13
39 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Ampas Buah Merah dalam Pakan terhadap Performa Ayam Pedaging Hasil pengamatan penelitian selama 5 minggu pemeliharaan dengan penambahan ampas buah merah (ABM) dalam ransum basal ayam pedaging terhadap performa ayam tercantum pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam pedaging selama penelitian Peubah Perlakuan T 0 T 1 T 2 T 3 T 4 Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor) Pertambahan bobot badan (g/ekor) Konversi ransum Bobot badan akhir (g/ekor) Persentase karkas (%) Tingkat kematian (%) Indeks performa Luas permukaan villi (μm 2 ) 3 148.5 + 275.4 1 639.6 + 200.9 1.92 + 0.072 1 826.6 + 218.7 65.40 + 1.831 7.5 + 9.57 289.46 + 46.43 1.822 + 0.480 b 2 987.3 + 117.2 1 596.3 + 117.3 1.87 + 0.123 1 779.1 + 121.7 67.05 + 1.859 2.5 + 5.00 295.15 + 35.08 2.584 + 0.588 a 2 990.8 + 138.4 1 593.8 + 167.9 1.88 + 0.161 1 769.1 + 170.6 65.65 + 2.288 5.0 + 10.00 281.53 + 42.61 2.826 + 0.241 a 3 097.4 + 105.5 1 639.8 + 70.7 1.88 + 0.029 1 828.1 + 75.8 68.55 + 1.063 2.5 + 5.00 301.56 + 18.00 2.716 + 0.342 a 2 961.5 + 128.9 1 507.2 + 95.6 1.96 + 0.071 1 683.9 + 100.8 67.47 + 1.513 2.5 + 5.00 261.89 + 23.93 2.836 + 0.265 a Keterangan : T 0 (ransum basal tanpa penambahan ABM), T 1 (ransum basal + ABM 0.5%), T 2 (ransum basal + ABM 1.0%), T 3 (ransum basal + ABM 1.5%) dan T 4 (ransum basal + ABM 2.0%); Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) Analisis statistika menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir, persentase karkas, tingkat kematian dan indeks performa ayam pedaging umur 5 minggu, namun penambahan ABM dalam ransum basal ayam pedaging secara nyata (P<0.05) mempengaruhi luas permukaan villi usus halus,

HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

39

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Ampas Buah Merah dalam Pakan terhadap Performa Ayam Pedaging

Hasil pengamatan penelitian selama 5 minggu pemeliharaan dengan

penambahan ampas buah merah (ABM) dalam ransum basal ayam pedaging

terhadap performa ayam tercantum pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam pedaging selama penelitian

Peubah Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4

Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor) Pertambahan bobot badan (g/ekor) Konversi ransum Bobot badan akhir (g/ekor) Persentase karkas (%) Tingkat kematian (%) Indeks performa Luas permukaan villi (μm2)

3 148.5 + 275.4 1 639.6 + 200.9 1.92 + 0.072 1 826.6 + 218.7 65.40 + 1.831 7.5 + 9.57 289.46 + 46.43 1.822 + 0.480b

2 987.3 + 117.2 1 596.3 + 117.3 1.87 + 0.123 1 779.1 + 121.7 67.05 + 1.859 2.5 + 5.00 295.15 + 35.08 2.584 + 0.588a

2 990.8 + 138.4 1 593.8 + 167.9 1.88 + 0.161 1 769.1 + 170.6 65.65 + 2.288 5.0 + 10.00 281.53 + 42.61 2.826 + 0.241a

3 097.4 + 105.5 1 639.8 + 70.7 1.88 + 0.029 1 828.1 + 75.8 68.55 + 1.063 2.5 + 5.00 301.56 + 18.00 2.716 + 0.342a

2 961.5 + 128.9 1 507.2 + 95.6 1.96 + 0.071 1 683.9 + 100.8 67.47 + 1.513 2.5 + 5.00 261.89 + 23.93 2.836 + 0.265a

Keterangan : T0 (ransum basal tanpa penambahan ABM), T1 (ransum basal + ABM 0.5%), T2 (ransum basal + ABM 1.0%), T3 (ransum basal + ABM 1.5%) dan T4 (ransum basal + ABM 2.0%); Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

Analisis statistika menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan

terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot

badan akhir, persentase karkas, tingkat kematian dan indeks performa ayam

pedaging umur 5 minggu, namun penambahan ABM dalam ransum basal ayam

pedaging secara nyata (P<0.05) mempengaruhi luas permukaan villi usus halus,

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

40

dengan semua perlakuan ABM (T1, T2, T3 dan T4) memiliki luas permukaan villi

usus halus yang nyata lebih luas dibanding perlakuan kontrol (T0).

