Upload
dangcong
View
252
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Hubungan Kelimpahan Copepoda Dan Kuda Laut Di Perairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Desa Pengudang Bintan
Asfahani1, Winny Retna Melani
2, Tri Apriadi
3
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Kelimpahan komunitas zooplankton pada kelompok copepoda sangat
dipengaruhi oleh kondisi karakteristik lingkungan peraitan laut. Sebaran
spesiesnya lebih tinggi pada kawasan perairan semi tertutup dan kawasan muara
dibandingkan dengan laut terbuka. Kuda laut termasuk ordo Gasterosteiformes
(dulu: Solenicthyes) dan famili Syngnathidae. Ikan – ikan famili Syngnathidae
termasuk ikan – ikan laut dan air tawar yang berukuran sedang sampai besar
dengan bentuk badan memanjang, terbungkus deretan lingkaran tulang.
Mengetahui kelimpahan copepoda dan kuda laut dan hubungan kelimpahan
copepoda dan kuda laut di perairan Desa pengudang Kecamaan Teluk Sebung
Kabupaten Bintan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian dilakukan di Desa
Pengudang Bintan, dengan 30 titik sampling. Berdasarkan uji statistic Kelimpahan
copepoda diperairan Desa Pengudang berkisar antara 3-117 ind/L dengan rata-rata
kelimpahan copepoda 33 ind/L. Kelimpahan kuda laut diperairan Desa Pengudang
hanya ada pada 4 titik sampling dengan kelimpahan berkisar 10-30 ind/hektar.
Hubungan antara kelimpahan copepoda terhadap kelimpahan kuda laut adalah
positif, artinya semakin meningkatnya kelimpahan copepoda akan meningkatkan
kelimpahan kuda laut. Sedangkan korelasi antara kelimpahan copepoda terhadap
kelimpahan kuda laut sebesar 0,61 tergolong pada tingkat korelasi yang kuat.
Kata Kunci: Hubungan, kelimpahan, copepoda dan kuda laut
1) Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 3) Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
2
PENDAHULUAN Desa Pengudang merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah
Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang
memiliki potensi sumber daya Kuda Laut dan merupakan Kawasan Konservasi
Laut Daerah (KKLD), yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Bintan
No, 36/VIII/2007. SK Bupati Bintan ini mengacu pada Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu pada pasal 18 dijelaskan bahwa
salah satu kewenangan daerah di wilayah laut adalah eksploitasi dan konservasi
sumberdaya alam di wilayahnya.
Berdasarkan penelitan sebelumnya menurut Fianda (2015), pada perairan Selat
Bintan, Sakera dan Sebong Pereh, dan Pengudang adalah lokasi yang banyak
dijumpai, lima jenis kuda laut pada setiap lokasi, diduga karena perairan tersebut
memiliki tatanan ekosistem yang lengkap seperti mangrove, lamun, makroalga
dan karang, serta kualitas perairan yang baik cocok sebagai habitat kuda laut.
Kuda laut merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis
tinggi, baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obat-obatan,
(Redjeki 2007).
Kuda laut dimanfaatkan sebagai ikan hias, sebagai souvenir, dan bahan dasar
obat-obatan tradisional yang diyakini dapat mengobati beberapa penyakit,
(Redjeki 2007). Kuda laut tersebar luas, ditemukan di seluruh dunia di habitat
pantai yang dangkal tropis dan subtropis, termasuk pada ekosistem padang lamun,
terumbu karang, mangrove dan muara sungai, (Lourie et al. 2004), di Indonesia
kuda laut dapat ditemukan di seluruh perairan dengan jenis berbeda dalam
penyebaran habitatnya, (Lourie et al. 2004).
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda laut ditentukan oleh keberadaan
copepod . Copepod yang tergolong kedalam zooplankton adalah nama umum
yang diberikan untuk hewan dari kelas Copepod , kelas Krustasea (crustacea),
filum Arthropoda. Seperti umumnya Krustasea, Copepod mempunyai kulit atau
kerangka luar (eksoskeleton) yang keras dari bahan kitin (chitin), (Nugraha dan
Hismayasari 2011). Kelimpahan copepod di lautan dapat dijadikan indikator
kesuburan dari laut tersebut karena copepod cenderung hidup pada perairan
dengan makrofit yang lebih bersih dengan salinitas tinggi sampai tawar.
