Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 1
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BEKERJA TENTANG ASI
PERAH DENGAN SIKAP TERHADAP ASI PERAH
Luluk Hidayah1), Utari Setyaningrum2)
1) Akademi Kebidanan Islam Al-Hikmah, Jepara (Prodi Diploma III Kebidanan) 2) Akademi Kebidanan Islam Al-Hikmah, Jepara (Prodi Diploma III Kebidanan)
e-mail : [email protected]
Abstrak
ASI merupakan makanan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Data cakupan ASI
eksklusif pada tahun 2016 di Desa Menganti belum optimal. Salah satu penyebabnya yaitu ibu yang bekerja.
Padahal ASI Eksklusif masih bisa diberikan oleh ibu bekerja dengan cara memerah ASI. Tujuan penelitian
untuk menganalisis hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah dengan sikap terhadap ASI Perah
di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jenis penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki anak dibawah 1 tahun
yaitu 97 responden. Sampel penelitian ini adalah ibu yang bekerja di luar rumah dan memiliki anak dibawah
1 tahun, yaitu sebanyak 32 responden. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Analisis data
dilakukan secara univariat dan bivariat, disajikan dalam bentuk tabulasi data. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang ASI Perah yaitu sebanyak 19 responden
(59,4%), sebagian besar responden bersikap negatif tentang ASI Perah yaitu sebanyak 17 responden
(53,1%). Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan pvalue= 0,041 (p<), yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah dengan sikap terhadap ASI
Perah. Diharapkan ibu yang bekerja dapat meningkatkan pengetahuannya tentang ASI Perah sehingga
cakupan ASI Eksklusif dapat optimal dan petugas kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan tentang ASI
perah, karena ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan cara memerah ASI.
Kata Kunci : ASI Perah, ibu bekerja, ASI Eksklusif
Abstract
Breast milk is the best food for growth and development of children. Data of exclusive breastfeeding
on 2016 in Menganti villages is not yet optimal. One of the causes is full time working mother. Exclusive
breastfeeding can still be given by working mothers by pumping breast milk. Purpose of the research was to
analyzed the relationship knowledge of working mothers about pumping breast milk with an attitude
to pumping breast milk in the Menganti village of Kedung Jepara Regency. The research was analyticl study
and used the cross sectional approach. The population of the research was the entire mothers with under 1
year old aged, the number was 97 respondents.
The sample of this research was mothers who work outdoors and have children under 1 year old, the
number was 32 respondents. The sample determined by purposive sampling technique. Data analysis was
done univariat and bivariat, presented in tabulation data. The result of this research showed that most of
respondents were knowledgeable about pumping breast mlk as much as 19 respondents (59,4%), most of
respondent have negative attitude about pumping breast milk that is 17 respondent (53,1%). The result of
statistical test used Chi-Square showed that pvalue = 0,041 (p <0,05), which means there was a significant
relation between knowledge of working mother about pumping breast milk with attitude toward pumping
breast milk. It was hoped that working mothers can improve their knowledge about pumping breast milk so
that exclusive breastfeeding coverage can be optimal and health workers were expected to provide counseling
about pumping breast milk, because working mothers can exclusively breastfeed their babies by pumping
brest milk.
Keywords: pumping breast milk, working mother, exclusive breastfeeding
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 2
PENDAHULUAN
ASI eksklusif merupakan makanan
terbaik bagi bayi, akan tetapi dalam
pelaksanaannya banyak kendala yang
muncul, antara lain ibu kurang memahami
tata laksana laktasi yang benar, bayi terlanjur
mendapatkan prelacteal feeding (air gula atau
formula) pada hari pertama kelahiran,
kelainan puting ibu, kesulitan bayi dalam
menghisap, ibu hamil lagi saat masih
menyusui, ibu bekerja sehingga harus
meninggalkan bayinya di rumah, keinginan
untuk disebut modern, dan pengaruh iklan
susu formula yang kian gencar1). Ibu yang
bekerja di luar rumah harus meninggalkan
bayinya dalam kurun waktu tertentu,
sehingga menjadi salah satu keterbatasan
untuk bisa menyusui langsung pada bayi
selama bekerja.
Data Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan
cakupan ASI eksklusif di Indonesia sebesar
42%. Data dari Deputi Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS), pencapaian target ASI
Eksklusif pada tahun 2013 baru tercapai
54.3% dari total populasi 2.483.485 bayi dan
target yang akan dicapai berdasarkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2019 mendatang
adalah 80%2,3). Cakupan ASI Eksklusif di
Kabupaten Jepara pada bulan Agustus 2015
adalah 68%, sedangkan cakupan ASI
Eksklusif di Kecamatan Kedung adalah 98%.
Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten
Jepara masih membutuhkan usaha keras
untuk mencapai target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 20194). Pemberian ASI
eksklusif belum dimanfaakan secara optimal,
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain terbatasnya pengetahuan, sikap,
kurangnya informasi dan nasehat menyusui,
dan makin banyaknya ibu-ibu yang
bekerja5,6).
Di Indonesia, cuti bagi ibu hamil dan
menyusui berkisar antara 1-3 bulan7). Seorang
ibu yang sudah habis masa cutinya harus
kembali bekerja, padahal masih dalam masa
menyusui. Hal ini merupakan salah satu
kendala dalam memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor
33 tahun 2012 pasal 6, bahwa setiap ibu yang
melahirkan harus memberikan ASI eksklusif
kepada bayi yang dilahirkannya2).ASI
eksklusif sebenarnya masih bisa dilakukan,
meskipun tidak ada kontak secara langsung
dengan bayi saat ditinggal bekerja8).
Alternatif cara yang bisa ditempuh adalah
dengan pemberian ASI perah. Motivasi yang
kuat dan kesabaran ekstra sangat dibutuhkan
untuk dapat memberikan ASI perah. Ibu
sebaiknya mulai menabung ASI 1 bulan
sebelum kembali bekerja. ASI perah dapat
disimpan dan kemudian dapat dipersiapkan
untuk diberikan pada bayi tanpa harus
berpikir untuk memodifikasinya dengan susu
formula9).
Berdasarkan pasal 128 ayat 2 dan 3,
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa selama pemberian ASI,
pihak keluarga, pemerintah daerah dan
masyarakat harus mendukung ibu secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus di tempat kerja dan tempat sarana
umum2). Sedangkan pada pasal 200, sanksi
pidana dikenakan bagi setiap orang yang
dengan sengaja menghalangi program
pemberian ASI eksklusif adalah penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)2).
Data dari penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa keberhasilan praktik
pemberian ASI Eksklusif di pabrik industri
tekstil masih rendah, dan para ibu bekerja
mengalami kegagalan memberi ASI Eksklusif
karena ibu bekerja10). Tahun 2014 di
Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa
wanita yang bekerja tergolong banyak yaitu
17.876 orang dari 37.435 tenaga kerja di
Kabupaten Jepara11, 12, 13).
ASI eksklusif masih bisa dilakukan
oleh ibu yang bekerja dengan cara memerah
ASI ditempat kerja, dan disediakannya
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 3
tempat yang bersih dan tertutup untuk
memerah14). Di sela-sela waktu bekerja, ibu
bisa memerah ASI setiap 2-3 jam. Memerah
ASI dapat dilakukan dengan tangan dan
pompa8). Tetapi banyak juga ibu yang
berhenti menyusui dan tidak memerah air
susunya ditempat kerja karena tidak
mengetahui cara lain jika tidak disusukan
pada bayinya, bahkan beberapa ibu yang
membuang ASI-nya begitu saja15). Tidak
menyusukan ASI pada anak dapat berdampak
pada kesehatan ibu karena jika ibu tidak
memberikan ASI, maka akan mempengaruhi
produksi ASI, hormon, dan kesehatan
payudara ibu14).
Studi pendahuluan dilakukan di Desa
Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten
Jepara terhadap 10 sampel ibu yang bekerja,
60% diantaranya tidak pernah memerah ASI
nya, 30% beralasan tidak memiliki waktu
untuk memerah ASI dan 30%-nya lagi
beralasan ASI-nya sudah tidak keluar lagi
karena bayinya sejak lahir diberi susu
formula. Hanya 40% dari seluruh sampel,
yang mengatakan memerah ASI-nya di
tempat kerja dan menyimpannya di kulkas
biasa untuk menyimpan makanan.
Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah
dengan sikap terhadap ASI Perah (ASIP) di
Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara.
METODE
Jenis penelitian adalah analitik
dengan pendekatan cross sectional, dimana
data tentang pengetahuan ibu bekerja tentang
ASI perah dan sikap terhadap ASI perah
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaann.
Penelitian dilakukan di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara pada
bulan Desember 2016.
Populasi penelitian adalah seluruh
ibu yang memiliki anak di bawah 1 tahun di
Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara. Sampel penelitian ini
sebanyak 32 ibu dari 97 ibu. Sampel
ditentukan dengan teknik Purposive Sampling
yaitu pengambilan sampel didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan tertentu16,17).
Dalam penelitian ini pertimbangan tersebut
berdasarkan ibu yang memiliki anak di bawah
1 tahun dan bekerja di luar rumah.
Penelitian ini menggunakan sumber
data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung dari responden
dengan menggunakan kuesioner untuk
memperoleh data tentang karakteristik
responden, pengetahuan responden tentang
ASI perah dan sikap responden terhadap ASI
perah. Data sekunder diperoleh dari profil
desa yang berupa data jumlah ibu yang
memiliki anak dibawah 1 tahun, data ibuyang
bekerja di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara dan laporan PWS KIA
Desa menganti berupa data cakupan ASI
eksklusif16,17). Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner. Instrumen
pengumpulan data sebelum digunakan,
dilakukani uji validitas dan reliabilitas.
Metode analisis data dilakukan secara
univariat dan bivariat. Analisis univariat
bertujuan untuk mendeskripsikan atau
mendapatkan gambaran setiap variabel yang
akan diukur meliputi umur, pendidikan,
pengetahuan tentang ASI perah dan sikap
terhadap ASI perah dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi masing-
masing variabel. Analisa Bivariat dilakukan
terhadap variabel pengetahuan dan sikap
terhadap ASI perah dan disajikan dalam
bentuk tabel silang. Uji statistik
menggunakan uji Chi-Square, dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah
dengan sikap terhadap ASI perah, dengan
derajat kemaknaan 95% (α = 0,05)18,19).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik
responden No. Variabel Frekuensi Persentase
1. Umur
19-26 tahun 16 50,0
27-33 tahun 9 28,1
34-40 tahun 7 21,9
2. Pendidikan
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 4
Perguruan
Tinggi
2 6.3
SMA 13 40.6
SMP 10 31.3
SD 7 21.9
3. Pengetahuan
Baik 5 15,6
Cukup 19 59,4
Kurang 8 25
4. Sikap
Positif 15 46,9
Negatif 17 53,1
Tabel 1. menunjukkan sebagian besar
responden berumur 19-26 tahun yaitu 16
responden (50%), sebagian besar
berpendidikan terakhir SMA yaitu 13
responden (40,6%), sebagian besar
berpengetahuan cukup tentang ASI perah
yaitu 19 responden (59,4%), dan sebagian
besar memiliki sikap negatif terhadap ASI
perah yaitu 17 responden (53,1%).
Pendidikan diperlukan guna
mendapatkan informasi misalnya hal – hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup seseorang20).
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar
responden berpendidikan SMA yaitu 13
responden (40,6%), dan hanya 2 responden
(6,3%) yang berpendidikan tinggi. Semakin
tinggi pendidikan seseorang maka makin baik
pula pengetahuannya21). Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Wulandari
bahwa ada hubungan antara pengetahuan
tentang ASI Perah dengan tingkat pendidikan
ibu yang bekerja22). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin rendah pendidikan seseorang,
maka semakin rendah kemampuan dasar
seseorang dalam berfikir untuk pengambilan
keputusan khususnya sikap dalam
memberikan ASI eksklusif pada ibu yang
bekerja dengan cara ASI perah. Pendidikan
seseorang berhubungan dengan kehidupan
sosialnya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka ia akan lebih memperhatikan
masalah kesehatannya23). Dari data penelitian
menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan
tinggi akan cenderung memiliki pengetahuan
yang baik tentang ASI perah, dan sebaliknya
ibu yang memiliki pendidikan rendah
cenderung memiliki pengetahuan kurang
tentang ASI perah.
Berdasarkan Tabel 1. sebagian besar
responden berpengetahuan cukup tentang ASI
perah yaitu 19 responden (59,4%), dan
sebagian kecil responden berpengetahuan
baik tentang ASI perah yaitu 5 responden
(15,6%). Pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor yang dimiliki oleh
seseorang itu sendiri yaitu umur, pendidikan
serta pekerjaan24). Tingkat pendidikan
mempengaruhi beberapa faktor yang
menyebabkan kurangnya pengetahuan
diantaranya yaitu kurangnya informasi yang
diberikan tenaga kesehatan, media massa,
maupun sumber informasi yang lain. Faktor
lingkungan yang tidak mendukung, yang bisa
menghalangi seseorang memiliki
pengetahuan yang baik. Masih rendahnya
pengetahuan responden tentang ASI Perah
dapat disebabkan kurangnya sumber
informasi, tingkat pendidikan yang rendah,
sumber informasi yang kurang, lingkungan
yang tidak mendukung dan kurangnya
motivasi untuk mencari informasi tentang
ASI Perah. Ttingkat pengetahuan yang baik
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, jenis
pekerjaan, fasilitas dilingkungan kerja,
sumber informasi, dan motivasi.
Hasil penelitian menunjukkan
mayoritas responden memiliki sikap negatif
terhadap ASI perah yaitu sebanyak 17
responden (53,1%), sedangkan responden
yang memiliki sikap negatif terhadap ASI
perah sebanyak 15 responden (46,9%). Hal
ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu
perkerja sebagian besar tingkat menengah dan
mayoritas berpengetahuan cukup tentang ASI
perah. Ada 3 komponen utama dalam
menentukan sikap seseorang yaitu :
kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep
terhadap suatu obyek, kehidupan emosional
atau evaluasi emosional terhadap suatu
obyek, dan kecenderungan untuk bertindak
(trend to be have)23,25).
Konsep moral dan ajaran dari
lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan yang
akan mempengaruhi sikap26). Tingkat
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 5
pendidikan ini akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan. Pengetahuan responden yang
rendah juga dapat dipengaruhi kurangnya
sumber informasi, yang diantaranya yaitu
media massa. Faktor pendidikan
mempengaruhi sikap ibu terhadap pemberian
ASI Eksklusif27). Ibu yang memiliki sikap
positif terhadap ASI Perah, dipengaruhi oleh
lingkungan tempat kerja, karena disetiap
perusahaan atau tempat kerja memiliki
kebijakan yang berbeda-beda.
Sikap dapat diposisikan sebagai hasil
evaluasi terhadap obyek sikap yang
diekspresikan ke dalam proses kognitif,
afektif (emosi) dan perilaku21). Faktor yang
mempengaruhi sikap seseorang adalah
lingkungan kerja yang sibuk menyebabkan
ibu tidak memerah ASI-nya (emosional)28).
Untuk mengatasi masalah di atas
sebaiknya petugas kesehatan melakukan
kerjasama dengan pabrik atau instansi yang
mempekerjakan wanita, untuk dapat
memberikan informasi melalui penyuluhan
kesehatan kepada ibu bekerja bahwa ibu yang
bekerja tetap dapat memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya dengan cara ASI
perah.
Tabel 2. Tabel silang antara
pengetahuan responden
tentang ASI perah dengan
sikap terhadap ASI perah Pengetah
uan
Sikap Jumla
h
F(%)
Pvalue
Positif
F(%)
Negatif
F(%)
Baik 5
(100%)
0
(0%)
5
(100%)
0, 041
Cukup 9
(47,4%)
10
(52,6%)
19
(100%)
Kurang 1
(12,5)
7
(87,5%)
8
(100%)
Jumlah 14
(43,8%)
18
(56,2%)
32
(100%)
Tabel 2. menunjukkan bahwa semua
responden (100%) yang mempunyai
pengetahuan baik tentang ASI perah,
memiliki sikap positif terhadap ASI perah.
Sedangkan mayoritas responden yang
berpengetahuan kurang tentang ASI perah,
memiliki sikap negatif terhadap ASI perah
yaitu 7 responden (87,5%) dibandingkan
yang bersikap positif terhadap ASI perah
yaitu sebanyak 1 responden (12,5%).
Pengetahuan yang baik
mempengaruhi sikap seseorang untuk
menyetujui melakukan sesuatu, yang berarti
semakin baik pengetahuan seseorang tentang
ASI perah, maka akan bersikap positif
terhadap ASI perah. Seseorang yang
berperilaku baik biasanya mempunyai
pengetahuan yang baik juga29,30). Sikap tidak
hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja,
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain
seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang
lain yang dianggap penting, budaya, media
massa, pendidikan, emosional21).
