Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA GENERATIVITAS DAN SELF ESTEEM DENGAN
SUBJECTIVE WELL BEING PADA PEMAIN WAYANG ORANG SRIWEDARI
SURAKARTA
THE RELATIONSHIP BETWEEN GENERATIVITY AND SELF ESTEEM WITH
SUBJECTIVE WELL BEING ON WAYANG ORANG SRIWEDARI PLAYERS
Tia Annisa Putri1, Hardjono2, Rini Setyowati3
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Abstract: This research aims to know the relation between generativity and self esteem with subjective well being on wayang orang sriwedari players. The instruments used are quality of subjective well being, generativity scale, and self esteem scale. The sample of this research was 40 players on more than 45 years old. The methods of data analysis were multiple regression. The results of research showed there was significant relationship between generativityand self esteem with subjective well being. Generativity and self esteem contributed amounting to 37,7% toward subjective well being.
Keywords: subjective well being, job involvement, self esteem, job skill mismatch.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara generativitas dan self esteem dengan subjective well being pada pemain wayang orang sriwedari. Instrumen yang digunakan adalah skala subjective well being, skala generativitas, dan skala self esteem. Sampel pada penelitian ini adalah 40 pemain dengan usia diatas 45 tahun. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara generativitas dan self esteem dengan subjective well being. Generativitas dan self esteem berpengaruh sebesar 37,7% terhadap subjective well being.
Kata Kunci: subjective well being, job involvement, self esteem, job skill mismatch.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya (Prameswarie &
Aditya, 2013). Budaya merupakan keseluruhan kompleks dari hal-hal yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan yang
diperoleh manusia sebagai suatu masyarakat (Kaplan & Manners, 2002). Budaya
merupakan cara hidup yang digunakan sekelompok masyarakat yang telah diturunkan
dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya. Budaya identik terhadap lokasi
suatu daerah dimana lokasi tersebut merupakan asal-muasal budaya lahir atau mulai
dikenal (Cahyo, 2017).
Budaya merupakan aset negara yang harus dijaga dan dilestarikan. Letak
geografis yang luas dan berbentuk kepulauan ini menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara kepulauan yang unik (Junaedy, 2017). Jawa Tengah merupakan suatu
provinsi yang memiliki keanekaragaman budaya yang terdiri dari ratusan kesenian
daerah. Beragam kesenian tradisional di Jawa Tengah diantaranya adalah tari
tradisional, geguritan, gamelan, langgam jawa, dan wayang. Beberapa kesenian
tersebut merupakan jenis kesenian tradisional yang populer di Jawa Tengah
(Hermawati, 2007). Menurut Laksana (2016), Wayang Orang merupakan bentuk
kolaborasi dari seni drama dengan dengan seni tari. Seni drama yang berkembang di
dunia bagian barat di elaborasikan dengan cerita wayang dari Jawa yang kemudian
menjadi pertunjukan teatrikal tradisional. Salah satu kesenian Wayang Orang yang
masih eksis di jaman modern ini adalah Wayang Orang Sriwedari.
Wayang Orang Sriwedari Surakarta merupakan kesenian tradisional yang
mengkolaborasikan antara seni tari, drama, dan koreografi (Hadiprayitno, 2009).
Wayang Orang Sriwedari adalah kesenian tradisional budaya Jawa yang dilindugi
dan dimiliki negara sesuai pasal 38 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam hal ini menjelaskan bahwa negara secara umum dan pemerintah kota secara
khusus memiliki peran yang besar dalam pelestarian kesenian Wayang Orang sebagai
budaya yang dimiliki negara (Kusharyani et al., 2016). Wayang Orang Sriwedari
merupakan kesenian tradisional yang terdiri dari beberapa pekerja seni dengan bekal
seni dan keahlian yang berbeda-beda. Keahlian yang dimiliki antara lain; menari,
memain gamelan, menyutradarai, nyinden, serta acting (Azhari, 2015).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara semi terstruktur secara langsung,
Wayang Orang Sriwedari diperankan oleh 74 orang. Seluruh pemain Wayang Orang
Sriwedari adalah orang dewasa dengan rentan usia 23 – 64 tahun. Pemain Wayang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Orang Sriwedari terbagi menjadi dua golongan yakni 24 orang dengan status Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan 50 orang dengan status tenaga kerja kontrak. Hal ini diinisiasi
oleh pemerintah kota Surakarta sebagai pengelola saat ini dengan tujuan untuk
mempertahankan eksistensi dan membuka lowongan kerja sebagai regenerasi pemain
Wayang Orang Sriwedari (Kusharyani dkk., 2016).
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan menunjukkan bahwa, peminat
Wayang Orang di Sriwedari mengalami penurunan. Hampir setiap hari pertunjukan
di gelar, jumlah penonton hanyalah belasan tidak mencapai angka puluhan. Pada hari
Sabtu, jumlah penonton mengalami kenaikan namun tidak signifikan. Setelah
dikonfirmasi mengenai kondisi tersebut kepada dua orang pemain, dijelaskan bahwa
penurunan penonton Wayang Orang mulai dirasakan kira-kira 4-5 tahun terakhir.
Pada awalnya para pemain merasakan sedih dan tidak puas jumlah penonton yang
sedikit, sehingga terkadang membuat pemain dalam memerankan wayang tidak
semangat dan tidak maksimal. Namun, lama-kelamaan para pemain sudah mulai
terbiasa dengan kondisi penonton yang sedikit, sehingga sekarang pemain mencoba
enjoy saja setiap pementasan dan menerima kondisi yang ada. Hal ini disebabkan
pemain ingin tetap profesional dengan profesinya sebagai pekerja seni tradisional.
