Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian
dan pembahasan yang telah dilakukan pada lima partisipan
selama kurang lebih tiga bulan. Penyajian data hasil penelitian
akan peneliti bagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama
berisikan gambaran tempat penelitian.
Pada bagian kedua peneliti akan memaparkan data
demografi partisipan yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
dan lama menderita RA. Pada bagian ketiga peneliti akan
mengulas hasil penelitian berupa hasil analisa tema yang
mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam semi
terstruktur dan catatan lapangan yang peneliti susun
berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang persepsi
lansia terhadap faktor-faktor penyebab RA.
Hasil penelitian yang telah diperoleh akan peneliti
bandingkan dengan teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya,
yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Peneliti juga
membahas keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian yang
terkait dengan persepsi lansia terhadap faktor-faktor penyebab
RA.
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Wilayah kecamatan Ngablak secara geografis
sebagian besar terletak di lereng gunung Merbabu yang
termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Magelang
yang mempunyai luas wilayah 43,8 km2. Wilayah kecamatan
Ngablak mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah
Selatan berbatasan dengan kecamatan Pakis, sebelah Barat
berbatasan dengan kecamatan Grabag, sebelah Timur dan
Utara berbatasan dengan kecamatan Getasan kabupaten
Semarang. Letak geografis kecamatan Ngablak berada pada
110o20’30” -110o26’20” BT dan 07o20’34” - 07o26’30” LS dengan
ketinggian berkisar antara 1000-3000 m dpl. Curah hujan per
tahun berkisar 181 mm dan suhu udara berkisar antara 20-
250C.
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Magelang Sumber : www.zimbio.com
4.2. Karakteristik Partisipan
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan
P1 P2 P3 P4 P5 Inisial Ny.S Tn.N Tn.T Ny.P Ny.W Jenis Kelamin
P L L P P
Umur 70 70 70 70 65 Lama menderita RA
3 tahun
5 tahun
3 tahun
2 tahun
10 tahun
Selain karakteristik yang telah dipaparkan pada tabel
di atas, partisipan mempunyai karakteristik RA yang
diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti. P1 terlihat selalu dirumah. Ia hanya melakukan
pekerjaan yang ringan-ringan saja, seperti mengupas dan
memilih sayuran hasil panen. P2 merupakan partisipan
dengan RA yang terlihat paling parah diantara partisipan
lainnya. Kaki sebelah kiri P2 mengalami atrofi disebabkan
karena RA yang dideritanya sudah sangat kronis. P3 terlihat
sehat. Ia juga masih beraktivitas di ladang. Namun ketika
RA yang ia derita kambuh, ia terlihat kesakitan dan
menghentikan aktivitasnya hingga nyeri RA menghilang.
Seperti P1 dan P2, P4 juga selalu dirumah. Ia hanya
melakukan pekerjaan yang ringan-ringan saja sebab ketika
RA yang ia derita kambuh, ia tidak dapat beraktivitas
dengan baik. P5 memiliki kesamaan dengan P3 yaitu masih
aktif bekerja di ladang meskipun menderita RA.
Partisipan dalam penelitian ini didapat dari hasil
diskusi yang dilakukan oleh peneliti dengan informan key.
Informan key merupakan seorang warga yang menjadi
pemandu bagi peneliti dalam mencari partisipan yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Semua partisipan bersedia menjadi subyek penelitian.
4.3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian berupa hasil analisa tema yang
mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam semi
terstruktur dan catatan lapangan yang peneliti susun
berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang persepsi
lansia mengenai faktor-faktor penyebab Rheumatoid
Arthritis (RA).
Dari penelitian ini didapat 4 tema utama dan sub
tema yang menjawab tujuan khusus terkait dengan
persepsi lansia mengenai faktor-faktor penyebab RA.
Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
persepsi lansia terhadap faktor-faktor penyebab RA,
sehingga melangkah dari tujuan umum tersebut diawali
tujuan khusus yang pertama, peneliti ingin memperoleh
gambaran persepsi lansia mengenai pengertian RA. Tujuan
khusus kedua yaitu mengidentifikasi persepsi lansia
mengenai faktor-faktor penyebab RA. Tujuan khusus ketiga
yaitu mengidentifikasi persepsi lansia mengenai cara
menangani RA.
Tujuan khusus 1: memperoleh gambaran persepsi
lansia mengenai pengertian RA.
Pada penelitian ini, peneliti memperoleh adanya
gambaran persepsi lansia mengenai pengertian RA yang
disampaikan oleh partisipan. Semua ungkapan yang
disampaikan oleh partisipan dipengaruhi oleh pengetahuan
masing-masing mengenai pengertian dan gejala RA.
Tujuan khusus 2: mengidentifikasi persepsi lansia
mengenai faktor-faktor penyebab RA.
Meskipun penyebab RA belum dapat dipastikan,
namun peneliti ingin mengetahui untuk kemudian
mengidentifikasi persepsi lansia mengenai faktor-faktor
penyebab RA. Partisipan memberikan berbagai ungkapan
mengenai faktor-faktor penyebab RA berdasarkan apa
yang telah mereka ketahui.
Tujuan khusus 3: mengidentifikasi persepsi lansia
mengenai cara menangani RA
Setiap partisipan memiliki cara tersendiri untuk
menangani kekambuhan RA. Berbagai cara
penanggulangan diungkapkan oleh partisipan. Kemudian
peneliti mengelompokkan pernyataan para partisipan untuk
dianalisa.
Dibawah ini adalah skema yang menunjukkan
temuan sub tema untuk tujuan khusus 1, 2, dan 3 dari hasil
penelitian.
Skema 4.1 Tema 1 Pemahaman Lansia Terhadap RA
Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema
Penyakit nyeri di kaki
Gejala RA
Pengertian RA
Kekurangan cairan pada
sendi
Usia
Sayuran
Nyeri, panas dan kaku
Penyebab
RA
Pengetahuan lansia
terhadap RA
Persepsi lansia
tentang pengertian dan gejala
RA
Persepsi lansia tentang penyebab RA
Udara dingin
Jalan-jalan dan senam
lansia
Jaga asupan makanan dan
hati-hati dalam bekerja
Jalan-jalan
Persepsi lansia
tentang cara penanggu
langan RA
Cara penanggu
langan RA
Harus sering bergerak
Jalan-jalan di pagi hari
Sub Tema 1.1 Pengetahuan lansia tentang pengertian dan
gejala RA
Semua partisipan dalam penelitian ini merupakan petani
sayur. Namun, saat ini hanya 2 dari 5 partisipan yang masih
menjadi petani aktif. Dalam penelitian ini peneliti menemukan
adanya pengetahuan yang cukup baik dari partisipan tentang
pengertian dan gejala RA berdasarkan pengertian secara teoritis.
Hal tersebut terlihat dari jawaban partisipan yang mendekati teori.
Jawaban tersebut terungkap dari salah satu partisipan.
“nak rematik niku jarene balung’e kroso kemeng ngoten.” (P3) (kalo rematik itu katanya tulangnya terasa nyeri sekali gitu) “Rematik kuwi yo penyakit ning kai sing rasane panas ngono..” (P5) (Rematik itu ya penyakit di kaki yang rasanya panas begitu) “…sendine niku kroso cekit-cekit terus panas.” (P3) (..sendinya terasa cekit-cekit terus panas)
“ kemeng-kemeng terus kaku.” (P4)
Ungkapan diatas menunjukkan bahwa partisipan memliki
pengetahuan yang cukup baik untuk menggambarkan pengertian
dan gejala RA. Hal tersebut dapat dinilai dari kemampuan
partisipan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dengan
benar.
