Upload
ngonhan
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana KeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
i
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA DI SMP
NEGERI 3 GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana KeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
DWI PATMAWATI HASIM
2213042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN DI SMP
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP
Negeri 3 Gamping Sleman”.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dan pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan
setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Ketua Prodi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta.
3. Masta Hutasoit, S.Kep.,Ns., M. Kep selaku penguji yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan pendapat pada penyelesaian skripsi ini.
4. Dewi Utari., S.Kep., Ns., MNS selaku dosen pembimbing yang telah sabar
memberikan bimbingan, saran, dan pendapat selama proses penyelesaian
skripsi ini.
5. Kepala sekolah SMP Negeri 3 Gamping Sleman yang telah memberikan izin
penelitian kepada penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.
Yogyakarta, Agustus 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….. ii HALAMAN PERNYATAAN…..………………………………………… iii KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv DAFTAR ISI …………………………………………………………….. v DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. vi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. vii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. viii INTISARI…………………………………………………………………. ix ABSTRACT ………………………………………………………………. x BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 5 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5 D. Manfaat Penelitian ………………………………………………... 5 E. Keaslian Penelitian ………………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja ……………………………………………………………. 10 B. Pola Asuh …………………………………………………………. 15 C. Perkembangan Sosial …………………………………………….. 18 D. Kerangka Teori …………………………………………………… 22 E. Kerangka Konsep ………………………………………………… 23 F. Hipotesa ………………………………………………………….. 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian …………………………………………………. 24 B. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………….. 24 C. Populasi dan Sampel ……………………………………………... 24 D. Variabel Penelitian ……………………………………………….. 26 E. Definisi Operasional ……………………………………………… 27 F. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data …………………………… 29 G. Validitas dan Reliabilitas………………………………………….. 34 H. Pengolahan Data dan Analisa Data ……………………………….. 35 I. Etika Penelitian …………………………………………………… 39 J. Pelaksaan Penelitian ……………………………………………… 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil………………………………………………………………... 43 B. Pembahasan………………………………………………………… 48 C. Keterbatasan Penelitian…………………………………………….. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………… 57 B. Saran……………………………………………………………….. 57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ………………….... 26 Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Pola Asuh Orangtua …............................... 27 Tabel 3.3 Distribusi Penyebaran Pekembangan Sosial………………….. 29 Tabel 3.4 Interprestasi Koefisien Korelasi ……………………………… 37 Tabel 4.1 Distribusi Frekunsi Karakteristik Orang Tua…………………. 43 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja…………………… 44 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua…………………… 44 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Perkembangan Sosial Remaja ………….. 45 Tabel 4.5 Tabulasi Silang………………………………………………… 46
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian …………………………………… 21 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………. 22
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Pola Asuh Orang Tua Lampiran 4. Kuesioner Perkembangan Sosial Lampiran 5. Daftar Bimbingan Lampiran 6. Lembar Informasi responden Lampiran 7. Tabulasi Penelitian Lampiran 8. Hasil SPSS Penelitian Lampiran 9. Surat Studi Pendahuluan Lampiran 10. Surat Studi Pendahuluan BAPEDA Lampiran 11. Surat Permohonan Penelitian Lampiran 12. Surat Penelitian BAPEDA Lampiran 13. Surat Permohonan Penelitian Lampiran 14. Ethical Clrearance
ix
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
DI SMP N 3 GAMPING SLEMAN
Dwi Patmawati Hasim1, Dewi Utari2
INTISARI
Latar Belakang : Sesuai dengan tumbuh kembangnya, remaja akan mengalami perubahan baik fisik, kognitif, sosial, dan emosional atau psikologis. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan masuknya ke dalam kelompok-kelompok tertentu dan berusaha tidak terpengaruh dari orang dewasa. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja adalah keluarga karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama kali dimana remaja dapat berinteraksi dan belajar sebagai makhluk sosial. Pengaruh dari keluarga yang signifikan adalah pola pengasuhan orang tua. Pola pengasuhan yang berbeda akan menghasilkan perilaku yang berbeda pula. Tujuan : Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental, dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan menggunakan teknik startified random sampling. Subyek penelitian ini sebanyak 70 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis statistik inferensial menggunakan uji Cramer’s v dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05). Hasil : Berdasarkan penelitian diperoleh data mengenai pola asuh demokratis sebanyak 31 (44,3%). Perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman kategori baik sebanyak 28 (40,0%). Hasil uji Cramers’s v yaitu p value 0,005 (p value < 0,05). Artinya terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman. Hasil koefisien korelasi sebesar 0,515. Kesimpulan : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman dengan keeratan sedang dan arah yang positif. Kata Kunci : Pola asuh orang tua, Remaja, Perkembangan sosial. _____________________ 1Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
x
The Correlation between Parenting Styles and Adolescents' Social Development in SMPN 3 of Gamping, Sleman
Dwi Patmawati Hasim1, Dewi Utari2
ABSTRACT
Background : According to their growth and development, adolescence will experience with physical, cognitive, social, and emotional, or psychological changes. Adolensence social life is indicated with their involvement in groups and trying not to be affected by adults.One of the adolescence development task is related with social adjustment. Factor effected adolescence social adjustment is family which is the first social environment to construct their characteristic. Furthermore family is the first social community where adolescents can interact and learn as social entities. The significant effect of family is parenting styles. A different parenting styles will impact different behavior. Objective : To identified the correlation between parenting styles and adolescents' social development in SMPN 3 of Gamping, Sleman Method : This was a quantitative and non experimental study with cross sectional approach. Sampling method applied stratified random sampling technique. The subjects in this study was 70 respondents appropiate with inclusion and exclusion criteria. Collecting data method applied questionnairres distribution. Inferential statistical analysis used Cramer's v test with validity level of 95% (α=0.05). Result : The result of the study showed that most of the respondents have a democratic parenting styles (44,3%). Moreover, they have a good social development (40,0%). The result of Cramers’v test was significant with p value 0,005 (less than α 0,05). Conclusion : There was a correlation between parenting styles and Adolescents' social development in SMPN 3 of Gamping, Sleman, with moderate significance level and positive tendency. Keywords : Parenting styles, Adolescent, Social Development. _____________________ 1 A student of Bachelor Nursing Program of STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 A lecturer of Bachelor Nursing Program Program of STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
1
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja didefinisikan sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa.