Selama hampir lebih dari 107 tahun Wayang Orang Sriwedari berdiri dan
sudah beberapa kali berganti generasi kini eksistensinya mulai redup dan tergeser
oleh hiburan modern. Pada hasil wawancara pra-penelitian didapatkan bahwa dibalik
rasa profesional yang harus dijalankan oleh pemain Wayang Orang Sriwedari,
terdapat perasaan cemas dan hal-hal yang kurang enak yang terkadang dirasakan oleh
pemain. Salah satunya adalah kabar yang berkembang pada pertengahan tahun ini
mengenai akan ditutupnya Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari. Hal ini
memberikan dampak yang kurang baik kepada pemain, rasa was-was dirasakan
pemain apabila THR ditutup akan dapat memberikan dampak pada lokasi Wayang
Orang Sriwedari. Walaupun Wayang Orang Sriwedari merupakan kesenian yang
dikelola oleh pemerintah namun tidak menjamin bahwa setiap pagelaran akan ramai
oleh pengunjung. Dengan ditutupnya Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari
tentunya hal ini juga akan memberikan dampak yang negatif yakni semakin sepinya
arena Sriwedari sehingga, ditakutkan Wayang Orang akan semakin tenggelam.
Hal yang kurang enak yang dirasakan oleh pemain Wayang Orang Sriwedari
yang kedua adalah terkadang profesinya dianggap rendah oleh beberapa teman atau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
saudara. Pendapatan yang tidak banyak atau cukup menjadikan beberapa pemain juga
menjalan profesi lain seperti berjualan di rumah dan menjadi guru honorer di sekolah.
Hal ini dilakukan untuk memberikan tambahan pendapatan karena, jaman sekarang
biaya hidup sudah mulai tinggi bahkan di kota Surakarta sekalipun. Hal ini
menunjukan bahwa mereka memiliki rasa cemas akan profesinya sebagai pekerja seni
tradisional. Rasa cemas yang ada pada pemain Wayang Orang Sriwedari merupakan
bentuk dari afek negatif.
Pemain Wayang Orang Sriwedari tidak hanya merasakan afek negatif,
mereka juga merasakan beberapa afek positif. Afek positif dapat dilihat dari hasil
wawancara pendahuluan yang dilakukan kepada dua orang pemain Wayang Orang
Sriwedari, ketika diberikan pertanyaan mengenai profesinya yang dijalani saat ini
diketahui bahwa pemain Wayang Orang Sriwedari merasa senang terhadap
profesinya sebagai pekerja seni tradisional. Hal ini karena profesi yang dijalani sudah
sesuai dengan minat dan bakat para pemain sehingga pemain selain bekerja juga
dapat menyalurkan hobi yang dimiliki. Bertahan menjalani profesinya saat ini juga
dikarenakan adanya dukungan dari rekan kerja, kekompakan antar pemain Wayang
Orang yang selalu ada, saling membantu, dan saling memberikan semangat. Hal
itulah yang menjadikan pemain Wayang Orang bertahan, yakni merasakan
kehangatan keluarga dalam pekerjaannya. Bahagia atau senang akan profesi sebagai
pekerja seni dimanifestasikan para pemain dengan melakukan tugasnya semaksimal
mungkin.
“Yaa senenglah karena ini pekerjaan sudah sesuai apa yang saya inginkan.
Dalam artian sesuai dengan kemampuan saya, bahwa bakat dan keahlian
saya”. (W1,L,50)
“Pernah pekerjaan seni apalagi sebagai pemain Wayang Orang dulu
sempat dinilai sebelah matalah”. (W1,L,78)
“Cibiran maupun kres itu biasa dan saya gak ambil pusing. Namanya
orang seni tu jiwanya harus tahan banting dan tetap fokus menghibur
saja”. (W2,L,103)
“Kalau bukan orang-orang berbakat seperti kita-kita ini siapa lagi yang
mau menjaga dan melestarikan.” (W3,P,120)
Seorang pekerja seni akan membuat pertunjukan sukses dengan bermain
secara maksimal setiap kali pertunjukan sehingga penonton merasa puas melihat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pertunjukannya (Nawangsih & Kristiana, 2015). Sejatinya profesi sebagai pekerja
seni terutama pada seni tradisional tentunya profesi yang mulia karena dapat
memberikan manfaat yang besar yakni melestarikan kebudayaan (Azhari, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nawangsih dan Kristiana (2015),
menunjukkan bahwa penari di Semarang merasakan subjective well being tergambar
dengan rasa bangga yang dimiliki atas kesuksesannya melestarikan tari tradisional.
Para penari memaknai subjective well being sebagai afek positif dan kepuasan hidup.
Mereka merasa puas karena dapat ikut serta menjaga budaya dengan cara untuk
melestarikan tari tradisional.
Park, yang dikutip oleh Nisfiannor dan Rostiana (2004), mengatakan dalam
bahasa sehari-hari sinonim dari subjective well being adalah happiness atau
kebahagiaan. Subjective well being digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan
individu sesuai dengan evaluasi subjektif akan kehidupannya (Khairat & Adiyanti,
2015). Evaluasi dapat berupa dua bentuk yakni secara aspek afektif dan kognitif.
Bentuk dari evaluasi afektif adalah reaksi dan pengalaman seseorang dalam
merasakan suasana hati dan emosi baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
Evaluasi kognitif berupa suatu penilaian evaluatif mengenai kualitas hidup secara
menyeluruh (Diener, Lucas, Schimmack, & Helliwell, 2010). Menurut Imelda (2013),
Subjective well being atau kesejahteraan individu adalah saat individu mengevaluasi
perasaan baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan dan mengevaluasi
kepuasan dalam hidupnya.
Menurut Diener (2000), individu yang puas dan bahagia dengan kehidupan
yang dijalaninya adalah individu yang mampu menyelesaikan permasalahan dengan
baik, memiliki hubungan sosial yang baik, serta mempunyai prestasi kerja yang baik
pula. Individu dengan kriteria tersebut lebih tahan dan rentan terhadap stres serta
memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik (Nisfiannor & Rostiana, 2004).
