Upload
trantuyen
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
How to be aBrilliantThinker
How to be a Brilliant ThinkerBy Paul SloaneFirst Published in Great Britain and the United States in 2010by Kogan Page LimitedCopyright © 2010 by Paul SloaneISBN 978-0-7494-5506-4All rights reserved.
How to be a Brilliant ThinkerLatih Pikiran Anda dan Temukan Solusi-Solusi KreatifOleh Paul SloaneAlih bahasa: Riga D. PonzianiHak Cipta Terjemahan Indonesia©2011, 2016 Penerbit PT Elex Media KomputindoHak Cipta dilindungi Undang-UndangDiterbitkan pertama kali dalam Bahasa Indonesia olehPenerbit PT Elex Media KomputindoKelompok Gramedia - JakartaAnggota IKAPI, Jakarta
716060568ISBN: 978-602-02-8368-5
Self-Development
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagianatau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, JakartaIsi di luar tanggung jawab percetakan
Perlunya berpikir secara berbeda
2 How to be a Brilliant Thinker
Kita merupakan makhluk yang hidup dengan kebiasaan. Setiap
pagi kita bangun di sisi tempat tidur yang sama. Kita mengenakan
jenis pakaian yang sejenis dengan hari sebelumnya, kita
menyantap sarapan yang serupa, kita duduk di mobil yang sama,
dan kita menempuh jalur yang sudah lazim kita tempuh untuk
mencapai tempat kerja atau sekolah. Ketika sampai di tempat
kerja atau sekolah, kita pun masih berpikir dengan kerangka yang
sama dengan hari kemarin. Sebagian besar pemikiran kita memiliki
pola seragam—yaitu analitis, konvergen, kritis, dan berpusat pada
otak kiri. Ini merupakan pola operasi normal kita dan tindakan
menghambat diri sendiri dengan membatasi cara berpikir ini
sama sekali bukan sesuatu yang baik. Sebenarnya, ada banyak
cara berpikir lain yang dapat kita gunakan untuk mengekspresikan
pemikiran kita.
Kita mengekspresikan pemikiran dengan menggunakan kata-
kata. Merupakan hal yang sepertinya sangat wajar apabila kita
mengucapkan sesuatu, menggunakan kata-kata, dan menulis me-
mo, e-mail, dan laporan rutin sehingga jarang sekali kita berhenti
sejenak untuk memikirkan cara lain yang lebih baik untuk
melakukan sesuatu. Faktanya, para ahli matematika mengeks-
presikan diri mereka dengan persamaan, akuntan menggunakan
angka, seniman memakai gambar, insinyur memanfaatkan model,
sutradara film dengan gambar bergerak dan para pembicara
publik melontarkan orasi dan kisah-kisah mereka. Mengapakah
kita jarang sekali meminjam sebagian bentuk ekspresi mereka?
Dalam buku ini, kita akan membahas berbagai cara berpikir
dan pendekatan-pendekatan lain terhadap tantangan-tantangan
mental yang kita hadapi. Marilah kita mulai dengan cara berpikir
konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen merupakan cara
3
berpikir normal yang biasa kita pakai. Ketika mendengar sebuah
masukan, naluri kita akan memerintahkan untuk menelaahnya,
mengkritiknya, dan menganalisis konsekuensi-konsekuensinya
dengan penekanan khusus pada kemungkinan adanya kesalahan
dari masukan tersebut. Kita dilatih di sekolah dan di bangku
kuliah untuk mengikhtisarkan, menelaah dengan saksama, dan
mengevaluasi hasil karya para penulis, sejarawan, dan ilmuwan.
Sangatlah mudah dan alamiah bagi kita untuk berfokus pada
suatu konsep dan menelaahnya secara kritis dari berbagai sudut
pandang. Kita membawa asumsi dan kerangka pikir kita sendiri
dalam bertindak dan menempatkan gagasan-gagasan baru yang
datang ke dalam kerangka pikir tersebut.