Hasil uji statistik dengan
menggunakan Chi-Square, didapatkan hasil p
value = 0, 041 (p value < α), yang berarti
bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah
dengan sikap terhadap ASI perah. Tingkat
pengetahuan tentang ASI eksklusif
berhubungan dengan sikap ibu tentang ASI
Perah (Pvalue< 0.05)28).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu faktor predisposisi, faktor
pemungkin, dan faktor penguat23). Faktor
predisposisi antara lain berupa pengetahuan
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi23). Selain
itu dipengaruhi sikap dan perilaku petugas
kesehatan sebagai salah satu faktor penguat
(reinforcing factor) terhadap perilaku ibu
bekerja untuk dapat memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya dengan cara
memerah ASI23). Pengetahuan, sikap,
kesadaran dan perilaku sangat berhubungan
satu sama lain. Apabila perilaku baru didasari
oleh pengetahuan, kesadaran maka akan
terjadi sikap yang diharapkan sehingga terjadi
perubahan sikap23).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang
sangat mempengaruhi sikap dan tindakannya.
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 6
Jadi ada keterkaitan antara pengetahuan dan
sikap. Pengetahuan tentang ASI Perah yang
baik sangat berhubungan dengan sikap Ibu
bekerja tentang ASI Perah. Semakin tinggi
pengetahuan ibu bekerja tentang ASI Perah
maka semakin positif sikapnya terhadap ASI
Perah. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah pengetahuan ibu bekerja tentang ASI
Perah maka semakin negatif sikapnya
terhadap ASI Perah.
SIMPULAN Sebagian besar ibu yang bekerja
berpengetahuan cukup tentang ASI perah dan
bersikap negatif terhadap ASI perah. Semua
ibu bekerja yang berpengetahuan baik tentang
ASI Perah, bersikap positif terhadap ASI
perah, sedangkan mayoritas ibu bekerja yang
berpengetahuan kurang tentang ASI perah,
memiliki sikap negatif terhadap ASI perah.
Ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah
dengan sikap terhadap ASI perah. Sehingga,
semakin tinggi pengetahuan ibu bekerja
tentang ASI perah maka semakin positif
sikapnya terhadapASI perah, dan semakin
rendah pengetahuan ibu bekerja tentang ASI
perah maka semakin negatif sikapnya
terhadap ASI perah.
DAFTAR PUSTAKA
1) Partiwi, Ayu N dan Purnawati J. 2009.
Kendala Pemberian ASI eksklusif dan
Cara Mengatasinya. Laman web:
http://www.idai. or.id/asi.asp [diakses
tanggal 23 Oktober 2016]
2) Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan
Analisis ASI Eksklusif. 2014.. Laman
web:
http://www.depkes.go.id/resources/down
load/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf
[diakses tanggal 23 Oktober 2016]
3) Kementerian Kesehatan RI. 2015.
Kebijakan Perencanaan Pembangunan
Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Laman web:
http://www.depkes.go.id/resources/down
load/infopublik/Renstra-2015.pdf
[diakses tanggal 23 Oktober 2016]
4) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.
2015. Laporan ASI Eksklusif. Jepara:
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.
5) Astutik, R. 2014. Payudara dan Laktasi.
Jakarta: Salemba Medika
6) Widiyanto, S., Aviyanti, D., Tyas, MA.
2012. “Hubungan pendidikan dan
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif
dengan sikap terhadap pemberian asi
eksklusif”. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah. Vol. 1, No.1, 2012.
Laman web:
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/ked
okteran/article/view/743 [diakses 15
Desember 2016]
7) Kementerian Kesehatan RI. Pentingnya
Pojok Laktasi Untuk Ibu dan Bayi.
Jakarta: 2016. Laman web:
http://promkes.depkes.go.id/2014/08/24/
pentingnya-pojok-laktasi-untuk-ibu-dan-
bayi/ [diakses 15 Desember 2016]
8) Handayani, F. 2010. ASI Perah, Solusi
Buat Ibu Bekerja. Laman web:
http://www.menyusui.net [diakses
tanggal 23 Oktober 2016]
9) Anonymous. 2010. Tantangan Menyusui
Bagi Ibu Bekerja. Laman web:
http://www.ayahbunda.co.id [diakses
tanggal 25 Oktober 2016]
10) Rizkianti, A; Prasodjo, R; Saparini, I.
2014. Analisis Faktor Keberhasilan
Praktik Pemberian ASI Eksklusif Di
Tempat Kerja Pada Buruh Industri
Tekstil di Jakarta. Laman web:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index
.php/BPK/article/view/3662/3600
[diakses tanggal 23 Oktober 2016]
11) Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 7
2015. Data Tenaga Kerja. Laman web:
http://nakertransduk.jatengprov.go.id/ind
ex.php/page/details/page-
1379397637/jumlah-perusahaan-dan-
tenaga-kerja-tahun-2014.html [diakses
tanggal 22 September 2016]
12) Badan Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan Keluarga
Berencana. 2015. Pembentukan Support
Group Bagi Ibu Menyusui di 3
Kabupaten/ Kota. 21 Agustus 2015.
Laman web:
http://www.bp3akb.jatengprov.go.id/arti
cle/view/109 [diakses tanggal 27
Oktober 2016]
13) Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara.
2011. Peraturan Daerah Kabupaten
Jepara Nomor 25 tahun 2011 tentang
Pemberian ASI Eksklusif. Laman web:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files
/Id/2012/kabupatenJepara-2014.pdf
[diakses tanggal 27 Oktober 2016]
14) Welford, H. 2009. Breastfeeding Your
Baby. London: Mershall
15) Widuri, H. 2013. Cara Mengolah ASI
Eksklusif Bagi Ibu Bekerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
16) Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
17) Saryono dan Setiawan A. 2011.
Metodologi Penelitian Kebidanan DIII,
DIV,S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha
Medika
18) Riwidikdo, H. 2010. Statistik untuk
Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi
Program R dan SPSS. Yogyakarta:
Pustaka Rihama
19) Sugiyono. 2011. Statistika untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta
20) Baskoro, A. 2008. ASI : Panduan Praktis
Ibu Menyusui. Yogyakarta: Banyu
Medika
21) Wawan, A dan Dewi M. 2011. Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika
22) Wulandari, A. 2013. Hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap terhadap Air
Susu Ibu Perah (ASIP) dengan praktik
pemberian ASIP pada ibu bekerja di
Kelurahan Tandang Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Laman web:
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_
bid/article/download/1022/1070 [diakses
tanggal 23 Oktober 2016]
23) Notoatmodjo, S. 2012. Promosi
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
24) Worwor, M., Laoh, JM., Pengemanan,
DHC. 2013. “Hubungan pengetahuan
dan sikap dengan pemberian ASI
eksklusif pada ibu menyusui di
Puskesmas Bahu Kota Manado”. Ejurnal
Keperawatan. Vo. 1, No.1, Agustus
2013. Laman web:
https://media.neliti.com/media/publicatio
ns/108694-ID-hubungan-pengetahuan-
dan-sikap-dengan-pe.pdf [diakses 15
Desember 2017]
25) Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori
dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
26) Winarti, E. 2007. Perkembangan
Kepribadian. Jakarta: Graha Ilmu
27) Yuliarti, I. D. 2008. Hubungan
Pengetahuan dan Sikap ibu dengan
Perilaku Pemberian ASI Eksklusif.
Laman web:
http://eprints.uns.ac.id/9582/1/72380720
0904201.pdf [diakses tanggal 30
Desember 2016]
Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 8
28) Kusumaningtyas, D. 2013. Hubungan
pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif
Terhadap pemberian ASI perah pada ibu
yang bekerja di RS Mardi Rahayu
Kudus. Laman web:
http://akbidmr.ac.id/wp-
content/uploads/2016/04/6-draf-untuk-
jurnal-dewi-pdp-2013-fix.pdf [diakses
tanggal 23 Oktober 2016]
29) Sarwono, S dan Meinarno, E. 2011.
Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Medika
30) Rahmawati, M. 2010. Faktor-Faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif pada Ibu Menyusui Di
Kelurahan Pedalangan Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang. Laman
web:
http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/in
dex.php.JK/article/download/17/72
[diakses tanggal 26 Oktober 2016]
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 1
PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP
PENURUNAN KECEMASAN DAN NYERI SELAMA KALA I FASE
AKTIF PERSALINAN
Endah Dian Marlina
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh Bekasi
e-mail: [email protected]
Abstrak
Proses persalinan identik dengan rasa nyeri. WHO pada tahun 2010 melaporkan bahwa kasus sectio caesaria
tanpa indikasi di Amerika berjumlah 30,3% dan di Indonesia 6,8%. Hal ini menunjukan bahwa kejadian
permintaan untuk melahirkan secara sectio caesaria cukup tinggi. Hasil studi pendahuluan di sebuah rumah
bersalin di Kota Bekasi didapatkan 9 dari 10 ibu yang bersalin mengeluh cemas berlebih dan mengalami
nyeri hebat selama proses persalinan kala I. Beberapa teknik untuk mengurangi kecemasan dan nyeri selama
persalinan telah banyak dilakukan, diantaranya dengan pemberian stimulan (rangsangan) hangat pada titik-
titik tertentu di tubuh ibu bersalin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian
kompres hangat terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan. Penelitian ini menggunakan
desain quasi eksperimental dengan pretest-posttest one group. Jumlah sampel penelitian berjumlah 20 orang
ibu bersalin. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Instrumen yang digunakan untuk
mengukur kecemasan adalah skala kecemasan Hamilton (HAM-A), sedangkan untuk mengukur nyeri adalah
skala nyeri visual analogue scale (VAS). Pengujian statistik menggunakan analisis parametrik dan non
parametrik, dengan kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi penurunan kecemasan secara signifikan pada ibu bersalin setelah diberikan kompres hangat dengan
nilai p = 0,0001. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi penurunan nyeri secara signifikan pada ibu
bersalin setelah diberikan kompres hangat dengan nilai p = 0,001. Pemberian kompres hangat juga mampu
berpengaruh dalam menurunkan kecemasan dan nyeri persalinan secara bersamaan sebesar 47,05%.
Simpulan penelitian ini adalah pemberian kompres hangat pada ibu bersalin kala I dapat mengurangi dan
berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan.
Kata kunci : Kompres hangat, Kecemasan, Nyeri, Persalinan
Abstract
The Labor process is identical to the pain. In 2010 WHO reported that the case of sectio caesaria without
indication amounted to 30.3% in the United States and 6.8% in Indonesia. This reports show that instance of
sectio caesaria is quite high among pregnant women. A preliminary study in a maternity hospital in Bekasi
found that 9 out of 10 mothers complained about excessive anxiety and experienced severe pain during first
stage of labor. Some techniques to reduce anxiety and pain during labor have been done, such as adduction of
warm stimulants at certain points in the maternal body. The purpose of this study was to analyze the effect of
adduction warm compresses on decreasing anxiety and pain during labor. This study used quasi experimental
with pretest-posttest one group design. The number of research samples amounted to 20 pregnant women.
Sampling using consecutive sampling. The Hamilton's anxiety scale (HAM-A) used to measure anxiety, whereas
the pain’s visual analogue scale(VAS) used to measure pain. Statistical test using parametric and non
parametric analysis, with significance of test result determined based on p value <0,05. The results showed a
significant decrease in anxiety among women after a warm compresses with p value = 0.0001. The results also
showed a significant decrease of pain among women after a warm compresses with p value = 0,001. Adduction
of warm compresses are also able to affect in reducing anxiety and labor pain simultaneously by 47.05%. The
conclusion of this research is adduction of warm compress among women on first stage of labor can reduce
and influence simultaneously to decrease of anxiety and pain during labor.
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 2
Keywords : Warm Compresses, Anxiety, Pain, Labor
PENDAHULUAN
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses terjadinya pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan
penyulit.1
Proses persalinan identik dengan rasa nyeri yang akan dijalani secara fisiologis nyeri terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi sebagai upaya membuka serviks dan
mendorong kepala bayi kearah panggul.2,3,4
Nyeri persalinan kala I merupakan proses fisiologis yang disebabkan oleh proses dilatasi serviks, hipoksia otot uterus saat kontraksi, iskemi korpus uteri dan peregangan segmen
bawah rahim dan kompresi saraf serviks.4
Data dari WHO pada tahun 2010 untuk kasus sectio caesaria tanpa indikasi di Amerika berjumlah 30,3% dan di Indonesia 6,8%. Hal ini m e n u n j u k a n bahwa kejadian permintaan untuk melahirkan secara sectio caesaria cukup tinggi.5
Mc.Kinney, et al mengemukakan bahwa kecemasan dapat timbul dari reaksi seseorang terhadap nyeri. Hal ini akan meningkatkan sekresi katekolamin. Sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan aliran darah ke plasenta sehingga membatasi suplai oksigen serta penurunan efektivitas dari kontraksi uterus yang dapat memperlambat proses persalinan.6
Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan. Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intrapsikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II.
Dari hasil survey di sebuah rumah bersalin di Kota Bekasi hampir rata-rata ibu yang bersalin mengatakan nyeri hebat dalam
menghadapi persalinan normal, yang menyebabkan ibu merasa takut dalam menghadapi persalinan normal. Mengingat dampak nyeri cukup signifikan bagi ibu bersalin maka harus ada upaya untuk menurunkan nyeri tersebut. Upaya tersebut adalah dengan tindakan medis dan non medis. Salah satu tindakan non medis untuk mengurangi rasa nyeri persalinan antara lain pemberian kompres hangat, tindakan tersebut adalah untuk distraksi yang dapat menghambat otot untuk mengeluarkan sensasi nyeri dan dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol
perasaan dan kekuatannya.7,8,9
Kompres hangat adalah suatu metode alternativ non farmakologis untuk mengurangi nyeri persalinan pada wanita inpartu kala I fase aktif persalinan normal. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan kantong karet diisi dengan air hangat dengan suhu 37º - 41ºC kemudian menempatkan pada punggung bagian bawah ibu dengan posisi miring kiri. Pemberian kompres hangat dilakukan selama 30 menit. Penggunaan kompres hangat bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat pada ibu inpartu kala I fase aktif.9
Penelitian yang dilakukan oleh Namazi tahun 2014 di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada kala I persalinan pada dua kelompok ibu hamil di Vali Asr-Rumah Sakit (Tuyserkan, Iran) antara Juni dan September 2013 menggunakan kantong karet diisi dengan air hangat dengan suhu 37º-41ºC kemudian menempatkan pada punggung bagian bawah ibu dengan posisi miring kiri menyimpulkan hasil bahwa setelah dilakukan kompres hangat selama 30 menit pada ibu yang mengalami kecemasan persalinan kala I fase aktif didapatkan bahwa hasil kecemasan pada ibu menurun atau berkurang. Berdasarkan penelitian Indrawan tahun 2016 juga di katakan bahwa ada salah satu cara yang dapat di terapkan untuk mengurangi nyeri pada kala I fase aktif adalah dengan pemberian kompres hangat pada ibu inpartu atau kala I fase aktif
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 3
untuk mengurangi nyeri.10
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan
quasi eksperiment dengan pretest-posttest one group design. Subjek penelitian yaitu ibu bersalin Kala I fase aktif sebanyak 29 orang, dengan jumlah sample 20 orang yang dibuat dalam satu grup intervensi dan memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel responden bidan menggunakan consecutive sampling dengan kriteria inklusi ibu yang datang ke RB
dalam keadaan kala I fase aktif dengan kriteria ekslusi ibu yang dalam proses intervensi mengalami komplikasi sehingga diperlukan tindakan rujukan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan adalah skala Hamilton (HAM-A) dan skala nyeri Visual Analogue Scale (VAS) untuk mengukur nyeri persalinan. Pengujian statistik menggunakan analisis parametrik dan non parametrik, dengan kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance dari Lembaga Penelitian Stikes Bani Saleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
pada Kala 1 Fase Aktif Persalinan
Tingkat Kecemasan
Kecemasan pada Kala I Persalinan
p-value Pretest Posttest
f (%) Mean (SD) f (%) Mean (SD)
Ringan (≤ 17) 0(0)
25,90(3,42) 9(39,1)
18,20(4,27)
0,000 Sedang (18-24) 6(26,1) 8(34,8)
Berat (25-30) 14(60,9) 3(13)
Keterangan Uji: t-test dependent
Berdasarkan tabel diatas didapatkan
pengurangan nilai rata-rata sebelum – sesudah = 5,600. Nilai Mean penurunan kecemasan sebesar 34,12 dengan signifikasi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,005 artinya terdapat perbedaan yang signifikan tingkatan kecemasan sebelum dan sesudah diberi kompres hangat dapat diartikan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap kecemasan persalinan kala I fase aktif.
Dilihat dari data diatas dapat dinyatakan setelah dilakukan pemberian hangat pada bagian punggung, ibu kala I fase aktif persalinan yang mengalami kecemasan persalinan mengalami penurunan kecemasan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kompres hangat merupakan faktor yang mempengaruhi pengurangan rasa cemas
persalinan. Kompres hangat dapat menjadikan tubuh terasa rileks dan nyaman karena kehangatan air yang membantu pembuluh darah yang melebar sehingga aliran darah lancar.