Melihat hasil wawancara pendahuluan menunjukkan bahwa pemain Wayang Orang
Sriwedari memiliki ciri subjective well being, yaitu pemain dapat menyelesaikan
masalah dengan baik salah satunya adalah ketika masa penurunan penonton, pemain
yang awalnya merasa sedih dan kurang semangat akhirnya dapat melewati itu dengan
tetap enjoy dalam pentas untuk menjaga profesionalitas. Hubungan sosial yang baik
juga dirasakan pemain Wayang Orang, adanya dukungan dari rekan kerja ikatan antar
pemain yang saling memberikan semangat dan kompak menunjukan adanya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
hubungan sosial yang baik. Bertahan sebagai pekerja seni tradisional di jaman yang
modern ini dengan tugas utama melestarikan budaya merupakan suatu pencapaian
prestasi kerja yang tidak mudah untuk didapatkan. Sehingga dapat disimpulkan
pemain Wayang Orang Sriwedari memiliki ciri sebagai individu yang memiliki rasa
subjective well being.
Penelitian yang dilakukan di negara-negara barat menunjukkan bahwa
individu dengan emosi positif akan berkaitan dengan beberapa karakteristik tingkah
laku yang khas seperti; rasa percaya diri yang tinggi dan energik, kemampuan
bersosialisasi yang baik, memiliki keterikatan dengan aktivitas yang dilakukan dan
memiliki kreativitas (Diener, 2002). Menurut hasil penelitian dari Imelda (2013),
menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi subjective well
being adalah adanya dukungan sosial dari orang lain. Penelitian yang dilakukan
Nawangsih (2014) mengungkapkan bahwa, subjective well being pada pekerja seni
khususnya penari memiliki afek yang positif serta dapat mencapai kepuasan hidup.
Beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well being pada pekerja seni adalah
regulasi emosi, hubungan interpersonal, dan dukungan sosial (Nawangsih, 2015).
Angka tinggi rendahnya subjective well being pada individu akan mewakili
bagaimana pemenuhan kesejahteraannya dalam menjalani kehidupan. Hal tersebut
dapat ditinjau salah satunya dengan melihat status pekerjaan dari individu (Imelda,
2013). Menurut Nawangsih (2015), profesi sebagai pekerja seni bukanlah suatu hal
yang tidak mungkin untuk dapat memiliki rasa subjective well being. Hal ini akan
menjadikan para pekerja seni memiliki rasa optimisme terhadap diri sendiri, dapat
menerima kualitas dirinya, dan memiliki sikap yang positif terhadap hal-hal buruk
yang dialami dalam hidup. Hal positif lain yang dilakukan seorang pekerja seni
khususnya para pemain kesenian tradisional adalah melestarikan budaya dan
mewariskan budaya pada generasi selanjutnya. Menurut Santrock (2012), pewarisan
budaya atau menurunkan budaya yang dilakukan oleh individu yang sudah dewasa
disebut juga proses generativitas. Generativitas merupakan tahap ke tujuh dari teori
tahap perkembangan psikososial dari Erick Erickson (Indarwati, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Melo (2008) menunjukkan bahwa,
terdapat hubungan yang signifikan antara generativitas dengan subjective well being.
Semakin tinggi angka generativitas maka subjective well being pada individu akan
tinggi pula. Menurut Peterson (2002), generativitas merupakan kebutuhan orang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dewasa untuk dapat mewariskan sesuatu dari dalam dirinya kepada generasi
selanjutnya (Santrock, 2012). Ciri yang utama dari tahap ini adalah individu akan
perhatian pada apa yang dihasilkan dan memberikan pedoman untuk dapat
diturunkan pada generasi mendatang. Pada tahap ini individu dewasa telah
mempersiapkan generasinya yang akan datang dengan mewariskan apa yang ia punya
seperti ilmu, ide-ide, harta, maupun kebudayaan (Mar’at, 2009).
Individu dewasa melakukan proses generativitas dengan membimbing,
mengajar, dan mengarahkan generasi selanjutnya dengan mempromosikan hal-hal
yang menarik dalam bidang kontribusi di bidang politik, seni, budaya, dan komunitas
(Crandell, T. L., Crandell, C.H., dan Vander Zanden, 2009). Salah satu bentuk dari
regenerasi budaya adalah dengan menularkan nilai-nilai budaya dan mengajarkan
kebudayaan (Papalia, 2008). Pada generativitas kultural, objek dari generatif adalah
budaya yang mana individu dewasa menciptakkan, merenovasi, dan memelihara
kebudayaan sehingga dapat bertahan (Indarwati, 2010). Menurut penelitian Peterson
dan Stewart (1996) wanita karir atau wanita yang sedang bekerja akan memperoleh
kepuasan melalui pekerjaannya untuk digenerasikan kepada angkatan dibawahnya
(Santrock, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan, pemain Wayang Orang
Sriwedari merasa senang bisa membimbing pemain yang lain, berlatih bersama,
dan saling dapat berbagi pengalaman dalam menari maupun cerita-cerita mengenai
kehidupan mereka. Adanya hubungan yang kuat antar pemain menjadikan pemain
dekat satu sama lain, sehingga tidak jarang antar pemain bercerita kepada pemain lain
dan pemain lain memberikan masukan-masukan. Proses ini merupakan bentuk
generativitas yang dirasakan pemain Wayang Orang Sriwedari. Generativitas yang
dirasakan pemain juga memberikan rasa bahagia tersendiri, dengan dapat
memberikan masukan atau membantu sesama pemain.
Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi subjective well being
diantaranya adalah self esteem yang tinggi, rasa kendali, relasi hubungan sosial yang
positif, dan tujuan hidup (Indrayani, 2013). Faktor internal seperti; rasa optimisme,
regulasi emosi, pemaknaan hidup, dan self esteem atau kepercayaan diri (Khairat &
Adiyanti, 2015). Self esteem merupakan suatu keyakinan pada nilai diri sendiri yang
didasarkan pada evaluasi diri secara menyeluruh. Self esteem terbentuk oleh kondisi
individu masing-masing dan bagaimana perilaku antar individu (Engko, 2008).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menurut Wibowo (2016) Self esteem adalah salah satu faktor penting dan utama dari
bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai konsep diri dan determinan
penting dalam perilakunya sehari-hari. Self esteem atau harga diri adalah bentuk
evaluasi diri dari individu secara menyeluruh berkaitan dengan apa yang dijalani
dalam hidup (Myers, 2014).
Menurut Michener dan Delameter (1999) faktor penting yang berkontribusi
dalam proses pembentukan self esteem adalah pengalaman dalam keluarga, reaksi
pada performance, dan perbandingan sosial (Dayakisni & Hudaniyah, 2009).
Penilaian harga diri bergantung dari persepsi dan sudut pandang masing-masing
individu. Hal ini karena setiap individu memiliki cara pandang dan penilaian
masing-masing terhadap harga diri dengan standar yang dibuat oleh setiap individu
(Myers, 2014). Secara umum bentuk individu melakukan evaluasi atau penilaian
terhadap diri, dilakukan dengan membandingnya dirinya dengan orang lain. Individu
yang memiliki harga diri positif akan cenderung untuk bahagia, sehat, dan dapat
dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada individu yang memiliki
harga diri negatif akan lebih rentan terhadap stres, cemas, peka terhadap penolakan,
menghindari tantangan, dan memiliki usaha yang kecil (Dayakisni & Hudaniyah,
2009).
Penelitian yang dilakukan Budiman (2015) menunjukkan adanya hubungan
positif yang erat antara self esteem dengan subjective well being pada model wanita.
Penilaian positif tersebut berhubungan dengan kesejahteraan hidup sesuai yang
didapatkan saat menjalani profesi sebagai seorang model. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Handayani (2011) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi nilai
self esteem pada individu maka, nilai subjective well being juga akan tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat kolerasi dan keterkaitan antara self esteem dengan
subjective well being.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pemain Wayang Orang Sriwedari
berpotensi memiliki subjective well being yang ditunjukan dengan adanya sikap kerja
profesional, adanya dukungan antar sesama pemain, dan adanya rasa senang dapat
melestarikan budaya. Ketiga hal tersebut diterapkan dalam diri pemain Wayang
Orang untuk dapat semangat dalam bekerja walaupun eksistensi Wayang Orang
Sriwedari sedikit mengalami penurunan. Terdapat faktor yang muncul mempengaruhi
subjective well being pada pemain Wayang Orang Sriwedari yakni mewariskan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
budaya dan menjalankan pekerjaan secara profesional. Kedua hal tersebut merupakan
manifestasi dari generativitas dan self esteem yang ada pada pemain Wayang Orang.
Generativitas ditunjukan dengan memberikan pembelajaran dan bimbingan kepada
tenaga kerja kontrak mengenai seni Wayang Orang. Baik dari sejarah, alur cerita,
lakon yang diperankan, tata rias dan koreografi dalam pertunjukan. Adapun self
esteem dapat dilihat dari sikap profesional yang dilakukan oleh pemain Wayang
Orang dalam setiap pertunjukan walaupun jumlah penonton yang datang sedikit. Hal
ini menunjukan bahwa jumlah penonton yang sedikit tidak menjadikan faktor
penghalang bagi para pemain Wayang Orang Sriwedari untuk memberikan
pertunjukan yang maksimal sehingga membuat penonton bahagia.
Metode
Variabel terikat dan dua variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari variabel
terikat yang berupa Subjective Well Being, dan dua variabel bebas yang terdiri dari
Generativitas dan juga Self Esteem. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pemain wayang orang Sriwedari Surakarta berjumlah 72 orang. Sampel penelitian ini
42 orang dengan kriteria pemain wayang orang Sriwedari Surakarta berusia lebih dari
45 tahun.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga alat ukur, yaitu
skala subjective well being, generativitas, dan self esteem. Model skala pada penelitian
ini adalah modifikasi dari skala Likert, setiap skala terdiri atas pernyataan yang
memiliki sifat favorable dan unfavorable yang memiliki empat ciri – ciri alternatif
jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai
(STS).
Subjective well being dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan adaptasi
dan modifikasi skala yang dibuat oleh Aysyah (2014). Skala subjective well being
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 20 aitem favorable dan 19 aitem
unfavorable. Generativitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala
yang disusun oleh peneliti berdasarkan pada aspek generativitas yang dikemukakan
oleh Mc Adams (1992). Skala generativitas yang digunakan terdiri atas 22 aitem
favorable dan 8 aitem unfavorable. Self esteem dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala yang dimodifikasi dari Khairat (2014). Skala self esteem yang
digunakan terdiri atas 15 favorable dan 15 unfavorable.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis regresi linier berganda dan
korelasi parsial. Dalam melaksanakan uji hipotesis, peneliti harus memenuhi beberapa
syarat uji asumsi terlebih dahulu, syarat- syarat yang harus dipenuhi, yaitu melakukan
uji asumsi dasar yang terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas.
Hasil
Penelitian ini menggunakan One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test sebagai metode
uji normalitas dengan syarat jika nilai signifikansi lebih dari 0,05, yang berarti data
berdistribusi normal (Santoso, 2014). Data yang baik digunakan dalam penelitian
haruslah berdistibusi normal. Hasil perhitungan menunjukkan nilai signifikansi
ketiga variabel, yaitu subjective well being (0,495), generativitas (0,427) dan self esteem
(0,773) lebih dari 0,05, yang berarti bahwa ketiga variabel berdistribusi normal.
