Upload
teja-laksana-nukana
View
48
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gizi buruk pada balita
Citation preview
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No. Berkas :
Berkas Pembinaan Keluarga No. RM :
Puskesmas Porong Nama KK : An. A
Tanggal kunjungan pertama kali 8 Juni 2013
Nama Pembina keluarga pertama kali : DM Frusya Pradhastri
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING
Tanggal Tingkat
Pemahaman
Paraf
Pembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : An. A
Alamat Lengkap : Desa Porong – Sawahan RT 01 RW 02, Kec.
Porong, Kab. Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Extended family (ayah, ibu, 4 anak, paman, bibi)
Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No. Nama
Kedudukan
Dalam
Keluarga
L
/
P
U
mu
r
Pendi
dikan
Pekerja
an
Pasien
Puskes
mas
Ket
1. Tn. Moh Soleh
Kepala
Keluarga
(Ayah
Pasien)
L36
thSD
Pedaga
ng
Sayur
Tidak -
2. Ny. Sumiati Ibu Pasien P32
thMI
Pedaga
ng
Sayur
Tidak -
3. Tn. SabarPaman
PasienL
60
thSD
Tidak
bekerjaTidak -
4. Ny. Munikah Bibi Pasien P55
thSD
Tidak
BekerjaTidak -
5.An. Nurul
Jannah
Kakak
PasienP
13
thSMP Pelajar Tidak -
6.An. M.
Mustofa
Kakak
PasienL
4
th- - Tidak -
7. An. Nor AiniKakak
PasienP
2,5
th- - Tidak -
8. An. Anisa Pasien P18
bln- - Ya
Gizi
Buruk
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus dari seorang anak bawah lima
tahun (balita) dengan status gizi buruk, berjenis kelamin perempuan dan
berusia 18 bulan, dimana penderita merupakan salah satu dari pasien balita
dengan gizi buruk yang berada di wilayah Puskesmas Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai masalah yang dihadapi. Mengingat
kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah
Puskesmas Kecamatan Porong Kabupaten Sidoaro beserta permasalahannya
seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang status gizi balita dan
dampaknya bagi tumbuh kembang anak. Oleh karena itu penting kiranya
bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa
menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 18 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : Islam
Alamat : Desa Porong – Sawahan RT 01 RW 02
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 08 Juni 2013 pukul 11.00
C. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tiga bulan yang lalu penderita datang dengan keluhan sesak disertai
batuk dan panas badan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, penderita juga tampak kurus dengan mata tampak cowong dan turgor
kulit menurun. Penderita dibawa oleh keluarga dan warga setempat ke
Puskesmas Kecamatan Porong dan dirawat selama satu minggu. Pada saat
itu pasien juga dinyatakan mengalami gizi buruk. Dan sampai saat ini pasien
masih dalam program penanganan gizi buruk dari Puskesmas kecamatan
Porong, Sidoarjo.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Bibi pasien menderita penyakit batuk lama sejak 5 tahun yang lalu
namun pernah diperiksakan tes dahak dan hasilnya negatif TB. Bibi pasien
lalu hanya berobat alternatif saja.
5. Riwayat Kebiasaan :
Tidak ada
6. Riwayat Sosial Ekonomi:
Penderita adalah anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan
suami istri, Tn. S dan Ny.S. Ayah dan ibu penderita tinggal di sebuah rumah
yamh berpenghuni 8 orang (Penderita, Ayah, Ibu, Tiga orang kakak ,
Paman, dan Bibi). Penderita belum sekolah dan sehari-hari di asuh oleh
ibunya bergantian dengan bibinya jika ibu pasien sedang ikut bekerja
menemani ayahnya. Ayah penderita bekerja sebagai pedagang sayur di
pasar. Ibu penderita sering menemani ayahnya dan membantu berjualan
sayur di pasar. Sumber pendapatan keluarga didapatkan dari berjualan sayur
tersebut dengan penghasilan rata-rata per hari Rp. 500.000,- namun hasil
penjualan tersebut digunakan kembali untuk modal berjualan keesokan
harinya. Ayah atau ibu pasien sendiri tidak tahu pasti penghasilan bersihnya
karena selalu habis terpakai untuk pengeluaran kebutuhan sehari-hari dan
modal dagang.
7. Riwaya gizi:
Penderita makan sehari-harinya dengan bubur halus atau nasi tim
dua kali sehari dan minum susu formula atau minum air gula di botol susu.