Dengan begitu pentingnya peranan copepod di perairan, yang merupakan
penghubung antara produsen primer fitoplankton dengan konsumen yang lebih
tinggi dalam rantai makanan di laut, serta merupakan makanan bagi spesies kuda
laut yang memiliki nilai ekonomis, namun seiring dengan itu pemanfaatan kuda
laut di pulau Bintan semakin gencar dilakukan sejak tahun 1988, baik berukuran
kecil hingga dewasa, hal ini dapat mengancam kelestarian kuda laut bahkan
disinyalir mendekati punah dan telah tergolong dalam Appendix II CITES 2004,
(Rabiansyah 2015), maka perlu dilakukan kajian mengenai Hubungan
Kelimpahan Copepod dan Kuda Laut di Perairan Desa Pengudang Kecamatan
Teluk Sebong Kabupaten Bintan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2017 -Januari 2018 di
Perairan Desa Pengudang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Identifikasi sampel Copepod dan Kuda Laut dilakukan di Laboratorium Fakultas
3
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Untuk lebih
jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Berdasarkan hasil survei pada lokasi penelitian yang dilakukan di perairan
Desa Pengudang Bintan, pengambilan sampel dilakukan secara acak dan turun
langsung kelapangan bersama nelayan desa pengudang untuk mencari informasi
dan cara penangkapan kuda laut serta lokasi yang sering di jumpai kuda laut di
perairan Desa Pengudang sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang
yang sama besar untuk diambil sebagai sampel.
Penentuan titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan sampel acak
sederhana dengan penentuan 30 titik sampel yang tersebar di perairan Desa
Pengudang menggunakan plot 10 x 10m, bersamaan dalam pengambilan sampel
copepod , kuda laut, dan prameter perairan. Kemudian sampel yang di dapat di
masukan kedalam botol sampel yang diberi label data nomor sampel setiap titik
lokasi, dan sampel yang sudah didapat diidentifikasi di Laboratorium Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
Pengambilan sampel copepod dilakukan di Desa Pengudang pada saat siang hari
dengan satu kali pengulangan untuk setiap titiknya,
Titik sampling yang telah ditetapkan dicatat koordinatnya dengan GPS,
Pengambilan sampel copepod pada siang hari dengan metode statis dengan
menggunakan vandon water sampler pada kedalaman berpariasi 1,5 m 2 m
sampai 3,5 meter kemudian disaring sebanyak 100 liter menggunakan
planktonet .
Sampel air yang tersaring sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam botol yang
telah diberi label kemudian ditetesi lugol 10%, kemudian sampel
diidentifikasi di Laboraturium Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Sampel Copepod yang telah diawetkan kemudian diamati dengan mengunakan
metode sensus di laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan UMRAH.
Pengamatan copepod dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan
perbesaran 40 - 400 kali. Copepod yang akan diamati di bawah mikroskop
pertama diteteskan ke atas SRC (Sedgewich Rafter Counting Chamber), yang
kemudian ditutup dengan gelas penutup (cover slip), yang tipis kemudian di bantu
dengan kamera motik yang terhubung dari mikroskop ke laptop guna
mempermudah identifikasi copepod . Jenis copepod yang diamati di foto dengan
menggunakan kamera motik untuk mendapatkan hasil gambar copepod. Buku
identifikasi ”Marine and Fresh plankton” (Davis 1971), untuk mempermudah
identifikasi. Sedangkan untuk identifikasi jenis kuda laut mengacu pada buku “A
Guide to the Identidication of Seahorses” (Laurie et al. 2004).
4
1.1. Kelimpahan Copepod Penentuan kelimpahan copepod dapat dihitung menggunakan rumus, (APHA
1992 dalam Tambaru et al. 2014), sebagai berikut.
keterangan:
N = Jumlah sel per liter (ind/L)
n = Jumlah sel yang diamati atau didapat
Vr = Volume air tersaring (mL)
Vo = Volume air yang diamati (mL)
Vs = Volume air yang disaring (L)
3.10. Kepadatan Kuda Laut
Kepadatan adalah jumlah individu / satuan luas. Kepadatan masing-masing jenis
pada setiap lokasi sampling dihitung dengan menggunakan rumus (Rabiansyah,
2015) sebagai berikut.
Di =
Keterangan:
Di = Kepadatan jenis individu (ind/m2)
ni = jumlah total individu jenis (ind)
A = luas daerah sampling (m2)
3.11. Analisis Data Hubungan Kelimpahan Copepod dengan Kuda laut
Hubungan kelimpahan copepod dengan kuda laut menggunakan analisis
regresi linier sederhana sebagai berikut.