Kemudian, dilakukan uji linieritas untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
linier antara dua variabel penelitian. Dua variabel dikatakan linier apabila nilai
signifikansi kurang dari 0,05 (Santoso, 2014). Hasil perhitungan menunjukkan nilai
signifikansi antara subjective well being dengan generativitysebesar 0,000 dan nilai
signifikansi subjective well being dengan self esteem sebesar 0,000 (p < 0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linier antara subjective well being
dengan generativitydan subjective well being dengan self esteem.
Hasil uji simultan F pada tabel diatas diketahui bahwa nilai signifikansi pada
penelitian ini sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05. Selain itu dari hasil uji simultan
diatas diketahui pula nilai Fhitung sebesar 11,186 sementara nilai Ftabel dengan taraf
signifikansi 0,05, adalah 3,23. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel, yaitu 11,186 > 3,23, sehingga dapat
dikatakan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima yaitu generativitas
dan self esteem secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap subjective well
being pada pemain wayang orang Sriwedari Surakarta.
Tabel 1
Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Variabel R R2 Fhitung Ftabel (5%) P value
Generativitas 0,614 0,377 11,186 3,23 0,000
Self esteem
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Korelasi antara generativitas dengan subjective well being sebesar 0,572 dengan
signifikansi 0,002 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara generativitas dengan subjective well being dan arahnya adalah
positif. Sedangkan pada self esteem dengan subjective well being koefisien
menunjukkan 0,179 dengan signifikansi 0,573 (p < 0,05). Hal ini menjelaskan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara self esteem dengan subjective well being.
Diskusi
Berdasarkan uji analisis data, uji hipotesis menggunakan regresi linier berganda
atau uji simultan F menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat
diterima yaitu terdapat hubungan antara generativitas dan self esteem dengan
subjective well being pada pemain Wayang Orang Sriwedari Surakarta. Pada hasil uji
simultan F menunjukkan nilai Fhitung sebesar 11,186 dan nilai Ftabel sebesar 3,23
dengan taraf signifikasi 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Fhitung >
Ftabel. Dapat disimpulkan dalam penelitian ini bahwa variabel generativitas dan self
esteem secara bersama-sama memiliki hubungan positif dan signifikan dengan
subjective well being pada pemain Wayang Orang Sriwedari Surakarta. Kemudian
hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa nilai koefisien ganda (R) dalam penelitian
ini sebesar 0,614. Koefisien angka R mendekati angka 1 sehingga, dapat diketahui
bahwa korelasi yang dimiliki antara generativitas dan self esteem pada subjective well
being termasuk hubungan yang cukup kuat pada pemain Wayang Orang Sriwedari
Surakarta.
Pada data penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R
Square) menunjukkan angka 0,377 atau 37,7% dalam bentuk persentase. Hal ini
dapat diartikan bahwa variabel generativitas dan self esteem secara bersama-sama
menyumbang sebesar 37,7% terhadap variabel subjective well being dengan sisanya
sebesar 62,3% dipengaruhi oleh variabel lain atau faktor lain yang tidak termasuk
dalam penelitian ini. Nilai R Square juga merupakan hasil penjumlahan dari
sumbangan efektif variabel generativitas dan self esteem terhadap variabel subjective
well being. Sumbangan efektif generativitas terhadap subjective well being pada
penelitian ini adalah 34,79% dan sumbangan efektif self esteem terhadap subjective
well being pada penelitian ini adalah 2,83%. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
generativitas memberi pengaruh yang lebih besar dibandingkan variabel self esteem
terhadap subjective well being pada pemain Wayang Orang di Sriwedari Surakarta.
Hasil analisis regresi linier berganda yang dilakukan telah sesuai dengan teori
dan penelitian, yang menyebutkan bahwa generativitas dan self esteem sebagai faktor
yang mempengaruhi subjective well being. Generativitas didefinisikan sebagai proses
mewariskan atau menurunkan sesuatu dalam kehidupannya yang dilakukan oleh
individu dewasa madya kepada generasi selanjutnya dan mempertahankan kepuasan
dalam karir karena kesadarannya akan waktu yang tersisa dalam hidup sudah mulai
berkurang (Santrock, 2002). Salah satu bentuk dari regenerasi budaya adalah dengan
menularkan nilai-nilai budaya dan mengajarkan kebudayaan (Papalia, 2008). Pada
generativitas kultural, objek dari generatif adalah budaya yang mana individu dewasa
menciptakan, merenovasi, dan memelihara kebudayaan sehingga dapat bertahan
(Indarwati, 2010). Hasil penelitian ini turut menguatkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Melo (2008) yang menyebutkan adanya korelasi positif
antara generativitas dengan subjective well being.
Selain generativitas, penelitian ini menunjukkan adanya self esteem yang secara
bersama-sama dengan generativitas mempengaruhi subjective well being. Self esteem
adalah evaluasi diri yang dilakukan oleh masing-masing individu, yang berupa sikap
terhadap diri sendiri secara positif maupun negatif. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan konsep diri (perceived self) dengan ideal self. Harga diri cenderung
tinggi apabila konsep diri dinilai lebih baik daripada ideal self. Harga diri cenderung
rendah apabila konsep diri dinilai lebih buruk daripada ideal self (Baron, 2013).
Individu dengan harga diri yang tinggi akan cenderung memiliki kepuasan dalam
hidup yang tinggi atau subjective well being yang tinggi (Branden, 1992).
Berdasarkan pemaparan yang telah dilakukan dapat terungkap adanya keterikatan
antara variabel generativitas dan self esteem secara bersama-sama dengan subjective
well being.