Sub Tema 1.2 Pengetahuan lansia tentang penyebab RA
Penyebab pasti dari RA memang masih belum dapat
dipastikan. Namun, peneliti ingin memperoleh persepsi partisipan
sendiri mengenai penyebab RA. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa partisipan memiliki persepsi yang baik tentang penyebab
RA. Hal tersebut terlihat dari ungkapan partisipan berikut ini.
”Nggih mergo wis tuwo kuwi.” (P2) (penyebabnya ya karena sudah tua) “Niku kan penyakit balung. Nggih mergane balunge eneng sing salah. Balung’e niku kados kekurangan cairan ngoten teng dengkul.” (P3)
(sebabnya karena tulangnya itu seperti kekurangan cairan gitu di dengkulnya(lutut))
Dari 5 partisipan, 2 orang mengatakan bahwa RA disebabkan
karena udara dingin. Hal tersebut terungkap berikut ini.
“..Yo mergo anyep kuw..” (P4) (kalau menurut saya itu karena udara dingin)
“ Yo teges’e ki kulo mboten ngertos. Paling nggih seko anyep kuwi mbak..” (P5)
(Iya pastinya saya tidak tahu. Tapi ya mungkin karena udara dingin mbak).
Sub Tema 1.3 Pengetahuan lansia tentang cara
penanggulangan RA
Partisipan memberikan jawaban yang relatif sama antara satu
dengan yang lain mengenai cara penanggulangan RA, yaitu
dengan cara banyak bergerak. Menurut partisipan, cara tersebut
dapat mengurangi resiko terkena RA atau kekambuhan RA. Berikut
adalah ungkapan partisipan.
“..Ya jalan-jalan gitu. Terus kan aku ikut PWRI, disitu juga diajari senam lansia gitu. Kalo aku sendiri setiap pagi jalan-jalan, kira-kira habis subuh.” (P1)
“sak ngertine kulo nggih kudu sering gerak. Tapi nak kulo kiyambak niki ajeng gerak mawon kangelan. Nggih pripun meleh.” (P2) (ya setau saya itu harus sering bergerak. Tapi kalo saya sendiri gerak saja susah. Ya mau bagaimana lagi).
Selain banyak bergerak, salah seorang partisipan mengungkapkan
bahwa cara penanggulangan RA yaitu dengan cara lain, seperti
ungkapan partisipan berikut ini.
“Piye yo, yo koyone seko maem kuwi kudu dijogo. Terus nak kerjo ngati-ati. Ora usah ngoyo ngono.” (P3) (Ya bagaimana ya, sepertinya dari makanan itu harus dijaga. Terus kalau bekerja itu harus berhati-hati. Tidak usah terlalu ngoyo begitu).
Dalam penelitian ini, peneliti juga mendalami bagaimana akibat
timbulnya RA terhadap aktivitas sehari-hari. Skema temuan sub
tema terlihat pada skema 4.2 dibawah ini.
Skema 4.2 Tema 2 RA sebagai stressor
Kata kunci Kategori Sub Tema Tema
Sub Tema 2 RA menghambat aktivitas dalam kehidupan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa RA yang diderita oleh
partisipan menghambat aktivitas kehidupan sehari-hari mereka. Hal
ini terlihat pada ungkapan partisipan berikut ini.
“..nggak ada kerjaan, padahal dulu itu sebelum sakit aku bisa nyari rumput 2-3 kali sehari. Ya rugi sekali gitu.” (P1)
“Kulo nggih mboten saget lungo teng ngalas. Lha wong mlaku saking nggriyo teng mesjid niku kulo kudu leren ngasi ping 3. Padahal mesjid’e teng ngajeng omah. Menawi ajeng teng ngalas kulo kudu di terke nggo honda. Sok-sok nak nembe mlaku niku kulo dawah terus di tulungi kalih uwong-uwong.” (P2) (Ya saya nggak bisa ke ngalas. Lha wong kalau jalan dari rumah ke masjid aja saya harus istirahat sampai 3 kali. Padahal masjidnya cuma di seberang rumah. Kalau mau ke ngalas ya saya harus diantar pakai motor. Kadang-kadang kalau sedang jalan saya itu roboh lalu ditolong sama orang-orang).