Y = a + bx + ei
Keterangan:
Y = Kelimpahan kuda laut
a = Intercept
b = Slope
X = Kelimpahan Copepod
ei= Erorr
Apabila nilai R berada diantara –1 dan 1, maka tanda negatif (–) menyatakan
adanya korelasi tak langsung atau korelasi negatif dan tanda positfi (+)
menyatakan adanya korelasi langsung atau korelasi positif. Interprestasi terhadap
kuatnya hubungan korelasi disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Interpretasi Nilai Korelasi No. Nilai Korelasi Tingkat Hubungan
1. 0,00-0,19 Sangat rendah
2. 0,20-0,39 Rendah
3. 0,40-0,59 Sedang
4. 0,60-0,79 Kuat
5. 0,80-1,00 Sangat kuat
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Jenis Copepod
5
Berdasarkan hasil amatan dengan menggunakan mikroskop terhadap jenis-jenis
copepod yang terdapat diperairan Desa Pengudang telah teridentifikasi sebanyak
10 spesies yang tersebar di 30 titik sampling. Hasil identifikasi jenis Copepod
disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis – jenis copepod di Desa Pengudang
Kingdom Fillum Ordo Family Genus Jenis Copepod
Animalia Crustacea Copepoda
Calanoida
Acartia Acartia sp.
Acrocalanus Acrocalanus sp.
Calanus Calanus sp.
Cyclopoida Corycaeus Corycaeus sp.
Harpacticoida Euterpina Euterpina sp.
Calanoida Lucicutia Lucicutia sp.
Cyclopoida Nauplius Nauplius sp.
Oihona Oihona sp.
Calanoida Paracylopina Paracylopina sp.
Rhincalanus Rhincalanus sp.
Sebanyak 10 spesies dijumpai yakni Acartia sp., Acrocalanus sp., Calanus sp.,
Corycaeus sp., Euterpina sp., Lucicutia sp., Nauplius sp., Oihona sp.,
Paracylopina sp., dan Rhincalanus sp. Mengacu penelitian Melo (2014),
menemukan sebanyak 38 spesies, sebanyak 22 spesies dari family calanoida, 12
cyclopoida 4 dari family harpacticoida. Sedangkan Penelitian Shah et al. (2013)
bahwa ditemukan 16 spesies yakni Acanthocyclops bicuspidatus, Cyclops
bicolor,C. bisetosus,C. bicuspidatus, C. scutifer,C. vicinus,C. latipes,C.
panamensis, Eucyclops agilis, Macrocyclops fuscus, Megacyclops viridis,
Paracyclops affinis, Bryocamptus minutus, Bryocamptus nivalis, Diaptomus sp.
dan Diaptomus virginiensis.
Mulyadi dan Murniati (2017) memperoleh cukup banyak jenis copepod dari
hasil penelitiannya yakni sejumlah 36 spesies, dengan family calanoida paling
tertinggi. Menurut Nugraha dan Hismayasari (2011), copepod dari ordo
calanoida, cyclopoida, dan harpacticoida adalah sumber makan yang paling
penting dalam budidaya perikanan. Copepod dipilih karena siklus hidupnya yang
pendek sekitar 14 hari dari telur sampai dewasa dan mempunyai ukuran yang
relatif kecil sekitar 60-220 m, sesuai dengan bukaan mulut larva ikan. Mengacu
pada hasil-hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa jenis copepod yang
dijumpai pada penelitian ini tergolong sedikit hanya sebanyak 10 spesies.
- Jenis Kuda Laut
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan dibandingkan dengan buku
pedoman identifikasi kuda laut, diperoleh 2 spesies yang dijumpai pada saat
pengambilan data di perairan Desa Pengudang. Jenis tersebut yakni Hippocampus
spinosissimus dan Hippocampus hystrix. Spesies Kuda Laut lainnya yang juga
dijumpai di peraran Pengudang yakni Hippocampus hystrix yang secara lengkap
klasifikasi taksonominya disajikan seperti pada gambar 2.
Fillum : Chordata
6
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Syngnathiformes
Family : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus hystrix
Gambar 2. Jenis Kuda Laut Hippocampus hystrix.
Ciri-ciri Morfologis
No. Variabel Hasil
Pengukuran
Referensi
(Laurie et al. 2004)
1. Panjang Total (Length) 12,5 max 17 cm
2. Jumlah Tulang Punggung (Trunk ring) 11 11
3. Panjang Moncong (Snouth Length) 1,8 1,7-2,0
4. Jumlah Sirip Punggung (Dorsal fin) 17 15-18
5. umlah Sirip Dada (Pectoral fin) 18 17-20
Kuda laut jenis Hippocampus hystrix memiliki keunikan corak warna pada
bagian tubuhnya terutama dekat perut. Corak pada bagian tubuh berupa campuran
warna kuning, dengan bintik-bintik hitam-cokelat. Namun pada bagian punggung
lebih dominan berwarna kehitaman dan pada bagian kepala corak garis
membentuk loreng-loreng antara warna hitam putih dengan dominan hitam.