Saluran cerna merupakan alat penghubung antara lingkungan internal dan

eksternal dengan fungsi utamanya sebagai penyerap zat-zat makanan.

Karakteristik morfologi saluran cerna terutama usus halus pada ayam menentukan

fungsi usus pada pertumbuhan ayam (Yamuchi dan Isshiki 1991). Morfologi

mukosa usus halus terdiri atas villi yang berfungsi memperluas area penyerapan

nutrien pakan dan pada permukaan villi terdapat mikrovilli sebagai penjuluran

sitoplasma yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan. Semakin luas

permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorbsi pada saluran

cerna Silva et al. (2007). Hasil yang berbeda nyata antara semua perlakuan

penambahan ABM terhadap luas permukaan villi usus halus dibandingkan dengan

perlakuan kontrol disebabkan karena kandungan zat aktif ABM berupa senyawa

karotenoid yang merupakan pro vitamin A dan di dalam tubuh dapat diubah

menjadi vitamin A yang berfungsi untuk pertumbuhan dan memelihara membran

mukosa yang normal (Wahju 2004). Karotenoid dan tokoferol (vitamin E) juga

berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas yang dapat

terjadi juga dalam saluran pencernaan, sehingga mukosa usus halus ayam yang

diberi tambahan ABM dalam ransumnya dapat berkembang lebih baik.

Ransum yang dikonsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk

hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan

T0, T1, T2, T3 dan T4 tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, meskipun

susunan ransum pada T4 tidak sama kadar protein kasarnya (tidak iso protein).

NRC (1994) merekomendasikan kebutuhan energi metabolis untuk ayam

pedaging sebesar 2.800-3.200 kkal/kg dan protein kasar berkisar 20-23%. Secara

numerik, nilai konsumsi ransum perlakuan ABM 1.62-5.94% lebih rendah

daripada perlakuan T0 (tanpa panambahan ABM). Konsekuensi tinggi rendahnya

konsumsi ransum adalah terhadap tinggi rendahnya pertambahan bobot badan,

namun pertambahan bobot badan pada perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1.5%)

yaitu 1 639.8 + 70.7 g/ekor atau lebih tinggi 0.012% dari perlakuan kontrol (T0).

Demikian pula bobot badan akhir dan persentase karkas yang masing-masing

sebesar 1 828.1 + 75.8 g/ekor (0.082% lebih tinggi dari T0) dan 68.55% (4.82%

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

41

lebih tinggi dari T0). Hal ini mengindikasikan bahwa efisiensi penggunaan ransum

pada perlakuan T3 lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol dan didukung oleh

nilai FCR yang lebih rendah 2.08% daripada T0, dengan demikian efisiensi

penggunaan ransum untuk menambah bobot badan dan membentuk karkas lebih

tinggi pada perlakuan T3. Tabel 9 menunjukkan nilai persentase karkas semua

taraf perlakuan ABM lebih tinggi (0.38-4.82%) dibandingkan kontrol, hal ini

menunjukkan bahwa pemberian ABM cenderung mengurangi pemanfaatan bahan

makanan untuk pertumbuhan bulu, kaki, kepala dan organ dalam dimana bagian-

bagian tersebut dihilangkan serta meningkatkan pemanfaatan bahan makanan

untuk mendapatkan karkas. Hasil ini berkaitan dengan luas permukaan villi usus

halus pada semua taraf perlakuan ABM secara nyata lebih luas dibandingkan

dengan kontrol, yang menyebabkan kesempatan ransum untuk diserap oleh usus

lebih besar untuk menghasilkan bobot karkas yang lebih baik.

Penambahan ABM 1.5% dalam ransum basal (T3) menunjukkan suatu

prestasi performa yang baik pada akhir pemeliharaan secara numerik, yaitu bobot

badan akhir tertinggi dan konversi ransum serta persentase ayam yang mati

rendah. Hasil ini didukung dengan menghitung indeks performa ayam. Indeks

performa (IP) pada perlakuan T3 yaitu 301.56 + 18.00 atau 4.18% lebih tinggi dari

kontrol. Nilai indeks performa yang tinggi akan memberikan keuntungan yang

lebih optimal sehingga keuntungan yang didapatkan peternak akan lebih besar.

