Upload
wahdah-nurmiladiah
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ILMU PENYAKIT UMUM
HIPERTENSI
MARLIA ICHDINA 34715043
RESTI ANJAR WATI 35715774
WAHDAH NURMILADIAH 37715071
YESI ANTIKA 37715235
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
ETIOLOGI HIPERTENSI
Istilah Hipertensi diambil dari bahasa Inggris “Hypertension”. Kata Hypertension itu
sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni “hyperI” yang berarti super atau luar biasa dan “tension”
yang berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah kedokteran yakni
penyakit tekanan darah tinggi. Selain itu dikenal juga dengan istilah “High Blood Pressure” yang
berarti tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompa
dari jantung untuk melawan tahanan darah. Dengan kata lain tekanan darah adalah sejumlah
tenaga yang dibutuhkan untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer).
Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari
populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila
penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial (Dosch, 2001 dalam DEPKES, 2006).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi Hipertensi esensial dan Hipertensi
sekunder , yaitu:
Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan factor - faktor yang meningkatkan risiko
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada
umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000).
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas.Secara
umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapka n bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah
satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk
terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara
signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun
dan laki – laki dibawah 55 tahun (Julius, 2008).
Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah
fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum
tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi dari pada perempuan. Pada perempuan risiko
hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh
hormon (Julius, 2008).
Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding
pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi
terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki
lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih
tinggi daripada laki -laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin
bertambahnya umur (Gray, et al. 2005)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.Menurut
penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang
terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada
dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah,
kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner
meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Gray, et al. 2005).
Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi.Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat
badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan
berat badan tingkat sedang. Tetapi tida k semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung
pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 /
80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat
badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan (Haffner, 1999).
Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan
bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi (Pickering,
1999).
Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan
aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan
mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari
membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupu n normotensi
(Simons-Morton, 1999).
Asupan
Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah
136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam
kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi
saraf dan kontraksi otot (Kaplan, 1999).Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan
intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus
membran semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih
tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat – zat organik pada
cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan
dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran (Kaplan, 1999).
Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah
kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di
dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah (Appel, 1999).
Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi
aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya
penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan
kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif
atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan
kecepatan aliran di tubulus distal (Appel, 1999). Penelitian epidemiologi menunjukkan
bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal
vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal.
Pada populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih
rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium (Appel, 1999).
Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan
diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure
(JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan
darah (Appel, 1999).Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium
tidak efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek
pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi magnesium
direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi (Appel, 1999).
EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah,
dimana baik hipertensi sistolok maupun kombinasi hipertensi sistolik dandiastolic sering
timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia data penderita
hipertensi berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
dengan pria. Pada data kemenkes tahun 2007 dengan 2013 menunjukkan bahwa penderita
hipertensi pada laki-laki dari 31,3 % menjadi 22,8 % sedangkan penderita hipertensi pada
wanita dari 31,9 % menjadi 28,8 %. Data NHNES tahun 2005-2008 menunjukkan pada
tahapan usia, semakin bertambahnya usia, maka semakin rentan untuk menderita hipertensi.
Penderita hipertensi Di Indonesia yaitu terbanyak Di Bangka Belitung yaitu dari jumlah
1.380.762 penduduk yang menderita hipertensi mencapai 30,9 % yaitu sekitar 426.655 jiwa,
Sedangkan terendah berada pada daerah Papua, yaitu dari jumlah 3.486.432 Penduduk yang
menderita hipertensi mencapai 16,8 % yaitu sekitar 585.720 jiwa.
Kematian di Indonesia yang disebabkan oleh hipertensi menduduki peringkat 4 pada
perempuan, sedangkan pada laki-laki menduduki peringkat 6 dari penyebab kematian
tertinggi di Indonesia pada tahun 2014.
Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam
decadeterakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan
pengendaliantekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.Sampai
saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara yang sudah
maju. Data dari The National Health and Nutrition ExaminationSurvey
(NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999 ± 2000, insiden hipertensi pada orang
dewasa adalah sekitar 29 ± 31%, yang berarti terdapat 58 ± 65 juta oranghipertensi di
Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun1988 ± 1991. Hipertensi
esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
TANDA DAN GEJALA
Gejala yang dapat timbul :
1. Mulai dari tidak ada gejala sampai gejala ringan mialnya pusing, melayang, berputar,
tujuh keliling atau vertigo, berdenyut seperti dituduk-tusuk atau rasa sakit yang hebat,
baik sebagian kepala maupun seluruh kepala, migren ( sakit separuh kepala)
2. Mual sampai muntah
3. Pelupa
4. Pandanan mata kabur/ tidak jelas bahkan dapat langsung buta
5. Kaki bengkak
6. Mimisan
7. Langsung komplikasi yang lebih berat seperti sesak nafas hebat (akibat gagal jantung)
tidak sadarkan diri akibat pendarahan diotak (stroke)
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
(Yogiantoro, 2006).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial
antara lain :
Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap
kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung
biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh
konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot
halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan
konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah
arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatanya
tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005).
