Upload
others
View
27
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH
DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2015-2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran
Oleh :
RIDHA MUTIARA INDRA
150100146
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Hubungan
Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015-2018”. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari orangtua dan berbagai pihak, mulai dari penyusunan
proposal hingga terbentuknya hasil skripsi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp S(K), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Imelda Rey, M.Ked (PD), Sp.PD-KGEH, selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan dukungan, saran serta meluangkan waktu, ide, dan
pikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
– baiknya.
3. dr. Tri Widyawati, MSi, PhD, selaku ketua dosen penguji dan dr. Yetty
Machrina, M.Kes selaku anggota dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran yang sangat berarti dan membangun dalam penulisan
skripsi ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda dr. Indra Janis, MKT dan Ibunda dr.
Ani Ariati, M.Kes yang senantiasa memberikan dukungan dan doa serta
menjadi penyemangat dan motivasi penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Kakak dan Abang penulis, dr. Rizky Permata Indra, drg. Khairi Lufti
Sinaga, MKKK, dr. Ridho Kurnia Indra, dan dr. Chairunnisa Fitri
Universitas Sumatera Utara
iii
Marpaung yang telah memberikan dukungan, doa serta saran-saran yang
bermanfaat.
6. Sahabat-sahabat penulis, Lulu Anandita Putri, Rondang Dwi Febriana
Sihotang, Nabila, Audhy Alivia Rambe, Annisa Marchia Marshal yang
senantiasa menemani penulis dan menjadi tempat saling bertukar pikiran
dan saran baik selama masa perkuliahan maupun pelaksanaan penelitian.
7. Keluarga Besar Tim Bantuan Medis FK USU, terutama teman-teman dari
TBM Angkatan 15 dan adik-adik TBM Angkatan 16 dan 17 yang
senantiasa memberikan dukungan dan semangat bagi penulis.
8. Rekan – rekan sejawat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2015-2018 yang telah bersedia menjadi
responden penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang merupakan hasil penelitian ini masih
memiliki banyak kekurangan dari berbagai sisi, baik dari segi struktur dan isi.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bermanfaat untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khusunya dan pembaca pada
umumnya.
Medan, Januari 2019
Penulis
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRAK
Latar Belakang. Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami
oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus
pada praktek umum dan 60% pada praktek dokter spesialis gastroenterologi merupakan kasus
dispepsia. Salah satu faktor yang berhubungan dengan dispepsia adalah status gizi. Indeks Massa
Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Tujuan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan dispepsia
fungsional. Metode. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi dari
penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan
2015-2018 dengan pengambilan sampel menggunakan metode quota sampling. Pengambilan data
menggunakan kuesioner dispepsia fungsional berdasarkan kriteria Rome IV dan pengukuran
berat badan dan tinggi badan untuk mengukur IMT. Data akan dianalisa menggunakan Chi-
Square. Hasil. Dari 95 orang responden diperoleh hasil yang menderita dispepsia fungsional
sebanyak 39 orang (41,1%) dengan frekuensi responden terbanyak berada pada kategori IMT
Normal sebanyak 21 orang (53,8%). Analisis hubungan indeks massa tubuh dengan dispepsia
fungsional dengan uji Chi-square diperoleh bahwa p value= 0.196 (p>0,05). Kesimpulan. Tidak
terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan dispepsia fungsional pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018.
Kata kunci:Dispepsia fungsional, Faktor risiko, Indeks Massa Tubuh, Status Gizi
Universitas Sumatera Utara
v
ABSTRACT
Background. Dyspepsia is a common complaint that can be experienced by someone within a
specified time. Based on research of the general population, it is obtained that 15-30% of adults
have experienced this for a few days. Funtional dyspepsia is defined as a syndrome which include
one or more of these symptoms: bothersome postprandial fullness, early satiety, or epigastric pain
or burning for the last 3 months with symptom onset at least 6 months before diagnosis. One of the
factors associated with dyspepsia is nutritional status. Body mass index (BMI) is a tool or a simple
way to monitor the nutritional status of adults, particularly related to underweight and
overweight. Aim. The aim of this study is to prove the relationship of Body Mass Index (BMI) and
functional dyspepsia. Method. This research is an analilytic study with cross sectional method.
The population in this study are students students of th Faculty of Medicine, Universitas Sumatera
Utara. which sampled by quota sampling method. The data was collected using questionnaire
based on Rome IV criteria for functional dyspepsia, and measurement of weight and height to
determine BMI. It was analysed by Chi-square test. Result. Out of 95 respondents, 39 people
(41,1%) had functional dyspepsia symptomps which are mostly found in the normoweight group
(53,8%). The relationship of Body Mass Index (BMI) and functional dyspepsia were analysed by
Chi-square test. The result showed p-value=0,196 (p>0.05). Conclusion. There is no correlation
between Body Mass Index (BMI) and functional dyspepsia in students of the Faculty of Medicine,
Universitas Sumatera Utara.
Keywords: Functional dyspepsia, Risk factor, Body Mass Index, Nutritional status
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
ABSTRAK....................................................................................................... iv
ABSTRACT..................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................
1.3.1 Tujuan Umum......................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................
4
4
4
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................
1.4.1 Bagi Masyarakat.........................................
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya................................
1.4.3 Bagi Peneliti..................................
5
5
5
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 6
2.1 Dispepsia.....................................................
2.1.1 Definisi Dispepsia...............................................
2.1.2 Klasifikasi Dispepsia...........................................
2.1.3 Etiologi Dispepsia...............................................
2.1.4 Faktor Risiko Dispepsia......................................
2.1.5 Patofisiologi Dispepsia........................................
2.1.6 Pendekatan Diagnostik Dispepsia Fungsional.....
2.1.7 Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional...............
6
6
6
7
7
9
13
16
Universitas Sumatera Utara
vii
2.2 Indeks Massa Tubuh......................................................... 17
2.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia
Fungsional..............................................
20
2.4 Kerangka Teori.................................................................. 21
2.5 Kerangka Konsep.............................................................. 22
2.6 Hipotesis............................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 23
3.1 Jenis dan Desain Penelitian............................................... 23
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian............................................ 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.........................................
3.3.1 Populasi Penelitian..............................................
3.3.2 Sampel Penelitian................................................
23
23
23
3.4 Metode Pengumpulan Data............................................... 26
3.5 Definisi Operasional.......................................................... 28
3.6 Metode Analisis Data............................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 41
5.1 Kesimpulan....................................................................... 41
5.2 Saran................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tatalaksana Dispepsia Fungsional............................................. 16
Gambar 2.2 Kerangka Teori........................................................................... 21
Gambar 2.3 Kerangka Konsep....................................................................... 22
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Etiologi Dispepsia........................................................................ 7
Tabel 2.2 Alarm sign.................................................................................... 13
Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Roma IV untuk Dispepsia Fungsional......... 14
Tabel 2.4
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut KEMENKES
RI 2013.........................................................................................
18
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner........................... 26
Tabel 3.2 Definisi Operasional..................................................................... 28
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Dispesia Fungsional dan Jenis Dispepsia.... 31
Tabel 4.2 Distribusi Dispesia Fungsional berdasarkan Jenis Kelamin dan
Usia...............................................................................................
32
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh Kebiasaan Makan dan Minum dan Riwayat Konsumsi
Obat..............................................................................................
34
Tabel 4.4 Hubungan Kebiasaan Makan dan Minum dengan Dispepsia
Fungsional....................................................................................
35
Tabel 4.5 Hubungan Riwayat Minum Obat dengan Dispepsia Fungsional.. 37
Tabel 4.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional... 38
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi IMT Responden Penderita Dispepsia
Berdasarkan Kebiasaan Makan dan Minum................................
38
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR SINGKATAN
BMI : Body Mass Index
EPS : Epigastric Pain Syndrome
GERD : Gastroesopagheal Reflux Disease
IBS : Irritable Bowel Syndrome
IMT : Indeks Massa Tubuh
KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
LPS : Lower Esophageal Sphincter
NHANES : National Health and Nutritional Examination Surveys
NSAID : Non Steroid AntiInflammatory Drugs
PDS : Postprandial Distress Syndrome
SPSS : Statistical Product and Service Solution
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Data Riwayat Hidup
LAMPIRAN B Surat Persetujuan Komisi Etik
LAMPIRAN C Lembar Penjelasan
LAMPIRAN D Lembar Persetejuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
LAMPIRAN E Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN F Data Kuesioner Responden
LAMPIRAN G Hasil Output Data
LAMPIRAN H Surat Pernyataan Orisinalitas
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat
dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan
bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari.
Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktIk umum dan 60% pada praktik
dokter spesialis gastroenterologi merupakan kasus dispepsia (Djojoningrat, 2009).
Menurut kriteria Roma III, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai
sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut
penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang
berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala
sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (Abdullah dan Gunawan, 2012).
Prevalensi dari disepsia fungsional di populasi umum dengan menggunakan
kriteria Roma III, adalah sebesar 5,3%-20,4%. Di Swedia sebesar 15,7% (Aro et
al., 2009), di Itali 11% (Zagari et al., 2010), dan di Korea sebesar 20,4% (Kim et
al., 2014). Di Jepang, Okumura et al., (2010) melaporkan 21% pasien dengan
gejala abdominal yang mengunjungi rumah sakit universitas menderita dispepsia
fungsional (Oshima dan Miwa, 2015).
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2007, dispepsia menempati
peringkat ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah
sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien 34.029 atau sekitar 1,59%. Dispepsia
fungsional di Indonesia pada tahun 2010 dilaporkan memiliki tingkat prevalensi
tinggi yaitu 5% dari seluruh kunjungan ke sarana pelayanan primer (Putri et al.,
2014).
Universitas Sumatera Utara
2
Pasien dengan dispepsia mempunyai penurunan kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan seperti gejala nyeri abdominal dan gangguan
pencernaan, gangguan emosional, masalah dengan makanan dan minuman, dan
gangguan vitalitas (Halling et al., 2008). Beberapa mekanisme yang dapat
menyebabkan dispepsia seperti sekresi asam lambung, infeksi Helicobacter
pylori, dismotilitas gastrointestinal, gangguan psikologis, dan faktor diet atau pola
makan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol terutama makanan yang
berlemak (Djojoningrat, 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Putri
et al. (2014) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan
2014 mengenai frekuensi kejadian sindroma dispepsia didapati sebesar 55,8%
yang mengalami sindroma dispepsia fungsional. Hasil ini mendukung teori
adanya hubungan pola makan dengan dispepsia, bahwa sampel penelitian yang
merupakan seorang pelajar memiliki aktivitas yang banyak dan tidak jarang
mengabaikan waktu makan serta cendrung mengikuti trend yang ada di
lingkungan mereka seperti faktor konsumsi makan atau minuman yang
sebenarnya belum tentu baik untuk kesehatan mereka.
Menurut penelitian Maria (2014), dari 278 sampel penelitian yang
merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
diperoleh 175 responden (62.9%) yang mengalami dispepsia. Mahasiswa di
fakultas ini mempunyai jadwal akademik yang cukup padat yaitu berupa jadwal
kuliah, praktikum, tutorial, pleno pakar yang berlangsung setiap hari dari Senin
sampai Jum’at dan juga kegiatan diluar akademik seperti kepanitiaan dan kegiatan
organisasi.