Batasan usia remaja menurut badan kesehatan dunia, World Health Organization
(WHO) (2007) umur 12 sampai 24 tahun (dalam Efendi dan Makhfudli, 2009).
Namun meskipun seseorang masih usia remaja dan ia sudah menikah maka ia
tergolong dalam kelompok dewasa. Berdasarkan hasil laporan WHO tahun 2011
sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja dan 80% diantaranya tinggal di
Negara berkembang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2010) penduduk di
Indonesia berjumlah 237,641 juta jiwa dan dari jumlah tersebut 81.4 juta orang
atau sekitar 34.26% diantaranya anak yang berusia 18 tahun. Populasi anak
remaja di Indonesia sendiri tidak kurang dari 43.6 juta jiwa atau 19.64%. Laporan
dari Badan Pusat Statistik Sleman tahun 2014 terdapat 170,895 jiwa remaja usia
10 – 19 tahun yang terdiri dari jumlah laki-laki 87,279 jiwa dan perempuan
83,616 jiwa.
Tahap perkembangan remaja dapat dibagi menjadi tiga. Pertama adalah
remaja awal 10-12 tahun (Early Adolescence), pada tahap ini remaja masih
bingung dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Kedua yaitu remaja
madya 13-15 tahun (Middle Adolescence), pada tahap ini seorang remaja
membutuhkan teman yang banyak dan ketiga adalah remaja akhir 16-19 tahun
(Late Adolescence). Remaja pada tahap ini mencapai konsolidasi menuju tahap
dewasa (Irianto, 2015).
Sesuai dengan tumbuh kembangnya, remaja akan mengalami perubahan baik
fisik, kognitif, sosial, dan emosional atau psikologis. Secara psikologis, perubahan
remaja menuju dewasa memiliki ciri-ciri tertentu. Allport (1961) (dalam Sarwono,
2016) menyebutkan bahwa ciri yang pertama adalah pemekaran diri sendiri yang
ditandai dengan kemampuan seseorang menganggap orang lain bagian dari dalam
dirinya juga. Selanjutnya kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif
yang ditandai dengan kemampuan memiliki wawasan terhadap dirinya sendiri.
2
Terakhir remaja memiliki falsafah hidup tertentu yang berarti bahwa ia paham
bagaimana seharusnya bertingkah laku dan memposisikan diri di masyarakat.
Remaja harus berusaha untuk mempunyai peran dalam kehidupan sosialnya.
Kehidupan sosial remaja ditandai dengan masuknya ke dalam kelompok-
kelompok tertentu dan berusaha tidak terpengaruh dari orang dewasa. Salah satu
tugas perkembangan remaja adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial
(Irianto, 2015).
Selama proses perkembangan sosial, remaja mengalami pematangan
kepribadiannya. Remaja sedikit demi sedikit akan memunculkan sifat yang
sebenarnya, yang diiringi dengan rangsangan-rangsangan dari luar. Proses
sosialisasi pada remaja yaitu mereka akan cenderung membina hubungan dengan
teman sebayanya dan hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan sosialnya.
Apabila perubahan ke arah positif contohnya adalah remaja dapat membentuk
grup belajar dan organisasi kepemudaan baik formal maupun nonformal. Tetapi
dari sisi yang lain juga dapat sebagai tempat berkumpul tanpa tujuan yang jelas
seperti gang. Oleh karena itulah Nisrima, Yunus, dan Hidayati, (2016)
menyebutkan bahwa remaja membutuhkan pembinaan dalam perkembangan
sosialnya. Pembinaan yang dimaksud adalah dengan memberikan bimbingan,
arahan, dan menasehati, serta yang paling utama adalah memberi contoh yang
baik dan positif.
Beberapa penelitian terkait perkembangan sosial remaja sudah mulai
dilakukan. Dorado, Tololiu, dan Pengemanan, (2013) meneliti tentang
perkembangan sosial remaja yang ditekankan pada konsep diri remaja dimana
dalam penelitiannya mayoritas remaja memiliki konsep diri yang positif (81.4%).
Selain itu Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo, (2016) melihat perkembangan sosial remaja
dari sisi kepercayaan dirinya dan 41.8% remaja kurang percaya diri. Hal ini
berarti bahwa hampir separuh dari responden yaitu remaja usia 15-17 tahun di
SMA Negeri 1 Manado kurang percaya diri dan ini akan berdampak pada
performanya sebagai siswa. Remaja yang memiliki self-esteem (harga diri) rendah
menimbulkan konsekuensi yang signifikan pada masa dewasa, dibandingkan
dengan remaja yang memiliki self-esteem tinggi (King, 2010). Remaja dengan
3
konsep diri negatif meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak
dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik dan kehilangan daya
tarik dalam hidup. Remaja dengan konsep diri negatif tersebut akan cenderung
bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya
(Mardiyah, 2008). Apabila terdapat gangguan dalam perkembangan sosial remaja
maka secara tidak langsung ini akan berpengaruh kemasa depannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja adalah
keluarga karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan
dasar-dasar kepribadian remaja. Keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama kali dimana remaja dapat berinteraksi dan belajar sebagai makhluk sosial.
Pengaruh dari keluarga yang signifikan adalah pola pengasuhan orang tua. Pola
pengasuhan yang berbeda akan menghasilkan perilaku yang berbeda pula
(Soetjiningsih, 2004).
Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yaitu pola asuh permisif, demokratis,
dan otoriter. Pola asuh permisif memberikan kesempatan pada anak untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan. Orang tua cenderung tidak menegur anak
apabila anak dalam bahaya dan hanya sedikit memberi bimbingan. Pola asuh
selanjutnya adalah pola asuh demokratis. Pola asuh ini orangtua mendorong anak-
anaknya untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-batas dan
mengendalikan tindakan remaja. Pemberian dan penerimaan verbal yang ekstensif
dimungkinkan dan orang tua bersifat mengasuh dan mendukung. Terakhir yaitu
pola asuh otoriter dimana orangtua bersifat membatasi dan menghukum. Orang
tua yang otoriter mendesak anak-anak untuk mengikuti perintah mereka dan
menghormati mereka. Orang tua menempatkan batas-batas dan kendali yang tegas
terhadap anak-anak mereka dan sedikit menginzinkan komunikasi verbal
(Santrock, 2009).
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dapat dilakukan dengan cara
medukung kegiatan remaja di sekolah maupun di lingkungan masyarakat,
menetapkan peraturan disertai penjelasan, memberikan waktu untuk
berkomunikasi, memberikan kepercayaan agar remaja dapat bertanggung jawab,
memberi arahan dan bimbingan, memberi dukungan agar remaja lebih percaya
4
diri dan berhasil dalam cita-citanya. Selain itu remaja yang diberi dukungan oleh
orang tua cenderung tidak mudah putus asa dan berani mencoba kesempatan yang
lain (Surbakti, 2009).
Beberapa penelitian yang membahas tentang pola asuh sudah banyak
dilakukan. Penelitian yang dilakukan Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo (2016) di SMA
Negeri 7 Manado menggambarkan 52,7% orang tua menerapkan pola asuh
demokratis, 20% permisif, dan 27,3% otoriter. Pola asuh orang tua yang
demokratis akan meningkatkan rasa percaya diri pada remaja. Lebih lanjut
penelitian Yuhanda dan Hidayati (2013) memaparkan bahwa pola asuh yang
demokratis akan menghindarkan remaja dari depresi. Selain itu disebutkan juga
dalam penelitian ini bahwa terdapat 28,5% orang tua memberikan pola asuh yang
campuran.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 3
Gamping Sleman Yogyakarta melalui wawancara dengan 10 siswa didapatkan
data bahwa 7 siswa mengatakan mereka diberi kebebasan oleh orang tua mereka
sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Sedangkan 3 siswa mengatakan
diberikan pilihan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam keluarga mereka.
Terkait dengan perkembangan sosial, siswa yang diwawancara mengikuti
kegiatan ekstra kulikuler yang ada di sekolah sesuai dengan hobi dan dan
kemampuan yang mereka inginkan. Selain itu 6 dari 10 siswa mengikuti belajar
kelompok untuk meningkatkan prestasinya dan, 4 siswa yang lain tidak mengikuti
belajar kelompok karena malas dan lebih memilih bermain sendiri. Berdasarkan
latar belakang inilah peneliti ingin melihat adakah hubungan antara pola asuh
orang tua dengan perkembangan sosial remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Adakah hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perkembangan sosial remaja di SMP Negeri 3 Gamping Sleman?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja
di SMP 3 Gamping Sleman.
2. Tujuan Khusus
a) Diketahui pola asuh orang tua di SMP 3 Gamping Sleman.
b) Diketahui perkembangan sosial remaja di SMP 3 Gamping Sleman.
c) Diketahui kerekatan hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perkembangan sosial remaja di SMP 3 Gamping Sleman.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teori
Penelitian ini dapat memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan tentang
perkembangan remaja dan pola asuh orang tua kaitannya dengan
perkembangan sosial remaja dan dapat menjadi kajian ilmu keperawatan
anak, keluarga, dan kominitas.
2. Manfaat secara praktis
a) Manfaat bagi orang tua
Penelitian ini memberikan informasi kepada orang tua mengenai pola
asuh yang sudah diterapkan dan perkembangan sosial remaja,
diharapkan orang tua dapat memberikan pola asuh sesuai dengan
perkembangan remaja.
b) Manfaat bagi remaja
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada remaja terkait
perkembangan sosialnya dan memberikan gambaran tentang pola asuh
orang tua.
c) Manfaat bagi Guru SMP Negeri 3 Gamping
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah dengan memberikan
informasi dan gambaran tentang perkembangan sosial siswa-siswinya.
d) Manfaat bagi peneliti selanjutnya
6
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian
selanjutnya. Penelitian yang berkesinambungan dalam bidang
keperawatan, khususnya keperawatan keluarga, anak dan komunitas.
E. Keaslian Penelitian
1. Durado, Tololiu, dan Pengemanan, (2013) “Hubungan Dukungan Orang Tua
dengan Konsep Diri pada Remaja di SMA Negeri 1 Manado”. Penelitian ini
menggunakan metode observasional analitik kuantitatif. Dengan pendekatan
cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sample 118
responden. Teknik analisa data dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kemaknaan a = 0,05. Distribusi berdasarkan dukungan orang tua
dengan kategori baik (77,1%), cukup (22,9%), dan kurang (0%). Ditribusi
frekuensi berdasarkan konsep diri remaja dengan kategori positif (81,4%), dan
negatif (18,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dukungan
orang tua baik dengan konsep diri positif yaitu sebanyak 78 responden
(66,1%). Hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan
nilai p = 0,026. sehingga nilai p < a. Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan orang tua dengan konsep diri pada
remaja di SMA Negeri 1 Manado. Kesamaan pada penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini
adalah variabel bebas, pada penelitian ini adalah dukungan orang tua
sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah pola asuh orang tua.
2. Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo, (2016) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan
Perkembangan Sosial Remaja (Percaya Diri) Remaja di SMA Negeri 7
Manado”. Desain penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan
cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 65 siswa di SMA Negeri 7
Manado. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Penelitian
ini melibatkan 55 siswa sebagai responden. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kuesioner pola asuh orang tua dan kuesioner
perkembangan sosial. Distribusi frekuensi berdasarkan pola asuh orang tua
7
dengan kategori permisif (20,0%), otoriter (27,3%), dan demokratis (52,7%).
Distribusi frekuensi berdasarkan perkembangan sosial remaja dengan kategori
kurang percaya diri (41,8%), dan percaya diri (58,2%). Hasil analisis
menggunakan Pearson Chi-Square dan menunjukkan nilai p-value 0,000
(p<0,05). Kesimpulan dari penelitian terdapat hubungan antara pola asuh
orang tua dengan perkembangan sosial (percaya diri) remaja di SMA Negeri 7
Manado. Kesamaan penelitian adalah variabel bebas yaitu pola asuh orang tua
dan variabel terikat yaitu perkembangan sosial remaja dengan pendekatan
cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini perkembangan sosial spesifik
terhadap percaya diri remaja sedangkan penelitian yang akan dilakukan tidak
hanya terhadap percaya diri remaja.
3. Yuhanda. S dan Hidayati. E (2013) “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua
dengan Tingkat Depresi Remaja di SMK 10 November Semarang”.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK 10
Nopember Semarang kelas X yang berjumlah 130 anak dengan total populasi.
Distribusi frekuensi berdasarkan pola asuh orang tua dengan kategori otoriter
(6,9%), demokratis (63,8%), permisif (0,8%), dan campuran (28,5%).
Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat depresi remaja denga kategori ringan
(80,0%), dan sedang (20,0%). Hasil penelitian didapatkan bahwa pola asuh
orang tua sebagian besar demokratis (63,8%), yang otoriter sebanyak 6,9%
dan yang permisif sebanyak 0,8%, depresi yang dialami responden sebagian
besar kategori ringan (80,0%). Terdapat hubungan yang bermakna antara pola
asuh orang tua dengan tingkat depresi siswa (p=0,000). Berdasarkan hasil
tersebut orang tua diharapkan dapat menerapkan bentuk pola asuh yang tepat
sehingga anak tidak mengalami depresi. Kesamaan penelitian ini adalah
variabel bebas yaitu pola asuh orang tua dengan pendekatan cross sectional.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, pada penelitian ini
adalah tingkat depresi remaja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan
adalah perkembangan sosial remaja.
8
4. Pratama. Y (2016) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman”. Penelitian ini merupakan
penelitian kunatitatif non eksperimental dengan pendekatan cross sectional
dengan menggunakan tehnik random sampling. Subjek penelitian sebanyak
65 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis statistik
inferensial menggunakan uji Chi square dengan tingkat kepercayaan 95%
(α=0,05). Distribusi frekuensi pola asuh orang tua di SMP N 4 Gamping
Sleman paling banyak adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 22 orang
(33,8%), pola asuh permisif sebanyak 15 orang (23,1%), dan pola asuh
otoriter sebanyak 14 orang (21,5%). Distribusi frekuensi perilaku bullying
dari 65 responden diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang melakukan
perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah adalah sebanyak 21 orang
(32,3%), perilaku bullying dengan intensitas rendah adalah sebanyak 26
orang (40,0%), perilaku bullying dengan intensitas sedang adalah sebanyak
12 orang (18,5%), dan perilaku bullying dengan intensitas tinggi adalah
sebanyak 6 orang (9,2%). Dengan hasil ada hubungan pola asuh orang tua
dengan perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleaman dengan
keeratan sebesar 0,345 yang berarti rendah. Kesamaan penelitian ini adalah
variabel bebas yaitu pola asuh orang tua dengan pendekatan cross sectional.
Perbedaan penelitian ini adalah variabel terikat, pada penelitian ini adalah
perilaku bullying sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah
perkembangan sosial remaja dan menggunakan stratified random sampling.
5. Rahni. S (2010) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Peran Kelompok
Sebaya Terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SLTP N 1 Gamping
Yogyakarta”. Meode penelitian kuantitatif non eksperimental dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang
diambil dari keseluruhan kelas VIII sesuai dengan criteria inklusi dan
didapatkan respnden sebanyak 136 responden. Distribusi frekuensi pola asuh
orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua menerapkan pola
asuh permisif sebanyak 29 responden (19,9%), otoriter 21 responden
(15,4%), dan demokratis 11 responden (8,1%), sedang sebanyak 77
9
responden (56,6%) tidak terklarifikasi. Distribusi frekuensi peran kelompok
sebaya sebanyak 88 responden (64,7%) memiliki peran kelompok teman
sebaya yang cukup, sedangkan yang mempunyai peran kelompok baik
sebesar 48 responden (35,3%). Distribusi frekuensi perkembangan sosial
didapat 70 responden (55%) perkembangan sosial baik, dan sebanyak 65
responden (45%) perkembangan sosial cukup. Terdapat hubungan antara
kelompok teman sebaya dengan perkembangan sosial remaja (p= 0,00)
dengan nilai korelasi sprearman sebesar 0,502 menunjukkan arah korelasi
positif dengan kekuatan korelasi cukup. Kesamaan penelitian ini adalah
variabel terikat yaitu perkembangan sosial remaja dengan menggunakan
penelitian kuantitatif non eksperimental dengan pendekatan cross sectional.
Perbedaan penelitian ini adalah variabel bebas, pada penelitian ini variabel
bebas yaitu pola asuh orang tua dan peran kelompok sabaya, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.
Dan mengguanakan tehnik stratified random sampling untuk pengambilan
sampel.
