15
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. Definisi Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara- suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001) Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002) Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005) Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). B. Macam Macam Halusinasi 1. Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana

Halusinasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001)Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002)

Citation preview

Page 1: Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Definisi

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)

misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada

sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001)

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera

(Isaacs, 2002)

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra

tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui

panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005)

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

B. Macam Macam Halusinasi

1. Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk

kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,

bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami

halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien

disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

2. Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar

kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau

menakutkan seperti melihat monster.

3. Penghidung

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan

yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,

atau dimensia.

4. Pengecapan

Page 2: Halusinasi

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

5. Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum

listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

6. Cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan

atau pembentukan urine.

7. Kinisthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Etiologi

Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-

penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas

dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik

berhubungan dengan perilaku psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan

masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya

skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya

atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan

skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut

didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi

psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan

Page 3: Halusinasi

orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup

klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,

konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang

terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi :

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya

hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak

berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan

kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi

serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak

untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan

untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Manifestasi Klinik

1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien

mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk

menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien

Page 4: Halusinasi

masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas

persepsi meningkat.

Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa

bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan

halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua / comdemming

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,

klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi

menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak

jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu

mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan

memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan

denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa

membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak

berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.

Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa

menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu

mematuhi perintah.

4. Fase Keempat / conquering/ panik

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.

Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,

memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena

terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam

Page 5: Halusinasi

waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak

dilakukan intervensi.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku

dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,

secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti

sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang

dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala

klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :

1) Tahap I : halusinasi bersifat  menyenangkan

Gejala klinis :

a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Gerakan mata cepat

d. Bicara lambat

e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2) Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis :

a. Cemas

b. Konsentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

3) Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan

Gejala klinis :

a. Cenderung mengikuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

Page 6: Halusinasi

4) Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis :

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Tidak mampu mengendalikan diri

c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata

d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat

halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan

usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien

jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar

atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya

hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di

ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan

mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar

atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan

halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.

Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat

yang diberikan.

3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah

klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi

masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga

klien atau orang lain yang dekat dengan klien.

4. Memberi aktivitas pada klien

Page 7: Halusinasi

Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,

bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien

ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak

menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada

kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari

percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-

laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak

terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan

menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini

hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan

klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.

Farmako:

1. Anti psikotik:

a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)

b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)

c. Stelazine

d. Clozapine (Clozaril)

e. Risperidone (Risperdal)

2. Anti parkinson:

a. Trihexyphenidile, Arthan

Page 8: Halusinasi

F. Pathway

Pathway Halusinasi

G. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi

2. Isolasi sosial : menarik diri

H. Tindakan Keperawatan

Dx 1: perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan Umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan

interaksi seanjutnya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

Page 9: Halusinasi

b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa

tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman

bicara

c. Bantu klien mengenal halusinasinya

d. Tanyakan apakah ada suara yang didengar

e. Apa yang dikatakan halusinasinya

f. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak

mendengarnya.

g. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu

h. Katakan bahwa perawat akan membantu klien

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

Tindakan :

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi

( tidur, marah, menyibukkan diri dll)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian

c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi

d. Katakan “ saya tidak mau dengar”

e. Menemui orang lain

f. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

g. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

Tindakan :

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):

c. Gejala halusinasi yang dialami klien

d. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi

e. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan

biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

Page 10: Halusinasi

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat

minum obat

b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum

obat yang dirasakan

d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi

e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Page 11: Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

Hawari, Dadang. 2001. Keperawatan Kesehatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.

Jakarta : Gaya Baru

Isaacs A. 2001. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.Jakarta : EGC

Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga

Nasution, Saidah, S. 2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perubahan Sensori

Persepsi : Halusinasi. http://usupress.usu.ac.id.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta : EGC