Penderita termasuk anak yang sulit untuk makan. Sejak sakit nafsu makan
penderita juga menurun.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit: warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala: rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok
di kepala(-)
3. Mata: ketajaman penglihatan baik
4. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga: keluar cairan (-)
6. Mulut: sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan: serak (-)
8. Pernafasan: sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)
9. Kardiovaskular: nyeri dada (-)
10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(+), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria: BAK lancar, warna kuning
12. Neuropsikiatri: Neurologik: kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik: mudah menangis (-)
13. Muskuloskeletal: kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas: Atas: bengkak (-), sakit (-)
Bawah: bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum:
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS (EVM): 4 – 5 – 6
status gizi kesan kurang
2. Tanda Vital dan status gizi:
- Tanda vital:
Nadi: 118 x / menit, reguler, kuat angkat, simetris
Pernafasan: 24 x / menit
Suhu: 36.4 oC
Tensi: -
- Status gizi:
BB: 6.5 kg
TB: 61.5 cm
Berdasarkan data instalasi gizi pada saat ditemukan (22 Maret 2013) :
TB/U = - 4,06 SD sangat pendek
BB/U = -4,75 SD berat badan sangat rendah
BB/TB = -2,79 kurus
Pemeriksaan saat kunjungan rumah :
TB/U = 61,5 / 75 x 100% = 82% malnutrisi berat
BB/U = 6,5 / 13,5 x 100% = 48% malnutrisi berat
BB/TB = 6,5 /6,3 x 100% = 1003% normal
Lingkar Kepala = 42cm
Menurut kurva lingkar kepala Nellhaus < - 2 SD
Lingkar lengan atas = 12,5 / 16,5 x 100% = 75,8 % normal
Status gizi menurut KMS : bawah garis merah
3. Kulit
- Warna:, ikterik (-), sianosis (-)
- Kepala: bentuk normocephali; tidak ada luka; keadaan rambut jarang,
penampang tipis, mudah dicabut; tidak ada atrofi m. Temporalis; tidak ada
papula, nodula; tidak ada kelainan mimik wajah/bell’s palsy
4. Mata
Conjuctiva tidak pucat; s klera tidak ikterik; pupil bulat isokor 3mm /3mm;
reflek cahaya direct +/+, indirect +/+; warna kelopak coklat/coklat; katarak
-/-; tidak ada radang/conjuctivitis/uveitis
5. Hidung
Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada, deformitas hidung tidak
ada.
6. Mulut
Bibir tidak pucat, bibir tidak kering, lidah tidak kotor, papil lidah tidak
atrofi, tepi lidah tidak hiperemis,
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid tidak ada; sekret tidak ada; pendengaran tidak
berkurang; keadaan cuping telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil tidak membesar, pharing tidak hiperemis
9. Leher
Posisi trakea di tengah; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada
pembesaran kelenjar limfe; tidak ada lesi pada kulit
10. Thoraks
Bentuk Simetris, tidak ada retraksi interkostal, tidak ada retraksi subkostal
- Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas kiri atas: SIC II 1 cm lateral LPSS
Batas kanan atas: SIC II LPSD
Batas kiri bawah: SIC V 1cm lateral LMCS
Batas kanan bawah: SIC IV LPSD
Batas jantung kesan: tidak melebar
A: BJ I-II dengan intensitas normal, reguler, bising (-)
- Pulmo:
I: pengembangan dada kanan dan kiri simetris
P: fremitus raba dada kanan dan kiri sama
P: sonor di kedua lapang paru
A: suara dasar vesikuler
Suara tambahan RBK (-), wheezing (-)
11. Abdomen
I: posisi dinding perut dengan dinding abdomen (sejajar), venektasi (-)
A: peristaltik (Bising Usus Normal)
P: konsistensi kenyal, nyeri tekan, H/L/R tidak teraba pembesaran
P: tympani di seluruh lapang perut
12. Sistem columna vertebralis
I: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis(-), lordosis(-)
P: nyeri tekan (-)
P: NKCV (-)
13. Ekstremitas: palmar eritema(-)
Akral dingin: oedem:
14. Sistem genetalia : dalam batas normal
15. Pemeriksaan neurologik:
- Fungsi luhur: dalam batas normal
- Fungsi vegetatif: dalam batas normal
- Fungsi sensorik: dalam batas normal
- Fungsi motorik:
K: 5 5 T: N N RF: 2 2 RP: - -
5 5 N N 2 2 - -
16. Pemeriksaan psikiatrik
- Penampilan: sesuai umur
- Kesadaran: kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
- Afek: appropriate
- Psikomotor: normoaktif
- Proses pikir: bentuk: tidak dapat di evaluasi
Isi: tidak dapat di evaluasi
Arus: tidak dapat di evaluasi
- Insight: tidak dapat di evaluasi
F. TUMBUH KEMBANG ANAK
Pada pemeriksaan Denver II ditemukan adanya Keterlambatan
perkembangan motorik kasar, yaitu kemampuan AN. A setara dengan usia 9
bulan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
H. RESUME
Seorang Anak perempuan usia 18 bulan dengan keluhan utama sesak
disertai panas badan dan disertai tanda-tanda dehidrasi. Tiga bulan yang lalu
penderita datang dengan keluhan sesak disertai batuk dan panas badan sejak
kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita juga tampak
kurus dengan mata tampak cowong dan turgor kulit menurun. Penderita
dibawa oleh keluarga dan warga setempat ke Puskesmas Kecamatan Porong
dan dirawat selama satu minggu. Pada saat itu pasien juga dinyatakan
mengalami gizi buruk. Dan sampai saat ini pasien masih dalam program
penanganan gizi buruk dari Puskesmas kecamatan Porong, Sidoarjo.
Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, GCS (EVM): 4 – 5 – 6 status gizi kesan kurang. Tanda Vital dan
status gizi: Nadi: 118 x / menit, reguler, kuat angkat, simetris. Pernafasan:
24 x / menit, suhu: 36.4 oC. Status gizi berdasarkan TB/U = - 4,06 SD
(sangat pendek), BB/U = -4,75 SD (berat badan sangat rendah), BB/TB = -
2,79 (kurus).
Pemeriksaan saat kunjungan rumah : TB/U = 61,5 / 75 x 100% =
82% (malnutrisi berat), BB/U = 6,5 / 13,5 x 100% = 48% (malnutrisi berat),
BB/TB = 6,5 /6,3 x 100% = 1003% (normal), lingkar Kepala = 42cm,
menurut kurva lingkar kepala Nellhaus ( < - 2 SD), lingkar lengan atas =
12,5 / 16,5 x 100% = 75,8 % (normal), status gizi menurut KMS : bawah
garis merah.
I. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis biologis: Gizi Buruk (dalam penanganan program gizi
puskesmas)
Diagnosis psikologis: -
Diagnosis sosial ekonomi dan budaya:
Status ekonomi rendah
Kondisi lingkungan dan rumah kurang sehat
J. PENATALAKSANAAN
Non medika mentosa
Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang
perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta
bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga
setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).
Anak Gizi buruk/ KEP berat didapatkan keterlambatan perkembangan
mental dan perilaku sehingga diberikan:
• Kasih sayang
• Lingkungan yang ceria
• Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit /hari
• Aktifitas fisik segera setelah sembuh
• Keterlibatan ibu (memberi makan,
• memandikan, bermain )
Medikamentosa
Berupa pemberian makanan tambahan pemulihan status gizi, misalnya :
Jumlah kebutuhan : Energi 350 – 400 kalori
Protein 10 - 15 g
1. Bentuk makanan PMT-P
Makanan yang diberikan berupa :
a. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan
setempat/lokal.
b. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya,
tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk
pauk lainnya
c. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang
dibawa pulang
Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :
Alternativ
e
Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari
I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang-
kacangan 25 g
gula 15 g
II Beras 70 g Ikan 30 g -
III Ubi/singkong 150
g
Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
2. Lama PMT-P
pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari
kepada anak selama 3 bulan (90 hari)
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi biologis
Keluarga terdiri dari penderita, Ayah (Tn. Soleh, 36 tahun), Ibu
(Ny.Sumyati, 32 tahun), tiga orang kakak (An. Nurul Janah, 13 tahun; An.
M. Mustofa, 4 tahun; An. Nor Aini, 2.5 tahun). Selain dengan ayah, ibu
dan ketiga kakaknya, penderita juga tinggal satu rumah dengan paman
(Tn. Sabar, 60 tahun) dan bibi (Ny. Munikah, 55 tahun).
Penderita ketika lahir ditolong oleh bidan, spontan, tidak langsung
menangis, setelah lendir dihisap penderita baru menangis kuat. Ibu tidak
tahu warna lendir yang dihisap. Saat lahir, berat badan penderita 2 kg
dengan panjang 60 cm di rumah seorang bidan desa.
2. Fungsi psikologis
An.A tinggal serumah dengan kedua orang tuanya, kakak, serta
paman dan bibinya. Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab,
komunikasi antar keluarga cukup baik. Kedua orang tua penderita bekerja
malam hari dan pulang pada pagi harinya, oleh karena itu penderita diasuh
oleh bibinya, namun jika orang tuanya ada dirumah, penderita diasuh oleh
orang tuanya, terutama ibunya. Penderita juga mendapat perhatian dari
kakak tertuanya. Jika ibunya sibuk dengan kakak-kakaknya yang juga
masih balita, pasien biasanya diasuh oleh kakak tertuanya atau bibinya.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dengan keputusan terakhir ada pada ayah penderita.
3. Fungsi sosial
Penderita adalah anak yang jarang bermain di luar, waktu
bermainnya lebih banyak di rumah bersama keluarganya, jika pagi atau
siang hari lebih banyak bersama ibunya sementara malam hari diasuh oleh
bibinya. Dalam masyarakat, penderita dan keluarganya hanya sebagai
anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu
dalam masyarakat. Kedua orang tua penderita kurang aktif dalam kegiatan
sosial di masyarakat karena selain sibuk dengan pekerjaannya juga sibuk
dengan mengurus rumah tangga dan keluarga. Kegiatan-kegiatan yang
harus mengeluarkan biaya juga menjadi penghambat bagi keluarga ini
untuk aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan.
4. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari satu sumber, yaitu dari hasil
berjualan sayur di pasar yang dilakukan ayah penderita dengan dibantu
oleh ibu penderita. Penghasilan mereka per hari sekitar Rp. 500.000,-
dengan pengeluaran yang banyak dipakai untuk modal berjualan keesokan
harinya dan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari delapan orang
anggota keluarga yang tinggal di rumah seperti makan, minum, ataupun
biaya-biaya lainnyaseperti pengobatan, bayar iuran yang ada. Keluarga
penderita tidak pernah menyisihkan uang untuk menabung karena
penghasilannya sudah habis membiayai anggota keluarga yang tinggal
serumah dan untuk modal usaha.
Untuk kebutuhan air dengan menggunakan air tanah yang
ditampung dalam sumur. Untuk memasak memakai kompor gas dua
tungku. Makan sehari-hari, nasi, lauk pauk seperti ikan, atau ayam.
Frekwensi makan tidak tentu kadang-kadang 2-3 kali sehari. Kalau ada
keluarga yang sakit biasanya dicoba di obati sendiri dengan obat-obatan
alternatif atau herbal sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan seperti
puskesmas.
5. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi
Penderita masih belum dapat memecahkan masalah sendiri karena
usia kedewasaan yang belum cukup. Untuk kemampuan beradaptasi
penderita tidak takut dengan orang baru yang ia kenal dan cepat beradaptasi
bermain bersama namun harus ada orang tua atau orang yang lebih dulu
dikenalnya.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
An.A masih belum mampu berkomunikasi dengan baik, jika ada
sesuatu yang penderita inginkan ataupun yang penderita tidak sukai
penderita hanya menangis atau mengucap kata-kata yang belum lengkap.