Tidak bekerja
RA sebagai stressor
RA menghambat
aktivitas dalam
kehidupan
Aktivitas terganggu
Aktivitas sehari-hari
sulit
Sulit untuk bepergian
“Jarang nak kulo niku. Saiki paling yo nang omah momong putu wae. Lha wong mlaku wae kangelan kok.” (P4) (sekarang paling ya saya di rumah. Momong cucu saja. Jalan saja saya kesulitan kok).
Dua dari 5 partisipan mengatakan aktivitas mereka tidak terganggu
dengan RA yang mereka derita. Berikut petikan wawancaranya.
“kulo niku bendino ning ngalas. Kabeh aku sing ngerja’ke. Lha wong nak nang omah ora ono kerjaan. Nak ning ngalas kan eneng kerjaan ngono.” (P3) (Saya setiap hari ke ladang. Semua pekerjaan di ladang saya sendiri yang mengerjakan. Lha wong kalau dirumah itu tidak ada kerjaan. Kalau diladang kan ada kesibukan gitu) “Tasih mbak. Nak ora nong ngalas ya aku ora eneng kerjaan. Nak nang omah terus yo bosen mbak..” (P5) (Masih. Kalau tidak ke ladang ya saya tidak ada kerjaan. Kalau di rumah terus ya bosan mbak). Hasil penelitian juga menunjukkan temuan tentang alternatif
menghadapi kekambuhan RA. Selengkapnya temuan tema dapat
dilihat pada skema 4.3 berikut ini.
Skema 4.3 Tema 3 Manajemen nyeri pada RA
Kata kunci Kategori Sub Tema Tema
Sub Tema 3 Alternatif menghadapi kekambuhan RA
Menurut penuturan partisipan, ada beberapa cara yang
dilakukan untuk menghadapi kekambuhan RA. Masing-masing
partisipan memiliki cara tersendiri untuk meminimalisasi rasa nyeri
akibat kekambuhan RA. Berikut petikan wawancara dengan
partisipan.
“..ya paling kalau kumatnya pas aku lagi selonjor, tak biarkan sambil tak pijit pelan-pelan. Tapi kalau ada waktu ya tak periksakan ke dokter.” (P1)
“Nggih kulo ombeni obat saking dokter mawon..”. (P2) (ya saya cuma minum obat dari dokter aja) “Nggih kulo pijeti kiyambak. Sok-sok kulo ngombe pil kita yo langsung mari.” (P3) (ya saya pijat sendiri. Kadang-kadang saya kasih minum pil kita. Ya langsung sembuh tu).
Dipijit
Cara mengatasi kekambuh
an RA
Dipijat sendiri
Alternatif menghadapi kekambuhan
RA
Minum obat dokter
Manajemen nyeri pada
RA
Diolesi minyak
kayu putih
“Yo gur tak ke’I minyak putih. Mengko yo mari dewe.” (P5) (hanya saya kasih minyak kayu putih saja. Nanti ya sembuh sendiri). Dibawah ini adalah skema hasil temuan berdasarkan
penelitian terhadap kekambuhan RA.
Skema 4.4 Tema 4 Episode kekambuhan RA
Kata kunci Kategori Sub Tema Tema
Sub Tema 4 Intensitas kekambuhan RA
RA yang diderita oleh partisipan memiliki waktu-waktu
kekambuhan yang tidak menentu. Hal ini tentu saja memberikan
sensasi ketidaknyamanan bagi partisipan. Berikut ungkapan
partisipan.