Pada hasil penelitian ini didukung dengan metode observasi ketika melakukan observasi kecemasan bersalin pada ibu bersalin, metode observasi ini menggunakan alat bantu berupa kuesioner tingkatan kecemasan pretest dan posttest, botol karet untuk melakukan kompres, handuk sebegai pengalas, termometer suhu air untuk menjaga suhu air tetap stabil.
Pada penelitian ini sebagian besar ibu mengalami kecemasan persalinan berat dan sedang sebelum dilakukan kompres hangat.
Hal ini terjadi karena pada kala I fase
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 4
aktif persalinan terjadi dilatasi seviks dan segmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, trauma pada serat otot dan ligamen dan gangguan psikologis. Pada penelitian ini semua ibu mengatakan bahwa belum dilakukan upaya untuk mengurangi kecemasan persalinan karena kecemasan persalinan dianggap hal yang wajar dan tidak dilakukan manajemen untuk mengurangi rasa cemas dan meningkatkan kenyamananan ketika ibu bersalin.
Pemberian kompres hangat pada ibu bersalin menjadi metode baru untuk mengurangi kecemasan persalinan, melalui metode observasi langsung kepada responden, peneliti dapat mengetahui dan melihat langsung pengaruh kompres hangat yang diberikan kepada ibu bersalin. Pemberian kompres hangat dapat mengurangi kecemasan dan memberikan kenyamanan ketika ibu mengalami kecemasan saat kontraksi pada saat persalinan.
Pendapat serupa mengenai hasil penelitian ini ditunjukan oleh Namazi tahun 2014 di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada tahap pertama persalinan. Pada penelitian ini dilakukan pada dua kelompok ibu hamil di Vali Asr- Rumah Sakit (Tuyserkan, Iran) antara Juni dan September 2013. Dalam penelitian menunjukan adanya pengaruh signifikan kompres hangat terhadap kecemasan persalinan kala I fase aktif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode observasi.10
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat memberikan gambaran bahwa dengan melakukan kompres hangat dapat
menurunkan tingkat kecemasan, melancarkan sirkulasi darah, mengurangi spasme otot, menghilangkan sensasi kecemasan, memberikan ketenangan dan kenyamanan yang terjadi pada ibu kala 1 fase aktif persalinan.
Kecemasan yang dirasakan seseorang
disebabkan oleh dua kelompok faktor yaitu:4,6,9
1) Kelompok faktor-faktor penyebab yang
dikenal atau dirasakan oleh seseorang.
Keadaan yang seperti ini disebut dengan
kecemasan substantif.
2) Kelompok faktor-faktor yang tidak
diketahui atau yang tidak dirasakan, tipe
seperti ini terjadi bilamana seseorang
merasakan adanya bahaya yang
mengancam sendi-sendi kepribadiannya
akan tetapi ia tidak dapat mengetahui
secara pasti sumber bahaya tersebut.
Tipe ini disebut juga dengan kecemasan
neurosis, tipe ini dianggap sangat
berbahaya dan perlu penanganan yang
serius, hal ini dikarenakan seseorang
yang mengalaminya akan merasakan
nervous yang berat atau kecemasan yang
luar biasa dan merasakan penyakit atau
gangguan fisik dan psikis yang
mengakibatkan kepada
ketidakmampuannya dalam beradaptasi
dengan dirinya sendiri. Meskipun
penelitian ini dinilai cukup berhasil
namun masih ada kelemahan –
kelemahan yang menyertai keberhasilan
penelitian ini.
Tabel 2 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri pada
Kala 1 Fase Aktif Persalinan
Tingkat Nyeri
Tingkat Nyeri pada Kala I Persalinan
p-value Pretest Posttest
f (%) Mean (SD) f (%) Mean (SD)
Ringan (1 – 3) 0(0)
7,60(1,76) 8(34,8)
3,90(1,83)
0,000 Sedang (4 – 6) 8(34,8) 10(43,5)
Berat (7 – 10) 12(52,2) 2(8,7)
Keterangan Uji: t-test dependent
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 5
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil uji statistik pengurangan nilai rata-rata sebelum – sesudah = 2,300.
Hasil penelitian terhadap penurunan nyeri persalinan menunjukan besarnya nilai rata-rata sebesar 38,82 dengan signifikasi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,005 artinya terdapat perbedaan yang signifikan tingkatan nyeri sebelum dan sesudah diberi komprs hangat.
Berdasarkan hasil uji dapat diartikan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri persalinan kala I. Dilihat dari data diatas dapat dinyatakan setelah dilakukan pengompresan hangat pada bagian punggung, ibu bersalin kala I yang mengalami nyeri persalinan mengalami penurunan nyeri yang signifikan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa kompres hangat merupakan faktor yang mempengaruhi pengurangan rasa nyeri persalinan. Kompres hangat dapat menjadikan tubuh terasa rileks karena kehangatan air yang membantu pembuluh darah yang melebar sehingga aliran darah lancar. Pada hasil penelitian ini didukung dengan metode wawancara ketika melakukan observasi nyeri bersalin pada ibu bersalin, metode observasi ini menggunakan alat bantu berupa kuesioner tingkatan nyeri VAS (Visual Analouge Scale),
botol karet untuk melakukan kompres berisi air hangat dengan suhu 37º-41ºC dan handuk sebegai pengalas untuk diletakan dipunggung bagian bawah ibu.
Pada penelitian ini sebagian besar ibu mengalami nyeri persalinan berat dan sedang sebelum dilakukan kompres hangat. Hal ini terjadi karena pada kala I persalinan terjadi dilatasi seviks dan sagmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, trauma pada serat otot dan ligamen. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan
juga sebaliknya. 12,13,14
Pada penelitian semua ibu mengatakan
bahawa belum dilakukan upaya untuk mengurangi nyeri persalinan karena nyeri persalinan dianggap hal yang wajar dan tidak dilakukan manajemen untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kenyamananan ketika ibu bersalin. Pemberian kompres hangat pada ibu bersalin menjadi metode baru untuk mengurangi nyeri persalinan, mealalui metode wawancara dan observasi langsung kepada responden, peneliti dapat mengetahui dan melihat langsung pengaruh kompres hangat
yang diberikan kepada ibu bersalin.15,16,17
Tabel 3 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Kecemasan dan
Nyeri pada Kala 1 Fase Aktif Persalinan
Keterangan Uji: Regresi Linear
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pemberian kompres hangat berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama kala I fase aktif persalinan (Hottelling’s Trace: nilai p < 0,05). Pengukuran effect size berdasarkan table diatas diperoleh hasil sebagai berikut:
Effect Size=(nilai Pillai’s Trace/2) x
100%
= (0,941/2) x 100%
= 47,05% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut,
pemberian kompres hangat memiliki pengaruh terhadap penurunan kecemasan dan nyeri
Variabel Intervensi (n=20) Nilai p*
∆Mean (SD)
Penurunan Kecemasan 34,12 (13,14) 0,000
Penurunan Nyeri 38,82 (12,19)
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 6
persalinan sebesar 47,05%. Pemberian kompres hangat dapat mengurangi nyeri dan memberikan kenyamanan ketika ibu mengalami nyeri saat kontraksi pada saat persalinan. Dalam penelitian ini menunjukan adanya pengaruh signifikan kompres hangat terhadap nyeri persalinan kala I. Berdasarkan asumsi peneliti kompres hangat sangat bermafaat dalam menurukan nyeri persalinan karena kompres hangat dapat meningkatkan suhu kulit lokal, melancarkan sirkulasi darah mengurangi spasme otot,
menghilangkan sensasi nyeri memberikan ketenangan dan kenyamanan pada ibu inpartu sehingga nyeri dapat mengurangi nyeri persalinan.
SIMPULAN Pemberian kompres hangat pada ibu
bersalin kala I fase aktif dapat mengurangi dan berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan sebesar 47, 5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo 2008. ilmu kebidanan.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
2. Manuaba, Ida Bagus.2012. Teknik
Operasi Obstetri dan Keluarga
Berencana.Jakarta: CV.Trans Info Media.
3. Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis Obstetri.
Jakarta : EGC
4. Varney, Helen. 2007, Buku ajar asuhan
kebidanan vol.2, Jakarta : EGC
5. WHO, 2012. Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bay (AKB).
Http:www.who.int/maternal_child_ad
olescent/documents/chs_cah_99_3/en.
Diunduh pada hari selasa tanggal 05
Maret 2017 Pukul 15.00 WIB.
6. Astuti Wiji,Heni setyowati esti rahayu,
kartika wijayanti .2015. Pengaruh
Aromaterapi Bitter Orange Terhadap
Nyeri Dan Kecemasan Fase Aktif Kala 1.
7. Nur, Imami Rachmawati, 2010.
Pengembangan Kriteria Penatalaksanaan
Manajemen Nyeri Persalinan. Jakarta :
CV Trans Info Media.
8. Yuliatun,L, 2008. Penangangan Nyeri
Persalinan Dengan Metode Non
farmakologi. Malang: Bayumedia
Publishing.
9. Dian Puspita Yani1 , Uswatun Khasanah
Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU.
2012. Pengaruh Pemberian Kompres Air
Hangat terhadap Rasa Nyaman dalam
Proses Persalinan Kala I Fase Aktif
10. Namazi, 2014. Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Magelang di unduh
pada tanggal 11 Juli 2017.
11. Andramoyo, Sulistyo, Suharti. 2013.
persalinan tanpa nyeri berlebihan.
Jakarta : Ar-Ruzz Media.
12. Indarwan A, 2013. Efektivitas
Pemberian Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri
Persalinan Fisiologis Pada
Primigravida Kala 1 Fase Aktif.
13. Cunningham, 2008. Buku Acuan dan
Panduan Asuhan Persalinan Normal
dan Inisiasi Menyusui Dini. Medan.
14. Judha, Mohamad, dkk. 2012. Teori
Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
15. Ganji Z, et al. 2013. The effect of
intermittent local heat and cold on
labor pain and child birth outcome.
18(4): 298-30
16. Fahami F, et al. 2011. Effect of heat
therapy on pain severity in
primigravida women. Iran J Nurs
Midw. 16(1): 113-116
17. Essa RM, et al. 2016. Effect of second
stage perineal warm compresses on
perineal pain and outcome among
primiparae. J of Nurs Edu and Prac.
6(4): 48 – 58
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 15
PENGARUH PIJAT ENDORPHIN TERADAP PERCEPATAN
INVOLUSI UTERI PADA IBU NIFAS
POST SECTIO CAESAREA
Nungki Meintri Lanasari 1), Sri Rahayu 2), Ardi Panggayuh 2)
1) Mahasiswa Program Studi DIV Kebidanan Malang, Poltekkes Kemenkes Malang 2) Dosen Program Studi DIV Kebidanan Malang, Poltekkes Kemenkes Malang
e-mail: [email protected]
Abstrak
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menggambarkan kesejahteraan
masyarakat disuatu negara. Pendarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Upaya
mencegah terjadinya perdarahan akibat kontraksi uterus yang lemah dengan menstimulasi keluarnya
hormon oksitosin. Stimulasi dapat dilakukan dengan memberikan pijat endorphin. Penelitian ini memiliki
tujuan untuk mengetahui Pengaruh Pijat Endorphin Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
Post Sectio Caesarea. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian Pra Eksperimen (Pre
Experiment) dengan rancangan penelitian Posttest Only Design. Jumlah sampel sebanyak 10 responden.
Teknik sampling dengan cara purposive sampling. Responden dilakukan pijat endorphin selama 7 hari pijat
endorphin yang pertama diberikan setelah 6 jam post SC dengan lama pemijatan selama 20 menit.
Pemijatan kedua, sampai dengan ke tujuh diberikan setelah 24 jam dari pemijatan sebelumnya. Observasi
Penurunan TFU dilakukan setiap hari selama 7 hari, terhitung dari setelah pasien dilakukan Sectio
Caesarea. Pengukuran TFU yang kedua dan seterusnya dilakukan setelah 24 jam dari pengukuran TFU
sebelumnya. Analisa data yang digunakan adalah uji One Sample T Test. Hasil analisa data diperoleh
thitung(124,411) lebih besar daripada ttabel(2,262) yang berarti ada pengaruh yang signifikan pijat endorphin
terhadap percepatan involusi uteri pada ibu nifas post Sectio Caesarea. Sehingga dengan hasil penelitian
ini diharapkan pijat endorphin dapat mengoptimalkan proses pengembalian uterus ke keadaan semula
sebelum hamil.
Kata kunci: Involusi Uteri, Masa Nifas, Pijat Endorphin, Sectio Caesarea
Abstract
Maternal Mortaliy Ratio (MMR) is of indicator welfare of society in a country. Bleeding is cause of maternal
death in indonesia. Efforts to prevent complications of bleeding by stimulating the release of the hormone
oxytocin for uterine contractions by perfoming endorphin massage. Design of the reaserch is a pre
experimental post test only. Technique to taking sample using purposive sampling with 10 respondents.
Respondents given Endorphin massage treatment the first after 6 hours post sectio caesarea duration 20
minutes. The second massage given after 24 hours of previous. Endorphin massage treatment given until 7
day post sectio caesarea. Measurement of TFU daily until 7 day. The firts measurment done soon after
sectio caesarea. The second measurment done after 24 hour after previous. The data analyses used in the
reserch are one sample t-test. The result of data analyses is tcount (124,411) > ttable(2,262). It’s mean that
there were significant influence of endorphine massage on acceleration of uterine involution in postpartum
of sectio caesarea. Reasearchers hope endorphine massage can be applied to all postpartum to uterine
return to the original state before pregnancy
Keywords: Endorphine Massage, Postpartum, Sectio Caesarea Uterine Involution
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 16
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator dalam menggambarkan
kesejahteraan masyarakat disuatu negara.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2014, AKI
Provinsi Jawa Timur mencapai 93,52 per
100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
karena pendarahan, eklamsi, infeksi.
Pendarahan menjadi penyebab utama
kematian ibu di Indonesia yaitu 28 %.
Penyebab kedua ialah eklamsia 24 % lalu
infeksi 11%, abortus 10%, disusul dengan
komplikasi masa peurperium 8%, partus
lama/macet 5%, emboli obstetri 3% dan
faktor-faktor lain yang tidak di ketahui
sebanyak 11%. Dalam laporan kesehatan ibu
yang terjadi di Provinsi Jawa Timur tahun
2014, angka perdarahan pada saat masa nifas
akibat kegagalan uterus untuk berinvolusi
mencapai 29,35 %. Upaya untuk mencegah
komplikasi terjadinya perdarahan dari tempat
implantasi plasenta dan memperbaiki
kontraksi dan retraksi uterus dengan
memberikan oksitosin. Oksitosin dapat
diperoleh dengan berbagai cara baik oral,
intranasal, intramuskular, maupun dengan
pemijatan yang dapat merangsang keluranya
hormon oksitosin. Salah satu cara pemijatan
untuk menstimulasi keluarnya hormon
oksitosin ialah dengan melakukan pijat
endorphin.Pijat endorphin merupakan
sentuhan ringan yang dapat menstimulasi
ekresi hormon endorphin untuk memberikan
efek relaks dan nyaman pada tubuh melalui
permukaan kulit serta merangsang
pengeluaran hormon oksitosin yang dapat
menstimulasi kontraksi uterus.
Tujuan umum penelitian ini adalah
mengetahui Pengaruh Pijat Endorphin
Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu
Nifas Post Sectio Caesarea di RS Refa Husada
Malang. Tujuan khusus penelitian ini adalah
(1) Mengidentifikasi percepatan involusi
uterus ibu Nifas Post Sectio Caesarea yang di
berikan intervensi pijat endorphin.(2)
Menganalilis Pengaruh Pijat Endorphin
Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu
Nifas Post Sectio Caesarea.
METODE
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian Pra Eksperimen (Pre Experiment)
dengan rancangan penelitian Posttest Only
Design. Responden dalam penelitian ini
diberikan intervensi pijat Endorphin yang
dilakukan 1 kali sehari dan dilakukan selama 7
hari. Pijat endorphin yang pertama diberikan
setelah 6 jam post SC. Observasi TFU
dilakukan setiap hari selama 7 hari, terhitung
dari setelah pasien dilakukan Sectio Caesarea.
Populasi dalam penelitian ini adalah
sebanyak 11 ibu nifas Post SC di RS Refa
Husada Malang pada bulan Maret sampai
April 2017. Sampel dalam penelitian ini
adalah ibu nifas post SC yang memenuhi
kriteria inklusi berjumlah 10 responden.
Teknik pengambilan sampel penelitian ini
dengan cara purposive sampling.
