26
1 HASIL PENILAIAN KINERJA KABUPATEN/KOTA DALAM PELAKSANAAN AKSI KONVERGENSI PENCEGAHAN STUNTING TERINTEGRASI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2021 I. Pelaksanaan Penilaian Kinerja 1. Penilaian Kinerja Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Aksi Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting Terintegrasi di Jawa Tengah tahun 2021 telah diselenggarakan pada hari Jumat – Sabtu tanggal 28 s/d 29 Mei 2021 secara daring dan luring dengan diikuti oleh 35 Pemerintah Kabupaten/Kota. 2. Penilaian kinerja bertujuan untuk mengukur dan memastikan akuntabilitas kinerja, mengevaluasi kinerja, mengapresiasi kinerja serta memberi umpan balik kepada Pemerintah Kabupaten/kota dalam pelaksanaan aksi konvergensi pencegahan stunting. 3. Tahapan penilaian kinerja meliputi: a) Review oleh Tim Teknis terhadap dokumen data dukung pelaksanaan aksi konvergensi yang telah diunggah pada web monitoring Ditjen Bina Bangda Kemendagri https://aksi.bangda.kemendagri.go.id; b) Penilaian oleh Tim Panelis Provinsi terhadap presentasi kinerja aksi konvergensi pencegahan stunting terintegrasi dari 35 kabupaten/kota. II. Lingkup Penilaian Kinerja Penilaian kinerja Tahun 2021 didasarkan pada pelaksanaan Aksi 5 hingga Aksi 8 yang dilaksanakan Tahun 2020 sebagai berikut. Aksi 5: Pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM) pada upaya pemberdayaan masyarakat oleh KPM untuk memastikan terjadinya konvergensi penurunan stunting di desa/kelurahan. Aksi 6: Sistem Manajemen Data – pada upaya pengembangan sistem data stunting di daerah. Aksi 7: Pengukuran dan Publikasi data Stunting – pada upaya analisis data dan permasalahan stunting untuk publikasi membangun komunikasi perubahan perilaku.

HASIL PENILAIAN KINERJA KABUPATEN/KOTA

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

HASIL PENILAIAN KINERJA KABUPATEN/KOTA

DALAM PELAKSANAAN AKSI KONVERGENSI PENCEGAHAN STUNTING

TERINTEGRASI DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2021

I. Pelaksanaan Penilaian Kinerja

1. Penilaian Kinerja Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Aksi Konvergensi Percepatan

Pencegahan Stunting Terintegrasi di Jawa Tengah tahun 2021 telah

diselenggarakan pada hari Jumat – Sabtu tanggal 28 s/d 29 Mei 2021 secara

daring dan luring dengan diikuti oleh 35 Pemerintah Kabupaten/Kota.

2. Penilaian kinerja bertujuan untuk mengukur dan memastikan akuntabilitas kinerja,

mengevaluasi kinerja, mengapresiasi kinerja serta memberi umpan balik kepada

Pemerintah Kabupaten/kota dalam pelaksanaan aksi konvergensi pencegahan

stunting.

3. Tahapan penilaian kinerja meliputi:

a) Review oleh Tim Teknis terhadap dokumen data dukung pelaksanaan aksi

konvergensi yang telah diunggah pada web monitoring Ditjen Bina Bangda

Kemendagri https://aksi.bangda.kemendagri.go.id;

b) Penilaian oleh Tim Panelis Provinsi terhadap presentasi kinerja aksi

konvergensi pencegahan stunting terintegrasi dari 35 kabupaten/kota.

II. Lingkup Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja Tahun 2021 didasarkan pada pelaksanaan Aksi 5

hingga Aksi 8 yang dilaksanakan Tahun 2020 sebagai berikut.

Aksi 5: Pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM) – pada upaya

pemberdayaan masyarakat oleh KPM untuk memastikan terjadinya

konvergensi penurunan stunting di desa/kelurahan.

Aksi 6: Sistem Manajemen Data – pada upaya pengembangan sistem data

stunting di daerah.

Aksi 7: Pengukuran dan Publikasi data Stunting – pada upaya analisis data dan

permasalahan stunting untuk publikasi membangun komunikasi perubahan

perilaku.

2

Aksi 8: Review Kinerja Tahunan – pada upaya evaluasi dukungan penganggaran

daerah dan tindak lanjut atas rekomendasi hasil penilaian kinerja Tahun

2020.

Penilaian kinerja Tahun 2021 dilaksanakan bagi Kabupaten/Kota sebagai

berikut.

1. Dua belas kabupaten lokus prioritas nasional yang ditetapkan Tahun 2018/2019,

meliputi: Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo,

Klaten, Blora, Grobogan, Demak, Pekalongan, Pemalang, dan Brebes.

2. Empat kabupaten lokus prioritas nasional yang ditetapkan tahun 2020, meliputi:

Kabupaten Pati, Jepara, Magelang dan Sragen.

3. Lima belas kabupaten/kota lokus perintis yang ditetapkan sebagai prioritas

nasional Tahun 2021, meliputi: Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar,

Boyolali, Purworejo, Temanggung, Banjarnegara, Semarang, Kudus, Rembang,

Kendal, Batang, Tegal, serta Kota Surakarta dan Kota Semarang;

4. Empat kota lokus perintis yang akan ditetapkan sebagai prioritas nasional Tahun

2022: Kota Magelang, Pekalongan, Tegal, dan Salatiga.

