Upload
martini-garfield
View
334
Download
40
Embed Size (px)
Citation preview
HISTAMIN HISTAMIN
L. P. MIRAH KUSUMA DEWI, S.F., Apt
PENDAHULUANPENDAHULUAN
Histamin ditemukan pada berbagai jaringan dan memiliki efek patologis dan fisiologis melalui berbagai tipe reseptor dan pelepasannya sering terjadi bersifat lokal / setempat.
Mengingat efek histamin yang luas namun lebih banyak tidak diinginkan menyebabkan histamin tidak memiliki aplikasi klinis dalam pengobatan penyakit.
Histamin pada manusia adalah merupakan mediator penting untuk reaksi alergi dan reaksi inflamasi, berperanan dalam sekresi asam lambung dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator.
MEKANISME PELEPASAN MEKANISME PELEPASAN HISTAMINHISTAMIN
PELEPASAN IMUNOLOGIS Mekanisme penting pelepasan histamin dari sel mast dan
basofil adalah imunologis. Sel tersebut saat tersensitisasi akan menyebabkan
pelepasan histamin. Dengan mekanisme kontrol umpan balik melalui reseptor
H2, histamin diduga mengatur pelepasannya sendiri. Histamin endogen diduga berperan dalam modulasi
berbagai inflamasi dan respons imun. Pada jejas jaringan, pelepasan histamin mengakibatkan
vasodilatasi lokal dan kebocoran plasma yang mengandung mediator inflamasi akut, antibodi dan sel inflamasi (neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit).
PELEPASAN KIMIAWI
Morfin diketahui dapat menggeser histamin dari kompleks heparin – protein di dalam sel.
Pelepasan yang terjadi karena hal tersebut tidak berhubungan dengan jejas pada jaringan
FARMAKODINAMIKA HISTAMINFARMAKODINAMIKA HISTAMIN Histamin mempunyai efek biologis dengan
cara menggabungkan reseptor spesifik yang berada di dalam permukaan membran.
Terdapat 3 reseptor histamin yang berbeda sebagai H1, H2 dan H3.
Histamin mempunyai efek yang kuat pada otot polos dan jantung, sel endotel dan saraf tertentu serta sel sekretorik di lambung.
Sensitivitas terhadap histamin bervariasi antar spesies.
JARINGAN / ORGAN YANG JARINGAN / ORGAN YANG DIPENGARUHI HISTAMINDIPENGARUHI HISTAMIN
–Sistem Saraf Histamin merupakan stimulan yang kuat bagi ujung saraf sensoris, khususnya yang menimbulkan rasa gatal dan nyeri. Efek melalui reseptor H1 adalah komponen penting dalam respons urtikaria dan reaksi pada sengatan serangga.
–Sistem Kardiovaskular Injeksi dan infus histamin pada
manusia menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik serta peningkatan denyut jantung.
Penurunan tekanan darah tersebut disebabkan oleh efek vasodilator langsung histamin pada arteriol dan otot pembuluh darah.
Peningkatan denyut jantung disebabkan oleh efek stimulasi histamin pada jantung dan suatu refleks takikardi.
Terkait dengan efek vasodilatornya, rasa panas dan sakit kepala pernah dilaporkan terjadi pada pemberian histamin.
Edema yang disebabkan histamin terjadi karena efek pada reseptor H1 pada pembuluh darah pascakapiler.
Efek yang muncul tersebut dihubungkan dengan pemisahan sel endotel yang memungkinkan molekul kecil masuk kedalam jaringan perivaskular.
Efek inilah yang bertanggungjawab atas timbulnya urtikaria pada kulit.
Efek langsung pada jantung termasuk peningkatan kontraktilitas jantung yang terjadi terutama melalui reseptor H2.
–Otot Polos BronkiolerPada manusia, histamin dapat
menyebabkan bronkokontriksi yang terjadi melalui reseptor H1.
Pasien dengan riwayat asma sangat sensitif terhadap histamin, sehingga bronkokontriksi yang terjadi dapat dikarenakan juga oleh respons hiperaktif akibat berbagai rangsangan lain.
–Otot Polos Saluran CernaHistamin dapat meningkatkan
kontraksi otot polos usus yang terjadi melalui reseptor H1 sehingga pemberian histamin pada dosis besar dapat menyebabkan diare.
–Organ Otot Polos Lain Sensitivitas uterus terhadap histamin
meningkat pada wanita hamil.