Data diperoleh dengan cara observasi
yang dilakukan oleh peneliti dan enumerator
(asisten bidan) yang sebelumnya dilatih untuk
menyamakan persepsi tentang teknis
pemijatan dan pengukuran tinggi fundus uteri.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pita ukur, lembar observasi dan
SOP.
Untuk menganalisis pengaruh pijat
endorphin terhadap percepatan involusi uteri
pada ibu nifas post Sectio Caesarea dilakukan
dengan bantuan Software SPSS. Dalam
penelitian ini skala data dari variabel dependen
menggunakan skala data rasio, oleh karena itu
untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
uji One Sample T Test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan pada tanggal
26 April sampai dengan 24 Mei 2017 dengan
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 17
menggunakan lembar observasi pada ibu nifas
post Sectio Caesarea di RS Refa Husada
Malang. Responden penelitian ini berjumlah
10 orang. Distribusinya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Usia di RS Refa Husada,
Tahun 2017
Umur Frekuensi
(n)
Prosentase
(%)
17-19 tahun 2 20
20-35 tahun 8 80
Total 10 100
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Paritas di RS Refa Husada, Tahun 2017
Paritas Frekuensi
(n)
Prosentase
(%)
Primipara 4 40
Multipara 6 60
Total 10 100
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Percepatan Penurunan
Tinggi Fundus Uteri di RS Refa Husada,
Tahun 2017
Sumber: Data Primer, 2017
Pijat endorphin adalah
pemijatan/sentuhan ringan yang dapat
menstimulasi ekresi hormon endorphin. Pijat
endorphin dilakukan dengan cara menggosok
atau mengelus ruas tulang belakang mulai dari
tulang leher (cervical vertebrae) sampai
dengan tulang pinggang kedua (lumbal
vertebrae L2) dan melebar hingga ke
acromion dengan gerakan berirama naik turun
dengan membentuk huruf V. Manfaat pijat
endorphin ialah untuk mengendalikan rasa
sakit dan meningkatkan kondisi rileks dalam
tubuh.15 Saat ruas tulang belakang diberikan
sentuhan ringan akan timbul reflek neurogenik
yang mempercepat kerja saraf parasimpatis
untuk menyampaikan perintah ke hipofisis
anterior untuk memproduksi hormon
endorphin. Hormon endorphinpada sel-sel
saraf spinal bertindak sebagai neurotransmiter
yang menghambat transmisi pesan nyeri.
Hormon endorphin berikatan dengan reseptor
opiat untuk menekan pelepasan substansi P
melalui inibisi prasinaps, sehingga transmisi
impuls nyeri ke otak dihambat. Pada saat
impuls nyeri ke otak dihambat, maka ibu tidak
lagi merasakan nyeri dan membuat ibu
menjadi nyaman dan rileks. Pada kondisi
rileks terjadi homeostatis ion Ca2+ pada sinaps
saraf. Homeostatis ini terjadi karena tidak
adanya potensial aksi untuk menghambat
transmisi nyeri ke otak. Pada otot miometrium
Ion Ca2+ dapat menimbulkan kontraksi otot
polos.
Berdasarkan hasil analisa uji statistik
One-Sample T Test diperoleh nilai thitung
sebesar 124,411 dimana nilai thitung lebih besar
dari ttabel(nilai ttabel2,262) dan nilai
signifikansinya (0,000)<taraf nyata 0,05maka
H0 di tolak yang berarti bahwa ada pengaruh
yang signifikan pijat endorphin terhadap
percepatan involusi uteri pada ibu nifas post
Sectio Caesarea.
Pijat endorphin dapat meningkatkan
produksi hormon oksitosin sehingga
menghasilkan kontraksi uterus yang adekuat.
Apabila kontraksi uterus adekuat dapat
mempercepat proses involusi uteri. Involusi
uteri dapat dilihat dengan menggunakan
indikator penurunan tinggi fundus uteri.
Menurut Coad & Dunstall dalam bukunya
Penurunan
Tinggi Fundus
Uteri
Frekuensi
(n)
Prosentase
(%)
Cepat 6 60
Normal 0 0
Lambat 4 40
Total 10 100
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 18
tentang proses involusi uterus pada masa nifas
menyatakan kecepatan penurunan tinggi
fundus uteri normalnya 1 cm per hari.6 Proses
involusi uteri dikatakan cepat jika penurunan
tinggi fundus uteri lebih dari 1 cm setiap hari.
Berdasarkan diagram 4.5 dapat diketahui dari
10 responden yang telah dilakukan intervensi
pijat endorphin, sebanyak 6 responden
mengalami proses invousi uteri cepat dengan
melihat rata-rata penurunan tinggi fundus
uteri lebih dari 1 cm setiap hari.
Oksitosin merangsang kontraksi uterus
dengan meningkatkan aktivitas ion Ca2+
terhadap uterus.Kontraksi otot miometrium
dimulai dengan adanya ikatan ion Ca2+ dengan
protein pengatur yang menimbulkan kontraksi
otot yang disebut kalmodulin. Kombinasi
kalmodulin dengan ion Ca2+ mengaktifkan
miosinkinase, yaitu suatu enzim yang
melakukan fosforilisasi. Proses fosforilisasi
merupakan kemampuan miosin untuk
berikatan secara berulang dengan filamen
aktin sehingga menimbulkan kontraksi dan
relaksasi otot miometrium secara berkala.10
Namun demikian, pijat endorphin
bukanlah satu-satunya faktor yang
mempercepat proses involusi uteri. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi proses
involusi uteri, yaitu laktasi, mobilisasi, paritas,
psikologi, usia, dan gizi ibu. Penelitian yang
dilakukan oleh Liana, mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus
uteri pada ibu post partum di Rumah sakit dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, menyebutkan
terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post
partum yaitu Inisiasi Menyusui Dini, usia, dan
paritas.13
Paritas memiliki peranan dalam proses
involusi uteri. Semakin banyak anak, keadaan
uterusnya akan semakin lembek. Hal ini
diakibatkan frekuensi hamil yang sering
mengakibatkan uterus berulang kali
mengalami peregangan dan menurunnya
tingkat elastisitas otot-otot mimetrium.13
Penelitian ini menujukkan hasil yang
berbeda setelah diberikan intervensi pijat
endorphin. Dari 10 responden, sebanyak 6
orang responden memiliki jumlah anak 2-4
orang (multipara) dan 4 responden diantaranya
mengalami percepatan involusi uteri.
Sebanyak 4 responden memiliki jumlah anak
1 orang (primipara) dan 2 responden
diantaranya mengalami percepatan involusi
uteri. Dengan demikian paritas tidak
mempengaruhi proses involusi uteri setelah
diberikan intervensi pijat endorphin.
Ibu dengan primipara maupun
multipara setelah diberikan intervensi pijat
endorphin mengalami rileksasi dan terjadi
homeostatis ion Ca2+ pada spinal saraf. Ion
Ca2+ menjadi pemicu terjadinya kontraksi otot
polos miometrium. Adanya ion Ca2+
menyebabkan terbukanya tempat perlekatan
molekul myosin pada filamen actin. Pada saat
molekul myosin terikat pada filamen actin
mengasilkan kontraksi otot polos uterus.
Kontraksi otot uterus menjepit pembuluh
darah yang terbuka bekas tempat implantasi
plasenta dan mengembalikan ukuran sel
miometrium seperti keadaan semula sebelum
hamil. Dengan demikian terjadi proses
involusi uterus yang ditandai dengan
penurunan tinggi fundus uteri.
Usia ibu yang relatif muda dimana
individu mencapai suatu kondisi vitalitas yang
prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya
alat kandungan juga semakin cepat karena
proses regenerasi sel. Namun, dalam
penelitian ini menujukkan hasil yang berbeda
setelah diberikan intervensi pijat endorphin.
Dari 10 responden dalam penelitian ini,
sebanyak 8 responden berusia 20-35 tahun, 4
responden diantaranya mengalami proses
involusi cepat. Sebanyak 2 responden berusia
17-19 tahun dan mengalami proses involusi
uterus cepat. Dengan demikian, usia bukan
faktor yang berpengaruh terhadap proses
involusi uteri setelah diberikan intervensi pijat
endorphin.
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 19
Ibu nifas post sectio caesarea yang
berusia 17-35 tahun setelah diberikan
intervensi pijat endorphin terjadi
keseimbangan ion ca2+ pada sinap saraf. Ion
kalsium memiliki fungsi untuk memicu
kontraksi otot polos uterus dengan membuka
tempat perlekatan myosin pada filamen actin
secara berulang. Kontraksi otot uterus yang
adekuat menyebabkan terjadinya proses
involusi uteri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pijat
endorphin terhadap percepatan involusi uteri
pada ibu nifas post Sectio Caesarea dimana
sebanyak 60% responden mengalami proses
involusi uteri cepat. Hal ini terjadi karena ibu
nifas yang diberikan intervensi pijat endorphin
mengalami homeostatis ion ca2+ yang memicu
terjadinya kontraksi otot polos miometrium
secara adekuat sehingga mempercepat proses
involusi uteri. Paritas dan usia ibu tidak
berpengaruh terhadap proses involusi uteri
setelah diberikan intervensi pijat endorphin.
PENUTUP
Responden yang telah diberikan pijat
endorphin mengalami involusi uterus cepat
sebanyak 60 %, responden yang mengalami
involusi uterus lambat sebanyak 40%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
peneliti lakukan saat ini didapatkan hasil ada
pengaruh pijat endorphin terhadap percepatan
involusi uteri pada ibu nifas post Sectio
Caesarea. Diharapkan peneliti selanjutnya
lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi involusi uterus seperti jenis
penggunaan obat-obatan uterotonika dan
waktu pemberian obat pada masing-masing
responden.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aprilia. Hipnostetri: Rileks Nyaman,
Dan Aman Saat Hamil Dan
Melahirkan. Jakarta : Gagas Media,
2010.
2. Apriliasari. Hubungan Usia dan Paritas
Dengan Kejadian Involusi Ibu Nifas di
BPS Mojokerto. Jurnal Kebidanan.
2015; volume 8(14)
3. Arikunto, Suharsimi. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta. 2006
4. Boba. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
2005
5. Chapman. Asuhan Kebidanan
Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta.
EGC. 2006
6. Coad, Jane. Anatomi Fisiologi untuk
Bidan. Jakarta. EGC. 2007
7. Cunningham, F. Garry. Obstetri
Williams. Jakarta : EGC. 2005
8. Dewi, Vivian. Asuhan Kebidanan Pada
Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
2010
9. Guillemin. Home page. 2016.
<http://id.swewe.net/word_show.htm/?
69059_1&Endorfin.html> diakses
tanggal 05/07/2017
10. Kristanti, Risma A . Pengaruh
Oksitosin Terhadap Kontraksi Otot
Polos Uterus. Jurnal Biologi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang. 2014;
volume 5.
11. Hidayat. Menyusun skripsi Dan Tesis
Edisi Revisi. Bandung. Informatika.
2011
12. Lia. Pengaruh Mobilisai Terhadap
Penurunan Tingi Fundus Uteri Pada
Ibu Post Partum di BPM A Kabupaten
Purwokerto. Jurnal kebidanan. 2009
13. Liana, Desi. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penurunan Tinggi
Fundus Uteri Pada Postpartum Dirumah
Sakit Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Jurnal kebidanan STIKES U’Budiya
Banda Aceh. 2013.
14. Koriah. Pengaruh Pijat Endhorphine
Terhadap Jumlah Pengeluaran Darah
pada Kala Empat Persalinan Normal
Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 20
Primi Para di Bidan Praktek Mandiri
Kabupaten Indramayu Tahun 2013.
Jurnal Kebidanan. 2014; volume 3, 6.
15. Kuswandi, Lanny. Keajaiban Hypno-
Birthing. Jakarta : Pustaka Bunda. 2013
16. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta EGC. 2010
17. Notoatmojo, Soekidjo. Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta. 2012
18. Nursalam. Konsep Dan Penerapan
Metodelogi Penelitan Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika. 2008
19. Perestrioka. Pengaruh Stimulasi Back
Massage Terhadap Perubahan Kadar
Endorphin dan Nyeri Persalinan pada
Ibu Inpartu di RSUD Kota Semarang.
Jurnal epidemiologi. 2014
20. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu bedah
kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka. 2010
21. Rukiyah. Asuhan kebidanan III (Nifas).
Jakarta : Trans Info Media. 2011
22. Saleha, Siti. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas. Jakarta : Salemba Medika. 2009
23. Simpkin. Buku Saku Persalinan.
Jakarta: EGC. 2011
24. Sugiyono. Statistik untuk penelitian.
Bandung : Alfabeta. 2013
25. Varney, Hellen. Buku Ajar Kebidanan
Volume 2. Jakarta.EGC. 2008
26. Widyasih, Hesty. Perawatan Masa
Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. 2009.
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 21
GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI PADA PASANGAN USIA SUBUR
DENGAN KEJADIAN UNMETNEED DI KELURAHAN
PANEMBAHAN YOGYAKARTA TAHUN 2016
Yekti Satriyandari1, Agri Yunita2
1,2Prodi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Email: [email protected]
Abstrak
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan angka
unmet need yang tinggi yaitu 22,97% tepatnya di Kelurahan Panembahan Kecamatan Kraton sebanyak 321
orang. Tingginya unmet need dapat menyebabkan ledakan penduduk (populasi) dan dapat berpengaruh pada
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan adanya aborsi karena kehamilan
yang tidak diinginkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dukungan suami pada pasangan
usia subur dengan unmet need dikelurahan Panembahan Kraton. Metode penelitian descriptive, pengambilan
datanya dengan pendekatan cross sectional. Populasi sebanyak 321 responden dan sampel sebanyak 64
responden dengan tehnik pengambilan simple random sampling dengan cara undian. Instrumen
menggunakan kuesioner. Uji validitas menggunakan Product moment =0,361 dan reliabiltas dengan KR-20
dengan nilai alpha 0.933. Analisis data menggunakan analisis univariat. Hasil univariat menunjukkan
mayoritas unmet need dengan kategori Tidak Ingin Anak Lagi (TIAL) yaitu 54.7%. Sebanyak 67.2% suami
mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk suami
membimbing istri terkait pemilihan alat kontrasepsi yang akan di gunakan, mendampingi istri jika ingin
menggunakan alat kontrasepsi. Meskipun suami mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi akan
tetapi dukungan suami yang baik tidak menjamin istri untuk mau menggunakan alat kontrasepsi. Hasil
penelitian ini menunjukkan sebagian besar PUS yang tidak ingin anak lagi (TIAL) memutuskan tidak
menggunakan alat kontrasepsi meskipun suami mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hasil
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengoptimalkan peran suami dalam memotivasi istri
agar mau menggunakan alat kontrasepsi.
Kata Kunci : Dukungan Suami, Unmet need
Abstract
Yogyakarta Special Province (DIY) is one of the provinces in Indonesia with a high unmet need rate of
22.97% in Panembahan Village Kecamatan Kraton as much as 321 people. The high unmet need can cause
population explosion and can affect the high maternal mortality rate (AKI) in Indonesia. This can be due to
an abortion due to an unwanted pregnancy. The purpose of this study was to find out the description of the
support of husbands in fertile couples with unmet need in Panembahan Kraton. This research was using
descriptive method, data collection with cross sectional approach. The population is 321 respondents and the
sample is 64 respondents with simple random sampling technique by lottery. Instruments using
questionnaires. Test validity using Product moment = 0,361 and reliabiltas with KR-20 with value alpha
0.933. Data analysis using univariate analysis. The univariate result shows the majority of unmet need with
category No Want Child (TIAL) is 54.7%. As many as 67.2% of husbands support the wife to use
contraception. Husband's support given in the form of husband to guide the wife related to the election of
contraception that will be used, accompanying the wife if want to use contraception. Although the husband
supports the wife to use contraceptives but good husband support does not guarantee the wife to want to use
contraception. The results of this study indicate that most women do not want another child (TIAL) decide not
to use contraception even though the husband supports the wife to use contraception. The results of this study
are expected to improve and optimize the role of the husband in motivating the wife to want to use
contraception.
Keywords: Support Husband, Unmet need
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 21
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk (populasi) di seluruh
dunia sebanyak 7.256.490.011 jiwa yang
terdiri dari 195 negara. Negara Republik
Indonesia menduduki urutan keempat dengan
jumlah penduduk-nya 255.993.674 jiwa
(sekitar 255 Juta jiwa) atau sekitar 3,5% dari
keseluruhan jumlah penduduk dunia1.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Bencana (KB) Nasional (BKKBN)2 jumlah
kepala keluarga di Indonesia tahun 2015
adalah 603.497,09%, jumlah Pasangan Usia
Subur (PUS) adalah 369.937,25%, jumlah
PUS yang menggunakan KB adalah
233.611,89% sehingga masih banyak PUS
yang tidak menggunakan KB.
Kejadian unmet need di Indonesia
diidentifikasikan sebagai pasangan usia subur
yang bukan merupakan peserta keluarga
berencana. Persentase unmet need secara
nasional pada tahun 2014 sebesar 14,87%.