III. REVIEW AKSI

1. Aksi 5 - Pembinaan KPM

a. Temuan

(1) Pembinaan KPM belum menggambarkan secara nyata upaya

pemberdayaan masyarakat untuk mengakses intervensi gizi spesifik dan

gizi sensitif.

(2) Penguatan peran KPM hanya digambarkan dalam bentuk dukungan

anggaran (honor dan operasional), sehingga konvergensi pencegahan

stunting terintegrasi yang seharusnya terjadi di desa lokus belum

terdiskripsikan (terukur) secara jelas.

(3) Kabupaten/kota telah membentuk dan memberdayakan KPM di

desa/kelurahan yang diatur dalam Peraturan Bupati/Peraturan Walikota.

Namun demikian, keterlibatan KPM lebih banyak nampak pada lokus desa

dibandingkan keterlibatan KPM pada lokus kelurahan.

(4) Dukungan pengalokasian Dana Desa dalam penurunan stunting, bahkan

beberapa kabupaten telah mengeluarkan Surat Edaran Bupati tentang

3

proporsi prioritas penggunaan dana desa untuk kesehatan sebesar 4%

dan pendidikan sebesar 4%.

(5) Desa memanfaatkan FKD untuk proses pelaksanaan rembug stunting;

(6) Konvergensi di tingkat desa masih digambarkan sebatas rembug stunting.

b. Tantangan:

(1) Kompetensi KPM belum sesuai dengan beban tugas dalam mendukung

dan memfasilitasi konvergensi program/kegiatan di desa/kelurahan.

(2) Kapasitas KPM masih menjadi permasalahan dalam upaya pemberdayaan

masyarakat.

(3) Belum semua KPM dapat mendukung implementasi pelaksanaan aksi

konvergensi didesa lokus.

(4) Komitmen dana desa untuk penurunan stunting sebagian besar masih

digunakan untuk PMT sehingga dinilai belum konvergen.

(5) Hasil rembug stunting tidak seutuhnya menjadi pembahasan dirembug

stunting kabupaten/kota.

c. Rekomendasi

(1) Perlunya peningkatan peran KPM untuk melakukan KIE kepada

masyarakat.

(2) Perlunya komitmen desa untuk perwujudan konvergensi stunting berupa

antara lain: dukungan anggaran, upaya pencegahan stunting menjadi

salah satu pembahasan program kegiatan dalam dokumen perencanaan

desa (Musrenbangdes), pembentukan Tim Koordinasi pencegahan

stunting yang akan mengawal program kegiatan terintegrasi.

(3) Mengidentifikasi kembali keterlibatan sektor yang terkait dengan

intervensi gizi sensitif.

(4) Keselarasan arah kebijakan, isu strategis, program/kegiatan prioritas

pencegahan stunting terintegrasi RKPDes dengan RKPD.

2. Aksi 6 - Sistem Manajemen Data

a. Temuan

(1) Kabupaten/kota memasang target penurunan prevalensi stunting di

bawah 20% dalam RPJMD dan renstra.

(2) Pendataan melalui e-PPGBM belum dilaksanakan secara optimal dan

belum dijadikan dasar dalam analisis situasi.

(3) Kabupaten/kota telah memiliki aplikasi untuk pendataan dan pelaporan.

4

(4) Belum semua kabupaten/kota melakukan analisis terhadap tren data

stunting sekurang-kurangnya dalam 3 tahun terakhir.

b. Tantangan:

(1) Capaian pendataan dan pelaporan stunting melalui e-PPGBM yang masih

dibawah target (80%) dan kualitas pendataan yang berdampak pada

perencanaan konvergensi untuk intervensi.

(2) Perbaikan manajemen data belum seutuhnya dilihat dari trend capaian

pelaksanaan analisis situasi.

(3) Integrasi aplikasi pendataan dan pelaporan data stunting yang terdapat

di desa, utamanya antara e_PPGBM dan e_HDW.

c. Rekomendasi

(1) Pendataan e-PPGBM diharapkan dapat mencapai 80% dengan dukungan

tenaga entry.

(2) Update data dilakukan setiap bulan tidak hanya pada saat bulan timbang.

(3) Integrasi aplikasi pendataan dan pelaporan.

(4) Pengembangan digitalisasi desa dan satu data terpadu serta penguatan

akses internet.

3. Aksi 7 - Pengukuran Dan Publikasi Data Stunting

a. Temuan

(1) Keterbatasan SDM, sarpras Posyandu dan Puskesmas, misalnya

antopometri belum sesuai standar dan alat ukur tidak dikalibrasi secara

berkala.

(2) Publikasi yang disampaikan masih berwujud “gelar data” namun belum

menggambarkan manajemen perbaikan data.

(3) Data stunting belum digunakan sebagai media advokasi kepada para pihak

untuk mendukung cegah stunting.

(4) Publikasi data stunting di kabupaten/kota sebagian besar memanfaatkan

media sosial dan sebagian kecil menggunakan media cetak dan radio.

b. Tantangan:

(1) Keterbatasan ketersediaan antropometri serta kompetensi petugas (kader)

yang melakukan pengukuran.

(2) Hasil publikasi belum bisa menarik perhatian masyarakat untuk dijadikan

sebagai media perubahan perilaku;

(3) Pandemi Covid-19 menghambat pelayanan penimbangan dan perbaikan

gizi bayi/balita di Posyandu dan puskesmas.

