30
DIAGNOSIS SOSIAL A. Diagnosis Sosial Kota Semarang 1. Kepadatan penduduk Terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2012 (1.559.198 jiwa) sampai tahun 2013 (1.575.068) sehingga menimbulkan kepadatan penduduk. Tabel 1. Perkembangan Kelahiran dan Kematian Penduduk Kota Semarang Periode 2006 – 2013 Sumber : BPS Kota Semarang-Profil kependudukan dalam Profil Kesehatan Kota Semarang 2013

Documenthm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

renval

Citation preview

DiagnosIS SosialA. Diagnosis Sosial Kota Semarang

1. Kepadatan penduduk

Terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2012 (1.559.198 jiwa) sampai tahun 2013 (1.575.068) sehingga menimbulkan kepadatan penduduk.

Tabel 1. Perkembangan Kelahiran dan Kematian Penduduk Kota

Semarang Periode 2006 2013

Sumber : BPS Kota Semarang-Profil kependudukan dalam Profil Kesehatan

Kota Semarang 2013

2. Tingkat pendidikan pendudukTabel 2. Data Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang Tahun

2012Tingkat PendidikanJumlah Penduduk (Jiwa)

Tidak pernah sekolah46,862

Tidak/belum tamat SD311,740

Tamat SD350,258

Tamat SMP309,943

Tamat SMA143,516

Tamat SMK179,406

Tamat Diploma61,798

Tamat Sarjana155,168

Sumber : Profil Pendidikan Dasar Dan Menengah Kota Semarang Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013/2014Dari data tabel 2. dapat disimpulkan jumlah penduduk kota Semarang Tahun 2012 terbanyak dengan tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar (SD).

3. Tingkat KemiskinanMasih terdapat penduduk miskin di Kota Semarang pada tahun 2013.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Semarang Tahun 2013TahunJumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

201326,518

201226,518

2011437,027

201085,947

Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 20144. Tingkat PengangguranTabel. 4 Jumlah Pengangguran Penduduk Kota SemarangTahun 2010-2013

TahunJumlah Pengangguran (Jiwa)

2013226.546

201271.273

201185.769

201087.583

Sumber : Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Kota Semarang dalam katalog BPS Kota Semarang Dalam Angka 2014Dari tabel.4 dapat disimpulkan setiap tahun, jumlah pengangguran di Kota Semarang selalu terjadi peningkatan.5. Mata Pencaharian Penduduk

Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Kota Semarang Tahun 2013Jenis Mata PencaharianJumlah (Jiwa)

Petani Sendiri26,940

Buruh Tani18,534

Nelayan2,657

Pengusaha53,160

Buruh Industri176,635

Buruh Bangunan82,766

Pedagang86,175

Angkutan25,553

PNS & TNI/Polri94,748

Pensiunan39,723

Lainnya81,702

Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 20146. Tingkat Kesejahteraan Sosial

Tabel 6. Permasalahan Kesejahteraan Sosial di Kota Semarang

TahunGelandangan dan PengemisTuna SusilaWariaBekas NarapidanaBencana Alam

20137909780461508

20127909780461508

20111747880133396

2010179665017411,563

Sumber : BPS - Kota Semarang Dalam Angka 2014

7. Prioritas Masalah Sosial

Tabel 7. Skoring Masalah Sosial

NoMasalahKemudahan Memperbaiki MasalahTingkat Keseriusan MasalahTotal Nilai

1Kepadatan penduduk156

2Tingkat pendidikan penduduk rendah134

3Tingkat Kemiskinan Penduduk347

4Meningkatnya Tingkat Pengangguran347

5Mata Pencaharian Penduduk134

6Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Sosial235

Dari hasil skoring yang tertera pada tabel 7. Didapatkan 2 masalah sosial prioritas yaitu tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran pendudukDiagnosIS Epidemiologi