PARTNERSHIP
An.A selalu ditemani dengan anggota keluarga yang tinggal serumah
secara bergantian dan dapat bersosialisasi dengan baik.
GROWTH
An.A belum dapat mengungkapkan keinginannya dengan baik.
AFFECTION
An.A mendapatkan kasih sayang yang cukup dari seluruh anggota
keluarga yang tinggal serumah meskipun terkadang tidak bersama orang
tuanya.
RESOLVE
An.A mendapatkan kebersamaan dalam keluarga yang cukup baik
meski jarang bermain dengan kedua orang tuanya karena orang tuanya
bekerja pada malam hari dan pagi atau siang harinya lebih banyak dipakai
untuk beristirahat karena lelah.
APGAR Tn. Moh Soleh terhadap
keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn. Moh Soleh bekerja sebagai pedagang sayur di pasar yang
berangkat malam hari dan pulang pagi hari sehingga waktu siang hari atau
sore hari dimana merupakan kesempatan untuk bersama keluarga dipakai
untuk beristirahat sehingga sulit untuk membagi waktu untuk bersama-
sama.
APGAR Ny. Sumyati terhadap keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny. Sumyati ikut menemani suaminya bekerja sebagai pedagang
sayur di pasar yang berangkat malam hari dan pulang pagi hari sehingga
waktu siang hari atau sore hari digunakan untuk beristirahat dan mengurus
pekerjaan rumah tangga sehingga sulit untuk membagi waktu untuk
bersama-sama.
APGAR Tn. Sabar terhadap keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn. Sabar bekerja serabutan sehingga waktu pagi hari hingga sore
hari dipakai lebih banyak diluar rumah untuk mencari pekerjaan sehingga
sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.
APGAR Ny. Munikah terhadap keluarga Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny. Munikah tidak bekerja dan sehari-harinya dirumah mengasuh
An. Anisa dan dua kakakknya yang masih kecil-kecil . Karena hampir
seluruh anggota keluarga memiliki aktivitas masing-masing, waktu untuk
bersama-sama dianggap kurang.
APGAR An. Nurul Jannah terhadap
keluarga
Sering/
selalu
Kadang-
kadang
Jarang/
tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru.
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll.
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
An. Nurul Jannah merupakan kakak tertua An. Anisa yang masih
besekolah di tingkat SMP, sepulang sekolah ia mengasuh ketiga adiknya
dan membantu mengurus urusan rumah sehingga sulit untuk memiliki
waktu untuk bersama-sama.
C. SCREEM
SUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan saudara pertisipasi
mereka dalam masyarakat kurang baik
karena memiliki aktivitas masing-masing
+
dan kedua orang tua penderita bekerja pada
malam hari sehingga pagi/siang hari
digunakan untuk beristirahat.
Cultural Kepuasan atau kebanggan terhadap budaya
kurang baik, hal ini dapat dilihat dari
pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga
maupun di lingkungan, banyak tradisi
budaya yang tidak lagi diikuti. Jarang
mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan,
sunatan, nyadran,dll. Namun masih
menggunakan bahasa jawa yang baik, tata
krama dan kesopanan
+
Religius
Agama menawarkan
pengalaman spiritual
yang baik untuk
ketenangan individu
yang tidak
didapatkan dari yang
lain.
Pemahaman agama cukup, namun
penerapan ajaran agama kurang, hal ini
dapat dilihat dari orang tua dan keluarganya
yang hanya menjalankan sholat sesekali
saja.
+
Ekonomi Ekonomi keluarga ini termasuk ekonomi
lemah, untuk kebutuhan primer masih belum
dapat terpenuhi dan belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan
skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan
hidup.
+
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang
memadai. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan orang tua masih rendah.
Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-
+
buku, koran terbatas.
Medical
Pelayanan kesehatan
puskesmas
memberikan
perhatian khusus
terhadap kasus
penderita
Tidak mampu membiayai pelayanan
kesehatan yang lebih baik dalam mencari
pelayanan kesehatan. Keluarga ini biasanya
menggunakan pengobatan alternatif sebelum
dibawa ke puskesmas. Selain karena letak
puskesmas cukup jauh juga karena kegiatan
lain sehingga tidak sempat ke puskesmas
+
Keterangan:
Sosial (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam
berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Hal ini dilihat dari jarang
bersosialisasi dengan tetangga atau masyarakat setempat.
Cultural (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan di bidang
kebudayaan setempat. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan keluarga
dalam acara-acara adat setempat yang masih jarang.
Religius (+) artinya keluarga An.Anisa memiliki permasalahan dalam
bidang agama, keluarga An. Anisa tidak menjalankan kewajiban sholat 5
waktu. Hal ini akan mempengaruhi ketentraman batin karena penderita dan
keluarganya kurang dekat dengan Tuhan terutama dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang ada.
Ekonomi (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam hal
perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari kurang baiknya
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan belum dapat memenuhi kebutuhan
sekunder maupun tertier
Edukasi (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam
pendidikan. Hal ini dilihat dari pendidikan terakhir keluarga A.Anisa yang
mayoritas hanya tamat SD sehingga mempengaruhi pengetahuan dan pola
pikir keluarga An. Anisa.
Medical (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan di bidang
kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari sikap keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang sakit tidak langsung dibawa ke pusat pelayanan
kesehatan melainkan coba diobati sendiri.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap: Desa Porong Dusun Sawahan RT
Bentuk keluarga: Extended Family
Diagram 1. Genogram keluarga An.Anisa.