5

c. Rekomendasi

(1) Pemerataan ketersediaan alat ukur/antopomentri di Posyandu dan

Puskesmas disertai penguatan kapasitas kader oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota, dengan menginterpretasikan gizi mengacu Permenkes

Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropomentri.

(2) Perluasan cakupan pencatatan, penimbangan dan pelaporan baduta/balita,

melalui E-PPGBM setiap satu bulan sekali.

(3) Publikasi data stunting dikemas dengan pesan yang mudah dipahami oleh

masyarakat awam serta memanfaatkan media yang dapat menjangkau

kalangan yang dituju, terutama kelompok ibu dan remaja putri dengan

memerankan lembaga masyarakat, seperti: FKD, TP-PKK, Dawis, kelompok

pengajian/kebaktian.

(4) Perlu adanya feedback/evaluasi perubahan perilaku di masyarakat tentang

stunting.

(5) Adaptasi dan inovasi layanan kesehatan ibu dan anak di masa pandemic,

mengacu pada Surat Kemenkes Nomor GM.02.03/2/4287/2021 Tanggal 27

Juli 2021 Tentang Pemberitahuan Mengenai Bulan Penimbangan dan

Pemberian Kapsul Vitamin A.

4. Aksi 8 - Review Kinerja Tahunan

a. Temuan

(1) Pandemi Covid-19 mempengaruhi jumlah kedatangan balita di Posyandu.

(2) Ada peningkatan perhatian dan intervensi OPD lintas sektor di

kabupaten/kota dalam pencegahan stunting.

(3) Kabupaten/kota telah melakukan review dan menindaklanjuti rekomendasi

Pemerintah Provinsi dalam penilaian kinerja tahun sebelumnya;

(4) Kabupaten/kota telah menunjukkan komitmen untuk mengalokasikan

anggaran dalam rangka penurunan stunting;

(5) Beberapa kabupaten/kota telah mampu menemukenali permasalahan

berdasarkan hasil review.

(6) Ada keterlibatan non state actor (organisasi masyarakat dan swasta)

dalam mendukung percepatan pencegahan stunting

b. Tantangan

(1) Pemahaman kabupaten/kota dalam menggunakan hasil review untuk

menemukenali permasalahan sebagai isu yang harus dibahas dalam

rembug stunting tahun berikutnya.

6

(2) Pemilihan program/kegiatan prioritas yang secara nyata dapat mencegah

dan mempercepat penurunan stunting.

c. Rekomendasi

(1) Mendorong kerjasama kemitraan dengan dunia usaha dan organisasi

masyarakat termasuk peran kecamatan dan kelurahan dalam mendukung

intervensi pencegahan stunting.

(2) Hasil review menjadi acuan dalam perencanaan program/kegiatan hingga

ke tingkat desa/kelurahan.

IV. Peringkat Kinerja

1. Kabupaten Lokus Prioritas Nasional Tahun 2018/2019 - 2020

Pertingkat Kode Nama Tahun

Prioritas Nilai

1 33.27 KAB. PEMALANG 2018 17,89

2 33.16 KAB. BLORA 2018 17,59

3 33.20 KAB. JEPARA 2020 17,31

4 33.26 KAB. PEKALONGAN 2019 17,14

5 33.18 KAB. PATI 2020 17,12

6 33.14 KAB. SRAGEN 2020 15,78

7 33.21 KAB. DEMAK 2018 14,82

8 33.07 KAB. WONOSOBO 2018 14,72

9 33.29 KAB. BREBES 2018 14,68

10 33.01 KAB. CILACAP 2018 14,51

11 33.02 KAB. BANYUMAS 2018 14,27

12 33.15 KAB. GROBOGAN 2018 14,06

13 33.10 KAB. KLATEN 2018 14,02

14 33.05 KAB. KEBUMEN 2018 13,71

15 33.03 KAB. PURBALINGGA 2018 13,62

16 33.08 KAB. MAGELANG 2020 13,57

(Rincian penilaian terlampir)

7

2. Kabupaten/Kota Prioritas Nasional Tahun 2021 dan Perintis Tahun

2022

Pertingkat Kode

Kab/Kota Nama Kabupaten/Kota

Tahun Prioritas

Nilai

1 33,75 KOTA PEKALONGAN 2022 16,86

2 33.12 KAB. WONOGIRI 2021 15,30

3 33,76 KOTA TEGAL 2022 15,16

4 33,74 KOTA SEMARANG 2021 14,57

5 33.28 KAB. TEGAL 2021 14,43

6 33.04 KAB. BANJARNEGARA 2021 14,24

7 33.13 KAB. KARANGANYAR 2021 13,61

8 33,72 KOTA SURAKARTA 2021 13,29

9 33.25 KAB. BATANG 2021 12,90

10 33.23 KAB. TEMANGGUNG 2021 12,80

11 33.11 KAB. SUKOHARJO 2021 12,78

12 33.09 KAB. BOYOLALI 2021 11,89

13 33.22 KAB. SEMARANG 2021 11,86

14 33.19 KAB. KUDUS 2021 11,47

15 33,73 KOTA SALATIGA 2022 11,27

16 33.24 KAB. KENDAL 2021 9,89

17 33,71 KOTA MAGELANG 2022 9,76

18 33.17 KAB. REMBANG 2021 9,50

19 33.06 KAB. PURWOREJO 2021 7,94

(Rincian penilaian terlampir)

V. REKOMENDASI

1. Dukungan publikasi dan peran sektor non pemerintah (kelompok masyarakat

sipil, akademisi dan profesi, dunia usaha, dunia industri serta media) dalam

intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.