Sumber : Seksi P2ML Bidang P2P

Dari diagnosis sosial diatas maka penyakit yang dapat diakibatkan adalah diare. Hal tersebut terlihat dengan jumlah penderita diare dari tahun 2008-2013 yang terus mengalami naik turun. Pada tahun 2011 tercatat kasus paling tinggi yang berjumlah 48.051 jiwa. Ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 2010 yaitu 13.560 jiwa. Namun, dari tahun 2011 ke tahun 2013 selalu mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 menurun sejumlah 5.702 sedangkan dari tahun 2012 ke 2013 menurun lagi sejumlah 4.348 jiwa. Hal ini disebabkan oleh program cuci tangan pakai sabun (CTPS) yang telah di canangkan sudah mulai diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. Pada tahun 2013 kasus diare menurut kelompok umur banyak ditemukan pada kelompok umur >5 tahun yaitu sejumlah 23.712 kasus (61 %) dan terendah pada kelompok umur < 1 tahun yang sejumlah 4.462 kasus (11.5 %). Hal ini disebabkan oleh perilaku kelompok umur tersebut.

Sumber: Seksi P2ML Bidang P2P

Pada grafik di atas diketahui bahwa jenis kelamin mempengaruhi kerentanan terhadap penyakit diare. Data di atas kasus diare di kota Semarang pada tahun 2013 memperlihatkan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jenis kelamin laki-laki. Pada jenis kelamin perempuan terdapat sejumlah 20.204 jiwa (53%) sedangkan pada laki-laki sejumlah 17.797 jiwa (47%).

Cakupan pelayanan penderita diare diketahui dengan cara menghitung jumlah penderita baru dibagi jumlah penduduk dikalikan 1.000. pada tahun 2013 IR (Incidence Rate) sebesar 23 per 1.000 penduduk. Hal ini berarti terjadi penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka kematian (CFR) dihitung berdasarkan jumlah penderita yang meninggal akibat penyakit diare yang berobat di Rumah Sakit sebesar 0,06%. Berdasarkan data yang masuk diketahui tahun 2005-2013 tidak ada laporan mengenahi penderita diare yang meninggal di puskesmas.

Sumber: Seksi P2ML Bidang P2P

Cakupan pelayanan penderita diare adalah jumlah penderita diare yang berobat ke tempat pelayanan kesehatan dibagi dengan jumlah sasaran. Cakupan pelayanan penderita diare tahun 2013 sebesar 42%. Hal ini bisa diartikan kinerja petugas Puskesmas lebih baik sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan puskesmas meningkat jumlah penderita diare yang berobat ke Puskesmas menjadi semakin banyak jumlahnya. Kualitas tata laksana penderita diare adalah jumlah penderita yang diberi oralit dibagi dengan jumlah penderita. Kualitas tata laksana penderita diare pada tahun 2013 sudah 100%, berarti kinerja petugas diare Puskesmas bisa dikatakan baik karena kualitas tata laksana dalam hal ini adalah pelayanan pengobatan terhadap penderita diare ke Puskesmas terlayani dengan baik dan mendapatkan pengobatan yang sesuai.

Masalah tata laksana penderita diare adalah jumlah penderita yang diberi infus dibagi jumlah penderita. Masalah tata laksana penderita diare di Puskesmas tahun 2013 adalah 2%, sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini berarti penanganan penderita diare yang berobat ke Puskesmas ada yang sudah terjadi dehidrasi sehingga tetap memerlukan cairan infus.

