Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
KUALITAS HIDUP LANSIA PENDERITA PENYAKIT
KRONIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
FIRDA CANDRA PRATIWI
J210160117
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
KUALITAS HIDUP LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
Firda Candra Pratiwi
J210160117
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Pembimbing:
Supratman, SKM., M.Kep., Ph.D
NIK. 755
iii
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
KUALITAS HIDUP LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS
Oleh:
Firda Candra Pratiwi
J210.160.117
Dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal: 15 Februari 2020
Susunan Dewan Penguji:
1. Supratman, SKM., M.Kep., Ph.D (.................................)
(Ketua Dewan Penguji)
2. H.M. Abi Muhlisin, SKM., M.Kep (.................................)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Arum Pratiwi, S.Kp., M.Kep., Ph.D (.................................)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
NIK. 786
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 10 Februari 2020
(Firda Candra Pratiwi)
1
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KUALITAS
HIDUP LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS
Abstrak
Prevalensi penyakit kronis di wilayah Surakarta tercatat cukup tinggi. Penyakit
kronis yang diderita sebagian kelompok usia lanjut adalah diabetes, hipertensi,
stroke, gout, dan kondisi tersebut memiliki dampak pada kualitas hidup mereka.
Masyarakat kurang memahami pentingnya menjaga kesehatan dan tidak
mengetahui bagaimana mempertahankan hidup yang berkualitas. Penelitian ini
bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup
lansia penderita penyakit kronis. Rancangan penelitian menggunakan deskriptif
korelatif. Populasi adalah lanjut usia di wilayah Puskesmas Purwosari Surakarta.
Besar sampel didapat secara cluster sampling dan diperoleh 106 orang dari tujuh
posyandu. Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner. Kuesioner tentang
pengetahuan dirancang oleh peneliti, sementara kuesioner kualitas hidup
menggunakan MINICHAL. Hasil penelitian mendapatkan gambaran tingkat
pengetahuan lanjut usia kategori tinggi mencapai 44,3%, sedangkan kualitas hidup
lanjut usia yang baik hanya 49,1%. Dengan analisis Chi Kuadrat diketahui 23,7%
kualitas hidup tinggi disebabkan pengetahuan yang rendah dan 80,9% kualitas
hidup tinggi disebabkan pengetahuan yang tinggi. Secara korelatif ada hubungan
yang signifikan diantara dua variabel tersebut (p=0,001). Rekomendasi bagi lanjut
usia adalah perlunya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka dengan
aktif mengikuti program kesehatan Puskesmas.
Kata kunci: tingkat pengetahuan, kualitas hidup, lanjut usia, MINICHAL,
Surakarta.
Abstract
Prevalence rate of chronic diseases at the District of Surakarta is almost high. They
were occurred of diabetes, hypertension, stroke, gout, and it is influenced to their
quality of life. People, in general are unaware the important to maintenance the
health status. They were also unaware how to preserve the quality of life. This study
aim was to examine the association between the level of knowledge and the quality
of life of elderly with chronic diseases. Study design was a correlational. The
population in this study was an elderly who lived in District of Surakarta Central
Java Province. The samples size was obtain by cluster sampling and from these we
earned 106 persons from seven posyandu. The instruments are questionnaire.
Measuring the level of knowledge was use questionnaire which create by own
investigator. While quality of life was measure by MINICHAL. The results shows
using a Chi Square 23.7% quality of life influenced by lower level of knowledge
and 80.9% quality of life influenced by higher level of knowledge. Statistically
there were any correlation between the level of knowledge and the quality of life
(p=0,001).
Keywords: level of knowledge, quality of life, elderly, MINICHAL, Surakarta.
2
1. PENDAHULUAN
Indonesia saat ini telah memasuki periode aging population, dimana terjadi
peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan jumlah lansia yang
meningkat. Menurut Engheepi et al. (2017), peningkatan jumlah penduduk lansia
akan memiliki dampak negatif dari sisi epidemiologis transisi penyakit, yaitu
meningkatkan kondisi morbiditas penyakit kronis yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup lansia.
