27
Hardness Test BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1.1.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan beberapa metoda. 1.1.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Brinell. 2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Vickers. 1.2 Dasar Teori Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi/penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan). Bahkan nilai Destructive Test

Hardness

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hardness

Citation preview

Page 1: Hardness

Hardness Test

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Tujuan1.1.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness

test) terhadap suatu material dengan beberapa metoda.

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)

terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan

Brinell.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test)

terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan

Vickers.

1.2 Dasar TeoriKekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk

menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap

identasi/penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan

terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik

yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui

sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan). Bahkan nilai kekuatan

tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasannya. Seperti

pada gambar 1.

Gambar 1. Sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan

Destructive Test

Page 2: Hardness

Hardness Test

Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk

menguji kekerasan logam, yaitu :

1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell

2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers

3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell

Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan

hanya dua saja, yaitu Brinell dan Vickers.

1.2.1 Metode Pengujian Kekerasan Brinell

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengujian kekerasan

brinell adalah sebagai berikut :

1. Spesimen harus memenuhi persyaratan

o Rata dan Halus.

o Ketebalan Minimal 6 mm.

o Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus

horizontal.

2. Indentor yang digunakan adalah bola baja yang telah dikeraskan,

namun untuk bahna yang sangat keras (sampai 650 BHN)

digunakan bola dari karbida tungsten. Jarak antara titik pengujian

minimal dua kali diameter tapak identasi.

3. pemakaian beban (P) dan diameter identor (D) harus memenuhi

persyaratan perbandingan P/D = 30 untuk baja, 10 untuk tembaga

dan paduannya, serta 5 untuk aluminium dan paduannya.

4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan

menekan identor pada permukaaan specimen selama 10-30 detik.

5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan BHN

(Brinells Hardness Number) yang dihitung berdasarkan diameter

identasi dengan persamaan sebagai berikut :

BHN :

Destructive Test

Page 3: Hardness

d

D

h h

Hardness Test

Dimana :

P = Gaya tekan (kgf)

D = Diameter identor bola baja (mm)

d = Diameter hasil identasi (mm)

Persamaan diatas diperoleh dari :

X2 = (½ D)2 – (½ d)2

= ¼ (D2 – d2) X = ½ (D2 – d2)1/2

X h = ½ D – X

= ½ D – ½ (D2 – d2)1/2

= ½ {D – (D2 – d2)}

A = π.D.H

= ½ (πD) {D-(D2 – d2)1/2}

BHN = P/A

Gambar 2. Penampang Pengujian Brinell = 2P / (πD) {D-(D2 – d2)1/2}

6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut :

150 BH 2,5/150 – 10

Dimana : 150 = Nilai kekerasan.

Destructive Test

Page 4: Hardness

Hardness Test

BH = Metode Pengujian Vickers

2,5 = Diameter Identor

150 = Gaya pembebanan (N)

10 = Waktu pembebanan (detik)

7. Karena pengukuran dilakukan secara manual, maka memeberi

peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu

dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan objek pada layar,

peletakan alat ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.

1.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers

Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hamper

sama dengan Brinells hanya identornya saja yang berbeda. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Vickers

adalah sebagai berikut:

1. Spesimen harus memenuhi persyaratan:

o Permukaan harus rata dan Halus

o Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal

2. Identor yang digunakan adalah intan yang berbentuk pyramid yang

beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang

berhadapan adalah 136o

3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat

yang tipis harus digunakan beban yang ringan.

4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan

menekan identor pada permukaan specimen selama 10 – 30 detik.

5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH

(Vickers Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan

diagonal identasi dengan persamaan sebagai berikut :

Untuk : α = 136o

Dimana : P = Gaya tekan (kgf)

Destructive Test

DPH = { 2P sin (α/2) } / d2

= 1,854 P/d2

Page 5: Hardness

Hardness Test

d = diagonal identasi (mm)

Persamaan ini didapatkan dari :

