18
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020 P-ISSN 0126-0227, E-ISSN 2722-0664 hps://mhn.bphn.go.id/ HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI DALAM MENCAPAI ASPEK TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (Holding BUMN Requires Standard Operang Procedure in Achieving Good Corporate Governance) Yuni Priskila Ginng Mahasiswa Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan The Plaza Semanggi, Jl. Jend. Sudirman No.50, RT.1/RW.4,Jakarta Selatan 2930 e-mail : [email protected] Abstrak Pengelompokkan BUMN ke dalam Induk Perusahaan dimungkinkan terjadinya peningkatan penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creaon) yakni usaha untuk melipatgandakan nilai perusahaan yang ada saat ini. Di samping itu melalui Induk Perusahaan diharapkan akan dapat meningkatkan keunggulan kompef, karena akan memberikan fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis, serta dianggap mampu menciptakan corporate leverage. SOP dalam holding BUMN sangat penng, karena terkait pemanfaatan aset yang dimiliki BUMN Induk. Sepanjang dilandasi dengan kajian kelayakan yang tepat serta memenuhi SOP dapat terlihat aset-aset yang mungkin dak lagi bermanfaat dan apabila terjadi kerugian akibat aksi korporasi dapat terlihat kerugian yang dialami negara. SOP dapat diterapkan dalam kegiatan usaha BUMN sepanjang ditujukan untuk kepenngan holding BUMN sesuai dengan maksud dan tujuan, serta sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas-batas yang ditentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan anggaran dasar. Kata kunci: Induk Perusahaan, Standar Operasional Prosedur, Tata Kelola Perusahaan yang Baik. Abstract The existence of State Owned Enterprises (SOE) as well as possible development of micro financial instuon existence which is an aempt to double the current value of companies. In addion, the holding company is expected to be able to increase compeve advantage because it would give focus and scale of businesses that are more economical, and are able to create corporate leverage. SOP in holding SOE is very important, because it is related to use of assets that were owned by the SOE. All applied with feasibility study proper and meet SOP can look assets that might no longer benefit and when there loss as a corporate can look losses in natural countries. SOP can be applied in SOE business acvies as long as it is aimed at holding SOE interests in accordance with the aims and objecves, and in accordance with policies according to within prescribed bounds regulaons and the arcles of associaon. Keywords: Holding Company, Standard Operang Procedure (SOP), Good Corporate Governance (GCG).

HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020P-ISSN 0126-0227, E-ISSN 2722-0664https://mhn.bphn.go.id/

HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI DALAM MENCAPAI ASPEK TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK(Holding BUMN Requires Standard Operating Procedure

in Achieving Good Corporate Governance)

Yuni Priskila GintingMahasiswa Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan

The Plaza Semanggi, Jl. Jend. Sudirman No.50, RT.1/RW.4,Jakarta Selatan 2930e-mail : [email protected]

AbstrakPengelompokkan BUMN ke dalam Induk Perusahaan dimungkinkan terjadinya peningkatan penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) yakni usaha untuk melipatgandakan nilai perusahaan yang ada saat ini. Di samping itu melalui Induk Perusahaan diharapkan akan dapat meningkatkan keunggulan kompetitif, karena akan memberikan fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis, serta dianggap mampu menciptakan corporate leverage. SOP dalam holding BUMN sangat penting, karena terkait pemanfaatan aset yang dimiliki BUMN Induk. Sepanjang dilandasi dengan kajian kelayakan yang tepat serta memenuhi SOP dapat terlihat aset-aset yang mungkin tidak lagi bermanfaat dan apabila terjadi kerugian akibat aksi korporasi dapat terlihat kerugian yang dialami negara. SOP dapat diterapkan dalam kegiatan usaha BUMN sepanjang ditujukan untuk kepentingan holding BUMN sesuai dengan maksud dan tujuan, serta sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas-batas yang ditentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan anggaran dasar.Kata kunci: Induk Perusahaan, Standar Operasional Prosedur, Tata Kelola Perusahaan yang Baik.

AbstractThe existence of State Owned Enterprises (SOE) as well as possible development of micro financial institution existence which is an attempt to double the current value of companies. In addition, the holding company is expected to be able to increase competitive advantage because it would give focus and scale of businesses that are more economical, and are able to create corporate leverage. SOP in holding SOE is very important, because it is related to use of assets that were owned by the SOE. All applied with feasibility study proper and meet SOP can look assets that might no longer benefit and when there loss as a corporate can look losses in natural countries. SOP can be applied in SOE business activities as long as it is aimed at holding SOE interests in accordance with the aims and objectives, and in accordance with policies according to within prescribed bounds regulations and the articles of association.Keywords: Holding Company, Standard Operating Procedure (SOP), Good Corporate Governance (GCG).

Page 2: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

2Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

A. Pendahuluan    Indonesia   sebagai   sebuah   negara  

berkewajiban   untuk   meningkatkan  pertumbuhan   ekonomi   nasional   secara  merata.   Pertumbuhan   ekonomi   tersebut  juga  harus   didorong   dengan  meningkat-­‐nya   kesejahteraan   rakyat   Indonesia  secara  nyata.  Hal  ini  sesuai  dengan  tujuan  negara  Indonesia  yang   tercantum   dalam  Pembukaan   UUD   1945,   yaitu   untuk  melindungi   segenap   bangsa   Indonesia  dan   seluruh   tumpah   darah   Indonesia,  memajukan   kesejahteraan   umum,  mencerdaskan   kehidupan   bangsa   dan  ikut  melaksanakan  ketertiban  dunia  yang  berdasarkan   kemerdekaan,   perdamaian  abadi  dan  keadilan  sosial.1  Pada  saat   ini,  BUMN   dalam   pelaksanaan   tugasnya  memerlukan   beberapa   perbaikan-­‐perbaikan   sistem   manajemen   untuk  mengangkat   kinerjanya.   Perangkat  perbaikan   tersebut   termasuk   untuk  menciptakan   kontrol   sistem.   Paradigma  BUMN   secara   simultan   dapat   diubah,  termasuk  mindset  manajemen,  karyawan  dan  sistem  teknologinya  harus  dilakukan  perbaikan.2

Keberadaan   perusahaan   terutama  BUMN   dalam   perkembangan   usahanya  tidak   dapat   dipisahkan   dengan   masalah  tanggung   jawab   sosial   terhadap   ling-­‐kungannya.   Lingkungan   tersebut   tidak  

hanya   mencakup   pada   lingkungan  internalnya   tetapi   juga   lingkungan  eskternalnya.3   Lingkungan   eksternal   ini  adalah   lingkungan   di   luar   perusahaan,  jadi  perusahaan   juga  harus  memperhati-­‐kan   masyarakat   dan   lingkungan   sekitar  agar   aktivitasnya  dapat   berjalan   dengan  seimbang.   Tanggung   jawab   sosial  perusahaan   terhadap   lingkungannya  yang   dalam   Bahasa   Inggris   disebut  sebagai  Corporate  Social  Responsibility.4

Setiap   organisasi   perusahaan   baik  swasta   maupun   pemerintah   tentunya  memiliki   aset   yang   mempunyai   nilai  ekonomis   jangka   panjang,   dimiliki  perusahaan   untuk   menjalankan   operasi  guna   menunjang   perusahaan   dalam  mencapai   tujuan.   Karena   fungsinya  sebagai   penunjang   perusahaan,   maka  setiap  aset  yang  dimiliki  haruslah  dikelola  dengan  efektif  dan  efisien  sehingga  aset  tersebut   dapat   memberikan   manfaat  tertinggi   bagi   perusahaan.   Penting  adanya  sebuah  tindakan  pendayagunaan  aset   dalam   suatu   perusahaan.   Pendaya-­‐gunaan  aset   yang  juga  dikatakan  sebagai  manajemen  aset  merupakan  pengelolaan  kekayaan  yang  mencakup  proses  meren-­‐canakan   kebutuhan   aset,   mendapatkan,  menginventarisasi,  melakukan  legal  audit,  menilai,   mengoperasikan,   memelihara,  memperbaharui   atau   menghapuskan  

1   Kusuma,  RM.A.B.,  Lahirnya  Undang-­‐Undang  Dasar  1945,  (Jakarta:  Fakultas  Hukum,  2009),  hlm.  474.2 Nanang  dan  Dumadi,   “Privatisasi   BUMN,  Eksistensi,  dan   Kinerja  Ekonomi  Nasional   dalam   Sistem  Ekonomi  

Pasar”,  (Jurnal  Akses:  Jurnal  Ekonomi  Dan  Bisnis  Nomor  2  (2007):  73.3   Adjie  Habib,  Status  Badan  Hukum,  Prinsip-­‐Prinsip  dan  Tanggung  jawab  Sosial  Perseroan  Terbatas.  (Bandung:  

CV.  Mandar  Maju,  2008),  hlm.74.4   Isa   Wahyudi   dan   Busyra   Azhery,   Corporate   Social   Responsibility:Prinsip,   Pengaturan   dan   Implementasi.  

(Malang:  In-­‐Trans  Publishing,  2008),  hlm.  XV.                                                                                                    

Page 3: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

3 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

A. Pendahuluan    Indonesia   sebagai   sebuah   negara  

berkewajiban   untuk   meningkatkan  pertumbuhan   ekonomi   nasional   secara  merata.   Pertumbuhan   ekonomi   tersebut  juga  harus   didorong   dengan  meningkat-­‐nya   kesejahteraan   rakyat   Indonesia  secara  nyata.  Hal  ini  sesuai  dengan  tujuan  negara  Indonesia  yang   tercantum   dalam  Pembukaan   UUD   1945,   yaitu   untuk  melindungi   segenap   bangsa   Indonesia  dan   seluruh   tumpah   darah   Indonesia,  memajukan   kesejahteraan   umum,  mencerdaskan   kehidupan   bangsa   dan  ikut  melaksanakan  ketertiban  dunia  yang  berdasarkan   kemerdekaan,   perdamaian  abadi  dan  keadilan  sosial.1  Pada  saat   ini,  BUMN   dalam   pelaksanaan   tugasnya  memerlukan   beberapa   perbaikan-­‐perbaikan   sistem   manajemen   untuk  mengangkat   kinerjanya.   Perangkat  perbaikan   tersebut   termasuk   untuk  menciptakan   kontrol   sistem.   Paradigma  BUMN   secara   simultan   dapat   diubah,  termasuk  mindset  manajemen,  karyawan  dan  sistem  teknologinya  harus  dilakukan  perbaikan.2

Keberadaan   perusahaan   terutama  BUMN   dalam   perkembangan   usahanya  tidak   dapat   dipisahkan   dengan   masalah  tanggung   jawab   sosial   terhadap   ling-­‐kungannya.   Lingkungan   tersebut   tidak  

hanya   mencakup   pada   lingkungan  internalnya   tetapi   juga   lingkungan  eskternalnya.3   Lingkungan   eksternal   ini  adalah   lingkungan   di   luar   perusahaan,  jadi  perusahaan   juga  harus  memperhati-­‐kan   masyarakat   dan   lingkungan   sekitar  agar   aktivitasnya  dapat   berjalan   dengan  seimbang.   Tanggung   jawab   sosial  perusahaan   terhadap   lingkungannya  yang   dalam   Bahasa   Inggris   disebut  sebagai  Corporate  Social  Responsibility.4

Setiap   organisasi   perusahaan   baik  swasta   maupun   pemerintah   tentunya  memiliki   aset   yang   mempunyai   nilai  ekonomis   jangka   panjang,   dimiliki  perusahaan   untuk   menjalankan   operasi  guna   menunjang   perusahaan   dalam  mencapai   tujuan.   Karena   fungsinya  sebagai   penunjang   perusahaan,   maka  setiap  aset  yang  dimiliki  haruslah  dikelola  dengan  efektif  dan  efisien  sehingga  aset  tersebut   dapat   memberikan   manfaat  tertinggi   bagi   perusahaan.   Penting  adanya  sebuah  tindakan  pendayagunaan  aset   dalam   suatu   perusahaan.   Pendaya-­‐gunaan  aset   yang  juga  dikatakan  sebagai  manajemen  aset  merupakan  pengelolaan  kekayaan  yang  mencakup  proses  meren-­‐canakan   kebutuhan   aset,   mendapatkan,  menginventarisasi,  melakukan  legal  audit,  menilai,   mengoperasikan,   memelihara,  memperbaharui   atau   menghapuskan  

1   Kusuma,  RM.A.B.,  Lahirnya  Undang-­‐Undang  Dasar  1945,  (Jakarta:  Fakultas  Hukum,  2009),  hlm.  474.2 Nanang  dan  Dumadi,   “Privatisasi   BUMN,  Eksistensi,  dan   Kinerja  Ekonomi  Nasional   dalam   Sistem  Ekonomi  

Pasar”,  (Jurnal  Akses:  Jurnal  Ekonomi  Dan  Bisnis  Nomor  2  (2007):  73.3   Adjie  Habib,  Status  Badan  Hukum,  Prinsip-­‐Prinsip  dan  Tanggung  jawab  Sosial  Perseroan  Terbatas.  (Bandung:  

CV.  Mandar  Maju,  2008),  hlm.74.4   Isa   Wahyudi   dan   Busyra   Azhery,   Corporate   Social   Responsibility:Prinsip,   Pengaturan   dan   Implementasi.  