Sebaliknya, cara berpikir divergen membuat kita melangkah
menjauhi topik utama masalah ke berbagai arah. Ketika menggu-
nakan cara berpikir divergen, kita akan mampu melahirkan berba-
gai macam gagasan yang tidak berhubungan dengan tantangan
awal yang sedang dihadapi atau konsep yang tengah diperbin-
cangkan. Kita memperluas garis batas pemikiran dan membiarkan
imajinasi kita menghasilkan begitu banyak kemungkinan yang ber-
beda—termasuk gagasan-gagasan yang liar dan tidak masuk akal.
Cara berpikir ini merupakan kebalikan dari cara berpikir konver-
gen di mana kita memusatkan perhatian secara mendalam pada
satu sasaran dan mempersempit pilihan-pilihan kita untuk mem-
peroleh solusi yang diinginkan.
Lebih jauh lagi, kita memiliki kecenderungan yang kurang
baik untuk hanya melihat dan mengumpulkan bukti-bukti yang
mendukung keyakinan kita, dan menolak atau mengabaikan bukti-
bukti yang bertolak belakang dengan keyakinan kita. Hal ini telah
berhasil ditunjukkan dalam sebuah eksperimen psikologi terkenal
Perlunya berpikir secara berbeda
4 How to be a Brilliant Thinker
yang dilakukan oleh Peter Watson di University of London. Ia
menunjukkan sebuah urutan berisi tiga buah angka pada para
mahasiswanya—2, 4, 6—dan mengatakan bahwa angka-angka ini
telah sesuai dengan aturan yang ia tetapkan. Para mahasiswa
tersebut ditugaskan untuk mencari tahu apa aturan yang berlaku
bagi ketiga angka tersebut dengan menguji coba beberapa
kumpulan angka yang juga terdiri atas tiga buah angka. Untuk
masing-masing percobaan yang dilakukan, Watson akan memberi
tahu para mahasiswa tersebut apakah kumpulan tiga buah
angka yang mereka tebak atau uji coba juga memenuhi aturan
yang telah ia tetapkan ataukah tidak. Para mahasiswa ini dapat
mencoba beberapa kali dan kemudian menebak aturan yang
telah ditetapkan Watson. Dalam sebagian besar tebakan atau
uji coba, para mahasiswa tersebut akan mengajukan kumpulan
angka yang sejenis—katakanlah 6, 8, dan 10. Watson memberi
tahu mereka kumpulan angka tersebut memenuhi aturan yang ia
tetapkan dan para mahasiswa tadi akan menebak bahwa aturan
yang ditetapkannya adalah bahwa angka-angka dalam kumpulan
tersebut akan selalu meningkat dengan selisih 2 poin. Tebakan
ini salah. Para mahasiswa yang diujinya kemudian akan mencoba
kumpulan angka yang lain—katakanlah 3, 6, 9. Sekali lagi Watson
akan memberi konfirmasi bahwa kumpulan ini juga memenuhi
aturan yang ditetapkannya. Para mahasiswa tersebut lalu akan
menebak bahwa aturan yang ditetapkan Watson adalah 1x, 2x,
3x. Lagi-lagi tebakan ini tidak tepat dan begitulah proses ini akan
berlanjut setelahnya. Para mahasiswa tersebut terlalu terkunci
pada upaya untuk menemukan pola yang teratur dari sebuah
deretan angka yang jumlahnya membesar dan selalu mencoba
sekumpulan angka yang memenuhi aturan yang mereka harapkan.