2. Peningkatan kompetensi KPM di desa/kelurahan dalam pemutakhiran data

stunting (pengukuran dan pendataan) serta peningkatan peran KPM dalam

pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pencegahan stunting.

3. Peningkatan kualitas data dan integrasi pelaporan sebagai dasar untuk

melakukan analisis situasi dan perencanaan kegiatan intervensi.

4. Analisis situasi untuk penentuan lokus intervensi perlu mengidentifikasi

permasalahan-permasalahan di luar sektor kesehatan.

8

5. Perencanaan secara konvergen dan pengembangan inovasi dan praktik baik

dalam intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive dengan melibatkan peran lintas

sector, antara lain: Tim RAD PG, TKPKD, dan Tim Koordinasi Penanggulangan

Masalah Gizi.

6. Penguatan komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah

Desa/Kelurahan dalam perencanaan dan pengganggaran kegiatan pencegahan

stunting.

7. Perluasan sasaran intervensi tidak hanya pada 1.000 HPK namun dimulai sejak

remaja dan pasangan siap menikah sebagai upaya memutus mata rantai

stunting.

8. Peningkatan pengetahuan dan peran serta kelompok sasaran dengan

memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana publikasi sekaligus untuk

mendukung strategi kampanye perubahan perilaku.

9. Integrasi program prioritas pusat dan daerah terkait Pembangunan Keluarga

Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan pencegahan

stunting dalam dokumen perencanaan kabupaten dan desa.

1

REVIEW

PELAKSANAAN AKSI KONVERGENSI PENCEGAHAN STUNTING TERINTEGRASI

DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2021

1. KABUPATEN CILACAP

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian dan inovasi pelaksanaan Aksi Integrasi.

2. Praktik baik pelaksanaan konvergensi telah mengarah pada keterlibatan lintas sektor.

3. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

4. Data kualitas layanan rendah telah diidentifikasi dan menjadi agenda kerja bersama.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Peningkatan koordinasi isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan provinsi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

2. KABUPATEN BANYUMAS

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

4. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

4. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

5. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

3. KABUPATEN PURBALINGGA

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Dukungan daerah dan desa cukup memadai terhadap operasional dan peningkatan

kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan koordinasi isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan provinsi.

3. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

2

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

6. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

7. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

4. KABUPATEN KEBUMEN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi cukup memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

7. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

5. KABUPATEN WONOSOBO

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi cukup memadai.

2. Analisis data Aksi Integrasi cukup baik dan menjadi basis perencanaan pembangunan.

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

4. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif dan telah

membangun jejaring kemitraan.

6. Konvergensi penurunan stunting telah mengarah hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

b. Tantangan

1. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

2. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

3. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

6. KABUPATEN KLATEN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

4. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

b. Tantangan

1. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

2. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

3. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

7. KABUPATEN GROBOGAN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

8. KABUPATEN BLORA

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Daerah memiliki inovasi peningkatan kualitas layanan yang telah mengarah pada

keterlibatan lintas sektor.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

9. KABUPATEN DEMAK

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Daerah memiliki inovasi sistem infomasi kendali sasaran ibu hamil dan anak balita.

4

3. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

5. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

b. Tantangan

1. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

2. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

3. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

10. KABUPATEN PEMALANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Daerah mampu mendorong kecamatan dan desa memiliki inovasi peningkatan kualitas

layanan yang mengarah pada implementasi konvergensi penurunan stunting.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

11. KABUPATEN BREBES

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

12. KABUPATEN PEKALONGAN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

5

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

5. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

13. KABUPATEN MAGELANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

4. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Inisiatif dan peran lintas sektor dalam pelaksanaan Aksi Integrasi tepat waktu.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Peningkatan dukungan anggaran dan program/kegiatan prioritas terkait stunting.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

14. KABUPATEN SRAGEN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

6. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

6

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

4. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

15. KABUPATEN PATI

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Daerah mampu mendorong kecamatan dan desa memiliki inovasi peningkatan kualitas

layanan yang mengarah pada implementasi konvergensi penurunan stunting.

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

6. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

7. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

8. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

16. KABUPATEN JEPARA

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Daerah mulai mendorong kecamatan dan desa memiliki inovasi peningkatan kualitas

layanan yang mengarah pada implementasi konvergensi penurunan stunting.

5. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

6. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

8. Konvergensi penurunan stunting telah mengarah hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

7

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

17. KABUPATEN BANJARNEGARA

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

5. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

18. KABUPATEN PURWOREJO

a. Keunggulan/Potensi

1. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

2. Telah terbangun konsolidasi lintas sektor dengan dorongan Dinas Kesehatan.

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi.

2. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

3. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

4. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

6. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

7. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

19. KABUPATEN BOYOLALI

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

4. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

8

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

20. KABUPATEN SUKOHARJO

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

4. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

4. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

21. KABUPATEN WONOGIRI

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

5. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

7. Konvergensi penurunan stunting telah mengarah hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

22. KABUPATEN KARANGANYAR

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

9

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah memadai.

5. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

6. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

2. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

23. KABUPATEN REMBANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

2. Praktik baik pelaksanaan konvergensi telah mengarah pada keterlibatan lintas sektor.

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan pembangunan.

4. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

6. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

7. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

24. KABUPATEN KUDUS

a. Keunggulan/Potensi

1. Praktik baik pelaksanaan konvergensi telah mengarah pada keterlibatan lintas sektor,

terutama dengan adanya kemitraan dengan swasta.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

2. Pelaporan data dokumen Aksi Integrasi belum memadai dan perlu digunakan sebagai

basis perencanaan pembangunan.