(Malang:  In-­‐Trans  Publishing,  2008),  hlm.  XV.                                                                                                    

hingga   mengalihkan   aset   secara   efektif  dan  efisien.5

Melihat     kontribusi     BUMN     yang    masih   rendah,   pembenahan   serta    pemberdayaan   pada   beberapa   sektor      BUMN  harus  lebih  ditingkatkan  lagi.  Saat  ini   Pemerintah   sedang   memprioritaskan  pada  proses  restrukturisasi    BUMN  untuk  dapat   membentuk   efektivitas   serta  meningkatkan    nilai    perusahaan    Negara.    Kunci    keberhasilan    restrukturisasi  BUMN  terletak  pada  tindakan  pemerintah  secara  tegas  dalam  memilih  metode  yang  paling  sesuai   dalam   pencapaian   hasil,   seperti  efisiensi     pengendalian   kebijakan   dan  memperkuat   mata  rantai  aktivitas  untuk  mencapai  peningkatan  nilai  perusahaan.6  Melihat   metode   yang   dijalankan   di  berbagai   negara,   terdapat   beberapa  metode   restrukturisasi,   seperti   peng-­‐gabungan,   peleburan,   dan   pengambil-­‐alihan   (merger   dan   akuisisi),   penjualan      saham   kepada   publik   (Initial   Public  Offering   (IPO)),  penjualan  mitra    strategis  (strategic   sale),   penjualan   kepada   mene-­‐jemen  pengelola,  kontrak  manajemen,  dan  pembentukan  holding  company.

Pengaturan   pengelolaan   BUMN  yang   diatur   dalam   Undang-­‐Undang  Nomor   19   Tahun   2003   tentang   Badan  Usaha  Milik   Negara  diderivasi  dari   teori  negara   kesejahteraan   (welfare   state)  yang   secara  eksplisit   dianut   dalam   UUD  1945,  sejak  dari  pembukaan  hingga  pasal-­‐pasalnya.   Pembentuk   UUD   1945   yang  

diwarnai   pemikiran   negara   kesejah-­‐teraan   (welfare   state)   mencita-­‐citakan  pembentukan   suatu   pemerintah   negara  Indonesia   yang   melindungi   segenap  bangsa   Indonesia   dan   mampu   memaju-­‐kan   kesejahteraan   umum.   BUMN   yang  seluruh   atau   sebagian   besar   modalnya  berasal   dari   kekayaan   Negara   yang  dipisahkan,  merupakan  salah  satu  pelaku  ekonomi   dalam   sistem   perekonomian  nasional,   di   samping   usaha   swasta   dan  koperasi.   Dalam   menjalankan   kegiatan  usahanya,   BUMN,   swasta   dan   koperasi  melaksanakan   peran   saling   mendukung  berdasarkan  demokrasi  ekonomi.

Sistem   perekonomian   nasional,  BUMN   ikut   berperan   menghasilkan  barang   dan/atau   jasa   yang   diperlukan  dalam   rangka   mewujudkan   sebesar-­‐besarnya   kemakmuran   masyarakat.  Peran  BUMN  dirasakan  semakin   penting  sebagai  pelopor   dan/atau  perintis  dalam  sektor-­‐sektor  usaha  yang  belum  diminati  usaha   swasta.   BUMN   juga   mempunyai  peran   strategis   sebagai   pelaksana  pelayanan   publik,   penyeimbang   ke-­‐kuatan-­‐kekuatan  swasta  besar,  dan  turut  membantu   pengembangan   usaha   kecil/koperasi.   BUMN   merupakan   salah   satu  sumber   penerimaan   negara   yang  signifikan   dalam   bentuk   berbagai   jenis  pajak   dan   hasil   privatisasi.   Pelaksanaan  peran  BUMN  tersebut  diwujudkan  dalam  kegiatan   usaha   pada   hampir   seluruh  sektor   perekonomian,   seperti   sektor  

5   A.  Gima  Sugiama,  Metode  Riset  Bisnis  dan  Manajemen,  (Bandung:  Gudaya  Intimarta,2015),  hlm.15.6 Adhi  Suryo  Judhanto,  “Pembentukan  Holding  Company  BUMN  Dalam  Perspektif  Hukum  Persaingan  Usaha”,  

(E-­‐jurnal:  Spirit  Pro  Patria  Volume  IV  Nomor  2  (2018):  154.

Page 4: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

4Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

pertanian,   perikanan,   perkebunan,  kehutanan,   manufaktur,   pertambangan,  keuangan,   pos   dan   telekomunikasi,  transportasi,   listrik,   industri   dan   perda-­‐gangan,  serta  konstruksi.

Perekonomian  merupakan  hal  yang  sangat   fundamental   bagi   suatu   Negara  karena  perekonomian  menjadi  tolak  ukur  tingkat   kesejahteraan   rakyat   dalam  sebuah   negara.   Terkait   dengan   upaya  menyejahterakan   rakyat,   menurut   W.  Friedman,   negara   normalnya   harus  bertindak  dalam   3   (tiga)   dimensi  umum  yaitu:7

1. Negara   bertindak   sebagai   regulator  (de   stuurende)   yang   mengendalikan  atau  mengemudikan  perekonomian  di  mana   di   dalamnya   negara   bertindak  sebagai  wasit  (jury).

2. Negara   bertindak   sebagai   penyedia  (de   presterende)   lebih-­‐lebih   dalam  suatu  negara  yang   berfalsafah   sebagi  negara  kesejahteraan  (welfare  state).

3. Negara   bertindak   sebagai   pengusaha  (enterpreneur).

Suatu   perusahaan   dikatakan   men-­‐jadi   pemegang   kendali  atas   perusahaan  lainnya   apabila   perusahaan   tersebut  dimil iki   lebih   dari   setengah   dari  keseluruhan   nilai   nominal   saham   yang  dikeluarkan   oleh   suatu   perusahaan  lainnya,   atau   apabila   perusahaan   me-­‐miliki   kewenangan   untuk   menentukan  

komposisi   Direksi   suatu   perusahaan  lainnya.8   Undang-­‐Undang   Nomor   40  Tahun  2007   tentang  Perseroan   Terbatas  menganut   prinsip   hukum   separate   legal  entity   (badan   hukum   terpisah),   artinya  perseroan  merupakan  badan  hukum  yang  terpisah   dari   pemegang   sahamnya,  terlepas   misalnya   pemegang   saham  memiliki  99,99%  saham  dalam  perseroan.  Karena   holding   company   di   Indonesia  adalah  dalam  bentuk  Perseroan  Terbatas,  maka   holding   company   di   Indonesia  tunduk   pada   aturan   Undang-­‐Undang  Perseroan  Terbatas.

Peraturan    perundang-­‐undangan    di    Indonesia,    hingga     saat    ini    belum    ada    yang  mengatur    secara    khusus    mengenai  holding    company  atau  parent    company.    Di     dalam     Undang-­‐Undang   Nomor   40  Tahun  2007   tentang  Perseroan   Terbatas  hanya   mengatur   dan   menjelaskan  tentang   penggabungan.   Penggabungan  perusahaan      tersebut      dapat      ditempuh      melalui  merger,  akuisisi,  dan    konsolidasi.  Hal   ini   yang   membuat   langkah   peme-­‐rintah   untuk   membentuk   holding   com-­‐pany   BUMN   sulit   untuk   direalisasikan.  Sehubungan   dengan   belum   lengkapnya  ketentuan   hukum   di   Indonesia   yang  mengatur   mengenai   holding   company  atau  parent   company   maka  BUMN   me-­‐merlukan  kepastian  secara  khusus  dalam  

7   Gunarto  Suhardi,  Revitalisasi  BUMN,  (Yogyakarta:  Universitas  Atma  Jaya  Yogyakarta,  2007),  hlm.18 Dea  Claudia,  Aspek  Hukum  Holding  Company  dalam  Perusahaan  dengan  Status  Badan  Usaha  Milik  Negara.  

(Skripsi   Sarjana  UI,  Depok,   2012).   Sebuah   kutipan   dari   Company   Law   (London:  Blackstone   Press   limited,  1989)  hlm.  28.

Page 5: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

5 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

pertanian,   perikanan,   perkebunan,  kehutanan,   manufaktur,   pertambangan,  keuangan,   pos   dan   telekomunikasi,  transportasi,   listrik,   industri   dan   perda-­‐gangan,  serta  konstruksi.

Perekonomian  merupakan  hal  yang  sangat   fundamental   bagi   suatu   Negara  karena  perekonomian  menjadi  tolak  ukur  tingkat   kesejahteraan   rakyat   dalam  sebuah   negara.   Terkait   dengan   upaya  menyejahterakan   rakyat,   menurut   W.  Friedman,   negara   normalnya   harus  bertindak  dalam   3   (tiga)   dimensi  umum  yaitu:7

1. Negara   bertindak   sebagai   regulator  (de   stuurende)   yang   mengendalikan  atau  mengemudikan  perekonomian  di  mana   di   dalamnya   negara   bertindak  sebagai  wasit  (jury).

2. Negara   bertindak   sebagai   penyedia  (de   presterende)   lebih-­‐lebih   dalam  suatu  negara  yang   berfalsafah   sebagi  negara  kesejahteraan  (welfare  state).

3. Negara   bertindak   sebagai   pengusaha  (enterpreneur).

Suatu   perusahaan   dikatakan   men-­‐jadi   pemegang   kendali  atas   perusahaan  lainnya   apabila   perusahaan   tersebut  dimil iki   lebih   dari   setengah   dari  keseluruhan   nilai   nominal   saham   yang  dikeluarkan   oleh   suatu   perusahaan  lainnya,   atau   apabila   perusahaan   me-­‐miliki   kewenangan   untuk   menentukan  

komposisi   Direksi   suatu   perusahaan  lainnya.8   Undang-­‐Undang   Nomor   40  Tahun  2007   tentang  Perseroan   Terbatas  menganut   prinsip   hukum   separate   legal  entity   (badan   hukum   terpisah),   artinya  perseroan  merupakan  badan  hukum  yang  terpisah   dari   pemegang   sahamnya,  terlepas   misalnya   pemegang   saham  memiliki  99,99%  saham  dalam  perseroan.  Karena   holding   company   di   Indonesia  adalah  dalam  bentuk  Perseroan  Terbatas,  maka   holding   company   di   Indonesia  tunduk   pada   aturan   Undang-­‐Undang  Perseroan  Terbatas.