Namun pada bagian ekornya membentuk corak garis belang warna antara kuning
dan hitam dengan dominan kuning. Bentuk tubuh dari kuda laut jenis
Hippocampus hystrix ini agak melengkung membentuk pola huruf S mulai dari
moncong hingga pangkal ekor.
Jenis kuda laut pada spesies Hippocampus spinosissimus disajikan seperti pada
gambar 3.
Fillum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Syngnathiformes
Family : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus spinosissimus
Gambar 3. Jenis Kuda Laut Hippocampus spinosissimus.
Ciri-ciri Morfologis
No. Variabel Hasil
Pengukuran
Referensi
(Laurie et al. 2004)
1. Panjang Total (Length) 11,8 max 17,2 cm
2. Jumlah Tulang Punggung (Trunk ring) 11 11
3. Panjang Moncong (Snouth Length) 2,1 2,0-2,4
4. Jumlah Sirip Punggung (Dorsal fin) 18 16-20
5. umlah Sirip Dada (Pectoral fin) 17 16-19
7
Kuda Laut Hippocampus spinosissimus merupakan spesies kuda laut yang
tidak mudah dijumpai di perairan Pengudang, namun masih tetap ada. Jenis kuda
laut Hippocampus spinosissimus memiliki corak warna variasi antara putih
dengan bercak-bercak hitam namun dominan pada warna putih. Pada bagian
kepala, mata, terdapat corak hitam seperti corak teratur yang mengelilinggi mata,
sedangkan pada bagian tonjolan bawah kepala juga didominasi oleh warna putih.
Namun pada bagian ekor corak warna membentuk garis menyilang antara warna
kuning-hitam dengan dominan berwarna hitam. Jenis ini diketahui memiliki
bentuk tubuh yang memanjang dan paling panjang jika dibandingkan dengan jenis
kuda laut lainnya yang dijumpai di Pengudang. Namun jenis kuda laut
Hippocampus spinosissimus ini memiliki bentuk tubuh yang agak ramping atau
tidak begitu menggelembung pada bagian perut.
- Kualitas Perairan Desa Pengudang
Kelangsungan hidup biota perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah kondisi perairan yang mendukung. Pengamatan lingkungan
perairan dilakukan di Desa Pengudang dengan 30 titik pengamatan penelitian
dilakukan waktu air pasang dengan mengukur nilai kualitas perairan tersebut,
meliputi parameter fisika-kimia. Dapat di lihat di tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Parameter perairan Desa pengudang yang di amati
Parameter Satuan Nilai rata-rata Baku mutu
Fisika
suhu oC 28,9± 0,63 28-30
kecerahan % 100
Kecepatan arus m/s 0,32± 0,01 -
kimia
pH
7,6±0,29 7-8,5
DO mg/L 6,5±0,23 >5
salinitas °/oo 30,2± 1,09 33-34
Baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun
2004.
Suhu yang di dapat dalam 30 titik pengamatan selama melakukan penelitian
rata-rata 28,9oC. Suhu ini masih dalam kisaran untuk pertumbuhan biota laut
termasuk kuda laut menurut ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004. Dalam aturan tersebut, menjelaskan bahwa kisaran nilai
suhu yang mendukung untuk kehidupan biota akuatik yakni antara 28-30oC.
sedangkan menurut Mulyadi dan Murniati (2017), copepod hidup pada suhu
kisaran 29-31°C masih dalam batas yang wajar bagi perkembangan copepod .
Dengan demikian, suhu diperairan Desa Pengudang masih sesuai dengan
kehidupan copepod dan kuda laut.
Nilai kecerahan pada titik lokasi penelitian didapatkan adalah 100%, dimana
kecerahan dengan nilai 100% mempunyai arti bahwa perairan tersebut jernih dan
penetrasi cahaya mencapai dasar perairan sehingga biota laut mendapatkan
pasokan penetrasi cahaya yang cukup untuk berfotosintesis secara maksimal.
Kecerahan 100% masih dalam kisaran alami untuk biota perairan seperti kuda
laut.
Menurut Tambaru et al. (2014), plankton (fitoplankton dan zooplankton)
termasuk copepod merupakan makanan alami larva organisme di Perairan laut.
8
Sebagai produsen primer, fitoplankton memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
sinar matahari sebagai sumber energi dalam aktivitas kehidupannya, sementara itu
zooplankton berkedudukan sebagai konsumen primer dengan memanfaatkan
sumber energi yang dihasilkan oleh produser primer. Dengan demikian, kecarahan
yang optimal akan mendukung terjadinya fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton. Hasil penelitian diperairan Desa Pengudang yang tampak hingga
dasar perairan, sangat mendukung bagi kehidupan copepod juga akan berdampak
baik bagi kuda laut.
