaftar atau
harus ditolak pendaftarannya. Untuk menanggapi keberatan yang masuk,
pemohon dapat mengajukan sanggahan, dan baik keberatan maupun
sanggahan akan dijadikan bahan bagi DJHKI untuk melakukan pemeriksaan
ulang, yang akan berlangsung selama 2 bulan setelah masa pengumuman
berakhir.
Jika masa pengumuman berakhir tanpa keberatan, ataupun keberatan ternyata
tidak diterima oleh DJHKI, maka merek akan segera didaftar dalam Daftar
Umum Merek dan DJHKI akan segera menerbitkan Sertifikat Hak Merek.
2.10 Waktu & Biaya
Dari uraian sebelumnya, satu permohonan dari mulai penerimaan
hingga pendaftaran merek bisa memakan waktu sekitar 12 bulan. Sebagai
ilustrasi, jika seseorang mengajukan permohonan paten dan memperoleh
Tanggal Penerimaan 1 Oktober 2014, maka permohonan tersebut baru akan
memasuki tahap pemeriksaan substantif pada 1 Nopember 2014 hingga paling
lambat 1 Agustus 2015. Jika merek disetujui untuk didaftar, pada tanggal 10
Agustus 2015 merek akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek hingga 10
November 2015, dan jika tidak ada keberatan maka setelah tanggal tersebut
DJHKI akan segera menerbitkan Sertifikat Merek.
Namun pada prakteknya hingga saat ini tumpukan jumlah permohonan merek
yang masuk ke DJHKI, yang mencapai puluhan ribu permohonan per tahun,
membuat DJHKI masih kesulitan memenuhi jangka waktu tersebut. Secara
umum, biasanya satu permohonan saat ini akan memakan waktu antara 18-24
22
21
bulan sampai terbitnya Sertifikat.
Pemohon tidak dapat mengambil tindakan hukum apapun terhadap pihak lain
yang menggunakan merek tanpa ijin selama Sertifikat Merek belum terbit,
namun Merek didaftar Pemegang Hak Merek dapat menuntut ganti kerugian
atas pelanggaran merek yang dilakukan sebelum pendaftaran. Dalam ilustrasi
di atas, jika ada pihak lain yang menggunakan merek tanpa ijin sejak 1 Januari
2015 hingga setelah merek didaftar, maka Pemegang Hak Merek bisa
menuntut ganti rugi yang dihitung sejak 1 Januari 2015.
Komponen Biaya Permohonan Paten adalah :
Biaya Permohonan sebesar Rp. 1.000.000,00 setiap satu merek di satu
kelas dengan 10 jenis barang/jasa;
Setiap kelipatan 10 jenis barang/jasa akan dikenai biaya Rp.
1.000.000,00 per permohonan.
Tentunya komponen biaya ini belum termasuk biaya jasa profesional apabila
permohonan diajukan melalui Konsultan HKI Terdaftar.
2.11 Perpanjangan Merek
Masa perlindungan Hak Merek berlaku selama 10 tahun sejak Tanggal
Penerimaan. Jika Tanggal Penerimaan permohonan pendaftaran suatu merek
adalah 1 Oktober 2014, maka perlindungannya akan berlaku hingga 1 Oktober
2024.
Masa perlindungan Hak Merek dapat diperpanjang setiap 10 tahun secara
terus menerus. Pemegang Hak Merek sudah dapat mengajukan permohonan
perpanjangan merek dari sejak setahun sebelum berakhirnya masa
perlindungan merek. Dalam contoh di atas, pemegang hak merek sudah dapat
mengajukan permohonan perpanjangan sejal 1 Oktober 2023.
Syarat mengajukan permohonan perpanjangan merek adalah:
mengisi formulir permohonan perpanjangan merekyang dibuat
rangkap empat, diisi lengkap dan ditanda-tangani oleh pemohon atau
kuasanya;
23
22
Membayar biaya perpanjangan sebesar Rp. 2.000.000,00;
Fotokopi Sertiifikat Merek yang akan diperpanjang;
Surat Pernyataan Hak, yang merupakan pernyataan Pemohon bahwa ia
memang memiliki hak untuk mengajukan perpanjangan merek
tersebut dan tetap akan menggunakan merek yang diperpanjang dalam
perdagangan barang/jasa untuk mana merek tersebut didaftar;
Surat Kuasa, jika permohonan diajukan melalui Kuasa;
Fotokopi KTP/Identitas Pemohon, jika Pemohon perorangan;
Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum yang telah dilegalisir, jika
Pemohon adalah Badan Hukum;
Fotokopi NPWP Badan Hukum, jika Pemohon adalah Badan Hukum;
dan
Fotokopi KTP/Identitas orang yang bertindak atas nama Pemohon Badan
Hukum untuk menandatangani Surat Pernyataan dan Surat Kuasa.