Peraturan    perundang-­‐undangan    di    Indonesia,    hingga     saat    ini    belum    ada    yang  mengatur    secara    khusus    mengenai  holding    company  atau  parent    company.    Di     dalam     Undang-­‐Undang   Nomor   40  Tahun  2007   tentang  Perseroan   Terbatas  hanya   mengatur   dan   menjelaskan  tentang   penggabungan.   Penggabungan  perusahaan      tersebut      dapat      ditempuh      melalui  merger,  akuisisi,  dan    konsolidasi.  Hal   ini   yang   membuat   langkah   peme-­‐rintah   untuk   membentuk   holding   com-­‐pany   BUMN   sulit   untuk   direalisasikan.  Sehubungan   dengan   belum   lengkapnya  ketentuan   hukum   di   Indonesia   yang  mengatur   mengenai   holding   company  atau  parent   company   maka  BUMN   me-­‐merlukan  kepastian  secara  khusus  dalam  

7   Gunarto  Suhardi,  Revitalisasi  BUMN,  (Yogyakarta:  Universitas  Atma  Jaya  Yogyakarta,  2007),  hlm.18 Dea  Claudia,  Aspek  Hukum  Holding  Company  dalam  Perusahaan  dengan  Status  Badan  Usaha  Milik  Negara.  

(Skripsi   Sarjana  UI,  Depok,   2012).   Sebuah   kutipan   dari   Company   Law   (London:  Blackstone   Press   limited,  1989)  hlm.  28.

penerapan   SOP   terkait   dengan   holding    company  atau  parent    company.

Parent   company  atau  holding   com-­‐pany   merupakan   penciptaan   Perseroan  yang  khusus  disiapkan  memegang  saham  Perseroan   lain   untuk   tujuan   investasi    baik     tanpa    maupun     dengan     kontrol    yang  nyata  (with  or  with  actual    control).9  Perusahaan   holding   sering   disebut   juga  sebagai   holding   company,   parent   com-­‐pany,   atau   controlling   company.   Munir  Fuadi   mengartikan   holding   company  adalah  suatu  perusahaan  yang  bertujuan    untuk   memiliki   saham   dalam   satu   atau  lebih   perusahaan   lain   dan/atau     meng-­‐atur     satu     atau     lebih     perusahaan    tersebut.10

Perusahaan   holding   company   bia-­‐sanya   terbentuk   karena   adanya   proses      konglomerasi,  yaitu  pemusatan  beberapa  perusahaan   anak   untuk   kemudian   ber-­‐gabung  dalam  perusahaan  induk.   Seiring  dengan   terus   berkembangnya   industri  usaha   di   Indonesia,   maka   pengendalian  usaha   melalui   pembentukkan   holding  company   telah  menjadi  suatu  kebutuhan  bisnis   yang   harus   dilakukan   untuk  menghadapi   persaingan.   Pada   holding  

company   terdapat   konsentrasi   saham  dengan  tujuan  untuk  mencapai  pengaruh  pada   perusahaan   tertentu   atau   cabang  perusahaan   tertentu   atau   dengan  maksud   mengendalikannya.   Holding  company   merupakan   perusahaan   yang  berdiri  sendiri  yang  atas  namanya  sendiri,    mengeluarkan    saham  badan  usaha    lain    dengan  deviden  yang   tercapai     dengan-­‐nya.   Dimana   perusahaan   induk   melalui  kekayaan   sahamnya   sebesar   40-­‐50%  dapat   mengendalikan   sejumlah   anak  perusahaan   yang   kembali   lagi   melalui  pemilikan  saham  menguasai  perusahaan-­‐perusahaan  anak  lainnya.11  

Anak  perusahaan  holding   company  BUMN   yang   mengalami   pailit   akan  memberikan   dampak.   Pertama,   seluruh  harta  kekayaan  debitor   anak  perusahaan    pailit  disita  untuk  kepentingan  kreditor,12  terlepas   dari   status   Persero   maupun  bukan   Persero   pada   anak   perusahaan  holding,   akan   tetapi   anak   perusahaan  pailit   kehilangan   hak   menguasai   dan  mengurus   kekayaan   sendiri.13   Induk  perusahaan  dan  anak  perusahaan  sama-­‐sama  memiliki   entitas  hukum,   sehingga  berlaku   pula   hak   dan   kewajiban   yang  

9 Website/internet:   Holding   Company,   Fungsi   dan   Pengaturannya.   https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3562/holding-­‐company-­‐-­‐fungsi-­‐dan-­‐pengaturannya/  (diakses  14  Maret  2020).

10 Munir   Fuady,  Hukum  Perusahaan  Dalam  Paradigma  Hukum  Bisnis,  (Bandung:  Citra  Aditya  Bakti,  2002),  hlm.84.

11 Yuli   Indrawati,   Aktualisasi   Hukum   Keuangan   Negara   dalam   Privatisasi   BUMN,(Jakarta:   Kencana   Persada  Media  Group,  2012),  hlm.18.

12 Pasal   21   jo.   Pasal   1   angka   1   Undang-­‐Undang  Nomor   37   Tahun   2004   tentang   Kepailitan   dan   Penundaan  Kewajiban  Pembayaran  Utang.

13   Pasal  24  Undang-­‐Undang  Nomor  37  Tahun  2004  tentang  Kepailitan  dan  Penundaan  Kewajiban  Pembayaran  Utang.

Page 6: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

6Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

terbatas  dalam   lapangan  harta  kekayaan  (limited   liability).   Prinsip   limited   liability  mengenai   harta   kekayaan   terpisah,  bermakna   bahwa   harta   kekayaan  pemegang  saham  (share  holders)  dengan  harta   kekayaan   badan   hukum   benar-­‐benar   terpisah.14   Apabila   badan   hukum  memiliki  utang,   maka  pemegang   saham  tidak   dapat   dimintai   pertanggung-­‐jawaban  untuk  pembayaran  utang  badan  hukum   tersebut,   demikian   sebaliknya.  Selain  itu,  kerugian  yang  ditanggung  oleh  pemegang   saham   sebatas   modal   yang  disetorkan  ke  dalam  Perseroan.

Holding  company  menjadi  isu    stra-­‐tegis  bagi  kelompok  perusahaan.    Dalam  holding  company  penyelarasan    berbagai  aspek   bisnis,   optimalisasi     pengelolaan  sumber   daya  dan  portfolio     bisnis    yang    berujung     peningkatan     nilai     tambah  perusahaan,  serta  institusionalisasi  sistem  dapat   ditampung.   Kenyataannya   me-­‐mang   masih   banyak     dijumpai   holding    company   yang   belum     dikelola   dengan  baik  sehingga  justru    menjadi  beban  baik  bagi   perusahaan     induk   maupun   anak  perusahaan   serta     afiliasinya,   dan   nilai  tambah  yang  diharapkan  meleset.

Terkait   dengan   itu   untuk   meng-­‐optimalkan  kinerja  BUMN  dan  membuat  struktur  BUMN  yang  lebih  baik  pemerintah  mengadakan   program   untuk   mem-­‐perbaiki   sistem   BUMN   di   Indonesia,  

melalui   retrukturasi,   profitisasi   dan  privatisasi.  Dalam  program  restrukturisasi  terdapat   salah   satu   fokus   utama   dari  Kementrian   BUMN   dalam   rangka   pem-­‐binaan   BUMN   yaitu   melalui   program  rightsizing.   Program   rightsizing   BUMN  adalah   program   utama   dari   program  retrukturisasi/penataan   kembali   BUMN  dengan   cara   pemetaan   secara   lebih  tajam,   dan   dilakukan   regrouping/kon-­‐solidasi,   untuk   mencapai   jumlah   dan  skala  usaha  BUMN  yang  lebih  ideal.15

Perusahaan   holding   sering   disebut  juga   holding   company   atau   controlling  company.   Yang   dimaksud   dengan   peru-­‐sahaan  holding  adalah  suatu  perusahaan  yang   bertujuan   untuk   memiliki   saham  dalam   satu   atau   lebih   perusahaan   lain  dan/atau   mengatur   satu   atau   lebih  perusahaan   lain   tersebut   biasanya  (walaupun   tidak   selamanya)   suatu  perusahaan   holding   memiliki   banyak  perusahaan  yang  bergerak  dalam  bidang-­‐bidang   bisnis   yang   sangat   berbeda-­‐beda.16

Melalui  pengelompokkan  BUMN  ke  dalam   holding   dimungkinkan   terjadinya  peningkatan   penciptaan   nilai   pasar  perusahaan  (market  value  creation)  yakni  usaha   untuk   melipatgandakan   nilai  perusahaan  yang  ada  saat  ini.  Di  samping  itu  melalui  holding  diharapkan  pula  akan  dapat   meningkatkan   keunggulan   kom-­‐

14 Putu  Edgar   Tanaya  dan  Kadek  Agus  Sudiarawan,  “Akibat  Hukum  Kepailitan  Badan  Usaha  Milik  Negara  Pasca  berlakunya  Undang-­‐Undang  Nomor  17  Tahun   2003   tentang  Keuangan  Negara”,  Jurnal   Komunikasi   Hukum  Vol  3,  No.  1,  2017,  117-­‐126,  hlm.  5.

15    Kementerian  BUMN,  Master  Plan  Kementerian  BUMN  2004-­‐2014,  hlm  80.16   Munir   Fuady,  Hukum   Perusahaan  dalam  Paradigma   Hukum  Bisnis,  (Bandung:  PT  Citra  Aditya  Bakti,  2002),  

hlm.  83.

Page 7: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

7 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

terbatas  dalam   lapangan  harta  kekayaan  (limited   liability).   Prinsip   limited   liability  mengenai   harta   kekayaan   terpisah,  bermakna   bahwa   harta   kekayaan  pemegang  saham  (share  holders)  dengan  harta   kekayaan   badan   hukum   benar-­‐benar   terpisah.14   Apabila   badan   hukum  memiliki  utang,   maka  pemegang   saham  tidak   dapat   dimintai   pertanggung-­‐jawaban  untuk  pembayaran  utang  badan  hukum   tersebut,   demikian   sebaliknya.  Selain  itu,  kerugian  yang  ditanggung  oleh  pemegang   saham   sebatas   modal   yang  disetorkan  ke  dalam  Perseroan.

Holding  company  menjadi  isu    stra-­‐tegis  bagi  kelompok  perusahaan.    Dalam  holding  company  penyelarasan    berbagai  aspek   bisnis,   optimalisasi     pengelolaan  sumber   daya  dan  portfolio     bisnis    yang    berujung     peningkatan     nilai     tambah  perusahaan,  serta  institusionalisasi  sistem  dapat   ditampung.   Kenyataannya   me-­‐mang   masih   banyak     dijumpai   holding    company   yang   belum     dikelola   dengan  baik  sehingga  justru    menjadi  beban  baik  bagi   perusahaan     induk   maupun   anak  perusahaan   serta     afiliasinya,   dan   nilai  tambah  yang  diharapkan  meleset.