Saat ini, persentase unmet need di Indonesia
tertinggi di Provinsi Papua Barat yaitu
sebesar 38,23%. Sedangkan persentase unmet
need yang terendah yaitu di provinsi Bali
sebesar 5,12% 3.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang mempunyai unmet need yang
tinggi, pada tahun 2015 unmet need di
Provinsi DIY mencapai 7,73% dan meningkat
pada tahun 2016 sebanyak 8,27 % yang
terdiri dari ingin anak tunda (IAT)sebanyak
21,3 % dan tidak ingin anak lagi (TIAL)
23.89 %. Angka unmet need di provinsi ini
jauh berada diatas standar nasional yaitu 6%4.
Kondisi unmet need akan
menyebabkan ledakan penduduk. Selain itu,
salah satu dampak meningkatnya unmet need
adalah meningkatnya unwanted prengnancies
(kehamilan yang tidak diinginkan). Hal ini
memicu terjadinya aborsi tidak aman (unsafe
abortion) serta terjadinya gangguan fisik
akibat tindakan abortus yang tidak aman5.
Program SDGs merupakan upaya yang
tercantum dalam goal kelima yaitu kesetaraan
gender (Akses Kespro, KB), menjamin
kesetaraan gender serta memberdayakan
seluruh wanita dan perempuan6. Program
Keluarga Berencana (KB) merupakan
program pemerintah tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan
keluarga.Selain program pemerintah yaitu
Kampung KB, RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional),
pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana 2015-2019.
Ada beberapa alasan individu tidak
menggunakan metode KB diantaranya
kesuburan yang mencakup pramenopause dan
histerektomi, keinginan memiliki banyak
anak, efek samping dari kontrasepsi yang
digunakan, kekhawatiran terhadap efek
samping7. Selain itu terdapat faktor lain yang
berhubungan kejadian unmet need adalah
usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan
dukungan suami. Dukungan suami dan
perhatian suami berhubungan dengankejadian
unmet need. Dukungan suami yang baik
terhadap perilaku ber-KB akan menurunkan
kejadian unmet need2.
Pandangan masyarakat terhadap
program KB sebagian kurang mendukung
dikarenakan masyarakat yang tinggal
dipedesaan. Mengajak seseorang untuk
mengikuti program KB, berarti mengajak
mereka untuk meninggalkan nilai norma
lama. Nilai-nilai lama tersebut adanya
anggapan bahwa anak adalah jaminan hari
tua, khususnya dalam masyarakat agraris,
semakin banyak anak semakin
menguntungkan bagi keluarga dalam
penyediaan tenaga kerja dalam bidang
pertanian, kedudukan anak laki-laki sebagai
faktor penerus keturunan masih sangat
dominan, karena tidak memiliki keturunan
laki-laki di kalangan kelompok masyarakat
tertentu berarti putusnya hubungan dengan
silsila kelompok8.
Menurut data BKKBN4, Provinsi DIY
yang terdiri 5 Kabupaten. Presentasi unmet
need disetiap Kabupaten meliputi Kota
Yogyakarta 11,49%, Sleman 9,33%, Gunung
Kidul 9,16%, Kulon Progo 6,68%, dan Bantul
6,17%. Berdasarkan data diatas ditemukan
kejadian unmetneed tertinggi di Kabuapaten
Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan
yang meliputi 3 Kecamatan yang memiliki
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22
angka kejadiaan unmet need tertinggi terdiri
dari Kecamatan Kraton 22,97%,
Gondomanan 18,79%, Umbulharjo 17,70%.
Dari hasil studi pendahuluan pada
tahun 2016 presentasi angka kejadian unmet
need di kecamatan Kraton tertinggi di
kelurahan Panembahan yaitu sebanyak 321.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian ini dengan judul
“Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan
Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed Di
Kelurahan Panembahan Kecamatan
Yogyakarta Tahun 2016.”
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahuihubungan dukungan suami
dengan kejadian unmet need di kelurahan
Panembahan Yogyakarta tahun 2016.
METODE
Desain penelitian ini adalah penelitian
descriptive dengan pendekatan cross
sectional yaitu peneliti melakukan penelitian
atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali
waktu)9. Unmet Need adalah kelompok yang
sebenarnya sudah tidak ingin punya anak lagi
atau ingin menjarangkan kehamilannya
sampai dengan 2 tahun namun tidak
menggunakan alat kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan. Pengumpulan data
dengan menggunakan lembar data. Skala data
adalah nominal yang dikategorikan menjadi
dua yaitu IAT (Ingin Anak Tunda) dan TIAL
(Tidak Ingin Anak Lagi). Dukungan Suami
adalah dukungan yang diberikan suami
kepada istri untuk menggunakan alat
kontrasepsi pada responden dengan unmet
need. Pengumpulan data dengan
menggunakan kuisioner. Skala data adalah
nominal dengan kategori Tidak mendukung
(< Mean ), Mendukung (> Mean ). Mean
dalam penelitian ini adalah 27.25.
Populasinya adalah seluruh pasangan
usia subur unmet need di kelurahan
Panembahan yaitu sebanyak 321 pasangan
usia subur. Dalam penelitian ini mengambil
20% dari populasi9 sehingga total sampelnya
di dapatkan total adalah 64 responden.
Metode pengambilan sampel yang digunakan
dengan tehnik simple random sampling
dengan cara undian pada setiap wilayah
menjadi subjek penelitian. Alat pengumpulan
menggunakan kuesioner dengan pertanyaan
yang sudah disediakan pertanyaan tertutup
dengan skala guttman (ya dan tidak).
Uji validitas dalam penelitian ini
menggunakan rumus korelasi “Product
moment” kepada 30 responden yang sesuai
dengan kriteia inklusi. Uji Validitas
dilaksanakandi Kelurahan Sorusutan RW 09
Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.
Hasil uji validitas pada kuesioner dengan
jumlah 18 soal dan jumlah responden 30
dengan tingkat kemaknaan 5 %, maka
didapatkan angka r = 0,361.Terdapat 1 soal
yang tidak valid dan dibuang karena sudah
terwakili oleh soal yang lainnya. Penentuan
nilai koefisiensi reliabilitas dapat dihitung
dengan menggunakan rumus KR-20 dengan
nilai alpha ≥ 0,6, dalam penelitian ini nilai
realibitas nya adalah 0.933 sehingga
dikatakan reliable10. Uji Analisis data dengan
Analisa Univariat dan Analisis Bivariat.
Analisis bivariat menggunakan uji Chi square
(X2).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelurahan Panembahan berada
dibawah wilayah kerja Puskesmas Kraton. Di
Kelurahan Panembahan sampai saat ini belum
memiliki Kampung KB, sehingga sosialisasi
alat kontrasepsi hanya dari dilakukan saat
pertemuan rapat kader atau arisan tiap bulan
sekali. Pasangan usia subur di wilayah
tersebut lebih sering mengunakan metode
kalender atau metode alami hal ini
disebabkan karena banyak responden yang
takut pada efek samping kontrasepsi, selain
itu waktu yang kurang untuk mengakses
pelayanan KB karena pekerjaan sehingga
membuat angka Unmet Need tinggi di
wilayah tersebut.
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22
Tabel 1.
Tabulasi Silang Karakteristik PUS Meliputi Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas dan
Dukungan Suami Dengan Unmet Need
No. Variabel independent Unmet Need N %
IAT % TIAL %
F F
1. Usia
Beresiko <20 atau >35 tahun 15 23,4 28 43,8 43 67,2
Tidak Beresiko 20-35 tahun. 14 21,9 7 10,9 21 32,8
Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100
2. Pendidikan
Rendah 2 3,1 4 6,3 6 9,4
Tinggi 27 42,2 31 48,4 58 90,6
Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100
3. Pekerjaan
Bekerja 22 34,4 21 32,8 43 67,2
Tidak Bekerja 7 10,9 14 21,9 21 32,8
Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100
4. Paritas
Primipara 24 37,5 9 14,1 33 51,6
Multipara 5 7,8 26 40,6 31 48,4
Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100
5. Dukungan Suami
Tidak Mendukung 15 23,4 6 9,4 21 32,8
Mendukung 14 21,9 29 45,3 43 67,2
Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100
Hasil analisa antara usia ibu dengan
unmet need menunjukkan bahwa mayoritas
usia ibu beresiko yaitu usia <20 tahun atau
>35 tahun dengan kategori TIAL yaitu
43,8%. Pendidikan responden dalam kategori
tinggi dan mengalami TIAL yaitu 48,4%.
Mayoritas ibu bekerja dan dalam kategori
IAT yaitu 34,4%. Paritas mayoritas adalah
multipara dengan kategori TIAL yaitu
sebanyak 40,6%. Mayoritas dukungan suami
dalam kategori mendukung dan TIAL sebesar
45,3%.
Dukungan suami sangat mempengaruhi
keinginan dan keputusan ibu untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Dalam
penelitian ini peneliti mengambil sampel
sebanyak 64 orang dan mengkategorikan
dukungan suami responden kedalam 2
kategori, yaitu kategori mendukung dan
kategori tidak mendukung. Hasil penelitian
antara keputusan ibu tidak menggunakan alat
kontrasepsi dengan dukungan suami
didapatkan hasil bahwa responden menurut
dukungan suami ibu sebagian besar yang
memutuskan tidak menggunakan alat
kontrasepsi adalah suami tidak mendukung
yaitu sebanyak 43 responden dengan
presentase (67,2%).
Hasil penelitian ini menunjukkan
besarnya peran dan dukungan suami kepada
ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Dalam penelitian ini dukungan suami dibagi
ke dalam tiga kriteria yaitu motivator,
edukator dan fasilitator. Dukungan suami
sebagai motivator yaitu sebanyak 57,8%
suami mengijinkan ibu untuk menggunakan
KB, sebanyak 57,8% suami memotivasi ibu
dalam menggunakan KB, sebanyak 60,9%
suami membantu ibu dalam pemilihan alat
kontrasepsi, sebanyak 62,9% suami
menasehati ibu untuk menggunakan KB,
sebanyak 60,9% suami memberikan
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22
kebebasan untuk menggunakan alat
kontrasepsi.
Dukungan suami sebagai edukator
adalah sebanyak 60,9% suami ikut konsultasi
pada tenaga kesehatan dalam pemilihan alat
kontrasepsi, sebanyak 70,3% suami
membimbing ibu terkait pemilihan alat
kontrasepsi yang akan digunakan, sebanyak
68,7% suami bersedia menggunakan alat
kontrasepsi ketika ibu tidak memungkinkan
menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak
59,3% suami menasehati ibu jika ingin
menggunakan alat kontrasepsi.
Dukungan suami sebagai fasilitator
suami memenuhi kebutuhan ibu jika ingin
menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak
60,9% suami mendampingi ibu jika ingin
menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak
65,6% suami menyediakan biaya jika ibu
ingin menggunakan alat kontrasepsi,
sebanyak 59,3% suami menyediakan fasilitas
jika ibu ingin menggunakan alat kontrasepsi,
sebanyak 56,2% suami memberikan
dukungan moral agar Ibu mau menggunakan
alat kontrasepsi, sebanyak 53,1% suami
menyediakan transportasi (Kendaraan) jika
ibu ingin melakukan kunjungan ulang,
sebanyak 53,1% suami membantu ibu
menentukan tempat pelayanan keluarga
berencana jika ibu ingin menggunakan alat
kontrasepsi, sebanyak 53,1% suami
menyediakan waktu jika ibu ingin
menggunakan alat kontrasepsi.
Hasil penelitian ini menunjukkan
sebagian besar suami mendukung istri secara
baik, sehingga ada respons yang baik dari
suami untuk istrinya dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Tingginya dukungan suami
terhadap istri dengan unmet need pada
penelitian ini disebabkan karena perhatian
suami yang begitu besar terhadap istri yang
ingin menggunakan alat kontrasepsi akan
tetapi dukungan suami yang baik mengenai
alat kontrasepsi tidak menjamin penggunaan
alat kontrasepsi juga baik.
Dukungan suami sangat diperlukan
dalam melaksanakan Keluarga Berencana.
Dukungan suami dapat mempengaruhi
perilaku istri. Apabila suami tidak
menginjinkan atau mendukung, maka para
istri akan cenderung mengikuti dan hanya
sedikit istri yang berani untuk tetap
memasang alat kontrasepsi. Perilaku
terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan
lingkungannya. Dukungan emosional suami
terhadap istri dalam keluarga berencana dapat
diwujudkan melalui komunikasi yang baik
antara suami dan istri dalam kesehatan
reproduksi dan kesertaan ber-KB11.
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Ulsafitri Y, &
Fastin R.N12 dimana hasil analisa statistik
dengan chi-square diperoeh nilai p = 0,001
(p<0,05 ) artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan suami dengan
kejadian unmet need KB. Dukungan suami
sangat diperlukan dalam melaksanakan
Keluarga Berencana. Dukungan suami dapat
mempengaruhi perilaku istri. Apabila suami
tidak menginjinkan atau mendukung, maka
para istri akan cenderung mengikuti dan
hanya sedikit istri yang berani untuk tetap
memasang alat kontrasepsi. Perilaku
terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan
lingkungannya.
Selain peran penting dalam mendukung
mengambil keputusan, peran suami dalam
memberikan informasi juga sangat
berpengaruh bagi istri. Peran sebagai
edukator suami sangat perlu meningkatkan
pengetahuannya tentang alat kontrasepsi yang
sedang digunakan istrinya. Sehingga dalam
menjalankan perannya sebagai edukator
informasi yang diberikan kepada istrinya
tidak salah, pengetahuan dapat diperoleh
suami dengan cara berkonsultasi dengan
petugas kesehatan, mencari informasi baik
melalui media cetak maupun media
elektronik. Dukungan lain suami adalah
memfasilitasi (sebagai orang yang
menyediakan fasilitas), memberi semua
kebutuhan istri saat akan memeriksakan
masalah kesehatan reproduksinya.
Pada penelitian ini responden ingin
anak tunda dan tidak ingin anak lagi sama-
sama memiliki angka unmet need tinggi hal
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 23
tersebut dikarenakan ibu pernah mengalami
efek samping dari penggunaan alat
kontrasepsi dan memiliki prinsip tidak mau
menggunakan alat kontrasepsi lagi karena
takut terulang kejadian yang pernah dialami.
Namun ketika ditanya tentang dukungan
suami, ibu mengatakan suami mendukung ibu
dan memperbolehkan ibu menggunakan alat
kontrasepsi namun suami tidak bisa menuntut
banyak ketika ibu kembali menceritakan hal
negatif saat menggunakan alat kontrasepsi
yang pernah dialaminya atau yang pernah ibu
dengar dari orang lain yang pernah
mengalami. Selain itu suami hanya
mendukung secara materiil tanpa mengetahui
informasi lebih mendalam tentang alat
kontrasepsi yang aman bagi istrinya. Yarsih15
menyebutkan bahwa istri yang mendapat
dukungan suami baik tetapi unmet need bisa
terjadi disebabkan karena responden yang
memang tidak ingin menggunakan
kontrasepsi karena ingin punya anak lagi,
sedang hamil, keinginannya sendiri dan
adanya efek samping.
Setelah dilakukan wawancara kepada
responden didapatkan ibu dengan usia
beresiko >35 tahun dengan kategori TIAL
merupakan angka unmet need tertinggi dalam
penelitian ini dikarenakan ibu memiliki
pengalaman lebih dalam menggunakan alat
kontrasepsi misalnya mengalami banyak efek
samping sehingga membuat ibu tidak
mengunakan KB seperti pendarahan yang
lebih 2 minggu sehingga membuat waktu
untuk sholat singkat dan sebagian ada yang
trauma karna pernah terjadi ekpulsi atau
yang sudah pernah mengalami sendiri efek
samping sehingga memiliki prinsip tidak
mau menggunakan alat kontrasepsi lagi
karena takut terulang kejadian yang pernah
dialami, tetapi ada responden yang hanya
mendengar dari pengalaman teman atau
sekitarnya dan juga percaya diri sehingga
beranggapan di usia tua sudah tidak terjadi
kehamilan. Sedangkan responden yang tidak
beresiko (20-35 tahun) dengan kategori IAT
beranggapan masih pantas untuk menambah
anak di karena suami juga mendukung untuk
menambah anak, ada sebagian di larang
menggunakan alat kontrasepsi karna tidak
menyetujui penggunaan alat kontrasepsi dan
karna efek samping yang berlebihan seperti
berat badan meningkat atau jerawat menjadi
lebih banyak, ada yang pernah mengunakan
alat kontrasepsi tapi ternyata bisa hamil.
Sehingga dari hasil wawancara dengan
responden dapat diambil kesimpulan bahwa
mayoritas suami mendukung ibu untuk
menggunakan alat kontrasepsi namun saat
istri menceritakan tentang efek samping yang
dialami maka suami tidak bisa berbuat
banyak sehingga mengikuti kemauan dan
keputusan istri untuk tidak menggunakan alat
kontrasepsi.