43
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Pertama Negeri (SMP N) 3 Gamping terletak di Desa Nogotirto
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan status sekolah negeri dibawah naungan Departemen
Pendidikan Nasional terakreditasi A. Jumlah guru dalam sekolah ini adalah
36 guru, pegawai tata usaha 7 orang, dan jumlah murid adalah 570 siswa
yang terdiri dari siswa laki-laki 288 siswa dan perempuan 282 siswi. SMP N
3 Gamping memiliki 18 kelas dan setiap angkatan ada 6 kelas.
SMP N 3 Gamping memiliki fasilitas sekolah antara lain perpustakaan,
laboratorium komputer, laboratorium biologi, ruang kesenian dan
keterampilan, aula sekolah, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), koperasi sekolah,
lapangan olah raga, dan Mushola. SMP N 3 Gamping memiliki progam
kegiatan ekstrakulikuler diantaranya pramuka, (PMR) Palang Merah Remaja,
seni musik, seni tari, sepak bola, bulu tangkis, basket, bola volly. Semua
kegiatan ekstrakulikuler boleh diikuti sesuai dengan minat, hobi dan
keinginan siswa-siswi. SMP N 3 Gamping memiliki peraturan bagi siswa,
guru maupun karyawan, Bagi siswa yang melanggar akan ditangani oleh
pihak-pihak yang telah ditentukan, yaitu oleh guru bimbingan dan Bimbingan
Konseling (BK).
Orang tua siswa setiap setahun sekali akan bertemu pihak sekolah
khususnya guru yaitu pada saat penerimaan raport kenaikan kelas atau
pergantian tahun ajaran baru. Pertemuan tersebut membahas mengenai
masalah-masalah siswa selama satu tahun dan juga membahas keterbatasan
guru dalam mendidik dan mengajar siswa-siswinya terkait perkembangan
anak didiknya di sekolah. Peningkatan prestasi belajar siswa di bidang
akademik dilakukan pihak sekolah bekerja sama dengan lembaga bimbingan
belajar dan dengan memotivasi siswa-siswinya. Kegiatan-kegiatan sekolah
yang mendukung perkembangan sosial siswa-siswi diantaranya kegiatan
44
kemah yang diadakan setiap tahun, dan sekolah selalu mengikuti kegiatan
lomba dibidang akademik maupun dibidang olahraga antar sekolah yang
diadakan oleh pemeritah daerah setempat.
2. Analisa Hasil Penelitian
a. Analisa Orang Tua
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteritik orang tua siswa
berdasarkan, usia, pekerjaan, pendidikan di SMP N 3 Gamping sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Orang Tua di SMP N 3 Gamping
Sleman
Karakteristik Orang Tua Frekuensi (n) Presentase (%)
Usia orang tua
18-40 tahun (dewasa muda)
41-60 tahun (dewasa madya)
26
44
37,1
62,9
Pendidikan orang tua
SD
SMP
SMA / SMK
Perguruan tinggi
5
14
35
16
7,1
20,0
50,0
22,0
Perkerjaan orang tua
Wiraswasta
PNS
Petani
Buruh
33
11
6
20
47,1
15,7
8,6
28,6
Total 70 100,0
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
menurut usia yang mayoritas memiliki rentang usia 41-60 tahun dalam
kelompok dewasa madya yaitu sebanyak 62,9%. Pendidikan sebagian
besar orang tua responden adalah SMA / SMK sederajat yaitu sebanyak
45
50,0%. Sementara karakteristik orang tua responden menurut
pekerjaannya yang paling banyak yaitu wiraswasta sebanyak 47,1%.
b. Karakteristik Remaja
Hasil penelitian, menunjukkan karakteristik remaja berdasarkan
umur, dan jenis kelamin di SMP N 3 Gamping Sleman yaitu sebagai
berikut:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
Karakteristik Responden Frekuensi Presentase(%)
Umur
13 tahun
14 tahun
15 tahun
37
25
5
52,9
35,7
11,4
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
35
35
50,0
50,0
Total 70 100,0
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
menurut umur remaja paling banyak adalah 13 tahun sebanyak 52,9%.
Karakteristik responden menurut jenis kelamin memiliki jumlah yang
sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 50,0%) dan perempuan 50,0%.
3. Pola Asuh Orang Tua
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi
pola asuh orang tua pada siswa di SMP N 3 Gamping Sleman sebagai berikut:
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua di SMP N 3 Gamping Sleman
Pola Asuh Frekuensi (n) Presentase (%)
Pola asuh mengabaikan
Pola asuh otoriter
Pola asuh memanjakan
13
8
18
18,6
11,4
25,7
46
Pola asuh demokratis 31 44,3
Total 70 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pola asuh orang tua yang paling
banyak diterapkan oleh orang tua siswa di SMP N 3 Gamping Sleman adalah
pola asuh demokratis yaitu sebanyak 44,3%. Sedangkan pola asuh yang
paling sedikit diterapkan oleh orang tua siswa di SMP N 3 Gamping Sleman
adalah pola asuh otoriter yaitu 18,6%.
4. Perkembangan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui frekuensi
perkembangan sosial remaja pada siswa di SMP N 3 Gamping Sleman adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping
Sleman
Perkembangan social Frekuensi Presentase (%)
Kurang
Cukup
Baik
19
23
28
27,1
32,9
40,0
Total 70 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perkembangan sosial siswa di
SMP N 3 Gamping Sleman paling banyak adalah perkembangan sosial yang
baik yaitu sebanyak 40,0%. Perkembangan sosial yang cukup 32,9% dan
perkembangan sosial yang kurang 27,1%.
5. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosial
Remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel,
variabel bebas yaitu pola asuh orang tua dan variabel terikat yaitu
47
perkembangan sosial remaja. Hasil tabulasi hubungan antara pola asuh orang
tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.5
Uji Tabulasi Silang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan
Sosial Remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
Pola asuh Perkembangan
sosial kurang
Perkembangan
sosial cukup
Perkembangan
sosial baik
Total p-
value
r-
hitung
N % N % N % N
%
Mengabaikan
Otoriter
Memanjakan
Demokratis
4 5,7
3 4,3
9 12,9
3 4,3
7 10,0
4 5,7
3 4,3
9 12,9
2 2,9
1 1,4
6 8,6
19 27,1
13
18,6
8
11,4
18
35,7
31
44,3
0,005
0,515
Total 19 27,1 23 32,9 28 40,0 70
100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari total 70 responden,
responden dengan pola asuh memanjakan lebih banyak kurang dalam
perkembangan sosialnya yaitu 12,9%. Responden dengan pola asuh
demokratis lebih banyak dalam perkembangan sosialnya kategori baik
27,1%. Responden dengan pola asuh otoriter perkembangan sosial remaja
cukup sebanyak 5,7% dan pola asuh mengabaikan perkembangan sosial
remaja cukup sebanyak 10,0%.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan cramer’s v, diketahui bahwa
nilai p-value sebesar 0,005 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3
Gamping Sleman. Hasil yang didapatkan dari hasil penelitian ini untuk
48
mengetahui corelation coefficient yaitu 0,515 sehingga keeratan hubungan
masuk dalam ketegori sedang.
B. PEMBAHASAN
1. Pola Asuh Orang Tua Remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
a. Usia Orang Tua
Orang tua dalam penelitian ini paling banyak berusia 41-60 tahun yaitu
sebanyak 62,9%. Menurut teori umur orang tua di bagi menjadi tiga kategori
yaitu dewasa awal dimulai dari umur 18-40 tahun, dewasa tengah dimulai
dari 41-60 tahun, dan dewasa akhir diatas 60 tahun (Hurlock, 2005). Menurut
teori perkembangan Erikson, tugas perkembangan yang pertama pada masa
dewasa adalah mencapai generativitas. Generativitas adalah keinginan untuk
merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai
generativitas dengan anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial
dengan generasi berikutnya (Potter & Perry, 2005).
Usia orang tua sebagian besar masih dalam masa dewasa tengah sehingga
otang tua masih memberikan bimbingan dan saling berinteraksi sosial dengan
anaknya. Orang tua dengan umur yang masih muda labih cenderung lebih
meneraplan pola asuh yang demokratis kepada anak-anaknya karena orang
tua muda lebih terbuka dan suka berdialog dengan anaknya. Orang tua
dengan usia yang lebih muda cenderung keras dan bersikap otoriter terhadap
anakya. Orang tua lebih banyak mengambil keputusan karena orang tua
menerapkan penilain terhadap anak-anak mereka (Kozier et al, 2010).
b. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan orang tua responden didominasi oleh
dengan pendidikan SMA / SMK sebanyak 50,0%. Hal ini sesuai dengan
penelitian Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo (2016) yang menyatakan bahwa
pendidikan orang tua berpengaruh dalam perkembangan sosial remaja dalam
hal mendidik anak untuk mencapai cita-cita mereka dan pemberikan
pemikiran yang luas. Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan tinggi
dan telah mengikuti kursus dalam mengurus anak lebih banyak menggunakan
49
tehnik pengasuhan demokratis dibanding orang tua yang tidak mendapatkan
pendidikan dan pelatihan anak (Hurlock, 2005). Hal ini sesuai dengan
penelitian Linda & Hamal (2011) menyatakan bahwa orang tua dengan latar
pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan pengertian yang luas
terhadap perkembangan anak, sedangkan orang tua dengan latar penidikan
rendah cenderung memiliki pengetahuan dan pengertian terbatas mengenai
perkembangan dan kebutuhan anak.
c. Pekerjaan Orang Tua
Berdasarkan penelitian mayoritas orang tua responden adalah wiraswasta
yaitu sebanyak 47,1%. Menurut BPS Kabupaten Sleman rata-rata pendapatan
yang didapatkan oleh pekerja wiraswasta setingkat lebih tinggi dari UMR
pekerja sleman yaitu sebanyak 1.450.000. Dengan hasil dari pendapatan yang
di dapat sudah memenui standar perekonomian yang sedang. Hal ini sesuai
dengan penelitian Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo (2016) menunujukkan bahwa
pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta yaitu 43,6% dengan perekonomian
yang cukup. Menurut Yusuf (2010) orang tua yang mempunyai status
ekonomi rendah cenderung keras dan memaksa. Keluarga ekonomi kelas
menengah cenderung lebih memberikan perhatian dan pengawasan sebagai
orang tua. Sementara keluarga ekonomi kelas atas cenderung lebih sibuk
untuk urusan pekerjaan sehingga anak sering terabaikan. Sejalan dengan
penelitian Rahni (2010) yang menunjukkan bahwa tingkat ekonomi orang tua
50,8% kategori menengah keatas.
d. Pola Asuh Orang Tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orang tua responden SMP
N 3 Gamping Sleman sebagian besar adalah pola asuh demokratis yaitu
44,3%, pola asuh memanjakan sebanyak 25,7%, pola asuh mengabaikan
sebanyak 18,6% dan pola asuh otoriter sebanyak 11,4%.