Menurut Arifien (1997), nilai indeks performa dapat digolongkan sebagai berikut:

≤ 120 (prestasi sangat jelek), 121-140 (prestasi jelek), 141-160 (prestasi cukup),

161-180 (prestasi baik), 181-200 (prestasi sangat baik) dan >200 (prestasi

istimewa). Nilai indeks performa semua ransum perlakuan seperti terlihat pada

Tabel 9 memiliki prestasi yang istimewa, namun yang tertinggi adalah indeks

performa ayam perlakuan T3.

Perbedaan diantara perlakuan T3 dan perlakuan kontrol juga tampak pada

perlemakan di bagian gizzard, pada kelompok perlakuan kontrol lebih banyak

lemak pada gizzard jika dibandingkan dengan perlakuan ABM (Lampiran 2),

sedangkan lemak subkutan tidak jauh berbeda. Hasil analisis laboratorium (Tabel

10) menunjukkan bahwa karkas dari kelompok yang diberi penambahan ABM

2.0% dalam ransumnya (T4) terkandung 0.0579 ppm (5 kali lebih tinggi dari

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

42

perlakuan kontrol) senyawa karotenoid dan 0.0294 ppm tokoferol sedangan pada

perlakuan kontrol tidak terdeteksi adanya tokoferol. Berdasarkan penelitian ini

tampak bahwa ransum dengan penambahan ABM menghasilkan karkas dengan

kandungan karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi. Adanya karotenoid dan

tokoferol dalam karkas meningkatkan mutu karkas, kedua zat tersebut berperan

sebagai antioksidan. Karkas perlakuan kontrol mengandung lemak jenuh lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan ABM, sedangkan kandungan lemak tak

jenuh (asam oleat dan linoleat) tidak jauh berbeda. Asam-asam lemak tidak jenuh

dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami pengurangan hidrogen

sehingga terjadi pembentukan radikal bebas (Wahju 2004).

Tabel 10 Kandungan senyawa aktif dalam karkas

Senyawa Aktif Karkas A Karkas B Total Karotenoid (ppm) Total Tokoferol (ppm) Asam Lemak Jenuh

Asam Laurat (mg AL/100 g) Asam Miristat (mg AL/100 g) Asam Palmitat (mg AL/100 g) Asam Stearat (mg AL/100 g)

Asam Lemak Tidak Jenuh Asam Oleat (mg AL/100 g) Asam Linoleat (mg AL/100 g) Asam Palmitoleat (mg AL/100 g) Asam Linolenat (mg AL/100 g)

0.0114 ttd

192.7 196.4 356.9 94.0

168.9 187.3

0 0

0.0541 0.0295

22.5

0 145.6 47.4

179.1 174.5

0 0

Keterangan : A = karkas ayam yang diberi ransum basal (kontrol), B = karkas ayam yang diberi ransum basal + ABM 2.0% (T4), ttd = tidak terdeteksi.

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium PAU IPB, 2009

Secara umum dapat dinyatakan bahwa ransum dengan penambahan ABM

dapat meningkatkan nilai nutrien karkas berupa kandungan karotenoid dan

tokoferol serta menurunkan kandungan asam lemak jenuh dalam karkas. Surai dan

Sparks (2000) menyatakan bahwa penambahan alfa tokoferol 160-200 mg/kg

dalam pakan meningkatkan perlindungan lemak terhadap oksidasi lemak dan

kandungan alfa tokoferol yang terdapat di dalam karkas.

Tingkat kematian merupakan faktor penting dan harus diperhatikan dalam

suatu usaha peternakan ayam. Pada Tabel 9 terlihat persentase kematian tertinggi

terjadi pada kelompok perlakuan T0 (kontrol). Jumlah kematian setiap minggu

yang terjadi selama penelitian dicantumkan seperti dalam Tabel 11.

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

43

Tabel 11 Persentase kematian ayam selama penelitian

Minggu ke- Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4

1 2 3 4 5

1 0 0 0 2

0 0 0 1 0

0 0 1 1 0

0 1 0 0 0

0 0 0 1 0

Total (ekor) (%)

3 7.50

1 2.50

2 5.00

1 2.50

1 2.50

Tabel 11 menunjukkan kematian pada dua minggu awal kemungkinan

disebabkan oleh faktor adaptasi dan ayam kalah berkompetisi sehingga

menyebabkan ayam kerdil karena kekurangan gizi dan akhirnya menyebabkan

kematian. Kematian sering terjadi pada minggu keempat dan kelima, berdasarkan

pengamatan di lapangan gejala yang dialami sebelum mati ayam terlihat sesak

nafas, keluar cairan dari hidung, lesu, kepala menunduk, sayap terkulai.