DIAGNOSA PERILAKU

KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT

1. Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikan anggota rumah tangga atas dasar kesadaran menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. PHBS dalam rumah tangga di Kota Semarang diterjemahkan dalam 16 indikator PHBS yang mengacu pada 16 indikator PHBS di Provinsi Jawa Tengah. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Kota semarang dilakukan oleh Dinas Kesehatatan bermitra dengan Tim Penggerak PKK dan instansi terkait melalui kegiatan penyuluhan, pengkajian strata, bahkan Lomba Pelaksana PHBS. Dengan mengkaji PHBS melalui 16 indikator diharapkan masyarakat mampu mengetahui jumlah rumah tangga yang ber-PHBS dan yang belum, serta prioritas masalah perilaku yang berpotensi mempengarui derajad kesehatannya sehingga sesegera mungkin dilakukan upaya mengatasinya. Dari hasil pengkajian PHBS tahun 2013 yang dilakukan oleh Dinas kesehatan bersama PKK, secara total populasi rumah tangga (total covered ) diperoleh jumlah rumah tangga berPHBS (strata Utama dan paripurna) sebesar 88,87 % terdiri dari strata utama 69,16% dan strata paripurna 19,71 % sementara jumlah rumah tangga yang belum BerPHBS sebanyak 9,8 % terdiri dari strata pratama 1,62% dan madya 9,5% 91 Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013

2. Posyandu Purnama dan Mandiri Posyandu Memiliki peran yang sangat penting dalam sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan dasar dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara dini serta merupakan lini terdepan dari deteksi dini di bidang kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Agar posyandu dapat melakukan fungsi dasarnya, dimana posyandu mempunyai daya ungkit yang sangat besar terhadap penurunan Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita dan Angka Kematian Ibu, maka perlu adanya upaya untuk memantau dan mendorong tingkat perkembangan posyandu. Jumlah posyandu di Kota Semarang dari tahun ke tahun selalu meningkat, pada tahun 2012 jumlah posyandu tercatat 1.556 buah dengan posyandu aktif sejumlah 1.150 buah, sedangkan di tahun 2013 jumlah Posyandu adalah 1.559 buah, meningkat 3 posyandu. Tingkat Perkembangan Posyandu berdasarkan penghitungan strata posyandu di tahun 2013 diperoleh jumlah posyandu berstrata Purnama 628 buah (40,28%) dan mandiri 574 buah (36,82%), sementara jumlah posyandu berstrata pratama 39 (2,5%) dan madya 318 (20,4%). Jumlah posyandu aktif adalah 1.202 (77,10%).

Dua penyebab masalah kesehatan:1. Penyebab Perilaku

: kurang menjaga kebersihan lingkungan, kurang melakukan kegiatan cuci tangan, kurang menjaga kebersihan perorangan, kurang menjaga sanitasi air agar tetap bersih, kurang menjaga kehygienisan makanan, kebiasaan menggigit kuku, BAB di toilet kotor, kebiasaan tokoh adat istiadat.2. Penyebab non perilaku: Pengetahuan keluarga tentang diare, Kurangnya sarana prasarana (keberadaan posyandu, puskesmas, dll), ekonomi rendah, hidup di lingkungan yang kurang higienis.

More ImportantLess Important

More Changeable menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan Kurang cuci tangan

Hygienitas makanan Menggigit kuku BAB di toilet

Less Changeable Sanitasi air

Kebiasaan tokoh adat istiadat

Objective Goal

Who

: Masyarakat kota Semarang

What

: Perilaku menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan

When

: Tahun 2016 Bulan Januari

Where

: Kota Semarang How much: 70%

Pada bulan Januari tahun 2016 masyarakat kota Semarang akan berubah kebiasaan kurang menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan menjadi menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan sekitar 70% agar terhindar dari penyakit diare.

DIAGNOSA PENDIDIKAN

Ada tiga kelompok masalah yang dapat menyebabkan masyarakat mudah terkena suatu penyakit, yaitu ada faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan juga faktor penguat (reinforcing factor).