Dibuat tanggal 8Juni 2013
Sumber: data primer, 8 Juni 2013
Keterangan:
Penderita
- Tn Sabar- 36 tahun- Laki-laki- Serabutan- Etnis Jawa
- Tn Moh Soleh- 36 tahun- Laki-laki- Pedagang Sayur- Etnis Jawa
- An. Nurul Janah- 13 tahun- Perempuan- Pelajar- Etnis Jawa
- An.M. Mustofa- 4 tahun- Laki-laki- Tidak Bekerja- Etnis Jawa
- Ny.Munikah- 55 tahun- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa
- An. Nor Aini- 2,5 tahun- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa
- An. Anisa- 18 bulan- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa
- Ny. Sumyati- 32 tahun- Perempuan- Pedagang Sayur- Etnis Jawa
Ayah penderita : Tn. Moh Soleh
Ibu penderita : Ny. Sumyati
Paman Penderita : Tn. Sabar
Bibi Penderita : Ny. Munikah
Kakak Penderita : An. Nurul Jannah
Kakak Penderita : An. M. Mustofa
Kakak Penderita : An. Nor Aini
E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA
Hubungan baik dan hubungan tidak baik antar anggota keluarga
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
An. Anisa, 18 bulan
An. Nor Aini, 2,5 tahun
Ny.Sumyati, 32 tahun
Tn. Moh. Soleh, 36 tahun
Tn. Sabar, 60 tahun
An. M. Mustofa, 4 tahun
An. Nurul Jannah, 13 tahun
Ny. Munikah,55 tahun
Hubungan antara An. Anisa, ayah, ibu, paman, bibi, serta ketiga kakaknya
baik dan dekat. Antara masing-masing anggota keluarga juga baik, tidak
sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu?
Jawab: Ibu memberikan obat dan merawat penderita, serta menyediakan
kebutuhan penderita selama sakit. Jika sakit berlanjut baru dibawa ke
puskesmas
2. Ketika ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan ayah?
Jawab: Mendukung
3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab: Mendukung
4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab: Ayah penderita, karena semua keputusan ada pada ayah penderita
meskipun sudah di musyawarahkan.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab: Ibu penderita
6. Selanjutnya siapa?
Jawab: Bibi pasien, karena selama ibu penderita ikut menemani ayah
bekerja penderita diasuh oleh bibinya.
7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab: Tidak Ada. Karena seluruh anggota keluarga bergantian mengasuh
pasien.
8. Siapa yang tidak selalu setuju dengan pasien?
Jawab: Ayah. Karena keputusan terakhir ada pada ayah.
9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lain?
Jawab: Ayah. Karena keputusan terakhir ada pada ayah.
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku
1. Faktor perilaku keluarga
An. A adalah seorang anak dari pasangan Tn. M dan Ny. S.
Penderita belum sekolah dan masih dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Sejak tiga bulan ini penderita memiliki status gizi
buruk dan kedua orang tua penderita belum banyak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan khususnya tentang gizi balita dan
pentingnya pola asuh serta sanitasi yang berkaitan erat dengan
penyakit penderita. Walaupun begitu kedua orang tua An.A
tetapmenginginkan anaknya sehat dengan gizi seimbang.
Menurut semua anggota keluarga ini sehat adalah terhindar dari
penyakit dan tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit akan
menghambat pekerjaan mereka dan pendapatan keluarga akan
berkurang sehingga membebani anggota keluarga lainnya. Keluarga ini
meyakini bahwa sakitnya bukan berasal dari guna-guna atau sihir
melainkan karenapola pemberian makanan yang kurang seimbang.
Mereka tidak mempercayai mitos namun untuk berobat masih belum
dapat mengandalkan puskesmas karena letaknya jauh dari tempat
tinggal dan biaya untuk ke puskesmas tidak cukup.
Perabot keluarga di rumah ini tidak tertata rapi dan kebersihan
dalam rumah sangat kurang. Barang-barang hanya diletakkan
seadanya. Rumah jarang disapu dan halaman rumah tidak tertata rapi.
Keluarga ini tidak memiliki fasilitas jamban sehingga apabila
ingin membuang hajat langsung ke kali. Untuk melakukan kegiatan
cuci mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air sumur.
2. Faktor non perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
dengan ekonomi lemah. Keluarga ini hanya memiliki satu penghasilan
dari berjualan sayur di pasar. Dari penghasilan tersebut harus dibagi
untuk modal usaha di hari berikutnya serta pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Untuk kebutuhan sekunder dan tersier belum dapat
terpenuhi.
Rumah yang dihuni keluarga ini masih kurang memadai karena
masih kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum
di ubin, hanya dilapisi oleh semen, pencahayaan ruangan kurang,
ventilasi kurang, dan tidak memiliki fasilitas jamban keluarga.
Pembuangan limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan
karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan
keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta
belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga
dibuang di tempat pembuangan sampah yang ada di samping rumah.
Keluarga ini jarang mengunjungi pusat kesehatan masyarakat setempat
(Puskesmas Porong).