Berdasarkan tanda-tanda klinisnya, kematian ayam disebabkan terkena penyakit

ngorok atau CRD (chronic respiratory disease), sesuai dengan pendapat Akoso

(1998), penyakit CRD mempunyai tanda-tanda klinis seperti nafas ngorok, bersin

dan kepala tunduk atau dikibaskan untuk mengeluarkan cairan yang mengganggu

pernafasan. Selain itu terdapat pula ayam yang mati tanpa menunjukkan gejala-

gejala klinis sebelumnya. Kematian ini disebabkan oleh sindrom kematian

mendadak (sudden death syndrome). Menurut Akoso (1998) sindrom kematian

mendadak merupakan penyakit metabolik karena peristiwa lipogenesis, keutuhan

selaput sel dan keseimbangan elektrolit intraseluler, ayam tidak menunjukkan

gejala klinis sebelumnya dan secara tiba-tiba menjulurkan leher, tersengal dan

mati.

Scanes et al. (2004) menyatakan bahwa persentase mortalitas pada ayam

pedaging dapat dikatakan normal pada persentase kematian 5%. Perlakuan dengan

ABM memiliki persentase kematian yang masih dalam kisaran normal. Persentase

kematian perlakuan ABM dalam ransum secara numerik 33.33-66.67% lebih

rendah dibandingkan perlakuan kontrol, hal ini disebabkan oleh senyawa

antioksidan dalam ABM dapat mencegah terbentuknya radikal bebas dalam proses

metabolisme tubuh ayam sehingga kematian karena gangguan metabolisme dapat

ditekan. Secara umum ayam selama penelitian dalam kondisi kesehatan yang baik.

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

44

Pemanfaatan Ampas Buah Merah dalam Pakan terhadap Status Kesehatan Ayam Pedaging

Status kesehatan ayam pedaging penelitian dapat dilihat dari perubahan

pada profil darah. Profil darah selama penelitian terlihat pada Tabel 12.

Jumlah Butir Darah Merah

Jumlah butir darah merah (juta/mm3) ayam pedaging yang diberi ABM

dapat dilihat pada Tabel 12. Rataan jumlah butir darah merah sebelum diberikan

perlakuan adalah 1.652 juta/mm3. Hasil penelitian menunjukkan pada hari ke-14

setelah perlakuan terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) antara perlakuan

T2 (ransum basal + ABM 1.0%) dengan perlakuan kontrol. Vitamin E (tokoferol)

dapat menguatkan dinding kapiler darah dan mencegah terjadinya hemolisis sel

darah merah (Wahju 2004) dan berperan dalam pembentukan sel darah merah

(Winarno 2008). Jumlah butir darah merah setiap perlakuan masih berada pada

kisaran normal, yang menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) bahwa jumlah

butir darah merah berkisar antara 2-3.2 juta/mm3. Berdasarkan penelitian Talebi et

al. (2005), butir darah merah ayam pedaging strain Ross secara nyata meningkat

dengan bertambahnya umur, berkisar antara 1.97-2.83 juta/mm3. Pada

pengamatan hari ke-28 setelah perlakuan (sebelum panen) menunjukkan tidak

terdapat perbedaan pada semua perlakuan terhadap jumlah butir darah merah.

Jumlah butir darah merah pada semua perlakuan masih dalam kisaran normal

sehingga dapat melakukan fungsi darah dengan baik sebagai pengantar zat-zat

makanan ke seluruh jaringan maupun mengangkut hasil limbahnya.

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

45

Tabel 12 Profil darah ayam pedaging selama penelitian

Peubah Plk Hari ke- 7 14 21 28

Jumlah BDM

(juta/mm3)

T0 2.071 + 0.288 2.040 + 0.098B 2.181 + 0.197 2.425 + 0.235T1 2.199 + 0.322 2.013 + 0.121B 2.135 + 0.102 2.295 + 0.142 T2 1.859 + 0.071 2.238 + 0.056A 2.236 + 0.326 2.063 + 0.147 T3 2.327 + 0.291 1.896 + 0.076B 2.055 + 0.134 2.152 + 0.087T4 2.292 + 0.239 1.871 + 0.101B 2.165 + 0.187 2.149 + 0.124

Kadar Hb

(g%) T0 8.300 + 1.049 7.532 + 0.645 8.740 + 0.507 8.060 + 0.990 T1 9.120 + 1.021 9.220 + 1.958 8.623 + 0.164 8.167 + 0.846 T2 7.810 + 0.263 8.243 + 0.370 8.022 + 0.855 9.000 + 0.688 T3 8.682 + 0.392 8.177 + 0.565 9.627 + 1.050 9.100 + 1.005 T4 8.335 + 0.631 8.287 + 0.743 9.402 + 0.857 8.195 + 0.584