2.13 Sistem Pendaftaran Hak Merek
Sistem pendaftaran hakmerek di Indonesia adalah sistem dalam
pengertian prosedur, yaitu prosedur untuk mendapatkan hak atas merek. Hak
Merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek
yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu
menggunakan sendiri merek tersebut atau member izin kepada sesorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan
(Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001).
Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa hak merek diperoleh melalui
prosedur pendaftaran. Jadi disini ditekankan bahwa hak atas merek tercipta
karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama.
Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem
deklaratif dan sistem konstitutif. Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001
dalam pendaftarannya menganut sistem konstitutif, sama dengan Undang-
Undang Merek sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 dan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997. Hal ini adalah perubahan yang
mendasar dalam Undang-Undang Merek Indonesia, yang semula menganut
24
23
sistem pendaftarandeklaratif (Undang-Undang No. 21 Tahun 1961).
Dalam sistem deklaratif menentukan bahwa si pemakai pertama yang
berhak atas merek. Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas
pemakaian pertama. Siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang
dianggap yang berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.
Berbeda dengan sistem deklaratif, pada sistem konstitutif, yang
mendaftarkan pertamalah yang berhak atas merek dan pihak dialah yang
secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Artinya, hak ekslusif atas
sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran (required by
registration).
Penggunaan sistem konstitutif di Indonesia dimulai pada tanggal 1992
dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Sistem tersebut
diambil dari Konvensi Stockholm 1967, yang diratifikasi oleh Indonesia pada
20 Desember 1979. Tujuan penggunaan sistem konstitutif ini, yaitu untuk
memperkecil timbulnya perselisihan atas merek antara pemakai merek yang
tidak terdaftar dan pemilik merek yang sudah terdaftar. Hal tersebut
disebabkan sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan
sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan
hukum bagi mereka yang menggunakan merek lebih dahulu, selain kurang
menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam
dunia usaha.
M. Yahya Harahap dalam bukunya Tinjauan Merek Secara Umum dan
Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-UndangNo. 19 Tahun 1992,
menguraikan lebih lanjut keunggulan sistemkonstitutif, yaitu;
Lain hal sistem konstitutif. Tidak menimbulkan kericuhan untuk
menentukan siapa pemegang hak yang paling utama apabila timbul
sengketa. Lebih mudah mencari penyelesaian. Ketentuan “wajib
daftar” yang dibarengi dengan prinsip "pendaftar pertama" (the first to
the file) dan doktrin "yang utama pendaftar pertama" (prior Infilling)
atau "prior intempore, mellor in jure", sangat potensial
mengkondisikan :
1. Kepastian hukum untuk menentukan siapa sebenarnya pemilik
merek yang paling utama untuk dilindungi. Cukup dilihat siapa
yang lebih dulu memperoleh "lining date" atau terdaftar dalam
25
24
DUM.
2. Kepastisn hukum pembuktian karena hanya didasarkan pada fakta
pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama, dan alat
bukti yang seperti itu bersifat otentik karena dibuat oleh pejabat
yang berwenang untuk itu diyakini KM Pembuktian terhindar dari
pemalsuan dan kelicikan.
3. Dengan demikian, untuk mewujudkan dugaan hukum siapa
pemilik merek yang paling berhak, tidak menimbulkan kontroversi
antara pemakai pertama dengan pendaftar pertama, karena dugaan
hukum hanya berdiri di atas fakta pendaftar pertama.