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
- Gambaran lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 10 x 7 cm
yang berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke
Utara, tidak memiliki pagar pembatas dan pada pekarangan rumah
terdapat pohon-pohon pisang. Di sebelah Timur terdapat jalan berbatu
dan disebrang rumah terdapat selokan yang kebersihannya sangat
kurang. Selain itu di dekat rumahnya juga terdapat kandang kambing
milik tetangganya, serta dekat dengan pembuangan sampah. Rumah
penderita terdiri dari ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang
keluarga dan menonton TV serta berfungsi sebagai ruang tidur
anggota keluarga, dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi jadi satu
dan tidak memiliki fasilitas jamban sehingga untuk membuang hajat
harus ke kali terlebih dahulu. Rumah terdiri dari tiga pintu keluar yaitu
satu pintu depan dan satu pintu belakang, serta satu pintu kecil di
samping rumah. Terdiri dari tiga buah jendela, satu di ruang tamu dan
di tiap kamar idur terdapat jendela namun jarang dibuka. Di depan
rumah terdapat teras yang berukuran 3m x 1m, lantai rumah sebagian
besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur berlantaikan
tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang, atap tersusun
dari abses dan tidak ditutup dengan langit-langit. Masing-masing
kamar terdiri dari kasur kapuk tanpa dipan, dinding rumah terbuat dari
semen yang tidak di cat. Perabotan rumah tangga sangat minim.
Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dari air sumur. Secara
keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga
memasak menggunakan kompor gas dan tungku kadang menggunakan
kayu bakar.
- Denah rumah (skala 1:100)
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Ruang Tamu + Ruang Kelg + Km. Tidur
T e r a s
Kandang
Kambing
Sumur Dapur
Km. Mandi
Poh
on-p
ohon
Pis
ang
+Te
mpa
t Jem
ur P
akai
an
BAB IV
DAFTAR MASALAH
A. Masalah aktif:
a. Status Gizi Buruk pada Anak Balita
b. Kondisi ekonomi lemah
c. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang penyakit penderita
d. Resiko terkena penyakit lainnya
B. Faktor resiko:
a. Penularan TB
b. Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang
ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
An. Anisa
18 bulan
1. Lingkungan dan rumah
yang tidak sehat
2. Kondisi
ekonomi lemah
3. Resiko tekena
penyakit
8. Tingkat
pendidikan orang
tua masih rendah
7. Persepsi orang tua
dan anggota keluarga
yang salah tentang
penyakitnya
6. Underweight
4. Ada anggota
keluarga yang
menderita TB
5. P H B S
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Support psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis dengan memberikan
perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi, memberikan
perhatian pada pemecahan masalah yang ada, memantau kondisi
fisik dengan teliti dan berkesinambungan, memberikan stimulasi.
Sehingga diharapkan suppport psikologis tersebut dapat
mendukung tumbuh kembang pasien.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan
evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi
psikososial.
2. Penetraman hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan kecemasan yang dialami
akibat peyakitnya. Pada pasien ini dikarenakan faktor usia, dia
masih belum bisa mengerti kondisi yang dialaminya. Sehingga
penentraman hati disini ditujukan bagi orang tua pasien agar tekun
dalam menjalani pengobatan anaknya sesuai petunjuk dokter.
3. Penjelasan, basic konseling dan pendidikan pasien.
Perlu diberikan penjelasan yang benar kepada orang tua pasien dan
keluarganya tentang kondisi pasien, dan cara penanganannya. Hal
ini bisa diakukan saat pasien kunjungan pertama kali di puskesmas,
saat rawat inap, dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes.
Keluarga pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui penatalaksanaan yang dianjurkan oleh
dokter. Penderita dan keluarganya juga diberi penjelasan tentang
pentingnya menjaga kebersihan.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri
sendiri.
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
orang tua pasien bahwa ia bisa menjalani pengobatan anaknya
dengan baik.
5. Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan promosi kesehatan
Pencegahan dan promosi kesehatan
B. PREVENSI BEBAS GIZI BURUK UNTUK KELUARGA LAINNYA
(AYAH, IBU DAN KELUARGA LAINNYA)
Prevensi untuk bebas gizi buruk antara lain dengan cara :
1. Memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI pada bayi sesuai
kebutuhan
2. Makan makanan yang mengandung gizi seimbang
3. Meningkatkan Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam
Praktek Pemberian Makanan
4. Pemantauan pertumbuhan anak
5. Penggunaan garam beryodium
6. Menjaga kebersihan lingkungan dan rumah agar bersih dan sehat
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
GIZI BURUK
A. LATAR BELAKANG
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan
surveilans. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia.
Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk
yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan
menjadi 6,3% pada tahun 2001.
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber
daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan
angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat
pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan
keterbelakangan (Novitasari, 2012).
Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan
gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh,
dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang
normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang
menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh
Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi
Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004 ).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa
dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak
adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah
yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun
penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu
kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan
seseorang. Sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan
yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang
anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi
masalah sebenarnya adalah masyarakat atau keluarga balita belum
mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak).
B. DEFINISI
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi
pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di
mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Novitasari,
2012).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal
2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan
pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia
bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang
bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi
istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat
atau akut (Novitasari, 2012).
C. PENILAIAN STATUS GIZI
Penilaian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi
menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau
kelompok masyarakat tertentu. Metode penilaian status gizi ada 2 macam
yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode penilaian status gizi
secara langsung dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan penilaian
laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung antara
lain dengan studi konsumsi pangan (Susilowati, 2008).
Pada penilaian status gizi dengan studi konsumsi pangan, metode
yang sering digunakan adalah metode “ recall” konsumsi dalam 24 jam
yang lalu. Konsumsi pangan merupakan indikator pangan yang baik.