Menurut Praveen (2016), penilaian kualitas hidup penderita penyakit kronis
penting untuk dilakukan, karena kualitas hidup mencerminkan status kesehatan dan
kesejahteraan lansia. Kualitas hidup selalu dihubungkan dengan kondisi kesehatan,
baik secara fisik maupun psikologis. Penulis menyakini bahwa semakin sehat
kondisi seseorang, maka kualitas hidupnya semakin baik. Dan sebaliknya, semakin
tidak sehat kondisi seseorang, maka kualitas hidupnya semakin buruk atau
menurun.
Latar belakang pendidikan yang rendah pada lansia dan kurangnya edukasi
tentang penyakit yang dialaminya, merupakan faktor yang dapat memperburuk
kualitas hidup lansia. Karena pengetahuan merupakan faktor utama yang
menentukan seseorang dalam pengambilan sikap (Situmorang, 2017). Hasil
penelitian Kueh et al. (2016) menyatakan bahwa pengetahuan tentang penyakit
diabetes merupakan prediktor dalam pengambilan sikap dan manajemen diri,
dimana sikap sebagai penentu manajemen diri dalam hal diet, kemudian manajemen
diri sebagai penentu kadar glukosa darah yang berdampak pada kualitas hidup
pasien DM tipe 2.
Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan 10 lansia di Puskesmas
Purwosari, 20% lansia mengatakan belum memahami tentang penyakitnya, 30%
lansia mengatakan belum mengerti cara perawatan penyakit kronis, dan 50% lansia
mengatakan belum memeriksakan kesehatannya secara rutin. Peneliti juga
melakukan observasi bahwa lansia terlihat lemah dan mengalami gangguan dalam
berjalan, sehingga memerlukan alat bantu berupa kursi roda. Hal tersebut
membuktikan bahwa lansia mengalami masalah kesehatan fisik yang akan
berdampak pada kualitas hidup lansia. Selain itu, lansia juga mengalami masalah
3
psikologis bahwa lansia mengatakan cemas dan takut jika kondisi penyakitnya
semakin parah.
Hasil dari studi pendahuluan yang telah dilakukan, peneliti berasumsi bahwa
kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas Purwosari tergolong rendah. Hal
tersebut dibuktikan dengan rendahnya tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit
kronis dan cara perawatan penyakit yang dapat dilakukan. Berdasarkan studi
pendahuluan diatas, penulis tertarik melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup penderita
penyakit kronis.
2. METODE
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan jenis rancangan deskripstif
korelatif (Azwar dan Prihartono, 2014). Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Purwosari. Populasi penelitian adalah semua lansia yang menderita
penyakit kronis sebanyak 640 jiwa yang tercatat pada bulan Agustus 2019. Besar
sampel adalah 106 jiwa lansia yang diperoleh secara cluster sampling dari 28
posyandu kemudian diambil 7 posyandu.
Pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan kuesioner yang dimodifikasi
dari penelitian Wulandari (2019) berisi pertanyaan tertutup (closed question)
berjumlah 20 pertanyaan. Penilaian menggunakan metode Guttman, yaitu benar
dan salah. Sementara pengukuran kualitas hidup menggunakan MINICHAL
dengan penilaian menggunakan skala Likert. 1 = tidak sama sekali, 2 = ya, kadang-
kadang, 3 = ya, seringkali, dan 4 = ya, hampir selalu (Maciel et al., 2016).
Analisis data (Susila dan Suyanto, 2015) menggunakan analisis univariat dan
bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tabulasi silang
(crosstab) untuk mengetahui arah hubungan tingkat pengetahuan dengan kualitas
hidup lansia penderita penyakit kronis. Selanjutnya dilakukan uji Spearman Rank
untuk mengetahui kekuatan hubungan antara tingkat pengetahuan dan kualitas
hidup lansia penderita penyakit kronis. variabel. Proses analisis menggunakan
menggunakan program komputer dengan software SPSS 16.