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis antar pihak di tingkat kabupaten dan

provinsi.

10

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

25. KABUPATEN SEMARANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

2. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

26. KABUPATEN TEMANGGUNG

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

2. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

3. Pelaporan data dokumen Aksi Integrasi sebagai salah satu basis perencanaan

pembangunan.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

27. KABUPATEN KENDAL

a. Keunggulan/Potensi

1. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

2. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi.

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

4. Terdapat peningkatan dukungan anggaran desa dan daerah.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

11

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

28. KABUPATEN BATANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah mulai

memadai.

5. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

6. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

2. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

4. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan.

29. KABUPATEN TEGAL

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi cukup memadai.

2. Terdapat dukungan daerah dan desa yang memadai terhadap operasional dan

peningkatan kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitive terutama

dengan adanya jaringan kemitraan.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Daerah mulai mendorong kecamatan dan desa memiliki inovasi peningkatan kualitas.

layanan yang mengarah pada implementasi konvergensi penurunan stunting.

6. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

7. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran desa dan daerah.

8. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan

desa/kelurahan terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas

layanan melalui dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

12

4. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

30. KOTA SURAKARTA

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi cukup memadai.

2. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sebagai basis perencanaan pembangunan.

4. Daerah mulai mendorong kecamatan dan kelurahan memiliki inovasi peningkatan

kualitas layanan yang mengarah pada implementasi konvergensi penurunan stunting.

5. Peningkatan signifikan atas dukungan anggaran daerah terkait penanganan stunting.

6. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Terdapat dukungan daerah terhadap operasional dan peningkatan kapasitas Kader

Pembangunan Manusia (KPM).

2. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan

terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas layanan melalui

dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

4. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

5. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

31. KOTA SEMARANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi memadai.

2. Terdapat dukungan daerah yang memadai terhadap operasional dan peningkatan

kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Praktik baik penanganan stunting sangat beragam, menyentuh intervensi sensitif dan

tetap berkelanjutan.

6. Daerah memiliki inovasi peningkatan kualitas layanan yang telah mengarah pada

keterlibatan lintas sektor.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan

terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas layanan melalui

dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Peningkatan dukungan anggaran daerah dan inovasi membangun jejaring kemitraan.

3. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

32. KOTA MAGELANG

a. Keunggulan/Potensi

1. Meskipun belum fokus pada pencegahan stunting, operasional dan peningkatan

kapasitas kader kesehatan kelurahan telah didukung oleh pemda dan didorong untuk

dapat menjalankan fungsi Kader Pembangunan Manusia (KPM).

2. Intensivitas koordinasi terkait isu-isu strategis.

3. Terdapat peningkatan dukungan anggaran daerah untuk penanganan masalah stunting.

13

4. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi.

3. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

6. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

7. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan.

33. KOTA SALATIGA

a. Keunggulan/Potensi

1. Terdapat dukungan daerah yang memadai terhadap operasional dan peningkatan

kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

2. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi.

3. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

4. Terdapat peningkatan dukungan anggaran daerah terhadap permasalahan stunting.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting mulai terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Jumlah kasus dan prevalensi stunting masih cukup tinggi.

2. Peningkatan jumlah dan kapasitas pelaku kunci konvergensi penurunan stunting daerah.

3. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

4. Keragaman inovasi/praktik baik yang berkaitan dengan intervensi sensitif.

5. Pengawalan data kualitas layanan yang capaiannya rendah pada beberapa sektor terkait.

6. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan.

34. KOTA PEKALONGAN

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah yang memadai terhadap operasional dan peningkatan

kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Koordinasi dan konsolidasi lintas sektor terkait isu-isu strategis cukup intensif.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Tersedianya alokasi anggaran penurunan stunting khusus pada kelurahan angka

stunting tinggi.

6. Daerah memiliki inovasi peningkatan kualitas layanan yang telah mengarah pada

keterlibatan lintas sektor yang efektif hingga ke tingkat kelurahan.

7. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan

terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas layanan melalui

dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Peningkatan dukungan anggaran daerah dan membangun jejaring kemitraan.

14

3. Praktik baik penanganan stunting yang beragam, menyentuh intervensi sensitif dan

tetap berkelanjutan.

4. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

35. KOTA TEGAL

a. Keunggulan/Potensi

1. Kemandirian pelaksanaan dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi sangat memadai.

2. Terdapat dukungan daerah yang memadai terhadap operasional dan peningkatan

kapasitas Kader Pembangunan Manusia (KPM).

3. Koordinasi terkait isu-isu strategis cukup intensif.

4. Data dan pelaporan dokumen Aksi Integrasi digunakan sebagai basis perencanaan

pembangunan.

5. Program/kegiatan pencegahan dan penurunan stunting telah terintegrasi dalam

perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Tantangan

1. Efektivitas konvergensi penurunan stunting hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan

terutama melalui keterpaduan data sasaran, peningkatan kualitas layanan melalui

dukungan lintas sektor, serta konsolidasi pelaku.