Uji hipotesis kedua menggunakan teknik korelasi parsial menunjukkan bahwa
hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat diterima yaitu adanya hubungan antara
generativitas dengan subjective well being pada pemain Wayang Orang Sriwedari
Surakarta. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi pada pada Significance (2-tailed)
sebesar 0,001 (p < 0,05) dan nilai korelasi 0,506 yang memiliki arti bahwa terdapat
hubungan yang cukup kuat dan signifikan antara generativitas dengan subjective well
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
being dengan arah hubungan searah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi
yang bertanda positif. Hasil uji korelasi parsial yang dilakukan mendukung penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh Melo (2008) yang menyatakan bahwa
generativitas berkorelasi positif dengan subjective well being. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa secara parsial generativitas berhubungan secara positif dan
signifikan dengan subjective well being.
Uji hipotesis ketiga menggunakan teknik korelasi parsial menunjukkan bahwa
hipotesis ketiga dalam penelitian ini tidak dapat diterima atau ditolak. Hal ini
disebabkan tidak terbuktinya hubungan yang signifikan antara self esteem dengan
subjective well being pada pemain Wayang Orang di Sriwedari Surakarta yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi pada pada Significance (2-tailed) sebesar 0,191
(p < 0,05) dan nilai korelasi 0,214. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang
sebelumnya dilakukan oleh Budiman (2015) dan Handayani (2011) yang melakukan
penelitian korelasi antara self esteem dengan subjective well being. Namun, hal ini
mendukung pada pernyataan Lucas, Diener, dan Suh yang mengatakan bahwa adanya
hubungan yang tidak cukup kuat antara self esteem dan kepuasan hidup pada
kebudayaan kolektif (Puspasari, 2004).
Tidak signifikannya self esteem dalam penelitian ini dapat disebabkan karena
pengalaman subjektif yang berbeda-beda pada pemain Wayang Orang Sriwedari.
Selain itu, tipe kepribadian juga dapat berpengaruh terhadap self esteem. Menurut
Diener (2009), pada individu dengan tipe ekstrovert akan lebih cenderung mengalami
afek positif. Untuk itu individu dengan tipe ekstrovert akan memiliki angka
subjective well being yang tinggi. Individu dewasa dengan tipe kepribadian ekstrovert
akan memiliki self esteem yang baik dan rasa optimisme.
Hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada penelitian ini telah
mampu menjawab tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian yaitu hubungan
generativitas dan self esteem dengan subjective well being pada pemain Wayang
Orang Sriwedari Surakarta. Namun terdapat satu hipotesis yang ditolak yaitu pada
hipotesis ketiga karena tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara self
esteem dengan subjective well being.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan beberapa kesimpulan
diantaranya, Terdapat hubungan yang signifikan antara generativitas dan self esteem
dengan subjective well being pada pemain Wayang Orang Sriwedari Surakarta.
Artinya, semakin tinggi generativitas dan self esteem pemain Wayang Orang, maka
akan semakin tinggi pula subjective well being yang dirasakan. Terdapat hubungan
yang signifikan antara generativitas dengan subjective well being pada pemain
Wayang Orang Sriwedari Surakarta. Artinya, semakin tinggi generativitas pemain
Wayang Orang, maka akan semakin tinggi pula subjective well being yang dirasakan.
Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara self esteem dengan subjective well
being pada pemain Wayang Orang Sriwedari Surakarta. Artinya, semakin tinggi self
esteem pemain Wayang Orang, belum tentu subjective well being yang dirasakan
akan semakin tinggi. Persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel
generativitas dan self esteem secara bersama-sama terhadap subjective well being
sebesar 37,7% yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar
0,377 sementara sisanya sebesar 62,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
terdapat dalam penelitian ini.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan
beberapa saran untuk berbagai pihak sebagai berikut:
1. Untuk pemain Wayang Orang Sriwedari
Berdasarkan hasil penelitian ini, pemain Wayang Orang Sriwedari harus
mempertahankan bahkan meningkatkan subjective well being yang dimiliki
saat ini. Agar dalam bekerja lebih bersemangat apa pun tantangannya dan
selalu bersyukur dengan hidup yang dijalani yakni profesinya saat ini. Pemain
Wayang Orang Sriwedari juga harus tetap menjaga atau mempertahankan
sikap generativitasnya. Hal tersebut sangatlah penting karena mewariskan
sesuatu terlebih budaya kepada generasi muda merupakan hal yang mulia dan
sangat berguna bagi kelestarian budaya tradisional.
Pemain Wayang Orang Sriwedari juga harus tetap mempertahankan self
esteem yang sudah baik. Dengan memiliki harga diri yang tinggi akan lebih
menjadikan individu sebagai orang yang percaya diri khususnya memiliki
profesi sebagai pekerja tradisional. Profesi sebagai pemain Wayang Orang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bukanlah profesi yang memalukan justru merupakan profesi yang
membanggakan karena memiliki peran penting terhadap budaya negara. Para
pemain Wayang Orang sudah memiliki andil dalam menjaga dan melestarikan
budaya Wayang Orang.
2. Untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat meningkatkan subjective well
being pemain Wayang Orang dengan cara memberikan pelatihan atau
kegiatan training. Hal ini agar para pemain Wayang Orang lebih bersemangat
dalam bekerja dan dapat menjadikan suatu pengalaman yang baru pada
pemain Wayang Orang Sriwedari. Pelatihan maupun training tidak hanya
digunakan untuk meningkatkan subjective well being, namun dapat juga
untuk tetap menjaga generativitas dan self esteem para pemain Wayang Orang
Sriwedari.