Terkait   dengan   itu   untuk   meng-­‐optimalkan  kinerja  BUMN  dan  membuat  struktur  BUMN  yang  lebih  baik  pemerintah  mengadakan   program   untuk   mem-­‐perbaiki   sistem   BUMN   di   Indonesia,  

melalui   retrukturasi,   profitisasi   dan  privatisasi.  Dalam  program  restrukturisasi  terdapat   salah   satu   fokus   utama   dari  Kementrian   BUMN   dalam   rangka   pem-­‐binaan   BUMN   yaitu   melalui   program  rightsizing.   Program   rightsizing   BUMN  adalah   program   utama   dari   program  retrukturisasi/penataan   kembali   BUMN  dengan   cara   pemetaan   secara   lebih  tajam,   dan   dilakukan   regrouping/kon-­‐solidasi,   untuk   mencapai   jumlah   dan  skala  usaha  BUMN  yang  lebih  ideal.15

Perusahaan   holding   sering   disebut  juga   holding   company   atau   controlling  company.   Yang   dimaksud   dengan   peru-­‐sahaan  holding  adalah  suatu  perusahaan  yang   bertujuan   untuk   memiliki   saham  dalam   satu   atau   lebih   perusahaan   lain  dan/atau   mengatur   satu   atau   lebih  perusahaan   lain   tersebut   biasanya  (walaupun   tidak   selamanya)   suatu  perusahaan   holding   memiliki   banyak  perusahaan  yang  bergerak  dalam  bidang-­‐bidang   bisnis   yang   sangat   berbeda-­‐beda.16

Melalui  pengelompokkan  BUMN  ke  dalam   holding   dimungkinkan   terjadinya  peningkatan   penciptaan   nilai   pasar  perusahaan  (market  value  creation)  yakni  usaha   untuk   melipatgandakan   nilai  perusahaan  yang  ada  saat  ini.  Di  samping  itu  melalui  holding  diharapkan  pula  akan  dapat   meningkatkan   keunggulan   kom-­‐

14 Putu  Edgar   Tanaya  dan  Kadek  Agus  Sudiarawan,  “Akibat  Hukum  Kepailitan  Badan  Usaha  Milik  Negara  Pasca  berlakunya  Undang-­‐Undang  Nomor  17  Tahun   2003   tentang  Keuangan  Negara”,  Jurnal   Komunikasi   Hukum  Vol  3,  No.  1,  2017,  117-­‐126,  hlm.  5.

15    Kementerian  BUMN,  Master  Plan  Kementerian  BUMN  2004-­‐2014,  hlm  80.16   Munir   Fuady,  Hukum   Perusahaan  dalam  Paradigma   Hukum  Bisnis,  (Bandung:  PT  Citra  Aditya  Bakti,  2002),  

hlm.  83.

petitif,   karena   akan   memberikan   fokus  dan   skala   usaha   yang   lebih   ekonomis,  mampu  menciptakan  corporate  leverage.  BUMN   merupakan   badan   usaha   yang  seluruh   atau   sebagian   besar   modalnya  dimiliki  oleh  negara,  melalui  penyertaan  secara   langsung   yang   berasal   dari  kekayaan  negara  yang  dipisahkan.  Dalam  melakukan   kerjasama   atau   perikatan  hukum   antara   BUMN   dengan   Mitra  (pihak  yang  bekerja  sama  dengan  BUMN  yang  terdiri  dari  anak  perusahaan  BUMN,  perusahaan   terafiliasi   BUMN   dan/atau  pihak   lain   untuk   mencapai   tujuan  bersama)   diwajibkan   untuk   memiliki  Standard  Operating  Procedure  (SOP)  yang  menjadi   pedoman   atau   acuan   untuk  melaksanakan   tugas/pekerjaan   sesuai  dengan  tujuan  dari  badan  usaha.

Berdasarkan  uraian   di  atas  penulis  tertarik   untuk   menganalisis   bagaimana  kepastian  hukum  atas  Standard  Operating  Procedure   (SOP)   kerja   sama   yang   men-­‐cerminkan   aspek-­‐aspek   Good   Corporate  Governance?   dan   bagaimana   implemen-­‐tasi  Standard  Operating   Procedure   (SOP)  kerja   sama   yang   menguntungkan   se-­‐hingga  dapat   mewujudkan   pengambilan  keputusan   bisnis   yang   tepat   dan   dapat  dipertanggungjawabkan?   Pada   saat   ini,  BUMN   dalam   pelaksanaan   tugasnya  memerlukan  beberapa  perbaikan   sistem  manajemennya   untuk   mengangkat  

kinerjanya.  Perangkat  perbaikan  tersebut  termasuk   untuk   menciptakan   kontrol  sistem.  Paradigma  BUMN  secara  simultan  dapat   diubah,   termasuk   mindset   mana-­‐jemen,   karyawan   dan   sistem   teknologi-­‐nya  harus  dilakukan  perbaikan17.  Sebagai  langkah   untuk   meningkatkan   kinerja,  efisiensi   dan   profesionalisme   pada  holding   company   BUMN   diperlukan  sebuah   prinsip   yang   dipercaya   dapat  mendorong   terjadinya   peningkatan  kinerja  dari  perusahaan,  prinsip  tersebut  adalah  prinsip  Good  Corporate  Governance.

B. Metode  PenelitianMetode   (method),   secara  harafiah  

berarti   cara.   Selain   itu   metode   atau  metodik   berasal   dari   bahasa   greeka,  metha  (melalui  atau  melewati)  dan  hodos  (jalan  atau  cara).18  Penulis  menggunakan  penelitian   hukum   yuridis  normatif   yaitu  penelitian   yang   menekankan   pada  penggunaan  norma-­‐norma  hukum  secara  tertulis  yang  dikaitkan  dengan  praktik  dan  persepsi   yang   dilakukan   narasumber,19  serta   meneliti   norma   hukumnya   berda-­‐sarkan   teori   hukum   khususnya   teori  kepastian   hukum   guna   memastikan  setiap   BUMN   sudah   memiliki   Standard  Operating  Procedure  (SOP).

17  Safri  Nugraha,  “Privatisasi  BUMN  antara  Harapan  dan  Kenyataan”,  Jurnal  Hukum  Bisnis  Volume      No.26  No.1  Tahun  (2007):  16.

18  Sulistyowati   Irianto   &  Shidra,  Metode  Penelitian   Hukum  Konstelasi   dan  Refleksi,   (Jakarta:  Yayasan  Pustaka  Obor  Indonesia,  2009),  hlm.  97.

19  Simatupang,  Dian  Puji,  Petunjuk  Penelitian  Usulan  Penelitian   Disertasi,  (Jakarta:  Program  Studi    Doktor   Ilmu  Hukum  Unkrisna,  2013),  hlm.5.

Page 8: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

8Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

C. PembahasanPembinaan  dan  pengelolaan  BUMN,  

terdapat   pembagian  kewenangan  antara  Menteri   Keuangan   dengan   Menteri  BUMN.   Kewenangan   Menteri   Keuangan  dalam   kedudukannya   sebagai   pengelola  kekayaan   negara   terkait   dengan   urusan  permodalan/kepemilikan.   Sedangkan  kewenangan   Menteri   BUMN   terkait  dengan   urusan   operasional/manajerial  yang   dalam   hal   ini   dilakukan   dalam  kedudukannya   selaku   Rapat   Umum  Pemegang   Saham   (RUPS)   pada   Persero  dan   selaku   pemilik   modal   pada   Peru-­‐sahaan   Umum   (Perum),   berdasarkan  Peraturan   Pemerintah   (PP)   Nomor   41  Tahun   2003   tentang   Pel impahan  Kedudukan,   Tugas,   dan   Kewenangan  Menteri   Keuangan   Pada   Perusahaan  Perseroan   (Persero),   Perusahaan  Umum  (Perum)  dan  Perusahaan  Jawatan  (Perjan)  Kepada   Menteri   Negara   Badan   Usaha  Milik  Negara.

Peraturan   Menteri   Negara   PAN  Nomor   PER/15/M.PAN/7/2008   tentang  Pedoman   Umum   Reformasi   Birokrasi  yang   kemudian   disempurnakan   dengan  Peraturan   Menteri   Negara   PAN   dan   RB  Nomor  20  Tahun  2010  tentang  Road  Map  Reformasi   Birokrasi   2010–2014   serta  Peraturan   Presiden   Nomor   81   Tahun  2010   tentang   Grand   Design   Reformasi  Birokrasi   2010-­‐2025,   seluruh   instansi/lembaga   Pemerintah   diwajibkan   untuk  melaksanakan   Reformasi   Birokrasi   guna  menciptakan   tata   kelola   pemerintahan  yang  bersih  (Good  Corporate  Governance).  Terkait  dengan  hal  tersebut,  Kementerian  

BUMN  pada  dasarnya  telah  mulai  melak-­‐sanakannya   sejak   Tahun   2007   yang  dimulai   dengan   analisis   jabatan   dan  analisis   beban   kerja   setiap   jabatan   di  Kementerian  BUMN.

Selanjutnya,  untuk  menindaklanjuti  ketentuan   dalam   peraturan   tersebut  tahun  2009  secara  khusus  telah  dibentuk  Tim   Reformasi   Birokrasi   Kementerian  Negara   BUMN   dan   beberapa   tim   lain  untuk  mendukung  pelaksanaan  Reformasi  B irokras i   d i   Kementer ian   BUMN.  Reformasi  Birokrasi  yang   dilakukan  telah  menghasilkan   beberapa   output   antara  lain  Standard  Operating  Procedure   (SOP).  Sejak   dikeluarkannya   Permen   BUMN  PER-­‐03/MBU/2017  untuk  dapat  membuat  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  kerja   sama  yang   paling   menguntungkan  dan   juga   mencerminkan   aspek-­‐aspek  Good   Corporate   Governance   sehingga  dapat   mewujudkan   pengambilan   kepu-­‐tusan   bisnis   yang   tepat   dan   dapat  dipertanggungjawabkan.

Implementasi  Good   Corporate   Go-­‐vernance   menjadi   suatu   kebutuhan   dan  tuntutan   yang   harus   dilakukan   oleh  BUMN  agar  tetap  eksis  dalam  persaingan  global   dunia   usaha.   Implementasi   Good  Corporate  Governance  mendorong  BUMN  menjalankan   aktivitas   bisnisnya   secara  amanah  dengan  memperhatikan  standar  etika   bisnis   yang   berlaku   dalam   rangka  menciptakan  nilai  perusahaan  (corporate  value)   dalam   jangka   panjang.   BUMN  harus  dapat   mengelola   asetnya   dengan  benar   untuk   mengoptimalkan   nilai  perusahaan.   Sebab   aset   yang   dimiliki  

Page 9: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

9 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

C. PembahasanPembinaan  dan  pengelolaan  BUMN,  

terdapat   pembagian  kewenangan  antara  Menteri   Keuangan   dengan   Menteri  BUMN.   Kewenangan   Menteri   Keuangan  dalam   kedudukannya   sebagai   pengelola  kekayaan   negara   terkait   dengan   urusan  permodalan/kepemilikan.   Sedangkan  kewenangan   Menteri   BUMN   terkait  dengan   urusan   operasional/manajerial  yang   dalam   hal   ini   dilakukan   dalam  kedudukannya   selaku   Rapat   Umum  Pemegang   Saham   (RUPS)   pada   Persero  dan   selaku   pemilik   modal   pada   Peru-­‐sahaan   Umum   (Perum),   berdasarkan  Peraturan   Pemerintah   (PP)   Nomor   41  Tahun   2003   tentang   Pel impahan  Kedudukan,   Tugas,   dan   Kewenangan  Menteri   Keuangan   Pada   Perusahaan  Perseroan   (Persero),   Perusahaan  Umum  (Perum)  dan  Perusahaan  Jawatan  (Perjan)  Kepada   Menteri   Negara   Badan   Usaha  Milik  Negara.