Hasil pengukuran arus perairan Desa Pengudang rata-rata sebesar 0,32 m/s
tergolong arus yang lambat. Menurut Mason (1981) dalam Tambaru et al. (2014),
menjelaskan bahwa kecepatan arus yang lebih kecil dari 0,5 m/s tergolong arus
yang sangat lambat. Kecepatan arus seperti itu memungkinkan aktifitas plankton
berjalan dengan baik. Dengan demikian, arus yang lambat sangat mendukung
kehidupan copepod dan akan lebih mudah bagi kuda laut untuk memangsa
copepod.
Salinitas atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam (dalam gram) yang
terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan °/oo (permil). Rata-
rata nilai salinitas di perairan Desa Pengudang pada saat melakukan penelitian
sebesar 30,2°/oo. Nilai tersebut masih berada pada kisaran untuk pertumbuhan
biota laut termasuk kuda laut menurut ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 51 tahun 2004. Berdasarkan baku mutu tersebut, menjelaskan
bahwa kisaran nilai salinitas yang mendukung untuk kehidupan biota akuatik laut
yakni antara 30-33°/oo.
Pada lokasi penelitian didapat nilai pH dalam 30 titik pengamatan rata-rata 7,6
dimana kisaran pH masih dalam kisaran untuk pertumbuhan biota laut termasuk
kuda laut dan copepod . Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004, menjelaskan bahwa kisaran nilai pH yang mendukung untuk
kehidupan kuda laut yakni antara 7-8,5. Menurut Mahathir, (2014) Perairan yang
bersifat asam dan yang sangat alkali dapat menyebabkan kematian dan
menghentikan reproduksi pada kuda laut.
DO yang di dapat selama penelitian didalam 30 titik pengamatan berkisar
antara 6.5 mg/L masih dalam kisaran untuk pertumbuhan biota laut termasuk kuda
laut. Menurut kreteria Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut yakni
sebesar> 5 mg/l. Jika dilihat bahwa nilai kandungan oksigen terlarut lebih tinggi
terdapat pada kawasan tertentu, karena pada kawasan ini masih terpengaruh
terjadinya pergerakan air yang menyebabkan proses difusi oksigen dari udara
lebih cepat.
- Kelimpahan Copepod
Kelimpahan Copepod disajikan pada gambar 4.
9
Gambar 4. Kelimpahan copepod di Perairan Pengudang.
Kelimpahan copepod diperairan Desa Pengudang berkisar antara 3-117 ind/L
dengan rata-rata kelimpahan copepod 33 ind/L. Membandingkan dengan hasil
penelitian Melo et al. (2014), memperoleh kelimpahan copepod berkisar antara
3.33-182, 18 ind/L. Penelitian Mulyadi dan Murniati (2017), tentang kelimpahan
copepod di perairan Segara Anakan, Cilacap memperoleh kisaran kelimpahan
antara 115-130 ind/L. Selanjutnya Hsieh et al. (2004), memperoleh kisaran
kelimpahan copepod yakni 70-100 ind/L. Kelimpahan copepod di Desa
Pengudang tidak berbeda signifikan terhadap penelitian-penelitian terkait dengan
kelimpahan copepod pada umumnya.
Rata-rata kelimpahan copepod di Pengudang tidak begitu tinggi disebabkan
oleh hujan yang terjadi pada saat siang hari sehingga kelimpahan fitoplankton
akan menurun. Kelimpahan fitoplankton yang menurun akan mengakibatkan
turunnya kelimpahan zooplankton sebagai konsumen tingkat 1, kondisi ini juga
memungkinkan terjadi pada copepod. Terjadinya hujan, akan mengakibatkan
fitoplankton tidak berkembang dengan baik karena akan menghambat proses
fotosintesisnya. Kondisi ini akan berimbas pada penurunan kelimpahan copepod
disebabkan copepod berperan sebagai konsumen tingkat pertama yang
mengkonsumsi fitoplankton.
Pengambilan sampel copepod di perairan Desa Pengudang dilakukan pada saat
siang hari. Sehingga asupan fitoplankton yang melakukan fotosintesis pada siang
hari lebih melimpah sebagai bahan makanan copepod . Copepod yang banyak di
jumpai pada saat penelitan yaitu di daerah padang lamun yang mana cahaya
matahari tidak dapat menembus lansung kedasar perairan sehingaa copepod dapat
berlindung di antra selah-selah daun lamun. Tambaru et al. (2014), menyatakan
bahwa zooplankton melakukan gerakan vertikal secara berkala dalam rentang
waktu tertentu di Perairan laut. Sebagai contoh, zooplankton bergerak ke
permukaan pada malam hari dan menuju ke kedalaman menjelang cahaya
matahari kembali di perairan pada siang hari untuk melakukan aktifitas makan
dari produsen tingkat 1 (fitoplankton), kondisi tersebut juga merupakan bentuk
dari sikap zooplankton sebagai organisme yang cenderung menghindari cahaya
(fototaksis negatif).