Pihak dinas juga dapat lebih menggalakkan promosi terkait dengan
kesenian Wayang Orang, sehingga pengunjung dari Wayang Orang Sriwedari
semakin bertambah. Misalnya, dinas bekerja sama dengan beberapa sekolah
untuk dapat menyaksikan kesenian Wayang Orang sriwedari secara
bergantian, sehingga pemain Wayang Orang akan lebih semangat dengan
jumlah penonton yang banyak dan anak-anak sekolah mendapatkan ilmu
mengenai kesenian Wayang Orang. Selain itu, dapat menjaga dan
melestarikan kesenian tradisional di zaman modern kepada generasi-generasi
milenial. Dapat pula melakukan promosi dengan media online, cetak, maupun
elektronik agar masyarakat lebih paham bahwa kesenian Wayang Orang
Sriwedari hingga saat ini masih eksis.
3. Untuk masyarakat sekitar
Masyarakat sekitar diharapkan lebih peka dan sadar untuk turut
melestarikan budaya Indonesia, salah satunya dengan menyempatkan
menonton pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Surakarta.
4. Untuk penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti yang akan
melaksanakan penelitian dengan topik dan tema yang serupa. Penelitian selanjutnya
diharapkan lebih memperluas variabel-variabel yang digunakan sehingga didapat
pengetahuan yang lebih bulat dan utuh mengenai bidang psikologi pemain Wayang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Orang Sriwedari Surakarta. Vaiabel yang digunakan contohnya regulasi emosi, tipe
kepribadian, dan self efficacy.
Daftar Pustaka
Agus, A. R. (2013). Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo.
Ahimsa, P. (2000). Ketika Orang Jawa Nyeni, Seni Dalam Beberapa Perspektif,
Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Galang Press.
Argyle, M. (2001). The Psychology Of Happiness. New York: Routledge.
Alfianika, N. (2016). Buku Ajar Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Deepublisher.Argyle, Michael. 2001. The Psychology Of
Happiness. New York: Routledge.
Azhari, D. M. (2015). Eksistensi Wayang Orang (Studi Deskriptif Eksistensi
Kelompok Wayang Orang Sriwedari Surakarta , di Surakarta ), (2), 175–
185.
Azwar, S. (2012)a. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012)b. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R. A., Donn. B. (2003). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Branden, N. (1992). The Psychology of Self Esteem. New York: Bartam Bools.
Brink, P., Wood, M. (2000). Langkah Dasar dalam Perencanaan Riset dan
Keperawatan. Jakarta: Kedokteran Egc.
Budiman, A. (2015). Hubungan Antara Subjective Well Being pada Model Wanita
Bandung. Skripsi: Universitas Islam Bandung.
Bungin, B. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
.
Burn, R. B. (1998). Konsep Diri; Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.
Alih Bahasa oleh Eddy. Jakarta : Arcan.
Cahyo, A. M. (2017, Juli 13). Pengertian Budaya, Ciri-ciri, Wujud Kebudayaan, Dan
Unsur. Baabun. Retrieved November 20 from
https://baabun.com/budaya-adalah/.
Cavanaugh, J. C. & Fredda, B. F. (2006). Adult Development and Aging (5th edition).
USA: Thomson Wadsworth.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada.
Corsini, R. J. (2002). The Dictionary of Psychology. New York: Bruner Routledge.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Crandell, T. L., Crandell, C.H. & Vander Zanden, J. W. (2009). Chapter 2: Theories
of Development. Human Development Ninth Edition, 35–61.
Coopersmith, S. (1967). The Antecedents of Self-Esteem. San Francisco : Freeman
And Company.
Dayakisni, T., Hudaniyah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Pers.
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective Well Being:
Three Descades of Progress. Psychological Bulleting, Vol 125, No 2,
276-302.
Diener, Ed. (2000). Subjective Well Being: The Science of Happiness and a Proposal
for a National Index. Vol. 55., No. 1. 34-43.
Diener, Ed. (2002). Findings On Subjective Well-Being and Their Implications for
Empowerment. Washington DC: University of Illinois.
Diener, E., Lucas, R., Schimmack, U., & Helliwell, J. (2003). Personality, Culture,
and Subjective Wellbeing: Emotional and Cognitive Evaluations of Life.
Annual Review of Psychology, 54, 403-425.
Diener, E. (2009). Assessing Well-Being; The Collected Works of Ed Diener. New
York: Springer Dordrecht Heidelberg London.
Diener, E., Lucas, R., Schimmack, U., & Helliwell, J. (2010). Well-Being for Public
Policy. Well-Being for Public Policy. New York: Oxford University.
Diener, E., Chan, M.Y. (2011). Happy People Live Longer : Subjective Well Being
Contributes to Health And Longevity. Journal Applied Psychology : Health
and Well Being, 3(1), 1-43.
Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Eid, M dan Larsen, R. J. (2008). The Science Of Subjective Well-Being. New York:
The Guilford Press.
Engko, C. (2008). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Individual Dengan
Self Esteem dan Self Efficacy Sebagai Variabel Intervening. Bisnis Dan
Akuntansi, 10(1), 1–12.
Erikson, E., H. (1963). Childhood and Society. New York: Norton & Company.
Hadiprayitno, K. (2009). Perlunya Belajar Wayang Dalam Kehidupan Budaya Jawa.
Sejarah dan Budaya, 4, 1–15.
Hall, C. S., & Lindzey, G. (1985). Introduction to Personality Theory. New York: A
John Wiley & Sons Inc.
Handayani, S. (2011). Hubungan Antara Self Esteem dengan Subjective Well Being
Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hasan, I. (2012). Pokok-pokok Materi Statistik 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermawati, T. (2007). Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender. Jurnal Komunikasi
Massa, 1(1), 18–24.
Hersapadi. (1999). Wayang Wong Sriwedari “Dari Seni Istana Menjadi Seni
Komersil”. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
Holt, C. (2000). Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Bandung: Pustaka
Utama.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang
Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Imelda, J. (2013). Perbedaan Subjective Well Being Ibu Ditinjau dari Status Bekerja
Ibu, 2(1), 1–16.
Indarwati, A. (2010). Perbedaan Generativitas Pada Gay Pria Pekerja Seks Dengan
Gay Bukan Pria Pekerja Seks. Skripsi: Universitas Sebelas Maret.