Peraturan   Menteri   Negara   PAN  Nomor   PER/15/M.PAN/7/2008   tentang  Pedoman   Umum   Reformasi   Birokrasi  yang   kemudian   disempurnakan   dengan  Peraturan   Menteri   Negara   PAN   dan   RB  Nomor  20  Tahun  2010  tentang  Road  Map  Reformasi   Birokrasi   2010–2014   serta  Peraturan   Presiden   Nomor   81   Tahun  2010   tentang   Grand   Design   Reformasi  Birokrasi   2010-­‐2025,   seluruh   instansi/lembaga   Pemerintah   diwajibkan   untuk  melaksanakan   Reformasi   Birokrasi   guna  menciptakan   tata   kelola   pemerintahan  yang  bersih  (Good  Corporate  Governance).  Terkait  dengan  hal  tersebut,  Kementerian  

BUMN  pada  dasarnya  telah  mulai  melak-­‐sanakannya   sejak   Tahun   2007   yang  dimulai   dengan   analisis   jabatan   dan  analisis   beban   kerja   setiap   jabatan   di  Kementerian  BUMN.

Selanjutnya,  untuk  menindaklanjuti  ketentuan   dalam   peraturan   tersebut  tahun  2009  secara  khusus  telah  dibentuk  Tim   Reformasi   Birokrasi   Kementerian  Negara   BUMN   dan   beberapa   tim   lain  untuk  mendukung  pelaksanaan  Reformasi  B irokras i   d i   Kementer ian   BUMN.  Reformasi  Birokrasi  yang   dilakukan  telah  menghasilkan   beberapa   output   antara  lain  Standard  Operating  Procedure   (SOP).  Sejak   dikeluarkannya   Permen   BUMN  PER-­‐03/MBU/2017  untuk  dapat  membuat  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  kerja   sama  yang   paling   menguntungkan  dan   juga   mencerminkan   aspek-­‐aspek  Good   Corporate   Governance   sehingga  dapat   mewujudkan   pengambilan   kepu-­‐tusan   bisnis   yang   tepat   dan   dapat  dipertanggungjawabkan.

Implementasi  Good   Corporate   Go-­‐vernance   menjadi   suatu   kebutuhan   dan  tuntutan   yang   harus   dilakukan   oleh  BUMN  agar  tetap  eksis  dalam  persaingan  global   dunia   usaha.   Implementasi   Good  Corporate  Governance  mendorong  BUMN  menjalankan   aktivitas   bisnisnya   secara  amanah  dengan  memperhatikan  standar  etika   bisnis   yang   berlaku   dalam   rangka  menciptakan  nilai  perusahaan  (corporate  value)   dalam   jangka   panjang.   BUMN  harus  dapat   mengelola   asetnya   dengan  benar   untuk   mengoptimalkan   nilai  perusahaan.   Sebab   aset   yang   dimiliki  

belum  tentu  membawa  nilai  keuntungan.  Demikian   pula  sebaliknya,   memiliki   aset  sedikit   bukan   pula   membawa   kerugian.  Semua   tergantung   pada   kemampuan  perusahaan   untuk   dapat   mengelola  asetnya  secara  optimal.

Menurut   SK-­‐16/S .MBU/2012  pengukuran   terhadap   penerapan   Good  Corporate   Governance   dilakukan   dalam  bentuk:1. Penilaian   (Assessment)   yaitu   program  

untuk   mengidentifikasi   pelaksanaan  Good  Corporate  Governance  di  BUMN  melalui   pengukuran  pelaksanaan   dan  penerapan   Good   Corporate   Gover-­‐nance   di   BUMN   yang   dilaksanakan  secara  berkala  setiap  2  (dua)  tahun.

2. Evaluasi   (Review),   yaitu   program  untuk   mendeskripsikan   tindak   lanjut  pelaksanaan   dan   penerapan   Good  Corporate   Governance   di  BUMN   yang  dilakukan  pada  tahun  berikutnya.

Indikator   atau  parameter   penilaian  dan   evaluasi   dalam   penerapan   Good  Corporate   Governance  pada  BUMN   dike-­‐lompokan   dalam   6   (enam)   faktor   atau  aspek  yang  terdiri  dari:1. Pemegang   saham   dan   RUPS/Pemilik  

Modal.2. Komitmen   terhadap   penerapan   tata  

kelola   perusahaan   yang   baik   secara  berkelanjutan.

3. Dewan  komisaris/dewan  pengawas.4. Direksi.5. Pengungkapan   dan   keterbukaan  

informasi.

6. Faktor  lainnya.Faktor-­‐faktor   yang   diuji  kesesuaian  

penerapannya   dalam   suatu   parameter  atau  sub   indikator   ditetapkan  atas  dasar  klasifikasi  sebagai  berikut:1. Diseminasi/sosial isasi   Standard  

Operating  Procedure  (SOP)  /kebijakan/aturan  main.

2. Keberadaan   Standard   Operating  Procedure   (SOP)/Kebijakan/aturan  main   yang   melandasi   proses   yang  dilaksanakan   oleh   organ   BUMN  (pemegang   saham/RUPS,   dewan  komisaris/dewan   pengawas   dan  direksi)  termasuk  kelengkapan  muatan  Standard   Operating   Procedure   (SOP)/Kebijakan/aturan  main.

3. Pemahaman   para   partisipan   yang  melaksanakan  proses.

4. Rencana   pelaksanaan   atas   proses  sesuai   Standard   Operating   Procedure  (SOP)  /Kebijakan/aturan  main.

5. Pelaksanaan   proses   di   organ   BUMN  sesuai   Standard   Operating   Procedure  (SOP)  /kebijakan/aturan  main.

6. Keluaran  atau  output  atas  proses  yang  dilaksanakan  oleh  organ  BUMN.

7. Kual i tas   keluaran   output   yang  dihasilkan.

Business  judgment   rule  merupakan  salah  satu  doktrin  yang  ada  dalam  hukum  perusahaan.   Business   judgment   rule  memberikan   perlindungan   terhadap  pimpinan   perusahaan   untuk   tidak  bertanggungjawab   atas   kerugian   yang  timbul   dari   suatu   konsekuensi   apabila  

Page 10: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

10Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

tindakan   pimpinan   perusahaan   didasar-­‐kan   pada   itikad   baik   dan   sifat   kehati-­‐hatian.20   Dalam   hal   ini   pejabat   biro  hukum   di   masing-­‐masing   BUMN   perlu  mengelaborasi   dan   menginventarisasi  hal-­‐hal  yang   tetap   perlu   dijalankan   dari  peraturan   terdahulu   dan   permasalahan-­‐permasalahan   yang   selama   ini   dihadapi  ketika  berpedoman  pada  Permen  BUMN  13/2014.   Standard   Operating   Procedure  (SOP)     itu  sangat   penting   karena  terkait  pemanfaatan   aset   yang   dimiliki   BUMN  Induk.

Aset   yang   tak   termanfaatkan   ini  dalam  dunia  bisnis  menjadi  beban   yang  mengurangi   keuntungan   perusahaan.  Standard  Operating  Procedure  (SOP)  harus  secara  jelas  mengatur   tata   cara  peman-­‐faatan  aset.  Pertama,  menyangkut  kerja-­‐sama   dengan   pihak   ketiga   apakah   itu  akan  menggunakan  skema-­‐skema  seperti  Build  Operate  Transfer  (BOT),  Build  Transfer  Operate   (BTO),   Kerjasama  Usaha,   Kerja-­‐sama  Operasional,  sewa  dan  pinjam  pakai.  Perlu   diperhatikan   dalam   pelaksanaan  kerjasama  antara  lain  :  1. Kerjasama  dilakukan  dengan  memper-­‐

hatikan   asas   transparansi,   kemandi-­‐rian,   akuntabilitas,   pertanggung-­‐jawaban,   kemanfaatan,   dan   kewa-­‐jaran,   serta  sesuai   dengan   ketentuan  peraturan  perundang-­‐undangan.

2. Kerjasama   dilakukan   untuk   jangka  waktu   tertentu   yang   dicantumkan  dalam   perjanjian   dan   tidak   diper-­‐

kenankan  melakukan  kerja  sama  tanpa  batas  waktu,  kecuali  untuk  kerja  sama  dalam   bentuk   pendirian   perusahaan  patungan  (joint  venture  company).

3. Kerjasama   mengutamakan   sinergi  antar   BUMN   dan/atau   anak   perusa-­‐haan   BUMN   dan/atau   perusahaan  terafiliasi   BUMN   dan   peningkatan  peran  serta  usaha  nasional.

4. Selain   Organ   Persero   atau   Organ  Perum,   pihak   manapun   dilarang   ikut  campur   dalam   proses   dan   peng-­‐ambilan   keputusan   mengenai   kerja  sama   sesuai   dengan   ketentuan  peraturan   perundang-­‐undangan;   dan/atau

5. Direksi  bertanggung   jawab  atas  pelak-­‐sanaan  kerja  sama  untuk  kepentingan  perusahaan,   serta   menjamin   bebas  dari   tekanan,   paksaan   dan   campur  tangan  dari  pihak  lain.21

Sebagai   perbandingan,   business  judgment   rule   banyak   berjalan   meletak-­‐kan  keputusan  bisnis  yang  tidak  menarik  melewati  penelitian  hukum.  Perlindungan  yang   dapat   dicapai   oleh   pejabat  perusahaan  dan  direktur  dengan  business  judgment  rule  mungkin  tidak  begitu  kuat.  Pimpinan  peruahaan  memiliki  duty  of  care  dan   duty   of   loyalty   kepada   perusahaan  dan   pemegang   saham.   Untuk   menentu-­‐kan   apakah   pimpinan   perusahaan   me-­‐langgar   kewajiban   untuk   berhati-­‐hati,  pengadilan   menggunakan   business  judgment   rule   dan   fairness   standard.  

20   Bryan  A  Garener,  Black’s  Law  Dictionary,  Eight  Edition,  (st.  Paul  MN:  Thomson  Group,  2004),  hlm  545.21   Pasal  4   NOMOR   PER-­‐03/MBU/08/2017  Tentang  Pedoman   Kerja  Sama  Badan  Usaha  Milik  Negara,       Berita  

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2017  Nomor  1147  

Page 11: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

11 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

tindakan   pimpinan   perusahaan   didasar-­‐kan   pada   itikad   baik   dan   sifat   kehati-­‐hatian.20   Dalam   hal   ini   pejabat   biro  hukum   di   masing-­‐masing   BUMN   perlu  mengelaborasi   dan   menginventarisasi  hal-­‐hal  yang   tetap   perlu   dijalankan   dari  peraturan   terdahulu   dan   permasalahan-­‐permasalahan   yang   selama   ini   dihadapi  ketika  berpedoman  pada  Permen  BUMN  13/2014.   Standard   Operating   Procedure  (SOP)     itu  sangat   penting   karena  terkait  pemanfaatan   aset   yang   dimiliki   BUMN  Induk.

Aset   yang   tak   termanfaatkan   ini  dalam  dunia  bisnis  menjadi  beban   yang  mengurangi   keuntungan   perusahaan.  Standard  Operating  Procedure  (SOP)  harus  secara  jelas  mengatur   tata   cara  peman-­‐faatan  aset.  Pertama,  menyangkut  kerja-­‐sama   dengan   pihak   ketiga   apakah   itu  akan  menggunakan  skema-­‐skema  seperti  Build  Operate  Transfer  (BOT),  Build  Transfer  Operate   (BTO),   Kerjasama  Usaha,   Kerja-­‐sama  Operasional,  sewa  dan  pinjam  pakai.  Perlu   diperhatikan   dalam   pelaksanaan  kerjasama  antara  lain  :  1. Kerjasama  dilakukan  dengan  memper-­‐

hatikan   asas   transparansi,   kemandi-­‐rian,   akuntabilitas,   pertanggung-­‐jawaban,   kemanfaatan,   dan   kewa-­‐jaran,   serta  sesuai   dengan   ketentuan  peraturan  perundang-­‐undangan.

2. Kerjasama   dilakukan   untuk   jangka  waktu   tertentu   yang   dicantumkan  dalam   perjanjian   dan   tidak   diper-­‐

kenankan  melakukan  kerja  sama  tanpa  batas  waktu,  kecuali  untuk  kerja  sama  dalam   bentuk   pendirian   perusahaan  patungan  (joint  venture  company).