4. Oleh karena landasan menentukan siapa pemegang merek yang
paling utama hanya didasarkan atas prinsip pendaftar pertama, dan
pembuktian didasarkan pada dokumen yang bersifat otentik, maka
untuk menarik dugaan hukum, jauh lebih sederhana dibanding
dengan sistem deklaratif. Hal ini berdampak positif atas
penyelesaian sengketa, yakni penyelesaian jauh lebih sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
Hak merek tidak ada tanpa pendaftaran. Inilah lebih banyak membawa
kepastian. Jika seseorang dapat membuktikan ia telah mendaftarakan sesuatu
merek dan mengenai hal ini dia diberikan suatu sertifikat merek yang
merupakan bukti daripada hak miliknya atas sesuatu merek (Pasal 27 Undang-
Undang Merek 2001). Dengan begitu orang lain tidak dapat
mempergunakannya dan orang lain tida berhak untuk memakai merek yang
sama untuk barang-barang yang sejenis pula. Jadi sistem konstitutif ini
memberikan lebih banyak kepastian.
2.14 PENYELESAIAN SENGKETA
Gugatan atas Pelanggaran Merek
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain
yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
26
25
a. gugatan ganti rugi, dan/atau b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan
dengan penggunaan Merek tersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan
Niaga.
Gugatan atas pelanggaran Merek sebagaimana dimaksud dapat diajukan oleh
penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan pemilik Merek yang bersangkutan.
(1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang
lebih besar, atas permohonan pemilik Merek atau penerima Lisensi selaku
penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan
produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang
menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.
(2) Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan
Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan
barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Kasasi
(1) Permohonan kasasidiajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan
kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus
gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan
tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada
panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi
didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
27
26
(4) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling
lama 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera
paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib
menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2
(dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
(6) Panitera wajib menyampaikan berkas perkara kasasi yang bersangkutan
kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari
setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(8) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60
(enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung.
(9) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90
(sembilan puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung.
(10) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi
kepada panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas
permohonan kasasi diucapkan.
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2
(dua) hari setelah putusan kasasi diterima.
28
27
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama
Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta
hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara
tentang:
a. pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak
Merek;
b. penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Merek tersebut.
(1) Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada
Pengadilan Niaga dengan persyaratan sebagai berikut:
a. melampirkan bukti kepemilikan Merek;
b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya
pelanggaran Merek;
c. keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta,
dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian;
d. adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran
Merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti; dan
e. membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank.
(2) Dalam hal penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
telah dilaksanakan, Pengadilan Niaga segera memberitahukan kepada pihak
yang dikenai tindakan dan memberikan kesempatan kepada pihak tersebut
untuk didengar keterangannya.
Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan
sementara, hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus
memutuskan untuk mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan
29
28
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
Dalam hal penetapan sementara:
a. dikuatkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada
pemohon penetapan dan pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan
sebagaimana dimaksud Pasal 76;
b. dibatalkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan
kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya
penetapan sementara tersebut.
PENYIDIKAN
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Merek.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Merek;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada
huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang Merek;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya
yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang
bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
30
29
terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang Merek; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang Merek.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat
ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama
pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama
pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau
jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama
pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang
yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana
31
30
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama
pada pokoknya dengan indikasi-geografis (3) milik pihak lain untuk barang
yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan
hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa
barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi
berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat
memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal
jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau
patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan
Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 95
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92,
Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.
32
31
3. Contoh Kasus
Sengketa Sony
Di Indonesia, Sony Corporation, perusahaan elektronik raksasa asal Jepang,
pernah bersengketa dengan seorang blogger yang juga memiliki nama Sony
AK pada tahun 2010 silam. Nama situs blog buatan Sony AK, www.sony-
ak.com, dinilai mirip dengan domain milik Sony Corporation.
Sony AK bersikukuh untuk terus menggunakan nama domainnya. Alasannya,
ia telah mengembangkan domain tersebut cukup lama. Penggunaan nama
domain tersebut juga dilakukan semata-mata karena sesuai dengan singkatan
namanya sendiri.
Sony AK juga tidak mengomersialkan layanan di situsnya itu. Bahkan, di
salah satu bagian situs, Sony AK menuliskan bahwa situs ini tidak ada
hubungan sama sekali dengan Sony Corporation.
Permasalahan antara Sony Corp vs Sony AK ini akhirnya diselesaikan secara
kekeluargaan. Ditengahi oleh pihak Sony Indonesia, Sony Jepang bertemu
langsung dengan pihak Sony AK untuk penyelesaian masalah ini.