2. Peningkatan dukungan anggaran daerah dan membangun jejaring kemitraan.

3. Keragaman praktik baik yang menyentuh intervensi sensitif dan menjamin keberlanjutan.

4. Pendokumentasian inovasi/praktik baik sebagai bahan pembelajaran bersama.

5.1 5.1 6.1 6.2 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3 1.1 1.2 1.3 1.4 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 KONTEN DOKUMEN

1 33.01 KAB. CILACAP 2018 10,3 2 2 1 3 4 3 2 9 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8,25 8,25 8,38 8,25 6,00 6,63 7,17 7,13 6,00 8,88 6,00 9,00 9,00 21,84 36,18 58,02 14,51 10

2 33.02 KAB. BANYUMAS 2018 9,5 2 4 2 3 3 2 2 8 8 8 8 8 9 9 8 8 8 7,00 7,50 7,63 7,75 7,25 7,13 7,63 7,38 7,63 7,00 7,50 5,00 7,00 22,00 35,08 57,08 14,27 11

3 33.03 KAB. PURBALINGGA 2018 10,8 2 1 1 2 3 2 2 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7,50 6,13 8,25 8,13 7,38 5,63 7,38 7,63 7,38 8,88 5,25 8,75 9,00 19,04 35,45 54,49 13,62 15

4 33.05 KAB. KEBUMEN 2018 10 2 2 2 3 3 2 2 8 8 8 8 8 6 6 8 8 8 5,25 5,50 7,63 8,25 5,50 7,25 7,25 7,50 7,38 8,63 7,50 7,63 8,88 20,80 34,03 54,83 13,71 14

5 33.07 KAB. WONOSOBO 2018 11 2 3 3 3 4 3 4 8 8 7 7 7 8 8 7 8 8 7,00 5,88 5,50 7,63 6,00 6,13 6,00 5,83 7,38 7,38 4,00 8,88 8,88 26,40 32,49 58,89 14,72 8

6 33.10 KAB. KLATEN 2018 11,5 2 3 3 3 3 2 2 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 6,50 6,00 6,50 6,38 5,50 6,00 6,00 6,13 6,25 6,13 6,13 7,63 7,25 23,60 32,48 56,08 14,02 13

7 33.15 KAB. GROBOGAN 2018 12,6 3 2 3 2 3 3 2 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 7,50 7,50 8,00 8,00 6,25 6,13 3,75 3,88 7,00 7,00 6,50 6,63 6,75 24,48 31,78 56,26 14,06 12

8 33.16 KAB. BLORA 2018 12,8 4 4 4 4 4 4 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9,13 9,13 8,38 8,58 8,44 7,31 8,38 8,31 8,25 8,94 6,44 8,50 8,88 32,64 37,73 70,37 17,59 2

9 33.21 KAB. DEMAK 2018 13,6 3 2 1 2 4 3 2 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 8,00 7,00 8,50 8,33 8,67 8,50 7,50 7,17 6,00 6,00 6,50 9,17 8,67 24,48 34,80 59,28 14,82 7

10 33.26 KAB. PEKALONGAN 2019 13,2 4 4 3 3 4 4 3 9 9 8 8 8 8 8 8 8 8 7,33 8,33 8,83 8,67 8,67 8,67 8,17 8,00 8,17 8,17 7,83 8,67 8,50 30,56 38,00 68,56 17,14 4

11 33.27 KAB. PEMALANG 2018 14,3 4 4 4 4 4 4 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7,33 7,67 8,50 8,50 8,50 8,50 8,50 8,50 8,67 8,33 8,33 8,67 8,50 33,84 37,70 71,54 17,89 1

12 33.29 KAB. BREBES 2018 12,4 2 3 2 2 3 2 3 8 8 7 7 7 8 8 7 8 8 4,00 8,50 8,50 8,50 7,00 7,50 7,67 7,67 8,33 8,33 7,17 8,17 8,67 23,52 35,20 58,72 14,68 9

13 33.08 KAB. MAGELANG 2020 10,6 1 2 2 2 3 2 2 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 6,45 7,10 7,20 7,50 7,45 7,60 7,40 7,70 6,70 7,70 6,95 6,70 6,60 19,68 34,61 54,29 13,57 16

14 33.14 KAB. SRAGEN 2020 10,5 3 4 3 3 4 3 3 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 8,13 8,63 8,63 8,50 8,63 8,38 8,50 8,50 8,25 8,25 7,25 8,00 8,00 26,80 36,33 63,13 15,78 6

15 33.18 KAB. PATI 2020 14,1 3 4 4 3 4 3 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8,17 8,17 8,33 8,33 8,17 8,33 8,00 8,00 8,67 7,83 7,50 8,50 8,00 31,28 37,20 68,48 17,12 5

16 33.20 KAB. JEPARA 2020 12 3 3 4 4 4 3 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9,50 9,13 9,13 9,13 9,13 8,88 8,88 8,88 8,75 9,25 8,63 9,50 9,38 29,60 39,63 69,23 17,31 3

17 33.04 KAB. BANJARNEGARA 2021 12,7 3 2 2 2 4 3 2 8 8 6 5 8 8 8 0 0 8 4,83 8,17 5,00 7,17 7,50 7,33 7,83 7,83 6,83 8,67 6,00 8,33 6,33 27,63 15,08 42,71 14,24 6

18 33.06 KAB. PURWOREJO 2021 9,4 1 1 1 2 2 2 2 8 8 0 0 8 0 0 8 8 8 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 18,36 5,45 23,81 7,94 19

19 33.09 KAB. BOYOLALI 2021 9 4 3 3 2 3 2 2 8 8 8 8 8 8 8 0 0 8 3,00 3,00 3,00 3,00 3,50 3,50 3,50 3,50 3,00 3,00 2,67 3,17 3,00 25,20 10,48 35,68 11,89 12