4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Demografi Responden
Tabel 1. Karakteristik demografi responden
Variabel Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin:
Laki-laki
Perempuan
30
76
28,3
71,7
Usia:
60-69 tahun
>70 tahun
77
29
72,6
27,4
Pendidikan:
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
11
39
37
17
2
10,4
36,8
34,9
16,0
1,9
Pekerjaan:
Pensiunan
Wiraswasta
Tidak Bekerja
Ibu Rumah Tangga
10
22
48
26
9,4
20,8
45,3
24,5
Status Perkawinan:
Kawin
Tidak Kawin
Janda
Duda
57
4
40
5
53,8
3,8
37,7
4,7
Jenis Penyakit:
Diabetes Mellitus
Hipertensi
Stroke
Asma
Gout Arthritis
Komplikasi
19
51
9
10
9
8
17,9
48,1
8,5
9,4
8,5
7,5
Lama Menderita:
1-5 tahun
5-10 tahun
10-15 tahun
78
23
5
73,6
21,7
4,7
N = 106
Karakteristik responden yaitu perempuan lebih banyak (71,7%)
dibandingkan laki-laki, usia 60-69 tahun lebih banyak (72,6%) daripada usia
>70 tahun, mayoritas responden berpendidikan tamat SD/sederajat (36,8%),
5
hampir semua responden tidak bekerja (45,3%), rata-rata responden
berstatus kawin (53,8%), jenis penyakit paling banyak adalah hipertensi
(48,1%), dan lama menderita paling banyak 1-5 tahun (73,6%).
3.2 Tingkat Pengetahuan dan Kualitas Hidup
Tabel 2. Tingkat Pengetahuan dan Kualitas Hidup
Variabel Frekuensi Persentase
Tingkat Pengetahuan:
Tinggi
Rendah
47
59
44,3
55,7
Kualitas Hidup:
Baik
Buruk
52
54
49,1
50,9
Total 106 100
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa dari 106 responden,
sebanyak 47 responden dengan pengetahuan tinggi (44,3%), sedangkan 59
responden dengan pengetahuan rendah (55,7%). Sementara kualitas hidup
responden hampir merata yaitu 52 responden memiliki kualitas hidup baik
(49,1%), sedangkan 54 responden memiliki kualitas hidup buruk (50,9%).
3.3 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas Hidup
Tabel 3. Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup
Kualitas Hidup
Total Buruk Baik
Tingkat
Pengetahuan
Rendah 45 14 59
76.2% 23.7% 100.0%
Tinggi 9 38 47
19.1% 80.9% 100.0%
Total 54 52 106
50.9% 49.1% 100.0%
X2 = 34,4 𝑝 = 0,001 𝑟 = 0,569
Berdasarkan tabel 3 diatas, diketahui bahwa 80,9% kualitas hidup baik
diperoleh dari tingkat pengetahuan yang tinggi dan 23,7% kualitas hidup
baik diperoleh dari tingkat pengetahuan yang rendah. Hal tersebut
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan responden, maka semakin tinggi pula proporsi kualitas
6
hidupnya. Kuatnya korelasi antar variabel ditunjukkan dengan nilai r =
0,569 dan p value = 0,001 artinya adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup.