Dalam pertemuan ini, semua masalah diluruskan dan pihak Sony Jepang
akhirnya meminta maaf atas somasi yang diberikan. Dengan
ditandatanganinya sebuah kesepakatan antara Sony AK dengan Sony Corp
Jepang, layangan somasi akhirnya dicabut.
Sengketa Merek : Toyota Menangkan Perkara Merek Lexus Lawan
Pengusaha Lokal
Perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha (Toyota
Motor Corporation), memenangkan perkara pembatalan merek Lexus HPS
102 milik penguasa lokal Stanley Ang. Majelis hakim menyatakan bahwa kata
Lexus adalah bagian esensial dari merek dagang milik Toyota dan telah
33
32
didaftarkan terlebih dahulu. Merek Lexus dengan logo L milik penggugat
didaftarkan pada 1992 dan diperbarui pada 2002.
Sementara itu, merek Lexus HPS 102 yang digunakan untuk melindungi kelas
barang 06 berupa pelat seng untuk percetakan maupun lembaran besi dan
kawat besi didaftarakan pada 25 Oktober 2011.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” ujar ketua majelis
hakim Sutoto Adiputro. Putusan itu juga berisi perintah kepada Direktorat
Merek agar menghapus merek Lexus HPS 102 dari daftar umum merek.
Dalam perkara No. 52/Merek/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst hakim juga menyatakan
bahwa Toyota adalah pemegang hak ekslusif di Indonesia atas merek Lexus
dan logo L.
Merek dagang Lexus dengan logo L milik Toyota sama-sama terdaftar pada
kelas barang 06 yang digunakan untuk melindungi jenis barang gantungan
kunci, cincin untuk kunci, bandul/ hiasan pada gantungan kunci, timah;
kaleng timah.
Dasar majelis hakim adalah UU Merek No. 15 tahun 2001 Pasal 6 (1) huruf a
yang menyebut permohonan sertifikat merek tidak dapat dilakukan apabila
merek tersebut “mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk
barang dan/atau jasa yang sejenis.”
Hakim menyatakan merek milik tergugat mendompleng dan mendapat
keuntungan atas merek penggugat. Akibat kesamaan itu, konsumen mengira
produk tergugat berasal dari penggugat.
Sidang pembacaan putusan ini tidak dihadiri kuasa hukum tergugat.
Pengadilan akan mengirim pemberitahuan dan tergugat memiliki waktu 14
hari untuk mengajukan kasasi. Jika dalam kurun waktu itu tidak mengambil
langkah hukum maka putusan pengadilan niaga telah inkrah.
34
33
Gugatan pembatalan merek yang diajukan Toyota di PN Jakarta Pusat ini
bukan satu-satunya. Pada April 2012, perusahaan asal Jepang tersebut berhasil
membatalkan merek Toyoko milik pengusaha lokal Tjong Lie Jun.
Toyota juga telah memenangi perkara pembatalan merek Lexus milik Budi
dan Lexus milik PT Lexus Daya Utama. Pada perkara lawan Lexus Daya
Utama, Toyota sebelumnya kalah di pengadilan niaga, tetapi menang di
Mahkamah Agung dan dinyatakan sebagai merek terkenal.
IV. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas merek diberikan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 yang meliputi pemberian hak atas merek, dan kepada
pemegang merek dapat menggugat si pelanggar hak atas merek baik secara
pidana maupun perdata.
Upaya pemerintah melakukan perlindungan terhadap pemilik hak
merek sudah sangat ketat dengan melalui beberapa tahap proses penyeleksian
terhadap pendaftaran merek dan itu dibuktikannya dengan beberapa undang-
undang dan peraturan pemerintah Republik Indonesia yang selalu di
perbaharui seiring perkembangan dan semakin maraknya persaingan di dunia
perdagangan baik nasional maupun internasional. Sehingga dengan adanya
beberapa regulasi tersebut dapat menekan berbagai macam tindak kejahatan
dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya Merek.
Keuntungan dari merek yang terdaftar, yaitu apabila terjadi
pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak lain adalah dapat melakukan
gugatan pidana dan perdata. Gugatan ini ditujukan Pengadilan Niaga. Selain
itu pemegang merek dapat juga menggunakan jalur arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa disini, bisa negosiasi,
mediasi, konsiliasi, dan sebagainya. Sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
35
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 1997. Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs Agreement) (1994). GENEVA : WIPO.
M. Yahya Harahap. 1996. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Bandung: Citra Aditya Bakti.