5
Faktanya, aturan yang Watson gunakan sangatlah sederhana, yaitu
bahwa ketiga angka tersebut haruslah mengalami kenaikan nilai—
jadi urutan 3, 29, 311 akan memenuhi syarat, begitu pula dengan
978, 979, 67.834. Bila Anda mencoba mengajukan persoalan ini
pada orang lain, Anda akan hampir selalu menemukan bahwa
mereka dengan cepat membuat asumsi tentang aturan yang
berlaku dan kemudian mengujicobanya dengan mengajukan tiga
buah angka yang memenuhi asumsi aturan tersebut. Mereka akan
terus memperoleh tanggapan positif terhadap urutan angka yang
diajukan namun tak juga berhasil menemukan aturan di balik angka
tersebut. Sangatlah jarang ada perserta yang menguji kebenaran
aturan mereka dengan secara sengaja mengajukan urutan angka
yang tidak memenuhi syarat, contohnya 10, 10, 10.
Sikap mental ini mencerminkan cara kita memandang dunia.
Kita memiliki sekumpulan kepercayaan dan asumsi, dan kita
mencari bukti-bukti yang mendukung pola pikir kita. Bila kita
yakin bahwa seluruh tupai berwarna abu-abu maka setiap kali
kita melihat seekor tupai abu-abu, keyakinan kita akan semakin
mengkristal. Mencari tupai yang berwarna abu-abu bukanlah tes
yang baik untuk menguji aturan tersebut. Yang harus kita lakukan
adalah mencari seekor tupai yang tidak berwarna abu-abu. Fakta
ini, bila ada, akan menyalahi aturan yang telah kita tetapkan
dan membuat pengetahuan kita bertambah. Laporan pertama
mengenai keberadaan angsa berwarna hitam di Australia pun
pada awalnya tidak dipercayai di Eropa—bukti ini sama sekali
tidak sejalan dengan pemahaman konvensional dunia sehingga
diabaikan.
Para pemikir brilian memahami bahwa ada banyak cara
pandang di dunia ini dan masing-masingnya tidaklah lengkap. Pola
Perlunya berpikir secara berbeda
6 How to be a Brilliant Thinker
berpikir kita saat ini akan membingkai cara kita memandang dunia,
namun kita juga harus siap untuk mengakui bahwa pola berpikir
yang kita anut hanyalah satu dari begitu banyak cara berpikir; cara
berpikir ini mungkin merupakan sistem yang bagus, namun pastilah
ia hanya bersifat parsial dan perlu disegarkan dan dimutakhirkan
dengan informasi-informasi baru. Sir Isaac Newton mendefinisikan
kembali pemahaman kita tentang dunia dengan hukum gravitasi
dan gerak yang ditemukannya. Hukum ini merupakan model
yang hebat dan memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan selama
berabad-abad hingga Albert Einstein memperbaruinya dengan
teori relativitas umumnya. Pandangannya tentang jagat raya
ini terus-menerus ditelaah dan akan direvisi seiring dengan
berkembangnya teori-teori baru.
Einstein mengatakan, “Imajinasi adalah lebih penting ketim-
bang pengetahuan.” Cara berpikir divergen memungkinkan
kita untuk menggunakan imajinasi dalam mengeksplorasi ber-
bagai kemungkinan-kemungkinan baru. Cara berpikir konvergen
akan membuat kita menggunakan pengetahuan yang kita miliki
guna menelaah konsep-konsep dan melihat di tempat mana
konsep-konsep tersebut akan berguna. Sayangnya, kita memiliki
kecenderungan alamiah untuk menolak gagasan-gagasan lain
apabila mereka tak sejalan dengan pengetahuan dan sistem
kepercayaan atau keyakinan yang kita miliki.