Seorang wanita seharusnya perlu
memiliki kesadaran akan hak-hak
reproduksinya artinya seorang wanita juga
bebas dari intervensi dalam pengambilan
keputusan terkait dengan kesehatan
reproduksinya selain itu seorang wanita juga
bebas dalam segala bentuk paksaan yang
mempengaruhi kehidupan reproduksi seorang
perempuan. Keputusan membatasi kehamilan,
menunda kehamilan, terkait dengan kesehatan
reproduksinya termasuk memilih jenis
kotrasepsi yang aman dan nyaman adalah
keputusan otonomi seorang wanita dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
budaya. Akan tetapi dengan dukungan dan
motivasi suami sangat penting dalam
membantu pasangan agar lebih mantap dalam
menentukan pemilihan kontrasepsi dan
menjaga keberlangsungan penggunaan
kontrasepsi16.
Dalam penelitian ini sebanyak 32,8%
suami tidak mendukung ibu untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Ada beberapa
faktor yang berhubungan dengan kurangnya
dukungan suami disebabkan kurangnya peran
serta suami terhadap kebutuhan ibu untuk
berKB, ketidaktahuan suami berkaitan
dengan KB, rendahnya kepedulian suami
terhadap segala informasi yang berkaitan
dengan KB dan suami yang memang tidak
menginginkan istrinya berKB. Responden
yang tidak mendapatkan dukungan dari suami
dan tidak menggunakan KB disebabkan
karena responden takut menggunakan KB
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 24
tanpa mendapatkan persetujuan dari suami
sebagaimana diketahui bahwa apapun yang
dilakukan oleh istri apabila tidak
mendapatkan restu atau persetujuan dari
suami maka haram hukumnya.
Menurut Wahab R13 adapun beberapa
alasan suami tidak mendukung istrinya untuk
menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu
alasan agama, mahal, dan karena adanya efek
samping yang dialami oleh istrinya.
Komunikasi antara suami-istri merupakan
jembatan dalam proses penerimaan dan
kelangsungan pemakaian kontrasepsi.
Pembicaraan antara suami dan istri mengenai
KB tidak selalu menjadi persyaratan dalam
pemakaian KB, namun tidak adanya diskusi
tersebut dapat menjadi halangan terhadap
pemakaian KB. Dukungan emosional suami
terhadap istri dalam keluarga berencana dapat
diwujudkan melalui komunikasi yang baik
antara suami dan istri dalam kesehatan
reproduksi dan kesertaan menggunakan alat
kontrasepsi11.
Seorang istri dalam pengambilan
keputusan untuk memakai atau tidak
memakai alat kontrasepsi membutuhkan
persetujuan dari suami karena suami
dipandang sebagai kepala keluarga, pelindung
keluarga, pencari nafkah dan seseorang yang
dapat membuat keputusan dalam suatu
keluarga. Istri yang tidak mendapat dukungan
dari suami menyebabkan istri tidak berani
untuk memakai alat kontrasepsi. Hal ini
membuktikan bahwa, keberadaan suami
sebagai kepala keluarga yang mempunyai hak
penuh atas pengambilan keputusan menjadi
prediktor yang signifikan bagi seorang istri
untuk menggunakan kontrasepsi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Uljannah14 bahwa di dapatkan
hasil penelitian menunjukan responden yang
tidak mendapatkan dukungan suami beresiko
9.886 kali mengalami kejadian unmet need di
banding yang suaminya mendukung.
Larangan suami terhadap pemakaian alat
kontrasepsi dengan alasan yaitu memakai alat
kontrasepsi karena melihat efek samping serta
suami menentang istri karena suami
menginginkan anak dengan jumlah yang
tertentu.
Dukungan suami saja tidak cukup
untuk meningkatkan kesadaran dalam
menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini
dikarenakan masih ada faktor lain yang
mempengaruhi seperti faktor internal
(kecerdasan, persepsi, emosi, usia dan
sebagainya) dan faktor eksternal yang
meliputi lingkungan fisik (iklim, manusia)
maupun non fisik (sosial ekonomi,
kebudayaan, dan pengalaman, pendidikan,
pekerjaan, jumlah anak, dll).
Pendidikan dapat berhubungan dengan
kejadian unmet need, dalam penelitian
Sariyati17 semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin besar kejadian
unmet need. Semakin mengetahui tentang
kontrasepsi maka semakin tinggi
seseoranguntuk tidakmenggunakan
kontrasepsi. Hal ini dikarenakan seseorang
sudah mengetahui pengetahuan bagaimana
cara mencegah kehamilan secara alami
sehingga mereka tidak bersedia menggunakan
kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi
yang menggunakan alat. Selain itu juga
seseorang tidak menggunakan kontrasepsi
disebabkan karena pengalaman negatif dari
orang lain seperti efek sampingnya jika
menggunakan kontrasepsi dan pengalaman
pernah mengalami kegagalan menggunakan
kontrasepsi, sehingga meskipun pendidikan
seseorang tinggi tetap terjadi unmet need. Ini
sesuai dengan karakteristik responden dalam
penelitian ini didapatkan mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu
SMA sampai Perguruan Tinggi sebanyak
90,6%. Pendidikan yang dijalani seseorang
memiliki pengaruh pada peningkatan
kemampuan berpikir dengan kata lain
seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan dapat mengambil keputusan yang lebih
baik jika dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Pendidikan yang baik
akan memberikan wawasan yang luas
sehingga proses pemahaman dapat berjalan
baik sehingga diharapkan bagi pasangan usia
subur yang memiliki tingkat pendidikan yang
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 25
tinggi dapat lebih baik dalam menerima
pengetahuan tentang Unmet Need18.
Pada penelitian ini responden ingin
anak tunda dan tidak ingin anak lagi sama-
sama memiliki angka unmet need tinggi hal
tersebut dikarenakan ibu pernah mengalami
efek samping dari penggunaan KB dan
memiliki prinsip tidak mau berKB lagi karena
takut terulang kejadian yang pernah dialami.
Namun ketika ditanya tentang dukungan
suami, ibu mengatakan suami mendukung ibu
dan memperbolehkan ibu berKB namun
suami tidak bisa menuntut banyak ketika ibu
kembali menceritakan hal negatif tentang KB
yang pernah dialaminya atau yang pernah ibu
dengar dari orang lain yang pernah
mengalami. Selain itu suami hanya
mendukung secara materiil tanpa mengetahui
informasi lebih mendalam tentang alat
kontrasepsi yang aman bagi istrinya.Yarsih15
menyebutkan bahwa istri yang mendapat
dukungan suami baik tetapi unmet need bisa
terjadi disebabkan karena responden yang
memang tidak ingin menggunakan
kontrasepsi karena ingin punya anak lagi,
sedang hamil, keinginannya sendiri dan
adanya efek samping.
Seorang wanita seharusnya perlu
memiliki kesadaran akan hak-hak
reproduksinya artinya seorang wanita juga
bebas dari intervensi dalam pengambilan
keputusan terkait dengan kesehatan
reproduksinya selain itu seorang wanita juga
bebas dalam segala bentuk paksaan yang
mempengaruhi kehidupan reproduksi seorang
perempuan. Keputusan membatasi kehamilan,
menunda kehamilan, terkait dengan kesehatan
reproduksinya termasuk memilih jenis
kotrasepsi yang aman dan nyaman adalah
keputusan otonomi seorang wanita dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
budaya.Akan tetapi dengan dukungan dan
motivasi suami sangat penting dalam
membantu pasangan agar lebih mantap dalam
menentukan pemilihan kontrasepsi dan
menjaga keberlangsungan penggunaan
kontrasepsi16.
Dukungan suami saja tidak cukup
untuk meningkatkan kesadaran dalam ber
KB. Hal ini dikarenakan masih ada faktor lain
yang mempengaruhi seperti faktor internal
(kecerdasan, persepsi, emosi, usia dan
sebagainya) dan faktor eksternal yang
meliputi lingkungan fisik (iklim, manusia)
maupun non fisik (sosial ekonomi,
kebudayaan, dan pengalaman, pendidikan,
pekerjaan, jumlah anak, dll).
Pendidikan dapat berhubungan dengan
kejadian unmet need, dalam penelitian
Sariyati17, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin besar kejadian
unmet need. Semakin mengetahui tentang
kontrasepsi maka semakin tinggi
seseoranguntuk tidakmenggunakan
kontrasepsi. Hal ini dikarenakan seseorang
sudah mengetahui pengetahuan bagaimana
cara mencegah kehamilan secara alami
sehingga mereka tidak bersedia menggunakan
kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi
yang menggunakan alat. Selain itu juga
seseorang tidak menggunakan kontrasepsi
disebabkan karena pengalaman negatif dari
orang lain seperti efek sampingnya jika
menggunakan kontrasepsi dan pengalaman
pernah mengalami kegagalan menggunakan
kontrasepsi, sehingga meskipun pendidikan
seseorang tinggi tetap terjadi unmet need. Ini
sesuai dengan karakteristik responden dalam
penelitian ini didapatkan mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu
SMA sampai Perguruan Tinggisebanyak
90,6%. Pendidikan yang dijalani seseorang
memiliki pengaruh pada peningkatan
kemampuan berpikir dengan kata lain
seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan dapat mengambil keputusan yang lebih
baik jika dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Pendidikan yang baik
akan memberikan wawasan yang luas
sehingga proses pemahaman dapat berjalan
baik sehingga diharapkan bagi pasangan usia
subur yang memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi dapat lebih baik dalam menerima
pengetahuan tentang Unmet Need18.
Faktor lain yang berhubungan dengan
unmet need adalah pekerjaan. Pekerjaan
dapat mempengaruhi kejadian unmet need.
Dari sampel penelitian didapatkan ibu yang
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 26
bekerja sebanyak 67,2% sebagai PNS,
Angkatan, Pedangan, Wiraswasta, Swasta.
Alasan mereka tidak menggunakan KB
adalah masih pantas untuk menambah anak
dan suami setujunya, tidak sempat untuk
mengunakan kontrasepsi karna pekerjaannya
menyita waktu, ada yang susah membagi
waktu dan juga jauh dari tempat pelayanan
kesehatan, selain itu ibu mengatakan tidak
berKB dikarenakan suami yang berKB yaitu
mengunakan kondom. Lebih tingginya
proporsi unmet need pada ibu bekerja
cenderung karena adanya kesibukan dan
kurangnya kesempatan dalam mengakses alat
kontrasepsi. Kesadaran ibu yang tidak bekerja
untuk menggunakan KB didasari oleh
perekonomian mereka yang rendah, sehingga
mereka berfikir untuk mengatur jumlah
kelahiran. Penelitian Fadhila19 yang
menyatakan bahwa proporsi unmet need
ditemukan lebih tinggi pada ibu yang bekerja.
Tingginya proporsi unmet need pada ibu
bekerja lebih cenderung karena adanya
kesibukan dan kurangnya kesempatan dalam
mengakses alat kontrasepsi.
Faktor lain yang berhubungan dengan
unmet need adalah usia. Usia juga dapat
berhubungan dengan kejadian unmet need.
Dalam penelitian ini kejadian unmet need
paling banyak adalah responden yang berusia
>35 tahun dikarenakan mereka beranggapan
bahwa pada usia tersebut sudah bukan masa
reproduktif lagi dan menganggap dirinya
sudah tua sehingga kemungkinan untuk
terjadi kehamilan sangat kecil meskipun tidak
mengunakan alat kontrasepsi. Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 67,2% responden
penelitian masuk dalam kategori usia
beresiko >35 tahun. Hasil SDKI7 menunjukan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara
umur responden dan status unmet hal ini
disebabkan semakin tua umur wanita maka
dia akan semakin memiliki pengalaman lebih
dalam menggunakan KB sehingga dia bisa
memiliki alat atau metode KB yang
cocok.Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Uljanah14,
dimana hasil penelitiannya menunjukkan (p-
value= 0,009), bahwa pada kelompok unmet
need usia >35 tahun sebanyak 70,6% lebih
banyak di bandingkan usia < 35 tahun 67,2%
dengan perhitungan Odds Ratio menunjukan
usia tua (>35 tahun) beresiko 3,16 kali lebih
besar untuk mengalami unmet need di
bandingkan usia < 35 tahun. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Julian20
sebanyak 22,5% umnet need pasangan usia
subur ingin menjarakkan kehamilannya dan
72,5 % pasangan usia subur yang ingin
membatasi jumlah anak namun belum
menggunakan alat kontrasepsi.
Setelah dilakukan wawancara kepada
responden didapatkan ibu dengan usia
beresiko >35 tahun dengan kategori TIAL
merupakan angka unmet need tertinggi dalam
penelitian ini dikarenakan ibu memiliki
pengalaman lebih dalam menggunakan alat
kontrasepsi misalnya mengalami banyak efek
samping sehingga membuat ibu tidak
mengunakan alat kontrasepsi seperti
pendarahan yang lebih 2 minggu sehingga
membuat waktu untuk sholat singkat dan
sebagian ada yang trauma karena pernah
terjadi ekpulsi atau yang sudah pernah
mengalami sendiri efek samping sehingga
memiliki prinsip tidak mau menggunakan alat
kontrasepsi lagi karena takut terulang
kejadian yang pernah dialami., tetapi ada
responden yang hanya mendengar dari
pengalaman teman atau sekitarnya dan juga
percaya diri sehingga beranggapan di usia
tua sudah tidak terjadi kehamilan. Sedangkan
responden yang tidak beresiko (20-35 tahun)
dengan kategori IAT beranggapan masih
pantas untuk menambah anak di karena suami
juga mendukung untuk menambah anak, ada
sebagian di larang mengunakan alat
kontrasepsi karena tidak menyetujui alat
kontrasepsi dan ada karna efek samping yang
berlebihan seperti berat badan meningkat atau
jerawat menjadi lebih banyak, ada yang
pernah mengunakan alat kontrasepsi tapi
ternyata bisa hamil.
Faktor lain yang berhubungan dengan
unmet need adalah paritas. Dari sampel
penelitian didapatkan ibu dengan primipara
sebanyak 51,5% dan ibu dengan multipara
sebanyak 48,5%. Responden yang ingin anak
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 27
tunda memiliki angka unmet need tertinggi
pada primipara karena rata-rata mereka baru
memiliki 1 anak dan sudah terprogram untuk
memiliki anak lebih dari 1. Sedangkan bagi
responden yang lain alasan ingin menambah
anak karena ingin mempunyai anak laki-
laki21. Selain itu mereka memilih memberikan
jarak kehamilan namun tidak menggunakan
alat kontrasepsi terutama pada responden
yang berusia masih muda merasa tidak
percaya diri jika gemuk karena memakai alat
kontrasepsi dan ada juga yang takut
mengalami efek samping serta suami yang
menggunakan alat kontrasepsi dengan metode
alami. Bagi responden yang tidak ingin anak
lagi angka unmet need tertinggi pada
responden multipara atau banyak anak, dari
hasil wawancara responden mengatakan ada
yang pernah mengalami kegagalan alat
kontrasepsi sehingga menimbulkan persepsi
negatif dan ketidakmauan untuk kembali
menggunakan alat kontrasepsi sekalipun
pihak PLKB telah mensosialisasikan alat
kontrasepsi. Ada juga diantara mereka yang
sangat menginginkan anak laki-laki atau
perempuan sehingga mereka menambah anak
sampai mendapatkan anak laki-laki atau
perempuan. Selain itu ada yang merasa
berhasil melakukan KB alami bertahun-tahun
sehingga mereka merasa tidak perlu
menggunakan alat kontrasepsi dan keyakinan
tersebut diturunkan kepada anaknya yang
sudah berkeluarga.
Uljanah14 menyatakan bahwa memiliki
anak banyak beresiko 2,645 kali mengalami
kejadian unmet need di bandingkan memiliki
anak sedikit, hal ini di karenakan semakin
banyak anak yang dimiliki maka akan
semakin besar kemungkinan seseorang
wanita telah melebihi preferensi fertilitas
yang di inginkan sehingga mengalami unmet
need. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Katulistiwa22,
dimana hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada kelompok usia tua (35-44 tahun)
5,2 kali lebih besar (95% CI: 1,757-15,429)
untuk mengalami unmet need KB dimana
terdapat penurunan kebutuhan KB untuk
penjarangan kelahiran setelah mencapai umur
30 tahun, dan untuk tujuan pembatasan
mencapaipuncaknya pada umur 35-44 tahun.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
yaitu mayoritas suami (67,2%) mendukung
ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Mayoritas responden mengalami unmet need
dengan kategori TIAL sebanyak 54.7%.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas
suami mendukung ibu untuk menggunakan
alat kontrasepsi pada kondisi TIAL sebanyak
45.3%.