Kadar

hematokrit (%)

T0 22.188 + 1.849b 23.500 + 0.935 24.000 + 1.551 23.625 + 2.125 T1 26.250 + 1.335a 25.000 + 1.275 23.417 + 0.312 24.750 + 0.612 T2 23.125 + 1.635b 23.250 + 0.890 24.938 + 1.717 24.250 + 2.131 T3 26.333 + 1.841a 24.063 + 1.279 24.333 + 1.230 24.313 + 2.204 T4 24.250 + 1.335ab 24.250 + 2.143 24.813 + 0.925 24.000 + 1.541

Jumlah BDP (ribu/mm3)

T0 17.950 + 8.319 26.050 + 2.798a 29.450 + 4.822A 22.000 + 2.800 T1 37.450 + 7.327 21.800 + 3.766ab 23.133 + 5.367AB 22.067 + 5.144 T2 30.750 + 11.501 17.750 + 9.314ab 16.350 + 4.055BC 15.333 + 2.510T3 26.267 + 1.087 14.350 + 1.982b 9.600 + 2.786C 16.600 + 2.271 T4 23.550 + 8.087 12.900 + 3.612b 16.050 + 3.456BC 18.500 + 6.077

Jumlah

Heterofil (ribu/mm3)

T0 6.625 + 4.861 7.305 + 3.698 5.034 + 1.658 11.784 + 1.608 T1 12.712 + 7.969 5.712 + 0.693 7.846 + 3.877 11.709 + 3.592 T2 13.534 + 5.812 5.036 + 2.530 5.186 + 2.771 6.429 + 0.772T3 10.333 + 2.144 3.133 + 0.842 3.803 + 2.644 10.818 + 2.304 T4 7.968 + 2.222 1.992 + 0.580 6.366 + 2.283 9.858 + 3.256

Jumlah limfosit

(ribu/mm3)

T0 9.708 + 3.484 17.249 + 2.337 17.626 + 1.907a 8.512 + 1.408 T1 21.085 + 8.540 15.885 + 5.768 11.895 + 4.904ab 9.497 + 2.029 T2 15.781 + 6.047 15.712 + 5.147 8.607 + 4.091b 8.255 + 1.761 T3 10.759 + 2.794 9.842 + 0.826 4.949 + 0.387b 4.745 + 2.317 T4 14.028 + 5.896 9.584 + 3.450 7.421 + 4.980b 7.819 + 3.301

Rasio H/L T0 0.682 + 0.499 0.424 + 0.311 0.286 + 0.082 1.384 + 0.038B

T1 0.603 + 0.280 0.360 + 0.275 0.660 + 0.512 1.233 + 0.235B

T2 0.855 + 0.287 0.321 + 0.074 0.603 + 0.553 0.779 + 0.229B

T3 0.960 + 0.692 0.318 + 0.098 0.768 + 0.437 2.280 + 0.356A

T4 0.568 + 0.181 0.208 + 0.111 0.664 + 0.447 1.261 + 0.792B

Titer ND (Log 2)

T0 4.67 + 0.471A 4.42 + 0.500 4.33 + 0.471 4.25 + 0.833 T1 4.42 + 0.319A 4.00 + 0.471 3.92 + 0.319 4.25 + 0.569 T2 3.06 + 0.125B 4.25 + 0.631 4.25 + 0.319 3.41 + 1.067 T3 3.29 + 0.344B 4.75 + 0.833 3.92 + 0.419 3.83 + 0.639 T4 3.42 + 0.419B 4.50 + 0.793 4.33 + 0.608 4.83 + 0.430

Keterangan : superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05), sedangkan superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

46

Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) berada di dalam butir darah merah yang berfungsi

membawa oksigen ke jaringan dan mensekresikan CO2 dari jaringan

(Cunningham 2002). Meningkatnya kadar hemoglobin menyebabkan kemampuan

membawa oksigen ke dalam jaringan lebih baik dan ekskresi CO2 lebih efisien

sehingga keadaan dan fungsi sel akan lebih baik.

Rataan kadar Hb sebelum diberikan perlakuan adalah 6.549 g%. Hasil

penelitian menunjukkan kadar hemoglobin tidak berbeda antar kelompok

penelitian disemua waktu pengamatan. Sintesis hemoglobin dipengaruhi oleh

keberadaan zat gizi dalam pakan, seperti keberadaan zat besi. Mangkoewidjojo

dan Smith (1988) menyatakan bahwa kadar hemoglobin normal berkisar antara

7.30-10.90 g%, sehingga secara umum kadar hemoglobin semua perlakuan masih

dalam kisaran normal.

Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006b), zat besi di dalam darah

berada dalam bentuk hemoglobin yang terdapat di dalam butir-butir darah merah

transferin di dalam plasma darah dan dalam bentuk ferritin. Kandungan zat besi

yang ada di dalam buah merah cukup tinggi (Budi dan Paimin 2005), namun

kemungkinan kandungan zat besi di dalam ABM lebih rendah sehingga

hemoglobin pada ternak perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Hematokrit

Hematokrit merupakan persentase sel darah merah dari total volume darah.

Nilai hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah

merah total (Frandson 1992). Semakin besar persentase sel dalam darah berarti

semakin besar hematokrit dan semakin banyak gesekan yang terjadi antara

berbagai lapisan darah.

Rataan hematokrit sebelum diberikan perlakuan adalah 21.733%. Analisis

statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar hematokrit pada

perlakuan ABM maupun kontrol, kecuali pada hari ke-7 setelah perlakuan

(P<0.05). Hasil menunjukkan bahwa pemberian ABM selama 7 hari pertama

memberikan peningkatan kadar hematokrit yang lebih tinggi daripada perlakuan

kontrol. Hal ini disebabkan tokoferol yang terkandung dalam ABM dapat

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

47

menguatkan dinding kapiler darah dan mencegah terjadinya hemolisis sel darah

merah (Wahju 2004) serta berperan dalam pembentukan sel darah merah

(Winarno 2008). Menurut Talebi et al. (2005) rataan kadar hematokrit ayam

pedaging strain Ross adalah 30.73% (28.28-35.43%), sedangkan menurut

Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa kadar hematokrit normal

berkisar antara 24-43%. Salah satu penyebab perbedaan kadar hematokrit adalah

temperatur lingkungan percobaan. Temperatur tinggi akan menyebabkan

evaporasi cairan dalam tubuh dan berakibat pada meningkatnya jumlah hematokrit

dalam darah. Pada hari ke-28 setelah perlakuan (sebelum panen), kadar

hematokrit tidak berbeda diantara perlakuan dan kadar hematokrit ayam selama

penelitian ini masih dalam kisaran yang normal dan ayam dalam kondisi yang

sehat.

Jumlah Butir Darah Putih

Jumlah butir darah putih (ribu/mm3) ayam pedaging yang diberi ABM

selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 12. Rataan jumlah butir darah putih

sebelum diberikan perlakuan adalah 27.834 ribu/mm3. Jumlah butir darah putih

ayam pedaging selama penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

pada hari ke-14 dan sangat nyata (P<0.01) pada hari ke-21 setelah perlakuan.

Jumlah butir darah putih semua perlakuan secara umum berada dalam kisaran

normal, yang menurut Hodges (1977) jumlah butir darah putih normal pada ayam

berkisar antara 12 000-30 000 /mm3.

Terdapat indikasi bahwa perlakuan ABM hanya mampu meningkatkan

jumlah butir darah putih pada 7 hari pemberian ABM, sedangkan pemberian

ABM 1.5% secara terus-menerus selama 21 hari sangat nyata menekan jumlah

butir darah putih sampai dibawah normal yaitu 9.600 ribu/mm3. Stres dapat

mengganggu pembentukan butir darah putih, ditunjukkan oleh jumlah limfosit

dalam darah juga menurun akibat reaksi neural dan hormonal pada hipotalamus

yang akan melepaskan CRF (corticotropin releasing factor) sehingga menstimulir

adenohypophysis untuk memproduksi ACTH (adrenocorticotropin hormon).

Adanya ACTH akan menstimulasi kelenjar adrenal korteks untuk menghasilkan

glukokortikoid yang berikatan dengan kofaktor pembentuk limfosit sehingga

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

48

proliferasi limfosit menjadi terhambat. Stres diakibatkan oleh kerja hati yang lebih

keras untuk menetralisir zat-zat yang terakumulasi dari ABM. Pada hari ke-28

setelah perlakuan (sebelum panen) jumlah butir darah putih kembali berada pada

kisaran normal dan ayam dalam kondisi sehat.