Faktor lain yang berhubungan dengan dispesia meliputi kebiasaan
merokok, konsumsi kopi, konsumsi alkohol, dan status gizi (Setyono et al., 2006).
Menurut Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan RI dalam Pedoman Praktis
Memantau Status Gizi Orang Dewasa (2011), Indeks Massa Tubuh (IMT)
Universitas Sumatera Utara
3
merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai hubungan IMT dengan
penderita dispepsia fungsional. Pada kasus dispepsia fungsional, gejala cepat
kenyang dan akomodasi fundus yang terganggu pada beberapa subjek dapat
menyebabkan kekurangan nutrisi yang berakibat berat badan kurang, subjek yang
tidak mengalami gangguan tersebut akan memperlihatkan berat badan normal
ataupun overweight (Le pluart et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian (Carvalho et al., 2010) 12 dari 30 (40%)
pasien dengan dispepsia tipe dismotilitas termasuk dalam kategori obesitas, dan di
kelompok dispepsia tipe non-spesifik tidak ada individu yang memiliki berat
badan kurang. Pasien obesitas mengalami tekanan intra-abdominal yang tinggi,
waktu transit di esofagus yang lebih lambat dan berkurangnya pembersihan asam
dari esofagus yang dipicu oleh hiatus hernia dibandingkan dengan orang yang
mempunyai indeks massa tubuh normal ( Filipović et al., 2011). Hasil penelitian
di Indonesia tentang hubungan jenis sindrom dispepsia dengan status gizi pasien
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan
sindrom dispepsia fungsional tipe dismotilitas 68,6% dengan status gizi kurus,
sedangkan yang non-spesifik hanya 40% dengan status gizi kurus (Haekal, 2016).
Melalui penelusuran penelitian-penelitian sebelumnya belum ada hasil
yang secara jelas menunjukkan adanya hubungan IMT dengan dispepsia
fungsional. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk
mengetahui apakah ada hubungan IMT dengan dispepsia fungsional pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015-
2018.
Universitas Sumatera Utara
4
1.2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan indeks massa tubuh dengan dispepsia fungsional
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2015-2018?
1.3. TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan dispepsia fungsional
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2015-2018.
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui prevalensi dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015-2018.
2. Mengetahui gambaran indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018.
3. Mengetahui gambaran kebiasaan makan dan minum pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018.
4. Mengetahui hubungan kebiasaan makan dan minum dengan dispepsia
fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara angkatan 2015-2018.
5. Mengetahui gambaran riwayat konsumsi obat pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018.
6. Mengetahui hubungan riwayat konsumsi obat dengan dispepsia
fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara angkatan 2015-2018.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. BAGI MASYARAKAT
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai gejala
dispepsia dan faktor-faktor penyebabnya, sehingga dapat melakukan
pencegahan dengan menghindari faktor tersebut serta meningkatkan
kualitas hidup.
1.4.2. BAGI PENELITI SELANJUTNYA
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan data terbaru
mengenai prevalensi dispepsia fungsional.
1.4.3. BAGI PENELITI
1. Merupakan kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah
diperoleh selama di bangku perkuliahan dalam bentuk melakukan
penelitian secara mandiri.
2. Sebagai sarana memperdalam ilmu tentang sindroma dispepsia terutama
jenis dispepsia fungsional.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dispepsia
2.1.1 Definisi Dispepsia
Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari rasa tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas
(epigastrium) dan disertai rasa mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut
penuh, sendawa (Djojoningrat, 2009).
2.1.2 Klasifikasi Dispepsia
Secara garis besar, penyebab sindroma dispepsia ini dapat dibagi menjadi
2 kelompok, yakni:
1. Kelompok penyakit organik atau dispepsia organik (seperti tukak peptik,
gastritis, batu kandung empedu, dan lain-lain).
2. Kelompok gangguan fungsional atau dispepsia fungsional dimana sarana
penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi,
laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologik struktural
ataupun biokimiawi (Djojoningrat, 2009).
Sedangkan untuk Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni:
1. Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan perasaan “begah”
setelah makan dan perasaan cepat kenyang.
2. Epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan
dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress
syndrome (Abdullah dan Gunawan, 2012).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.3 Etiologi Dispepsia
Sindroma atau keluhan dispepsia dapat disebabkan atau didasari berbagai
penyakit. Baik itu penyakit yang berlokasi di lambung, diluar lambung, maupun
merupakan manifestasi sekunder dari suatu penyakit sistemik.
Etiologi dari dispepsia dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Etiologi Dispepsia (Djojoningrat,2009)
Esofagogastroduodenal Tukak peptik, gastritis, tumor dsb
Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, teofilin, digitalis, antibiotik dan sebagainya
Hepatobilier Hepatitis, Kolesistitis, Kolelitiasis, Keganasan, Disfungsi sfinkter Oddi dan
sebagainya
Pankreas Pankreatitis, keganasan
Penyakit sistemik Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, penyakit jantung koroner,
dsb.
Gangguan Fungsional Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome
2.1.4 Faktor Risiko Dispepsia
Faktor risiko dispepsia antara lain :
1. Kebiasaan Makan dan Minum
Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam
lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam lambung
dengan jadwal yang teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung
meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi
sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali
waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak
teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung
lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding
mukosa pada lambungsehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak
peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa
Universitas Sumatera Utara
8
naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar. Jenis-jenis
makanan tertentu juga berperan dalam timbulnya sindrom dispepsia. Terlalu
sering mengkonsumsi makanan yang berminyak dan berlemak membuat tup
antara lambung dengan kerongkongan (lower esophageal sphincter). Minum kopi,
teh, atau minuman lain yang mengandung kafein juga dapat mengendurkan LES.
Teh mengandung tanin yang mudah teroksidasi menjadi asam tanat. Asam tanat
memiliki efek negatif pada mukosa lambung sehingga menyebabkan masalah
pada lambung misalnya tukak lambung. Minum teh dalam kondisi perut kosong
dapat menimbulkan tekanan berlebih pada lambung (Susanti et al., 2011).
2. Kebiasaan Merokok
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan
cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung
meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin (Susanti et al.,
2011).
3. Konsumsi obat-obatan
Penggunaan obat-obatan anti nyeri tanpa resep dokter khususnya Non
Steroid AntiInflamatory Drugs (NSAID) misalnya aspirin, ibuprofen, naproxen
dan lain-lain dan mengonsumsi jamu pegal-pegal atau anti nyeri harus dibatasi
karena obat tersebut merupakan salah satu golongan obat kimia heterogen yang
dapat menghambat aktivitas siklooksigen, penurunan sintesis prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat yang bertugas melindungi dinding lambung
sehingga dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung mengakibatkan
gangguan pada saluran pencernaan, peradangan mukosa lambung sebagai risiko
terhadap kejadian dispepsia (Irawan, 2015).
Universitas Sumatera Utara
9
4. Stress
Pada penelitian Rahmaika (2014) terdapat korelasi bermakna antara stres
dengan dispepsia (p=0,009). Adanya stres dapat mempengaruhi fungsi
gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat salah satunya
dispepsia. Hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan dan adanya
penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stres sentral.
2.1.5 Patofisiologi Dispepsia
Mekanisme patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial
berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah; hipotesis asam lambung dan
inflamasi, hipotesis gangguan motorik, hipotesis hipersensitifitas viseral, serta
hipotesis tentang adanya gangguan psikologik atau psikiatrik (Djojoningrat,2009).
1. Sekresi Asam Lambung
Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam
lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata
normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat,2009).
2. Infeksi Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. Pylori pada dispepsia
fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan
infeksi H. Pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk
melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif
yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009). Infeksi dari
bakteri patogen ini menyebabkan inflamasi kronis pada mukosa lambung dan
duodenum yang berakibat pada gangguan motilitas dan sensitivitas
gastrointestinal (Suzuki et al., 2013)
Universitas Sumatera Utara
10
3. Dismotilitas Gastrointestinal
Beragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi
perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus),
tetapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses
yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung saja tidak dapat
mutlak menjadi penyebab tunggal adanya gangguan motilitas
(Djojoningrat,2009).
4. Ambang Rangsang Persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi,
reseptor mekanik, dan nociceptors Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai
mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami.
Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada
semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan
dispepsia fungsional. Mekanisme hipersensitivitas ini dibuktikan melalui uji klinis
pada tahun 2012. Dalam penelitian tersebut, sejumlah asam dimasukkan ke dalam
lambung pasien dispepsia fungsional dan orang sehat. Didapatkan hasil tingkat
keparahan gejala dispeptik lebih tinggi pada individu dispepsia fungsional. Hal ini
membuktikan peranan penting hipersensitivitas dalam patofisiologi dispepsia
(Djojoningrat,2009). Penelitian Farré et al. (2013) menunjukkan terjadi
peningkatan sensitivitas lambung untuk berdistensi pada pasien dispepsia
fungsional setelah makan. Hal ini disebabkan oleh interaksi antara reseptor
mekanik yang sensitif terhadap tekanan dan akomodasi lambung pada makanan.
5. Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga
diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu
menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan
rasa cepat kenyang (Djojoningrat, 2009). Rata-rata pada 1/3 pasien dispepsia
Universitas Sumatera Utara
11
fungsional, kerja sistem saraf parasimpatis yang seharusnya meningkat pada
malam hari diinhibisi dan terjadi peningkatan kerja sistem saraf simpatis. Pola
kerja sistem saraf ini dapat menyebabkan berkurangnya motilitas dan sekresi asam
lambung serta gangguan saluran cerna bawah yang memicu gejala-gejala seperti
peristaltik yang menurun, rasa tidak nyaman dan kembung pada abdomen bagian
atas, anoreksia, dan konstipasi (Tominaga et al., 2016)
6. Gangguan Relaksasi Fundus
Dilaporkan bahwa 40% kasus dispepsia fungsional mengalami penurunan
kapasitas relaksasi fundus dan bermanifest dengan keluhan cepat kenyang
(Djojoningrat, 2009).
7. Aktivitas mioelektrik lambung
Penelitian menggunakan manometer dan elektrogastrografi menunjukkan
bahwa hipomotilitas antral, perubahan aktivitas elektrik dan pengosongan
lambung yang tertunda merupakan mekanisme penting pada dispepsia fungsional.
Kayar et al. (2016) menemukan rasio kejadian disritmia yang signifikan lebih
tinggi pada pasien dispepsia fungsional dibandingkan dengan grup kontrol.
8. Hormonal
Peranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia
fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang
menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan,
progesteron, estradiol, dan prolaktin memengaruhi kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit gastrointestinal (Djojoningrat, 2009)
9. Faktor Dietik
Kasus dispepsia fungsional biasanya ada perubahan pola makan, seperti
makan hanya mampu porsi kecil dan tidak toleran terhadap porsi besar. Adanya
intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia
Universitas Sumatera Utara
12
fungsional dibandingkan kasus kontrol terutama makanan berlemak (Djojoningrat,
2009).
10. Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus
berupa stres. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan
faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak
didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional
ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil
yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia
fungsional (Djojoningrat,2009). Stress kronis merupakan faktor risiko utama dari
penyakit gastrointestinal melaui disregulasi brain-gut axis via hypothalamic-
pituitary axis yang berakibat meningkatnya permeabilitas intestinal, gangguan
motilitas, dan hipersensitifitas viseral dengan degranulasi sel mast dan aktivasi
reaksi inflamasi (Talley et al.,2015).
11. Faktor genetik
Potensi kontribusi faktor genetik juga mulai dipertimbangkan, seiring
dengan terdapatnya bukti-bukti penelitian yang menemukan adanya interaksi
antara polimorfisme gen-gen terkait respons imun dengan infeksi Helicobacter
pylori pada pasien dengan dispepsia fungsional. Status carrier homozigot GNB3
825C berhubungan dengan gejala-gejala pada abdomen bagian atas yang tidak
dapat dijelaskan pada dispepsia fungsional dan dihubungkan dengan dispepsia
fungsional tipe EPS di penelitian Oshima et al. (2010) pada populasi di Jepang
(Talley et al., 2015).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.6 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DISPEPSIA FUNGSIONAL
Berdasarkan anamnesis mengenai keluhan utama, dispepsia fungsional
dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (Djojonigrat,2009) :
1) Dispepsia tipe seperti ulkus (ulcer-like), yang lebih dominan adalah nyeri
epigastrik.
2) Dispepsia tipe seperti dismotilitas (dismotility-like) yang lebih dominan adalah
keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.
3) Dispepsia tipe non-spesifik, tidak ada keluhan yang dominan.
Menurut Bytzer (2004) tidak semua pasien dispepsia dilakukan
pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien yang dapat ditatalaksana dengan baik
tanpa pengobatan dan didiagnosis secara klinis kecuali bila ada alarm sign seperti
terlihat pada Tabel 2.2
Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara
dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan
menjadi indikasi mutlak bila terdapat alarm sign (Abdullah dan Gunawan, 2012)
Tabel 2.2 Alarm Sign (Djojoningrat,2009)
Umur ≥ 45 tahun (onset baru)
Perdarahan dari rektal atau melena
Penurunan berat badan >10%
Anoreksia
Muntah yang persisten
Anemia atau perdarahan
Massa di abdomen
Pembesaran kelenjar limfe
Disfagia yang progresif atau odinofagia
Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
Riwayat ulkus peptikum
Kuning (Jaundice)
Pada kriteria diagnostik Roma IV yang dapat dilihat pada tabel 2.3,
dispepsia fungsional dibagi atas postprandial distress syndrome (PDS) dan
epigastric pain syndrome (EPS). Menurut penelitian patofisiologi mengenai efek
Universitas Sumatera Utara
14
konsumsi makanan dengan gejala dispepsia, selain rasa kembung setelah makan
dan cepat kenyang, gejala nyeri dan rasa terbakar pada ulu hati/epigastrium juga
bisa meningkat setelah makan. Hal ini menunjukkan bahwa gejala dari PDS dan
EPS dapat terjadi secara bersamaan. Gejala seperti kembung, sendawa, dan rasa
mual dapat terjadi pada PDS dan EPS, tetapi tidak dengan muntah. Selain itu,
tingkat keparahan gejala yang dirasakan paling tidak bisa sampai menganggu
aktivitas sehari-hari pasien (Schmulson dan Drossman, 2017).
Tabel 2.3 Kriteria diagnostik Roma IV untuk Dispepsia Fungsional (Suzuki, 2017)
Kriteria diagnostik terpenuhi* bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa kembung setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang yang mengganggu
c. Nyeri ulu hati yang mengganggu
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium yang mengganggu
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala
(termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas)
Harus memenuhi kriteria Postprandial distress syndrome dan/atau Epigastric pain syndrome
*Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis
a. . Postprandial distress syndrome
Salah satu atau kedua gejala di bawah ini paling sedikit 3 kali seminggu:
1. Rasa kembung setelah makan yang mengganggu (cukup parah sampai berpengaruh terhadap
aktivitas sehari-hari)
2. Perasaan cepat kenyang yang mengganggu ( cukup parah sampai tidak mampu menghabiskan
porsi makan biasa )
Tidak ditemukan bukti adanya penyakit organik, sistemik, dan merabolik yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas)
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan
awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
-Adanya rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium setelah makan, rasa kembung pada ulu
hati/epigastrium, sendawa yang berlebihan, dan rasa mual.
- Adanya muntah kemungkinan mengindikasikan penyakit lain
- Heartburn bukan gejala dari dispepsia tetapi sering terjadi bersamaan
- Gejala yang hilang dengan buang air besar atau buang angin tidak termasuk gejala dari dispepsia
Gejala-gejala individual dari gastroesopagheal reflux disease (GERD) dan irritable bowel
Universitas Sumatera Utara
15
syndrome (IBS) dapat terjadi bersamaan dengan Postprandial distress syndrome.
b. Epigastric pain syndrome
Salah satu atau kedua gejala di bawah ini paling sedikit 1 kali dalam seminggu:
1. Nyeri ulu hati yang mengganggu*
2. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium yang mengganggu*
*cukup parah sampai berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari
Tidak ditemukan bukti adanya penyakit organik, sistemik, dan metabolik yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas)
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria Penunjang
1. Nyeri dapat timbul dan berkurang dengan makanan, atau mungkin timbul saat puasa
2. Adanya rasa kembung pada ulu hati/epigastrium,sendawa, dan rasa mual
3. Adanya muntah secara terus-menerus kemungkinan mengarah ke penyakit lain
4. Heartburn bukan gejala dari dispepsia tetapi sering terjadi bersamaan
5. Nyeri tidak memenuhi kriteria kolik bilier
6. Gejala yang hilang dengan BAB atau buang angin tidak termasuk gejala dari dispepsia
Gejala-gejala individual dari gastroesopagheal reflux disease (GERD) dan irritable bowel
syndrome (IBS) dapat terjadi bersamaan dengan Epigastric pain syndrome.
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.7 PENATALAKSANAAN DISPEPSIA FUNGSIONAL
American College of Gastroenterology Guidelines for the Management of
Dyspepsia mengemukakan pentingnya mendeteksi alarm sign pada pasien dengan
keluhan dispepsia. Tindakan esofagogastroduodenoskopi untuk keperluan
diagnostik sangat dianjurkan pada pasien dengan alarm sign (Abdullah dan
Gunawan, 2012).
Gambar 2.1 Tatalaksana dispepsia fungsional
Jika tidak ditemukan alarm sign, terdapat 2 tindakan yang dapat
dilakukan:
(1) Test-and-treat
Untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi Helicobacter pylori dengan uji
noninvasif yang tervalidasi disertai pemberian obat penekan asam bila eradikasi
berhasil, tetapi gejala masih tetap ada. Sebuah studi di Denmark (2011) telah
berhasil menerapkan test-and-treat secara massal dengan cara melakukan urea
Universitas Sumatera Utara
17
breath test (UBT) di rumah-rumah.Namun, dalam upaya eradikasi H. Pylori, perlu
diwaspadai adanya resistensi tehadap pengobatan antibiotik yang diberikan; dalam
studi di Spanyol (2012), ditemukan peningkatan resistensi terhadap levofloksasin
yang hampir menyamai tingkat resistensi terhadap klaritromisin.
(2) Pengobatan empiris menggunakan proton-pump inhibitor (PPI) untuk 4-
8 minggu
American College of Physicians menyatakan bahwa pengobatan empiris
menggunakan obat antisekresi ini merupakan tulang punggung utama pengobatan
dispepsia dan masih dipraktikkan secara luas hingga saat ini.
Apabila kemungkinan penyebab organik telah disingkirkan, untuk makin
mengoptimalkan pengelolaan pasien dispepsia fungsional, perlu diketahui
subklasifikasi dispepsia fungsional tersebut yaitu:
a.) ulcer-like dyspepsia: pengobatan antasida antagonis reseptor H2 dan PPI
sangat dianjurkan.
b.) dysmotility-like dyspepsia: pengobatan dengan agen prokinetik merupakan
pilihan yang lebih baik.
2.2 Indeks Massa Tubuh
Menurut Hill (2005) Indeks Massa Tubuh dihitung sebagai berat badan
dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter dikuadratkan (kg/m²).
IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh. IMT dapat
digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas.
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan
resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
18
resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang
lebih panjang.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Tabel 2.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut KEMENKES RI 2013
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2)
Kurus IMT < 18,5
Normal IMT ≥18,5 - <24.9
Berat badan lebih IMT ≥25,0 - <27
Obesitas IMT ≥27,0
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT):
1.Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew
Kungwal, Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara usiayang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek
penelitian pada kelompok usia 40-49 dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi
mengalami obesitas dibandingkan kelompok usia kurang dari 40 tahun. Keadaan
ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme, berkurangnya aktivitas
fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering (Pradana et al., 2014).
2.Jenis kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada
laki-laki. Namun, angka kejadian obesitas lebih tinggi pada perempuan
Universitas Sumatera Utara
19
dibandingkan dengan laki-laki. Data dari National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) periode 1999-2000 menunjukkan tingkat
obesitas pada laki-laki sebesar 27,3% dan pada perempuan sebesar 30,1% di
Amerika (Pradana et al., 2014).
3.Genetik
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT
dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan Kelebihan berat badan
tingkat ringan. Kelebihan berat badan tingkat berat. 25,1 –27,0>27,0 Gemuk erat
dengan generasi pertama keluarga (Pradana et al., 2014).
4. Pola Makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat
makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan
yang dimakan oleh seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi.
Makanan cepat saji berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh
sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan
lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain itu peningkatan porsi
dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan obesitas. Orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat
badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan
jumlah kalori yang sama (Pradana et al., 2014).
5.Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh
membutuhkan aktifitas fisik sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang
lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan atau
pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik
sekitar 60 menit dalam sehari (Pradana et al., 2014).
Universitas Sumatera Utara
20
2.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa berat badan kurang
(underweight) dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan
berat badan lebih (overweight) akan meningkatkan risiko terhadap penyakit
degeneratif. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi seseorang yang bisa diukur
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat menjadi faktor risiko terjadinya infeksi
dan penyakit lainnya seperti dispepsia fungsional.
Dalam hasil penelitian (Carvalho et al., 2010) 12 dari 30 (40%) pasien
dengan dispepsia fungsional tipe dismotilitas termasuk dalam kategori obesitas,
Pasien obesitas mengalami tekanan intra-abdominal yang tinggi, waktu transit di
esofagus yang lebih lambat dan berkurangnya pembersihan asam dari esofagus
yang dipicu oleh hiatus hernia dibandingkan dengan orang yang mempunyai
indeks massa tubuh normal ( Filipović et al., 2011). Untuk gejala penyakit
gastroistestinal pasien underweight lebih sering mengalami disfagia (p=0,013),
pasien overweight lebih sering mengalami gejala postprandial distress syndrome
(p=0,009)¸ sedangkan pasien obesitas lebih sering mengalami regurgitasi
(p<0,001) (Bouchucha et.al, 2014). Hasil penelitian di Indonesia tentang
hubungan jenis sindrom dispepsia dengan status gizi pasien di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan sindrom
dispepsia fungsional tipe dismotilitas 68,6% dengan status gizi kurus, sedangkan
yang non-spesifik hanya 40% dengan status gizi kurus (Haekal, 2016).