Pemeriksaan laboratoris mempunyai kemampuan untuk memberikan cara
yang lebih tepat dan obyektif untuk menilai status gizi. Namun
pemeriksaan laboratoris kurang praktis dilakukan di lapangan, karena
perlu tenaga ahli khusus. Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan
proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan
data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk
kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif
dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta
sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai (Susilowati, 2008).
Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian
pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi
pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung
dan tidak langsung (Susilowati, 2008).
Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagi macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara
umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita
menggunakan metode antropometri. Antropometri sebagai indikator status
gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar
pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan yaitu berat badan menurun umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TT/U) dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan–
perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan (BB) juga merupakan parameter antropometri
yang sangat labil dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik
dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka BB
berkembang mengikuti pertambahan umur (Susilowati, 2008).
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi. Di samping itu untuk mengetahui tingkat gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Susilowati, 2008).
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,
tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan
metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penetuan kimia faali dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Susilowati, 2008).
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat menjadi tiga yaitu
survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Soetjiningsih,
1995).
a. Survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei
ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan gizi
b. Statistik vital
Pengukuran status gizi dangan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaanya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung status gizi
masyarakat
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa factor fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi (Susilowati, 2008).
D. KLASIFIKASI GIZI BURUK
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri
atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda, antara lain
(Wahidin 2007) :
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Wahidin
2007).
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger
baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Wahidin 2007).
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula
(Wahidin 2007).
E. PATOFISIOLOGIS GIZI BURUK
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik
seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut
mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan
vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting
bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi
karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan
terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah
yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin
(Wahidin 2007).
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin
pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn
protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,
hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan
protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL,
maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada
akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema.
Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti
semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga
tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke
intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari
ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi
sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena
pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Nelson, 2007).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua
dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-
sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,
pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis,
mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula
perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama
gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
F. DAMPAK GIZI BURUK
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu
saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun
negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena
kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)
asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi
buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali
terkena infeksi (Soetjiningsih, 1995).
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam
jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul
antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,
hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan
kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan
namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini
berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang
diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi
terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat
beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak
terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu
aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi
buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis,
mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan
pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak (Nelson, 2007).
G. FAKTOR PENYEBAB GIZI BURUK
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut (Wahidin,
2007) :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,
perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain
faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk
adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan
kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk
dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah
kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan
makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik
akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi (Soetjiningsih, 1995).
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang
kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus
(malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan
kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal
ginjal atau keringat yang berlebihan (Soetjiningsih, 1995).
H. TATA LAKSANA UTAMA BALITA GIZI BURUK DI RUMAH
SAKIT
alam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana
ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun
marasmik-kwarshiorkor (Wahidin 2007).
Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima
makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein
(TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama
1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7
kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah
formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa
+2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan
lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap
dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.
Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga
konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.
Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai
dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral
atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin
A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis
maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat
besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya
menyertai KKP berat.
ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN STATUS GIZI BURUK
HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN GIZI BURUK
Kondisi Lingkungan memegang peranan penting dalam
menentukan status kese-hatan balita. Lingkungan yang baik akan
memberikan dampak yang baik bagi ke-sehatan guna menciptakan
manusia yang berkualitas. Sebaliknya lingkungan yang kumuh akan
berdampak buruk pada status kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan
diantaranya adalah kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang baik akan
memberikan pengaruh kepada lingkungan fisik rumah, ketahanan pangan
dan asupan gizi anggota ke-luarga. Dengan baiknya kondisi keluarga akan
memungkinkan keluarga memper-baiki lingkungan fisik rumah dan akan
memberikan dampak yang baik bagi kese-hatan. Baiknya lingkungan fisik
rumah akan memberikan kontribusi terhindarnya balita dari kontak
langsung dengan kontaminan. Sehingga antara lingkungan fisik rumah
dengan kondisi keluarga erat hubungannya.
Kondisi keluarga juga mempunyai hubungan dengan ketahanan
pangan, karena dengan baiknya kondisi keluarga membuat orang tua akan
memenuhi ke-butuhan akan asupan pangan yang cukup. Dengan
terpenuhinya pangan keluarga akan memperbaiki kondisi status gizi
balitanya, karena salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
ketahanan pangan keluarga. Dengan baiknya sta-tus gizi balita akan
berhubungan dengan status kesehatan.
Berdasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2004 ten-tang kajian kesehatan lingkungan menyatakan bahwa cakupan
jamban keluarga baru mencapai 76 %, air bersih 84,9 %, sistem
pembuangan air limbah (SPAL) 77 %, sistem pembuangan sampah yang
belum memadai. Kondisi lingkungan se-perti ini akan menjadi
permasalahan serius yang perlu diperhatikan.
Kondisi itu banyak ditemukan pada rumah tangga pinggiran yang
masih sangat minim dalam penanganan masalah lingkungan. Ditandai
dengan belum adanya wc sendiri, tempat pembuangan sampah rumah
tangga, belum tersedianya sarana air bersih, masih menggunakan media
kayu sebagai bahan bakar dan masih banyaknya rumah dengan kondisi
tidak sehat. Kondisi ini akan menyebabkan ter-jadinya kontak langsung
antara kontaminan dengan balita dan ibu yang mempe-ngaruhi keadaan
kesehatan balita itu sendiri.