3.4 Pembahasan
3.4.1 Karakteristik Demografi Responden
Proporsi jenis kelamin perempuan lebih banyak (71,7%) dibandingkan
jenis kelamin laki-laki, Perbedaan proporsi jenis kelamin ini
dikarenakan responden perempuan lebih banyak dijumpai daripada
responden laki-laki. Proporsi penduduk lansia di Indonesia tahun 2012,
menunjukkan angka sebesar 7,59%, dimana penduduk lansia
perempuan 54% lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki yaitu 46%
(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Kelompok usia lanjut elderly (60-
69 tahun) dengan jumlah 72,6%. Keadaan tersebut dapat dipahami
karena 6 dari 10 lansia merupakan kelompok lansia elderly (60-69
tahun) (Badan Pusat Statistik, 2018). Mayoritas responden lansia
berpendidikan tamat SD (36,8%) dan tamat SMP (34,9%). Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan lansia masih
tergolong rendah. Sebagian besar lansia tidak bekerja (45,3%). Hal
tersebut dikarenakan kondisi fisik lansia sudah tidak memungkinkan
lagi untuk melakukan pekerjaan (Kholifah,2016). Rata-rata lansia
berstatus kawin (53,8%) dan berstatus janda (37,7%). Kondisi tersebut
dapat dipahami bahwa lansia telah berada pada tahap perkembangan
keluarga usia lanjut, dimana pada tahap itu lansia akan mengalami
moment ditinggal pasangan (Muhlisin, 2012). Lansia paling banyak
mengalami penyakit hipertensi (48,1%). Kondisi tersebut sesuai dengan
prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia yang terus meningkat hingga
mencapai angka 38,1% (Riskesdas, 2018). Rata-rata responden
menderita penyakit kronis selama 1-5 tahun (73,6%). Kemungkinan
terjadi karena lansia terlambat mengetahui penyakitnya dan baru
melakukan pemeriksaan setelah muncul tanda gejala (Subramaniam,
2016).
7
3.4.2 Tingkat pengetahuan dan Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan lansia 55,7%
masih rendah. Faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pengetahuan.
Pengetahuan dapat terbentuk oleh tingkat pendidikan, informasi, dan
pengalaman (Senoaji, 2017; Wawan dan Dewi, 2010). Penelitian
memperlihatkan 49,1% lansia memiliki kualitas hidup baik. Hal itu
dikarenakan responden lansia mengalami gangguan tidur, merasa
tertekan dan tegang, merasa lemah dan tidak bertenaga, dan mengalami
masalah kesehatan berupa sesak nafas, nyeri sendi, sering berkemih,
serta bibir pecah-pecah. Menurut Masi dan Kundre (2018), kualitas
hidup dipengaruhi oleh faktor medis, seperti lama menderita penyakit,
kondisi penyakit saat ini, pengontrolan tekanan darah dan kadar gula
darah, serta komplikasi penyakit. Selain itu, kualitas hidup juga
dipengaruhi oleh kecemasan, stress, dan dukungan keluarga (Suryani,
2016 dan Friedman, 2010).
Kemungkinan lain yang menyebabkan kualitas hidup lansia masih
buruk adalah faktor penyakit, yaitu tingginya angka prevalensi penyakit
terutama penyakit degeneratif, dimana semakin tinggi angka morbidity
rates cenderung kualitas hidupnya juga akan menurun. Hasil penelitian
Wikananda (2017) mejelaskan bahwa lansia yang menderita penyakit
kronis, jika tidak ditangani dengan baik akan meningkatkan morbiditas
yang berdampak buruk pada kualitas hidup lansia yang berujung pada
peningkatan angka kesakitan dan kematian.
3.4.3 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas Hidup
Penelitian ini menemukan 80,9% kualitas hidup disebabkan
tingkat pengetahuan yang tinggi. Penelitian Golamrej Eliasi, et al.
(2017) sejalan dengan temuan itu. Penelitian Nur dan Mukhlis (2020)
juga hampir sama dimana pengetahuan rendah berisiko 4,4 kali lebih
banyak untuk memiliki kualitas hidup buruk. De Sousa, et al. (2016)
menjelaskan makin besar pengetahuan makin tinggi kualitas hidup.
Penemuan itu mirip dengan apa yang ditemukan Akhmad et al. (2016).
8
Keterbatasan penelitian antara lain responden ada yang buta
aksara dan tidak menjawab semua pertanyaan yang ada di kuesioner
sehingga harus didampingi. Penelitian ini data responden diambil dari
rekam medik, peneliti tidak melakukan pemeriksaan sendiri. Instrumen
penelitian adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup, sehingga
responden tidak bebas memberikan jawabaan.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Karakteristik responden yaitu perempuan lebih banyak dibandingkan laki-
laki, usia 60-69 tahun lebih banyak daripada usia >70 tahun, mayoritas
responden berpendidikan tamat SD/sederajat, hampir semua responden
tidak bekerja, rata-rata responden berstatus kawin, jenis penyakit paling
banyak adalah hipertensi, dan lama menderita paling banyak 1-5 tahun.