“..nggak mesti sih. Kadang habis sholat subuh itu kumat. Kadang itu ya pas sholat ashar tadi. Kalo sudah kumat, aku nggak bisa ngapa-ngapain. Lha wong terasa kaku sekali. Lama sekali sembuhnya. Mau ditekuk aja nggak bisa.” (P1)
Episode kekambuh
an RA
Intensitas kekambuhan
RA
Waktu kekambuhan
RA
Saat kedinginan
dan kelelahan
Setiap hari
Tidak tentu
“Nak kumate niku nggih bendino. Nak mpun kumat niku rasane puanas. Pokok’e mboten wonten wektu-wektu’ne. sak bendino ngoten. Lha wong kados ngeten mawon mpun kroso kemeng. Tapi nggih kulo neng’ke mawon.” (P2) (Kalo kumatnya itu ya setiap hari. Kalo sudah kumat rasanya panas sekali. Pokoknya nggak ada waktu-waktu tertentunya. Lha wong seperti ini saja sudah terasa nyeri-nyeri. Tapi ya tidak saya rasakan)
“ Yo yen kademen opo kekeselen. Nak wis kumat ki suwe marine. Tangan iki rasane ora iso obah. Nak wis lungguh, ngadek’ke kangelan.” (P5) (kalau kedinginan dan kecapekan itu. Kalau sudah kumat itu lama sembuhnya. Tangan ini rasanya kaku tidak bisa digerakkan. Kalau sudah duduk, berdirinya itu lututnya terasa nyeri).
4.4. Pembahasan
4.4.1. Pengetahuan lansia terhadap RA
Pengetahuan lansia terhadap RA di pengaruhi oleh
persepsi kelima partisipan terhadap pengertian dan
gejala, penyebab, serta penanggulangan terhadap RA.
Pada persepsi tentang pengertian dan gejala RA, P1,
P2, P3 dan P4 mengatakan bahwa RA adalah penyakit
nyeri-nyeri di kaki. Sedangkan P5 mengatakan bahwa
RA adalah penyakit di kaki yang rasanya panas.
Menurut Hadikusumo (1996) rematik adalah nyeri sendi.
Lebih lanjut Hadikusumo menuturkan bahwa penyakit
yang menyerang sendi melalui proses peradangan dan
inilah yang disebut arthritis. Peradangan sendiri memiliki
beberapa tahapan yaitu kalor, rubor, dolor, dan functio
laesa. Pernyataan Hadikusumo sesuai dengan jawaban
yang diberikan oleh partisipan. Kemudian perihal gejala
RA; P1, P2, P3 dan P4 menjawab bahwa gejala RA
adalah tulang atau sendi terasa nyeri dan panas.
Sementara P5 menjawab bahwa gejala RA adalah
terasa nyeri dan kaku. Namun gejala klinis tersebut tidak
muncul secara bersamaan dan bervariasi pada setiap
orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiawan
(2008) yang menyebutkan bahwa ada beberapa
gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang
dengan RA. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis sangat bervariasi.
Sedangkan mengenai gejala yang telah disebutkan
oleh partisipan, semuanya mendekati gejala yang telah
disebutkan oleh Setiawan walaupun tidak semua gejala
dialami oleh partisipan. Dalam bukunya yang berjudul
Herbal untuk Pengobatan Rematik (2008), Setiawan
menyebutkan bahwa gejala RA di antaranya gejala-
gejala konstitusional, poliartritis simetris terutama pada
sendi perifer, sendi tidak dapat digerakkan, dan
kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam. Semua
gejala ini tidak dirasakan pada setiap partisipan. Setiap
partisipan memiliki gejala yang berbeda-beda. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Otter, et all (2009)
pasien dengan RA sering menunjukkan gejala nyeri
pada kaki dan kebanyakan terjadi pada wanita. Otter, et
all juga menambahkan gejala tambahan seperti
kekakuan, pembengkakan dan mati rasa.