20 33.11 KAB. SUKOHARJO 2021 12,4 2 3 3 2 3 2 3 5 8 0 0 8 8 8 0 0 8 6,50 7,67 7,34 6,00 4,17 3,84 3,84 4,17 2,67 2,84 2,84 7,17 5,67 27,36 10,97 38,33 12,78 11

21 33.12 KAB. WONOGIRI 2021 11,4 4 4 4 3 4 4 4 9 5 0 0 8 8 8 0 0 8 7,25 7,13 7,63 6,50 4,38 4,13 3,88 4,00 3,25 3,13 3,13 7,13 5,75 34,56 11,33 45,89 15,30 2

22 33.13 KAB. KARANGANYAR 2021 10 3 3 4 2 4 3 2 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 4,13 4,38 4,00 3,25 4,13 4,13 4,13 3,88 4,38 3,13 2,38 3,25 3,25 27,90 12,94 40,84 13,61 7

23 33.17 KAB. REMBANG 2021 10,6 1 1 1 2 3 2 2 4 4 0 0 8 8 8 0 0 0 4,25 4,00 4,13 3,13 4,38 4,13 4,00 4,00 3,25 3,00 3,13 4,15 4,15 20,34 8,17 28,51 9,50 18

24 33.19 KAB. KUDUS 2021 10,5 2 2 3 2 3 2 2 8 9 0 0 8 8 8 0 0 8 4,67 4,17 4,33 4,33 4,67 4,00 4,17 3,84 4,84 4,84 3,84 4,83 4,17 23,85 10,57 34,42 11,47 14

25 33.22 KAB. SEMARANG 2021 8,5 3 3 3 3 4 3 2 8 8 0 0 8 0 0 0 0 8 4,00 4,00 4,50 4,50 4,50 4,50 5,00 4,50 5,00 5,00 4,17 4,50 4,17 26,55 9,03 35,58 11,86 13

26 33.23 KAB. TEMANGGUNG 2021 13,6 2 3 2 2 3 2 2 8 8 0 0 8 8 8 8 8 8 4,17 4,17 4,33 4,33 4,17 4,33 4,00 4,00 4,17 3,83 3,50 4,50 4,00 26,64 11,75 38,39 12,80 10

27 33.24 KAB. KENDAL 2021 9 2 2 2 2 3 2 2 8 8 0 0 8 0 0 0 0 0 4,33 4,17 4,67 4,67 4,34 4,50 4,17 4,67 4,17 4,17 4,00 4,50 4,50 21,60 8,08 29,68 9,89 16

28 33.25 KAB. BATANG 2021 14,6 3 3 4 2 3 3 2 0 8 0 0 8 8 8 8 8 8 3,50 3,50 4,00 4,00 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 31,14 7,55 38,69 12,90 9

29 33.28 KAB. TEGAL 2021 13 2 2 4 3 3 2 3 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 7,50 7,50 8,17 8,33 4,50 4,67 4,50 4,67 4,33 4,33 3,83 4,33 4,17 28,80 14,48 43,28 14,43 5

30 33,72 KOTA SURAKARTA 2021 13 3 2 2 3 4 3 3 0 0 7 7 8 8 8 8 8 8 2,67 2,67 3,67 3,67 2,67 2,67 2,67 2,67 3,67 3,67 3,67 2,67 2,67 29,70 10,16 39,86 13,29 8

31 33,74 KOTA SEMARANG 2021 14,5 4 4 4 4 4 4 4 0 0 8 8 8 0 0 8 8 8 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 38,25 5,45 43,70 14,57 4

32 33,71 KOTA MAGELANG 2022 7,3 1 2 1 2 3 2 2 0 0 0 0 8 8 8 0 0 0 7,50 7,50 8,50 8,83 8,17 8,33 7,50 7,17 4,50 4,33 4,33 4,83 4,67 18,27 11,02 29,29 9,76 17

33 33,73 KOTA SALATIGA 2022 11,4 2 3 2 2 2 2 2 0 0 0 0 8 0 0 0 0 8 7,63 7,38 7,88 7,13 8,38 7,50 7,13 7,38 6,88 6,50 5,50 2,63 2,50 23,76 10,04 33,80 11,27 15

34 33,75 KOTA PEKALONGAN 2022 12 3 3 3 3 4 4 4 5 5 8 8 8 8 8 8 8 8 7,50 8,50 8,83 8,83 8,50 8,33 7,83 7,83 8,50 8,50 8,33 8,00 8,33 32,40 18,18 50,58 16,86 1

35 33,76 KOTA TEGAL 2022 10,8 3 3 3 2 4 4 3 5 0 8 8 8 8 8 8 8 8 8,17 8,17 8,67 8,67 8,67 8,17 7,67 7,67 5,17 4,67 4,67 5,34 4,84 29,52 15,95 45,47 15,16 3