Universitas Sumatera Utara
21
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Infeksi
Helicobacter pylori
Dispepsia
Fungsional
Diagnosa:
Kriteria diagnostik Rome IV untuk
dispepsia fungsional
Tatalaksana:
-Test and Treat (Infeksi H. pylori)
- PPI
- antagonis reseptor H2
- agen prokinetik
Indeks
Massa Tubuh
T
Jenis
Kelamin
Pola
Makan
Aktivitas
Fisik
Usia Genetik
Sekresi Asam
Lambung
Dismotilitas
Gastrointestinal
Ambang Rangsang
Persepsi
Disfungsi
Autonom
Gangguan Relaksasi
Fundus
Genetik
Kebiasaan Makan
dan Minum
Riwayat
Konsumsi Obat
Kebiasaan
Merokok
Stress
Patofisiologi Faktor Risiko
Universitas Sumatera Utara
22
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
1. H0 : Tidak ada hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan dispepsia
fungsional
2. H1: Ada hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan dispepsia fungsional
Indeks Massa Tubuh
Dispepsia Fungsional
Universitas Sumatera Utara
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional dan akan
dianalisa secara analitik, yaitu untuk mencari hubungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara pada bulan September sampai Desember tahun 2018.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 yang berjumlah 957 orang.
3.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel penelitian ini adalah sebagian dari mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Kriteria Inklusi
a. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan
2015-2018
b. Bersedia mengikuti penelitian dengan menyetujui informed consent dan
kooperatif
Universitas Sumatera Utara
24
2. Kriteria Eksklusi
Pasi dispepsia yang memiliki alarm sign (Perdarahan dari rektal atau melena,
penurunan berat badan >10%, anoreksia, muntah yang persisten, anemia atau
perdarahan, massa di abdomen, pembesaran kelenjar limfe, disfagia yang
progresif atau odinofagia, riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian
atas, riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya, kuning
(Jaundice), dan riwayat ulkus peptikum).
Besar sampel minimal dihitung dengan rumus besar sampel menggunakan
uji hipotesis untuk penelitian analitik komparatif kategorik tidak berpasangan :
(𝑍𝛼 + Zβ ) ²
n =
(P1-P2)²
Keterangan :
Zα : Standar deviasi pada kesalahan tipe I (1,96)
Zβ : Standar deviasi pada kesalahan tipe II (0,84)
P= (P1+P2)/2
P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya diambil dari pustaka (0,558) (Putri et
al., 2014)
P1-P2 : Perbedaan klinis yang diinginkan (0,2)
Q= 1-P
Q1=1- P1
Q2=1-P2
Universitas Sumatera Utara
25
Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel minimal yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah :
(𝑍𝛼 + Zβ ) ²
n =
(P1-P2)²
(1,96 + 0,84 ) ²
n =
(0,2)²
= 83
Dari hasil penghitungan perkiraan besar sampel di atas maka maka besar
sampel minimal yang diperlukan adalah 83 orang. Pada penelitian ini peneliti
mengambil sampel sebanyak 100 orang.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non-
probability sampling dan cara yang dipakai adalah Quota sampling yaitu teknik
untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan. Sampel yang diambil masing-masing 25 orang
dari angkatan 2015, 2016, 2017, 2018 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
26
3.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer.
Data primer adalah data yang langsung diterima dari setiap sampel penelitian.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner oleh responden
dan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) responden.
a. Pengisian kuesioner yang diisi oleh responden penelitian, terdiri dari:
- Kuesioner Kebiasaan Makan dan Minum
- Kuesioner Riwayat Konsumsi Obat
- Kuesioner berdasarkan kriteria Rome IV untuk dispepsia fungsional
Uji Validitas dan Realibilitas
Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan program Statistical Product
and Service Solution (SPSS), dalam penelitian ini pengujian validitas dilakukan
terhadap 10 responden yang sama karakteristiknya dengan populasi pada
penelitian ini dan dipilih secara acak diluar populasi penelitian, Terdapat 7 butir
pertanyaan kuesioner dispepsia fungsional yang dinyatakan valid dengan nilai r
hitung lebih besar dari r tabel= 0,632 (taraf significant 5%). Uji reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS, yaitu alpha cronbach. Kuesioner
ini dinyatakan reliabel karena nilai alpha cronbach yang didapat sebesar 0,786 (r
hitung > r tabel)
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Rehabilitas Kuesioner
Variabel Nomor
Pertanyaan
Total
Pearson
correlation
Status Alpha Status
Dispepsia
Fungsional
1 0,737 Valid 0,786 Reliabel
2 0,737 Valid Reliabel
3 0,737 Valid Reliabel
4 0,657 Valid Reliabel
5 0,770 Valid Reliabel
6 0,849 Valid Reliabel
7 0,849 Valid Reliabel
Universitas Sumatera Utara
27
b. Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan cara mengukur berat
badan dan tinggi badan responden penelitian.
Cara mengukur berat badan dengan microtoise:
Langkah pertama untuk mengukur tinggi badan responden adalah
mempersiapkan instrumen penelitian terlebih dahulu dengan cara menempelkan
microtoise pada dinding yang lurus datar setinggi 2 meter, angka nol pada lantai
yang datar dan rata sebagai acuan. Sebelum dilakukan pengukuran, responden
diminta untuk melepas alas kaki (sepatu, sandal, dsb), dan penutup kepala (topi
atau peci). Selanjutnya responden diposisikan berdiri tegak lurus membelakangi
dinding dengan tangan dibiarkan menempel ke badan serta tumit dirapatkan.
Kepala bagian belakang, punggung, pinggul dan tumit harus menempel pada
dinding dan pandangan lurus kedepan. Langkah terakhir adalah menurunkan
microtoise sampai menyentuh kepala bagian atas, kemudian membaca angka skala
yang nampak pada lubang dalam gulungan microtoise dan mencatat hasilnya.
Cara mengukur berat badan dengan timbangan:
Pertama, meletakkan alat timbangan berat badan di tempat yang datar.
Sebelum dilakukan pengukuran, responden diminta untuk melepas alas kaki,
aksesoris (jam, gelang, dsb.) dan pakaian luar seperti jaket untuk mengurangi
bias/error. Setelah itu, responden diminta untuk naik ke atas timbangan dengan
posisi badan berdiri tegak dan pandangan lurus kedepan. Selanjutnya, mencatat
hasil pengukuran yang tertera di timbangan.
Universitas Sumatera Utara
28
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat dan
Cara Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Independen
Indeks Massa
Tubuh
(IMT)
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
merupakan alat
atau cara yang
sederhana untuk
memantau status
gizi orang
dewasa,
khususnya yang
berkaitan dengan
kekurangan dan
kelebihan berat
badan.
Berat badan
diukur dengan
timbangan
GEA EB-
9360.
Tinggi badan
diukur dengan
Microtoise
SH-2A GEA.
Klasifikasi Indeks Massa
Tubuh (IMT)
menurut KEMENKES
RI,2013:
IMT < 18,5= Kurus
IMT ≥18,5 -
<24.9=Normal
IMT ≥25,0 - <27= Berat
badan lebih
IMT ≥27,0=Obesitas
Ordinal
Kebiasaan
Makan dan
Minum
1. Pola Makan
2. Kebiasaan
minum minuman
iritatif
(Kopi,Teh,Soda)
3. Kebiasaan
makan makanan
iritatif (Pedas,
Asam)
Pengisisan
kuesioner
1.Pola makan
(Annisa,2009)
Apabila responden
menjawab:
(a) Skornya 4
(b) Skornya 3
(c) Skornya 2
(d) Skornya 1
-Skor 22-28: Baik
-Skor 15-21: Sedang
-Skor 7-14: Buruk
Penilaian:
Teratur: Baik
Tidak Teratur:
Sedang/Buruk
2.. Responden dinyatakan
memiliki kebiasaan
mengonsumsi minuman
iritatif apabila
terdapatnya jawaban (ya)
pada 1 atau lebih pada
pertanyaan kebiasaan
konsumsi minuman
iritatif (Kopi, Teh, Soda).
Nominal
Universitas Sumatera Utara
29
3. Responden dinyatakan
memiliki kebiasaan
mengonsumsi makanan
iritatif apabila
terdapatnya jawaban (ya)
pada 1 atau lebih pada
pertanyaan kebiasaan
konsumsi makanan iritatif
(Pedas, Asam).
Riwayat
Konsumsi
Obat
Antiinflamasi
non steroid,
antasida,
teofilin,digitalis,
antibiotik dan
sebagainya.
Pengisian
kuesioner
Ya/Tidak Nominal
Variabel Dependen
Dispepsia
Fungsional
Dispepsia
menggambarkan
keluhan atau
kumpulan gejala
(sindrom) yang
terdiri dari rasa
tidak nyaman
yang terutama
dirasakan di
daerah perut
bagian atas
(epigastrium) dan
disertai rasa
mual, muntah,
kembung, cepat
kenyang, rasa
perut penuh,
sendawa.
(Djojoningrat,
2009).
Pengisian
kuesioner
dispepsia
fungsional
berdasarkan
kriteria Rome
IV oleh
responden.
Penilaian dispepsia
fungsional (+) apabila
terdapatnya jawaban (ya)
pada 1 atau lebih pada
pertanyaan Postprandial
distress syndrome dan
Epigastric Pain syndrome
ataupun 2 atau lebih dari
seluruh pertanyaan dan (-)
apabila terdapatnya
jawaban (tidak) pada
seluruh pertanyaan.
Nominal
Universitas Sumatera Utara
30
3.6. Metode Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS
(Stastitical Product and Service Solution). Data penelitian dianalisis secara
univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan pada tiap
variabel dari hasil penelitian dan analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan dispepsia fungsional,
hubungan kebiasaan makan dan minum dengan dispepsia fungsional, dan
bubungan riwayat minum obat dengan dispepsia fungsional. Uji statistik yang
digunakan adalah uji chi square, sesuai kegunaanya adalah untuk menguji
variabel kategorik dengan variabel kategorik.
a) Apabila p ≤ 0,05 = Ho ditolak, berarti ada hubungan antara Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan dispepsia fungsional.
b) Apabila p > 0,05= Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan dispepsia fungsional.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan, yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No.5 Medan, Indonesia.