Kemudian mengenai penyebab RA, partisipan juga
memiliki jawaban yang berbeda. P1 mengatakan bahwa
penyebab RA adalah sayuran. Ia menjelaskan bahwa
sebelum terkena RA, ia juga sering makan sayur-
sayuran seperti kol. Tetapi setelah menderita RA,
keadaannya semakin parah. Selain itu, menurut P1
penyebab RA adalah karena usia lanjut. Sementara P2
mengatakan bahwa penyebab RA adalah karena usia
yang sudah lanjut. P3 menjelaskan bahwa penyebab
terjadinya RA adalah berkurangnya cairan pada sendi.
P4 mengatakan RA disebabkan karena udara dingin dan
karena sudah tua. P4 berpendapat seperti itu karena
ketika muda P4 sering mandi terlalu pagi untuk
beraktivitas di ladang. P5 juga memiliki pendapat yang
sama dengan P4 yaitu penyebab RA adalah karena
udara dingin. Menurut Suratun, Heryati, Manurung &
Raenah (2008) penyebab penyakit Rheumatoid Arthritis
belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-
antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus. Pendapat
lain dari Handrawan (2010) menyebutkan bahwa
Penyebabnya karena dalam darah ada kelainan
otoimun. Tubuh membuat zat anti untuk merusak tubuh
sendiri. Bisa merusak bagian tubuh mana saja. Pada
RA, zat anti yang diproduksi tubuh merusak bagian
sendi. P1, P2, dan P4 mengatakan bahwa RA
disebabkan karena usia. Pernyataan mereka sesuai
dengan Potter & Perry (2005) yang menyebutkan bahwa
dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun
untuk bakteri, virus, dan jamur melemah. Artinya
semakin menua, pertahanan fisik manusia semakin
melemah. Hal tersebut menyebabkan mereka mudah
terserang penyakit. Sementara pernyataan P1 yang lain
menyebutkan bahwa RA disebabkan karena sayuran,
seperti yang telah diketahui, RA dapat berawal dari
kelebihan asam urat. Kadar rata-rata asam urat di dalam
darah dan serum tergantung usia dan jenis kelamin.
Asam urat tergolong normal apabila pria dibawah 7
mg/dl dan wanita dibawah 6 mg/dl (Misnadiarly, 2007).
Orang yang menderita kelebihan asam urat dianjurkan
untuk lebih dapat mengontrol makanan yang masuk ke
dalam tubuh agar asam uratnya tidak meningkat.
Sementara pernyataan P3 yang menyatakan bahwa RA
disebabkan karena berkurangnya cairan pada sendi juga
dapat dihubungkan dengan teori di atas. Ketika beranjak
tua, manusia mengalami serangkaian perubahan pada
anggota geraknya, salah satunya adalah cairan pada
sendi. P5 mengatakan RA disebabkan karena udara
dingin. Lansia yang sudah terkena RA sendinya akan
terasa kaku dan berinteraksi dengan udara dingin atau
air dingin akan membuat sendi terasa ngilu. Oleh sebab
itu, penderita RA disarankan untuk menggunakan air
hangat untuk kebutuhan mandinya.
Untuk penanggulangan RA, partisipan memiliki
jawaban yang berbeda. P1, P2, P4 dan P5 mengatakan
bahwa untuk menanggulangi RA sebaiknya dibiasakan
jalan-jalan atau sering bergerak, seperti jalan-jalan di
pagi hari dengan tidak memakai alas kaki. Sedangkan
P3 mengatakan bahwa untuk menanggulangi RA yaitu
dengan cara menjaga pola makan dan berhati-hati
dalam bekerja. Menurut Purwoastuti (2009) olahraga
ringan seperti jalan kaki ternyata bermanfaat bagi para
penderita rematik karena asam urat. Jalan kaki ini dapat
membakar kalori, memperkuat otot, dan membangun
tulang yang kuat tanpa mengganggu persendian yang
sakit. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat P1, P2,
P4, dan P5. Hal itulah yang juga sering dilakukan oleh
partisipan tersebut setiap harinya. Selain itu Purwoastuti
juga mengatakan bahwa menjaga berat badan ideal
merupakan salah satu langkah bijaksana untuk
mengurangi nyeri di sendi lutut. Setiap kelebihan berat
badan akan membebani sendi lutut serta panggul dan
menambah rasa nyeri karena rematik. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pernyataan P3. Menjaga pola
makan yang sehat akan membuat tubuh mendapatkan
berat badan yang ideal sehingga resiko obesitas atau
kelebihan berat badan yang semakin memperparah
rematik dapat diminimalisasi.