Tingkat pengetahuan responden mayoritas masih rendah dan kualitas hidup
responden yang baik hanya mencapai sebagian. Berdasarkan analisis, ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kualitas
hidup.
4.2 Saran
4.2.1 Institusi pendidikan, sebagai lembaga akademis diharapkan mampu
memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan pengetahuan
khususnya tentang penyakit kronis baik kepada petugas kesehatan
maupun kepada masyarakat secara langsung melalui seminar dan
promosi kesehatan.
4.2.2 Petugas pelayanan kesehatan, harus bekerjasama melakukan upaya-
upaya untuk meningkatkan pengetahuan lansia melalui penyuluhan
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup lansia dengan melakukan
senam sehat dan pemeriksaan rutin di setiap posyandu lansia.
4.2.3 Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian dalam
cakupan wilayah yang lebih luas untuk mendapatkan data yang akurat
dan melakukan penelitian yang bersifat kuantitatif untuk melengkapi
hasil dari penelitian ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, A. N., Primanda, Y., & Istanti, Y.P. (2016). Kualitas Hidup Pasien gagal
Jantung Kongestif (PJK) Berdasarkan Karakteristik Demografi. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 11(1), 27-34.
Azmi, N. (2018). Gambaran Kualitas Hidup Lansia dengan Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Tampan Pekanbaru, JOM Fkp, 5(2),
1-10.
Azwar, A., & Prihartono, J. (2014). Metodologi Penelitian Kedokteran &
Kesehatan Masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
De Sousa, M. C., Dias, F. A., Nascimento, J. S., & Dos Santos Tavares, D. M.
(2016). Correlation of quality of life with knowledge and attitude of diabetic
elderly. Investigacion y Educacion En Enfermeria, 34(1), 180–188.
Engheepi, F. B. P., Rai, A. D., Sonowal, N. J., & Mehta, V. K. (2018). “Quality of
Life of Elderly in Rural Areas of East Sikkim, India: a Cross Sectional Study.”
3(Icoph), 65–70.
Golamrej Eliasi, L. (2017). Factors Affecting Quality of Life among Elderly
Population in Iran. Humanities and Social Sciences, 5(1), 26.
Kueh, Y. C., Morris, T., Borkoles, E., & Shee, H. (2015). Modelling of diabetes
knowledge, attitudes, self-management, and quality of life: A cross-sectional
study with an Australian sample. Health and Quality of Life Outcomes, 13(1),
1–11.
Kholifah, S.N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.
Maciel, A.P.F., Pimenta, H.B., & Caldeira, A.P. (2016). Quality of life and
medication adherence in hypertensive patients. Acta Paul Enferm, 29(5), 542-
548.
Praveen, V.A.R.M. (2016). Quality of life among elderly in rural area. International
Journal Community Medicine and Public Health, 3(3), 754-757.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
10
Senoaji, A.U. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga tentang Diit
Hipertensi dan Tingkat Stres dengan Frekuensi Kekambuhan Hipertensi pada
Lansia.
Situmorang, P.R. (2017). Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan Lansia Terhadap Upaya Pencegahan Rematoid Arthritis di
Kelurahan Medan Labuhan Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan
IMELDA, 3(1), 241-246.
Subramaniam, K. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan
Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Abang I
Kabupaten Karangasem Bali 2015. Directory of Open Access Journals, 6(1),
83-91.
Suryani, A. (2016). Hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas hidup
lanjut usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Pajang Surakarta. 1-12.
Susila dan Suyanto. (2015). Metodologi Penelitian Cross Sectional. Klaten Selatan:
Bossscript.
Wawan, A., & Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wikananda, G. (2017). Hubungan Kualitas Hidup dan Faktor Resiko pada Usia
Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali
2015. Intisari Sains Medis, 8(1), 41-49.
Wulandari, E. (2019). Gambaran tingkat pengetahuan penderita hipertensi tentang
kualitas hidup.