Fakultas Kedokteran USU dibuka pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh Yayasan
Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan,
Kecamatan Medan Baru. Lokasi pengambilan sampel dengan cara pembagian
kuesioner dilakukan di kelas kuliah dan pengukuran BB dan TB dilakukan di
pendopo Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara stambuk 2015, 2016, 2017, 2018 yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan eklusi sebanyak 95 orang. Berdasarkan data responden, karakteristik
yang diperoleh meliputi dispepsia fungsional, jenis dispepsia fungsional, jenis
kelamin, usia, indeks massa tubuh, kebiasaan makan dan minum, dan riwayat
konsumsi obat.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Dispesia Fungsional dan Jenis Dispepsia
Karakteristik
Responden
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Dispepsia
Fungsional
Dispepsia 39 41,1
Non-Dispepsia 56 58,9
Jenis Dispepsia
Postprandial distress
Syndrome 25 64,1
Epigastric Pain
Syndrome 8 20,5
Mixed dyspepsia
(PDS+EPS) 6 15,4
Universitas Sumatera Utara
32
Berdasarkan tabel 4.1, diperoleh hasil responden yang menderita dispepsia
fungsional sebanyak 39 orang (41,1%) dan yang tidak menderita dispepsia
sebanyak 56 orang (58,9%). Jenis dispepsia terbanyak didapati pada PDS
(postprandial distress syndrome) sebanyak 25 orang (64,1%), pada jenis EPS
(epigastric pain syndrome) sebanyak 8 orang (20,5%) dan sebanyak 6 orang
(15,4%) mengalami mixed dyspepsia. Pada penelitian yang dilakukan di FK USU
oleh Maria (2014) juga mendapatkan hasil yang sama, berdasarkan hasil
terbanyak diperoleh sebesar 31,7% menderita dispepsia jenis postprandial distress
syndrome.
Tabel 4.2 Distribusi Dispesia Fungsional berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Karakteristik
Responden
Dispepsia
Total Dispepsia Non-Dispepsia
n % n %
Jenis Kelamin
Perempuan 26 66,7 38 67,9 64
Laki-laki 13 33,3 18 32,1 31
Usia
17-18 13 33,3 18 32,1 31
19-20 19 48,7 28 50 47
21-22 7 18 10 17,9 17
Total 39 100 56 100 95
Berdasarkan tabel 4.2, diperoleh hasil responden terbanyak yang
menderita dispepsia fungsional adalah perempuan sebanyak 26 orang (66,7%),
sedangkan penderita dispepsia fungsional berjenis kelamin laki-laki sebanyak 13
orang (33,3%). Pada penelitian Li et al. (2014) pada Mahasiswa di Provinsi
Zheijang juga menunjukkan prevalensi dispepsia yang lebih tinggi pada
perempuan. Secara umum, gangguan fungsional gastrointestinal memiliki
prevalensi yang lebih tinggi pada perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena adanya perbedaan persepsi antara perempuan dan laki-laki dalam
mengevaluasi gejala-gejala dispepsia fungsional. Perempuan cenderung akan
Universitas Sumatera Utara
33
mencari pengobatan untuk gejala dispepsia yang dialaminya (Napthali et al.,
2016).
Didapati jumlah responden terbanyak pada rentang usia 19-20 tahun, yaitu
sebanyak 19 orang (48,7%) menderita dispepsia fungsional. Jumlah responden
paling sedikit pada rentang usia 20-21 tahun dengan penderita dispepsia
fungsional sebanyak 7 orang (18%). Dispepsia fungsional paling sering
terdiagnosa pada usia yang lebih muda, diantara 18-45 tahun. Frekuensi kejadian
dispepsia fungsional akan menurun seiring bertambahnya usia dan timbulnya
gejala dispepsia pada usia > 45 tahun biasanya karena penyebab organik
(Piotrowicz et al., 2013). Perbedaan frekuensi usia pada beberapa penelitian dapat
terjadi karena adanya perbedaan jumlah dan rentang usia dari responden
penelitian.
Dari hasil distribusi karakteristik indeks massa tubuh diperoleh responden
paling banyak berada pada kategori normal yang berjumlah 56 orang (58,9%) dan
paling sedikit pada kategori kurus yg berjumlah 8 orang (8,4%). Jumlah
responden yang memiliki pola makan teratur berjumlah 31 orang (32,6%) dan 64
orang (67,4%) mempunyai pola makan yang tidak teratur.
Diperoleh responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman
iritatif sebanyak 34 orang (35,8%) dan yang mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan iritatif sebanyak 57 orang (60%). Sebanyak 16 orang
(16,8%) memiliki riwayat minum obat selama 6 bulan terakhir. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Kebiasaan
Makan dan Minum dan Riwayat Konsumsi Obat
*selama 6 bulan terakhir
Karakteristik
Responden
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Indeks Massa Tubuh
Kurus 8 8,4
Normal 56 58,9
Berat Badan Lebih 13 13,7
Obesitas 18 18,9
Pola Makan
Teratur 31 32,6
Tidak Teratur 64 67,4
Kebiasaan Konsumsi
Minuman Iritaif
(Teh/Kopi/Soda)
Ya 34 35,8
Tidak 61 64,2
Kebiasaan Konsumsi
Makanan Iritatif
(Pedas/Asam)
Ya 57 60
Tidak 38 40
Riwayat Konsumsi
Obat*
Ya** 16 16,8
Tidak 79 83,2
Total 95 100
Universitas Sumatera Utara
35
Tabel 4.4 Hubungan Kebiasaan Makan dan Minum dengan Dispepsia Fungsional
Kebiasaan Makan
dan Minum
Dispepsia Total P Value
Dispepsia Non-Dispepsia
n % n %
Pola Makan
Teratur 21 53,8 44 78,6 65 0,011
Tidak Teratur 18 46,2 12 21,4 30
Kebiasaan Konsumsi
Minuman Iritatif
Ya 19 48,7 15 26,8 34 0,028
Tidak 20 51,3 41 73,2 61
Kebiasaan Konsumsi
Makanan Iritatif
Ya
Tidak
27
12
69,2
30,8
30
26
53,6
46,4
57
38
0,125
Total 39 100 56 100 95
Chi-square
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh p value= 0,011 (p<0,05) untuk pola
makan, p value=0,028 (p<0,05) untuk kebiasaan konsumsi minuman iritatif dan p
value=0,125 (p>0,05) untuk kebiasaan konsumsi makanan iritatif. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dan kebiasaan
konsumsi minuman iritatif dengan dispepsia fungsional, sedangkan untuk
kebiasaan konsumsi makanan iritatif dengan dispepsia fungsional tidak ditemukan
adanya hubungan.
Universitas Sumatera Utara
36
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada
mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyaraka USU pada tahun 2015 oleh Nasution et
al., diperoleh bahwa mahasiswa yang memiliki pola makan tidak teratur sebanyak
61% cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan pola
makan yang teratur. Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan
penyebab timbulnya dispepsia, Jeda antara waktu makan merupakan penentu
pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu berkisar
antara 4-5 jam (Iping, 2004).
Menurut penelitian Dewi (2017) mengenai hubungan makanan dan
minuman iritatif dengan sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Hasannudin diketahui bahwa jumlah responden yang mengonsumsi
makanan dan minuman iritatif lebih banyak mengalami sindrom dispepsia.
Minuman iritatif seperti kopi yang mengandung kafein dapat merangsang sekresi
getah lambung yang sangat asam walaupun tidak ada makanan (Sherwood, 2014).
Dalam minuman bersoda juga terdapat kafein yang memiliki efek yang sama
dengan kafein yang terdapat dalam kopi. Minuman bersoda bersifat asam dan
memiliki pH sangat rendah (Susanti et al., 2011).
Universitas Sumatera Utara
37
Tabel 4.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Riwayat Minum Obat
Riwayat Minum
Obat
Dispepsia Fungsional Total P Value
Dispepsia Non-Dispepsia
n % n %
Ya 9 23,1 7 12,5 16 0,175
Tidak 30 76,9 49 87,5 79
Total 39 100 56 100 95
Chi-square
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh p value= 0,175 (p>0,05), yang berarti
tidak terdapat hubungan antara riwayat minum obat dengan dispepsia fungsional
pada mahasiswa FK USU angkatan 2015-2018. Hal ini sejalan dengan peneltian
Susanti et al. (2011) bahwa konsumsi obat-obatan tidak berhubungan nyata
dengan frekuensi gejala dispepsia dan pada penelitian Maria (2014) tentang faktor
yang mempengaruhi terjadinya sindroma dispepsia pada mahasiswa FK USU,
bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara riwayat penggunaan
OAINS dengan kejadian dispepsia. Riwayat konsumsi obat dari responden
kemungkinan tidak menimbulkan efek samping gastrointestinal karena sampel
penelitian relatif berusia muda dan efek samping obat akan meningkat seiring
bertambahnya usia. Perubahan fisiologis seiring meningkatnya usia
mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat. Berkurangnya
massa otot dan kandungan air dalam tubuh dengan relatif meningkatnya proporsi
dari total lemak tubuh dapat menyebabkan perubahan volume distribusi dari
banyak obat. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya efek samping obat jika
dosisnya tidak disesuaikan (Lavan dan Gallagher, 2016)
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 4.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional
Indeks Massa
Tubuh
Dispepsia Total P Value
Dispepsia Non-Dispepsia
n % n %
Kurus 6 15,4 2 3,6 8 0,196
Normal 21 53,8 35 62,5 56
Berat Badan Lebih 6 15,4 7 12,5 13
Obesitas 6 15,4 12 21,4 18
Total 39 100 56 100 95
Chi-square
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi IMT responden penderita dispepsia berdasarkan kebiasaan
makan dan minum
Karakteristik
Responden
Indeks Massa Tubuh
Kurus Normal Berat Badan
Lebih Obesitas
N % N % N % N %
Pola Makan
Teratur 4 50 14 66,7 3 50 2 33,3
Tidak Teratur 2 50 7 33,3 3 50 4 66,7
Kebiasaan
konsumsi
makanan iritatif
Ya 3 50 16 76 4 66,7 4 66,7
Tidak 3 50 5 24 2 33,3 2 33,3
Kebiasaan
konsumsi
minuman iritatif
Ya 2 33.3 11 52,4 4 66,7 4 66,7
Tidak 4 66,7 10 47,6 2 33,3 2 33,3
Universitas Sumatera Utara
39
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh bahwa p value= 0.196 (p>0,05) maka
H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan indeks massa
tubuh dengan dispepsia fungsional pada mahasiswa FK USU angkatan 2015-
2018. Diperoleh frekuensi responden yang menderita dispepsia fungsional
terbanyak berada pada kategori IMT Normal sebanyak 21 orang (53,8%). Hasil
ini sejalan dengan penelitian Solhpour et al. (2010) pada populasi di Iran, bahwa
tidak ditemukan hubungan antara gejala dispepsia dan dengan indeks massa
tubuh. Pada penelitian ini juga diperoleh prevalensi gejala dispepsia pasien
overweight dan obesitas sebesar 82,7% dan 78%, dan pasien dengan berat badan
normal yang memiliki prevalensi terbesar yaitu 90,7%. Pada penelitian Bansode et
al. (2018) juga diperoleh hasil bahwa tidak ditemukan hubungan antara IMT
dengan dispepsia. Bahkan berdasarkan hasil endoskopi tidak ada perbedaan yang
signifikan di antara variasi kategori IMT pada kasus yang diteliti (p value>0,05).