4.4.2. RA sebagai stressor
Rheumatoid Arthritis (RA) diketahui sebagai stessor
berdasarkan jawaban yang diberikan oleh partisipan. P1
mengatakan bahwa sejak terkena RA ia tidak bisa lagi
beraktivitas di ladang. P1 juga merasa rugi dengan
keadaannya yang sekarang. Padahal sebelum terkena
RA, ia bisa mencari rumput 2 sampai 3 kali sehari. P2
dan P4 juga merasakan hal yang sama dengan P1.
Mereka tidak bisa bepergian terlalu jauh atau
beraktivitas terlalu berat disebabkan karena RA yang
mereka derita. Hal ini menyebabkan aktivitas mereka
terganggu dan kualitas hidup mereka pun menurun. Hal
tersebut mendorong terjadinya stress pada beberapa
partisipan. Menurut Maramis (1999 dalam Psikologi
Untuk Keperawatan) penyebab stress psikologis
diantaranya frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik
(cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang
dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran,
perselingkuhan, dan lain-lain). Dari pernyataan tersebut
terllihat bahwa pengangguran dan cacat badan
merupakan salah satu pemicu stress bagi manusia.
Akibat dari RA yang mereka derita, mereka tidak dapat
bekerja. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari,
mereka mengandalkan bantuan dari anak-anak mereka.
Sementara P3 dan P5 masih tetap mengerjakan
aktivitas mereka sehari-hari. Walaupun terkadang RA
yang mereka derita dapat kambuh kapan saja. Namun
mereka masih dapat mengatasinya dengan cara mereka
sendiri. Ini menunjukkan bahwa mereka masih dapat
mengatasi stressor yang disebabkan oleh RA. Lebih
lanjut P3 dan P5 mengatakan bahwa jika tidak tetap
bekerja di ladang, maka mereka tidak memiliki kegiatan
lain yang dilakukan untuk mengisi waktu.
4.4.3. Manajemen nyeri pada RA
RA yang diderita oleh partisipan selalu kambuh di waktu-
waktu yang tidak dapat diprediksi. Oleh karenanya
peneliti menggali cara menanggulangi nyeri pada RA. P1
mengatakan bahwa jika RA yang dideritanya kambuh ia
akan meluruskan lokasi yang nyeri sembari memijitnya.
P2 mengatakan ia meminum obat yang diberikan oleh
dokter ketika RA yang ia derita kambuh. P3 mengatakan
ia memijit lokasi yang nyeri dan atau meminum obat
pegal-pegal yang dibeli dari warung. P4 juga memiliki
jawaban yang sama dengan P1, P2, P3, dan P4.
Sementara P5 mengatakan bahwa jika RA yang
dideritanya kambuh maka ia akan mengolesinya dengan
minyak kayu putih di area yang terasa nyeri. Tentu saja
nyeri yang mereka derita sangat mengganggu aktivitas
mereka. Menurut Potter and Perry (2005), sekali klien
yang berusia lanjut menderita nyeri, maka ia dapat
mengalami gangguan status fungsi yang serius.