DAFTAR PUSTAKA
1. CIA World Factbook. (2015). Central
intelligence agency.
https://www.cia.gov/library/publications/t
he-world-factbook/geos/id.html diakses
tanggal 20 Desember 2016
2. BKKBN. (2015). Kebijakan Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan
Pembangunan Keluarga dalam
Mendukung Keluarga Sehat
http://www.depkes.go.id/resources/downl
oad/info-
terkini/rakerkesnas_gel2_2016/Kepala%2
0BKKBN.pdf diakses tanggal 12
November 2016
3. Kemenkes RI. (2014). Profil kesehatan
Indonesia.
http://www.depkes.go.id/resources/downl
oad/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-
2014.pdf. diakses tanggal 31 November
2016
4. BKKBN, (2016). Data unmet need Bulan
Agustus 2016. BKKBN Kota Yogyakarta
Rek.kab.F/I/DAL.
5. Affandi, Adriaansz, Gunardi, Koesno.
(2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi. PT bina pustaka sarwono
prawirohardjo: Jakarta.
6. SDG’s. (2016). Pusat Litbang dan
Sumber Daya kesehatan.
www.pusat2.litbang.depkes.go.id/...v1/.../
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 28
SDGs-Ditjen-BGKIA.pdf. Diakses tangal
15 januari 2017
7. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia. (2012).
http://chnrl.org/pelatihan-
demografi/SDKI-2012.pdf
8. Wahyuni, Y. (2015).Pandangan
Masyarakat Terhadap Program Keluarga
Berencana Dalam Mewujudkan Keluarga
Sejahtera (Studi Kasus Terhadap
Masyarakat Desa Sidoharjo Kecamatan
Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah). Skripsi Thesis, Uin Sunan
Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-
suka.ac.id/15909/. Diakses tanggal 28
November 2016
9. Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktik. Rineka cipta:
Jakarta.
10. Asra, Irawan & Purwoto. (2015). Metode
penelitian survey. Inmedia: Bogor.
11. Muniroh, I. D, Luthviatin,N, Istiaji,E.
(2013). Dukungan SOsial Suami
Terhadap Istri Untuk Menggunakan Alat
Kontrasepsi Media OPerasi Wanita
(MOW) (Studi Kualitatif Pada Pasangan
Usia SUbur Unmet Need di Kecamatan
Puger Kabupaten Jember). E-Jurnal
Pustaka Kesehatan,Vo;2(no.1) Januari
2014
12. Ulsafitri, Y. & Fastin, R.N. (2015).
Faktor-Faktor yang berhubungan dengan
Unmet Need KB pada pasangan usia
subur (PUS). STIKes Yarsih Sumbar
Bukittinggi
13. Wahab R. (2014). Hubungan antara
faktor pengetahuan istri dan dukungan
suami terhadap kejadian unmet need pada
pasangan usia subur di kelurahan Siantan
Tengah Kecamatan Pontianak Utara
tahun 2014. Jurnal Mahasiswa PSPD FK
Universitas Tanjungpura. Vol 1 No 1
(2014).
jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/vi
ew/7828. Diakses tanggal 11 November
2016
14. Uljanah K (2016). Hubungan faktor
risiko kejadian unmetneed KB (Keluarga
Berencana) di desa Adiwerna, Kecamatan
Adiwerna, Kabupaten Tegal, Triwulan III
tahun 2016. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 4, no 4 oktober
2016.
15. Yarsih, R. (2014). Hubungan
sosiodemografi (umur, pendapatan,
pendidikan, jumlah anak, pekerjaan,
pengetahuan tentang KB), sikap dan
dukungan suami dengan unmet need
keluarga berencana di Desa Amplas
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Skripsi. Diakses tanggal 15
Desember 2016.
16. Hasanah N. (2016). Pengaruh Persepsi
Suami Tentang Alat Kontrasepsi Dan
Keterlibatan Isteri Dalam Pengambilan
Keputusan Terhadap Kejadian Unmet
Need Kb Pada Pasangan Usia Subur
(Pus) Di Kecamatan Benjeng Kabupaten
Gresik. Jurnal Hospital Majapahit. Vol 8.
No. 2 November 2016.
17. Sariyati S, Mulyaningsih, Sugiharti.
(2015). Faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya Unmet Need KB pada
Pasangan Usia Subur (PUS) di
KotaYogyakarta. Journal Ners And
Midwifery Indonesia Vol 3 No 3. 123-
128
18. Ningrum, Dewi. (2015). Dampak
program pendidikan kecakapan hidup
ditaman bacaan masyarakat mata aksara
bagi perempuan di desa umbul martini,
kecamatan ngemplak, kabupaten sleman.
Skripsi fakultas ilmu pendidikan
universitas negeri Yogyakarta.
http://eprints.uny.ac.id/18863/1/MARTA
%20DWI%20NINGRUM_11102241039.
pdf. Diakses tanggal 28 desember 2016
19. Fadhila, Widoyo, Elytha. (2016). Unmed
Need Keluarga Berencana Pada Pasangan
Usia Subur Di Kecamatan Padang Barat
Tahun 2015. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas Vol. 10, No. 2, Hal.
151-
156http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.ph
p/jkma/. Diakses tanggal 16 Januari 2017
Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 29
20. Juliaan, F. (2009). Unmet need dan
kebutuhan pelayanan KB di Indonesia.
Analisi SDKI 2007. Penerbit KB dan
Kesehatan Reproduksi, BKKBN: Jakarta.
21. Astuti & Ratifah. (2014). Deskriptif
faktor-faktor yang mempengaruhi wanita
usia subur (WUS) tidak menggunakan
alat kontrasepsi. Jurnal Ilmiah
Kebidanan vol. 5 no 2. hlm. 99-108.
22. Katulistiwa R. (2014). Determinan unmet
need KB pada wanita menikah di
kecamatan klabang kabupaten
bondowoso. Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa Vol 2, No 2
(2014).
http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/arti
cle/view/1786. Diakses tanggal 22
November 2016
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 30
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan
Kala IV Pasien Post Sectio Caesarea
Fitnaningsih Endang Cahyawati1, Agus Gunadi2
1Universitas Aisyiyah Yogyakarta 2Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
e-mail : [email protected]
Abstrak
Bedah sesar atau Sectio Caesarea (SC) telah menjadi tren di Indonesia. Studi membuktikan bahwa bedah
sesar memiliki berbagai komplikasi seperti penurunan suhu tubuh hingga hipotermia yang sering
dihubungkan dengan berbagai faktor termasuk efek dari anestesi spinal pada proses pembedahan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengalisis fenomena penurunan suhu pada pasien post SC pada pengawasan kala IV
dengan menghubungkan selisih penurunan suhu antara satu jam pertama dan satu jam kedua pengawasan
terhadap faktor usia, status nutrisi sesuai Lingkar Lengan Atas (LILA), Indeks Masa Tubuh (IMT) Maternal
dan komplikasi saat kehamilan dan atau indikasi SC. Metode penelitian ini menggunakan desain Cross
Sectional pada 162 pasien yang menjalani bedah sesar di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan perawatan
post operasi di Bangsal Firdaus dari Januari 2017 hingga Mei 2017. Data diambil dengan menggunakan
teknik observasi dengan menggunakan lembar pengawasan kala IV. Penurunan suhu tubuh saat pengawasan
kala IV dialami sebanyak 39 responden (24,1%). Hasil uji hipotesis korelatif didapatkan usia responden
(P=0,656), status nutrisi sesuai LILA (P=0,431), IMT Maternal (P=0,601) dan komplikasi saat kehamilan
dan atau indikasi SC (P=0,602). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel selisih suhu
dengan variabel usia, status nutrisi sesuai LILA, IMT Maternal dan komplikasi saat kehamilan dan atau
indikasi SC.
Kata kunci: perubahan suhu tubuh, Post Sectio Caesarea
Abstract
Cesarean section or Sectio Caesarea (SC) has become a trend in Indonesia. Studies have shown that cesarean
section has various complications such as decreased body temperature to hypothermia that are often
associated with various factors including the effects of spinal anesthesia on the surgical process. The aim of
this study was to analyze the phenomenon of temperature drop in post-SC patients in the fourth stage of
control by correlating the difference of temperature decrease between the first one hour and the first two
hours of control over age factor, nutritional status according to upper arm circumference (LILA), Maternal
Body Mass Index (BMI) and complications during pregnancy and / or SC indications. This method used Cross
Sectional design in 162 patients who underwent cesarean section at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital
and postoperative care at Ward of Firdaus from January 2017 to May 2017. The data were collected using
observation technique using the fourth stage supervision sheet. Decreased body temperature during the
control of the IV episode experienced by as many as 39 respondents (24.1%). The result of correlative
hypothesis test was obtained by respondent age (P = 0,656), nutrition status according to LILA (P = 0,431),
maternal BMI (P = 0,601) and pregnancy complication and or indication SC (P = 0,602). There was no
significant relationship between variable temperature difference with age variable, nutritional status
according to LILA, maternal BMI and pregnancy complication and or indication of SC.
Keywords: changes in body temperature, Post Sectio Caesarea
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 31
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) dalam
Caesarean section rates in 150 countries
catagorised according to United Nations
geographical grouping in 2014 melaporkan
bahwa tren penggunaan bedah sesar di Asia
Tenggara termasuk Indonesia mencapai angka
14,8% dari total persalinan dari 1999 hingga
2014 dan terus meningkat setiap tahunnya.1
Pembedahaan Sectio Caesaria (SC) memang
cenderung lebih aman dibandingkan masa
sebelumnya karena tersedianya antibiotika,
tranfusi darah, teknik operasi yang lebih baik,
serta teknik anestesi yang lebih sempurna.2
Kemajuan dari teknik operasi yang telah
sempurna juga tak lepas dari berbagai
komplikasi perioperative itu sendiri seperti
hipotermia dan menggigil, yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien hingga ketika
pasien telah berada di bangsal rawat inap.3
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa
sekitar 70% pasien pasca pembedahan
mengalami hipotermia.4,5 Berbagai faktor
diduga menjadi penyebab dari terjadinya
hipotermia post pembedahan seperti pengaruh
penggunaan anestesi, usia, status nutrisi
maternal hingga Indeks Masa Tubuh (IMT)
Maternal.6,7,8 Kemudian, penanganan yang
dapat digunakan mencegah dan mengatasi
hipotermia post pembedahan dapat berupa
pemakaian blood warmer, pemakaian matras
penghangat, pemberian cairan infus,
manajemen suhu ruangan hingga pemakaian
selimut tebal.2 Selain dilakukan untuk
meningkatkan kenyamanan pasien, intervensi-
intervensi tersebut juga berfungsi untuk
mencegah komplikasi dari hoptermia itu
sendiri seperti Surgical Site Infections (SSI),
myocardial ischemia, gangguan metabolisme
obat, koagulopati, waktu hospitalisasi yang
lebih lama, menggigil, penurunan integritas
kulit dan rendahnya kepuasan pasien.5,8
Kemudian, studi pendahuluan yang
dilakukan di bangsal kebidanan Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gamping ditemukan
bahwa, 3 dari 10 pasien post pembedahan
sesar yang telah tiba di ruang perawatan
cenderung mengalami penurunan suhu tubuh
pada pengukuran suhu tubuh di satu jam
pertama dan satu jam kedua pengawasan kala
IV. Walaupun telah menerima intervensi
manajemen suhu ruangan dan penggunaan
selimut, suhu tubuh pasien tersebut tidak
menunjukkan adanya peningkatan ke suhu
normal tetapi menurun ke hipotermia. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian dan
analisis mendalam untuk mengungkap alasan
dibalik penurunan suhu yang terjadi pada
pasien post pembedahan sesar saat
pengawasan kala IV di RS PKU
Muhammadiyah Gamping.
Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis
fenomena penurunan suhu pada pasien post
SC pada pengawasan kala IV dengan
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 32
mempertimbangkan selisih penurunan suhu
antara satu jam pertama dan satu jam kedua
pengawasan terhadap beberapa faktor yaitu,
usia responden, status nutrisi sesuai Lingkar
Lengan Atas (LILA), Indeks Masa Tubuh
(IMT) Maternal dan komplikasi saat
kehamilan dan atau indikasi SC.
METODE
1. Desain Penelitian dan Sampel
Penelitian ini menggunakan desain
Cross Sectional pada 162 pasien yang
menjalani bedah sesar di RS PKU
Muhammadiyah Gamping dan perawatan
post operasi di Bangsal Firdaus dari
Januari 2017 hingga Mei 2017 dengan
metode Time Quota Sampling, yang
berarti menggunakan seluruh populasi
pada waktu yang telah direncanakan. Hal
tersebut sekaligus menjadi kriteria inklusi
penelitian yaitu pasien yang menjalani SC
dengan empat dokter tetap spesialis
Obstetri dan Ginekologi di RS PKU
Muhammadiyah Gamping, menggunakan
jenis anestesi spinal, melakukan operasi
dengan suhu ruang operasi berada pada
rentang 19oC hingga 24oC dan menjalani
waktu operasi pada rentang yang sama
yaitu selama 60 menit hingga 90 menit.
2. Pengumpulan Data
Data diambil dengan menggunakan
teknik observasi dengan menggunakan
lembar pengawasan kala IV dari RS PKU
Muhammadiyah Gamping ketika pasien
telah berada di ruang rawat inap.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan sesuai
dengan petunjuk pengukuran suhu tubuh
pada frontal kranialis dengan termometer
infrared merek termoval yang telah
terkalibrasi. Pengukuran suhu tubuh
dilakukan dua kali yaitu, tepat 15 menit
(satu jam pertama) ketika pasien telah tiba
di ruang rawat inap pada suhu
kamar(20oC-25oC) dan satu jam kedua.
Kemudian, hasil pengukuran suhu ditulis
di lembar observasi dan dilakukan
pengukuran selisih dengan hasil tiga
kategori yaitu suhu menurun (0,1oC -
1,5oC), suhu tetap, dan suhu meningkat
(0,1oC - 1,4oC). Analisis rekam medis,
teknik wawancara dan pemeriksaan
antropometri juga dilakukan untuk
mendapatkan kategori usia responden,
status nutrisi sesuai Lingkar Lengan Atas
(LILA), Indeks Masa Tubuh (IMT)
Maternal dan komplikasi saat kehamilan
dan atau indikasi SC.
Pengategorian usia responden disusun
sesuai dengan usia sehat hamil yaitu <20
tahun, 20-29 tahun, 30-34 tahun, dan >35
tahun. Status Nutrisi sesuai LILA
dikategorikan sesuai panduan penegakan
diagnosa Kehamilan dengan Kurang
Energi Kronis (LILA <23,5cm).9 Selain
itu, IMT Maternal dihitung dengan rumus
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 33
Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan
(m2) dan dikategorikan sesuai dengan
rekomendasi World Health Organization
(WHO) on Maternal Body Mass Index
(BMI) untuk populasi Asia yaitu IMT
rendah (<18,5 Kg/m2), IMT Normal (18,5
Kg/m2-22,9 Kg/m2) dan IMT Tinggi (≥23
Kg/m2).7 Faktor terakhir adalah
komplikasi saat kehamilan dan atau
indikasi untuk dilakukannya bedah sesar
pada responden penelitian. Diagnosa
medis yang ditegakkan oleh dokter
spesialis kandungan menjadi acuan
sehingga didapatkan beberapa diagnosa
yang telah dipertimbangkan dengan tidak
menjadikan suatu diagnosa sebagai
kriteria eksklusi penelitian. Persetujuan
etik didapatkan dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Universitas Aisyiyah
Yogyakarta. Informed Consent tertulis
diperoleh dari responden pada saat
penentuan sampel dalam rangka
menegakkan prinsip etik penelitian.
3. Analisis Statistik
Statistik deskriptif pertama dengan
aplikasi statistik komputerisasi IBM SPSS
Trial Edition downloaded 2017 dilaporkan
menggunakan tabel 1 mengenai gambaran
suhu responden saat pengukuran suhu
tubuh di jam pertama dan jam kedua
pengawasan kala IV dalam bentuk mean,
Standar Deviasi (SD), median, nilai
minimum dan nilai maksimum suhu tubuh
pasien. Hasil analisis statistik selanjutnya
ditampilkan dalam tabulasi silang (Tabel
2) antara variabel karakteristik dengan
kategori selisih suhu. Pada variabel selisih
suhu ditampilkan dalam tiga kategori
dengan masing frekuensi (n) dan
persentase (%) yaitu 1) Kategori suhu
menurun dengan nilai penurunan dalam
rentang 0,1 oC hingga 1,5oC, 2) Kategori
suhu tetap, 3) Kategori suhu meningkat
dengan nilai kenaikan suhu dalam rentang
angka 0,1 oC hingga 1,4 oC. Walaupun
fokus penelitian ini hanya menganalisis
fenomena pada kategori penurunan suhu,
peneliti tetap melaporkan hasil deskriptif
statitsik pada kategori suhu tetap dan
kategori suhu meningkat sebagai
gambaran dan pendukung data.