Cara berpikir divergen mencakup pertimbangan terhadap se-
luruh sudut pandang yang ada—termasuk sudut pandang yang ti-
dak konvensional, tidak populer, menggelikan, dan aneh. Kemam-
puan menerapkan cara berpikir seperti ini merupakan keahlian
yang amat penting, yang tak banyak dikuasai oleh sebagian besar
orang. Terdapat sejumlah kesempatan di mana kita memerlukan
7
ketajaman cara berpikir konvergen dan terdapat pula saat-saat
di mana cara berpikir ini menunjukkan keterbatasannya. Dua
tahapan utama dalam sebuah rapat curah pendapat atau brain-
storming meeting (brainstorming meeting adalah sebuah teknik
kreatif yang dirancang untuk menghasilkan gagasan-gagasan
guna memecahkan sebuah masalah—penjelasan umum tentang
teknik ini dapat Anda temukan dalam http://en.wikipedia.org/
wiki/Brainstorming) merupakan contoh yang amat baik tentang
bagaimana kedua metode tersebut dapat diterapkan secara har-
monis. Setelah masalah didefinisikan, kelompok peserta rapat
dapat mulai berpikir secara divergen dan mengeluarkan serta
menyampaikan gagasan yang melimpah ruah dari segi kuantitas.
Gagasan-gagasan yang dilahirkan bisa jadi terdengar bodoh dan
mustahil, namun mereka tetap saja berguna karena dapat me-
micu lahirnya gagasan lain yang lebih cemerlang. Ketika sebuah
Perlunya berpikir secara berbeda
8 How to be a Brilliant Thinker
daftar yang memuat gagasan-gagasan tersebut selesai dibuat,
fasilitator rapat dapat memandu kelompok peserta untuk mu-
lai menggunakan cara berpikir konvergen untuk mengevaluasi
gagasan-gagasan tersebut dan memilih yang terbaik di antaranya.
Sangatlah penting bahwa kedua cara berpikir tersebut digunakan
secara terpisah dalam masing-masing tahapan. Bila kita mencam-
puradukkan cara berpikir konvergen dan cara berpikir divergen
di bagian awal proses, maka gagasan-gagasan yang baru saja di-
munculkan akan langsung dievaluasi dan dikritik, dan hal ini akan
mengakibatkan segera punahnya arus kreativitas yang diinginkan.
Para pemikir konvensional biasanya terjebak dalam cara
berpikir konvergen, namun para pemikir yang brilian mampu
memanfaatkan kedua cara ini. Akan ada masa-masa di mana
kita harus bersikap analitis, penuh perhitungan, kritis, dan
penuh penilaian, namun bila kita terlalu sering menggunakan
pendekatan ini, kita akan menjadi tak bebas, terkungkung, dan
bahkan merugikan diri sendiri. Kita perlu mempertimbangkan
banyak kemungkinan, menelaah masalah dari sudut pandang
yang berbeda, dan menyelesaikan permasalahan tersebut
secara lateral (secara harfiah berarti kita akan menyelesaikan
permasalahan tersebut dari salah satu sisinya) jika kita ingin
menjadi seorang pemikir yang brilian. Kita perlu menggunakan
cara berpikir divergen dan cara berpikir konvergen. Ketika Crick
dan Watson menemukan struktur DNA di Cambridge pada
tahun 1953, mereka menggunakan cara berpikir divergen untuk
mempertimbangkan seluruh pola yang dan aturan yang mungkin
berlaku. Kemudian mereka menggunakan cara berpikir konvergen
untuk mempersempit kemungkinan-kemungkinan yang ada
dan menuju penemuan sebuah jawaban yang paling tepat—
9
rantai berpilin ganda (double helix). Ketika seorang komponis
menciptakan sebuah lagu, mereka menggunakan cara berpikir
divergen untuk menghasilkan melodi dan musik yang inovatif. Akan
tetapi, sadar ataupun tidak, mereka menggunakan cara berpikir
konvergen untuk menstrukturisasi musik tersebut dengan urutan
harmoni dan paduan nada yang enak didengar.
Cara berpikir konvergen memang amat berguna, namun cara
ini tidak boleh menjadi satu-satunya metode dalam kerangka
mental kita. Bila kita dapat menambahkan imajinasi dan cara
berpikir divergen dalam kepala, kita akan menjadi lebih kreatif
dan melipatgandakan efektivitas cara berpikir hingga beberapa
kali lebih tinggi.
Perlunya berpikir secara berbeda