–Jaringan Sekretori Histamin diketahui stimulan sekresi asam
lambung yang kuat. Efek tersebut muncul sebagai akibat
aktivasi reseptor H2 pada sel parietal lambung.
Histamin juga menstimulasi juga sekresi pada usus besar dan kecil.
Pemberian agonis histamin selektif reseptor H3 menghambat sekresi asam yang distimulasi oleh makanan.
Histamin tidak mempunyai efek bermakna pada aktivitas kelenjar lain pada dosis lazim.
PENGGUNAAN KLINIK PENGGUNAAN KLINIK HISTAMIN HISTAMIN
Tes Fungsi Paru : Aerosol histamin digunakan dalam tes hiperaktivitas fungsi paru
Tes Sekresi Asam Lambung : Histamin digunakan dalam agen diagnostik untuk mengetahui kemampuan sekresi asam lambung
Diagnosis Pheochromocytoma : histamin dapat mengakibatkan pelepasan catecholamin dari sel medular adrenal. Efek tersebut pada manusia normal tidak terlalu besar namun pada manusia dengan pheocromocytoma, pelepasan histamin menjadi sangat besar.
TOKSISITAS DAN TOKSISITAS DAN KONTRAINDIKASI HISTAMINKONTRAINDIKASI HISTAMIN Efek yang tidak diinginkan akibat pelepasan
histamin bergantung pada dosis. Efek tidak diinginkan tersebut dapat berupa :
flushing, hipotensi, takikardi, sakit kepala, bronkokontriksi serta rasa tidak enak pada saluran cerna.
Oleh sebab itu pemberian histamin pada pasien yang menderita asma, pasien dengan tukak peptik dan perdarahan saluran cerna perlu pengawasan ketat.
ANTAGONIS HISTAMIN ANTAGONIS HISTAMIN
Efek tidak diinginkan dari histamin dapat Efek tidak diinginkan dari histamin dapat dikurangi dengan beberapa cara yaitu :dikurangi dengan beberapa cara yaitu :
Antagonis FisiologisAntagonis FisiologisAntagonis fisiologis seperti epinefrin Antagonis fisiologis seperti epinefrin memiliki efek pada otot polos yang memiliki efek pada otot polos yang berlawanan dengan histamin tetapi berlawanan dengan histamin tetapi mekanisme kerjanya pada reseptor yang mekanisme kerjanya pada reseptor yang berbeda. berbeda.
Sehingga epinefrin dapat diberikan pada Sehingga epinefrin dapat diberikan pada anafilaksis sistemik yang terjadi yang anafilaksis sistemik yang terjadi yang disebabkan oleh pelepasan histamin. disebabkan oleh pelepasan histamin.
Antagonis Reseptor Antagonis Reseptor
Terdapat senyawa yang diketahui Terdapat senyawa yang diketahui memiliki efek berlawanan dengan memiliki efek berlawanan dengan histamin dengan berikatan secara histamin dengan berikatan secara kompetitif dengan reseptor histamin.kompetitif dengan reseptor histamin.
Antagonis Reseptor HAntagonis Reseptor H11 dan Antagonis dan Antagonis Reseptor HReseptor H22
ANTAGONIS RESEPTOR H1
Farmakodinamika 1. Efek penghambat reseptor histamin yang
diberikan antagonis kompetitif reseptor H1 secara reversibel.
2. Efek yang tidak disebabkan penghambatan reseptor histamin.
- Efek sedasi yang bervariasi antar individu - Efek anti mual dan muntah - Efek anti parkinsonisme yang diduga
disebabkan oleh efek antikolinergik. - Efek penghambatan adrenoseptor alfa. - Efek anestetik lokal
Penggunaan Klinis
–Reaksi Alergi Obat anti histamin H1 sering digunakan sebagai
obat pilihan pertama dalam mengatasi alergi seperti pada rhinitis dan urtikaria.
Pada dermatitis, anti histamin seperti difenhidramin dapat digunakan untuk mengurangi rasa gatal selain juga efeknya sebagai sedatif.
–Motion Sickness Obat antihistamin dengan efek paling besar untuk
mengatasi motion sickness adalah difenhidramin dan promethazin.
Toksisitas Beberapa efek samping antagonis histamin
(sedatif) telah digunakan untuk tujuan terapi. Namun terdapat efek toksis lain yang perlu
mendapat perhatian yaitu eksitasi dan kejang pada anak, hipotensi postural dan alergi yang relatif terjadi pada penggunaan antagonis H1.
Selain itu efek teratogenik pernah dilaporkan pada penggunaan antihistamin H1 seperti doxilamine.
Interaksi Obat Pemberian terfenadine atau astemizole dalam
kombinasi dengan ketokonazol dan antibiotik eritromicin dapat menyebabkan toksis pada jantung dan aritmia ventrikuler.
ANTAGONIS RESEPTOR H2
Perkembangan antagonis reseptor H2 berdasar pada kenyataan bahwa efek sekresi asam lambung akibat induksi histamin tidak bisa diatasi oleh antagonis H1.
Farmakokinetika Penggunaan burinamida dan metiamida adalah
obat antagonis reseptor H2 yang saat ini tidak lagi digunakan mengingat efek toksisnya.
Antagonis reseptor H2 yang sampai saat ini masih digunakan adalah simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin.
Farmakodinamika Mekanisme kerja antagonis reseptor H2 adalah
dengan berkompetisi secara reversibel dengan histamin pada reseptor H2 namun tidak mempengaruhi reseptor H1 dan H3
Efek paling penting pada penggunaan antagonis reseptor H2 adalah menurunkan sekresi asam lambung dimana penurunan sekresi tersebut terjadi dengan menghambat stimulasi histamin, gastrin yang bertanggungjawab pada sekresi asam lambung.
Selain itu juga berpengaruh pada penurunan volume sekresi lambung dan konsentrasi pepsin.
Pada dosis yang menghambat sekresi asam lambung, simetidin dan ranitidin mempunyai efek pada jantung dan tekanan darah.
Nizatidin dilaporkan menurunkan kecepatan denyut jantung dan curah jantung. Hal tersebut disebabkan oleh histamin endogen yang tidak memberikan pengaruh terhadap pengaturan normal kardiovaskuler.
Simetidin dan ranitidin dapat menghambat sistem metabolisme obat oleh enzim sitokrom P450 sehingga pemberian bersama obat yang termetabolisme oleh enzim tersebut harus hati – hati.
Famotidin dan nizatidin tidak menghambat sitokrom P450.
Penggunaan Klinik
–Tukak Peptik Duodenum Efektivitas antagonis H2 dalam menurunkan
derajat keasaman lambung bersama efek toksiknya yang rendah sangat bermanfaat dalam pengobatan tukak duodenum.
Eliminasi antihistamin golongan ini yang melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal ginjal.
Selain untuk penyembuhan, pemberian simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin bermanfaat untuk terapi pemeliharaan yang efektif untuk mencegah kekambuhan.
–Tukak Lambung–Esofagitis Erosif
Penyembuhan esofagitis erosif memerlukan dosis yang lebih sering daripada tukak peptikum.
–HipersekresiSekresi asam yang berlebihan akibat
tumor dapat menggunaan antagonis reseptor H2 ini.
Toksisitas Efek samping yang pernah dilaporkan
adalah diare, pening, sakit kepala dan ruam
Efek samping yang lebih berat namun jarang terjadi adalah :
1. Disfungsi SSP Umumnya terjadi pada penggunaan
simetidin. Gejalanya berupa delirium dab bingung
serta bicara yang kurang jelas.
2. Efek EndokrinSimetidin diketahui mampu berikatan
dengan reseptor androgen yang berakibat pada pengurangan jumlah sperma dan impotensi yang reversibel pada pasien pria yang mengunakan simetidin dosis tinggi dalam jangka waktu lebih dari 8 minggu.
3. Diskrasia DarahTerapi simetidin dihubungkan dengan
terjadinya granulositopenia, trombositopenia dan anemia aplastika.
4. Toksisitas Hati Efek kolestatis pernah dilaporkan pada
penggunaan simetidin. Hepatitis yang reversibel dapat terjadi pada
pemakaian ranitidinInteraksi Obat Antagonis reseptor H2 dapat menghambat obat
oleh enzim sitokrom P450, menurunkan aliran darah hepatik sehingga pemberian bersama obat lain yang mengalami metabolisme di hati dapat berbahaya.
Mengingat toksisitas obat yang dimetabolisme di hati akan meningkat seperti warfarin, fenitoin, propanolol, cafein, lidokain, carbamazepin, metronidazol, diazepam, teofilin. Interaksi obat tidak terjadi pada penggunaan famotidin.