3. Kerjasama   mengutamakan   sinergi  antar   BUMN   dan/atau   anak   perusa-­‐haan   BUMN   dan/atau   perusahaan  terafiliasi   BUMN   dan   peningkatan  peran  serta  usaha  nasional.

4. Selain   Organ   Persero   atau   Organ  Perum,   pihak   manapun   dilarang   ikut  campur   dalam   proses   dan   peng-­‐ambilan   keputusan   mengenai   kerja  sama   sesuai   dengan   ketentuan  peraturan   perundang-­‐undangan;   dan/atau

5. Direksi  bertanggung   jawab  atas  pelak-­‐sanaan  kerja  sama  untuk  kepentingan  perusahaan,   serta   menjamin   bebas  dari   tekanan,   paksaan   dan   campur  tangan  dari  pihak  lain.21

Sebagai   perbandingan,   business  judgment   rule   banyak   berjalan   meletak-­‐kan  keputusan  bisnis  yang  tidak  menarik  melewati  penelitian  hukum.  Perlindungan  yang   dapat   dicapai   oleh   pejabat  perusahaan  dan  direktur  dengan  business  judgment  rule  mungkin  tidak  begitu  kuat.  Pimpinan  peruahaan  memiliki  duty  of  care  dan   duty   of   loyalty   kepada   perusahaan  dan   pemegang   saham.   Untuk   menentu-­‐kan   apakah   pimpinan   perusahaan   me-­‐langgar   kewajiban   untuk   berhati-­‐hati,  pengadilan   menggunakan   business  judgment   rule   dan   fairness   standard.  

20   Bryan  A  Garener,  Black’s  Law  Dictionary,  Eight  Edition,  (st.  Paul  MN:  Thomson  Group,  2004),  hlm  545.21   Pasal  4   NOMOR   PER-­‐03/MBU/08/2017  Tentang  Pedoman   Kerja  Sama  Badan  Usaha  Milik  Negara,       Berita  

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2017  Nomor  1147  

Pengadilan   menganalisis   kedua   ke-­‐wajiban   tersebut   dengan   berbeda,  tergantung  kepada  apakah  transaksi  yang  menjadi   tantangan   melibatkan   direktur  yang   tidak   berkepentingan,   atau   yang  berkepentingan.

Skema   pemanfaatan   aset   dengan  pihak   ketiga   ini   diatur   dalam   Peraturan  Menteri   BUMN   Nomor   Per-­‐13/MBU/2014   tentang   Pedoman   Pendayagunaan  Aset  Tetap  BUMN  yang  kemudian  diganti  dengan   Peraturan   Menteri   BUMN  PER-­‐03/MBU/08/2017   tentang   Pedoman  Kerja   Sama   Badan   Usaha   Milik   Negara  sebagaimana  diubah  terakhir  kali  dengan  Peraturan   Menteri  BUMN   PER-­‐04/MBU/08/2017.  Kerja  sama  dilakukan  berdasar-­‐kan  pada  kemanfaatan  yang  paling  opti-­‐mal   bagi   BUMN,   yang   dalam   pelak-­‐sanaannya   disesuaikan   dengan   karak-­‐teristik   dan/   atau   dinamika   industri,  sektoral,   dan/atau   kebutuhan   masing-­‐masing   BUMN.   Kerja   sama   yang   dilaku-­‐kan   oleh   BUMN   meliputi   kerja   sama  dimana  BUMN  sebagai  rekan  kerja  sama  atapun   kerja   sama   di   mana   BUMN  sebagai  pihak  yang  mencari  Mitra.

Standard  Operating  Procedure  (SOP)  pendayagunaan   aset   juga   memiliki  kedudukan   yang   penting   sehubungan  dengan   penghapusbukuan   aset   yang  tidak   produktif.   Penghapusbukuan   aset  BUMN   saat   ini  merujuk   pada  Peraturan  Menteri   BUMN   Nomor   02/MBU/2010  tentang  Tata  Cara  Penghapusbukuan  Dan  Pemindahtanganan   Aktiva   Tetap   Badan  Usaha  Milik  Negara  yang   mana   terakhir  kali   diubah   melalui   Peraturan   Menteri  

BUMN   Nomor   PER-­‐22/MBU/12/2014.  Penghapusbukuan   ataupun   pemindah-­‐tanganan   dapat   dilakukan   untuk   meng-­‐antisipasi   bilamana   terdapat   aset   yang  tidak   dapat   didayagunakan   secara  optimal.

Pemilihan   cara   pendayagunaan  aset   tetap   dilakukan   berdasarkan  karakteristik   penggunaan/pemanfaatan  aset   tetap   oleh   mitra.   Dalam   hal  karakteristik   penggunaan/pemanfaatan  aset   tetap   membutuhkan   waktu   yang  panjang   (jangka   panjang),   pendaya-­‐gunaan  aset  tetap  dilakukan  dengan  cara  Bangun  Guna  Serah  (BGS),  Bangun  Serah  Guna   (BSG),   Kerjasama   Operasi   (KSO),  atau   Kerjasama   Usaha   (KSU),   kecuali  memenuhi   syarat-­‐syarat   tertentu   yang  diatur   dalam   Peraturan   Menteri   ini,  dapat  dilakukan  dengan  cara  sewa  jangka  panjang.

Salah   satu   cara   dari   penghapusan  adalah   dengan   pemindahtanganan  melalui   penjualan.   Untuk   melepaskan  aset   itu   diperlukan   kehati-­‐hatian   agar  terhindar   dari   kerugian   negara   yang  terjadi  akibat  adanya  perbuatan  melawan  hukum.   Disinilah   kedudukan   Standard  Operating   Procedure   (SOP)   terkait   pen-­‐dayagunaan   aset   itu   penting   untuk  memastikan   aset   yang   akan   dilepas  memang   sudah   tidak   dapat   didaya-­‐gunakan  secara  optimal  dengan  demikian  terdapat   kepastian   untuk   menghindari  adanya   unsur   melawan   hukum   pada  keputusan  tentang  pelepasan  aset.

Dalam   konteks   holdingisasi,   pen-­‐jualan   aset-­‐aset   tidak   produktif   anak  

Page 12: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

12Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

perusahaan   tetap   harus   bersesuaian  dengan   prinsip-­‐prinsip   penjualan   aset  pada   holding,   yakni   bahwa   penjualan  aset   itu   menguntungkan   bagi   perusa-­‐haan.   Penjualan   dilakukan   harus   secara  berjenjang  dari  lelang  terbuka,  penawaran  terbatas   sampai   penunjukan   langsung.  Penjualan  harus  memperoleh  persetujuan  terlebih   dahulu   dari   Dewan   Komisaris  atau  harus  memperoleh  persetujuan  dari  pemegang  saham  tertentu  ataupun  RUPS  sesuai  ketentuan  anggaran  dasar   BUMN  tersebut.

Holding   company   BUMN   memiliki  keistimewaan   sebagai   anak   perusahaan  holding   yakni   statusnya   dipersamakan  dengan   BUMN   itu   sendiri.   Maksud  dipersamakan  dalam  hal  ini  yaitu  berupa  keistimewaan  menjalankan  dan  mengem-­‐bangkan  bisnis  tertentu  yang  berhubungan  dengan   hajat   hidup   orang   banyak   atau  sumber-­‐sumber   daya  alam  yang   penting  bagi  negara.  Meskipun  perusahaan  induk  sebagai   BUMN   dan   anak   perusahaan  belum   tentu   berstatus   BUMN.22   Akan  tetapi,  status  badan  hukum  anak  perusa-­‐haan  yang  berstatus  bukan  Persero,  baik  secara  organisatoris  dan   tata   cara   pen-­‐diriannya   tetap   tunduk   pada   Undang-­‐Undang   Nomor   40   Tahun  2007   tentang  Perseroan  Terbatas.

Fokus   utama   didalam   program  restrukturisasi   dari   kementerian   BUMN  dalam   rangka   pembinaan   BUMN   yaitu  program   rightsizing.   Program   rightsizing  BUMN   adalah   program   utama   dari  program  restrukturisasi/penataan  kembali  BUMN   dengan   cara   pemetaan   secara  lebih   tajam   dan   dilakukan   regrouping/konsolidasi,   untuk  mencapai  jumlah  dan  skala  usaha  BUMN   yang   ideal.23   Untuk  mewujudkan   program   rightsizing,   maka  terdapat   model-­‐model   yang   dapat  dilakukan   BUMN   melalui   share   holder  action,   yaitu   stand   alone,   merger/konsilidasi,   holding,   divestasi,   dan  likuidasi.   Perkembangan   terkini   menun-­‐jukan   bahwa   bentuk   holding   company  menjadi   bentuk   usaha   yang   banyak  dipilih  oleh  pelaku  usaha  di  Indonesia.24

Implementasi   program   rightsizing  BUMN   melalui   holdingisasi   BUMN  dilandasi  dengan  cita-­‐cita  untuk  semakin  meningkatkan   kinerja   BUMN   dan  kontribusinya   bagi   perekonomian  nasional,   yang   pada   akhirnya   adalah  mewujudkan   cita-­‐cita   konstitusi  keseim-­‐bangan   antara   kemajuan   dan   kesatuan  ekonomi.   Kemudian,   penentuan   harga  harus  dilakukan  dengan  transparan  oleh  tim  penilai  atau  profesi  penilai  tertentu.  Atau,   meminta  pendapat   dari  Kejaksaan  Agung   atau   Kejaksaan   Tinggi   setempat,  

22 Nanda   Narendra   Putra,   Isu   Monopoli   dan   Kepailitan   di   Tengah   Holding   BUMN   Tambang,   http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a376d99c3672/isu-­‐monopoli-­‐dan   kepailitan-­‐di-­‐tengah-­‐holding  bumn-­‐tambang   ;  vide  Pasal   2A   ayat   (7)  PP  Nomor   72  Tahun   2016   tentang  Perubahan   Atas   PP  Nomor   44  Tahun  2005  tentang  Tata  Cara  Penyertaan  dan  Penatausahaan  Modal  Negara  pada  BUMN

23   Muhammad  Abdulkadir,  Hukum  Perusahaan  Indonesia,  Cetakan  Keempat,  (Bandung:  Citra  aditya  Bakti,  2010),  hlm  12.

24   Sulistiowati,  Tanggung  Jawab  Hukum  Pada  Perusahaan  Grup  Di  Indonesia,  (Jakarta  :  Erlangga,  2013),  hlm  2  

Page 13: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

13 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

perusahaan   tetap   harus   bersesuaian  dengan   prinsip-­‐prinsip   penjualan   aset  pada   holding,   yakni   bahwa   penjualan  aset   itu   menguntungkan   bagi   perusa-­‐haan.   Penjualan   dilakukan   harus   secara  berjenjang  dari  lelang  terbuka,  penawaran  terbatas   sampai   penunjukan   langsung.  Penjualan  harus  memperoleh  persetujuan  terlebih   dahulu   dari   Dewan   Komisaris  atau  harus  memperoleh  persetujuan  dari  pemegang  saham  tertentu  ataupun  RUPS  sesuai  ketentuan  anggaran  dasar   BUMN  tersebut.

Holding   company   BUMN   memiliki  keistimewaan   sebagai   anak   perusahaan  holding   yakni   statusnya   dipersamakan  dengan   BUMN   itu   sendiri.   Maksud  dipersamakan  dalam  hal  ini  yaitu  berupa  keistimewaan  menjalankan  dan  mengem-­‐bangkan  bisnis  tertentu  yang  berhubungan  dengan   hajat   hidup   orang   banyak   atau  sumber-­‐sumber   daya  alam  yang   penting  bagi  negara.  Meskipun  perusahaan  induk  sebagai   BUMN   dan   anak   perusahaan  belum   tentu   berstatus   BUMN.22   Akan  tetapi,  status  badan  hukum  anak  perusa-­‐haan  yang  berstatus  bukan  Persero,  baik  secara  organisatoris  dan   tata   cara   pen-­‐diriannya   tetap   tunduk   pada   Undang-­‐Undang   Nomor   40   Tahun  2007   tentang  Perseroan  Terbatas.