Berkaitan dengan hasil pengukuran kualitas air, suhu perairan Desa Pengudang
rata-rata sebesar 28,9oC sedangkan salinitas sebesar 30,2°/oo. Menurut Mulyadi
dan Murniati (2017), salinitas dan suhu adalah faktor penting di perairan sekitar
bakau karena memengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangan Kopepoda
yang tidak mampu menoleransi perubahan suhu lingkungan yang ekstrem, tetapi
mampu hidup pada kisaran suhu 17–30°C. Lebih lanjut menurutnya copepod
10
memiliki kemampuan untuk hidup pada kawasan oseanik (laut) maupun limnetik
(air tawar) dengan kisaran salinitas antara 2-35 °/oo. mengacu pda pendapat
tersebut, baik suhu maupun salinitas masih cukup baik bagi kehidupan organisme
copepod.
Dilihat dari nilai derajat keasaman perairan serta oksigen terlarut di perairan
Desa Pengudang juga masih mendukung untuk kehidupan copepod karena
melebihi baku mutu yang ditentukan. Hasil pengukuran keasaman perairan
sebesar 7,6 serta oksigen terlarut sebesar 6,5 mg/L masih tergolong baik jika
mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
yang menganjurkan derajat keasaman pada nilai antara 7-8,5 dan oksigen terlarut
> 5 mg/L. Arus air yang tergolong lambat juga akan mendukung copepod untuk
bergerak mencari makanan pada kolom air.
Kecerahan perairan juga masih mendukung kehidupan copepod karena cahaya
masuk hingga ke dasar perairan, tentu akan memudahkan copepod dalam mencari
makanan (fitoplankton). Kecerahan perairan Desa Pengudang tampak hingga pada
dasar perairan (100%). Menurut Tambaru et al. (2014), bahwa tinggi rendahnya
kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh besarnya cahaya matahari yang
menembus lapisan perairan. Kecerahan yang baik tentunya akan mendukung
kelompok organisme zooplankton untuk memangsa fitoplankton.
- Kelimpahan Kuda Laut
Kelimpahan kuda laut yang di dapat selama penelitian dapat di lihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Kelimpahan kuda laut di perairan pengudang.
Kelimpahan kuda laut diperairan Desa Pengudang hanya ada pada 5 titik
sampling dengan kelimpahan berkisar 100-300 ind/hektar. Kelimpahan rata-rata
kuda laut dari hasil penelitian Saraswati dan Pebriani (2016) diperairan Padang
Bai, Bali yakni 133 ind/hektar. Sedangkan penelitian Mulyani dan Saokani
(2015), tentang kelimpahan kuda laut di perairan Tanakeke, Takalar cukup rendah
hanya berkisar 5-33 ind/hektar. Penelitian Rabiansyah (2015) tentang kelimpahan
kuda laut di perairan Desa Sebong Pereh berkisar antara 70-420 ind/hektar.
Mengacu pada penelitian-penelitian diatas, bahwa kelimpahan kuda laut di
Pengudang cukup rendah. Kondisi ini berkaitan dengan musim penangkapan kuda
laut. Pada bulan –bulan tertentu kuda laut diperiran Desa Pengudang, pada saat
penelitian di lapangan kuda laut ada tapi ukurannya masih kecil-kecil dan susah
di temukan keberadaannya, berdasarkan keterangan masyarakat yang telah kami
wawancari, kalau udah memasuki musim kuda laut para nelayan kuda laut bisa
memperoleh 100-150 ekor kuda laut sekali pergi mencari. Menurut Asmanelli dan
Andreas (1993), di Kepulauan Riau, kuda laut dikenal dengan nama lokal ondok-
ondok. Kebutuhan akan kuda laut kering masih tergantung pada hasil tangkapan
11
nelayan di alam, pada saat surut dengan menggunakan alat tangkap sondong atau
sodo (Pust Net), dan umumnya usaha yang mereka lakukan ini merupakan
kegiatan sambilan pada saat musim benih (Desember-Febuari).
- Hubungan Kelimpahan Copepod dan Kuda Laut
Hubungan antara kelimpahan copepod dengan kelimpahan kuda laut
diperairan Desa Pengudang diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
y= -46,896 + 2.461x Persamaan regresi diatas, diperoleh nilai koeffisien korelasi sebesar 0,786.