Sistem Renin – Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan
sekresi renin. Sistem Renin - Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem
saraf simpatik (Gray, et al. 2005).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I - converting enzyme (ACE).ACE memegang peranan
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduks i hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru - paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor
melalui dua jalur, yaitu:
Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi
di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akanmengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).
Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan
tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan
sistem rennin -angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).
Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul
oksidanitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan
perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005).
DIAGNOSIS HIPERTENSI
Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita hipertensi secara persisten.
Biasanya, untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran sfigmomanometer
yang berbeda dengan interval satu bulan. Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi
mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap Dengan tersedianya pemantauan
tekanan darah ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi
menghindari kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi
yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana medis) telah
dihasilkan suatu perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik yang dianjurkan saat ini
adalah dengan melakukan follow-up satu kali hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi di
klinik dengan pengukuran ambulatori. Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun kurang
ideal, dengan memonitor tekanan darah di rumah selama kurun waktu tujuh hari.
Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi penyebabnya
berdasarkan faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi sekunder lebih sering
ditemukan pada anak usia prapubertas dan sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit
ginjal. Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan memiliki berbagai
faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat hipertensi dalam keluarga.Pemeriksaan
laboratorium juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder, dan untuk menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung,
mata, dan ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan
karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang mungkin
merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah saja dapat
memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus. Panduan terkini
menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti formula Modification of Diet in Renal
Disease (MDRD) untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (eGFR).eGFR juga dapat
memberikan nilai awal/dasar fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek
samping obat antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel
urin digunakan juga sebagai indikator sekunder penyakit ginjal. Pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG/ECG) dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda adanya beban yang
berlebihan pada jantung akibat tekanan darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat
menunjukkan adanya penebalan dinding jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa
jantung pernah mengalami gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent
heart attack). Pemeriksaan foto Rontgen dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan
untuk melihat tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung.
TERAPI
Terapi Farmakologi Menurut JNC 7
Jenis- Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh
JNC 7 adalah:
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACEI)
d. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan
darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi
atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya
bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian
besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah,
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006)
Terapi Farmakologi menurut JNC 8
Secara umum Terapi yang dikeluarkan JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait
dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan .
Penjelasan mengenai Kekuatan rekomendasi
Grade A/Rekomendasi A – Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan yang
tinggi berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan manfaat atau
keuntungan yang substansial.
Grade B/Rekomendasi B – Moderate recommendation. Terdapat keyakinan tingkat
mengenah berbasis bukti bahwa rekomendasi yang diberikan dapat memberikan manfaat secara
moderate.
Grade C/Rekomendasi C – Weak recommendation. Terdapat setidaknya keyakinan
tingkat moderate berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan memberikan manfaat
meskipun hanya sedikit.
Grade D/Rekomendasi D – Recommendation against. Terdapat setidaknya keyakinan
tingkat moderate bahwa tidak ada manfaat atau bahkan terdapat risiko atau bahaya yang lebih
tinggi dibandingkan manfaat yang bisa didapat.
Grade E/Rekomendasi E – Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih
belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi
direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
Grade N/Rekomendasi N – no recommendation for or against. Tidak ada manfaat yang
jelas terbukti. Keseimbangan antara manfaat dan bahaya tidak dapat ditentukan karena tidak ada
bukti-bukti yang jelas tersebut.
Rekomendasi 1 : Penderita Hipertensi Untuk Populasi umum usia 60 tahun atau lebih,
target penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg dan diastolik kurang dari 90
mmHg. Masuk dalam Rekomendasi A.
Rekomendasi 2 : Penderita Hipertensi populasi umum yang lebih muda dari 60 tahun,
terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah diastolik <90 mmHg. Rekomendasi
A.
Rekomendasi 3 : Penderita Hipertensi pada populasi umum yang lebih muda dari 60
tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg.
Rekomendasi E.
Rekomendasi 4 : Dikhususkan untuk populasi usia 18 tahun atau lebih penderita tekanan
darah tinggi dengan chronic kidney disease (CKD) , mendapatkan target tekanan darah sistolik
kurang dari 140 mmHg dan diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi E.
Rekomendasi 5 : Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang
dari 90 mmHg. Rekomendasi E.