Fokus   utama   didalam   program  restrukturisasi   dari   kementerian   BUMN  dalam   rangka   pembinaan   BUMN   yaitu  program   rightsizing.   Program   rightsizing  BUMN   adalah   program   utama   dari  program  restrukturisasi/penataan  kembali  BUMN   dengan   cara   pemetaan   secara  lebih   tajam   dan   dilakukan   regrouping/konsolidasi,   untuk  mencapai  jumlah  dan  skala  usaha  BUMN   yang   ideal.23   Untuk  mewujudkan   program   rightsizing,   maka  terdapat   model-­‐model   yang   dapat  dilakukan   BUMN   melalui   share   holder  action,   yaitu   stand   alone,   merger/konsilidasi,   holding,   divestasi,   dan  likuidasi.   Perkembangan   terkini   menun-­‐jukan   bahwa   bentuk   holding   company  menjadi   bentuk   usaha   yang   banyak  dipilih  oleh  pelaku  usaha  di  Indonesia.24

Implementasi   program   rightsizing  BUMN   melalui   holdingisasi   BUMN  dilandasi  dengan  cita-­‐cita  untuk  semakin  meningkatkan   kinerja   BUMN   dan  kontribusinya   bagi   perekonomian  nasional,   yang   pada   akhirnya   adalah  mewujudkan   cita-­‐cita   konstitusi  keseim-­‐bangan   antara   kemajuan   dan   kesatuan  ekonomi.   Kemudian,   penentuan   harga  harus  dilakukan  dengan  transparan  oleh  tim  penilai  atau  profesi  penilai  tertentu.  Atau,   meminta  pendapat   dari  Kejaksaan  Agung   atau   Kejaksaan   Tinggi   setempat,  

22 Nanda   Narendra   Putra,   Isu   Monopoli   dan   Kepailitan   di   Tengah   Holding   BUMN   Tambang,   http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a376d99c3672/isu-­‐monopoli-­‐dan   kepailitan-­‐di-­‐tengah-­‐holding  bumn-­‐tambang   ;  vide  Pasal   2A   ayat   (7)  PP  Nomor   72  Tahun   2016   tentang  Perubahan   Atas   PP  Nomor   44  Tahun  2005  tentang  Tata  Cara  Penyertaan  dan  Penatausahaan  Modal  Negara  pada  BUMN

23   Muhammad  Abdulkadir,  Hukum  Perusahaan  Indonesia,  Cetakan  Keempat,  (Bandung:  Citra  aditya  Bakti,  2010),  hlm  12.

24   Sulistiowati,  Tanggung  Jawab  Hukum  Pada  Perusahaan  Grup  Di  Indonesia,  (Jakarta  :  Erlangga,  2013),  hlm  2  

Badan   Pengawasan   Keuangan   dan  Pembangunan   dan   juga   terhadap   nilai  NJOP  dapat   dikonsultasikan  pada  kantor  pelayanan  pajak  setempat.

Penjualan  aset  BUMN  memerlukan  proses   yang   tidak   sederhana.   Bahkan,  kalau   menyalahi   prosedur   bisa   dijerat  dengan  Pasal  2   dan   Pasal  3   UU  Tipikor.  Karena  itulah,  ketaatan  terhadap  seluruh  peraturan   perundang-­‐undangan  menjadi  mutlak,   demikian   pula   terhadap   anak-­‐anak   perusahaan   BUMN.   Standard  Operating   Procedure   (SOP)   di   BUMN  Induk   bisa   juga   diadaptasi   Standard  Operating   Procedure   (SOP)   bagi   anak-­‐anak   perusahaan.   Ini   berarti   tahapan-­‐tahapan  dalam  pemanfaatan  aset  di  anak  perusahaan   bisa   disamakan   dengan   di  BUMN   Induk.   Jadi,   prosedur   penjualan  aset   anak   perusahaan   itu   sama   dengan  penjualan  aset  oleh  sebuah  BUMN.

Standard  Operating  Procedure  (SOP)  dapat  dianggap  sebagai  dasar  hukum  dan  sebagai  penyelamat  pimpinan  perusahaan.  Oleh   karenanya   Standard   Operating  Procedure   (SOP)   antara   satu   BUMN  dengan   BUMN   lain   memang   dapat  berbeda-­‐beda   karena   jenis   dan   bidang  usaha  yang   berbeda-­‐beda.   Dan  klausula  terkait   pemberian   wewenang   kepada  pimpinan   perusahaan   untuk   melakukan    proses   pengambilan   keputusan   yang  cepat,  tepat  perlu  dimuat  dalam  Standard  Operating   Procedure   (SOP)   sebagai   ben-­‐teng   pertahanan   bagi   pimpinan   peru-­‐sahaan   dalam   mengelola   bisnis   BUMN.  Kriteria   yang   digunakan   dalam   menen-­‐tukan  tiap   jenis   tindakan   tentunya  akan  

berbeda   setiap   bagian,   tidak   mungkin  sama.  Mitigasi  risiko  juga  dapat  dilakukan  dengan   permohonan   pendampingan  kepada  BPKP   dan   Jamdatun.   Hanya  saja  BPKP  dan  Jamdatun  sering  kali  tidak  bisa  memberikan  justifikasi  apabila  tidak  ada  aturan  main  atau  landasan  peraturannya.  Oleh   karenanya   exit   clause   atas   suatu  tindakan  bisnis  yang  menuntut  kecepatan  dan   ketetapan   dapat   diberikan   kepada  pimpinan   perusahaan   melalui   Standard  Operating  Procedure  (SOP).

D. Penutup  Standard  Operating  Procedure  (SOP)  

dalam   holding   BUMN   sangat   penting,  karena   terkait   pemanfaatan   aset   yang  dimiliki  BUMN  Induk.  Dalam  pemanfaatan  aset   prosedur   penjualan   aset   harus  diperhatikan   karena   memungkinkan  terdapat   aset  yang  tidak  lagi  bermanfaat.  Aset   yang   tak   termanfaatkan   ini   dalam  dunia   bisnis   menjadi   beban   yang   me-­‐ngurangi   keuntungan   perusahaan.  Sebagai   organiasi   yang   mewadahi  kegiatan   ekonomi,   utamanya   Direksi  harus   mampu   melakukan   terobosan,  pembaharuan,   serta   upaya   menangkap  peluang   dengan   melakukan   terobosan,  pembaharuan   serta   upaya   menangkap  peluang   dengan   penuh   pertimbangan  dalam  menghadapi  resiko   usaha,   karena  sebagaimana   layaknya   sebuah   bisnis  dalam  keadaan  tertentu  bisa  memberikan  keuntungan  dan  bisa  mengalami  kerugian.  Paradigma   fungs i   BUMN   sebagai  kepanjangan   tangan   dari   negara   yang  dilaksanakan   berdasarkan   paradigma  

Page 14: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

14Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

bisnis,   telah   cukup   menjadi   landasan  untuk   turut   ambil   bagian   dalam   setiap  peluang   usaha,   termasuk   melakukan  kegiatan   usaha   yang   dapat   mendatang-­‐kan  keuntungan  bagi  BUMN.

Pendayagunaan   aset   yang   juga  disebut   sebagai   manajemen   aset25  merupakan  suatu  proses  sistematis  yang  mempertahankan,   meng-­‐upgrade   dan  mengoperasikan   aset   dengan   cara   yang  paling   hemat   biaya   melalui   penciptaan,  akuisisi,   operasi,   pemeliharaan,   reha-­‐bilitasi  dan  penghapusan  aset  yang  terkait  dengan  identifikasi  aset  yang  dibutuhkan,  kebutuhan   dana,   perolehan   aset,   sistem  dukungan  logistik  dan  pemeliharaan  aset  dan   penghapusan   atau   pembaharuan  aset   sehingga   secara   efektif   dan   efisien  dapat   memenuhi   tujuan.   Pengelolaan  aset   berkaitan   dengan   menerapkan  penilaian   teknis   dan   keuangan   dan  praktek   manajemen   yang   baik   untuk  memutuskan   apa   yang   dibutuhkan   aset  untuk  memenuhi  tujuan  bisnis  dan  kemu-­‐dian   untuk   memperoleh   dan   memper-­‐tahankan   aset   selama  umur   hidup   aset  tersebut  sampai  ke  pembuangan.26

Namun   demikian   menghadapi  perkembangan  dunia  bisnis  yang  semakin  terbuka  dan  kompetitif,  aksi  BUMN  harus  dapat   dirumuskan   secara   terencana  dan  terstruktur   serta   dilaksanakan   secara  profesional.   Prinsip-­‐prinsip   tata   kelola  perusahaan   yang   baik   tentu   tidak   boleh  dikesampingkan  (Good   Corporate  Gover-­‐

nance),   dimana   proses   dan   mekanisme  pelaksanaannya   memenuhi   ketentuan  peraturan   perundang-­‐undangan   serta  etika   berusaha   yang   mencerminkan  transparency,   accountability,   responsi-­‐bility,   independency  dan  fairness.  Dengan  demikian,   Standard   Operating   Procedure  (SOP)   dapat   diterapkan   dalam   kegiatan  usaha  BUMN   sepanjang   ditujukan  untuk  kepentingan   holding   BUMN   sesuai  dengan  maksud  dan   tujuan,   serta  sesuai  dengan   kebijakan   yang   dipandang   tepat  dalam   batas-­‐batas   yang   ditentukan  Peraturan   Perundang-­‐Undangan   yang  berlaku  dan  anggaran  dasar.

Tindakan   bisnis   yang   dilakukan  holding   BUMN   tidak   boleh  mengandung  niat   jahat   (mens   rea),   dan   dilakukan  dengan   penuh   kehati-­‐hatian.   Sebelum  melakukan   sebuah   tindakan,   holding    BUMN  dapat  menunjuk  sebuah  konsultan  independen,   baik   konsultan   teknis,  konsultan   bisnis,   konsultan   hukum,  maupun   bidang   profesi   lainnya   untuk  melakukan   kegiatan   dan   memberikan  opini   terkait   tindakan   bisnis   tersebut.  Petunjuk  yang  didapatkan  dari  konsultan  independen   dapat   dimasukan   dalam  Standard   Operating   Procedure   (SOP),  demikian   juga   penunjukan   konsultan  independen   ini   harus   dimasukan   dalam  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  perusahaan,   sebagai   salah   satu   prinsip  kehati-­‐hatian.   Dengan   demikian   proses  pengambilan   suatu   tindakan   yang  

25   Refly  Harun,  BUMN  Dalam  Sudut  Pandang  Tata  Negara,  (Jakarta:BalaiPustaka,2019),  hlm.  27.26 Dahlan   Iskan,  Memasuki  Era  BUMN  Multinasional   Corporation,(Jakarta:Elex  Media  Komputindo,2013),  hlm.

36.

Page 15: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

15 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

bisnis,   telah   cukup   menjadi   landasan  untuk   turut   ambil   bagian   dalam   setiap  peluang   usaha,   termasuk   melakukan  kegiatan   usaha   yang   dapat   mendatang-­‐kan  keuntungan  bagi  BUMN.