Mobilisasi, aktivitas perawatan diri, sosialisasi di
lingkungan luar rumah, dan toleransi aktivitas dapat
mengalami penurunan. Lebih lanjut Potter dan Perry
mengatakan bahwa kemampuan individu bekerja secara
serius terancam oleh nyeri. Semakin banyak aktivitas
fisik yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, maka
semakin besar juga risiko ketidaknyamanan yang
dirasakan apabila nyeri disebabkan oleh perubahan
pada muskuloskeletal dan pada bagian tertentu. Dari
penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa lansia sangat
rentan terhadap nyeri. Nyeri yang diderita oleh lansia
dapat mengakibatkan beberapa hal penting dalam aspek
kehidupan mengalami penurunan diantaranya
produktivitas kerja yang tidak dapat dilakukan dengan
baik. Zautra, et all (2007) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa pasien RA dengan pengalaman
nyeri kronik, lebih rentan terhadap stress yang
berhubungan dengan peningkatan nyeri.
Selain itu, dukungan keluarga juga dapat
mempengaruhi respon nyeri. Hal inilah yang
diungkapkan oleh Muttaqin (2008) yang menyatakan
bahwa faktor lain yang bermakna mempengaruhi
respons nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat dan
bagaimana sikap mereka terhadap klien. klien yang
mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun klien
tetap merasakan nyeri, tetapi kehadiran orang yang
dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan
ketakutan. Hal inilah yang dirasakan oleh P4. Akibat RA
yang dideritanya, ia tidak dapat lagi beraktivitas layaknya
orang lain karena seringnya merasakan nyeri pada
persendiannya. Namun ia dapat mengalihkan rasa nyeri
yang dirasakannya dengan menemani cucunya bermain.
4.4.4. Episode kekambuhan RA
RA yang diderita oleh partisipan sering kambuh pada
waktu-waktu tertentu. Bahkan P2 selalu merasakan nyeri
setiap saat meskipun ia tidak melakukan pekerjaan yang
berat. Sementara P1 mengatakan bahwa rematik yang
ia derita kambuh pada waktu-waktu yang tidak
diprediksi. Ia sering mengalami nyeri pada pagi hari dan
pada sore hari. Jika udara mulai terasa dingin,
rematiknya juga dapat mengalami kekambuhan. P3
mengatakan bahwa rematik yang ia derita akan kambuh
ketika ia kelelahan setelah bekerja di ladang. Sedangkan
P4 mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh
P1. Rematiknya kambuh pada saat-saat yang tidak bisa
ditentukan dan jika udara terasa dingin maka
persendiannya akan terasa nyeri. P5 mengatakan
rematiknya akan kambuh pada saat ia kecapekan dan
pada saat udara terasa dingin. Menurut Anies (2006)
sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan
menjadi kaku, terutama pada saat bangun tidur atau
setelah lama tidak melakukan aktivitas.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
rematik yang diderita oleh partisipan biasanya kambuh
pada pagi hari atau setelah lama tidak beraktivitas. Hal
ini dapat terjadi karena saat tidur atau tidak beraktivitas,
otot tubuh juga beristirahat atau tidak bekerja. Sehingga
ketika bangun tidur atau saat memulai aktivitas,
persendian terasa nyeri. Sebagian partisipan
mengatakan RA yang mereka derita kambuh pada saat
udara dingin. Udara yang dingin akan menyebabkan
sendi menjadi kaku. Terlebih jika sendi mengalami
peradangan. Partisipan tinggal di kaki gunung yang
udaranya dingin. Terlebih ketika pagi dan sore hari. Oleh
sebab itu, rematik yang mereka derita lebih sering
kambuh pada saat bangun tidur. Selain itu, kekambuhan
RA juga sering terjadi pada sore hari dimana setelah
mereka tidak melakukan pekerjaan yang berat.
4.5. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian terhadap 5 partisipan, peneliti
mengalami beberapa keterbatasan yaitu:
1. Partisipan adalah para lansia yang tidak dapat
berbahasa Indonesia dengan lancar sehingga peneliti
perlu meminta bantuan kepada informan key dalam
berinteraksi dengan partisipan.
2. Hampir tidak adanya penelitian sejenis membuat
peneliti kesulitan untuk membandingkan dengan
penelitian sebelumnya.