Kemudian, masing-masing variabel
karakterstik dilakukan uji Descriptive-
Explore tanpa uji normalitas untuk
mendapatkan Mean dan SD kecuali pada
variabel komplikasi saat kehamilan dan
atau Indikasi SC. Uji hipotesis korelatif
Bivariat dilakukan dengan menggunakan
uji Spearman (signifikansi Pvalue <0,05)
karena memenuhi syarat pengujian
hipotesis korelatif. Analisis multivariat
untuk mempertimbangkan faktor yang
paling dominan mempengaruhi selisih
suhu, pada setiap kategori tidak dilakukan
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 34
karena tidak memenuhi syarat uji regresi
logistic.10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Gambaran Suhu Tubuh Responden Post Sectio Caesarean di Ruang Rawat Inap
Bangsal Firdaus
Waktu
pengukuran suhu
Mean±SD (95%
Confidence
Interval)
Median Minimum Maksimum **P
*1 jam pertama 36,37 ± 0,43 36,5 oC 35,0 oC 37,5 oC <0,001
1 jam kedua 36,48 ± 0,35 36,5 oC 35,4 oC 37,5 oC *Diukur tepat 15 menitsaat pasien telah tiba di ruang rawat inap bangsal Firdaus
** Uji statistik korelatif data numerik antara suhu tubuh responden dengan menggunakan alternative uji Pearson yaitu uji
Spearman karena data tidak terdistribusi normal (normality with test <0,05) menunjukkan terdapat hubungan signifikan
dengan antara suhu tubuh pada pengukuran satu jam pertama dan kedua (P=0,000)
Hasil penelitian pertama dilaporkan dalam
tabel 1 mengenai gambaran suhu responden
dalam pengawasan kala IV tepat setelah
pasien tiba di ruang rawat inap bangsal
Firdaus. Pengukuran satu jam pertama
didapatkan rerata suhu tubuh pasien sebesar
36,37oC diikuti angka 36,48 oC pada
pengukuran suhu tubuh jam kedua. Hasil
penelitian selanjutnya dilaporkan dengan
menggunakan tabel silang dalam tabel 2
mengenai karakteristik responden Post Sectio
Caesarean dan selisih suhu antara
pengawasan 1 jam pertama dan 1 jam kedua
(N=162). Data fokus utama yang didapatkan
adalah total jumlah responden yang
mengalami penurunan suhu yaitu sebanyak 39
responden (24,1%). Kemudian, responden
yang mengalami penurunan suhu terbanyak
berusia 20-29 tahun sebanyak 15 responden
(9,3%), status nutrisi sesuai LILA pada
kategori normal sebanyak 31 responden
(19,1%), status IMT Maternal pada kategori
IMT tinggi sebanyak 29 responden (17,9%)
dan komplikasi saat kehamilan dan atau
indikasi SC dengan indikasi ReSC, Induksi
Gagal atau APS sebanyak 20 responden
(12,3%).
Uji hipotesis korelatif antara variabel
karakteristik dengan selisih suhu menunjukkan
P value >0,05 yang berarti tidak terdapat
hubungan signifikan antara variabel
karakteristik dengan selisih suhu pada setiap
kategori. Selain itu dapat diambil kesimpulan
bahwa fenomena penurunan suhu dan
peningkatan suhu tidak secara signifikan
dipengaruhi oleh usia, status nutrisi sesuai
LILA, IMT maternal dan komplikasi saat
kehamilan dan atau indikasi SC.
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 35
Tabel 2. Karakteristik RespondenPost Sectio Caesareandan Selisih Suhu Antara Pengawasan 1 Jam
Pertama dan 1 Jam Kedua (N=162)
Karakteristik
Selisih Suhu
Mean±SD P*
Suhu Menurun
(0,1oC - 1,5oC)
n= 39 (24,1%)
Suhu Tetap
n= 30 (18,5%)
Suhu
Meningkat
(0,1oC - 1,4oC)
n= 93 (57,4%)
n % n % n %
Usia
<20 tahun 2 1,2 0 0 2 1,2 30,1±5,7 0,656
20-29 tahun 15 9,3 15 9,3 42 25,9
30-34 tahun 12 7,4 9 5,6 32 19,8
>35 tahun 10 6,2 6 3,7 17 10,5
Status Nutrisi
sesuai Lingkar
Lengan Atas
(LILA)
Kurang Energi
kronis
8 4,9 4 2,5 13 8 25,6±2,9 0,431
Normal 31 19,1 26 16 80 49,4
IMT Maternal
IMT Rendah 0 0 0 0 1 0,6 28,0±4,2 0,601
IMT Normal 10 6,2 5 3,1 24 14,8
IMT Tinggi 29 17,9 25 15,4 68 42
Komplikasi saat
kehamilan dan atau
Indikasi SC
Perdarahan
Antepartum (PAP)
1 0,6 0 0 3 1,9 0,602
Intra Uterine Growth
Retention (IUGR)
1 0,6 1 0,6 4 2,5
Pre Eklamsi Berat
(PEB)
2 1,2 5 3,1 2 1,2
Disproporsi Kepala
Panggul (DKP)
2 2,5 1 0,6 11 6,8
ReSC, Induksi
Gagal, atau Atas
Permintaan Sendiri
(APS)
20 12,3 17 10,5 46 28,4
Janin Besar 0 0 1 0,6 3 1,9
Letak Lintang 0 0 1 0,6 2 1,2
Presentasi Bokong 5 1,3 0 0 4 2,5
Lainnya1 6 3,7 4 2,5 18 11,1 1Ketuban Pecah Dini (KPD) Oligohidramnion, Partus Prematurus Iminent (PPI), Fetal Distress, Diabetes Melitus Tipe 2,
Fetal Compromised, Vertigo, Gemeli, Plasenta Letak Rendah
*Uji Hipotesis Korelatif dengan uji Spearman (<0,05) antara variabel karakteristik dengan selisih suhu. Tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara variable tersebut (p>0,05).
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 36
Fenomena penurunan suhu pada
responden penelitian ini tidak lagi dapat
dihubungkan dengan faktor usia, status nutrisi
berdasar LILA, IMT Maternal dan
komplikasi kehamilan dan atau indikasi
dilakukannya bedah sesar (P value >0,05).
Faktor pertama yang dicurigai menyebabkan
penurunan suhu pada pasien post-operative
adalah efek samping (delayed effect) dari
Anestesi Spinal. Sharma, Kharbuja, &
Khadkab11 menjelaskan bahwa, penurunan
suhu hingga menggigil yang terjadi pada
pasien intra-operative hingga post-operative
merupakan komplikasi yang dapat terjadi
setelah adanya efek blokade yang terjadi di
subarakhnoid lumbal akibat anestesi spinal
yang digunakan pada bedah sesar. Hal
tersebut mengacu pada adanya redistribusi
internal panas dari core ke kompartmen
perifer serta blokade saraf simpatis dan
vasodiltasi perifer, kehilangan vasokontriksi
termoregulasi dibawah level blokade spinal
yang mengacu pada peningkatan kehilangan
panas dari permukaan tubuh serta adanya
gangguan termoregulasi akibat anestesi
spinal.11,12
Hal tersebut diperkuat oleh penjelasan
Paavolainen & Wallstedt13 yang mengatakan
bahwa, anestesi yang digunakan dalam
pembedahan itu sendiri bahkan bisa
menurunkan suhu tubuh hingga lebih dari
satu derajat yang berhubungan dengan
deaktivasi dari pusat termoregulator di otak,
dan memacu penurunan suhu tubuh bahkan
hingga menyebabkan menggigil.
Kemudian, penurunan suhu tubuh pada
pasien post bedah sesar ini dapat dikaitkan
dengan kegagalan pencegahan ataupun
manajemen penurunan suhu tubuh pada
pasien post pembedahan di Rumah Sakit
(RS). Hal tersebut terjadi karena belum
adanya Standar Operasional dan Prosedur
(SPO) intervensi penanganan hipotermia
untuk bidan di bangsal rawat inap, sehingga
bidan atau perawat hanya menggunakan
intervensi penggunaan selimut dan
manajemen suhu ruangan. Padahal, Smeltzer
(2002) dalam Minarsih14 mengungkapkan
bahwa terdapat dua jenis intervensi untuk
mencegah dan menangani penurunan suhu
tubuh pasien yaitu pemanasan internal aktif
dan eksternal aktif. Penggunaan mesin
penghangat udara dan selimut, matras hangat,
penggunaan Fluid Warmer dan cairan hangat,
serta pengaturan suhu ruangan adalah contoh
dari pemanasan metode aktif, sedangkan
penggunaan Isolating Heat Blankets, selimut
hangat dan baju hangat adalah contoh dari
metode pasif.2,6,14 Metode-metode tersebut
perlu diaplikasikan dengan baik di bangsal
rawat inap dalam rangka meningkatkan
kenyamanan pasien, dan bahkan terbukti
menurunkan lama rawat inap dan cost
effective bagi pasien ketika dapat
diaplikasikan dengan manajemen dan
pengawasan yang maksimal.15
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 37
Pengawasan pada keefektifan suatu
intervensi memang menjadi hal yang penting
dilakukan oleh bidan maupun perawat.16 Hal
tersebut sekaligus menjadi faktor ketiga yang
berhubungan dengan terjadinya penurunan
suhu pada pasien post bedah sesar saat
pengawasan kala IV. Pada pembahasan
sebelumnya telah dijelaskan bahwa, bidan
atau perawat di tempat rawat inap hanya
menggunakan intervensi penggunaan selimut
dan manajemen suhu ruangan untuk
mencegah dan menangani penurunan suhu
tubuh pasien. Intervensi untuk mencegah
terjadinya hipotermi hendaknya dimulai dari
ketika pasien keluar dari ruang pemulihan
hingga pengawasan kala IV selesai di ruang
rawat inap.17 Pengawasan akan keefektifan
penggunaan intervensi tak lepas dari
kepatuhan dan motivasi bidan dalam
memonitor dan mengevaluasi keefektifan
intervensi yang telah diberikan ke pasien,
sehingga dapat dilakukan perencanaan yang
matang ketika intervensi yang sedang
digunakan tidak memberikan efek yang
diharapkan.18 Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian dan analisis mendalam
mengenai kepatuhan dan motivasi bidan
dalam melakukan pengawasan pasien serta
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
dan motivasi tersebut.
Penelitian ini memiliki kekuatan yaitu
menggunakan seluruh populasi pasien yang
menjalani bedah sesar di RS PKU Gamping
dengan tidak memberlakukan kriteria
eksklusi pada responden berdasarkan
komplikasi kehamilan dan atau indikasi
dilakukannya bedah sesar. Penelitian
mengenai fenomena penurunan suhu pada
pengawasan kala IV jarang menerima
pembahasan khusus pada studi yang telah ada
sehingga, dapat menjadi acuan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut dan
mendalam di kemudian hari. Selain itu,
kelemahan pada penelitian ini adalah, belum
dipertimbangkannya efek samping menggigil
pada pasien induksi dengan menggunakan
Misoprostol, dan pasien perdarahan post-
partum yang juga menggunakan Misoprostol
per-rectal.
SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis
fenomena perubahan suhu pada pasien post
SC pada pengawasan kala IV dengan
mempertimbangkan selisih penurunan suhu
antara satu jam pertama dan satu jam kedua
pengawasan terhadap beberapa faktor yaitu,
usia responden (P=0,656), status nutrisi
sesuai Lingkar Lengan Atas (LILA)
(P=0,431), Indeks Masa Tubuh (IMT)
Maternal (P=0,601) dan komplikasi saat
kehamilan dan atau indikasi SC (P=0,602),
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel
selisih suhu dengan variabel-variabel tersebut
diatas. Oleh karena itu fenomena penurunan
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 38
suhu yang dialami sebanyak 39 responden
(24,1%) dilakukan pembahasan dengan
melibatkan adanya hubungan dengan efek
anestesi spinal, kegagalan pencegahan
ataupun manajemen penurunan suhu tubuh
pada pasien post pembedahan di RS dan
kepatuhan bidan dalam melakukan
pengawasan, perencanaan dan evaluasi
terhadap intervensi yang telah dilakukan pada
pasien post SC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Betrán, A. P., Ye, J., Moller, A.-B.,
Zhang, J., Gülmezoglu, A. M., & Torloni,
M. R. (2016). The Increasing Trend in
Caesarean Section Rates: Global,
Regional and National Estimates: 1990-
2014. PLoS ONE 11 (2): e0148343.
doi:10.1371, 1-12.
2. Nayoko. (2016). Perbandingan Efektifitas
Pemberian Cairan Infus Hangat Terhadap
Kejadian Menggigil Pada Pasien Sectio
Caesaria Di Kamar Operas. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah, 1(1), 86-
91.
3. Umah, K., & Wulandari, E. A. (2016).
Giving And Light Heater Warmed Fluid
Temperature Increase Patient Shivering
Post. Journals of Ners Community, 4(2),
180-188.
4. Syam, E. H., Pradian, E., & Surahman, E.
(2013). Efektivitas Penggunaan
Prewarming dan Water Warming untuk
Mengurangi Penurunan Suhu Intraoperatif
pada Operasi Ortopedi Ekstremitas Bawah
dengan Anestesi Spinal. Jurnal Anestesi
Perioperatif, 1(2), 86-93.
5. Cobb, B., Cho, Y., Hilton, G., Ting, V., &
Carvalho, B. (2016). Active Warming
Utilizing Combined IV Fluid and Forced-
Air Warming Decreases Hypothermia and
Improves Maternal Comfort During
Cesarean Delivery: A Randomized
Control Trial. International Anesthesia
Research Society, XXX(XXX), 1-8.
6. Harahap, A. M., Kadarsah, R. K., &
Oktaliansah, E. (2014). Angka Kejadian
Hipotermia dan Lama Perawatan di Ruang
Pemulihan pada Pasien Geriatri
Pascaoperasi Elektif Bulan Oktober 2011–
Maret 2012 di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi
Perioperatif Volume.2 Issue 1, 36-44.
7. Ota, E., Haruna, M., Suzuki, M., Anh, D.
D., Tho, L. H., Tam, N. T., et al. (2011).
Maternal body mass index and gestational
weight gain and their association with
perinatal outcomes in Viet Nam. Geneva:
World Health Organization.
8. Mason, S. E., Kinross, J. M., &
Hendricks, J. (2017). Postoperative
hypothermia and surgical site infection
following peritoneal insufflation with
warm, humidified carbon dioxide during
laparoscopic colorectal surgery: a cohort
study with cost-effectiveness analysis.
Surgical Endoscopy Vol.31 Issue 4, 1923-
1929.
9. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan-Pedoman Bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
10. Dahlan, S. (2016). Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan-Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat dilengkapi
Aplikasi dengan Menggunakan SPSS.
Jakarta: Salemba Medika.
11. Sharma, M., Kharbuja, K., & Khadkab, B.
(2016). Comparison of Pethidine and
Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV
JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 39
Tramadol for the Control of Shivering in
Patients undergoing Elective Surgery
under Spinal Anesthesia. Journal of
Lumbini Medical College Vol 4, No 2,
July-Dec, 64-67.
12. Sessler, D. I. (2016). Perioperative
thermoregulation and heat balance-
Review. The Lancet, Crossmark, 1-10.
13. Paavolainen, L., & Wallstedt, J. (2016).
Post Operative Complications of General
Anesthesia- A Recorded Video
Presentation. Bachelor's Thesis- Health
and Social Sciences Degree Programme
in Nursing, 25.
14. Minarsih, R. (2014). Effectiveness of
Intravenous Fluid Warmer Treatment on
Decreasing Hypothermic Sign for
Caesarean Patients. Jurnal Keperawatan,
ISSN 2086-3071, 1(2), 36-42.
15. Chakrabarti, D., Kamath, S., Deepti, &
Masapu, D. (2017). Simple Cost-Effective
Alternative to Fluid and Blood Warming
System to Prevent Intraoperative
Hypothermia. American Association of
Nurse Anesthetists (AANA) Journal, 85(1),
28-30.
16. Bucknall, T. K., Harvey, G., Considine, J.,
Mitchell, I., Rycroft-Malone, J., Graham,
I. D., et al. (2017). Prioritising Responses
Of Nurses To deteriorating patient
Observations (PRONTO) protocol: testing
the effectiveness of a facilitation
intervention in a pragmatic, cluster-
randomised trial with an embedded
process evaluation and cost analysis.
Implementation Science 12:85 -
BiomedCentral Publication, 1-9.
17. Kusuma, I. G. (2016). Perbedaan
Efektifitas Pemberian Selimut Tebal Dan
Lampu Penghangat Pada Pasien Pasca
Bedah Sectio Caesaria Yang Mengalami
Hipotermi Di Ruang Pemulihan OK
RSUD Sanjiwani Gianyar. Nursing
Journal of Community, 4(2), 121-181.
18. Kusumawati, I. (2016). Hubungan Antara
Motivasi Bidan Dengan Kepatuhan
Pemberian Informed Consent Pada
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Di
Kecamatan Grogol. Naskah Publikasi
Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 1-9