NILAI PERINGKAT

DALAM PELAKSANAAN AKSI KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING TERINTEGRASI DI PROVINSI JAWA TENGAH

HASIL PENILAIAN KINERJA KABUPATEN KOTA

TAHUN 2021

DENGAN BOBOT

2018: 80-20

2019: 80-20

2020: 80-20

2021: 90-10

2022: 90-10

JUMLAH

TOTAL

AKSI 3 AKSI 4AKSI 5 AKSI 6 AKSI 7 AKSI 8 AKSI 1 AKSI 2

HASIL REVIU DOK AKSI 5-8 2020 HASIL NILAI PK AKSI 1-4 2020KOORDINASI

DAN

KONSULTASI

KUALITAS KONVERGENSI

DAN PELAPORAN

JU

ML

AH

DA

N K

AP

AS

ITA

S

PE

LA

KU

KU

NC

I M

EM

AD

AI

INT

EN

SIT

AS

KO

OR

DIN

AS

I R

UT

IN

INT

EN

SIT

AS

DIS

KU

SI

ISU

-IS

U S

TR

AT

EG

IS

INO

VA

SI D

AN

KE

MA

ND

IRIA

N

PE

LA

KS

AN

AA

N A

KS

I

KE

MA

ND

IRIA

N

PE

LA

PO

RA

N

KU

AL

ITA

S A

NA

LIS

IS

DA

TA

ST

UN

TIN

GNO KODE KABUPATEN/KOTATHN

LOKUS

RA

TA

-RA

TA

NIL

AI

PA

PA

RA

N

HASIL MONEV DAN PEMBINAAN

ME

NG

AR

AH

PA

DA

EF

EK

TIV

ITA

S K

ON

VE

RG

EN

SI

HIN

GG

A D

ES

A/K

EL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN,PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

Jl. Pemuda No. 127-133 Semarang Kode Pos 50132 Telepon 024-3515591, 3515591, 3584924, 3584929

Faksimile 024-3546802, 3516224 Laman http://www.jatengprov.go.id

Surat Elektronik [email protected]

             Semarang, 15 Agustus 2021Nomor : 000/83 KepadaSifat : Segera    Lampiran : 3 (tiga) berkas Yth.

  TERLAMPIRHal : Rumusan Hasil Penilaian Kinerja Aksi

Konvergensi Stunting Tahun 2021.

 

 di -        Tempat.

        Menindaklanjuti rapat Pembahasan Hasil Penilaian Kinerja Kabupaten/Kota Dalam Pelaksanaan Aksi Konvergensi Pencegahan Stunting Tahun 2021 yang telah dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2021, dimohon Bapak/Ibu pimpinan organisasi berkenan menugaskan personil sebagaimana yang disebut dalam Lampiran I

untuk mencermati kembali rumusan hasil penilaian yang telah disempurnakan sebagaimana masukan dalam rapat.        Sebagai bahan pertimbangan pencermatan, berikut kami lampirkan:

1. Rumusan hasil penilaian kinerja beserta rekomendasi bagi kabupaten/kota;2. Rekapitulasi nilai dan peringkat berdasarkan penilaian terhadap dokumen dan

substansi materi yang dipresentasikan saat penilaian;3. Review pelaksanaan Aksi per kabupaten/kota;4. Materi paparan Aksi 5-8 yang dapat diunduh pada tautan:

https://bit.ly/PKStunting2021. 

         Respon terhadap rumusan hasil penilaian disampaikan kembali kepada Subbid. Kesejahteraan Sosial Bappeda Provinsi Jawa Tengah paling lambat Kamis, 19 Agustus 2021 melalui email: [email protected]. Penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Ribut Musprihadi (0821 3329 1992).      Demikian untuk menjadikan maklum, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih.                                    

   

 

a.n. KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAHSekretaris

NOMASTUTI JUNITA DEWI, SE,MMPembina Tingkat I

NIP. 19660614 199010 2 001 

Tembusan:

1. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah;2. Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Provinsi Jawa Tengah;3. Asisten Administrasi Sekda Provinsi Jawa Tengah;4. Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah;5. Kepala Sub. Bag. Umum dan Kepegawaian Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

   

Dokumen ini ditandatangani secara elektronik dengan menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik ( BSrE).

         Lampiran I Surat   Nomor : 000/83  Tanggal : 15 Agustus 2021

Kepada Yth.:

1. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah, menugaskan Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga;

2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, menugaskan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat;3. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jawa

Tengah, menugaskan Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa;4. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, menugaskan Kepala Bidang Keamanan

Pangan;5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah menugaskan

Kepala Bidang Sarana Prasarana Permukiman dan Bangunan Gedung;6. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah menugaskan Kepala Bidang

Pembinaan Pendidikan Khusus;7. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Provinsi Jawa Tengah menugaskan Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Advokasi, Komunikasi, Informasi, Edukasi;

8. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat  SETDA Provinsi Jawa Tengah, menugaskan: a. Kepala Bagian Pendidikan, Kebudayaan Dan Perpustakaan, Kesehatan, Sosial, Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi;b. Kepala Bagian Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana, Kepemudaan dan Olah Raga;

9. Rektor Universitas Diponegoro Semarang, menugaskan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Dr. dr Sutopo, S.Km, MM;

10. Ketua Majelis Kesehatan pada Pimpinan Wilayah Aisyiyah Muhammadiyah Jawa tengah;11. Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Provinsi Jawa Tengah, menugaskan Dr.

Kun Aristiati Susiloretni, SKM, M.Kes;12. Kepala Bidang Pemerintahan Dan Sosial Budaya pada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian

dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah;13. Kepala Bidang Pemerintahan Dan Sosial Budaya pada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian

dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah, menugaskan  Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Sosial;

14. Kepala Bidang Ekonomi pada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah, menugaskan Kepala Sub Bidang Pertanian dan Kelautan;

15. Tim Pendamping Aksi Konvergensi Stunting dari Ditjen Bina Bangda Kemendagri.