Rekomendasi 6 : Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB). Rekomendasi B.
Rekomendasi 7 : Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
inisial hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini,
ARB dan ACEI tidak direkomendasikan. rekomendasi C.
Rekomendasi 8 : Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi,
ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk
meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras
maupun status diabetes.
Rekomendasi 9 : Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan
penyesuaian apabila terapi inisial yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang
diharapkan. Jangka waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan
target tekanan darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama
atau menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak
dikombinasikan. Rekomendasi E.
PROGNOSIS
Hipertensi (tekanan darah tinggi) akan lebih membebani jantung dan juga pembuluh
darah Anda. Risiko serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal akan meningkat jika beban
tambahan ini tidak ditangani setelah beberapa lama.
- Penyakit Kardiovaskular
Berbagai penyakit pada jantung dan pembuluh darah (secara medis dikenal sebagai
penyakit kardiovaskular) bisa muncul karena tekanan darah tinggi. Termasuk di antaranya:
Serangan jantung: terjadi ketika pasokan darah ke jantung tiba-tiba terhalang
Stroke: muncul ketika pasokan darah ke bagian otak terhenti
Aneurisme: muncul ketika dinding pembuluh darah pecah menyebabkan
pendarahan dalam
Embolisme: terjadi saat penggumpalan darah atau gelembung udara
menghalangi aliran darah di dalam pembuluh
- Penyakit Ginjal
Pembuluh darah kecil pada kedua ginjal bisa rusak akibat tekanan darah tinggi
sehingga menghalangi ginjal untuk berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut
mengakibatkan beberapa gejala seperti Sesak napas, Kulit terasa gatal-gatal,
Pergelangan kaki, kaki, atau tangan membengkak (karena menumpuknya air dalam
tubuh), Kelelahan, Darah dalam urin, Kencing lebih sering, terutama saat malam hari.
Penyakit ginjal bisa dirawat menggunakan kombinasi obat-obatan dan suplemen
makanan. Dialisis/cuci darah (proses pembersihan kotoran di dalam darah) akan
dilakukan untuk kondisi yang lebih serius atau bisa juga dilakukan transplantasi
ginjal.
Ringkasan
Hypertension berasal dari bahasa Latin, yakni “hyperI” yang berarti super atau luar biasa
dan “tension” yang berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah
kedokteran yakni penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh
darah yang dipompa dari jantung untuk melawan tahanan darah.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus dan Penyebab
spesifik diketahui.
faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : Keturunan, Jenis kelamin, Umur
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : Merokok, Obesitas, Stres, Aktifitas Fisik , Asupan
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia
lanjut, makin meningkat pula penderita hipertensi.
Tanda dan gejalanya : Mengalami Mimisan, Mengalami Sakit Kepala, Mengalami
Kesemutan Atau Mati Rasa, Pandangan Mata Menjadi Rabun Atau Tidak Jelas, Mengalami
Nyeri Pada Dada
Patofisiologi hipertensi merupakan Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan
dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah
Jantung x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial seperti :
Curah jantung dan tahanan perifer, Sistem Renin – Angiotensin, Disfungsi Endotelium,
Substansi vasoaktif, Hiperkoagulasi, Disfungsi diastolic.
1. Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita hipertensi secara persisten.
Biasanya, untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran
sfigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan. Terapi Farmakologi, Jenis
obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7
adalah: Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist, Beta
Blocker (BB), Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB), Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor
antagonist/blocker (ARB) . Terapi yang dikeluarkan JNC 8 memberikan 9 rekomendasi
terbaru terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang
direkomendasikan. Prognosis akan lebih membebani jantung dan juga pembuluh darah
Anda. Risiko serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal akan meningkat jika beban
tambahan ini tidak ditangani setelah beberapa lama.
DAFTAR PUSTAKA
Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi (The silent killer). Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia
Astikawati, Rina dan Safitri, Amalia. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta. Erlangga
Muchid, Abdul,dkk. 2006. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HIPERTENSI.
Jakarta. Departemen Kesehatan
Rifai, Mine A. 2004. Kamus Biologi. Jakarta. Balai Pustaka
http://www.scribd.com/doc/233557813/ETIOLOGI-HIPERTENSI#scribd
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/4/Chapter%20II.pdf
http://gejalahipertensi.com/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23512/5/Chapter
%20II.pdf#page=11&zoom=auto,-95,748
http://www.scribd.com/doc/61337664/HIPERTENSI#scribd
https://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi#Diagnosis
http://www.alodokter.com/hipertensi/komplikasi/
http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/obat/eight-joint-national-committee-update-
terbaru-dalam-penatalaksanaan-hipertensi/