Artinya hubungan antara kelimpahan copepod dan kuda laut adalah “positif kuat”.
Mengacu pada pendapat Pratomo dan Astuti (2014), bahwa dari nilai koefisien
korelasi (R) menyatakan apabila nilai R berada diantara –1 dan 1, maka tanda
negatif (–) menyatakan adanya korelasi tak langsung atau korelasi negatif dan
tanda positif (+) menyatakan adanya korelasi langsung atau korelasi positif.
Sedangkan koeffisien korelasi dengan kisaran antara 0,60-0,79 termasuk pada
tingkat korelasi yang“kuat”.
Kuatnya hubungan antara kelimpahan copepod terhadap kelimpahan kuda laut
adalah kuat. Diketahui bahwa copepod merupakan pakan alami utama bagi kuda
laut. Seperti pernyataan Redjeki (2007), bahwa tingkat kelulusan hidup juwana
kuda laut yang lebih baik terlihat pada perlakuan pakan copepod kombinasi
dibandingkan dengan yang mengkonsumsi pakan tunggal. Lebih lanjut
Rabiansyah (2015), melakukan uji ekologi kuda laut melalui pembedahan isi
lambung diperoleh makanan kuda laut hanya terdiri dari satu jenis zooplankton
yakni copepod. Kopepoda adalah crustace haloplanktonik yang berukuran kecil
yang mendominasi jenis makanan kuda laut.
- Alrternatif Pengelolaan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan Kuda Laut tergolong
rendah. Kuda laut di Desa Pengudang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
nelayan, karena kuda laut bernilai ekonomis yang sangat tinggi, kuda laut juga
bisa di buat obat tradisional. Bila kondisi ini terus menerus dilakukan tanpa
melihat ekologinya maka ketidakpastian dari dampak eksploitasi terhadap
populasi alami keberadaan kuda laut bisa mengalami penurunan populasi, oleh
karena itu monitoring kuda laut, perlu dilakukan pemrintah setempat, di suatu
daerah untuk menjaga kelestarian kuda laut agar bisa dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Perlu dibatasi jumlah tangkapan kuda laut diperairan Desa
Pengudang.
Parameter perairan secara keseluruhan masih mendukung kehidupan copepod,
akan tetapi kelimpahan kuda laut masih tergolong rendah. Kondisi ini
memperkuat asumsi peneliti bahwa telah terjadi penangkapan lebih sehingga
mempengaruhi kondisi populasi kuda laut. Pembatasan penangkapan dapat
dilakukan oleh masyarakat melalui cara musyawarah yang disepakati oleh semua
masyarakat nelayan kuda laut. Pembatasan penangkapan dilakukan dengan
menyepakati musim/bulan yang tidak diperkenankan untuk menangkap kuda laut
(merupakan fase reproduksi kuda laut) sehingga kuda laut diberi kesempatan
untuk bereproduksi. Pembatasan jumlah tangkapan optimal yang diperbolehkan
(dalam kg atau ekor) sehingga jika telah mencapai tangkapan optimal yang
disepakati, tidak diperkenankan untuk melakukan pengangkapan meskipun masih
12
dapat dilakukan. Aturan-aturan ini disepakati secara bersama oleh seluruh nelayan
kuda laut di Desa Pengudang, kemudian disertai dengan sanksi secara adat.
KESIMPULAN
Kelimpahan copepod berkisar antara 3-177 ind/L tidak terlalu tinggi.
Kelimpahan kuda laut diperairan Desa Pengudang berkisar antara 100-300
ind/hektar tergolong kelimpahan yang cukup rendah. Hubungan kelimpahan
copepod dan kuda laut berdasarkan analisis korelasi adalah positif kuat dengan
nilai koeffisien korelasi = 0,786.
DAFTAR PUSTAKA
Asmanelli dan Andreas. I. P., 1991. Beberapa Catatan Mengenai Kuda Laut dan
Kemungkinan Pengembangannya. Oseana. 18 (4),145-151.
Carotenuto. Y, Putzets. S, Simonelli. P, Paulino. A, Meyerhofer. M, Suffrian. K,
Antia. A, dan Nejstgaard. J. C., 2007. Copepod feeding and reproduction in
relation to phytoplankton development during the PeECE III mesocosm
experiment. Biogeoscience Discuss. 4 (1), 3913-3936.
Endrawati. H, Zainuri. M, Kusdiyantini. E, dan Kusumaningrum. H. P., Struktur
Komunitas Copepod di Perairan Jepara. Ilmu Kelautan. 12 (4), 193-198.