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Le Pluart et al. (2016), bahwa ditemukan hubungan antara IMT dengan
dispepsia fungsional berdasarkan jenis kelamin. Pada wanita, kategori
underweight dan obesitas mempunyai risiko lebih tinggi untuk dispepsia,
sedangkan pada pria tidak ditemukan hubungan yang signifikan.Menurut
penelitian Mohamed dan Ali (2014) meningkatnya IMT berhubungan positif
dengan beberapa gejala gastrointestinal seperti konstipasi, dispepsia, dan rasa
terbakar pada ulu hati. Sedangkan pada penelitian ini didapati frekuensi penderita
dispepsia terbanyak pada kategori normal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya
hidup seperti kebiasaan makan dan minum dari responden pada kategori tersebut,
dari 21 orang yang menderita dispepsia diperoleh 7 orang memiliki pola makan
tidak teratur, 16 orang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan iritatif dan 11
orang mempunyai kebiasaan mengonsumsi minuman iritatif. Data selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Universitas Sumatera Utara
40
Selain itu, tingginya prevalensi kategori IMT normal dibandingkan
kategori lain juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Responden pada
penelitian ini merupakan mahasiswa yang dapat dikategorikan sebagai masyarakat
berpendidikan tinggi. Pada penelitian Veghari (2010), dan Pourhoseingholi
(2009), disebutkan bahwa obesitas dan kelebihan berat badan mempunyai
prevalensi lebih tinggi pada masyarakat berpendidikan rendah dibandingkan
dengan yang berpendidikan tinggi. Efek positif pendidikan pada obesitas dapat
ditentukan setidaknya dari tiga faktor yaitu, kemudahan akses informasi kesehatan
dan kemampuan untuk memahaminya, persepsi yang jelas akan risiko gaya hidup
dan meningkatnya pengendalian diri serta konsistensi seiring berjalannya waktu
(Devaux et al., 2011).
Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan terjadi karena variasi dari
populasi penelitian dan kriteria diagnostik berbeda untuk dispepsia fungsional.
Penelitian ini menggunakan kriteria diagnostik Roma IV yang lebih spesifik
membahas definisi dari dispepsia daripada kriteria diagnostik Roma III. Pada
Roma IV, gejala dispepsia berupa PDS maupun EPS harus dirasakan
“mengganggu” (cukup parah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari) oleh
penderita. Gejala-gejala dari jenis dispepsia PDS yang terjadi bersamaan dengan
EPS juga termasuk dalam kategori diagnostik ini (Suzuki, 2017).
Kelemahan pada penelitian ini adalah keterbatasan waktu dalam
pengambilan sampel sehingga jumlah sampel yang diambil relatif sedikit
walaupun sudah memenuhi minimal besar sampel penelitian, hal ini menyebabkan
kurangnya variasi karakteristik dari sampel penelitian.
Universitas Sumatera Utara
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan dispepsia
fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2015-2018.
2. Prevalensi dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 diperoleh sebesar 41,1%.
3. Gambaran indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 antara lain; kategori kurus
sebanyak 8 orang (8,4%), kategori nomal sebanyak 56 orang (58,9%), kategori
berat badan lebih sebanyak 13 orang (13,7%) dan katergori obesitas sebanyak
18 orang (18,9%).
4. Gambaran kebiasaan makan dan minum tubuh pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 diperoleh
sebanyak 31 orang (32,6%) mempunyai pola makan yang teratur dan 64 orang
(67,4%) mempunyai pola makan yang tidak teratur. Jumlah responden yang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman iritatif sebanyak 34 orang
(35,8%) dan yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan iritatif
sebanyak 57 orang (60%).
Universitas Sumatera Utara
42
5. Terdapat hubungan antara pola makan dan kebiasaan konsumsi minuman
iritatif dengan dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018, sedangkan untuk konsumsi
makanan iritatif dengan dispepsia fungsional tidak ditemukan adanya
hubungan.
6. Gambaran riwayat minum obat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015-2018 diperoleh hasil sebanyak 16
orang (16,8%) mempunyai riwayat konsumsi obat.
7. Tidak terdapat hubungan antara riwayat minum obat dengan dispepsia
fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2015-2018.
5.2 SARAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut
1. Perlunya edukasi pada masyarakat yang dalam penelitian ini adala mahasiswa
FK USU, tentang gejala-gejala dispepsia serta faktor risiko yang
mempengaruhinya dan diharapkan bagi penderita dispepsia fungsional untuk
mencari pengobatan serta melakukan pencegahan dini agar penyakit yang
diderita tidak menjadi semakin parah.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
bagi peneliti selanjutnya dan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
dilakukan di lokasi yang lebih luas dengan jumlah sampel yang lebih banyak
sehingga hasil penelitian yang diperoleh dapat lebih akurat.
Universitas Sumatera Utara
43
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., & Gunawan, J., 2012. Dispepsia. Jurnal, Fakultas Kedokteran
Divisi Gastroenterologi dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Al Saadi, T., Idris, A., Turk, T., & Alkhatib, M. (2016). Epidemiology and risk
factors of uninvestigated dyspepsia, irritable bowel syndrome, and
gastroesophageal reflux disease among students of Damascus University,
Syria. Journal of epidemiology and global health, 6(4), 285-293.
Annisa., 2009. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindrom Dispepsia
Remaja Perempuan Di SMA Plus Al-Azhar Medan. Karya Tulis Ilmiah
Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.
Aro, P., Talley, N. J., Ronkainen, J., Storskrubb, T., Vieth, M., Johansson, S. E.,
... & Agréus, L., 2009. Anxiety is associated with uninvestigated and
functional dyspepsia (Rome III criteria) in a Swedish population-based
study. Gastroenterology, 137(1), 94-100.
Bansode, P., Patel, P., Whatkar, A., & Joshi, M. (2018). Is There Any Significant
Correlation Between Age, Sex, BMI, Clinical and Endoscopic Findings in
Dyspepsia? International Journal of Clinical and Biomedical Research
(IJCBR), 4(2), 21-26.
Bouchoucha, M., Fysekidis, M., Julia, C., Airinei, G., Catheline, J. M., Cohen, R.,
& Benamouzig, R., 2016. Body mass index association with functional
gastrointestinal disorders: differences between genders. Results from a
study in a tertiary center. Journal of gastroenterology, 51(4), 337-345.
Bytzer, P., 2004. Diagnostic approach to dyspepsia. Best Practice & Research
Clinical Gastroenterology, 18(4), 681-693
Carvalho, R. V. B., Lorena, S. L. S., de Souza Almeida, J. R., & Mesquita, M. A.,
2010. Food intolerance, diet composition, and eating patterns in functional
dyspepsia patients. Digestive diseases and sciences, 55(1), 60.
Universitas Sumatera Utara
44
Devaux, Marion , et al.2011. “Exploring the Relationship Between Education and
Obesity”, OECD Journal: Economic Studies, Vol.2011/1.
Dewi. (2017). Hubungan pola makan dan karakteristik individu terhadap sindrom
dispepsia pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional, Dalam: Sudoyo, AW; Setiyohadi,
B; Alwi, I; Simadibrata, M; Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid1. Edisi V.
Farré, R., Vanheel, H., Vanuytsel, T., Masaoka, T., Törnblom, H., Simrén, M., ...
& Tack, J. F. 2013. In functional dyspepsia, hypersensitivity to
postprandial distention correlates with meal-related symptom severity.
Gastroenterology, 145(3), 566-573.
Filipović, B. F., Randjelovic, T., Kovacevic, N., Milinić, N., Markovic, O., Gajić,
M., & Filipović, B. R., 2011. Laboratory parameters and nutritional status
in patients with functional dyspepsia. European journal of internal
medicine, 22(3), 300-304.
Halling, K., Kulich, K., Carlsson, J., & Wiklund, I., 2008. An international
comparison of the burden of illness in patients with dyspepsia. Digestive
Diseases, 26(3), 264-273.
Iping S. Metode Makan Kualitatif Cara Mutakhir untuk Langsing dan Sehat.
Jakarta: Puspa Swara;2004
Irawan, A.T., 2015. Faktor Risiko Terhadap Kejadian Dispepsia di Instalasi
Rawat Inap RSUD Cideres Kabupaten Majalengka Tahun 2015, Jurnal
Keperawatan dan kesehatan Medisina AKPER YPIB Majalengka, 1(2), 1-
10
Universitas Sumatera Utara
45
Kayar, Y., Danalıoğlu, A., Al Kafee, A., Okkesim, Ş., & Şentürk, H., 2016.
Gastric myoelectrical activity abnormalities of electrogastrography in
patients with functional dyspepsia. Turk J Gastroenterol, 27(5), 415-420.
Kemenkes,2013.Available:http://www.depkes.go.id/resources/download/general/
Hasil%20Riskesdas%202013.pdf diakses tanggal 10 Mei 2018
Kim, S. E., Park, H. K., Kim, N., Joo, Y. E., Baik, G. H., Shin, J. E., ... & Kim, S.
M., 2014. Prevalence and risk factors of functional dyspepsia: a
nationwide multicenter prospective study in Korea. Journal of clinical
gastroenterology, 48(2), e12-e18
Lavan, A. H., & Gallagher, P. 2016. Predicting risk of adverse drug reactions in
older adults. Therapeutic advances in drug safety, 7(1), 11-22.
Le Pluart, D., Sabaté, J. M., Bouchoucha, M., Hercberg, S., Benamouzig, R., &
Julia, C. 2015., Functional gastrointestinal disorders in 35 447 adults and
their association with body mass index. Alimentary pharmacology &
therapeutics, 41(8), 758-767.
Li, M., Lu, B., Chu, L., Zhou, H., & Chen, M. Y. 2014. Prevalence and
characteristics of dyspepsia among college students in Zhejiang Province.
World journal of Gastroenterology: WJG, 20(13), 3649
Maria, U. 2015., Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Faktor Yang
Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Moayyedi, P. M., Lacy, B. E., Andrews, C. N., Enns, R. A., Howden, C. W., &
Vakil, N. 2017., ACG and CAG clinical guideline: management of
dyspepsia. The American journal of gastroenterology, 112(7), 988
Universitas Sumatera Utara
46
Mohamed, L. A. E.-kader, & Ali, N. S. 2014. Correlation between Body Mass
Index and Gastrointestinal Symptoms among Hospitalized Patients.
Journal of Natural Sciences Research
Napthali, K., Koloski, N., Walker, M. M., & Talley, N. J. 2016. Women and
functional dyspepsia. Women’s Health, 12(2), 241-250.
Nasution, N. K. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2015. Hubungan Pola
Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat Tahun 2015.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi penelitian kesehatan.
Okumura, T., Tanno, S., Ohhira, M., & Tanno, S., 2010. Prevalence of functional
dyspepsia in an outpatient clinic with primary care physicians in Japan.
Journal of gastroenterology, 45(2), 187-194.
Oshima, T., & Miwa, H. 2015., Epidemiology of functional gastrointestinal
disorders in Japan and in the world. Journal of neurogastroenterology and
motility, 21(3), 320.
Piotrowicz, G., Stępień, B., & Rydzewska, G. 2013. Socio-demographic
characteristics of patients with diagnosed functional dyspepsia. Przeglad
gastroenterologiczny, 8(6), 354.
Pourhoseingholi ,M.A., Kaboli,A,S & Pourhoseingholi,A.(2009). Obesity and
Functional Constipation; a Community-Based Study in Iran. J
Gastrointestin Liver Dis. Jun;18(2):151-5.
Pradana, A., Seno, K., & Puruhita, N., 2014. Hubungan Antara Indeks Massa
Tubuh (Imt) Dengan Nilai Lemak Viseral (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Kedokteran Undip) (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine
Diponegoro University).