Gambar 3. Hasil Tapak Tekan Pengujian Vickers

d = d1+d2

2

X = d Cos 45o

Destructive Test

Page 6: Hardness

Hardness Test

= ½ d

Y = ½ X / Cos 22o

= (½ d ) / Cos 22o

L Δ AOB = ½ X.Y

= (½ . ½ d . ½ d ) / Cos 22o

= (1/8 d2) / Cos 220

A = 4 L Δ AOB

= 4 (1/8 d2) / Cos 220

= (½ d2) / Cos 22o

HVN = P/A

= 1,854 P/d2

6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10

Dimana : 150 = Nilai Kekerasan

DPH = Metode Pengujian Vickers

150 = Gaya Pembebanan

10 = Waktu Pembebanan

7. Sama dengan pengujian kekerasan dengan Brinells, karena

pengukuran dilakukan secara manual maka memberi kemungkinan

untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan

terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat

ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.

Destructive Test

Page 7: Hardness

Hardness Test

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan1.3.1 Alat

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

a. Mesin uji Kekerasan

b. Identor Bola Baja

c. Identor Piramid Intan

d. Obeng

e. Stop Watch

f. Grinding & Polishing Machine

g. Dryer

1.3.2 Bahan

a. Spesimen Uji Kekerasan

b. Kertas Gosok

c. Kain Woll

d. Alkohol

e. HNO3

f. Tissue

2.2 Langkah Kerja

2.1Metode Brinells 1. Persiapan material uji yang meliputi :

a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati

dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 120.

b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan

kembali dengan menggunakan grid 120 atau 240 dengan arah

yang berbeda 900 dari arah semula.

Destructive Test

Page 8: Hardness

Hardness Test

c. Material uji di-Etching (dietsa) dengan menggunakan larutan

nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3 2ml +

Alkohol 98ml.

d. Material uji dikeringkan dengan menggunakan dryer.

2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap

daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.

3. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan

diameter indentor.

4. Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Brinells.

5. Letakkan bola baja pada tempat indentasinya.

6. Letakkan indentor bola baja pada tempatnya di Hardness Test Machine

dengan menggunakan obeng.

7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan

berdasarkan jenis dan diameter indentor.

8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang

telah ditentukan.

9. Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk

penetrasi.

10. Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen

tepat menyentuh ujung indentor.

11. Setelah 10 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.

12. Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga

bekas indentasi tampak pada layar.

13. Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.

14. Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing

titik yang telah ditentukan.

2.2Metode Vickers 1. Persiapan material uji yang meliputi :

a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati

dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 120.

Destructive Test

Page 9: Hardness

Hardness Test

b. Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan

kembali dengan menggunakan grid 120 atau 240 dengan arah

yang berbeda 900 dari arah semula.

c. Material uji di-Etching (dietsa) dengan menggunakan larutan

nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3 2ml +

Alkohol 98ml.

d. Material uji dikeringkan dengan menggunakan dryer.

2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap

daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.

3. Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan

diameter indentor.

4. Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Vickers.

5. Letakkan Pyramid intan pada tempat indentasinya.

6. Letakkan indentor pyramid intan pada tempatnya di Hardness Test

Machine dengan menggunakan obeng.

7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan

berdasarkan jenis dan diameter indentor.

8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang

telah ditentukan.

9. Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk

penetrasi.

10. Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen

tepat menyentuh ujung indentor.

11. Setelah 15 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.

12. Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga

bekas indentasi tampak pada layar.

13. Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.

14. Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing

titik yang telah ditentukan.

Destructive Test

Page 10: Hardness

Hardness Test

BAB III

ANALISA DATA

3.1Data yang diperoleh

UJI KEKERASAN / HARDNESS TEST

No.

Metode dan Hasil Pengujian

Brinells Vickers

Beban (P) : 187,5 kgf

Indentor : Bola Baja

Waktu : 20 detik

Ø Bola : 2,5 mm

Beban (P) : 30 kgf

Indentor : Piramid Intan

Waktu : 20 detik

BM HAZ WM BM HAZ WM

(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1d1=1,149 d1=1,108

d=1,1350,902 1,003

0,876d2=1,215 d2=1,128 0,846 0,789

2d1=1,165 d1=1,063

d=1,1321,034 0,800

0,838d2=1.221 d2=1,115 0,883 0,844

3d1=1,148 d1=1,074

d=1,1320,848 0,917

0,836d2=1,215 d2=1,160 0,874 -

Dimana :

a. BM : Base Metal

b. HAZ : Heat Affected Zone

c. WM : Weld Metal

Destructive Test

Page 11: Hardness

Hardness Test

3.2 Perhitungan 3.2.1 Brinells

 No 

 D2

 

 d2 D2-d2   (D2-d2)1/2  D-(D2-d2)1/2 

HAZ BM WM HAZ BM WM HAZ BM WM HAZ BM WM (mm2)  (mm2)  (mm2)  (mm2)  (mm2)  (mm2)  (mm2)  (mm)  (mm)  (mm) (mm)  (mm)   (mm)

1 6,250 1,130 0,885 0,967 5,120 5,365 5,283 2,263 2,316 2,298 0,237 0,184 0,2022 6,250 1,093 0,918 1,066 5,157 5,332 5,184 2,271 2,309 2,277 0,229 0,191 0,2233 6,250 1,114 0,988 1,169 5,136 5,262 5,081 2,266 2,294 2,254 0,234 0,206 0,246

A. Heat Affected Zone (HAZ)

1. BHN =

=

= 201,1711kgf/mm2

2. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 208,317 kgf/mm2

3. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 204,190 kgf/mm2

Rata-rata BHN pada Heat Affected Zone (HAZ) = BHN tot / 3

=

= 204,559 kgf/mm2

Jadi Nilai Kekerasan : 204,559 BH 2,5/187,5 – 15

Destructive Test

Page 12: Hardness

Hardness Test

B. Weld Metal (WM)

1. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 259,594 kgf/mm2

2. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 250,099 kgf/mm2

3. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

=231,574 kgf/mm2

Rata-Rata BHN pada Weld Metal (WM) = BHN tot / 3

=

= 247,089 kgf/mm2

Jadi Nilai Kekerasan : 247,089 BH 2,5/187,5 – 15

C. Base Metal (BM)

1. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 236,768 kgf/mm2

2. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 213.862 kgf/mm2

Destructive Test

Page 13: Hardness

Hardness Test

3. BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }

=

= 194,178 kgf/mm2

Rata-Rata BHN pada Base Metal (BM) = BHN tot / 3

=

= 214,936 kgf/mm2

Jadi Nilai Kekerasan : 214,936 BH 2,5/187,5 – 15

Vickers

No WM BM HAZ d1+d2 (d1+d2)/2  (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)  d1 d2 d1 d2 d1 d2 WM HAZ BM WM HAZ BM1 0,486 0,478 - - - - 0,964 - - 0,482 - -2 0,504 0,530 - - - - 1,034 - - 0,517 - -3 0,529 0,536 - - - - 1,065 - - 0,532 - -

Weld Metal (WM)

1. DPH = 1,854

= 1,854

= 115,394 kgf/mm2

2. DPH = 1,854

= 1,854

=107,582 kgf/mm2

3. DPH = 1,854

= 1,854

=104,548 kgf/mm2

Destructive Test

Page 14: Hardness

Hardness Test

Rata-Rata DPH pada Weld Metal (WM) = DPH tot / 3

= kgf/mm2

= 109,174 kgf/mm2

Jadi Nilai Kekerasan : 109,174 DPH 30/15

Destructive Test

Page 15: Hardness

Hardness Test

BAB IV

PEMBAHASAN

Sebelum Hardness Test dilakukan material uji terlebih dahulu harus

dihaluskan permukaan material uji yang akan diamati. Hal tersebut ditujukan agar

tidak diperoleh bekas hasil indentasi palsu yang tampak pada layar mesin

Hardness Test akibat tidak ratanya permukaan material uji yang diamati, sehingga

dengan permukaan yang halus dapat diperoleh bekas indentasi yang baik yang

tampak pada layar mesin Hardness Test.

Pada Hardness Test juga perlu dilakukan sketsa pada material uji yang

akan diamati agar dapat dilakukan pengujian kekerasan pada daerah-daerah

tertentu yang tampak pada material uji setelah dilakukannya sketsa.

Daerah-daerah tersebut meliputi daerah BM (Base Metal), WM (Weld

Metal) dan HAZ (Heat Affected Zone), seperti pada gambar 4. Sehingga dapat

diketahui nilai kekerasan pada masing-masing daerah tersebut setelah

dilakukannya Hardness Test.

Gambar 4. Daerah HAZ, BM dan WM

Pada hasil analisa data yang telah diperoleh berdasarkan data yang telah

diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada Hardness

Test dengan menggunakan metode brinell bahwa nilai kekerasan didaerah HAZ

paling rendah daripada nilai kekerasan di daerah WM dan BM. Sedangkan nilai

kekerasan didaerah WM lebih besar daripada nilai kekerasan yang ada pada

Destructive Test

BM

WM

Page 16: Hardness

Hardness Test

daerah BM. Hal tersebut dikarenakan pada saat dilakukannya proses pengelasan

terjadi perubahan struktur pada material uji tersebut yang mana setelah pengelasan

tersebut selesai dilakukan banyak terdapat struktur Martensit pada material uji

tersebut dan apabila pada Hardness Test tersebut didapatkan nilai kekerasan di

daerah BM yang lebih besar dari pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun

HAZ maka material uji tersebut dinyatakan tidak lulus uji kekerasan.

Hal itu dikarenakan pengelasan pada suatu material tidak hanya ditujukan

untuk menyambung 2 material uji tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat

mekanik dari material uji tersebut.

HAZ memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada daerah yang lain

dikarenakan pada saat proses pengelasan selesai di daerah HAZ lebih lambat

pendinginannya daripada WM sehingga kekerasan di daerah WM lebih keras

daripada HAZ.

Gambar 5. Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)

Karena laju pendinginnannya sangat cepat, maka driving force inipun akan

menjadi sangat besar sehingga seolah-olah pergeseran atom-atom untuk

Destructive Test

Page 17: Hardness

Hardness Test

mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa difusi, hanya karena dorongan

driving force. Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedangkan

ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang

seharusnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak dapat

lagi berdifusi keluar karena ia sudah tidak lagi memiliki cukup energi untuk

berdifusi, temperatur sudah terlalu rendah) dalam struktur (yang seharusnya BCC)

dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak menjadi BCC tetapi menjadi

BCT (Body Centered Tetragonal) yaitu martensit. Karena adanya karbon yang

terperangkap ini, struktur itu (martensit) menjadi tegang dan karenanya menjadi

sangat keras (sampai Rockwell C 65), tetapi juga getas.

Dari diagram dapat di simpulkan bahwa daerah HAZ banyak terdapat

struktur martensit yang lebih banyak daripada WM sehingga didaerah HAZ

memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada WM.

Namun ketika material tersebut mengalami adanya flame heating struktur

mikro baja karbon berubah menjadi ferit dan perlit dan kandungan karbida

meningkat pada baja tahan karat. Dan terkadang dengan adanya flame heating

struktur mikro berubah menjadi ferit, bainit dan perlit pada baja karbon dan

kandungan karbida pada baja tahan karat turun. Struktur mikro logam las berupa

ferit skeletal dalam matrik austenit dan tidak berubah selama proses perlakuan

flame heating dan apabila kekerasan terendah terjadi di HAZ itu berarti material

baja karbon tersebut mengalami perlakuan flame heating

Destructive Test

Page 18: Hardness

Hardness Test

BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

didalam melakukan Hardness Test harus sesuai dengan prosedur kerja yang ada

agar dapat diperoleh hasil indentasi yang baik pada material uji yang berpengaruh

terhadap hasil pengamatan bekas hasil indentasi pada material uji yang tampak

pada layar mesin Hardness Test.

Dan dari nilai kekerasan yang diperoleh bahwa di daerah HAZ memiliki

nilai kekerasan paling rendah dikarenakan material sebagai bahan uji mengalami

proses flame heating.

DAFTAR PUSTAKA

Destructive Test

Page 19: Hardness

Hardness Test

1. Daniel A. Brandt [1985] Metallurgy Fundamental. The Goodheart-

Willcox. Inc, USA.

2. Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, jurusan Teknik

MEsin FTI, ITS.

3. M.M. Munir,[2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik

Bangunan Kapal, PPNS.

4. Prasojo Budi, [2003], Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik

Permesinan Kapal, PPNS.

5. www.msn.cam.ac.uk

Destructive Test