Fianda.C., 2015.Identifikasi Dan Inventarisasi Jenis Kuda Laut (Hipocampus Sp)
Yang Hidup Di Perairan Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi].
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Fitriya.N, dan Lukman.M., 2013.Komunitas Zooplankton Di Perairan Lamalera
Dan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5
(1), 219-227.
Hsieh. C. H, Chiu. T. S, dan Shih C. T., 2004. Copepod Diversity and
Composition as Indicators of Intrusion of the Kuroshio Branch Current into the
Northern Taiwan Strait in Spring 2000. Zoological Studies. 43 (2), 393-403.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air
Laut Untuk Biota Laut.
Liu, SH., S. Sun, and B.P. Han . 2003. Diel Vertical Migration OF Zooplankton
Following Optimal Food Intatake Under Prodation. Plankton Res. 25 (1), 1069-
1.077.
Lourie. S. A, Foster. S. J, Cooper. E. W. T, and Vincent. A.C.J. 2004.A Guide to
the Identidication of Seahorses.Project Seahorse and Traffic North
America.University of British Columbia and World Wildlife Fund. 412 hlm.
13
Mahathir.A., 2014. Pola pertumbuhan Kuda Laut (Hippocampus Barbouri, Jordan
& Richardson, 1908) Yang Hidup Pada Beberapa Tipe Habitat Di Perairan
Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin.
Marten. G. G, dan Ried. J. W., 2007. Cyclopoid Copepods. AMCA Buletin. 12
(2), 65-92.
Melo. P. A, Junior. M. M, Macedo. S. J, Araujo. M, dan Leitao. N. L., 2014.
Copepod distribution and production in a Mid-Atlantic Ridge archipelago.
Anais da Academia Brasileira de Ciências. 86 (4), 1719-1733.
Mulyadi, dan Murniati. D. C., 2017. Keanekaragaman, Kelimpahan, dan Sebaran
Kopepoda (Krustasea) di Perairan Bakau Segara Anakan, Cilacap. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia. 2 (2), 21–31.
Mulyawan. A. E, dan Saokani. J., 2015.Karakteristik Habitat Dan Kelimpahan
Kuda Laut (Hippocampus Barbouri) yang Tertangkap Di Kepulauan Tanakeke,
Kabupaten Takalar. Balik Diwa. 6 (2), 13-19.
Nugraha. M. F. I, dan Hismayasari. I. B., 2011. Copepod : Sumbu Kelangsungan
Biota Akuatik Dan Kontribusinya Untuk Akuakultur. Media Akuakultur. 6 (1),
13-20.
Pratomo. D. S, dan Astuti. E. Z., 2014. Analisis Regresi Dan Korelasi Antara
Pengunjung Dan Pembeli Terhadap Nominal Pembelian Di Indomaret
Kedungmundu Semarang Dengan Metode Kuadrat
Terkecil.Prosiding.Universitas Dian Nuswantoro
Rabiansyah., 2015. Studi Ekologi Kuda Laut (Hippocampus) Di Perairan Desa
Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan. [Skripsi].
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Redjeki.S., 2007. Pemberian Copepod Tunggal dan Kombinasi Sebagai Pakan
Alami Kuda (Hippocampus kuda). Ilmu Kelautan. 12 (1), 1-5.
Saraswati. S. A, dan Pebriani. D. A. A., 2016. Monitoring Populasi Kuda Laut Di
Perairan Pantai Padang Bai Karangasem Bali. Samakia. 7 (2), 100-105.
Shah. J. A, Pandit. A. K, dan Shah. M., 2013. Distribution, Diversity And
Abundance Of Copepod Zooplankton Of Wular Lake, Kashmir Himalaya.
Ecology and the Natural Environment. 5 (2), 24-29.
Sukmono.T., 2004.Study on Mating Behaviour of Sea Horse (Hippocampus kuda)
at Lampung Mariculture Center. Biologi Indonesia. 4 (2), 67-70.
Susilowati.A, Wiryanto, dan Rohimah.A., 2001.Kekayaan Fitoplankton dan
Zooplankton pada Sungai-sungai Kecil di Hutan Jobolarangan. Biodiversitas. 2
(1), 129-132.
14
Syafiuddin, Zairin. M, Jusadi. D, Charman. O, dan Affandi. R., 2008.he Effect of
Temperature on Ovary Development of Sea Horse, Hippocampus barbouri in
culture pond. Torani. 18 (1), 81-86.
Tambaru.R, Muhiddin. A. H, dan Malida. H. S., 2014. Analisis Perubahan
Kepadatan Zooplankton Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton Pada Berbagai
WaktuDan Kedalaman Di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Torani.
24 (3), 40-48.