Universitas Sumatera Utara
47
Putri, R. N., Ernalia, Y., & Bebasari, E., 2015. Gambaran Sindroma Dispepsia
Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Kedokteran,
2(2), 1-10.
Rahmaika, B. D., 2014. Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Dispepsia Di
Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Schmulson, M. J., & Drossman, D. A., 2017. What is new in Rome IV. Journal of
neurogastroenterology and motility, 23(2), 151.
Setyono, J., & Prastowo, A., 2006. Karakteristik Penderita Dispepsia di RSUD
Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 1(1), 27-31
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2014
Solhpour, A., Safaee, A., Pourhoseingholi, M. A., Moghimi-Dehkordi, B., Habibi,
M., Qafarnejad, F., ... & Zali, M. R. 2010. Relationship between
uninvestigated dyspepsia and body mass index: a population-based study.
East African journal of public health, 7(4).
Sugiyono, P. D. 2010. Metode penelitian pendidikan. Pendekatan Kuantitatif.
Susanti, A., 2011. Faktor risiko dispepsia pada mahasiswa Institut pertanian
Bogor . Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suzuki, H., & Moayyedi, P., 2013. Helicobacter pylori infection in functional
dyspepsia. Nature Reviews Gastroenterology and Hepatology, 10(3), 168.
Suzuki, H., 2017. The application of the Rome IV criteria to functional
esophagogastroduodenal disorders in Asia. Journal of
neurogastroenterology and motility, 23(3), 325.
Talley, N. J., Holtmann, G., & Walker, M. M., 2015. Therapeutic strategies for
functional dyspepsia and irritable bowel syndrome based on
pathophysiology. Journal of gastroenterology, 50(6), 601-613.
Universitas Sumatera Utara
48
Tominaga, K., Fujikawa, Y., Tsumoto, C., Kadouchi, K., Tanaka, F., Kamata, N.,
... & Arakawa, T., 2016. Disorder of autonomic nervous system and its
vulnerability to external stimulation in functional dyspepsia. Journal of
clinical biochemistry and nutrition, 15-140.
Trujillo-Benavides, O. E., & Rojas-Vargas, E. E., 2010. Influence of obesity on
dyspepsia symptoms. Revista de gastroenterologia de Mexico, 75(3), 247-
252.
Veghari G, Sedaghat M, Joshaghani H, Hoseini A, Niknajad F, Angizeh A, et al.
2010.The Prevalence and Associated Factors of Central Obesity in
Northern Iran. International Cardivascular Research Journal. ;4(4):164–8.
Zagari, R. M., Law, G. R., Fuccio, L., Cennamo, V., Gilthorpe, M. S., Forman,
D., & Bazzoli, F., 2010. Epidemiology of functional dyspepsia and
subgroups in the Italian general population: an endoscopic study.
Gastroenterology, 138(4), 1302-1311.
Universitas Sumatera Utara
49
Foto Berwarna Ukuran 3x4 cm
LAMPIRAN A
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ridha Mutiara Indra
NIM : 150100146
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 31 Oktober 1997
Agama : Islam
Nama Ayah : dr. Indra Janis, MKT
Nama Ibu : dr. Ani Ariati, M.Kes
Alamat : Jl. Anyelir 1 No.42 Blok.07, Medan Helvetia
Riwayat Pendidikan:
1. SD Swasta Ikal Medan (2003-2009)
2. SMP Swasta Harapan 2 Medan (2009-2012)
3. SMA Swasta Sutomo 1 Medan (2012-2015)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2015-sekarang)
Riwayat Pelatihan:
1. Pelatihan Manajemen Mahasiswa Baru (MMB) FK USU 2015
Riwayat Kepanitiaan:
1. Anggota Seksie Publikasi dan Dokumentasi Porseni FK USU 2016
2. Anggota Seksie Konsumsi Try Out FK USU 2016
3. Koordinator Seksie Publikasi dan Dokumentasi HUT & PPGDM TBM FK
USU 2016
4. Anggota Seksie Acara PM Akbar TBM FK USU 2017
Universitas Sumatera Utara
50
5. Koordinator Liaison Officer Semnas Baksosnas PTBMMKI Cup 2017
6. Anggota Seksie Konsumsi Basic Life Support TBM FK USU 2017
7. Koordinator Seksie Konsumsi TBM CAMP TBM FK USU 2017
Riwayat Organisasi:
1. Sekretaris Divisi Hubungan Masyarakat TBM FK USU PEMA FK USU 2017
2. Sekretaris Satuan Tugas TBM FK USU PEMA FK USU 2018
Universitas Sumatera Utara
51
LAMPIRAN B
Universitas Sumatera Utara
52
LAMPIRAN C
LEMBAR PENJELASAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama: Ridha Mutiara Indra
NIM : 150100146
Saya selaku mahasiswa dan peniliti yang sedang menjalani Program
Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan
melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2015-2018”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan dispepsia
fungsional serta mengetahui prevalensi dispepsia fungsional dan gambaran indeks
massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2015-2018.
Oleh sebab itu saya mohon kesediaan saudara/i untuk mengisi
kuesioner yang saya berikan serta bersedia untuk melakukan pengukuran berat
badan dan tinggi badan untuk data penelitian yang lebih akurat. Adapun data
individu dalam penelitian ini tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain
dan dijamin kerahasiannya. Data yang didapat hanya untuk kepentingan penelitian
saja.
Demikian penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian ini, atas
partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
Medan, ……………..2018
Hormat Saya,
(Ridha Mutiara Indra)
Universitas Sumatera Utara
53
LAMPIRAN D
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Telp/HP :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian “Hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015-2018” maka dengan
ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut serta dalam
penelitian tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Medan, ……………2018
Peneliti Yang membuat Pernyataan
(Ridha Mutiara Indra) (………………………)
Universitas Sumatera Utara
54
LAMPIRAN E
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Dispepsia Fungsional pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan
2015-2018
Identitas responden
Nama: ...................................................................
NIM: ...................................................................
Kelas: ___
Jenis Kelamin: L/P
Umur: ___
Antropometri
Berat Badan: ___
Tinggi Badan: ___
Kebiasaan Makan dan Minum
Berikan tanda silang (X) pada huruf a, b, c, atau d sesuai dengan jawaban anda.
Isilah berdasarkan kebiasaan sehari-hari anda.
1. Berapa kali anda makan dalam satu hari?
a. 3 kali
b. 2 kali
c. 1 kali
d. Kalau lapar
2. Apakah anda makan secara teratur?
a. Rutin setiap hari
b. Kalau ke sekolah (hari-hari kuliah)
c. Kalau lapar
d. Tidak pernah sama sekali
3. Bagaimana anda makan siang setiap harinya?
a. Rutin setiap hari
b. Jika akan beraktivitas (hari-hari kuliah)
Universitas Sumatera Utara
55
c. Kalau lapar
d. Tidak pernah sama sekali
4. Bagaimana anda makan malam setiap harinya?
a. Rutin setiap hari
b. Jika akan beraktivitas (hari-hari kuliah)
c. Kalau lapar
d. Tidak pernah sama sekali
5.Berapa lama jeda antara waktu makan anda biasanya?
a. 4-5 jam
b. 6-7 jam
c. 8-9 jam
d.> 10 jam
6. Apakah anda sering mengkonsumsi makanan tambahan seperti susu atau cemilan lain
sebagai tambahan?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Ya, kadang-kadang
c. Ya, hanya kalau ada kegiatan
d. Tidak pernah
7. Apakah anda sedang/dalam percobaan penurunan berat badan/diet?
a. Tidak, saya tetap makan sesuai kebiasaan saya setiap hari.
b. Ya, saya kadang-kadang membatasi konsumsi makanan tertentu (misalnya: nasi,
daging, susu, dll) untuk berdiet.
c. Ya, saya kadang-kadang menghindari makan (makan siang/makan malam) untuk
berdiet.
d. Ya, saya selalu melaksanakan diet dan membatasi makannan seminimal mungkin.
8. Apakah anda memiliki kebiasaan minum teh?
a.Ya
b.Tidak
9. Apakah anda memiliki kebiasaan minum kopi?
a.Ya
b.Tidak
10. Apakah anda memiliki kebiasaan minum minuman bersoda?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah anda memiliki kebiasaan makan makanan pedas?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah anda memiliki kebiasaan makan makanan asam?
a. Ya
b. Tidak
Universitas Sumatera Utara
56
Riwayat Konsumsi Obat
Dalam 6 bulan ini, apakah anda sedang/pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang
harus diminum secara rutin selama beberapa waktu?
a. Ya (pilih salah satu jenis obat yang anda konsumsi dibawah ini)
1.Obat Antiinflamasi non steroid (OAINS)
2.Antasida
3.Antibiotik
4.Lainnya, sebutkan ........
b.Tidak
Kuesioner Dispepsia Fungsional Berdasarkan Kriteria Rome IV
Berikan tanda silang (X) pada huruf a atau b sesuai dengan jawaban anda
A. Alarm sign
1. Apakah anda pernah terdiagnosa gangguan gastrointestinal atau salah satu gejala
penyakit di bawah ini?
o Perdarahan dari rektal atau melena
o Penurunan berat badan >10%
o Anoreksia
o Muntah yang persisten
o Anemia atau perdarahan
o Massa di abdomen
o Pembesaran kelenjar limfe
o Disfagia yang progresif atau odinofagia
o Riwayat ulkus peptikum
o Kuning (Jaundice)
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda atau keluarga anda memiliki riwayat keganasan atau operasi saluran
cerna sebelumnya ?
a. Ya
b. Tidak
B. Dispepsia Fungsional
Postprandial distress syndrome
1. a. Dalam 3 bulan terakhir, apakah anda pernah merasakan kembung setelah makan
yang mengganggu paling sedikit 3 kali dalam seminggu?
a. Ya
b. Tidak
Universitas Sumatera Utara
57
b. Jika jawaban anda Ya, apakah keluhan tersebut terasa sangat mengganggu sampai
mempengaruhi aktivas sehari-hari?
a. Ya
b. Tidak
2. Dalam 3 bulan terakhir, apakah anda pernah merasa cepat kenyang atau tidak
sanggup menghabiskan makanan dengan porsi normal/biasa paling sedikit 3 kali
dalam seminggu?
a. Ya
b. Tidak
Epigastric pain syndrome
3. a. Dalam 3 bulan terakhir, apakah anda pernah merasa nyeri pada ulu hati yang
mengganggu paling sedikit 1 kali dalam seminggu?
a. Ya
b. Tidak
b. Jika jawaban anda Ya, apakah keluhan tersebut terasa sangat mengganggu sampai
mempengaruhi aktivas sehari-hari?
a. Ya
b. Tidak
4. Dalam 3 bulan terakhir, apakah anda pernah merasakan adanya rasa panas terbakar
di ulu hati yang mengganggu paling sedikit 1 kali dalam seminggu?
a. Ya
b. Tidak
5. Jika jawaban anda Ya, apakah keluhan tersebut terasa sangat mengganggu sampai
mempengaruhi aktivas sehari-hari?