Indrayani, A. P. (2013). Model Pengembangan Subjective Well Being Pada Masa
Pensiun. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1).
Junaedy, D. (2017, Juli 4). Tourism Sector Indonesia: 15 Million Foreign Tourists In
2017. Indonesia-Investments. Retrieved November 20 from
https://www.indonesia-investments.com/id/culture/culture-columns/tourism-
in-indonesia-15-million-foreign-tourists-in-2017/item7949.
Kaplan, D., & Manners, R. A. (2002). Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Khairat, M., & Adiyanti, M. G. (2015). Self esteem dan Prestasi Akademik sebagai
Prediktor Subjective Well-being Remaja Awal. Gadjah Mada Journal Of
Psychology, 1(3), 180–191.
Kusharyani, M., Santoso, B., & Wisnaeni, F. (2016). Eksistensi dan Perlindungan
Wayang Orang Sriwedari Surakarta Ditinjau Dari Aspek Hukum Hak Cipta,
12.
Mcadams, D. P., & De St Aubin, E. (1992). A Theory of Generativity and Its
Assessment Through Self-Report, Behavioral Acts, and Narrative Themes in
Autobiography. Journal of Personality and Social Psychology, 62(6),1003.
Melissa, N. (2015, Agustus 5). Menilik Kekayaan dan Keragaman Indonesia.
Inmetmining. Retrieved November 20 from
http://www.inmetmining.com/menilik-kekayaan-dan-keragaman-indonesia/.
Murk, C. J. (2006). Self Esteem Research, Theory, and Practice: Toward A Positive
Psychology of Self Esteem 3rd Edition. New York: Springer Publishing
Company Inc.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Myers, G.E dan Myers, M.T. (1992). The Dynamics of Human Communication: A
Laboratory Approach. Sixth Edition.New York: Mc Graw Hill.
Myers, D. G. (2004). In Press. American Paradox. New York: Worth Publishers
.Myers, D. G. (2014). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Nawangsih, N. A., & Kristiana, I. F. (2015). Subjective Well - Being Pada Penari
Studio Seni Amerta Laksita Semarang.
Nisfiannor, M., & Rostiana, T. (2004). Hubungan Antara Komitmen Beragama dan
Subjective Well-Being pada Remaja Akhir di Universitas Tarumanagara.
Jurnal Psikologi Vol, 2(1), 74–93. Retrieved from
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4951-M.Nisfiannor,Rostia
na,TrianaPuspasari.pdf.
Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Stastitika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Papalia, D., dkk. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). In
Cetakan ke-1, edisi ke-9. Jakarta: Kencana.
Perdana, A. I. (2014). Wayang Orang. Budayaindonesia. Retrieved Desember 15,
From Http://Budaya-Indonesia.Org/Wayang-Orang.
Prameswari, D., Aditya, C. (2013). Let's Go Around The World. Jakarta: Cerdas
Interaktif.
Puspasari, T., Rostiana., Nisfiannor, M. (2004). Hubungan Antara Komitmen
Beragama dan Subjective Well-Being Pada Remaja Akhir di Universitas
Tarumanagara. Jurnal Psikologi, 2(1), 74-93.
Oktakarianda, R. (2015). Subjective Well Being ditinjau dari Faktor Demografi
(Status Pernikahan, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan
Dan Jumlah Tanggungan) pada Petani Sawit. Tesis: Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Rosya, M. (2017, Januari 14). Kebudayaan Jawa Tengah. Kebudayaanindonesia.
Retrieved November 20, from
http://www.kebudayaanindonesia.com/2013/06/jawa-tengah.html.
Santoso, S. (2017). Statistik Multivariat dengan SPSS. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (Edisi
Kelima). (Penerj. Achmad Chusairi, Juda Damanik; Ed. Herman Sinaga,
Yati Sumiharti). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. 2012. Life-Span Development. 13 Th Edition. University of Texas,
Dallas : Mc Graw-Hill
Sartini, N. W. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(Bebasan, Saloka, dan Paribasa). ILmiah Bahasa Dan Sastra, 5(1), 28.
Sedyawati, E. (2007). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, Dan Sejarah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sheldon, K. M. & Marko, L. H. (2001). Self-concordance, goal attaitment, and the
pursuit oh happiness: Can there be an upward spiral?. Journal of
Personality and Social Psychology, 80(1), 152-165. doi:
10.1037//0022-3514.80.1.152.
Simamora, B. (2008). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Situmorang, S. H. (2010). Analisis Data: Untuk Riset Manajemen dan Bisnis. Medan:
USU Press.
Soedarsono, R. M. (1997). Wayang Wong “Drama Tari Ritual Kenegaraan di
Keraton Yogyakarta”. Yogyakarta: Ugm Press.
Soedarsono, R., M. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Ugm Press.
Sugiyono. (2016). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Taylor, S. E., Peplau., L. A., Sears., D. O., (1997). Social Psychology Ninth Edition.
New Jersey: Prentice Hall.
Watson, D., Clark, L. A., dan Tellegen, A. (1988). Development and Validation Of
Brief Measure Of Positive And Negative Effect: The Panas Scales. Journal
Of Personality And Social Psychology, 54, 1063-1070.
Wibowo, S. B. (2016). Benarkah Self Esteem Mempengaruhi Prestasi Akademik?
Humanitas, 13(1), 72. https://doi.org/10.26555/humanitas.v13i1.3846.
Wulandari, T. (2013). Masa Kerja dan Subjective Well-Being (Studi Terhadap Guru
Slb Bagian B Dan C Bagaskara Sragen). Jurnal Aspirasi, 4(2), 119-131.
Zulfikar, S. P., & Budiantara, N. (2014). Manajemen Riset dengan Pendekatan
Komputasi Statistika. Yogyakarta: Deepublisher.