Pendayagunaan   aset   yang   juga  disebut   sebagai   manajemen   aset25  merupakan  suatu  proses  sistematis  yang  mempertahankan,   meng-­‐upgrade   dan  mengoperasikan   aset   dengan   cara   yang  paling   hemat   biaya   melalui   penciptaan,  akuisisi,   operasi,   pemeliharaan,   reha-­‐bilitasi  dan  penghapusan  aset  yang  terkait  dengan  identifikasi  aset  yang  dibutuhkan,  kebutuhan   dana,   perolehan   aset,   sistem  dukungan  logistik  dan  pemeliharaan  aset  dan   penghapusan   atau   pembaharuan  aset   sehingga   secara   efektif   dan   efisien  dapat   memenuhi   tujuan.   Pengelolaan  aset   berkaitan   dengan   menerapkan  penilaian   teknis   dan   keuangan   dan  praktek   manajemen   yang   baik   untuk  memutuskan   apa   yang   dibutuhkan   aset  untuk  memenuhi  tujuan  bisnis  dan  kemu-­‐dian   untuk   memperoleh   dan   memper-­‐tahankan   aset   selama  umur   hidup   aset  tersebut  sampai  ke  pembuangan.26

Namun   demikian   menghadapi  perkembangan  dunia  bisnis  yang  semakin  terbuka  dan  kompetitif,  aksi  BUMN  harus  dapat   dirumuskan   secara   terencana  dan  terstruktur   serta   dilaksanakan   secara  profesional.   Prinsip-­‐prinsip   tata   kelola  perusahaan   yang   baik   tentu   tidak   boleh  dikesampingkan  (Good   Corporate  Gover-­‐

nance),   dimana   proses   dan   mekanisme  pelaksanaannya   memenuhi   ketentuan  peraturan   perundang-­‐undangan   serta  etika   berusaha   yang   mencerminkan  transparency,   accountability,   responsi-­‐bility,   independency  dan  fairness.  Dengan  demikian,   Standard   Operating   Procedure  (SOP)   dapat   diterapkan   dalam   kegiatan  usaha  BUMN   sepanjang   ditujukan  untuk  kepentingan   holding   BUMN   sesuai  dengan  maksud  dan   tujuan,   serta  sesuai  dengan   kebijakan   yang   dipandang   tepat  dalam   batas-­‐batas   yang   ditentukan  Peraturan   Perundang-­‐Undangan   yang  berlaku  dan  anggaran  dasar.

Tindakan   bisnis   yang   dilakukan  holding   BUMN   tidak   boleh  mengandung  niat   jahat   (mens   rea),   dan   dilakukan  dengan   penuh   kehati-­‐hatian.   Sebelum  melakukan   sebuah   tindakan,   holding    BUMN  dapat  menunjuk  sebuah  konsultan  independen,   baik   konsultan   teknis,  konsultan   bisnis,   konsultan   hukum,  maupun   bidang   profesi   lainnya   untuk  melakukan   kegiatan   dan   memberikan  opini   terkait   tindakan   bisnis   tersebut.  Petunjuk  yang  didapatkan  dari  konsultan  independen   dapat   dimasukan   dalam  Standard   Operating   Procedure   (SOP),  demikian   juga   penunjukan   konsultan  independen   ini   harus   dimasukan   dalam  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  perusahaan,   sebagai   salah   satu   prinsip  kehati-­‐hatian.   Dengan   demikian   proses  pengambilan   suatu   tindakan   yang  

25   Refly  Harun,  BUMN  Dalam  Sudut  Pandang  Tata  Negara,  (Jakarta:BalaiPustaka,2019),  hlm.  27.26 Dahlan   Iskan,  Memasuki  Era  BUMN  Multinasional   Corporation,(Jakarta:Elex  Media  Komputindo,2013),  hlm.

36.

berkaitan   dengan   holding   BUMN   dapat  didukung   dengan   kajian   dari   konsultan  independen   yang   menggunakan   justi-­‐fikasi  profesional.  Setelah  semua  langkah  kehati-­‐hatian   diambil,   namun   holding  BUMN   tetap   mengalami   kerugian   maka  hal  tersebut  adalah  suatu  kerugian  bisnis.

Standard  Operating  Procedure  (SOP)  dapat   menjadi  salah   satu   kunci  pelaksa-­‐naan   prinsip   kehati-­‐hatian.   Selain   mem-­‐buat  Standard  Operating  Procedure  (SOP)  yang   memuat   petunjuk   konsultan   inde-­‐penden,  atas  seluruh  tindakan  yang  akan  dilakukan   perlu   juga   untuk   dimintakan  pendapat   hukum   dari   Jaksa   Pengacara  Negara  atau   Jaksa  Agung   Muda  perdata  dan  Tata  Usaha  Negara  apakah   tindakan  bisnis   tersebut   relatif   aman   untuk  dilakukan.  Menurut  Kementerian  BUMN,  Direksi   harus   berani   dan   berpendapat.  Direksi   harus   kembali   ke   business  judgment   rule,   yang  dalam  pengambilan  keputusan   bisnis,   Direksi  akan  memper-­‐hitungkan   untung   dan   ruginya.   Direksi  dapat   mengambil   keputusan   untuk  melakukan   tindakan   bisnis.   Lebih   lanjut  apabila   proses   pengambilan   keputusan  bisnis  tersebut  harus  melalui  waktu  yang  panjang   dan   cukup   lama.   Pembuatan  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  untuk   tindakan-­‐tindakan   bisnis   yang  lebih  detil  dan  mendesak  diperlukan  oleh  Perseroan,   sehingga   Direksi   dapat   ber-­‐gerak  cepat  dalam  mengambil  keputusan.

Hukum   Indonesia  belum  mengatur  mengenai   bentuk   perusahaan   holding  company.   Perlakuan   terhadap   BUMN,  khususnya   terhadap   BUMN   berbentuk  

persero   masih   seperti   layaknya   institusi  pemerintah.   Kepemilikan   saham   suatu  perusahaan   yang   sangat   besar   atas  perusahaan   lainnya   menjadikan   peru-­‐sahaan   tersebut   menjadi   perusahaan  induk   atau  disebut   juga   sebagai   holding  company.   Perusahaan   induk   yang   meru-­‐pakan  pemegang  saham  memiliki  hak-­‐hak  sebagaimana  hak  pemegang  saham  yang  diatur   dalam  Undang-­‐Undang  Nomor   40  Tahun   2007   tentang   Perseroan  Terbatas  di   antaranya  adalah   menerima   deviden.  Ketika   menyaksikan   berbagai   rapat  antara  DPR  dengan  pemerintah  maupun  dengan   BUMN,   seringkali   anggota   DPR  terlalu   masuk   mencampuri   urusan  kebijakan  internal  BUMN.  Bahkan,  dalam  beberapa  kasus,  DPR   juga  ikut  menentu-­‐kan   keputusan   internal   BUMN.   Oleh  karena   itu,   jika   ingin   BUMN   berkinerja  lebih   baik   dan   mampu   menjadi   peru-­‐sahaan   kelas  global,   sudah  saatnya  dila-­‐kukan  moratorium  atas  intervensi  politik  dengan   membatasi   masuknya   unsur  politik   di   BUMN.   Kuncinya   adalah   bila  holding   company   terbentuk   maka  Standard   Operating   Procedure   (SOP)  harus   sebagai   pedoman   BUMN   yang  independen   untuk   menjalankan   roda  pengelolaan   BUMN   secara   profesional  dan  bebas  dari  intervensi  politik.

Page 16: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

16Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

DAFTAR PUSTAKA

A. BukuAbdulkadir, Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2010).Adjie, Habib, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung jawab Sosial Perseroan

Terbatas (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008).Garener, Bryan A, Black’s Law Dictionary, Eight Edition (St. Paul MN: Thomson Group, 2004).Iskan, Dahlan, Memasuki Era BUMN Multinasional Corporation (Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2013).Kusuma, RM.A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Fakultas Hukum, 2009).Munir, Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2002).Refly, Harun, BUMN Dalam Sudut Pandang Tata Negara (Jakarta: Balai Pustaka, 2019)Simatupang, Dian Puji, Petunjuk Penelitian Usulan Penelitian Disertasi (Jakarta: Program

Studi Doktor Ilmu Hukum Unkrisna, 2013).Sugiama, A. Gima, Metode Riset Bisnis dan Manajemen (Bandung: Gudaya Intimarta, 2015).Suhardi, Gunarto, Revitalisasi BUMN (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2007).Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia (Jakarta :

Erlangga, 2013).Sulistyowati, Irianto dan Shidra, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2009).Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan

Implementasi (Malang: In-Trans Publishing, 2008).Yuli, Indrawati, Aktualisasi Hukum Keuangan Negara dalam Privatisasi BUMN (Jakarta:

Kencana Persada Media Group, 2012).

B. MakalahClaudia, Dea, “Aspek Hukum Holding Company dalam Perusahaan dengan Status Badan

Usaha Milik Negara”. (Skripsi Sarjana UI, Depok, 2012). Sebuah kutipan dari Company Law (London: Blackstone Press limited, 1989)

Edgar, Putu, Tanaya dan Kadek Agus Sudiarawan, “Akibat Hukum Kepailitan Badan Usaha Milik Negara Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara”, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol 3, No. 1, (2017)

Judhanto, Adhi Suryo, “Pembentukan Holding Company BUMN Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha”, E-jurnal: Spirit Pro Patria Volume IV Nomor 2 (2018)

Kementrian BUMN, Master Plan Kementrian BUMN 2004-2014

Page 17: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

17 Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

Nanang dan Dumadi, Privatisasi BUMN, Eksistensi, dan Kinerja Ekonomi Nasional dalam Sistem Ekonomi Pasar, Jurnal Akses:Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Nomor 2, 2007

Nugraha, Safri, Privatisasi BUMN antara Harapan dan Kenyataan, (Jurnal Hukum Bisnis, Volume No.26 No. 1 Tahun 2007)

C. InternetHolding Company, Fungsi dan Pengaturannya. https://www.hukumonline.com/klinik/

detail/ulasan/cl3562/holding-company--fungsi-dan-pengaturannya/ (diakses 14 Maret 2020)

Putra, Nanda Narendra, Isu Monopoli dan Kepailitan di Tengah Holding BUMN Tambang, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a376d99c3672/isu-monopoli-dan kepailitan-di-tengah-holding bumn-tambang ; vide Pasal 2A ayat (7) PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN

D. Peraturan Perundang-UndanganUndang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik NegaraUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran UtangUndang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan TerbatasPER-03/MBU/08/2017 Tentang Pedoman Kerja Sama Badan Usaha Milik Negara, Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1147

Page 18: HOLDING BUMN MEMERLUKAN ADANYA STANDAR PROSEDUR OPERASI

18Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 1 Tahun 2020

Holding BUMN Memerlukan Adanya Standar Prosedur Operasi dalam Mencapai Aspek Tata Kelola Perusahaan yang Baik

BIODATA PENULIS

Dr.(C) Yuni Priskila Ginting,S.H.,M.H., lahir di Jakarta dan penulis saat ini masih berstatus sebagai Mahasiswa Kandidat Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan Jakarta. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Tangerang tahun 2016. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Magister Hukum (S2) dibidang hukum bisnis dari Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan Jakarta dan menyelasaikan pendidikannya pada tahun 2018. Penulis pernah bekerja di TRANS TV dan Perum Produksi Film Negara. Penulis merupakan anggota PERADI yang sekarang ini berprofesi sebagai Advokat dan Konsultan Hukum. Penulis juga aktif sebagai Dosen tamu di bidang hukum pidana, hukum bisnis dan dibidang hak kekayaan intelektual (HAKI) dibeberapa Universitas Swasta. Karya Tulis Ilmiah yang Penulis pernah tulis tentang “Modus Tindak Pidana Narkotika sebagai Tindak Pidana Asal pada Tindak Pidana Pencucian Uang” dan ”Transaksi Keuangan Mencurigakan Dari Hasil Perdagangan Narkotika Sebagai Tindak Pidana Asal Pada Tindak Pidana Pencucian Uang” yang diterbitkan di Universitas Pelita Harapan.