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Pengetahuan yang minim tentang kebersihan diri dan lingkungan Kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun

Sikap tidak peduli dengan kebersihan

Kebiasaan menggigit kuku

Kebiasaan BAB di sungai/ toilet kotor

Kebiasaan tidak menutup makanan

Kebiasaan menimbun sampah

Kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan

2. Faktor pemungkin (enabling factor)

Tidak tersedianya jamban

Tidak tersedianya air bersih

Akses ke toilet umum yang jauh

Mahalnya biaya untuk membuat jamban sendiri

Tidak tersedianya tempat sampah

Lahan kosong yang dijadika tempat pembuangan sampah

Jauhnya akses ke layanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit)

3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Tokoh masyarakat tidak mencontohkan yang benar

Lemahnya aturan tentang kebersihan lingkungan

Petugas kesehatan tidak berperilaku yang baik

Keluarga tidak memberi contoh yang baik ke anak-anaknya

Dari ketiga faktor diatas maka faktor yang menjadi prioritas adalah faktor predisposisi (predisposing factor).More ImportantLess Important

More Changeable Pengetahuan yang minim tentang kebersihan diri dan lingkungan Kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan Sikap tidak peduli dengan kebersihan Kebiasaan menggigit kuku

Kebiasaan BAB di sungai/ toilet kotor

Less Changeable Kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun

Kebiasaan menimbun sampah Kebiasaan tidak menutup makanan

Objective Goal

Who

: Masyarakat kota Semarang

What

: Pengetahuan tentang kebersihan diri dan lingkungan When

: Tahun 2015 Bulan Desember Where

: Kota Semarang How much: 80%

Pada bulan Desember tahun 2015 pengetahuan masyarakat kota Semarang tentang kebersihan diri dan lingkungan meningkat sekitar 80% agar terhindar dari penyakit diare.

PENETAPAN METODE DAN STRATEGI PENDIDIKAN

A. Strategi Pendidikan sesuai Faktor Predisposing: Metode komunikasi ceramah-tanya jawab dengan alat bantu audiovisual (pemutaran film).

Metode ini sangat sesuai dengan faktor predisposisi, metode ceramah adalah salah satu cara mengajar dengan penuturan lisan di depan sekelompok pendngar tentang suatu bahan yang telah ditetapkan dan dapat menggunakan alat-alat bantu seperti dengan pemutaran film.

a. Keunggulan:

1. Penceramah dapat menguasai seluruh arah pembicaraan dalam kelompok

2. Pembicara dapat menjelaskan dengan menonjolkan bagian-bagian materi yang penting

3. Metode ini murah dan mudah dilakukan

4. Metode ini dapat merangsang kreativitas dan ketrampilan mengemukakan pendapat peserta karena sifatnya ceramah-tanya jawab

5. Penyajiannya lebih menarik karena dibantu dengan media audiovisual seperti pemutaran film

b. Kelemahan:

1. Penceramah sulit mengetahui sejauh mana peserta mengerti dan paham isi pembicaraan

2. Dapat menimbulkan konsep yang berbeda-beda dari yang dimaksud penceramah

3. Memerlukan ruang khusus serta peralatan dan teknologi tinggi bila menggunakan alat bantu audiovisual

B. Strategi Pendidikan sesuai Faktor Enabling: Metode organisasi dengan pengembangan masyarakat

Metode ini merupakan bentuk implementasi dari perubahan yang telah direncanakan sebelumnya. Metode ini sesuai untuk memenuhi persoalan-persoalan dari faktor enabling terkait dengan: tidak tersedia jamban, air bersih, serta tempat sampah, akses ke toilet umum dan layanan kesehatan jauh, mahalnya biaya untuk membuat jamban sendiri, lahan kosong justru dijadikan tempat pembuangan sampah.

Bentuk program pengembangan masyarakat yang digunakan adalah program integratif, yaitu pengembangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis, menyadiakan bantuan teknis dan finansial yang melibatkan pejabat tiap tingkat pemerintah

a. Keunggulan:

1. Masyarakat secara aktif mencari sumber kekuatan di dalam masyarakat tersebut baik sumber daya maupun dana

2. Masyarakat dapat menentukan masalahnya sendiri baik yang dihadapi perorangan maupun kelompok

3. Masyarakat dapat membuat analisa untuk menyusun rencana perbaikan yang akan dilakukan

b. Kelemahan:

1. Program tidak akan berhasil bila masyarakat tidak berperan aktif

2. Dituntut kesadaran dan motivasi masyarakat yang tinggi untuk maju

C. Strategi Pendidikan sesuai Faktor Reinforcing: Metode pelatihan dengan modifikasi perilaku

Metode modifikasi perilaku ini dapat diterapkan dengan perubahan perilaku di skala terkecil yaitu keluarga. Maka metode ini sesuai dengan permasalahan di faktor reinforcing seperti: peran tokoh masyarakat kurang, keluarga tidak memberi contoh yang baik ke anak-anaknya.

Metode modifikasi perilaku merupakan memodifikasi perilaku secara spesifik menurut prinsip classic dan operant conditioning. Classing conditioning adalah modifikasi perilaku sebagai penggunaan secara sistematik teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku tertentu atau mengontrol lingkungan perilaku tersebut. Jika teknik kondisioning diterapkan secara ketat, dengan stimulus, respon dan akibat konsekuensi diharapkan terbentuk perilaku lahiriah yang diharapkan. Sedangkan prinsip operant conditionin yaitu modifikasi perilaku perilaku akan terbentuk terbentuk ketika penguat penguat atau pengukuh diberikan berupa reward atau punishment.

a. Keunggulan:

1. Tingkat interaksi tinggi

2. Dapat dievaluasi

3. Adanya penghargaan dan hukuman dari tiap perilaku yang dilakukan

4. Punya potensi untuk digunakan di bagian klinis

b. Kelemahan:

1. Perlu kelompok sasaran yang mempunyai motivasi tinggi

2. Belum cukup teruji untuk penggunaan di masyarakat

DIAGNOSIS ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN

Untuk menstabilitaskan kasus diare yang naik turun maka dibutuhkan suatu program untuk meningkatkan pendidikan kesehatan masyarakat. Program ini bertujuan dalam menggunakan organisasi yang berlingkup luas sehingga dapat ditetapkan tahapan penetapan intervensi.

Program yang akan dijalankan yaitu mengutamakan Penambahan Pelayanan Puskesmas di tiap wilayah daerah Semarang. Suatu program membutuhkan penjadwalan yaitu salah satu aspek yang penting dalam perencanaan, oleh karena itu alat yang bermanfaat bagi penetapan waktu yang diperlukan untuk suatu program adalah PERT (Program Evaluation and Review Technique).Berikut adalah diagram PERT dengan tujuan akhir untuk satu tahun ke depan yaitu dapat menurunkan/menstabilitaskan kasus diare yang ada di daerah Semarang.

Tiga Bulan PertamaTiga Bulan

KeduaTiga Bulan

KetigaTiga Bulan Terakhir

Permintaan kepada Pemerintah dan Dinkes untuk meningkatkan Puskesmas khusunya di setiap wilayah di Semarang, Kebutuhan Dana dan Personel untuk tiap puskesmas sangat dibutuhkan, oleh karena itu pola pengaturan harus tepat. Agar program dapat berjalanSetelah Penambahan Pelayanan Puskesmas tercapai, maka sistem harus dibuat untuk menjalankan puskesmas dari mengatur budgeting, hingga training personel agar pelayanan puskesmas baik.Pusat pelayanan pada puskesmas bekerja di bidang preventif seperti penyuluhan agar setiap pasien yang datang diharapkan tidak sakit kembali, akses menuju puskesmas pun harus mudah. Puskesmas memiliki program khusus untuk menyediakan jamban atau sanitasi yang bersih dan baik.Semua perencanaan sesuai dengan jadwal dan untuk tiga bulan terakhir kasus diare dapat menurun sedikit demi sedikit.

Tahapan Diagnosis Administratif

1. Within Program Analysis (Analisis didalam Program) : Program Penambahan Pelayanan Puskesmas harus mempertimbangkan berapa dana yang dibutuhkan untuk membuat suatu puskesmas, lalu kemampuan SDM yang menangani dapat terlatih sehingga pelayanan yang didapat masyarakat dari puskesmas baik. Oleh karena itu biaya yang dikeluarkan dengan dana yang diberikan harus sesuai.2. Within Organizational Analysis (Analisis didalam Organisasi) : Kerja sama lintas program dibutuhkan khusus untuk menurunkan kasus diare, kerja sama antara puskesmas dan pelayanan preventif yaitu penyuluhan.3. Inter Organizational Analysis (Analisis antar Organisasi) : Untuk memudahkan masyarakat datang ke puskesmas maka diperlukan kerja sama lintas sektor bersama PU (Pekerjaan Umum) dan daerah setempat, yaitu berupa akses yang mudah dapat berupa kendaraan umum ataupun jalanan yang bagus untuk mencapai puskesmas.Diagnosa Kebijakan

Suatu Program dibuat harus didasari dengan kebijakan-kebijakan agar program itu terlaksana secara runtut dan ada aturan-aturan dalam program, dalam menilai kebijakan, regulasi, dan organisasi maka dibutuhkan Issue of Loyalty yaitu sejumlah SDM yang telah dibentuk untuk melayani masyarakat harus setia terhadap apa yang telah membentuknya dan dapat mengembangkan diri dan bukan hanya dipengaruhi oleh gaji yang tinggi. Consistency, Flexibility, dan Administrative suatu rencana yang konsisten harus diperkuat dengan kebijakan yang berlaku dan tujuan organisasi, namun kebijakan tersebut tahu seberapak fleksibel untuk memperkuat rencana tersebut, karena suatu masalah dan kesempatan tidak pernah diketahui kapan akan dihadapi oleh sebuah organisasi, bentuk fleksibilitas yang paling umum adalah administator atau profesional yang memegang jabatan tertentu. Selain itu suatu kebijakan pun harus dapat menilai kekuatan politik.

EVALUASI

Tiga tingkat evaluasi yaitu :

1. Evaluasi Proses : Suatu evaluasi proses dirumuskan dengan penilai aktivitas program yang berlangsung, program penambahan pelayanan puskesmas dinilai apakah perencanaan telah berlangsung sesuai jadwal, dan apakah peranan lintas sektor, lintas program, maupun lintas organisasi dapat terlibat. Lalu bagaimana dengan program penambahan yang mengajak kegiatan preventif apakan pendidikan kesehatan dapat ditingkatkan atau tidak.

2. Evaluasi Impak : Suatu Objective Goal pada fase pendidikan dan fase perilaku yang diinginkan yaitu perilaku yang menjaga kebersihan dan pengetahuan untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, impak dalam penambahan pelayananan puskesmas yaitu kegiatan preventif dengan penyuluhan dan pemberian pendidikan kesehatan dapat mempengaruhi perilaku dan pendidikan. Evaluasi ini dilakukan sesuai dengan jangka waktu program yaitu satu tahun kedepan.

3. Evaluasi Out Come : Diare merupakan kasus yang sering di Kota Semarang, dengan beberapa program yang berjalan untuk menurunkan kasus diare maka kita dapat bisa melihat apakah dalam setahun keberhasilan program dapat menurunkan kasus diare, jika tidak maka kita dapat memperoleh indikator-indikator yang membuat kegagalan suatu program sehingga di kemudian hari program yang gagal tidak terulang kembali.Referensi

Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 2014. Kota Semarang Dalam Angka 2014.

Dinas Kesehatan Kota Semrang. 2013. Profil Kesehatan Kota Semarang 2013.

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2013. Kompilasi Data Profil Pendidikan Dasar Dan Menengah Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013/2014.

Kasus Diare Menurun

Pusat penyuluhan, Pemberian Pendidikan

Akses mudah, Penyediaan sanitasi bersih

Penambahan Pelayanan Puskesmas

Pemerintah, Dinkes

Gambar. Diagram PERT

Tabel. Alokasi Waktu menurut Alur PERT