Heterofil, Limfosit dan Rasio H/L

Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan yang

diberikan terhadap jumlah heterofil. Diduga hal ini terjadi karena ayam tidak

mengalami infeksi bakteri patogen yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah

heterofil. Jumlah heterofil semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Menurut

Talebi et al. (2005) rataan jumlah heterofil pada ayam strain Ross adalah 7.78

ribu/mm3 (5.53-10.6 ribu/mm3). Pengamatan menunjukkan kecenderungan

peningkatan heterofil pada semua kelompok perlakuan pada hari ke-28 setelah

perlakuan. Menurut Jackson (2007) heterofil dapat meningkat karena pengeluaran

epinefrin dan kortikosteroid, trauma maupun infeksi.

Jumlah heterofil (ribu/mm3) ayam pedaging yang diberi ABM selama 35

hari dapat dilihat pada Tabel 12. Rataan jumlah heterofil sebelum diberi perlakuan

adalah 4.388 ribu/mm3. Heterofil berfungsi sebagai jajaran pertama dalam sistem

pertahanan tubuh yang langsung bereaksi apabila terdapat partikel-partikel asing

yang masuk ke dalam tubuh dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang

mengalami serangan oleh bakteri, menembus dinding pembuluh darah dan

menyerang bakteri untuk dihancurkan dengan cara fagositosis (Frandson 1992).

Heterofil dapat dianggap sebagai garis pertahanan pertama, bergerak cepat ke arah

benda asing dan menghancurkannya segera, tetapi tidak mampu bertahan lama

(Tizard 1982). Pada saat stres dan terjadi inflamasi atau peradangan diketahui

bahwa jumlah heterofil meningkat dengan cepat.

Limfosit memerangi penyakit dengan ikut serta dalam pembentukan

antibodi dan secara normal merupakan bagian terbesar dari butir darah putih yang

terdapat dalam aliran darah. Perlakuan ABM selama 7 hari pertama cenderung

dapat menstimulasi pembentukan limfosit dibandingkan dengan perlakuan

kontrol, hal ini disebabkan kandungan zat aktif ABM berupa vitamin E (tokoferol)

yang dapat berfungsi sebagai penginduksi dalam pembentukan sel, termasuk juga

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

49

pembentukan limfosit. Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa

antioksidan betakaroten mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan

limpa (Haq et al. 1996) dan vitamin E mampu meningkatkan kekebalan humoral

(Boa-Amponsem et al. 2001) serta meningkatkan status antioksidan ayam (Surai

et al. 1999). Terdapat perbedaan nyata (P<0.05) jumlah limfosit pada hari ke-21

setelah perlakuan yaitu perlakuan T0 (17.249 + 2.337 ribu/mm3) lebih tinggi

jumlah limfositnya dibandingkan dengan T2, T3 dan T4, tetapi T0 tidak berbeda

dengan T1. Penurunan jumlah limfosit terjadi pada semua perlakuan ABM dalam

jangka waktu 21-28 hari, seperti halnya jumlah butir darah putih. Faktor yang

mempengaruhi penurunan jumlah limfosit diantaranya stres.

Talebi et al. (2005) menyatakan rataan jumlah limfosit pada ayam strain

Ross adalah 12.58 ribu/mm3 (6.67–20.36 ribu/mm3). Jumlah limfosit pada semua

perlakuan masih dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan bahwa dengan

perlakuan ABM ayam menunjukkan status kesehatan yang baik, kecuali perlakuan

T3 (ransum basal + ABM 1.5%) pada pengamatan hari ke-21 dan 28 setelah

perlakuan memiliki jumlah limfosit di bawah kisaran normal yang

memperlihatkan bahwa ayam pada saat itu mengalami kondisi stres, hal ini

didukung oleh rasio H/L ayam yang tinggi.

Rasio H/L merupakan indikator untuk mengetahui tingkat cekaman yang

dialami ayam (Graczyk et al. 2003). Cekaman dapat menyebabkan involusi

jaringan-jaringan limfoid sehingga terjadi penurunan jumlah sirkulasi limfosit dan

peningkatan jumlah heterofil (Siegel 1980). Peningkatan jumlah heterofil

menyebabkan ayam kebal terhadap infeksi, tetapi tidak terhadap virus (Zulkifli

dan Siegel 1995).

Rasio H/L sebelum diberikan perlakuan adalah 0.269. Tabel 12

menunjukkan bahwa pada hari ke-28 setelah pemberian ABM kelompok T3 secara

nyata lebih tinggi dari semua perlakuan. Pada hari ke-28 sesudah pemberian ABM

kelompok T3 memiliki rasio H/L sebesar 2.28, ini berarti bahwa pemberian ABM

secara terus-menerus selama 28 hari dapat menimbulkan stres. Talebi et al.