Status kesehatan dan status gizi balita saling memberi dampak,
karena ke-dua faktor ini saling mempengaruhi. Baiknya asupan gizi akan
memberikan pe-ngaruh yang baik bagi status kesehatan balita. Karena
status gizi pada balita ada-lah salah satu indikator dalam pembangunan
nasional. Pada masa balita mereka mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat dan sangat penting untuk keberlangsungan
hidupnya. Oleh karena itu status gizi merupakan salah sa-tu ukuran
penting dari kualitas sumber daya manusia.
Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan yang bertujuan untuk
mencegah fak-tor-faktor hidup yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit secara epi-demologi, meliputi semua media pemukiman hidup
organisme serta segala kondisi yang secara langsung maupun tidak yang
diduga dapat mempengaruhi tingkat ke-hidupan dan kesehatan organisme
itu sendiri. Tempat pembuangan limbah rumah tangga di rumah pasien
terlihat tidak teratur. Kondisi rumah juga bersebelahan dengan kandang
kambing diman dapat menularkan penyakit akibat sanitasi yang buruk.
Tempat pembuangan kotoran rumah tangga (jamban) juga tidak ada di
rumah tersebut sehingga jika buang air besar di kali.
Air Minum
Air terlindungi yaitu air yang terhindar dari kontaminan luar
seperti air ledeng, pam, atau sejenisnya atau air yang langsung dari mata
air tanpa harus kena sinar matahari terlebih dahulu me-lalui pipa yang
menyalurkan ke rumah-rumah. Sedangkan air tidak terlindungi a-dalah air
sungai, air sumur terbuka dan air hujan. Di tempat rumah pasien sumber
air minum berasal dari air sumur, dimana lokasi rumah pasien berdekatan
dengan lokasi lumpur, sehingga ada kemungkinan sumber air yang
digunakan sudah tercemar.
Bahan Bakar
Bahan bakar dengan memperhatikan aspek bahan bakar yang digunakan
untuk memasak. Bahan bakar dikategorikan pada bahan bakar kayu,
kompor dan kompor gas. Kondisi di rumah pasien masih menggunakan
tungku sebagai alat masak dimana kebersihannya masih belum terjamin,
Lantai Rumah
Lantai rumah adalah keadaan fisik konstruksi lantai rumah dimana masih
berupa lantai dari tanah.
Kebiasaan dan perilaku penghuni
1. Harus rajin membersihkan rumah
2. Memindahkan kandang hewan jauh dari rumah
3. Membuat tempat pembuangan limbah yang baik
4. Membuat jamban
5. Membersihkan alat makanan dan minuman termasuk alat memasak
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi biologis
An. A (18 bulan), penderita status gizi buruk (dalam
penanganan program gizi puskesmas)
Bibi penderita memiliki penyakit batuk lama curiga TB.
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An.A tidak sehat
Pola pemberian nutrisi yang kurang baik
2. Segi psikologis
Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat
yang terjalin cukup akrab namun
Pengetahuan akan status gizi balita masih kurang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah
3. Segi sosial
Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini
yang berpengaruh pada ketidak mampuan mendapatkan
pelayanan dan informasi tentang kesehatan keluarga juga
untuk dapat mempunyai fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai
dengan standart kesehatan
4. Segi fisik
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An.A tidak sehat
B. SARAN
- Untuk masalah medis sekaligus status gizi
1. Preventif: pasien diberikan makanan dengan menu seimbang.
Menjaga lingkngan rumah agar bersih dan sehat, memperhatikan
higiene sanitasi dan lingkungan.
2. Promotif: edukasi keluarga pasien mengenai pola makan yang
memenuhi gizi seimbang dan diberi pengarahan mengenai cara
penyiapan dan penyimpanan makanan yang baik. Diusahakan
makanan sederhana tetapi mengandung menu gizi seimbang.
3. Kuratif: mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
banyak kalori dan protein yang mencukupi kebutuhan tubuh,
selain itu dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
4. Rehabilitatif : memberikan stimulasi guna tumbuh kembang dan
pemulihan kondisi pasien.
- Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
1. Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan rumah.
- Untuk masalah problem ekonomi
1. Rehabilitatif : hendaknya pemerintah memperhatikan supaya
setiap masyarakat dapat memperoleh pendapatan yang layak.
Sehingga masyarakat dapat membeli makanan yang lebih baik
(bergizi) sehingga masalah gizi buruk tidak terjadi.
- Untuk masalah persepsi mengenai penyakit
1. Promotif : memberikan pengertian kepada keluarga pasien
mengenai gizi buruk, bahwa gizi buruk dapat ditangani dengan
baik hingga sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Winda, 2010, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Lokal
Terhadap Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang di Kelurahan Sambiroto
Tembalang Kota Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas
Doponegoro, Semarang
Wahidin 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UI,cetakan kesebelas, FK UI, Jakarta
Departemen kesehatan RI, 2004, Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta
Departemen kesehatan RI, 2005, Standar Pemantauan Gizi Balita.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Nelson, 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Ed 15th , EGC, Jakarta
Novitasari, Dewi, 2012, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada
Balita yang Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang, Fakultas
Kedokteran Universitas Doponegoro, Semarang
Simangunsong, Matthew Mindo P., 2009, Status Gizi Bayi, FK UI, Jakarta
Siregar, Arifin, 2004, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra
Utara, Medan
Soekirman, 2009, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Supariasa, I Dewa Nyoman, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta