Upload
vuongthuan
View
260
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT
EKSTRAVERT DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL
PADA SANTRI KELAS 3 MU’ALIMIEN PESANTREN PERSATUAN
ISLAM 1 BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Menempuh
Ujian Sarjana Pada Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung
Oleh
Lia Dinnia
11050003185
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2006
LEMBAR PEGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT EKSTRAVERT
DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
KELAS 3 MU’ALIMIEN PESANTREN PERSATUAN ISLAM 1 BANDUNG
Nama : Lia Dinnia
NPM : 11050003185
Bandung, Agustus 2006
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
Menyetujui,
Agus Sofyandi Kahfi, Drs., M.Si.Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Umar Yusuf. Dekan
Sobari, Drs.Pembimbing II
Motto:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al Maa-idah: 2)
ABSTRAK
LIA DINNIA. Hubungan Antara Tipe Kepribadian Introvert Ekstravert Dengan Kecenderungan Perilaku Prososial Pada Santri Kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Diri manusia tidak lepas dari yang dinamakan kepribadian. Kepribadian seseorang dapat berbentuk introvert atau ekstravert. Seorang yang introvert sifatnya tenang, lebih suka menarik diri, dan kurang ramah. Dia cenderung merencanakan terlebih dulu sebelum melakukan sesuatu, menjaga perasaan-perasaannya di bawah kontrol yang tetap. Sangat peka terhadap hukuman daripada hadiah. Seorang yang ekstravert mudah menjalin sosialisasi, banyak memiliki teman, mengambil atau mempergunakan kesempatan, sering memperhatikan apa yang terjadi di luar dirinya, tindakan–tindakannya tidak dipikirkan terlebih dahulu, umumnya menyukai perubahan. Lebih suka untuk bergerak serta melakukan sesuatu, tidak berada dalam kontrol yang ketat. Tidak peka terhadap hukuman, sehingga tidak mudah merasa takut. Adapun perilaku prososial adalah perilaku yang mengarah kepada tindakan-tindakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif si penolong. Prediksi perilaku prososial diukur melalui personal goal yang meliputi unsur orientasi perasaan positif terhadap orang lain; perhatian terhadap kesejahteraan orang lain; merasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstravert dengan kecenderungan perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi kontingensi. Teknik sampling yang digunakan adalah aksidental sampling. Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur Eysenck Personality Infentory (EPI - A) dari Eysenck yang telah dimodifikasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan angket perilaku prososial yang diturunkan dari teori prososial STAUB. Berdasarkan hasil penelitian terdapat korelasi kontingensi antara tipe kepribadian introvert ekstravert dengan perilaku prososial pada siswa kelas 3 Mu’alimien dimana hubungan ini dapat diberlakukan pada seluruh siswa kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung serta dapat dipercaya sebesar 95% benar. Berdasarkan P=0,004 < = 0,05 sehingga diberlakukan Ho ditolak dan Ha diterima.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Sang Maha Pencipta, Allah
SWT atas segala petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul Hubungan Antara Tipe Kepribadian Introvert Ekstravert
Dengan Kecenderungan Perilaku Prososial Pada Santri Kelas 3 Mu’alimien
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Sesungguhnya tak ada suatu pekerjaan
apapun yang dapat diselesaikan tanpa adanya hidayah dan kuasa-Nya.
Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah sebagai syarat menempuh ujian
sidang di Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung.
Sebuah proses panjang yang tidak mudah dilalui dalam penulisan karya ilmiah
ini akhirnya terjawab sudah, dengan penulisan skripsi ini. Allah SWT, Sang Maha
Penggerak, telah berkenan menggerakkan hati seluruh pihak yang terlibat dalam
penulisan skripsi ini untuk mengulurkan dukungan serta bantuannya kepada penulis.
Oleh karena itu, dalam kesempatan yang membahagiakan ini penulis ingin
menyampaikan Jazakumullahu Khaeran Katsiran. Rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya penulis persembahkan untuk:
1. Suamiku tercinta, Kolonel Firman Hakim, Drs. Psi. yang telah memberikan
dukungan moril, materil, dan spiritual bagi penulis. Terima kasih telah menjadi
tempat yang paling menyenangkan untuk penulis berkeluh kesah dan berbagi rasa.
vi
2. Anak-anakku tersayang, M. Fahmi Hakim, Rafi Faisal Hakim, dan Farah Nadia
Hakim yang menjadi pelangi bagi kehidupan Ibu. Terima kasih, Ibu belajar
banyak dari kalian. Sesungguhnya kalian adalah sumber kebahagiaan bagi Ibu.
3. Drs. Agus Sofyandi Kahfi, M.Si. selaku pembimbing 1, yang telah memberikan
arahan, bimbingan, waktu, dan kerjasama yang baik selama proses bimbingan.
4. Drs. Psi. Sobari selaku pembimbing 2, yang telah memberikan saran dan masukan
selama penyelesaian karya ini.
5. Keluarga Besar Ijtimaul Aulad yang telah medorong penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Keluarga Besar Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung yang telah penulis repotkan
dengan penelitian yang penulis lakukan, sehingga terwujudnya karya ini.
7. Kang Anjar yang telah membatu penulis mewujudkan skripsi ini. Terima kasih
telah menunjukkan anak tangga pertama, sehingga penulis berhasil melewati anak
tangga kedua, dan akhirnya penulis menemukan jalan itu.
8. Rekan-rekan di Play Group Family Fest (sahabat Ellya, S.Psi., Dr. Prihariadi, Dr.
Gigi Gina, Bu Heni, Bu Hani, Bu Imat, Pa Hari, Bu Romlah, Bu Pipit) yang telah
penulis sibukan selama pembuatan skripsi ini. Kerja kita belum selesai, jaring itu
belum sepenuhnya kita rajut. Mari teruskan perjalanan ini, meski rimba yang
harus kita sibak.
9. Kagouw, yang telah menularkan ilmunya, memberikan saran, dan masukan
kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
vii
10. Drs. Irfannul Kamal, yang telah memotifasi dan mendorong penulis sehingga
terwujudnya skripsi ini.
Tiada yang pantas dibanggakan dihadapan-Nya, karena hasil karya manusia
jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Demikian pula dengan skripsi ini
yang masih membutuhkan berbagai perbaikan.
Akhirnya, mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya. Amin.
Bandung, Agustus 2006
Penulis
Lia Dinnia
D A F T A R I S I
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR MOTTO
ABSTRAK ………………………………………………………………………………iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………...……1
1.2. Identifikasi Masalah…………………………………………………..5
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian………………………………………..7
1.4. Kegunaan Penelitian……………………………………………...…..7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Kepribadian…………………………………………………9
2.2. Perilaku Prososial ………………………………………………...…18
2.2.1. Definisi dan Pengertian…………………………………....18
2.2.2. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial………………………....24
2.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial…...29
2.2.4. Tahap-tahap Dalam Perkembangan Perilaku Prososial…...37
2.2.5. Pengukuran Tingkah Laku Melalui Personal Goals……....39
viii
2.2.6. Keterkaitan Antara Kepribadian Dengan Kecenderungan
Perilaku Prososial………………………………………...40
2.3. Santri Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung……………...42
2.4. Kerangka Berpikir………………………………………………..…43
2.5. Hipotesis Penelitian……………………………………………........48
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Identifikasi Variabel Penelitian………………………………….…..50
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian……………………….…...50
3.3. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian………….…..51
3.4. Metode Pengumpulan Data……………………………………….....54
3.5. Pengujian Alat Ukur…………………………………………....…...59
3.6. Hasil Uji Coba Alat Ukur …………………………………………..63
3.6. Teknik Analisis Data…………………………………………….….64
3.7. Prosedur Penelitian……………………………………………...…..67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Umum Subjek Penelitian ………………………………….…..70
4.2. Hasil dan Pengolahan Data………………………………………….71
4.3. Pembahasan………………………………………………………….73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan………………………………………………………….79
5.2. Saran………………………………………………………………...80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
D A F T A R B A G A N D A N T A B E L
Bagan 2.1 Skema Personals Goals..............................................................................39
Bagan 2.2 Skema Kerangka Berpikir..........................................................................48
Table 3.1 Blue Print (kisi-kisi) Skala Kecenderungan Perilaku Prososial .................56
Tabel 3.2 Ketentuan Penilaian EPI – A .....................................................................57
Tabel 3.3 Kaidah Reliabilitas .....................................................................................62
Tabel 3.4 Tabel Harga Cmaks …………………………………………….…………..64
Tabel 4.1 Data Umum Subjek Penelitian…………………………………………....68
Tabel 4.2.1 Chi-Square Tes.........................................................................................69
Tabel 4.2.2 Korelasi Antara Tipe Kepribadian Introvert dan
Ekstravert dengan Kecenderungan Perilaku Prososial
Pada Santri Kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan
Islam 1 Bandung.......................................................................................70
Tabel 4.2.3 Frekuensi dan Prosentase tipe kepribadian introvert
ekstravert dengan kecenderungan perilaku prososial
pada siswa kelas tiga Mu’alimien Pesantren
Persatuan Islam 1 Bandung.......................................................................71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat Ukur Kepribadian (Eysenck Personality Inventory) …………..i
Lampiran 2 Alat Ukur Perilaku Prososial………………………………………..v
Lampiran 3 Hasil Skor Kepribadian (Eysenck Personality Inventory)………….ix
Lampiran 4 Tabel Hasil Pengujian Validitas Item………………………………xi
Lampiran 5 Hasil Skor Perilaku Prososial……………………………………….xii
Lampiran 6 Tabel Hasil Tabulasi Korelasi 2 Variabel ………………………….xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, persaingan hidup masyarakat Indonesia semakin
ketat dan meruncing. Setiap orang berlomba untuk dapat memenuhi segala
kebutuhan, dari kebutuhan primer sampai kebutuhan tersier. Ini merupakan suatu hal
yang positif bagi kemajuan dan perkembangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, hal-hal
yang negatif pun terjadi. Misalnya, munculnya masalah-masalah sosial seperti
individualistis, materialistis, kesenjangan, dan kecemburuan sosial.
Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk dan melahirkan sumber daya
manusia yang memiliki pemahaman, sikap, keterampilan, serta memiliki karakter
budaya yang baik.
Menurut Kuntjoro, pendidikaan terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal
(sekolah) dan nonformal (luar sekolah). Pendidikan formal (sekolah) adalah
pendidikan yang penanganannya lebih sistematis dan memiliki standar yang telah
ditetapkan oleh dinas pendidikan nasional/lembaga yang berwenang. Adapun
pendidikan nonformal (luar sekolah) adalah pendidikan yang dibentuk secara sengaja,
seperti kursus-kursus baik yang bersifat akademik maupun keterampilan dan juga
kemasyarakatan. Dalam lingkungan keluarga pendidikan lebih bersifat informal,
biasanya selalu dirancang atau disengaja oleh anggota keluarga tersebut.
1
2
Dalam masyarakat yang lebih luas, dunia informasi pun bisa menjadi media
pendidikan. Dinas Pendidikan Nasional selalu berusaha proaktif dalam meningkatkan
mutu kurikulum pendidikan. Dengan harapan bahwa dunia pendidikan formal juga
bisa mengakomodir pendidikan luar sekolah. Sehingga SDM yang dihasilkan
memiliki life skill dan mampu hidup di masyarakat dengan memiliki sikap sosial
kemasyarakatan yang baik.
Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, sebagai salah satu lembaga
pendidikan telah melaksanakan sistem pendidikan yang bersifat lebih luas dari
sekolah-sekolah umum biasa. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat
akademik, Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung mengajarkan pendidikan aqidah,
syariah, dan akhlak juga mengajarkan ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Dengan kata
lain, sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, sejak berdirinya tetap teguh
dengan visi dan misinya, yaitu membentuk santri yang tafaqquh fid-din berwawasan
iptek dan berakhlakul karimah. Adapun program pengajaran Pesantren Persatuan
Islam 1 Bandung mengarah kepada bagaimana santri dapat hidup di masyarakat
dengan akhlak yang baik dan dapat mengamalkan segala ilmu yang didapat, baik
yang bersifat keduniaan maupun yang bersifat akhirat demi kemaslahatan dan
rahmatan lil alamin (GBPP Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung).
Akhlak adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa, yang di
dalamnya mencakup pula sikap prososial. Sikap prososial yang dimaksud adalah
segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain
dan membawa konsekuensi positif bagi orang lain atau orang yang dikenakan
3
pertolongan (Watson, 1984). Dari pembelajaran akhlak yang diberikan oleh pihak
sekolah, tentunya diharapkan akan muncul perilaku prososial, karena perilaku
prososial merupakan salah satu bentuk manifestasi dari perilaku akhlakul karimah.
Akan tetapi, berdasarkan pemantauan yang dilakukan BP/kesantrian terdapat
permasalahan pada perilaku tolong menolong di antara santri, yaitu adanya perbedaan
kecenderungan perilaku dalam hal menolong orang lain. Misalnya, ketika ada teman
atau guru yang mengalami musibah atau ketika ada seseorang yang mengalami
kesulitan atau membutuhkan pertolongan, masih ada santri yang mengambil sikap
acuh tak acuh atau tidak melakukan tindakan apapun. Selain itu ada juga yang
memberikan pertolongan karena ada dorongan dari teman atau berdasarkan
permintaan (tidak spontan).
Untuk mengetahui lebih lanjut fenomena tersebut, maka dilakukan
pembicaraan dengan guru BP dan santri yang aktif dalam organisasi RG (Rijalul
Ghad) dan UG (Ummahatul Ghad). Dari pengamatan tersebut didapatkan informasi
bahwa santri-santri yang spontan menolong adalah mayoritas santri yang banyak
mengikuti kegiatan intrakulikuler maupun ekstrakulikuler di sekolah dan terlihat
keaktifannya. Sedangkan santri yang acuh tak acuh dan santri yang menolong karena
dorongan dari luar adalah santri yang kurang aktif di kelasnya ataupun di kegiatan
sekolah.
Permasalahan yang muncul adalah hal apa yang menyebabkan perilaku
prososial pada santri berbeda padahal mereka mendapatkan pembelajaran yang sama
di bidang akhlak. Melihat perbedaan yang muncul pada perilaku santri tentu banyak
4
faktor yang mempengaruhinya. Hal tersebut terkait dengan faktor internal, yaitu
perbedaan kepribadian pada setiap santri. Sesuai dengan pendapat Eysenck (Eysenck,
1980), yang menyatakan bahwa perbedaan tipe kepribadian akan menyebabkan
perbedaan perilaku dalam merespon lingkungan sosialnya. Masih menurut Eysenck
(Eysenck, 1980) bahwa tipe kepribadian dibagi menjadi dua, yaitu tipe kepribadian
ekstravert dan introvert.
Tipe kepribadian ekstravert memiliki ciri, yaitu: mudah menjalin sosialisasi,
mengarah ke luar diri menuju orang lain atau benda, mencari variasi dan ingin
melakukan sesuatu dengan orang lain. Ciri yang menonjol lainnya adalah bahwa
orang berkeperibadian ini cukup ramah, periang, serta pandai bergaul.
Tipe kepribadian introvert mempunyai ciri, yaitu: berpikir sebelum bertindak,
minatnya lebih mengarah ke dalam pikiran-pikiran dan pengalamannya sendiri,
kurang berminat dalam bergaul.
Dari uraian di atas, maka penulis mencoba meneliti hubungan tipe kepribadian
introvert ekstravert dengan kecenderungan perilaku prososial pada santri kelas 3
Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diukur. Pertama adalah
tipe kepribadian introvert ekstravert santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan
Islam 1 Bandung sebagai variabel satu. Kedua adalah sikap prososial santri kelas 3
Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung sebagai variabel dua.
5
Santri kelas 3 Mu’alimien adalah seseorang yang dididik dan belajar di
sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Mereka diharapkan dapat hidup di
masyarakat dengan akhlak yang baik (sikap prososial yang tinggi) dan mengamalkan
ilmu yang didapat, baik yang bersifat keduniaan maupun yang bersifat akhirat demi
kemaslahatan dan rahmatan lil alamin. Setiap santri pasti memiliki kepribadian yang
menurut Eysenck terbagi dua, yaitu Introvert dan ekstravert. Menurut Eysenck tipe
kepribadian introvert adalah apabila orientasi kesadaran seseorang lebih sering
digunakan untuk mengamati kondisi-kondisi eksternal, namun dalam menyeleksi dan
mengambil keputusan tidak terlepas dari nilai-nilai subjektifnya. Dengan kata lain,
orang introvert minatnya lebih mengarah ke dalam pikiran-pikiran dan
pengalamannya sendiri. Dalam hal ini orang introvert memiliki beberapa
kecenderungan sifat dan tingkah laku seperti: pasif, hati-hati, bijaksana, damai, dapat
menguasai diri, bisa dipercaya, dapat bekerja sendiri, tenang, dan tidak mudah marah.
Berbeda dengan tipe kepribadian introvert, kepribadian ekstravert, yaitu apabila
orientasi seseorang terhadap objek dan fakta sedemikian kuatnya sehingga keputusan
dan tindakannya tidak ditetapkan oleh nilai-nilai subjektif. Dengan kata lain, orang
dengan kepribadian seperti ini lebih banyak berbuat daripada berkontemplasi
(berpikir dan merenung). Mereka lebih cenderung mudah bergaul, ramah, aktif
berbicara dan bertindak, responsif, gampangan, dan tidak banyak berpikir.
Perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif penolong.
Maksudnya adalah semua tindakan untuk menolong orang lain baik itu karena
6
imbalan ataupun ikhlas ataupun juga spontanitas adalah termasuk sikap prososial.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana hubungan tipe kepribadian introvert
ekstravert dengan kecenderungan perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
Berdasarkan hal di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah: Seberapa erat hubungan antara tipe kepribadian introvert ekstravert
dengan kecenderungan perilaku prososial pada santi kelas 3 Mu’alimien Pesantren
Persatuan Islam 1 Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai
tipe kepribadian santri maupun tingkat prososialnya.
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa erat
hubungan antara tipe kepribadian introvert ekstravert dengan kecenderungan perilaku
prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung
dengan menggunakan studi korelasi.
7
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Memperkaya informasi dan data khususnya dalam bidang psikologi sosial dalam
kaitannya dengan tipe kepribadian introvert ekstravert dengan kecenderungan
perilaku prososial.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut, sehubungan
dengan masalah tipe kepribadian dengan kecenderungan perilaku prososial.
3. Untuk memberikan masukan wawasan kepada para guru/asatidz dalam hal
kepribadian sehingga akan lebih efektif bila menangani para santri dalam proses
belajar mengajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan ditelaah beberapa pokok bahasan utama. Pertama, telaah
mengenai tipe kepribadian secara umum terutama tipe kepribadian ekstravert dan
introvert yang dikemukakan oleh Eysenck. Kedua, telaah mengenai
kecenderungan perilaku prososial yang meliputi: definisi dan pengertian perilaku
prososial, bentuk perilaku prososial, faktor yang mempengaruhi perilaku
prososial, dan tahap dalam perkembangan perilaku prososial. Pokok bahasan
selanjutnya menelaah mengenai perilaku santri kelas 3 Mu’alimien Sekolah
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung yang dihubungkan dengan sistem
pendidikan yang diterapkan di sekolah tersebut. Sedangkan uraian mengenai
hipotesis akan ditempatkan pada bagian akhir bab ini.
2.1 Tinjauan Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat,
kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh, serta unsur-unsur psikofisik lainnya yang
selalu tampak dalam kehidupan seseorang. Kepribadian dimaksudkan sebagai pola
berpikir, emosi, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan
gaya pribadi seseorang dan mempengaruhi ineraksinya dengan lingkungan.
Menurut Allport (Allport, 1951: 48) Kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang
khas dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan. Masih banyak lagi pengertian
8
9
kepribadian yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi, dari semuanya dapat
ditarik benang merah tentang kepribadian, yaitu keseluruhan pola bentuk tingkah
laku individu yang khas yang ditampilkan oleh seseorang dalam menyesuaikan
diri di lingkungannya.
Kepribadian merupakan salah satu topik utama dari psikologi sebagai
suatu ilmu pengetahuan. Berbagai macam bahasan dan titik pandangan
dikemukakan oleh para ahli psikologi, namun hingga kini belum tercapai
kesepakatan. Tetapi ada suatu hal yang disepakati bahwa kepribadian merupakan
dasar dan disposisi dari seseorang yang membedakannya dalam bertingkah laku.
Beberapa pendekatan dalam teori kepribadian antara lain yaitu:
1. Pendekatan Trait
Teori trait menyatakan bahwa individu dapat dikategorikan menjadi tipe
yang tersendiri yang secara kualitatif berbeda satu sama lain. Teori trait
berpendapat bahwa kepribadian individual dapat dideskripsikan oleh posisinya
disejumlah dimensi yang kontinyu, atau skala yang masing-masing mewakili
suatu trait. Tugas utama ahli trait adalah mendapatkan sejumlah kecil descriptor
trait yang mudah ditangani yang dapat mencakup keanekaragaman kepribadian
manusia.
Ahli psikologi trait mencoba membuat pengakuan terhadap trait
kepribadian yang lebih teliti untuk mencari hubungan antara trait dengan perilaku
spesifik. Asumsi para ahli trait adalah orang mempunyai perbedaan dalam
beberapa dimensi atau skala kepribadian yang masing-masing menunjukkan suatu
10
trait (sifat) mempengaruhi seseorang dalam memberikan respon secara konsisten
pada situasi yang berbeda.
Allport membedakan antara trait umum dan trait individu:
a. Trait umum
Dimiliki oleh banyak orang, sekolompok orang yang mempunyai trait yang
sama.
b. Trait individu
Manifestasi dari trait umum tetapi spesifik dan unik bagi orang tersebut yang
akan memberikan gambaran yang tepat dan struktur kepribadiannya.
2. Pendekatan Psikoanalitik
Teori psikoanalitik Freud menyatakan bahwa banyak perilaku termasuk
mimpi dan kepeleset lidah, disebabkan oleh motivasi bawah sadar. Kepribadian
ditentukan terutama oleh dorongan biologis seks, agresi, dan oleh pengalaman
yang terjadi selama 5 tahun pertama. Teori struktur kepribadian Freud
memandang kepribadian terdiri dari Id, ego, dan superego, yang seringkali
bertentangan. Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan
segera impuls biologis. Ego memenuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai
dapat diterima dicapai dengan cara yang diterima masyarakat. Superego (hati
nurani, suara hati) memiliki standar moral individu. Teori Freud tentang dinamika
kepribadian menyatakan bahwa terdapat sejumlah energi psikis (libido) yang
konstan untuk tiap individu.
11
3. Pendekatan Behavioristik
Teori belajar sosial berpendapat bahwa perbedaan kepribadian terjadi
akibat variasi pengalaman belajar. Respon mungkin dipelajari melalui observasi,
tanpa penguatan tetapi penguatan adalah penting dalam menentukan respon yang
dipelajari akan terbentuk atau tidak. Perilaku seseorang tergantung pada
karakteristik spesifik situasi dalam interaksi dengan penilaian individu terhadap
situasi dan pengalaman kekuatan. Orang bertindak secara konsisten hanya sejauh
situasi yang mereka temukan dan peran yang mereka harapkan tetap relatif stabil.
4. Pendekatan Humanistik atau Fenomenologis
Teori fenomenologis mengurusi pengalaman subjektif individu. Psikologi
humanistik ditemukan sebagai “kekuatan ketiga” suatu alternatif ekspliosit?
terhadap pendekatan psikoanalitik dan behavioristik. Ahli psikologi humanistik
menekankan konsep diri seseorang dan perjuangan untuk tumbuh dan aktualisasi
diri.
Tinjauan teoritis dalam membahas aspek kepribadian ini, penulis ambil
dari teori yang dikemukakan oleh Eysenck. Teori tersebut berkenaan dengan tipe
kepribadian introvert dan extravert yang banyak dipengaruhi oleh tipologi
kepribadian dari Jung dan segi-segi konstitusional dari Kretschmer. Termasuk
pada pendekatan behavioristik.
Menurut Eysenck (1980), pola-pola tingkah laku manusia pada umumnya
meliputi:
- the cognitive (intelligence),
- the conative (character),
12
- the affective (temperament), dan
- the somatic (constitution)
Selanjutnya Eysenck mendefinisikan kepribadian dalam bukunya yang
berjudul Known Your Own Personality (1980), sebagai berikut:
The sum total of actual or potential behavior patterns of organism as determined by heredity and environtment; it originates and develops through the functional interaction of forming sector into which these behavior patterns an organized.
Artinya, bahwa kepribadian merupakan keseluruhan dari pola-pola tingkah
laku aktual atau potensi dari organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan
lingkungan. Hal ini timbul dan berkembang melalui interaksi fungsional dari
sektor-sektor pembentukannya ke dalam pola-pola tingkah laku yang terorganisir.
Pada dasarnya seluruh tingkah laku manusia baik itu bersifat pola pikir, pola ucap,
dan pola tindak akan sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang yang
sudah terbentuk sebelumnya.
Dalam membahas teorinya Eysenck mendasarkan pada empat prinsip
dasar, yaitu:
1. Prinsip Biologis
Studinya mengenai prinsip-prinsip biologis ini, banyak berhubungan
dengan susunan sistem syaraf manusia.
Dalam The Biological Bases of Personality, (1980) Eysenck berpendapat
bahwa tingkah laku mempunyai dasar biologis yang lengkap, di mana ada dua
dimensi yang terlibat di dalamnya, yaitu:
a. Meliputi emosionality, neurotism, dan instability.
13
b. Introvert-Extravert yang juga dipengaruhi oleh faktor keturunan yang bersifat
biologis pada manusia.
2. Prinsip Metodologis
Dalam mempelajari kepribadian manusia, berbagai metode digunakan oleh
Eysenck. Salah satu metode utamanya adalah Hypothetic Deductive Method, yaitu
dengan cara membentuk suatu hipotesa dan mengujinya secara deduktif. Selain itu
juga digunakannya faktor analisa yang dalam pengolahan datanya menggunakan
Multivariate Statistical Method. Oleh karena itu, dalam mengukur kepribadian
baik yang introvert-extravert dan neurotism, diperkenalkan Eysenck Personality
Inventory (EPI) yang dikonstruksikan pada tahun 1963.
3. Prinsip Learning/Empiris
Menurutnya, walaupun manusia memiliki faktor predisposisi tertentu, ada
faktor belajar yang sangat berpengaruh dan sangat kuat pada kepribadian manusia.
Faktor ini berpengaruh terhadap terjadinya kepribadian tertentu yang dapat
direstrukturisasi berdasarkan hukum-hukum teori belajar.
4. Prinsip Strukturil/Dinamis
Tipe kepribadian menurut Eysenck dibagi menjadi tiga dimensi dasar
yaitu:
a. Extraversion – introversion
b. Neuroticism – nonneuroticism
c. Psychotism – nonpsychotism
Jadi, menurutnya kepribadian seseorang dapat bergerak dari normal
sampai neurotic, dari normal sampai psychotic, dan dari normal sampai tingkah
14
laku campuran neurotic–psychotic, kemudian kepada tingkah laku psychotic.
Begitu pula pada hal introvert – extravert, Eysenck (1980) berpendapat bahwa:
Seseorang tidak ada yang murni extravert atau introvert, hanya lebih dominan pada diri seseorang itu apakah sifat introvert atau extravertsehingga orang tersebut dapat digolongkan ke dalam tipe introvert ataukah extravert.
Selanjutnya akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan introvert,
extravert, dan neuroticism.
Introvert
Seorang yang introvert adalah seorang yang tenang, lebih suka menarik
diri atau mengucilkan diri, introspeksi, gemar membaca buku-buku, menjaga
jarak, dan kurang ramah kecuali kepada teman-teman karibnya. Dia cenderung
untuk merencanakan terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu (dengan
semboyan ‘melihat sebelum melompat’), memiliki syak wasangka terhadap
sesuatu yang muncul pada saat itu. Dia tidak menyukai kegembiraan yang
berlebihan, menghadapi kehidupaan setiap hari dengan keseriusan, dan menyukai
cara hidup yang teratur. Dia menjaga perasaan-perasaannya di bawah kontrol yang
tetap, jarang bertindak agresif, dan tidak mudah menjadi marah. Dia dapat
dipercaya, agak pesimis, dan umumnya menempatkan nilai-nilai yang tinggi atas
standar etis.
15
Extravert
Tipe extravert yang khas adalah mudah menjalin sosialisasi, menyukai
pesta-pesta, banyak memiliki teman, membutuhkan orang-orang untuk diajak
bicara, dan tidak menyukai membaca atau belajar sendiri. Dia sangat
membutuhkan kegembiraan, mengambil atau mempergunakan kesempatan, sering
memperhatikan apa yang terjadi di luar dirinya. Tindakan-tindakannya tidak
dipikirkan terlebih dahulu, dan umumnya mirip seorang individu yang impulsif.
Gemar memperolok orang lain, selalu memiliki kesiapan dalam menjawab,
umumnya menyukai perubahan, ia kurang peduli, santai, optimis, menyukai gelak
tawa dan rasa gembira. Lebih suka untuk tetap bergerak serta melakukan sesuatu,
cenderung agresif dan cepat marah. Secara menyeluruh perasaan-perasaannya
tidak berada dalam kontrol yang ketat., dan tidak selalu merupakan seorang yang
dapat dipercaya.
Neuroticism
Pada suatu sisi kita menemukan orang-orang yang kondisi emosinya labil,
kuat, dan mudah dibangkitkan. Mereka sangat tergantung pada suasana hati,
mudah tersinggung, anxious (cemas), tidak tenang, dan sebagainya. Pada sisi yang
lain kita menemukan orang-orang yang kondisi emosinya stabil, tidak mudah
dibangkitkan, orang-orang yang tenang, penuh humor, kurang peduli, dan dapat
dipercaya.
16
Tidak perlu dikatakan lagi bahwa neurotic diharapkan memiliki
karakteristik-karakteristik yang khas ke arah tipe yang tidak stabil sedangkan
orang normal khasnya ke arah tipe stabil.
Penelitian ini hanya memfokuskan pada salah satu dimensi yang
dikemukakan oleh Eysenck, yaitu tipe kepribadian introvert-extravert. Hal ini
dimaksudkan untuk membatasi dan menyederhanakan area permasalahan yang
akan diteliti.
Tipe introvert-extravert banyak ditentukan atas dasar sistem syaraf pusat,
sedangkan neuroticism oleh perangsangan yang bersifat otonom. Pada orang
introvert, ia lebih peka terhadap rangsang-rangsang yang bersifat hukuman.
Sistem ini berhubungan dengan neuron-neuron dari lobus frontalis. Mekanisme
ini peka terhadap rangsang yang bersifat mengancam dan menimbulkan tingkah
laku pernyataan pasif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi-
kondisi tertentu, makin introvert seseorang makin peka pula ia terhadap hukuman
daripada reward (hadiah). Dengan kata lain, introvert termasuk suatu superior
conditionability yang lemah.
Berbeda dengan Jung, J. Gray berpendapat bahwa extravert tidak selalu
memiliki conditionability yang lemah. Umumnya extravert tidak peka terhadap
punishment (hukuman) sehingga tidak mudah merasa takut.
Mengenai struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian
tersusun atas tindakan-tindakan yang terorganisir dalam bentuk hirarki. Disusun
dari yang paling rendah dan paling khusus ke yang paling tinggi dan umum, yaitu:
a. Specific response
17
Merupakan tingkatan yang paling rendah di mana tingkah laku individu
belum memberikan karakteristik, responnya khusus sekali terjadi pada suatu
keadaan tertentu. Contoh: seseorang pekerja tertidur saat ia menyelesaikan
pekerjaannya.
b. Habitual response
Adalah specific response yang dilakukan berulang-ulang dalam kondisi
atau situasi yang sama. Contoh: pekerja tadi sering tidur pada saat sedang
melakukan kerja.
c. Traits
Adalah habitual response yang saling berhubungan satu sama lain dan
cenderung ada pada individu tertentu, disebut pula sebagai “important semi
permanent personality disposition”. Contoh: jika pekerja terbiasa tidur saat
bekerja maka bekerjanya sangat lamban, cara bicara dan berjalannya lamban, dan
melakukan penghindaran dari tugas-tugas.
d. Type
Menggambarkan saling hubungan antartrait. Sebagai contoh,
ketidakaktifan dihubungkan dengan submissiveness, social shyness, reflectiveness,
dan beberapa trait lainnya sehingga sifat-sifat ini secara keseluruhan membentuk
tipe introvert.
2.2 Perilaku Prososial
2.2.1 Definisi dan Pengertian
18
Sejumlah definisi perilaku prososial yang dikemukakan para ahli psikologi
mengungkapkan berbagai pengertian yang beragam dan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya. Misalnya, Hollander (1981) mendefinisikan Prosocial
behavior refers to action design other peoples. Definisi perilaku prososial tersebut
mengandung arti yang luas, yaitu mengarah kepada tindakan-tindakan untuk
menolong orang lain. Dari definisi ini tersirat bahwa perilaku prososial mencakup
semua tindakan yang ditujukan untuk memberi pertolongan.
Watson dkk. (1984) mendefinisikan perilaku prososial sebagai Prosocial
behavior is behavior that has positive consequences for other people. Definisi
tersebut membatasi perilaku prososial sebagai perilaku yang membawa
konsekuensi positif bagi orang lain atau orang yang dikenakan pertolongan.
Berbeda dengan definisi Hollander, Watson dkk. telah memberikan batasan lebih
sepesifik, yaitu perilaku prososial yang dilakukan sang penolong harus memberi
akibat yang bersifat positif terhadap orang yang dikenakan pertolongan.
Berikut pendapat para ahli yang semakin memperkaya definisi perilaku
prososial, yaitu:
1. Menurut Wispe (Wrightsman dan Deaux, 1981), Prosocial behavior as
behavior that has positive social consequences -that contributes to the
physical or psychological well-being of another persons.
2. Menurut Pilavin dkk (Schroeder dkk., 1995), Prosocial behavior is the label
for abroad category of action that are defined bay society as generally
beneficial to other people ….
19
3. Menurut Staub (Pulungan, 1993). Prosocial behavior is simply defined as
behavior that benefits to other peoples.
Pengertian yang terkandung dalam ketiga definisi tersebut di atas pada
dasarnya menekankan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang
membawa konsekuensi atau akibat positif berupa kesejahteraan, baik fisik
maupun psikologis terhadap orang yang dikenai pertolongan. Bila diamati,
definisi-definisi di atas lebih rinci dibandingkan definisi yang dikemukakan
Watson dkk. sebelumnya, yaitu bahwa perilaku prososial yang dilakukan harus
membawa konsekuensi positif dalam bentuk kesejahteraan fisik dan psikologis
bagi orang yang ditolong.
Selanjutnya, sejumlah definisi berikut menambahkan aspek penting lain
dalam perilaku prososial, yaitu:
1. Prosocial behavior is an action intended to benefit another that has no
apparent selfish motivation (Tedhesi dkk., 1985).
2. Prosocial behavior implies that the beneficial act must be carried out
voluntarily, not as a result of external threat or enforcement (Bar-Tal, 1976).
3. Prosocial behavior is defined as voluntarilly behavior performed with
intention of benefiting another person or group person (Raven dan Rubin,
1983).
Sejumlah definisi tersebut mengandung pengertian yang lebih lengkap
dibandingkan pengertian sebelumnya karena menekankan beberapa aspek, yaitu:
di samping perilaku menolong memberikan konsekuensi positif berupa
kesejahteraan bagi orang atau kelompok orang lain yang dikenai tindakan
20
tersebut, juga menekankan latar belakang timbulnya tindakan tersebut, yaitu
perilaku tersebut dilakukan secara sukarela dan tidak mementingkan diri sendiri,
yang muncul dari diri sang penolong.
Sedangkan aspek lain yang menjadi penekanan Sears dkk. (1991) adalah
bahwa perilaku prososial merupakan bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain tanpa mempedulikan motif-motif si
penolong. Maksudnya adalah tindakan atau rencana menolong, baik itu karena
suatu pamrih ataupun tanpa pamrih (ikhlas) merupakan perilaku prososial.
Pada umumnya perilaku setiap individu selalu dilatarbelakangi oleh motif.
Motif adalah faktor atau daya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu, dalam pengertian sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam diri
subjek untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan. Selain itu, motif
senantiasa mendahului keputusan seseorang yang melakukan tindakan prososial
(Netty Hartati, 1997). Secara lebih spesifik Staub (Netty Hartati, 1997)
mengemukakan bahwa motif self-gain, belief, dan empathy adalah unsur-unsur
yang mendorong seseorang mempraktekan perilaku prososial. Motif self-gain
merupakan keinginan untuk mendapatkan penghargaan sosial dan menghindari
kritik serta celaan karena tidak melakukan suatu tindakan. Seseorang akan
melakukan apa yang dianggap oleh orang lain baik untuk memberikan kesan baik
di mata orang lain, karena dorongan rasa takut untuk dinilai. Sehubungan dengan
itu, pendapat Freud seperti dikutip Baron dan Byrne (dalam Netty Hartati, 1997)
mengemukakan bahwa dorongan superego yang sedemikian kuat dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan cemas apabila melihat orang lain dalam
21
kondisi yang perlu ditolong. Karena itu individu cenderung akan melakukan
perilaku prososial untuk menciptakan kondisi yang seimbang dalam dirinya.
Motif belief merupakan nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang
telah terinternalisasi dalam diri dan berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Internalisasi ini akan menjadikan individu self-reward (mendapat ganjaran/
keuntungan bagi diri sendiri), positive reward (memperoleh ganjaran positif) dan
enchanced-esteem (merasa berharga). Orientasi terhadap nilai-nilai, keyakinan,
dan norma-norma yang telah terinternalisasi dalam diri individu tersebut
mendorong seseorang melakukan perilaku prososial sehingga mendapatkan rasa
puas dan keseimbangan dalam kehidupan interpersonalnya.
Motif empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dialami
orang lain. Menurut Fesbach (Netty Hartati, 1997), empati adalah sejenis
pemahaman perspektif yang mengacu pada respon emosi yang dianut bersama dan
dialami seseorang saat mempersepsikan emosi orang lain.
Fesbach mengemukakan bahwa komponen-komponen empati adalah
kognitif dan afektif (emosi). Komponen afektif merupakan kapasitas untuk
meresponsifkan emosi. Sedangkan komponen kognitif merupakan kemampuan
indentifikasi dan melabelkan keadaan perasaan orang lain (Netty Hartati, 1997).
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa ada korelasi yang erat antara reaksi
efek empati dengan timbulnya perilaku prososial Eusenberg dan Miller (Netty
Hartati, 1997). Hal senada dikemukakan dalam teori perkembangan kognitif
bahwa salah satu dasar untuk menolong orang lain adalah empati. Oleh karena itu,
22
dapat diasumsikan bahwa empati menduduki peran yang kuat dalam mendorong
timbulnya perilaku prososial.
Jadi, menurut motif prososial segala bentuk perilaku menolong tidak lepas
dari peran motif-motif yang ada dalam diri individu. Sebelum individu
memutuskan apakah akan memberikan pertolongan atau tidak, sangat ditentukan
oleh motif apa yang dominan dimilikinya. Apakah sekadar motif self-gain yang
sangat dipengaruhi lingkungan eksternalnya, atau motif belief yang merupakan
keyakinan internal, dan motif empati yang merupakan kemampuan individu
merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Selanjutnya Staub (Vaander Zanden, 1984) mengemukakan bahwa
pengertian perilaku prososial sebagai perilaku yang hanya tidak sekadar memberi
manfaat kepada orang yang menerima bantuan, tetapi juga kepada individu yang
memberi bantuan, berupa memperoleh berbagi perasaan positif, yaitu perasaan
berharga karena telah berguna bagi orang lain, perasaan kompeten, dan dapat
terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak menolong. Pada dasarnya perilaku
prososial membawa manfaat bagi kedua belah pihak baik yang ditolong maupun
bagi yang menolong.
Melengkapi semua definisi yang telah dikemukakan di atas, (Baron dan
Byrne, 1987) menyebutkan bahwa perilaku prososial harus sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan uraian pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan yang
ditujukan baik terhadap seseorang maupun kelompok orang tanpa memperdulikan
23
motif si penolong dan bertujuan untuk mensejahterakan. Tindakan tersebut tidak
melanggar norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat.
Ada beberapa aspek yang penting dalam definisi tersebut, yaitu pertama,
tindakan tersebut dilakukan tanpa mempedulikan motif si penolong, bisa karena
pamrih ataupun keikhlasan. Aspek penting yang kedua adalah perilaku prososial
bisa hanya ditujukan kepada seseorang saja atau ditujukan kepada banyak orang.
Aspek yang ketiga adalah tindakan tersebut membawa kesejahteraan bagi orang
yang dikenai pertolongan. Aspek yang terakhir adalah tindakan tersebut tidak
bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat. Maksudnya,
ketika individu tersebut melakukan tindakan prososial, dia harus
memperhitungkan norma yang berlaku di masyarakat. Hal itu berarti bahwa tidak
semua tindakan menolong termasuk perilaku prososial, seperti misalnya
menolong penjahat untuk melarikan diri.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial
Wujud dan bentuk perilaku prososial yang dikemukakan para ahli psikolog
cukup beragam, namun dapat dipandang saling melengkapi satu dengan yang
lainnya, bila ditinjau dari segi pengorbanan yang diberikan oleh sang penolong.
Wiggin dkk., (1994) mengemukakan beberapa bentuk perilaku prososial
sebagai berikut:
1. Had a talk with a friend or relative about personal problem he or she was
experiencing, yaitu berbicara dengan teman atau famili mengenai masalah
pribadi atau pengalamannya.
24
2. Looked after a person’s plants, mail, or pets while the person was a way,
yaitu memelihara tanaman, melihat kiriman pos, atau binatang kesayangan
yang dimiliki seseorang.
3. Look after sick friend or relative, yaitu menjenguk keluarga atau teman yang
sakit.
4. Give directions to a stranger, yaitu memberi petunjuk kepada orang asing.
5. Helped some one pick up item that he or she had dropped, yaitu menolong
seseorang mengambil sesuatu yang terjatuh.
6. Donated money to a charity organization that gives assistance to needy
people, yaitu mendermakan uang kepada organisasi amal yang memberikan
bantuan kepada orang lain yang membutuhkan.
7. Donated blood or any other medical item, yang berarti menyumbangkan darah
atau bantuan medis lainnya.
Dari sejumlah contoh perilaku prososial yang dikemukakan Wiggin dkk.di
atas, terlihat bentuk perilaku prososial meliputi tindakan yang sangat sederhana
dan tidak memerlukan pengorbanan besar, sampai dengan tindakan yang
membutuhkan pengorbanan yang lebih besar lagi. Mulai dari sekadar bercakap-
cakap mengenai masalah yang dihadapi teman atau tindakan menjenguk teman
yang sakit, sampai menyumbangkan darah untuk kebutuhan medis.
Secara berturut-turut Staub dan Tedeshi dkk (1985) mengemukakan bahwa
perilaku prososial mencakup:
1. (Vander Zanden, 1984). That are sympathetic, coorperative, helpful, rescuing,
comforting, and giving, yaitu perilaku prososial meliputi perasaan simpatik,
25
kerjasama, suka menolong, menyelamatkan, menyenangkan atau menghibur,
dan memberi.
2. Helping, giving, caring, and other socially desirable responses an actor
renders without apparent selfish motivation (Tedeshi dkk., 1985), yaitu
melakukan tindakan menolong, memberi, perhatian, respon yang dikehendaki
secara sosial tanpa motivasi untuk kepentingan diri sendiri.
Dari pendapat Staub dan Tedeshi dkk. tersebut di atas, tampak bahwa
wujud dari perilaku prososial dapat meningkat. Antara lain dari hanya sekadar
menaruh rasa simpati saja, memberi perhatian, sampai melakukan tindakan
penyelamatan yang mementingkan pihak yang dikenai pertolongan. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa perilaku prososial diawali dari tingkat pengorbanan kecil
sampai memerlukan pengorbanan yang besar.
Wrightsman dan Deaux (1981) mengemukakan tiga jenis contoh perilaku
prososial yang dibedakan dari tingkat pengorbanan, mulai dari hanya pengorbanan
yang kecil sampai yang besar dan beresiko. Pertama, perilaku membukakan pintu
untuk orang lain. Perilaku ini hanya memerlukan pengorbanan waktu dan tenaga
yang sedikit, namun menguntungkan orang yang mendapat pertolongan. Kedua,
perilaku memberikan sumbangan kepada pihak yang membutuhkan. Bentuk
perilaku ini sudah lebih membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dan materi.
Ketiga, perilaku prososial dalam bentuk turut campur tangan pada situasi darurat.
Berbeda dengan kedua bentuk perilaku sebelumnya. Pada bentuk ketiga ini
penolong dihadapkan pada pengorbanan yang lebih besar dari segi materi, waktu,
dan tenaga, bahkan mengandung resiko besar terhadap keselamatan dirinya.
26
Selain itu, bentuk perilaku ketiga ini mempunyai resiko yang tinggi terjadinya
kerugian dan hanya sedikit mendapatkan keuntungan bagi si penolong. Perilaku
prososial ini dikategorikan sebagai perilaku altruisme.
Penjelasan lebih rinci mengenai altruisme dikemukakan para ahli psikologi
berikut ini :
1. Altruisme more generally as behavior carried out benefit another without
anticipation of reward from external sources (Macaulay dan Berkowitz,
1970).
2. Altruism means behavior which is motivated by a regard for another person
(Worchel dan Cooper, 1983).
Kedua definisi altruisme di atas mengandung pengertian bahwa perilaku
altruisme dimaksudkan untuk memberikan keuntungan atau kesejahteraan kepada
orang lain tanpa mengharapkan balasan.
Sedangkan Bar-Tal dan Raviv (Pulungan, 1993), yang mengutip Eisenberg
berpendapat bahwa altruisme adalah bentuk perilaku menolong pada tingkat
tertinggi, yang dilakukan dengan sukarela atau tanpa pamrih dan disengaja demi
kepentingan orang lain. Hal tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan moral
individu tersebut.
Bentuk-bentuk perilaku prososial juga dikemukakan oleh Macaulay dan
Berkowitz yang dikutip oleh Vander Zanden (1984: 273-274) di bawah ini,
meliputi:
Sympathy commonly makes references to concern with, or a sharing of, the pain or sadness of another. Cooperation implies that individuals are able and willing to work of another, usually but not always for a common benefit. Helping involves rendering asistence to another party so that this
27
other party can attain some object or end. Aid has to do with providing another party with what is needed to achieve some object or end. Donating refers to the act of making of gift or giving a contribution, usually to a charity. And altruism concern behavior carried out to benefit another person without expectation of an external reward.
Sedikitnya ada enam bentuk perilaku prososial nampak dalam uraian
tersebut di atas, yaitu: Pertama, sympathy yang mengertikan kepada bentuk
perhatian atau berbagi rasa sakit (kesakitan) atau kesedihan orang lain. Kedua,
Cooperation, kerjasama yang menggambarkan kesediaan individu untuk bekerja
dengan orang lain yang biasanya, walaupun tidak selalu mendatangkan
keuntungan bersama. Ketiga adalah helping, yaitu memberi bantuan yang
berhubungan dengan urusan orang lain agar dapat mencapai tujuannya. Keempat,
aid merupakan pertolongan dalam bentuk tindakan memberikan apa yang
dibutuhkan orang lain untuk mencapai tujuan atau objek tertentu. Kelima,
donating yang mengacu kepada tindakan memberikan suatu kontribusi, biasanya
berupa amal. Terakhir altruisme atau altruism, yaitu bentuk perilaku prososial
yang dilakukan untuk memberi keuntungan/ kesejahteraan pada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan.
Bentuk-bentuk perilaku prososial yang dikemukakan oleh Macaulay dan
Berkowitz di atas mencakup tindakan-tindakan yang bersifat sederhana dan hanya
memerlukan pengorbanan yang kecil seperti dalam perilaku simpati dan
kerjasama. Sedangkan pada tindakan helping, aid, dan donating tingkat
pengorbanan sudah meningkat lagi. Sebab selain menuntut adanya perhatian, juga
tenaga dan materi. Namun pengorbanan terbesar ada pada bentuk altruisme,
28
karena individu tidak mengharapkan apa-apa, selain individu itu berhadapan
dengan resiko yang besar yang dapat mengancam keselamatannya.
Akhirnya (Myers, 1988) dan (Sears dkk., 1991) melengkapi uraian di atas
dengan menambahkan bahwa perilaku prososial ditujukan juga pada pihak-pihak
yang membutuhkan dan pantas menerima bantuan dan yang memiliki hubungan
dekat dengan sang penolong).
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik benang merah di mana
secara spesifik disebutkan bahwa tindakan prososial tersebut ditujukan kepada
beberapa pihak, yaitu: teman, famili atau keluarga (orang dekat), orang lain (orang
asing).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Muncul tidaknya perilaku prososial dipengaruhi banyak faktor. Menurut
sistematika yang dibuat oleh (Sears dkk., 1991), sedikitnya ada tiga faktor yang
menentukan muncul tidaknya perilaku prososial, yaitu karakteristik penolong,
karakteristik orang yang ditolong, dan karakteristik situasional. Akan tetapi,
penulis menambahkan unsur norma sosial menurut (Tedeshi dkk., 1985) sebagai
faktor keempat, karena sedikit banyaknya menentukan muncul tidaknya perilaku
prososial.
1. Karakteristik penolong. Dalam kenyataan setiap hari, seseorang melakukan
atau tidak melakukan suatu tindakan menolong dipengaruhi hal-hal berikut ini:
faktor suasana hati, faktor kepribadian, faktor distress diri dan empatik, serta
faktor rasa bersalah.
29
a. Suasana hati (mood)
Freud dan Berkowitz & Isen dan Levin (Baron dan Byrne 1997)
mengemukakan bahwa individu yang memiliki suasana perasaan positif yang
hangat cenderung akan bersedia melakukan suatu tindakan menolong Sebaliknya
menurut penelitian yang dilakukan Thompson, Cowan, dan Rosenham (Baron dan
Byrne, 1997) individu cenderung tidak akan melakukan tindakan menolong jika
suasana hatinya buruk, karena dalam keadaan demikian individu tersebut
cenderung mengarahkan perhatiaannya kepada dirinya sendiri.
b. Faktor kepribadian
Ciri kepribadian seseorang mendorong orang untuk memberikan
pertolongan dalam situasi-situasi tertentu dan tidak dalam situasi yang berbeda.
Merujuk pada pengamatan yang pernah dilakukan Satow (Sears dkk, 1991) bahwa
individu dengan taraf kebutuhan tinggi untuk diterima di lingkungan sosialnya,
terdapat kecenderungan individu jenis kepribadian ini dimotivasi oleh keinginan
mendapatkan pujian dari orang lain sehingga individu akan melakukan tindakan
prososial sepanjang ada orang yang memperhatikannya. Sebaliknya, individu
yang mempunyai taraf kebutuhan rendah diterima di lingkungan sosialnya
cenderung lebih rendah memberi sumbangan.
c. Faktor distress diri dan rasa empatik
Distres diri (personal distress) merupakan reaksi pribadi orang-orang
terhadap penderitaan yang dialami sesama. Misalnya, perasaan terkejut, cemas,
prihatin, takut, dan tidak berdaya. Sedangkan rasa atau sikap empatik (empatic
concern) merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, yang
30
secara tidak langsung merasakan apa yang diderita orang lain. Jika distress diri
lebih tertuju pada diri sendiri, maka rasa empatik tertuju pada si korban (Sears
dkk.,1991).
d. Rasa bersalah
Perasaan bersalah, berupa perasaan gelisah yang disebabkan karena telah
melakukan hal yang dianggap salah, merupakan salah satu keadaan psikologis
yang sangat relevan dengan perilaku prososial. Orang yang ingin mereduksi atau
menghilangkan rasa bersalahnya, cenderung akan menolong orang yang
dirugikannya.
Dari penelitian yang dilakukan Cunningham (Calsmith dkk. dalam Sears,
1991) rasa bersalah akan mendorong peningkatan kesediaan untuk menolong.
Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Calsmith dkk. bahwa ada hubungan
antara rasa bersalah dengan pemberian bantuan yang menyangkut efek
pengakuan. Pengakuan ternyata akan mengurangi perasaan bersalah yang
menyebabkan pengurangan perilaku menolong, sebab pengakuan tampaknya
ditafsirkan sebagai penebusan dosa
Melalui faktor-faktor internal tersebut maka bisa dipahami mengapa pada
suatu waktu seseorang melakukan tindakan menolong, namun pada kesempatan
yang berbeda orang yang sama tidak memberikan pertolongan. Dengan demikian
dalam memahami perilaku prososial seseorang berdasarkan faktor-faktor di atas,
akan menjadi bahan pertimbangan dan kajian yang penting dalam penelitian ini.
31
2. Karakteristik orang yang ditolong. Pemberian pertolongan juga sangat
ditentukan oleh faktor karakteristik calon individu yang akan ditolong, baik
dari segi kepantasan maupun dari segi individu yang disukai.
a. Orang yang pantas ditolong
Individu akan mendapatkan bantuan atau tidak sedikit banyak tergantung
dari segi “manfaat” kasus tersebut. Contohnya, seseorang akan menolong orang
yang terjatuh karena sakit dibandingkan bila orang tersebut dalam keadaan
mabuk.
Individu akan menolong seseorang apabila yakin bahwa penyebab
munculnya masalah yang dialami seseorang tersebut karena berada di luar
jangkauan atau kendali orang tersebut. Hal ini nyata dalam penelitian yang
dilakukan Meyer dan Mulherim (Sears, 1991) bahwa mahasiswa akan lebih suka
meminjamkan uang kepada seseorang kenalan bila kebutuhannya timbul karena
sakit, sebab hal tersebut di luar kendalinya, kepada mahasiswa yang malas.
b. Menolong orang yang disukai
Penelitian mengenai perilaku prososial menyimpulkan bahwa munculnya
tindakan menolong turut ditentukan oleh rasa suka awal individu terhadap orang
yang dikenai pertolongan. Misalnya karena faktor daya tarik fisik dan adanya
kesamaan. Orang yang menarik secara fisik, baik pria maupun wanita,
kemungkinan besar akan memperoleh pertolongan dari pihak lain.
Tingkat kesamaan orang yang ditolong dengan si penolong turut
menentukan sejauhmana individu akan memberikan pertolongan. Melalui
penelitian terlihat bahwa individu cenderung lebih menolong orang yang
32
mempunyai penampilan serupa juga berasal dari daerah yang sama daripada orang
asing atau orang yang mempunyai sikap yang beda (Sears dkk., 1991).
Sejauh ini telah dibahas mengenai karakteristik penolong dan orang yang
akan diberi pertolongan ternyata cukup memberikan andil terhadap keputusan
untuk memberikan pertolongan. Individu cenderung akan memberi pertolongan
apabila dalam penilaian dan persepsinya terhadap keadaan dan kondisi orang
memang pantas untuk ditolong. Akan tetapi, tidak untuk hal yang sebaliknya.
Demikian halnya terhadap orang yang disukai, individu cenderung akan
melakukan perilaku prososial. Namun sebaliknya, tidak pada orang yang tidak
disukainya.
3. Karakteristik situasional. Hal berikut yang turut menentukan apakah individu
memutuskan untuk melakukan pertolongan atau tidak adalah karakteristik
situasional, yang mencakup kondisi lingkungan, tekanan waktu, dan kehadiran
orang lain.
a. Kondisi lingkungan
Keadaan fisik adalah faktor yang mempengaruhi bersedia atau tidaknya
seseorang untuk melakukan tindakan menolong. Misalnya penelitian yang
dilakukan Akhmed (Sears dkk., 1991) bahwa individu cenderung akan
memberikan pertolongan kepada pengendara sepeda motor yang mogok pada saat
cuaca sedang cerah dibandingkan dalam cuaca mendung. Skolnick (Sears dkk.,
1991) juga menyatakan bahwa individu lebih suka menolong di siang hari
dibandingkan di malam hari.
33
Sedangkan dalam penelitian Cunningham (Sears dkk., 1991) terlihat
bahwa individu lebih sering memberi tips bila hari cukup cerah. Dari beberapa
penelitian tersebut terlihat bahwa cuaca akan turut menentukan sejauh mana
seseorang akan memberikan bantuan, walaupun hal ini masih menjadi perdebatan
para ahli.
Faktor kebisingan juga merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi
perilaku prososial. Eksperimen yang dilakukan Sherrod dan Downs (Sears dkk.,
1991) di laboratorium ditemukan bahwa kebisingan mengurangi seorang pelajar
menolong orang yang beberapa lembar kertasnya jatuh di lantai.
b. Faktor tekanan waktu
Individu yang dalam keadaan tenang atau tidak tergesa-gesa cenderung
akan memberikan pertolongan dibandingkan jika individu tersebut dalam keadaan
tergesa-gesa. Faktor tekanan waktu ini menimbulkan pengaruh yang cukup besar
terhadap perilaku prososial (Sears dkk., 1991).
c. Faktor kehadiran orang lain
Meyers mengemukakan ada beberapa pengaruh kehadiran orang lain yang
pada satu sisi dapat menghambat dan pada sisi lain justru akan mendorong
munculnya perilaku prososial. Bila terjadi peningkatan jumlah penonton yang
menyaksikan suatu musibah, maka akan terjadi pada setiap penonton. Pertama,
semakin kecil kemungkinannya peristiwa yang muncul. Kedua, semakin kecil
kemungkinan untuk menafsirkan peristiwa tersebut sebagai suatu musibah.
Ketiga, semakin kecil kemungkinan untuk memikul tanggung jawab. Terutama
34
jika situasinya tidak jelas, di mana para penonton tidak dapat dengan mudah
saling menemukan kecemasan masing-masing (Meyers, 1988).
Sears dkk., (1991) menambahkan bahwa terjadinya penyebaran tanggung
jawab, takut dinilai, dan adanya ambiguitas dalam menginterpretasi situasi, adalah
hal-hal yang menyebabkan mengapa kehadiran orang lain terkadang menghambat
usaha untuk menolong.
Bertolak dari karakteristik situasional di atas dapat dijelaskan mengapa
pada saat tertentu individu paling suka menolong sekalipun cenderung akan
menangguhkan perilaku menolongnya. Hal tersebut bukan karena dia tidak mau
menolong tetapi lebih disebabkan oleh pertimbangan berbagai hal, seperti: faktor
lingkungan yang tidak memungkinkan, waktu yang mendesak, dan faktor
kehadiran orang lain.
Untuk melengkapi uraian di atas, maka pada pembahasan berikut ini
penulis menambahkan suatu unsur penting yang turut memberi andil muncul
tidaknya perilaku prososial dalam diri individu atau sekolompok individu, yaitu
yang berhubungan dengan kaidah atau norma sosial yang berlaku dalam
lingkungan masyarakat.
4. Norma sosial. Menurut teori norma sosial, perilaku prososial muncul karena
secara umum dipandang bermanfaat bagi masyarakat sehingga menjadi bagian
dari aturan atau norma sosial. (Tedeshi dkk., 1985) mengemukakan bahwa
norma sosial terdiri atas norma tanggung jawab sosial, norma timbal balik,
dan norma keadilan sosial.
a. Norma tanggung jawab sosial
35
Norma tanggung jawab sosial adalah norma moral. Menurut norma ini
sudah seharusnya individu menolong orang lain yang memang menjadi tanggung
jawabnya. Misalnya orang tua sudah sewajarnya memelihara anak-anaknya atau
jawatan sosial bisa mengambil alih memelihara anak-anak yang diterlantarkan
karena orang tuanya tidak sanggup memelihara. Demikian pula guru seharusnya
menolong murid-muridnya dan teman sekerja seharusnya saling menolong.
Ada tiga hal yang akan menentukan apakah norma tanggung jawab sosial
itu akan dipatuhi atau tidak (Baron dan Byrne, 1997) dan (Schroeder, 1995), yaitu:
1. Adanya model prososial, yaitu pada dasarnya baik anak-anak maupun orang
dewasa cenderung akan meniru orang yang memberikan contoh atau akan
mengikuti perilaku prososial yang dilakukan oleh model yang dilihatnya.
2. Derajat ketergantungan individu, yaitu individu cenderung memperlihatkan
perilaku prososial apabila orang yang akan dikenakan pertolongan tersebut
sangat tergantung kepada individu.
3. Mengingatkan akan adanya tanggung jawab sosial, dalam hal ini individu
diingatkan pada norma tanggung jawab sehingga memacunya mempraktekkan
perilaku prososial.
b. Norma timbal balik
Norma ini menekankan bahwa individu harus tolong menolong dengan
orang yang pernah menolong kita. Penelitian yang ada mengungkapkan bahwa
orang lebih cenderung menolong individu yang pernah menolong mereka.
c. Norma keadilan sosial
36
Norma keadilan sosial menekankan pada aturan mengenai keadilan dan
pembagian sumber daya secara adil. Prinsip keadilan, antara lain kesamaan. Jadi,
bila dua orang memberi andil yang sama dalam suatu tugas, sewajarnya keduanya
menerima ganjaran yang sama. Karena itu, jika salah seorang menerima lebih
banyak dari yang lain maka orang tersebut akan mengalami tekanan untuk
mencoba memulihkan keadilan dengan mengurangi pembagian ganjaran tersebut.
Jadi, menurut norma sosial, pada dasarnya perilaku prososial merupakan
perilaku yang dikehendaki secara umum oleh masyarakat, sebab membawa
manfaat yang besar dalam interaksi kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya,
misalnya jika ada anggota masyarakat yang sedang dilanda kesulitan dan
membutuhkan pertolongan, ada saja kemungkinan anggota masyarakat lain
memberikan pertolongan untuk meringankan kesulitannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik penolong,
karakteristik orang yang ditolong, dan karakteristik situasional, serta norma sosial
adalah empat faktor yang sangat berperan terhadap individu dalam mengambil
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan prososial.
2.2.4 Tahap-Tahap dalam Perkembangan Perilaku Prososial
Uraian di bawah ini membahas mengenai lima tahapan perkembangan
perilaku prososial menurut Latane dan Darley (Wiggins dkk., 1994), yaitu:
1. Tahap Notice that something is happening. Individu yang berada pada tahap
ini akan memperhatikan sesuatu yang sedang terjadi. Jika hal tersebut tidak
menarik perhatiannya maka proses akan berhenti, sehingga tidak terjadi
37
perilaku prososial. Sebaliknya bila hal tersebut menarik perhatiannya maka
proses akan meningkat pada tahap berikutnya.
2. Tahap the situation interpreted correctly. Pada tahap ini individu akan
melakukan analisis terhadap peristiwa atau situasi yang ada setepat mungkin
menurut persepsinya. Jika individu memutuskan bahwa peristiwa atau situasi
tidak memerlukan pertolongannya, maka proses akan berhenti. Sehingga
perilaku prososial tidak mungkin muncul. Sebaliknya jika individu
memutuskan untuk menolong karena dalam situasi tersebut diperlukan
bantuannya, maka akan beranjak naik ke tahap selanjutnya.
3. Tahap assume responsibility. Pada tahap ini individu akan menganalisis sejauh
mana individu mampu memikul tanggung jawab dalam memberikan
pertolongan pada situasi atau kejadian tersebut. Bila individu memutuskan
sanggup, maka akan meningkat lagi ke proses selanjutnya. Sebaliknya bila
individu memutuskan tidak sanggup bertanggung jawab maka proses akan
berhenti dan tidak terjadi perilaku prososial.
4. Tahap decided what to do. Individu yang berada pada tahap ini akan
merencanakan dan melakukan hal yang dianggapnya paling baik. Jika individu
dapat membuat suatu keputusan mengenai apa yang harus dilakukan dan mana
yang terbaik, maka individu akan masuk ke proses berikutnya. Namun, jika
individu tidak sanggup mengambil keputusan maka proses akan berhenti dan
tingkah laku prososial tidak akan muncul.
5. Tahap engage in the behavior. Pada tahap ini individu merencanakan
bagaimana bentuk perilaku nyata yang akan dilakukannya. Jika individu tidak
38
dapat memutuskan bagaimana bentuk tingkah laku nyata yang akan
dilakukannya, maka proses akan berhenti dan perilaku prososial tidak akan
muncul. Sebaliknya, perilaku prososial akan muncul apabila individu telah
menemukan dan memutuskan bentuk tingkah laku konkret yang akan
dilakukan.
Perhatian utama Latante dan Darley adalah bahwa proses kognisi, dalam
arti bagaimana individu mempersepsi dan menafsirkan suatu peristiwa/ kejadian
atau keadaan yang berlangsung saat itu, merupakan faktor penentu muncul
tidaknya perilaku prososial. Hal ini dimulai dari tahap yang sederhana (tahap
notice that something is happening), yaitu dari sekadar memperhatikan terjadinya
sesuatu sampai pada tahap individu memutuskan bentuk perilaku yang nyata
(tahap engage in the behavior)
2.2.5 Pengukuran Tingkah Laku Melalui Personal Goals
Staub (1978) mengemukakan suatu model untuk memprediksi tingkah
laku prososial, antara lain melalui pengukuran personal goals. Salah satu
pendekatan untuk mengukur personal goals adalah melalui pengukuran jaringan
kognisi yang berhubungan dengan personals goals yang mempunyai tiga unsur.
Pertama, orientasi perasaan positif terhadap orang lain. Kedua, perhatian terhadap
kesejahteraan orang lain. Ketiga, rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan
orang lain.
Pendapat Staub (Pulungan, 1993) tersebut di atas akan menjadi sumber
utama penelitian dalam variabel kecenderungan perilaku prososial, termasuk
39
dalam penyusunan blue print. Secara rinci pandangan Staub tersebut dapat
digambarkan dalam skema untuk memprediksi tingkah laku prososial melalui
personal goals berikut ini.
JARINGAN
KOGNISI
PrososialGoals
PERSONALS
GOALS
TINGKAH
LAKU
Orientasi perasaan postif terhadap orang lain
Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain
Tingkah laku Prososial
Rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain
Bagan 2.1 Skema Personals Goals
Menurut skema di atas tingkah laku dapat diprediksi melalui personal
goals sedangkan personal goals diprediksi melalui jaringan kognisi. Dalam hal ini
tingkah laku merupakan suatu usaha individu untuk meredakan ketegangan yang
ditimbulkan oleh personal goals. Jadi, tingkah laku prososial merupakan
manifestasi dari prososial goals yang mendominasi personal goals. Intensitas
prososial goals dalam personal goals dapat diprediksi melalui tiga dimensi
jaringan kognisi. Pertama, orientasi perasaan positif terhadap keberadaan orang
lain di lingkungannya. Hal ini berarti tidak hanya menyangkut bagaimana
perasaan individu terhadap orang lain tetapi juga bagaimana perasaan orang lain
terhadap individu menurut individu tersebut. Kedua, perhatian terhadap
40
kesejahteraan orang lain. Artinya, sejauh mana individu tersebut merasa bahwa
kesejahteraan orang lain itu penting. Ketiga, rasa tanggung jawab terhadap
kesejahteraan orang lain. Maksud dari rasa tanggung jawab dalam konteks ini
adalah seberapa jauh individu merasa bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
orang lain kendati hal tersebut bukanlah menjadi tanggung jawabnya. Tingkah
laku prososial jangan dipandang sebagai alat untuk mencapai goals melainkan
harus dilihat sebagai manifestasi dari prososial goals.
2.2.6 Keterkaitan Antara Kepribadian Ekstravert Introvert Dengan
Kecenderungan Perilaku Prososial
Eysenck dalam teori dimensi kepribadian introvert ekstravert
mengemukakan bahwa yang dimaksud trait adalah beberapa habitual respon yang
saling berhubungan satu sama lain dan cenderung ada pada diri individu yang
kemudian membentuk suatu tipe kepribadian tertentu yang dia anggap
menentukan perbedaan individu dalam tigkah lakunya bila dihadapkan dengan
stimulus-stimulus di dalam lingkungannya (Eysenk, 1980). Tipe kepribadian
tersebut adalah introvert dan ekstravert yang mempunyai beberapa karakteristik
tersendiri. Tipe kepribadian introvert memiliki sifat-sifat seperti hati-hati, tenang,
dapat bekerja sendiri, cenderung berpikir dahulu sebelum bertindak, dan kurang
bergaul. Sedangkan untuk orang ekstravert memiliki ciri kecenderungan untuk
cepar bertindak, santai, optimis, membutuhkan orang lain untuk diajak bicara, dan
tidak menyukai bekerja sendiri.
41
Dengan adanya perbedaan karakteristik seperti di atas tentunya
mempengaruhi tindakan individu dalam menyikapi perilaku prososial. Individu
yang memiliki sifat introvert cenderung lambat dalam merespon lingkungan yang
membutuhkan pertolongannya karena dia cenderung berhati-hati dan berpikir
dahulu sebelum bertindak. Selain itu, orang introvert sudah terbiasa dengan
melakukan kegiatan yang bersifat perorangan karena mereka tidak begitu suka
bergaul. Mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menolong orang
lain. Lain halnya dengan individu yang berkepribadian ekstravert. Mereka
membutuhkan orang lain untuk diajak berdiskusi dan memecahkan masalah,
senang bergaul, memiliki aktivitas yang tinggi, dan menuruti dorongan hati yang
tinggi sehingga mereka dengan cepat akan merespon lingkungan yang
membutuhkan.
Bila dihubungkan dengan teori personals goals dari Staub (Staub, 1978)
bahwa tingkah laku prososial bisa diprediksi melalui tiga dimensi jaringan
kognisi, yaitu orientasi perasaan positif terhadap orang lain, perhatian terhadap
kesejahteraan orang lain, dan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang
lain. Maka individu yang memiliki kecenderungan perilaku prososial akan selalu
mempunyai minat untuk berhubungan dengan orang lain. Karakteristik tipe
kepribadian ekstravert berkaitan dengan perilaku prososial karena tipe ekstravert
yang khas adalah mudah menjalin sosialisasi, banyak memiliki teman,
membutuhkan orang-orang dan cenderung mempunyai minat yang tinggi terhadap
pergaulan.
42
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa muncul tidaknya kecenderungan
perilaku prososial individu, antara lain terkait degan faktor kepribadian yang
dimiliki individu tersebut.
2.3 Santri Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung
Pesantren Persatuan Islam adalah suatu lembaga pendidikan yang bergerak
dalam bidang pendidikan keagamaan dengan kurikulum yang disusun terdiri atas
70% pelajaran agama dan 30% pelajaran ilmu pengetahuan umum. Pesantren
Persatuan Islam no 1 didirikan pada tgl 4 Maret 1936, atau tepatnya 1 Dzulhijjah
1354. Tujuan dari pesantren ini adalah untuk membentuk kader-kader yang
mempunyai keinginan menyebarkan agama Islam berdasarkan Al Quran dan As
Sunnah. Selain itu, juga untuk mencetak mubalig yang mampu mendakwahkan,
mengajarkan, membela, serta memelihara agama Islam di manapun mereka
berada.
Santri adalah kata lain dari siswa atau orang yang belajar di lingkungan
pesantren. Khusus dalam hal ini adalah siswa yang belajar atau sekolah di Sekolah
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Santri memiliki hak untuk mendapatkan
pengajaran dan pendidikan, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik.
Kewajiban mereka adalah mematuhi segala tata tertib ataupun program yang
diberlakukan di sekolah, dalam hal ini Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1
Bandung. Selain pengetahuan akademik, pengetahuan agama, dan keterampilan
IPTEK, santri pun mendapatkan pendidikan sosial kemasyarakatan.
43
Di Pesantren ini ada beberapa jenjang/tingkat pendidikan yang diterapkan.
Pertama, tingkat tajhiziyah (masa persiapan), yaitu bagi mereka yang baru masuk
ke pesantren setelah mereka lulus SD. Kedua, tingkat tsanawiyah (setara dengan
SLTP). Ketiga, tingkat mu’alimien (tingkat pengajar) atau setingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas.
2.4 Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi sosial dengan
manusia lainnya. Para santri pun melakukan interaksi sosial. Hal tersebut akan
terbagi dalam dua bentuk. Pertama, interaksi sosial hanya menghasilkan
komunikasi formal yang sifatnya tidak mendalam. Artinya, hal ini tidak memberi
pengaruh pada objek interaksi sosial tersebut. Kedua, interaksi sosial yang tidak
saja formal bahkan meluas secara emosional. Artinya, banyak memberi pengaruh
pada objek interaksi sosial tersebut. Pengaruh tersebut adalah berhasilnya santri
untuk memenuhi kebutuhan yang diminta atau memang diperlukan oleh objek dari
interaksi sosialnya. Mengapa seorang santri dapat segera menanggapi seseorang
yang membutuhkan bantuan dan mengapa santri lainnya tidak menanggapi
kebutuhan bantuan dari orang lain, adalah hal yang terjadi dalam dunia realitas.
Perilaku santri diharapkan tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhiya. Dalam posisi mereka sebagai santri, mereka paling tidak
dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud
faktor internal adalah bagaimana pola kepribadian santri tersebut. Adapun yang
44
dimaksud faktor eksternal adalah proses pembelajaran yang diterima santri selama
mengikuti pendidikan tingkat Mu’alimien di PPI 1 Persis.
Menurut Eysenck, kepribadian merupakan keseluruhan dari pola-pola
tingkah laku aktual sebagai potensi dari organisme yang ditentukan oleh faktor
keturunan dan lingkungan. Eysenck mendasarkan teorinya pada 4 prinsip dasar,
yaitu: prinsip biologi, prinsip metodologi, prinsip learning, dan prinsip struktural
dinamis. Pada prinsip struktural dinamis dijelaskan Eysenck bahwa ada dimensi
Extravert Introvert. Dalam kenyataannya, para santri juga ada yang berpola
kepribadian introvert dan yang berpola kepribadian extravert.
1. Santri yang extravert akan lebih mudah menjalin hubungan sosial, penuh
kegembiraan, responsive pada hal di luar dirinya, tanggap dalam menjawab,
santai, optimis, dan secara menyeluruh perasaan-perasaannya tidak
berdasarkan pada kontrol-kontrol yang ketat. Sebagian dari mereka juga aktif
di kegiatan eskstrakulikuler setingkat OSIS yang dinamakan RG (Rijalul
Ghad) untuk santri pria dan UG (Ummahatul Ghad) untuk santri wanita.
2. Santri yang introvert akan lebih mudah menarik diri atau mengucilkan diri
dari lingkungan sosial. Interaksi sosial mereka dapat dikatakan amat terbatas,
misalnya gemar mengintrospeksi, menjaga jarak, dan kurang ramah.
Cenderung serius, menyukai cara hidup yang teratur, dan secara menyeluruh
menjaga perasaan-perasaannya di bawah kontrol yang tetap. Sebagian besar
dari mereka tidak terlampau aktif baik di RG maupun UG.
45
Dengan dua pola kepribadian yang berbeda dari para santri tersebut, maka
akan ditimbulkan perilaku yang berbeda pula ketika menanggapi permasalahan
yang mereka hadapi.
Sebagai faktor eksternal, seluruh santri akan mendapatkan proses
pembelajaran yang sama, baik yang bersifat spesifik keagamaan, seperti materi
pembelajaran aqidah (Tauhid), syariah (Fiqih), Waris (Faroid), toharoh, dan
akhlak. Maupun pelajaran yang bersipat umum, seperti matematika, biologi,
psikologi, bahasa Inggris, dan komputer. Pelajaran yang spesifik, khususnya
akhlak adalah suatu pelajaran yang berhubungan dengan kaidah-kaidah moral
yang meliputi:
1. Hubungan manusia dengan Tuhan.
2. Hubungan manusia dengan manusia.
3. Hubungan manusia dengan fauna.
4. Hubungan manusia dengan flora.
5. Hubungan manusia dengan alam gaib.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, diharapkan lebih ditekankan pada
akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia. Hubungan
pelajaran tentang akhlak ini pun sangat luas seperti:
1. Hubungan anak dengan orang tua.
2. Hubungan seorang muslim dengan seorang muslim.
3. Hubungan seorang muslim dengan tetangga.
4. Hubungan pemimpin dengan rakyat.
5. Hubungan murid dengan guru.
46
6. Hubungan pria dengan wanita.
Watson mendevinisikan perilaku prososial sebagai perilaku yang
membawa konsekuensi positif bagi orang lain atau orang yang dikenakan
pertolongan. Artinya, perilaku prososial yang dilakukan sang penolong harus
memberi akibat yang bersifat positif terhadap orang yang dikenai pertolongan.
Maka dikaitkan dengan proses pembelajaran tingkat mu’alimien di PPI 1,
diharapkan sikap prososial ini akan muncul sebagai sebuah perilaku yang
dilandasi ajaran akhlak tersebut di atas. Namun, dalam kenyataannya mungkin
saja ada santri yang menonjol sikap prososialnya dan ada santri yang kurang
menonjol sikap prososialnya, sehingga faktor eksternal ini tampaknya tidak
memberikan pengaruh yang sama terhadap para santri .
Kenapa seseorang mau menolong sedangkan yang lainnya tidak. Sears
menjelaskan bahwa ternyata ada faktor–faktor yang mempengaruhi prososial,
yaitu: karakteristik penolong, seseorang melakukan pertolongan karena
dipengaruhi hal–hal seperti suasana hati, faktor kepribadian, faktor distress diri,
rasa empati, dan rasa bersalah karakteristik orang yang ditolong .Yang sangat
ditekankan oleh faktor–faktor karakteristik calon individu yang akan ditolong
berupa orang–orang yang pantas untuk ditolong, menolong orang yang disukai,
dan karakteristik situasional. Karakteristik situasional yang dimaksud adalah
kondisi lingkungan, tekanan waktu, dan kehadiran orang lain.
Norma sosial. Perilaku prososial muncul karena secara umum dipandang
bermanfaat bagi masyarakat sehingga menjadi bagian dari aturan sosial atau
47
norma sosial. Norma sosial tersebut mencakup rasa tanggung jawab sosial, norma
timbal balik, dan norma keadilan sosial.
Mencermati hal di atas, ternyata prilaku prososial juga dilandasi oleh
karakteristik penolong, di antaranya kepribadian penolong. Eysenck mengatakan
bahwa pola tingkah laku individu dengan tipe kepribadian tertentu akan tercermin
dalam tindakan yang berbeda ketika menghadapi suatu masalah. Begitu pula
halnya jika individu tersebut dihadapkan pada masalah yang dapat menimbulkan
respon prososial. Bagaimana seorang santri dengan pola kepribadian introvert
menanggapi kondisi prososial tertentu dan bagaimana seorang santri dengan pola
kepribadian ekstravert menanggapi kondisi prososial tertentu merupakan hal yang
ingin diketahui . Untuk lebih jelasnya, penulis ingin mengetahui apakah terdapat
hubungan tipe kepribadian introvert dan ekstravert terhadap sikap prososial. Oleh
karena itu, dapat dilihat melalui bagan kerangka pikir.
Dari uraian di atas, maka peneliti mencoba meneliti hubungan tipe
kepribadian introvert ekstravert dengan perilaku prososial pada siswa mu’alimien
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Berikut bagan kerangka berpikir sekaligus
sebagai asumsi penelitian.
48
TIPE KEPRIBADIAN
Tipe KepribadianINTROVERTInaktivitasKurang kemampuan bergaulKehati-hatian KontrolHambatan Kedalaman berpikir Tanggung jawab
Tipe KepribadianEKSTRAVERTAktivitasMinat bergaul Pengambilan resiko Menuruti dorongan hati Pernyataan perasaan Kepraktisan Tidak bertanggung jawab
Orientasi perasaan postif terhadap orang lain rendah
Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain rendah
Rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain rendah
PROSOSIALRENDAH
Orientasi perasaan positif terhadap orang lain tinggi
Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tinggi
Rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain tinggi
PROSOSIALTINGGI
Bagan 2.2 Skema Kerangka Berpikir
49
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah kesimpulan yang bersifat sementara. Diterima atau
ditolaknya hipotesis sangat tergantung dari hasil penelitian yang didasarkan
definisi operasional (Sutrisno Hadi, 1989: 63). Hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
Hipotesis Kerja (Ha) : Ada hubungan antara tipe kepribadian Introvert ekstravert
dengan kecenderungan perilaku prososial siswa
Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada hubungan antara tipe kepribadian Introvert
ekstravert dengan kecenderungan perilaku prososial
siswa Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pembahasan dalam bagian ini meliputi beberapa unsur metode penelitian,
yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi
dan metode pengambilan sampel penelitian, metode pengumpulan data, pengujian
alat ukur, dan metode analisis data.
3.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini meliputi dua variabel penelitian, yaitu:
a. Variabel 1: Tipe Kepribadian Introvert Extravert
b. Variabel 2: Perilaku Prososial
3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan
cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk
mengukur konstruk atau variabel tersebut. Dengan kata lain, definisi operasional
berfungsi memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus
dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 1998: 51). Pada
dasarnya ada dua jenis definisi operasional, yaitu definisi operasional terukur dan
eksperimental. Definisi operasional terukur memaparkan cara pengukuran suatu
variabel (Kerlinger, 1998 : 52), yang menjadi dasar penelitian ini.
50
51
Definisi operasional merupakan operasionalisasi dari variabel-variabel yang
akan dikenakan dalam penelitian, yaitu:
a. Tipe kepribadian dalam hal ini tipe kepribadian yang dikemukakan Eysenck
dikonsepkan sebagai interkorelasi antara trait-trait dalam dimensi kepribadian
introver extravert yang dapat diobservasi dari seorang individu.
1. Introvert
Seorang yang introvert adalah seorang yang tenang, lebih suka menarik diri
atau mengucilkan diri, introspeksi, gemar membaca buku-buku daripada bergaul
dengan orang lain, menjaga jarak, dan kurang ramah kecuali kepada teman-teman
karibnya. Dia cenderung untuk merencanakan terlebih dahulu sebelum melakukan
sesuatu (dengan semboyan melihat sebelum melompat), memiliki syakwasangka
terhadap sesuatu yang muncul pada saat itu. Dia tidak menyukai kegembiraan yang
berlebihan, menghadapi kehidupan setiap hari dengan keseriusan, dan menyukai cara
hidup yang teratur. Dia menjaga perasaan-perasaannya di bawah kontrol yang tetap,
jarang bertindak agresif, dan tidak mudah menjadi marah. Dia dapat dipercaya, agak
pesimis, dan umumnya menempatkan nilai-nilai yang standar etisnya tinggi.
2. Ekstravert
Tipe ekstravert yang khas adalah mudah menjalin sosialisasi, menyukai pesta-
pesta, banyak memiliki teman, membutuhkan orang-orang untuk diajak bicara, dan
tidak menyukai membaca atau belajar sendiri. Dia sangat membutuhkan
kegembiraan, mengambil atau mempergunakan kesempatan, sering memperhatikan
apa yang terjadi di luar dirinya, tindakan-tindakannya tidak dipikirkan terlebih
52
dahulu, dan umumnya mirip seorang individu yang impulsif. Gemar memperolok
orang lain, selalu memiliki kesiapan dalam menjawab, umumnya menyukai
perubahan, ia kurang perduli, santai, optimis, menyukai gelak tawa, dan rasa gembira.
Lebih suka untuk tetap bergerak serta melakukan sesuatu, cenderung agresif dan
cepat marah, secara menyeluruh perasaan-perasaannya tidak berada dalam kontrol
yang ketat. Dia tidak selalu merupakan seseorang yang dapat dipercaya. Untuk
mengukur kecenderungan introvert ekstravert dalam penelitian ini digunakan EPI –
A. (Eysenk’s Personality Inventory – A).
Kecenderungan perilaku prososial adalah segala kesiapan untuk bertindak
yang ditujukan kepada orang tua, tetangga, lingkungan sekolah (teman, guru, dan
seluruh civitas akademika beserta pendukungnya), dan orang lain (yang tidak
dikenalnya). Maksudnya adalah untuk mensejahterakan dan tindakan tersebut tidak
bertentangan dengan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat, yang meliputi
orientasi perasaan positif, perhatian terhadap kesejahteraan, dan rasa tanggung jawab,
serta kewajiban. Diukur dengan skala kecenderungan perilaku prososial. Staub (1978)
mengemukakan suatu model untuk memprediksi tingkah laku prososial, antara lain
melalui pengukuran personal goals. Salah satu pendekatan untuk mengukur personal
goals adalah melalui pengukuran jaringan kognisi yang berhubungan dengan
personals goals yang mempunyai tiga unsur, yaitu: pertama orientasi perasaan positif
terhadap orang lain, kedua perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dan ketiga
rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain.
53
Pendapat Staub tersebut di atas akan menjadi sumber utama penelitian dalam
variabel kecenderungan perilaku prososial, termasuk dalam penyusunan blue print.
3.3 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang diperoleh
berdasarkan ciri-ciri yang diduga dari sampel atau sebagian dari individu yang
mewakili dan hendak digeneralisasikan atau dianalisa secara umum (Sutrisno Hadi,
1995: 70).
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh santri kelas tiga
Mu’alimien Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung yang berjumlah 135
santri.
b. Sampel
Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi
(Sutrisno Hadi, 1996: 221). Sebagaimana telah disebutkan di atas, penelitian ini akan
menggunakan santri yang sedikitnya sudah melakukan proses belajar selama dua
tahun atau yang duduk di kelas tiga A, B, dan C di Sekolah Pesantren Persatuan
Islam 1 Bandung.
Cara memperoleh sampel dalam penelitian ini digunakan teknik sampling
aksidental. Sampling Aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
54
sebagai sumber data (Sugiyono, 2006). Dalam penelitian ini, kebetulan yang menjadi
sampel adalah kelas tiga Mu’alimien A, B, dan C jumlahnya 75 orang Sekolah
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa
skala Likert yang dirancang berdasarkan definisi operasional yang bertolak dari teori
yang ada. Ada dua model Likert yang telah dimodifikasi dalam penelitian ini, yaitu:
skala kepribadian introvert-ekstravert dan skala kecenderungan perilaku prososial
yang terdiri atas sejumlah pernyataan dengan respon berjenjang empat (Sangat
Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju). Tujuan dari perskalaan ini
adalah untuk memperoleh pengetahuan atau data yang dalam hal ini untuk
mengetahui sejauh mana hubungan kepribadian introvert-ekstravert dengan
kecenderungan perilaku prososial dari sampel.
Skala Likert merupakan skala yang memiliki lima tingkat jawaban mengenai
kesetujuan responden terhadap pernyataan yang dikemukakan melalui pilihan
jawaban yang disediakan (Sevilla, 1993 dan Ray & Ravizza, 1984). Skala ini dalam
bentuk yang semula subjek diminta menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan
terhadap isi pernyataan dalam lima kategori respon, yaitu sangat tidak setuju (STS),
tidak setuju (TS), ragu-ragu (R), setuju (S), dan sangat setuju (SS).
Dalam penelitian ini modifikasi Skala Likert dilakukan dengan
menghilangkan kategori respon ragu-ragu atau entahlah (E) dengan tiga alasan:
55
pertama, kategori (E) mempunyai arti ganda, atau dapat diartikan netral, bisa saja
setuju atau tidak setuju bahkan ragu-ragu. Kategori dalam pengertian ganda tersebut
(multiple interpretable) tidak diharapkan dalam satu instrument. Kedua, adanya
jawaban di tengah menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central
tendency effect), khususnya terhadap subjek yang ragu-ragu. Ketiga, kategorisasi
jawaban SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecenderungan pendapat responden ke
arah setuju atau tidak setuju (Sutrisno Hadi, 1991: 20).
Alasan mengapa Skala Likert dipakai dalam penelitian ini adalah karena skala
ini memiliki nilai reliabilitas (rrt) yang tinggi, sederhana, dan mampu
mengungkapkan perasaan responden dengan baik (Chisnell, 1975: 225) serta sangat
bermanfaat dalam pengukuran tingkah laku karena lebih mudah dilakukan (Kerlinger,
1973 Sevilla Etal., 1993 dan Moh. Nasir, 1988: 398).
Penskoran pada setiap respon atas pernyataan favorable (pernyataan yang
mendukung) dan pernyataan unfavorable (pernyataan yang tidak mendukung)
dilakukan secara berbeda. Pernyataan favorable dengan pilihan respon SS (sangat
setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju) secara berturut-
turut diberi skor 4, 3, 2, dan 1. Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable dengan
pilihan respon SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak
setuju) secara berturut-turut diskor 1, 2, 3, dan 4. Contoh penrnyataan favorable
adalah “Saya mempertimbangkan sudut pandang orang lain dalam memandang suatu
masalah”. Sedangkan contoh pernyataan yang unfavorable adalah “Keputusan yang
saya ambil atas suatu hal tidak berdasarkan pertimbangan yang matang dengan hal-
56
hal yang terkait dengannya”. Jadi, pernyataan favorable adalah pernyataan yang
bersifat positif dan mendukung indikator/ faktor, sedangkan pernyataan unfavorable
sebaliknya.
Pada penelitian ini subjek secara berturut-turut diberikan skala kepribadian
dan skala kecenderungan perilaku prososial untuk diisi.
Adapun indikator penelitian sikap prososial yang akan menjadi dasar
penilaian tinggi rendahnya sikap prososial adalah sebagai berikut:
1. Memiliki orientasi perasaan positif kepada keluarga, tetangga, guru dan orang lain
atau masyarakat sekitar.
2. Mampu berkorban untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan
kesejahteraan baik di keluarga, Tetangga, Teman, Guru dan orang yang tidak
dikenal sekalipun.
3. Memiliki rasa tanggung jawab dan kesadaran akan kewajibannya sebagai mahluk
sosial sesuai dengan perannya masing-masing baik di keluarga, tetangga, teman,
guru atau orang lain sekalipun.
Secara lengkap blue print (kisi-kisi) skala kecenderungan perilaku prososial
dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:
57
Table 3.1
Blue Print (kisi-kisi) Skala Kecenderungan Perilaku Prososial
FAKTOR
Orientasi Perasaan Positif
PerhatianTerhadap
Kesejahteraan
Rasa Tanggung Jawab
NoSituasi Tempat Munculnya KecenderunganPerilaku Prososial
ItemFav
Item UF
Item Fav
ItemUF
ItemFav
Item UF
1 Keluarga 67 13, 17, 61
41 1, 5, 9, 21, 33, 49
29, 45, 37, 53, 57
16
2 Tetangga/Masyarakat sekitar tempat tinggalnya
54, 58, 62
38, 50 2, 6, 10,11, 18
22,26,42, 51
14, 69 30, 34, 64
19
3 Civitas Akademika (Guru, Teman, dan Staf)
20, 24, 65
36, 40, 44, 46, 56
4, 52, 66
68 8, 12, 16, 60
28, 47, 32, 48
20
4 Orang lain yang tidak dikenal (masyarakat sekitar sekolah)
27 3, 19, 31,35,39,55, 63
15,23,43, 59
25 7 14
Keterangan:
Item FAV adalah item yang favorable (pernyataan positif) Item UF adalah item yang unfavorable (pernyataan negatif)
Untuk mengukur atau mendapatkan data kepribadian introvert maupun
ekstravert santri, maka digunakan alat ukur yaitu: Eysenck Personal Inventory (EPI)
– A yang dimodifikasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. EPI – A terdiri
dari 57 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang disediakan memiliki dua alternatif
jawaban, yaitu jawaban ‘YA’ dan jawaban ‘TIDAK’. Untuk jawaban yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan akan mendapat skor 1 (satu) dan untuk jawaban
58
yang tidak sesuai dengan kriteria yang ada akan mendapat skor 0 (nol). Subjek
diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban tersebut. Adapun caranya adalah
dengan mencantumkan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan
dirinya. Dalam tes ini ditekankan bahwa reaksi pertama setelah membaca pertanyaan
merupakan jawaban yang seharusnya dituliskan dan bahwa semua jawaban yang
ditulis adalah benar.
Di depan setiap pertanyaan terdapat indikasi sebagai berikut:
- a.e. : affiliative extraversion
- a.l. : affiliative lie
- an : affiliative neoriticism
- n.e. : non-affiliative extraversion
- n.l. : non- affiliative lie
- nn : non affiliative neoriticism
Ketentuan untuk penilaiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Ketentuan Penilaian EPI – A
Jawaban a.e. a.n. a.l.
Ya 1 1 1
Tidak 0 0 0
59
Jawaban n.e. n.n. n.l.
Ya 0 0 0
Tidak 1 1 1
Seluruh jawaban subjek diberi skor sesuai dengan ketentuan di atas, dengan
memperhatikan indikasi yang ada di depan setiap pertanyaan. Untuk menentukan
kecenderungan kepribadian dilakukan dengan menjumlahkan hasil skor pada
pertanyaan yang di depannya ada indikasi a.e. dan n.e.
Kriteria penentuannya adalah:
Extraversion : M = 13-15
> 14 = Extraversion
< 12 = Introversion
3.5 Pengujian Alat Ukur
Alat ukur atau instrumen berupa skala harus melalui tahap uji coba (try out)
pada sejumlah subjek atau sampel tertentu sebelum dipakai dalam penelitian yang
sesungguhnya. Pada setiap penelitian ilmiah harus menggunakan alat ukur yang valid
dan relialabel. Alat ukur dikatakan valid apabila mengukur dengan tepat gejala-gejala
yang akan diukur dan seberapa jauh alat ukur tersebut memberikan sifat ketelitian
sehingga dapat menunjukkan sebenarnya gejala yang diukur. Alat ukur yang
relialabel berarti sejauhmana alat tersebut mampu memberikan keajegan atau
60
konsistensi pengukuran sesuai dengan apa yang telah diukur. Pada bagian ini akan
dibahas mengenai validitas item, korelasi antarfaktor, dan reliabilitas.
a. Uji Validitas
1. Validitas Alat Ukur
Saifudin Azwar (1997: 5) mengemukakan bahwa secara etimologis istilah
validitas berasal dari validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan
suatu alat dalam melakukan fungsi ukurnya. Instrumen pengukur dikategorikan
memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Alat tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikategorikan sebagai tes yang mempunyai validitas rendah.
Analisis alat ukur variabel tipe keperibadian introvert ekstravert dengan
kecenderungan perilaku prososial ini memakai teknik korelasi Rank Spearman karena
merupakan teknik korelasi untuk data ordinal atau berjenjang. Setelah diketahui
berapa item yang valid, maka dilakukan uji reliabilitas. Yang dimaksud uji reliabilitas
adalah kehandalan suatu tes seperti yang dicerminkan dalam kemantapan/keajegan
dari skor-skor dalam melakukan pengukuran yang berulang-ulang terhadap kelompok
yang sama.
b. Uji Reliabilitas
Alat ukur atau skala dituntut juga harus memenuhi persyaratan reliable.
Pengukuran reliabilitas ini didasarkan pada item-item yang telah dinyatakan valid.
Istilah reliabilitas secara etimologis berasal dari kata reliability yang mempunyai akar
61
kata rely dan ability. Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai
pengukuran yang reliabel. Dalam prakteknya istilah reliabilitas disebut dengan
berbagai nama, sperti: keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, dan
konsistensi. Jadi, pada dasarnya konsep reliabilitas mengandung pengertian
sejauhmana suatu pengukuran dapat dipercaya (Saifuddin Azwar, 1997: 4).
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya jika dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subjek yang diukur belum berubah. Hasil yang
relatif sama tetap dimungkinkan suatu toleransi atas perbedaan-perbedaan kecil di
antara hasil beberapa kali pengukuran. Jika ditemukan perbedaan yang besar dari
waktu ke waktu, maka hasil pengukuran dikatakan tidak bisa dipercaya dan tidak
reliabel (Saifudin Azwar, 1997: 4).
Untuk mencari reliabilitas skala dalam penelitian ini, penulis akan memakai
teknik belah dua (split-half reliability technique).
Langkah-langkah yang digunakan dalam menggunakan teknik ini, yaitu:
1. Mengumpulkan item-item yang valid (berdasarkan uji validitas) menjadi satu,
sedangkan item yang tidak valid dibuang.
2. Membagi item-item yang valid tersebut menjadi dua belahan, yaitu item yang
ganjil dan genap. Belahan pertama berisikan item bernomor ganjil, sedangkan
item yang kedua berisikan item bernomor genap.
3. Skor untuk masing-masing item pada belahan dijumlahkan, langkah ini akan
menghasilkan dua skor total, yakni skor total untuk belahan pertama dan skor
total untuk belahan kedua.
62
4. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan yang kedua menggunakan
teknik korelasi Formula Spearman-Brown.
Formula ini hanya dapat dikenakan pada data suatu skala sikap yang berisi
jumlah item dalam jumlah yang seimbang. Pembelahan ini dapat dilakukan dengan
mengelompokan item-item bernomor genap menjadi satu pula. (Azwar, 1995: 181-
182).
Rumus yang digunakan dalam mencari reliabilitas dengan menggunakan
Formula Spearman-Brown adalah sebagai berikut:
r xx’ = 2 (r y1y2) 1+(r y1y2)
Keterangan:
r xx’ = Angka reliabilitas keseluruhan item
r y1y2 = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua
Setelah melakukan uji reliabilitas, maka dihitung harga korelasinya, kemudian
harga korelasi tersebut disesuaikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh
Guilford (Subino, 1987: 155), adalah:
63
Tabel 3.3
Kaidah Reliabilitas
Angka Koesfisien Korelasi Derajat Reliabilitas dan Korelasi < 0,20 Derajat reliabilitas hampir tidak ada,
hubungan lemah sekali 0,21-0,40 Derajat reliabilitas rendah, hubungan
rendah0,40-0,70 Derajat reliabilitas sedang, hubungan yang
cukup berarti. 0,71-0,90 Derajat reliabilitas tinggi, hubungan tinggi 0,91-1,00 Derajat reliabilitas tinggi sekali, hubungan
tinggi sekali
3.6 Hasil Uji Coba Alat Ukur
Dari hasil uji coba alat ukur kuesioner mengenai perilaku prososial dilakukan
pengujian validitas setiap pertanyaan, dengan mencari korelasi antara skor setiap item
dengan skor total melalui korelasi Spearmen dengan hasil perolehan sebagai berikut:
Hasil pengujian pada tabel (lihat lampiran) menunjukkan dari 69 item pertanyaan
untuk varibel perilaku prososial, terdapat 63 item dengan P. Value < 0,05, sehingga
bisa dinyatakan valid dan terdapat 6 item pertanyaan tidak valid dengan P.Value >
0,05.
Selanjutnya berdasarkan hasil jawaban responden untuk item yang memiliki
criteria valid dihitung skor total genap dan skor total ganjil. Melalui bantuan
perangkat lunak SPSS, diperoleh korelasi untuk skor total genap dengan skor total
ganjil, sebagai berikut:
64
GANJIL
Spearman’s rho GANJIL. Correlation Coefficient
Sig. (1-tailed)
N
.752
.000
70
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi pada tabel di atas dihitung reliabilitas
untuk kuesioner yang berkaitan dengan perilaku prososial sebagai berikut:
2(Korelasi Ganjil Genap) 2(0,752) Reliabilitas = = = 0,8585 1+Korelasi Ganjil Genap 1+0,752
Artinya adalah bahwa alat ukur ini tergolong reliabel, dimana didapatkan hasil
reliabilitas sebesar 0.85. Dalam angka koefisien korelasi angka 0,85 tergolong antara
0,71 – 0,91 yang berarti derajat reliabilitas tinggi dan korelasi tinggi. Sehingga alat
ukur Perilaku Prososial dalam penelitian ini mempunyai tingkat keterandalan yang
tinggi.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari alat ukur, diolah dan diskor. Setelah skor mentah
diperoleh dari hasil pengukuran, hasil tersebut kemudian diolah dengan menggunakan
metode statistik. Pada penelitian ini, statistik uji yang digunakan berupa analisis
koefisien kontingensi (Chi kuadrat) untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi
antar variabel.
65
Alasan penggunaan teknik analisis kontingensi adalah :
1. Data penelitian ini berpasangan
2. Data berskala nominal
3. Data statistik berbentuk nonparametrik
Analisa ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan rumus:
B
i
K
j jj
ijij
EEO
hitX1 1
2 )(
Keterangan:
B : jumlah taraf atau tingkatan dari faktor (variabel) pertama
K : jumlah taraf atau tingkatan dari faktor (variabel) kedua
I : urutan taraf dari faktor pertama
J : urutan taraf dari faktor kedua
Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikatagorikan dalam baris
ke-i pada kolom ke-j
Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah H0 untuk dikategorikan
dalam baris ke-i pada kolom ke-j
Rumus mencari :ijE
totalskorkolomskorbaris
Eij
66
Setelah mengetahui apakah H0 ditolak atau diterima, maka perlu diketahui
derajat hubungan kedua variabel, dengan rumus:
nhitXhitXC maks 2
2
Agar harga C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi
antara variabel, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisien kontingensi
maksimum. Harga Cmaks ini dihitung dengan rumus:
1mmC maks
Keterangan:
M = harga minimum antara B dan K (minimum antara banyak B dan K).
Tabel Harga Cmaks untuk berbagai m
Tabel 3.4 Tabel Harga Cmaks
M Cmaks
2 0,707
3 0,816
4 0,866
5 0,894
6 0,913
7 0,926
8 0,935
9 0,943
10 0,949
67
Semakin dekat harga C kepada Cmaks maka makin besar derajat asosiasi antara
variabel. Dengan kata lain, faktor yang satu makin berkaitan dengan faktor yang lain.
Kriteria nilai C adalah sebagai berikut:
C = 0 : Tidak ada korelasi
)1414,0(2,00 CmaksC : Korelasi rendah sekali
)2828,0(4,0)1414,0(2,0 CC maksmaks C : Korelasi rendah
: Korelasi rendah )4242,0(6,0)2828,0(4,0 CC maksmaks C
5656,0(8,0)4242,0(6,0 CC maksmaks C ) : Korelasi sedang
: Korelasi tinggi 707,0)5656,0(8,0 CCmaks
707,0CmaksC : Korelasi sempurna
3.8 Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Melakukan penelaahan kepustakaan dan menetapkan permasalahan yang akan
diteliti.
Menghubungi sekolah yang akan dijadikan tempat pengambilan data untuk
membicarakan masalah perijinan dan melakukan observasi awal, serta mendapat
gambaran tentang sekolah tersebut.
Mempersiapkan surat ijin yang diperlukan untuk melakukan penelitian dari pihak
Fakultas Psikologi UNISBA.
68
Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan
diteliti.
Menetapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.
Menentukan jadwal pengambilan data.
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian kepada guru dan santri
di sekolah.
Mengadakan observasi dan wawancara untuk mendapatkan data kualitatif yang
sesuai dengan lingkup permasalahan, maksud, dan tujuan penelitian.
Menetapkan populasi penelitian yang akan digunakan. Melakukan pengambilan
data dengan cara meminta subjek untuk mengisi alat ukur dan menjelaskan cara
pengerjaannya kemudian mengumpulkannya setelah selesai.
3. Tahap Pengolahan Data
Melakukan penilaian terhadap data yang diperoleh.
Melakukan skoring dan tabulasi data, berdasarkan kelompok data kemudian
melakukan perhitungan statistik menggunakan bantuan softwer SPSS 10.
Menganalisa data yang telah diperoleh dengan menggunakan metode statistik
untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi antara variabel penelitian.
69
4. Tahap Akhir
Menginterpretasikan hasil analisa statistik yang dibahas berdasarkan teori dan
kerangka pikir yang digunakan.
Merumuskan kesimpulan hasil penelitian dengan mengajukan saran-saran yang
ditujukan untuk perbaikan atau kesempurnaan penelitian.
Menuliskannya dalam bentuk laporan ilmiah, sekaligus sebagai
pertanggungjawaban.
Menyusun, memperbaiki, dan menyempurnakan laporan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat “Hubungan Antara Tipe Kepribadian
Introvert Ekstravert dengan Kecenderungan Perilaku Prososial pada siswa kelas tiga
Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung”. Pada bab ini akan dibahas
mengenai hasil-hasil pengolahan dilengkapi dengan pembahasan yang didasarkan pada
hasil perhitungan statistik. Pengujian hipotesis serta penjelasan-penjelasan teoritis.
Perhitungan statistik hasil penelitian tersebut dihitung dengan menggunakan koefisien
korelasi kontingensi.
4.1 Data Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini yang diperoleh adalah sebanyak 70 orang santri
kelas 3 Pesantren Islam 1 tingkat Mu’alimien dengan keterangan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Umum Subjek Penelitian
Laki-laki Perempuan Jumlah
Subjek 28 (40%) 42 (60%) 70
Setelah dilakukan scoring dalam alat ukur Eysenck Personality Inventory (EPI)
maka dapat ditentukan kategori introvert ekstravert sebagai berikut:
Tipe Kepribadian
Introvert Ekstravert Jumlah
Subjek 40 30 70
70
71
Selanjutnya apabila dihubungkan antara tipe prososial dengan jenis kelamin
subjek, maka tergambar sebagai berikut:
Tipe Prososial Jumlah
Tinggi Rendah
Subjek laki-laki 12 (42,85 %) 16 (57, 14 %) 28 (100 %)
Subjek perempuan 23 (54,76 %) 19 (45, 23 %) 42 (100 %)
35 (50 %) 35 (50 %) 70 (100 %)
Maka terjaring sebanyak 40 subjek atau 57,1 % dinyatakan tergolong tipe
kepribadian introvert dan 30 orang atau 42,9 % dinyatakan tergolong tipe kepribadian
ekstravert. Pengkategorisasian di atas didapat dari hasil perhitungan median sebesar 14
(me = 13 – 15), mana yang termasuk tipe introvert adalah subjek yang memiliki nilai
X1 < me, sedangkan untuk X1 > me termasuk dalam tipe ekstravert.
4.2 Hasil dan Pengolahan Data
Hasil Korelasi Antara Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstravert dengan
Kecenderungan Perilaku Prososial Pada Siswa Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1
Bandung.
Tabel 4.2.1
Chi-Square Tes
Value Df Asymp. Sig
(2-Sided)
Person Chi-Square 8,400 1 0,004
Tabel 4.2.2
72
Korelasi Antara Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstravert dengan Kecenderungan
Perilaku Prososial Pada Santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung
Value Appox. Sign
Nominal by nominal contingency
coefficient N of Valid Casses
0,32770 0,004
Tolak ho jika p< , karena p=0,004 < 0,05 maka ho ditolak dan disimpulkan
bahwa terdapat korelasi kontingency antara tipe kepribadian introvert ektravert dengan
perilaku prososial pada siswa kelas tiga Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1
Bandung dan hubungan ini dapat diberlakukan pada seluruh siswa kelas tiga
Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung serta dapat dipercaya sebesar 95%
benar.
Tabel 4.2.3
Frekuensi dan Prosentase tipe kepribadian introvert ekstravert dengan kecenderungan
perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung
Prososial
Rendah Tinggi Jlh
f % f % f %
Ekstravert 9 30.00% 21 70.00% 30 42.86%
Introvert 26 65.00% 14 35.00% 40 57.14%
Jlh 35 50.00% 35 50.00% 70 100.00%
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data bahwa dari 70 orang siswa Mu’alimien di
Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, kebanyakan mempunyai kepribadian introvert
sebanyak 40 orang (57%) sedangkan sisanya 30 orang (42%) memiliki kepribadian
ekstravert.
73
Dari tabel di atas dapat dikatakan banyak siswa yang memiliki kepribadian
introvert cenderung memiliki perilaku prososial yang rendah 26 orang (65%)
dibandingkan dengan siswa introvert yang memiliki perilaku prososial tinggi 14 (35%).
Sedangkan siswa yang memiliki kepribadian ekstravert cenderung memiliki perilaku
prososial yang tinggi dari 30 orang yang memiliki kepribadian ekstravert 21 orang
memiliki perilaku prososial yang tinggi pula (70%)
4.3 Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesa dengan menggunakan statistik uji
koefisien kontengensi (Chi kuadrat), selanjutnya melihat derajat hubungan kedua
variabel, dengan rumus Cmaksimum. Seperti telah dijelaskan pada laporan hasil
pengolahan data didapat t = 0.004 < 0.05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak; artinya
terdapat korelasi kontingensi antara tipe kepribadian introvert ekstrovert dengan
perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam I Bandung,
dan hubungan ini dapat diberlakukan pada seluruh siswa kelas 3 Mu’alimien Pesantren
Persatuan Islam I Bandung serta dapat dipercaya pada 95 % benar. Akan tetapi, untuk
melihat hubungan kontingensi antara tipe kepribadian introvert ekstravert dengan
perilaku prososial adalah lemah sebesar 0.3277 perbandingan antara nilai C dengan
Cmaksimum.
Santri kelas 3 Mu’alimien adalah mereka yang telah mengikuti kegiatan belajar
selama dua tahun di Pesantren. Dengan demikian mereka telah mendapatkan pelajaran
yang berhubungan dengan ilmu akidah, muamalah serta akhlak (kewajiban
melaksanakan ajaran Islam yang terutama berhubungan dengan sesama manusia). Maka
dapat dikatakan secara kognitif mereka telah mendapat bekal pelajaran yang berkaitan
74
dengan kewajiban/tanggung jawab sosial sesama manusia. Untuk sampai pada perilaku
atau tindakan, suatu pengetahuan pada tingkat kognitif harus melalui proses afektif
(menyenangi-tidak menyenangi, menyukai-tidak menyukai) dan akhirnya akan menjadi
kecenderungan perilaku. Sistem ajaran Islam yang berkaitan dengan perilaku prososial
sebenarnya cukup banyak, seperti menolong fakir miskin, mengurus anak yatim,
membantu orang tua, menolong orang yang ditimpa musibah, memberikan sebagian
rizki dan hartanya untuk orang tua-saudara-dan orang-orang yang membutuhkan,
membantu musafir dan lain-lain. Sehingga sebagian pemikir Islam menyatakan tidak
hanya tauhid uluhiyah saja namun tauhid sosial pun penting. Perilaku prososial
tampaknya memasuki ranah tauhid sosial.
Bila dihubungkan dengan teori kepribadian dari Eysenck, dimana ia mengatakan
bahwa kepribadian merupakan suatu keseluruhan jumlah dari pola-pola tingkah laku
aktual atau potensial dari organisme yang ditentukan dari faktor keturunan dan
lingkungan. Hal itu timbul dan berkembang melalui interaksi fungsional serta sektor-
sektor pembentukannya ke dalam tingkah laku terorganisir. Dengan adanya
pengkondisian lingkungan oleh sekolah pesantren di mana ada beberapa pelajaran dan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perilaku prososial (misal: pelajaran adab).
Tentunya semua siswa mendapat perlakuan yang sama. Akan tetapi, tentu saja
Psikodinamikanya akan berbeda; terutama ketika memasuki ranah perasaan (hati) serta
memasuki ranah tindakan (perilaku).
Eysenck sendiri menjelaskan, keperibadian itu tersusun atas tindakan yang
terorganisir dalam bentuk hirarki. Disusun dari yang paling rendah dan paling khusus
ke yang paling tinggi dan umum, yaitu bergerak dari spesifik respon (respon yang
terjadi pada suatu keadaan tertentu), habitual respon (spesifik respon yang dilakukan
75
berulang-ulang dalam kondisi atau situasi yang sama), trait (habitual respon yang saling
berhubungan satu sama lain yang cenderung ada pada individu tersebut) sampai kepada
tipe (menggambarkan saling hubungan trait-trait yang membentuk menjadi sebuah tipe
kepribadian). Maka siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert memulai perilaku
prososialnya bisa saja dimulai dari spesifik respon dan selanjutnya menjadi habitual
respon.
Selanjutnya Eysenck mendefinisikan seseorang dengan tipe kepribadian ekstrovert
adalah sebagai berikut : mengarah keluar diri menuju orang lain atau benda; mencari
variasi dan ingin melakukan sesuatu dengan orang lain sehingga tidak aneh bila mereka
cukup ramah, periang, serta pandai bergaul; suka berada ditengah-tengah orang dan
pada umumnya menampakan dirinya kedalam peristiwa-peristiwa sosial; ingin
mengubah dunia karena lebih menyukai sesuatu yang lebih luas dan mempunyai sikap
yang rileks serta percaya diri; ia juga mudah dipahami dan mudah untuk diakses
(dihubugi oleh orang lain), serta menempatkan berfikir dibelakang bertindak. Sehingga
siswa yang mempunyai kepribadian ekstrovert ketika menghadiri kegiatan yang
dilaksanakan oleh pesantren akan menghayati keterlibatannya dengan orang lain
dibandingkan dengan isi materi yang diajarkan, oleh karena itu jika ada guru yang
membutuhkan pertolongan atau teman yang butuh bantuan maka orang yang memiliki
kepribadian ekstrovert akan cenderung mudah tergugah untuk menolong. Ia akan
bertindak terlebih dahulu daripada berfikir dampak dari tindakannya. Dari 30 orang
siswa yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih banyak memilki perilaku prososial
yang tinggi sebanyak 21 orang (70 %) dibandingkan dengan yang memiliki perilaku
prososial yang rendah hanya 9 (30%).
76
Adapun siswa yang memiliki kepribadian introvert (seperti dijelaskan Eysenck) :
lebih mengarahkan ke dalam menuju konsep dan ide, sehingga merekapun mempunyai
kontrol pemikiran yang tinggi. Mereka tidak spontan, kurang hangat, karena mereka
cenderung berfikir terlebih dahulu mengenai dampak yang akan terjadi baru bertindak,
dengan kata lain mereka tidak mudah tergugah oleh stimulus dari lingkungannya.
Artinya sebelum bertindak mereka akan terlebih dahulu mempelajari situasi yang terjadi
sampai detail. Sikapnya amat waspada (tegang) dan banyak keraguan. Ia cenderung
mengisi waktunya untuk diri sendiri dengan melakukan perenungan terhadap dunia,
melakukan introspeksi dan mencari ketenangan untuk konsentrasi. Sehingga orang yang
introvert cenderung untuk tidak bereaksi secara reaktif dengan lingkungan di sekitarnya,
mereka sangat pandai mengontrol perasaannya, tidak mudah untuk mengungkapkan
perasaanya ke dalam lingkungan. Sebelum bertindak ia akan terlebih dahulu
memikirkan resiko yang akan mereka hadapi bahkan lebih senang untuk menyendiri dan
menjauhi situasi sosial. Oleh karena itu ketika ada seseorang yang memerlukan
pertolongan orang introvert lebih lamban merespon atau lebih lama bereaksi untuk
menolong orang lain, jadi bukan berarti orang introvert tidak dapat menolong orang
yang memerlukan bantuan, hanya saja reaksinya akan lebih lama jika dibandingkan
dengan orang yang ekstravert.
Perilaku prososial adalah perilaku yang membawa konsekuensi positif bagi
orang lain atau orang yang dikenakan pertolongan (Watson : 1984) dan merupakan
perilaku yang membawa akibat positif berupa kesejahteraan baik pisik maupun
psikologis (White :1981), dengan latar belakang dilakukan secara sukarela dan tidak
mementingkan diri sendiri yang muncul dari dalam diri sang penolong (Raven :1983).
Perilaku prososial ini juga memberi manfaat kepada individu yang memberi bantuan
77
berupa memperoleh berbagai perasaan positif yaitu perasaan berharga karena telah
berguna bagi orang lain, perasaan kompeten dan dapat terhindar dari perasaan bersalah
apabila tidak menolong (Staub :1984).
Selanjutnya dapat dianalisis mengapa siswa yang mempunyai kepribadian
ekstrovert lebih banyak yang melakukan perilaku prososial (21 orang = 70 %). Bila
ditinjau dari segi motif perilaku prososial : orang ekstrovert adalah dapat dipercaya dan
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, dengan demikian manakala dihubungkan
dengan motif belief mereka akan mendapatkan : Self Reward (mendapatkan keuntungan
bagi diri sendiri), positif reward (memperoleh ganjaran positif) dan Enchaced esteem
(merasa berharga) seperti dijelaskan Nety Hartatati (1997). Dan dihubungkan dengan
motif empati orang ekstrovert memang lebih mudah melakukan sesuatu dengan orang
lain dan mereka juga dengan mudah untuk diakses. Seperti kita ketahui kondisi empati
sangat membutuhkan pemahaman dan penghayatan mengenai kondisi seseorang yang
mempunyai suatu permasalahan. Dijelaskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
prilaku prososial disebutkan adanya suasana hati yang positif dan kehangatan, seperti
dijelaskan di atas bahwa pribadi yang ekstrovert orangnya mudah dipahami, ramah serta
mempunyai antusiasme yang tinggi. Bila ditinjau dari karakteristik situasional perilaku
prososial : individu yang dalam keadaan tenang atau tidak tergesa-gesa cenderung akan
memberikan pertolongan dibandingkan jika individu tersebut dalam keadaan tergesa-
gesa atau tegang. Maka faktor tekanan waktu ini memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap perilaku prososial. Orang ekstrovert adalah orang yang rileks,
selanjutnya orang ekstrovert juga berani mengambil konsekuensi karena tingkah
lakunya ditentukan oleh reward yang terdapat dalam lingkugannya dan tidak
mempedulikan adanya punishment. Tertarik pada masyarakat disebabkan karena
78
masyarakat merupakan sumber reward dan punishment. Kita sudah megetahui orang
ekstrovert tidak peka pada punishment (ia berani mengambil resiko), maka ia cenderung
optimis.
Ternyata hubungan kontingensi antara kepribadian introvert ekstrovert dengan
sikap prososial adalah lemah sebesar 0.3277 perbandingan antara nilai C dengan
Cmaksimum artinya siswa yang mepunyai kepribadian introvert memang lebih banyak
yang memiliki sikap prososial yang rendah sedangkan siswa yang memiliki kepribadian
ekstrovert lebih banyak memiliki prilaku prososial yang tinggi, akan tetapi hal ini terjadi
hanya karena perbedaan dari reaksi individu untuk merespon lingkungan. Keduanya
sebenarnya mempunyai peluang yang sama untuk memiliki prososial yang tinggi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data empiris
mengenai sejauh mana hubungan antara tipe kepribadian introvert ekstravert
dengan kecenderungan perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien Sekolah
Pesantren Persatuan Islam I Bandung.
Mengacu pada hasil pengolahan data dan pembahasan pada penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Santri kelas 3 Mu’alimien yang memiliki kepribadian ekstravert lebih banyak
yang memiliki perilaku prososial yang tinggi.
Siswa kelas 3 Mu’alimien yang memiliki kepribadian introvert lebih banyak
yang memiliki perilaku prososial yang rendah.
Adanya keeratan hubungan antara tipe kepribadian introvert ekstravert dengan
perilaku prososial pada siswa kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1
Bandung.
Baik santri yang memiliki kepribadian introvert maupun ekstravert
sebenarnya memiliki sikap prososial, yang menurut kerangka berpikir dari
penelitian ini adalah bahwa santri yang memiliki tipe kepribadian ekstravert
memiliki sikap prososial lebih tinggi dari pada santri yang memiliki tipe
kepribadian introvert.
79
80
Akan tetapi, dengan adanya sistem pendidikan dan metode pendidikan di
Sekolah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, ternyata memiliki pengaruh yang
positif dalam membentuk kebiasaan santri dalam hal sikap prososialnya, hanya
saja pembiasaan-pembiasaan tersebut harus lebih ditingkatkan bukan hanya di
lingkungan sekolah saja namun di rumah ataupun di masyarakat luas sekalipun.
5.2 Saran
Dengan mengacu pada kesimpulan penelitian ini maka saran yang dapat
diberikan baik bagi sekolah maupun bagi penelitian terhadap variabel-variabel
yang relevan adalah sebagai berikut:
1. Pelajaran akhlak sebaiknya tidak hanya diberikan dalam teori pembelajaran
saja, tetapi dengan praktek langsung dalam kegiatan.
2. Untuk kegiatan yang bersifat ekstrakulikuler, ada baiknya guru/sekolah juga
mendorong santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam I Bandung
melakukan kegiatan yang mengarah pada perilaku prososial. Karena selama
ini tampaknya ekstrakulikuler berkisar pada beladiri, kesenian, komputer,
organisasi, bahasa dan belum memasuki wilayah yang berkaitan dengan
perilaku prososial seperti: mengunjungi rumah yatim piatu, meolong orang tua
siswa yang mengalami kesulitan/musibah, dan menjenguk guru/ustad yang
sakit atau tertimpa musibah.
3. Untuk kegiatan yang bersifat intrakurikuler ada baiknya guru/sekolah juga
menyusun program bagi siswa kelas satu, dua, dan tiga Mu’alimien Pesantren
Persatuan Islam I Bandung dalam bentuk kegiatan prilaku prososial. Misalnya,
81
dalam bentuk kegiatan imtihan. Imtihah adalah bentuk kegiatan prososial
seperti program pemberdayaan orang-orang miskin, program pelatihan untuk
anak yatim, dan program pemecahan masalah bagi orang-orang yang
mendapat musibah atau mengalami persoalan yang berat dalam hidupnya.
D A F T A R P U S T A K A
Arikunto, Suharsimi, 1995, Manajemen Penelitian, Cetakan ketiga, Jakarta Rineka
Cipta.
Dwi Cahyo Nugroho, 2002, Perbedaan Derajat Kecemasan Antara Tipe Kepribadian Introvert dengan Extravert Siswa Calon Penerbang Militer pada Saat akan melakukan Praktek Terbang Solo Perdana, Skripsi UNISBA, Bandung,
Eysenck, H.J. and Wilson Glenn, 1975, Know Your Own Personality, First Edition,
England, Penguin Books Ltd., Hormodsworth, Middlase.
, 1953,The Structure of Human Personality, Second Esition, New
York, John Wiley&son Inc.
, 1972, Psychologi is About People, First Edition, London, Allen Lane
The Penguin Press.
, 1972, Fact and Fiction, England, Penguin Books Ltd.,
Hormodsworth, Middlase.
Myers, D.G., 1988, Social Phsycology (2nded), New York, McGraw-Hill Companies,
Inc.
Netty Hartati, 1997, Perilaku Dan Motif Prososial Anak Berbakat Inteletual Umum di Kelas Reguler. Thesis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Pulungan, W, 1993, Kecenderungan Tingkah Laku Prososial REmaja Dihubungkan Dengan Golongan Pekerjaan Ayah Dan Pola Asuh Dalam Keluarga.Disertasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Schroeder, D.A, 1995, The psychology Of Helping And Altruism: Problem and
Puzzles, NewYork, McGraw-Hill.
Sears, D.O. Fredman, L.J. and Peplau, 1991, Social Psycology 2 (5thed), Alih Bahasa
Michael Adriyanto, Jakarta, Erlangga,.
Staub,E., 1978, Positive Social Behaviour And Morality Social And Personal
Influences. New York, Volume 1, Academic Press.
Sugiyono, 2006, Statistik Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung – Indonesia.
Sutrisno Hadi, 1989, Metodologi Research. Yogyakarta, Andi Ofset.
Spielberger, Charles D, 1966, Anxiety and Behavior, Third Edition, New York –
London, Academic Press.
FORMAT PERTANYAAN PENELITIAN
Skala Kecenderungan Perilaku Prososial
No Urut :
Nama :
Usia :
Kelas :
Jenis kelamin :
Penelitian berupa Skala Psikologi ini dilakukan sehubungan dengan skripsi
saya (Lia Dinnia Hakim) di Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung.
PETUNJUK PENGISIAN
Tugas saudara/i hanya memberi tanda Silang (X) pada salah satu dari empat
pilihan jawaban yang disediakan di sebelah kanan pernyataan, yang sesuai dengan
pendapat atau keyakinan saudara/i. Tidak ada jawaban yang salah. Jadi isilah dengan
kemauan saudara/i. sebagai contoh:
Pilihan Jawaban
Pernyataan : SS S TS STS
1. Saya keberatan Bila orang lain minta tolong X
2. Saya menghibur teman yang sedang bersedih X
Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Pastikan Semua Pernyataan Telah diisi Sebelum Diserahkan
Terimakasih Atas Kerjasama Saudara/i
SELAMAT BEKERJA
SKALA KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL
SS = Sangat Setuju S = Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
No DAFTAR PERTANYAAN SS S TS STS1. Saya akan mendengar keluhan orang tua, bila mereka
dalam kesulitan 2. Saya akan menolong bila teman saya terancam. 3. Saya bersedia mendengar keluhan orang lain di dekat saya. 4. Saya mau membantu bila guru meminta bantuan 5. Saya akan mengingatkan orang tua yang berbuat salah,
walaupun ia akan marah kepada saya. 6. Saya menghibur teman yang sedang bersedih. 7. Saya keberatan bila orang lain minta tolong. 8. Sekalipun sedang beraktivitas, saya akan bersedia
memberikan pertolongan bila guru memintanya. 9. Saya selalu berusaha untuk membahagiakan orang tua 10. Saya membawa oleh-oleh kepada teman bila telah
berpergian.11. Saya akan memberikan pertolongan bila teman saya
memintanya. 12. Saya selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik pada guru 13. Saya meragukan orang tua akan memenuhi permintaan
saya.14. Saya akan selalu respek terhadap teman yang mengalami
masalah 15. Saya akan membiarkan orang lain melakukan kesalahan,
sebab itu bukan urusan saya. 16. Saya menyukai tanggung jawab yang diberikan oleh guru
di sekolah kepada saya. 17. Saya tidak percaya orang tua akan melindungi saya. 18. Saya akan meminjamkan sesuatu kepada teman walaupun
saya masih membutuhkannya 19. Saya selalu berusaha untuk dapat memahami penderitaan
orang lain 20. Saya tidak merasa canggung untuk bekerja sama dengan
guru21. Saya tetap membantu orang tua seperti biasa, walaupun
banyak kegiatan 22. Saya enggan memberikan kado ulang tahun kepada teman
saya.23. Bila sedang sibuk, saya akan menolak menolong orang lain
yang meminta pertolongan kepada saya. 24. Saya menghargai guru yang rajin 25. Saya tidak akan membenci orang tua, walaupun mereka
mengecewakan saya
No. DAFTAR PERNYATAAN SS S TS STS26. Saya menolak meminjamkan buku kepada teman, bila
masih membutuhkannya. 27. Saya percaya orang lain akan menolong saya bila tersesat
dalam perjalanan. 28. Saya akan menjauhkan diri dari perintah guru-guru. 29. Saya membiarkan orang tua berlarut-larut dengan masalah
yang menimpa mereka. 30. Saya membiarkan teman sekelas yang membuat keributan,
karena saya merasa tidak terganggu. 31. Saya akan membantu orang lain bila mereka mengalami
kesukaran di dalam perjalanan 32. Saya akan membiarkan guru yang mengalami kesulitan 33. Saya membantu orang tua yang sedang lelah 34. Saya akan menjauhkan diri dari teman yang sering megeluh 35. saya akan menolong orang lain yang mengalami kesukaran,
walaupun saya akan terlambat tiba di sekolah. 36. Saya rasa guru keberatan memberikan tambahan pelajaran
apabila saya memerlukannya. 37. Saya masa bodoh dengan segala aktifitas orang tua saya. 38. Saya percaya teman sekelas saya tidak mau bekerja sama
dengan saya. 39. Saya akan menolong orang lain yang dalam kesukaran,
walaupun dalam keadaan lelah. 40. Saya kesal kepada guru yang seenaknya menyuruh saya
untuk melakukan sesuatu. 41. Saya memberikan hadiah ulang tahun kepada orang tua
saya.42. Saya kesal kepada teman yang selalu minta bantuan kepada
saya.43. Saya menunda-nunda menolong orang lain yang sedang
mengalami kesulitan. 44. Saya bosan mendengar nasehat guru yang berulang-ulang. 45. Saya mengulur-ngulur waktu membantu orang tua yang
sedang kesusahan. 46. Saya suka kesal jika pegawai sekolah yang menegur saya. 47. Saya suka tidak ambil perduli dengan apa yang terjadi
disekitar sekolah saya, karena bukan urusan saya. 48. Saya membiarkan saja guru yang berbuat salah, karena
tidak merugikan saya. 49. Saya akan memberikan tabungan bila orang tua
membutuhkannya 50. Saya merasa teman sekelas saya cenderung menyusahkan
saya.51. Saya menolak membantu orang lain yang sangat
membutuhkan pertolongan, apabila keselamatan saya terancam.
52. Saya senang mengikuti kegiatan sosial yang diadakan pihak sekolah
No. DAFTAR PERNYATAAN SS S TS STS53. Saya enggan menuruti masukan dari orang tua. 54. Saya selalu berusaha untuk menyenangi kehadiran teman
sekelas55. Saya bersedia menolong orang lain, sekalipun keselamatan
saya terancam. 56. Saya selalu menjauh apabila guru mendekati saya. 57. Saya akan menghindar dari orang tua saya bila sedang
terlibat keributan , agar tidak terkena dampaknya. 58. Saya merasa sedih bila melihat penderitaan teman. 59. Bila saya masih kekurangan saya menolak memberikan
pinjaman kepada orang lain 60. Saya merasa lega bila telah menyelesaikan tugas dari guru61. Saya senang apabila orang tua saya memberikan suatu
tanggung jawab kepada saya. 62. Saya percaya bahwa teman sekelas senang bila saya
membantu kesulitannya. 63. Saya akan mengantarkan orang lain ke alamat yang
ditujunya bila ia kelihatan kebingungan. 64. Saya membiarkan saja teman yang berbuat salah, karena
tidak merugikan saya. 65. Saya senang kalau diminta bantuan oleh guru yang saya
sukai.66. Saya akan berusaha meminjam kepada orang lain jika ada
teman yang membutuhkan sesuatu. 67. Saya suka sedih jika melihat orang tua saya kelelahan. 68. Saya suka menolak memberikan pertolongan kepada guru
apabila sedang sibuk. 69. Saya suka menjauh dari teman yang sedang kesulitan
karena takut terkena dampaknya.
SKOR EYSEENCK’S PERSONALITY INVENTORY A
Tipe Kepribadian* NoResponden
Skor a.E + n.E (M) Ekstravet Intravet
1. 20 Ekstravet2. 12 Intravet 3. 9 Intravet 4. 14 Ekstravet5. 11 Intravet 6. 15 Ekstravet7. 14 Ekstravet8. 10 Intravet 9. 15 Ekstravet10. 1111. 10 Intravet 12. 11 Intravet 13. 9 Intravet 14. 17 Ekstravet15. 11 Intravet 16. 917. 17 Ekstravet18. 9 Intravet 19. 14 Ekstravet20. 9 Intravet 21. 14 Ekstravet22. 14 Ekstravet23. 12 Intravet 24. 15 Ekstravet25. 15 Ekstravet26. 10 Intravet 27. 12 Intravet 28. 12 Intravet 29. 14 Ekstravet30. 931. 16 Ekstravet32. 12 Intravet 33. 12 Intravet 34. 14 Ekstravet35. 18 Ekstravet36. 11 Intravet 37. 12 Intravet 38. 12 Intravet 39. 15 Ekstravet40. 14 Ekstravet41. 5 Intravet
42. 11 Intravet 43. 12 Intravet 44. 11 Intravet 45. 15 Ekstravet46. 1547. 17 Ekstravet48. 12 Intravet 49. 1150. 17 Ekstravet
* M = 13-15 > 14 = Ekstravet < 12 = Intravet
NO
RES
PON
DEN
12
34
56
78
910
1112
1314
1516
1718
1920
2122
2324
2526
2728
2930
3132
3334
351
43
33
34
33
32
43
23
32
12
23
32
24
42
33
42
44
43
32
44
34
33
33
33
44
13
33
42
43
24
34
41
43
42
33
11
43
34
43
33
43
42
43
33
22
43
32
43
24
42
43
33
33
33
34
44
34
33
34
44
34
44
43
42
34
44
34
42
33
43
33
43
35
34
32
34
33
43
34
32
43
42
43
33
32
33
24
44
34
33
36
44
34
33
23
44
33
33
33
42
33
22
24
31
34
34
33
42
37
34
43
44
33
43
43
43
44
43
44
44
23
42
33
44
33
34
48
34
43
34
33
43
34
33
43
43
33
32
34
43
33
43
43
43
39
43
44
44
43
43
44
33
33
32
33
23
34
22
43
32
43
30
310
43
33
44
13
33
33
24
33
33
33
33
23
32
32
21
31
31
311
44
44
33
43
43
44
43
33
42
33
32
33
33
33
33
33
43
312
44
34
34
43
43
34
33
44
33
33
33
33
32
22
24
33
43
313
43
33
13
33
43
33
33
23
42
33
32
33
42
34
43
33
43
214
44
34
33
33
43
33
23
23
40
33
31
34
32
33
43
33
43
215
34
33
44
43
03
44
33
13
43
33
42
34
43
33
43
44
33
316
33
33
23
33
33
32
22
23
23
33
22
32
32
33
32
32
32
217
44
44
33
44
43
44
13
23
43
44
42
34
33
44
44
33
43
318
33
33
23
33
33
33
13
23
33
42
33
34
22
33
32
33
42
219
43
33
32
43
42
33
33
22
42
33
44
33
32
33
42
43
33
320
44
44
44
44
43
33
33
13
43
33
33
34
32
33
44
34
33
321
43
34
33
33
43
33
34
33
42
33
33
24
33
33
42
43
42
322
34
44
34
33
43
44
23
24
42
43
32
24
42
44
42
43
34
223
43
44
43
44
34
33
13
21
42
33
41
44
31
44
31
33
44
324
33
23
33
33
43
33
33
23
42
22
33
34
32
24
43
33
33
225
44
43
34
33
43
33
33
33
43
33
24
23
23
43
32
43
43
426
34
34
34
33
42
34
43
23
43
43
43
34
41
44
42
32
41
427
44
40
00
02
03
03
23
11
42
33
24
34
42
43
44
34
43
228
44
34
43
44
43
34
33
23
42
44
42
34
42
34
43
44
43
329
44
44
33
33
43
44
33
23
43
33
32
34
43
34
43
33
43
330
44
44
34
23
44
44
23
34
42
33
42
23
42
34
43
34
43
231
13
44
44
43
42
33
33
12
42
33
42
43
41
43
43
34
33
332
44
44
34
43
43
44
33
13
42
33
33
34
43
34
43
33
33
333
33
33
44
23
33
33
13
23
32
33
32
33
42
33
33
33
33
334
34
33
34
43
43
44
24
34
32
44
33
24
44
44
44
44
44
435
44
44
43
42
43
44
33
13
42
43
42
34
43
33
44
44
43
336
34
33
32
22
42
33
23
23
23
33
44
24
33
33
43
33
43
337
43
33
33
22
43
33
33
23
42
33
32
23
32
33
43
33
32
238
43
33
43
33
43
33
23
23
33
32
23
33
33
33
33
33
23
339
43
32
34
44
43
23
12
13
43
33
43
23
43
34
43
33
34
440
33
33
23
33
43
33
33
13
43
33
32
34
32
33
33
33
23
341
44
44
33
34
43
44
43
33
44
31
23
21
13
33
43
34
43
442
33
33
43
33
43
34
33
13
43
33
33
34
13
33
33
33
33
343
44
44
44
34
42
33
22
24
23
32
34
24
42
24
43
44
41
444
43
44
34
33
33
43
23
22
32
32
23
23
32
32
22
33
33
345
44
44
44
14
33
44
13
14
44
34
44
34
43
43
33
43
43
346
44
33
43
43
43
43
34
23
43
33
32
34
43
34
43
33
43
347
44
33
44
33
43
33
24
12
44
41
34
33
32
22
42
33
42
348
44
43
34
33
43
34
34
23
43
33
32
34
32
33
43
33
43
349
44
44
33
43
43
33
33
23
43
32
43
33
43
33
12
33
44
350
43
33
43
23
43
33
33
33
42
23
43
34
42
33
43
33
43
2
TAB
EL P
RO
SOSI
AL
ITEM
NO
RES
PON
DEN
3637
3839
4041
4243
4445
4647
4849
5051
5253
5455
5657
5859
6061
6263
6465
6667
6869
13
44
31
42
42
43
34
33
14
44
13
33
24
14
44
42
44
120
72
13
33
24
33
43
43
34
23
33
23
32
44
41
44
44
44
41
207
34
44
22
33
32
32
33
42
23
43
33
23
24
33
32
32
33
220
64
34
43
21
34
34
34
44
34
43
33
44
32
31
33
44
23
32
227
53
33
33
23
34
43
34
33
33
42
24
43
34
13
34
22
23
221
26
34
43
22
23
34
33
33
42
43
32
33
31
43
33
33
34
32
162
74
44
32
14
32
44
33
44
43
44
34
43
34
14
32
33
43
122
68
33
33
34
33
34
34
34
33
33
33
44
33
42
43
42
34
41
225
93
33
33
22
33
33
33
33
32
33
43
24
34
23
33
43
33
220
410
13
12
13
12
13
11
21
12
43
34
22
41
41
34
24
34
24
171
113
43
33
33
33
33
33
33
33
43
23
33
33
23
33
33
33
222
012
33
33
22
34
33
43
44
43
33
33
42
32
44
43
43
34
31
222
133
43
32
34
33
33
44
33
32
33
33
33
24
23
33
23
43
220
714
34
33
32
33
43
33
34
32
43
32
32
43
32
34
33
34
31
178
153
43
33
33
33
30
33
43
33
33
33
34
33
23
33
33
33
221
216
23
33
33
33
23
33
33
32
33
33
32
32
32
33
23
33
32
128
174
44
41
33
34
32
32
43
34
34
32
34
34
24
33
44
43
222
918
23
33
33
22
33
32
23
33
33
42
22
42
41
33
23
34
32
192
193
44
33
13
33
33
32
33
32
43
33
43
24
23
33
33
43
120
620
34
44
22
33
33
23
43
33
24
33
13
42
42
34
34
34
34
221
213
43
33
33
33
43
33
33
33
33
33
23
23
24
33
43
43
220
522
23
33
12
33
33
23
32
32
32
32
32
43
41
43
34
44
21
212
234
44
14
14
44
44
44
44
33
44
24
14
14
31
24
43
44
121
824
24
32
33
32
24
22
33
32
23
32
33
33
41
33
33
24
32
196
253
33
33
43
32
23
23
43
44
33
43
34
34
23
33
33
33
121
526
32
33
12
12
13
11
14
23
23
33
22
31
23
42
14
43
31
196
274
33
13
33
41
33
44
42
24
43
33
24
24
33
34
33
43
419
528
34
43
43
33
44
33
34
32
33
32
42
44
42
43
24
24
32
228
293
43
33
33
33
33
33
43
33
43
33
44
34
43
33
43
34
122
630
23
43
33
33
33
22
24
32
24
32
43
31
41
33
24
14
42
177
312
43
31
43
43
41
24
41
24
41
23
20
14
34
43
33
32
423
232
34
33
33
33
33
34
13
33
34
33
33
33
41
43
43
31
32
217
332
33
33
32
32
23
33
33
33
23
33
23
23
23
33
33
33
223
434
43
44
33
23
33
34
33
33
44
43
34
43
42
44
44
44
41
239
353
44
33
34
32
33
44
33
43
33
33
34
34
14
44
33
33
122
736
31
33
11
34
24
14
33
32
22
42
22
33
41
33
34
34
23
195
372
43
22
33
32
33
33
43
23
43
22
23
23
23
33
33
42
319
438
33
33
32
33
32
33
33
33
33
32
32
33
41
32
33
24
33
197
392
34
23
33
43
33
23
33
23
34
22
23
24
23
34
33
34
120
640
33
33
33
33
34
33
33
34
33
33
32
32
33
33
33
34
32
204
412
43
32
12
33
44
34
44
34
33
32
44
34
13
44
44
44
122
642
34
33
12
23
33
33
33
23
34
33
33
33
43
33
34
33
32
206
432
42
21
23
33
31
22
23
34
23
44
43
33
14
44
33
34
125
944
33
32
22
23
23
32
23
33
22
33
32
32
33
33
23
33
32
221
453
43
23
33
33
24
33
43
13
44
44
44
42
13
44
44
44
222
946
34
33
34
33
23
33
44
33
33
33
33
43
32
33
43
34
41
228
474
43
31
13
43
41
12
41
41
32
43
44
34
34
43
33
43
120
248
24
23
34
33
33
32
34
33
34
33
42
43
42
44
33
34
32
229
492
34
34
24
32
32
22
44
33
33
32
23
23
23
33
33
43
121
450
34
33
34
33
31
22
34
21
33
32
32
32
32
23
32
34
32
200
TOTA
L
TAB
EL P
RO
SOSI
AL
ITEM