(2005), yang melakukan studi banding terhadap profil darah 4 strain ayam broiler

(Ross, Cobb, Arbor-acres dan Arian), menyatakan bahwa rataan rasio H/L ayam

strain Ross adalah 0.76 (0.27-1.54) sehingga dapat dikatakan bahwa rasio H/L

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

50

ayam penelitian masih dalam kisaran normal. Kecuali perlakuan T3 pada

pengamatan hari ke-28 setelah perlakuan, nilai H/L di atas kisaran normal yang

menunjukkan bahwa ayam mengalami stres namun tidak mempengaruhi kondisi

kesehatan ayam.

Terjadinya stres akibat pemberian ABM secara terus-menerus dapat

menyebabkan organ hati bekerja lebih keras untuk menetralisir zat-zat yang

terakumulasi dari ABM. Adanya stres ini menyebabkan terjadinya reaksi neural

dan hormonal pada hipotalamus yang akan melepaskan CRF (corticotropin

releasing factor) dan menstimulir adenohypophysis untuk memproduksi ACTH

(adrenocorticotropin hormon). Proliferasi limfosit terhambat akibat adanya

ACTH yang menstimulasi kelenjar adrenal korteks untuk menghasilkan

glukokortikoid yang berikatan dengan kofaktor pembentuk limfosit.

Titer Antibodi terhadap ND

Pemberian ABM tidak mempengaruhi pembentukan antibodi terhadap ND

pada kelompok ayam yang divaksin ND (Tabel 12). Hal ini sejalan dengan hasil

pengamatan terhadap jumlah limfosit dari ayam penelitian yang tidak meningkat

dengan pemberian ABM. Ampas buah merah dengan demikian tidak

menstimulasi pembentukan limfosit yang berdampak pada pembentukan antibodi

oleh sel limfosit tersebut.

Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingginya titer antibodi ND

di dalam serum adalah uji hambat hemaglutinasi (HI) untuk menggambarkan

tingkat kekebalan ayam setelah divaksinasi dengan vaksin ND (Villegas 1987).

Titer ND ayam pedaging yang diberi ABM selama penelitian dapat dilihat

pada Tabel 12. Rataan titer ND sebelum diberi perlakuan adalah 24.9. Rataan titer

antibodi sebelum perlakuan (umur 3 hari) cukup tinggi, kekebalan anak ayam itu

berasal dari antibodi asal induknya (maternal immunity). Hal ini menunjukkan

bahwa anak ayam memiliki kekebalan yang cukup terhadap ND. Seiring waktu

pemeliharaan antibodi menurun. Antibodi asal induk berada dalam tubuh anak

ayam sampai dengan umur 21 hari (Scanes et al. 2004).

Tabel 12 menunjukkan bahwa pada hari ke-7 setelah perlakuan, titer ND

perlakuan T1 lebih tinggi secara sangat nyata (P<0.01) dibandingkan T2, T3 dan

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Pedaging T3 3 097 · Tabel 9 Hasil pengamatan performa dan luas permukaan villi usus halus ayam ... dalam peroksidasi lipida, terlebih dahulu mengalami

51

T4, namun tidak berbeda dengan kontrol. Data titer ND menunjukkan bahwa ayam

dengan perlakuan ABM yang divaksin ND melalui tetes mata maupun injeksi

belum mampu menginduksi kekebalan mukosa (seluler) maupun kekebalan

humoralnya.

Pada umur 4 hari (sebelum perlakuan) dilakukan vaksinasi ND pada ayam

melalui tetes mata. Rendahnya antibodi disebabkan karena vaksinasi dilakukan

melalui tetes mata akan menginduksi kekebalan lokal mukosa ayam, sedangkan

kekebalan yang terukur adalah kekebalan humoralnya. Rombout et al. (1992)

menyatakan bahwa sel-sel limfosit pasca vaksinasi dengan ND strain La Sota

menunjukkan adanya penurunan. Jumlah limfosit tiga hari setelah vaksinasi akan

menurun dan kemudian meningkat kembali pada enam sampai sepuluh hari

setelah vaksinasi. Berdasarkan pendapat di atas, seharusnya setelah ayam

divaksinasi melalui injeksi intra muskular umur 21 hari (hari ke-18 setelah

perlakuan) dapat menginduksi kekebalan humoral pada saat pengamatan hari ke-

28, namun pengukuran kekebalan hari ke-28 setelah perlakuan tidak menunjukkan

peningkatan kekebalan. Hasil ini berkaitan dengan jumlah limfosit yang tidak

meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ABM belum mampu

menstimulasi pembentukan antibodi oleh sel limfosit tersebut.