Upload
suciana-tzu
View
182
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Wanita
Usia Subur Di Puskesmas Ulee Kareng
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pertambahan penduduk dunia merupakan permasalahan global yang menghambat
pembangunan. Jumlah kelahiran yang terus meningkat serta distribusi penduduk yang tidak
merata sudah menjadi isu nasional terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Pemerintah sudah mencanangkan program keluarga berencana (KB) untuk mengatasi
masalah kependudukan ini. Di antara tugas program KB adalah mengatur jumlah anak ideal,
jarak kelahiran anak yang ideal, dan usia ideal untuk melahirkan (Hernawati, 2010).
Pengaturan ini juga meminimalisasi kehamilan yang tidak diinginkan seingga mengurangi
angka pengguguran secara ilegal (widiyaningrum, 2010).
Pengenalan metode KB berimplikasi pada maraknya penggunaan alat kontrasepsi.
Pasangan yang ingin membatasi kehamilan dapat memilih berbagai macam alat kontrasepsi
yang disediakan dalam program KB meliputi metode sederhana (kondom, spermisida, koitus
interuptus, pantang berkala), metode efektif dengan hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk)
dan metode mekanis dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) (Manuaba, 2010). Prinsip
kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sperma dengan sel telur, baik dengan cara
menekan ovulasi, menahan masuknya sperma kedalam saluran kelamin wanita hingga
bertemu ovum, atau menghalangi nidasi (widiyaningrum, 2010).
Dalam memilih alat kontrasepsi, perlu diperhatikan kenyamanan serta pengaruhnya
terhadap kesehatan reproduksi. Salah satu hal yang menyebabkan pemakai alat kontrasepsi
menghentikan pemakaian adalah karena efek samping yang tidak menyenangkan. Meski
begitu, hingga sekarang belum ada alat kontrasepsi yang betul-betul bebas dari kegagalan,
efek samping, dan komplikasi (Qistiruqoyah, 2011).
Kontrasepsi hormonal merupakan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan
wanita terutama di negara-negara maju. Kombinasi estrogen dan progesteron menjadi pilihan
karena estrogen saja dapat meningkatkan risiko hiperplasia endometrium (Milawati, 2012).
Namun, jenis kontrasepsi ini lebih banyak menimbulkan masalah kesehatan dibandingkan
jenis kontrasepsi non hormonal. Efek samping yang paling sering terjadi adalah sakit kepala,
haid yang tidak teratur, serta kenaikan berat badan (Hernawati, 2010). Kandungan steroid
dalam kontrasepsi hormonal juga dapat menurunkan kadar HDL, menginduksi
hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa, serta dapat meningkatkan tekanan darah (Perseghin
et al, 2001).
Glukosa merupakan salah satu produk akhir pencernaan karbohidrat dan mewakili
sekitar 80% dari seluruh produk akhir tersebut di dalam sirkulasi darah. (Guyton, 2007).
Kadar glukosa darah diatur oleh hati dengan cara mengekstraksi glukosa, menyintesis
glikogen, dan melakukan glikogenolisis. Fungsi hati dalam pengambilan dan pelepasan
glukosa ini bergantung pada keseimbangan hormon-hormon yang dapat meningkatkan
ataupun mengurangi kadar glukosa darah (Price, 2005).
Insulin berfungsi menurunkan kadar gula darah (Price, 2005). Hormon ini membantu
pengangkutan glukosa ke dalam sel hingga 10 kali lebih cepat. Tanpa adanya insulin, jumlah
glukosa yang dapat diangkut ke dalam sel sangat sedikit sehingga tidak cukup untuk
menyediakan energi yang dibutuhkan tubuh. Kelebihan karbohidrat juga akan disimpan di
dalam hati dan otot dengan bantuan insulin. Berkurangnya sekresi insulin ataupun
menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin akan meningkatkan kadar glukosa darah
dan menurunkan penggunaan glukosa oleh sel (Guyton, 2007).