a. Ya
b. Tidak
Universitas Sumatera Utara
58
LAMPIRAN F
DATA KUESIONER RESPONDEN
Nama Jenis
Kelamin Umur
Antropometri Kebiasaan Makan dan Minum Riwaya
t
Minum
Obat
Status
Dispepsia
Fungsional BB
(Kg)
TB
(cm) Kategori IMT
Minuman
Iritatif
Makanan
iritatif
Pola Makan
R1 Perempuan 22 59 151 Berat badan lebih Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R2 Perempuan 20 60 166.5 Normal Ya Ya Teratur Ya Non Dispepsia
R3 Laki-laki 22 61.3 164 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R4 Laki-laki 21 69 179 Normal Ya Ya Teratur Ya Dispepsia
R5 Laki-laki 21 79.6 177.5 Berat badan lebih Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R6 Perempuan 20 44.6 155 Kurus Ya Tidak Teratur Ya Dispepsia
R7 Perempuan 20 43.5 154 Kurus Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R8 Perempuan 21 68.6 153.5 Obesitas Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R9 Perempuan 20 53 158 Normal Ya Ya Tidak Teratur Ya Dispepsia
R10 Perempuan 20 46.9 151 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R11 Laki-laki 19 63 168 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R12 Perempuan 22 64.7 155 Berat badan lebih Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R13 Perempuan 21 65 157 Berat badan lebih Ya Ya Teratur Ya Dispepsia
R14 Perempuan 21 46.6 156.5 Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R15 Laki-laki 21 81.7 177 Berat badan lebih Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R16 Laki-laki 19 80.4 167 Obesitas Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R17 Laki-laki 20 82.2 176 Berat badan lebih Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R18 Laki-laki 21 117.8 163 Obesitas Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R19 Perempuan 20 62 156 Berat badan lebih Ya Ya Tidak Teratur Ya Dispepsia
R20 Perempuan 21 83.5 158.5 Obesitas Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R21 Perempuan 21 53.9 161.5 Normal Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R22 Perempuan 21 54.6 155 Normal Ya Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R23 Perempuan 21 52.5 152 Normal Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R24 Perempuan 19 50.5 158 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R25 Perempuan 21 47.5 152 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R26 Perempuan 20 53 163.5 Normal Tidak Ya Teratur Ya Non Dispepsia
R27 Laki-laki 19 77.5 167 Obesitas Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R28 Laki-laki 20 52.7 163.5 Normal Tidak Tidak Teratur Ya Non Dispepsia
R29 Laki-laki 20 63.5 160 Normal Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R30 Laki-laki 20 75.6 161 Obesitas Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R31 Perempuan 20 65.5 163 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R32 Perempuan 19 56.5 160 Normal Tidak Tidak Teratur Ya Non Dispepsia
R33 Perempuan 20 68.3 147.5 Obesitas Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R34 Perempuan 20 41.9 152 Kurus Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R35 Perempuan 21 71.7 165 Berat badan lebih Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R36 Laki-laki 20 64.1 162 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R37 Perempuan 20 52.2 152 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R38 Perempuan 20 55.9 155 Normal Ya Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R39 Perempuan 19 58.9 162.5 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R40 Perempuan 20 43.7 146 Normal Tidak Tidak Teratur Ya Dispepsia
R41 Perempuan 19 65.8 164.5 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R42 Perempuan 21 65.5 152 Obesitas Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R43 Perempuan 20 61.5 150.5 Obesitas Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R44 Perempuan 18 50.3 154 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R45 Perempuan 20 56.4 156 Normal Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R46 Perempuan 19 63 160 Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R47 Perempuan 19 78 172.5 Berat badan lebih Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R48 Laki-laki 19 54.1 168 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R49 Perempuan 19 58.5 159.5 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R50 Perempuan 19 57 160 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R51 Laki-laki 18 47.1 174.5 Kurus Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R52 Laki-laki 18 94.4 176.5 Obesitas Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R53 Laki-laki 19 107 175 Obesitas Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R54 Laki-laki 18 61.6 164.5 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R55 Laki-laki 19 68.6 174.5 Normal Tidak Ya Teratur Ya Non Dispepsia
R56 Laki-laki 17 90.6 164. Obesitas Tidak Ya Teratur Ya Dispepsia
Universitas Sumatera Utara
59
R57 Laki-laki 19 55.8 163.5 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R58 Laki-laki 19 90.0 169 Obesitas Ya Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R59 Perempuan 19 52.0 161 Normal Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R60 Laki-laki 19 65.5 173 Normal Ya Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R61 Perempuan 19 61.5 165 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R62 Perempuan 20 55.6 160 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R63 Perempuan 18 62.0 152 Berat badan lebih Ya Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R64 Perempuan 18 55.7 156 Normal Ya Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R65 Perempuan 18 41.7 152 Kurus Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R66 Perempuan 18 58.7 156.5 Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R67 Perempuan 18 50 160 Normal Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R68 Perempuan 17 43.9 160 Kurus Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R69 Perempuan 17 57 156 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R70 Laki-laki 18 57 170 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R71 Perempuan 19 69 156 Obesitas Ya Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R72 Perempuan 18 53 153. Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R73 Perempuan 18 60.4 166. Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R74 Perempuan 18 43.9 162. Kurus Tidak Tidak Tidak Teratur Ya Dispepsia
R75 Perempuan 18 58 163 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R76 Perempuan 18 52 163 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R77 Laki-laki 18 55 168 Normal Tidak Ya Teratur Ya Non Dispepsia
R78 Perempuan 18 55.7 154.5 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R79 Perempuan 18 96.2 167 Obesitas Tidak Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R80 Perempuan 18 48.8 166 Kurus Ya Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R81 Perempuan 17 51.3 157.5 Normal Ya Tidak Tidak Teratur Ya Dispepsia
R82 Perempuan 18 50 160 Normal Ya Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R83 Perempuan 18 68.1 157 Obesitas Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R84 Laki-laki 17 82.4 163 Obesitas Tidak Tidak Teratur Ya Non Dispepsia
R85 Perempuan 18 48 146 Normal Ya Ya Teratur Tidak Dispepsia
R86 Perempuan 17 50 158 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R87 Perempuan 19 49 150 Normal Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R88 Perempuan 20 54 150 Normal Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R89 Perempuan 20 71 158 Obesitas Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R90 Laki-laki 17 85 178 Berat badan lebih Tidak Ya Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R91 Laki-laki 19 75 173 Berat badan lebih Tidak Tidak Teratur Tidak Non Dispepsia
R92 Perempuan 18 45 153 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Non Dispepsia
R93 Laki-laki 20 68 163 Berat badan lebih Ya Tidak Tidak Teratur Tidak Dispepsia
R94 Laki-laki 18 73.5 172 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
R95 Laki-laki 19 55 169 Normal Tidak Ya Teratur Tidak Dispepsia
Universitas Sumatera Utara
60
LAMPIRAN G
HASIL OUTPUT DATA
Dispepsia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dispepsia 39 41.1 41.1 41.1
Non Dispepsia 56 58.9 58.9 100.0
Total 95 100.0 100.0
Jenis Kelamin * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
Jenis Kelamin Perempuan 26 38 64
Laki-laki 13 18 31
Total 39 56 95
Umur * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
Umur 17 3 4 7
18 10 14 24
19 7 16 23
20 12 12 24
21 6 8 14
22 1 2 3
Total 39 56 95
Universitas Sumatera Utara
61
IMT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurus 8 8.4 8.4 8.4
Normal 56 58.9 58.9 67.4
Berat badan lebih 13 13.7 13.7 81.1
Obesitas 18 18.9 18.9 100.0
Total 95 100.0 100.0
pola makan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Teratur 65 68.4 68.4 68.4
Tidak Teratur 30 31.6 31.6 100.0
Total 95 100.0 100.0
Kebiasaanmakan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 57 60.0 60.0 60.0
Tidak 38 40.0 40.0 100.0
Total 95 100.0 100.0
Kebiasaanminum
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 34 35.8 35.8 35.8
Tidak 61 64.2 64.2 100.0
Total 95 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
62
Distribusi frekuensi IMT responden penderita dispepsia berdasarkan kebiasaan
makan dan minum
pola makan * imt Crosstabulation
Count
Indeks Massa Tubuh
Total
Kurus Normal
Berat badan
lebih Obesitas
Pola
makan
Teratur 2 14 3 2 21
Tidak Teratur 4 7 3 4 18
Total 6 21 6 6 39
konsumsi makanan iritatif * imt Crosstabulation
Count
imt
Total
Kurus Normal
Berat badan
lebih Obesitas
Kebiasaan konsumsi
makanan iritatif
Tidak 3 5 2 2 12
Ya 3 16 4 4 27
Total 6 21 6 6 39
Kebiasaan konsumsi minuman iritatif * imt Crosstabulation
Count
imt
Total Kurus Normal Berat badan lebih Obesitas
Kebiasaan konsumsi
minuman iritatif
Tidak 4 10 2 4 20
Ya 2 11 4 2 19
Total 6 21 6 6 39
Universitas Sumatera Utara
63
IMT * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
IMT Kurus 6 2 8
Normal 21 35 56
Berat badan lebih 6 7 13
Obesitas 6 12 18
Total 39 56 95
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.685a 3 .196
Likelihood Ratio 4.688 3 .196
Linear-by-Linear Association 1.268 1 .260
N of Valid Cases 95
pola makan * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
pola makan Teratur 21 44 65
Tidak Teratur 18 12 30
Total 39 56 95
Chi-Square Tests
Universitas Sumatera Utara
64
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.505a 1 .011
Continuity Correctionb 5.411 1 .020
Likelihood Ratio 6.467 1 .011
Fisher's Exact Test .014 .010
Linear-by-Linear Association 6.436 1 .011
N of Valid Cases 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,32.
b. Computed only for a 2x2 table
Riwayat minum obat * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
Riwayat minum obat Ya 9 7 16
Tidak 30 49 79
Total 39 56 95
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.836a 1 .175
Continuity Correctionb 1.159 1 .282
Likelihood Ratio 1.807 1 .179
Fisher's Exact Test .265 .141
Linear-by-Linear Association 1.817 1 .178
N of Valid Cases 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,57.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sumatera Utara
65
Kebiasaanmakan * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
Kebiasaanmakan Ya 27 30 57
Tidak 12 26 38
Total 39 56 95
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.349a 1 .125
Continuity Correctionb 1.742 1 .187
Likelihood Ratio 2.381 1 .123
Fisher's Exact Test .142 .093
Linear-by-Linear Association 2.324 1 .127
N of Valid Cases 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Kebiasaanminum * Dispepsia Crosstabulation
Count
Dispepsia
Total Dispepsia Non Dispepsia
Kebiasaanminum Ya 19 15 34
Tidak 20 41 61
Total 39 56 95
Universitas Sumatera Utara
66
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.812a 1 .028
Continuity Correctionb 3.905 1 .048
Likelihood Ratio 4.793 1 .029
Fisher's Exact Test .032 .024
Linear-by-Linear Association 4.761 1 .029
N of Valid Cases 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,96.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sumatera Utara
67
LAMPIRAN H
PERNYATAAN
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH
DENGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2015-2018
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi
Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam
bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar
akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Medan, 27 Januari 2019
Penulis,
Ridha Mutiara Indra
150100146
Universitas Sumatera Utara
68
Universitas Sumatera Utara