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan dasar-
dasar kepribadian remaja. Keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama kali dimana remaja dapat berinteraksi dan belajar sebagai makhluk
sosial. Pengaruh dari keluarga yang signifikan adalah pola pengasuhan orang
50
tua. Pola pengasuhan yang berbeda akan menghasilkan perilaku yang berbeda
pula (Soetjiningsih, 2004). Menurut Kamus besar bahasa Indonesia “pola”
berarti model, sistem, cara kerja dan “asuh” berarti menjaga (merawat dan
mendidik) anak, sedangkan orang tua berarti ayah dan ibu (Departemen
Pendidikan Nasional, 2008). Jadi pola asuh adalah model, sistem atau cara
yang digunakan oleh orang tua (ayah dan ibu) untuk merawat dan mendidik
anaknya. Pola asuh (parenting style) adalah model pengasuhan atau sikap
perlakuan yang dimiliki dan diterapkan orang tua dalam pengasuhan terhadap
anak sejak usia kandungan hingga dewasa (Yusuf, 2010).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pola asuh orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter di SMP N 3 Gamping Sleman sebanyak
11,4%. Ciri dari pola asuh otoriter adalah bersifat membatasi dan
menghukum. Orang tua yang otoriter mendesak anak-anak mengikuti
perintah mereka dan hanya menggunakan sedikit komunikasi verbal. Anak-
anak yang dari orang tua yang otoriter sering berperilaku dalam cara yang
kurang kompeten dalam sosial. Mereka cenderung khawatir tenang
perbandingan sosial, gagal untuk memulai aktivitas, dan mempunyai
keterampilan komunikasi yang buruk (Santrock, 2009). Dampak dari
penerapan pola asuh otoriter adalah anak akan mengalami tekanan fisik dan
mental, kehilangan semangat, cenderung menyalahkan diri, mudah putus asa,
tidak memiliki inisiatif, tidak bisa mengambil keputusan, tidak berani
mengemukakan pendapat, dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk
(Santrock, 2009). Hasil penelitian menunujukkan bahwa orang tua yang
mengaplikasikan pola asuh otoriter 34,4% orang tua mengatur hidup anak,
35,7% orang tua marah bila anak menentang keinginan orang tua.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa orang tua yang menerapkan pola
asuh memanjakan di SMP N 3 Gamping Sleman yaitu 25,7%. Ciri pola asuh
memanjakan adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan
anak-anak mereka. Tetapi hanya menempatkan sedikit batasan atau larangan
atas perilaku mereka. Orang tua ini membiarkan anak-anak mereka
melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan keinginan mereka
51
karena mereka yakin bahwa kombinasi dari pengasuhan yang mendukung dan
kurangnya batasan, akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri.
Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk mengendalikan
perilaku mereka sendiri. Orang tua dengan pola asuh yang memanjakan tidak
mempertimbangkan perkembangan dari anak secara menyeluruh (Santrock,
2009). Berdasarkan penelitian dari orang tua yang memberikan pola asuh
yang memanjakan 42,9% orang tua selalu menuruti keinginan anak, 18,6%
orang tua membiarkan anak melakukan apapun yang anak inginkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang mengaplikasikan
pola asuh demokratis di SMP N 3 Gamping Sleman adalah 40,0%. Pola asuh
demokratis merupakan adalah salah satu gaya pengasuhan yang
memperlihatkan pengawasan terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka
juga bersikap responsive, menghagai, dan menghormati pemikiran, perasaan
serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Pengasuhan
demokratis juga diasosiasikan dengan rasa harga diri yang tinggi, memiliki
moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses dalam belajar
dan bertanggung jawab secara sosial. Orang tua benar-benar menghormati
remaja sebagai individu yang utuh secara lahir dan batin. Remaja diberi
segala hal yang mengarahkannya kepada kedewasaan secara mandiri dan
mengambil keputusan sendiri dan berkesempatan untuk mengupayakan
kemerdekaannya sendiri (Mighwar, 2006). Berdasarkan analisi kuesioner
orang tua yang memiliki pola asuh demokratsi sebanyak 54,3% orang tua
menerepkan disiplin belajar, 40,0% membantu anak mencari jalan keluar bila
anak menghadapi kesulitan atau masalah.
Selain ketiga pola asuh tersebut terdapat pola asuh yang berdampak
negatif bagi remaja yaitu pola asuh mengabaikan. Berdasarkan hasil
penelitian di SMP N 3 Gamping Sleman orang tua yang menerapkan pola
asuh mengabaikan sebanyak 18,6%. Pola asuh mengabaikan merupakan gaya
pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak
mereka. Anak-anak dari orang tua yang mengabaikan, mengembangkan
perasaan bahwa aspek-aspek lain dari kehidupan orang tua mereka adalah
52
lebih penting dari pada diri mereka. Anak-anak dari orang tua yang
mengabaikan sering berperilaku dalam cara yang kurang cakap dalam sosial.
Mereka cenderung memiliki pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki
kemandirian diri yang baik, dan tidak termotivasi untuk berpertasi (Santrock,
2009). Gambaran pola asuh orang tua dengan pola asuh mengabaikan dalam
penelitian ini terlihat dengan 72,9% orang tua kurang peduli dengan urusan
anak, 61,4% orang tua kurang mengungkapkan kasih sayang terhadap anak.
2. Perkembangan Sosial Remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
a. Usia Remaja
Remaja dalam penelitian ini paling banyak berusia 13 tahun yaitu 52,9%.
Pada tahap remaja awal ini remaja masih terheran-heran akan perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Mereka mengembangkan pikiran-
pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan berkurangnya kendali
terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan
dimengerti orang dewasa (Sarwono, 2016). Perkembangan sosial saat remaja
memasuki umur 13 tahun mereka akan membentuk kelompok-kelompok
kecil, tiga atau dau orang sehingga pergaulannya lebih intim atau akrab. Satu
hal yang mempengaruhi adalah dorongan untuk persetujuan kelompok,
dengan mengikuti peraturan-peraturan kelompok dalam berpakaian,
berbahasa, dan gaya hidupnya (Yusuf, 2010). Saat usia kematangan semakin
dekat, para remaja gelisah untuk meninggalkan masa usia belasan tahun di
satu sisi, dan hasrus siap-siap menuju usia dewasa disisi lainnya. Mereka
mencari-cari sikap yang dipandangnya pantas untuk itu. Bila kurang arahan
atau bimbingan, tingkahn laku mereka akan sedikit ganjil, seperti berpakaian
dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa, merokok, minum-minuman
keras, dan berperilaku seks (Mighwar, 2006).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin responden seimbang yaitu laki-
laki sebanyak 50,0% dan perempuan sebanyak 35 siswa 50,0%. Menurut
Erikson dalam Potter & Perry (2005) pencarian identitas merupakan tugas
53
utama psikososial remaja. Berdasarkan koesioner perkembangan sosial
terdapat perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan. Pada remaja
perempuan lebih menekankan penampilan yaitu berdandan, dan gaya
berpakaian, berbeda dengan remaja laki-laki yang cenderung mengalokasikan
dirinya melalui keikutsertaan dalam olahraga, dan tangtangan serta sifat laki-
laki yang berani. Remaja harus membentuk hubungan sebaya atau tetap
terisolasi secara sosial. Masa remaja sering sekali disebut masa biseksual.
Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan
jasmani, tubuhnya memiliki ketertarikan tehadap jenis kelamin yang lain.
Hubungan sosial yang tidak berlaku menghiraukan perbedaan jenis kelamin
pada masa sebelumnya, kini beralih kehubungan sosial yang dihiasi perhatian
terhadap lawan jenis (Irianto, 2015).
c. Perkembangan Sosial Remaja
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perkembangan sosial baik
sebanyak 40,0%. Perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi,
meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja
sama (Yusuf, 2010). Menurut Erikson dalam Potter & Perry (2005) ada
beberapa identitas yang penting dalam perkembangan sosial remaja yaitu
identitas keluarga. Perpindahan ke hubungan teman sebaya dikontraskan
dengan perpindahan remaja dari orang tua. Remaja perlu membuat pilihan,
bersikap mandiri, dan mengalami konsekensi dari sikapnya. Selanjutnya
pencarian identitas seksual ditingkatkan dengan perubahan fisik pubertas.
Tanda fisik maturitas mendorong perkembangan perilaku feminism dan
maskulin. Ynang terakhir yaitu identitas kelompok karena remaja
membutuhkan harga diri dan penerimaan, sehingga mereka mencari identitas
kelompok. Kelompok sebaya memberi remaja perasaan saling memiliki,
pembuktian, dan kesempatan untuk belajar perilaku yang diterima.
Gambaran perkembangan sosial pada aspek identitas seksualitas, 24,3%
responden setuju jika mereka berdandan dulu seperti teman-teman perempuan
mereka sebelum berpergian, 25,7% responden sepakat jika ada yang berbuat
54
jahat pada teman mereka, mereka akan melawannya secara jantan. Sedangkan
pada aspek identitas kelompok 40,0% responden setuju jika mereka
mengikuti kegiatan ektrakulikuler di sekolah, 41,4 % responden tidak sepakat
jika mereka tidak mengikuti acara-acara yang diadakan sekolah seperti ikut
lomba atau kemah, 47,1% responden setuju jika mereka selalu menghibur
teman-teman mereka saat sedang sedih. Lebih lanjut untuk aspek identitas
keluarga 40,0% responden sangat setuju jika mereka berusaha mencapai cita-
cita mereka, 42,9% sepakat jika mereka tidak malu unutk meminta maaf saat
melakukan kesalahan, 34,3% responden setuju jika nilai mereka buruk
mereka akan berusaha untuk rajin belajar.
3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosial Remaja
di SMP N 3 Gamping Sleman
Berdasarlan hasil penelitian responden dengan pola asuh mengabaikan
memberikan perkembangan sosial yang cukup 7 responden (10,0%).
Responden dengan pola asuh otoriter mayoritas perkembangan sosial dalam
kategori cukup 4 responden (5,7%). Responden dengan pola asuh
memanjakan lebih banyak perkembangan sosial dalam kategori baik yaitu 9
responden (12,9%) dan responden dengan pola asuh demokratis lebih banyak
perkembangan sosial dalam kategori baik yaitu 19 responden (27,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan cramer’s v, diketahui bahwa
nilai p-value sebesar 0,005, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3
Gamping Sleman. Nilai koefesien korelasi sebesar 0,515 menunjukkan bahwa
tingkat hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan sosial remaja
bersifat sedang, pada nilai koefisian korelasi berarti semakin baik pola asuh
orang tua maka semakin baik perkembangan sosial remaja, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebagian banyak orang tua menerapkan pola asuh yang
baik yaitu pola asuh demoktratis maka perkembangan sosial remaja menjadi
baik. Penelitian yang dilakukan Yuhanda dan Hidayati (2013) menunjukkan
bahwa pola asuh orang tua sebagian besar demokratis yaitu 63,8% dan
55
depresi yang dialami remaja sebagian besar kategori ringan sebanyak 80,0%.
Ciri anak-anak yang memiliki orang tua dengan pola asuh demokratis sering
berperilaku dalam cara yang kompeten secara sosial. Mereka cenderung
percaya diri, dapat menunda keinginan, akrab dengan teman-teman
sebayanya, dan menunjukkan harga diri yang tinggi (Santrock, 2009).
Nilai koefesien korelasi sebesar 0,515 menunjukkan bahwa tingkat
hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan sosial remaja bersifat
sedang. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan
dasar-dasar kepribadian remaja. Keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama kali dimana remaja dapat berinteraksi dan belajar sebagai makhluk
sosial. Pengaruh dari keluarga yang signifikan adalah pola pengasuhan orang
tua. Pola pengasuhan yang berbeda akan menghasilkan perilaku yang berbeda
pula (Soetjiningsih, 2004). Penelitian tentang pola asuh hubungannya dengan
perkembangan sosial yang dilakukan Pertiwi, Bidjuni, dan Kallo (2016) di
SMA Negeri 7 Manado menggambarkan 52,7% orang tua menerapkan pola
asuh demokratis, 20% permisif, dan 27,3% otoriter. Pada penelitian ini
menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua yang demokratis akan
meningkatkan rasa percaya diri pada remaja.
Perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi
satu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama (Yusuf, 2010).
Penelitian terkait perkembangan sosial remaja yang dilakukan Dorado,
Tololiu, dan Pengemanan, (2013) meneliti tentang perkembangan sosial
remaja yang ditekankan pada konsep diri remaja dimana dalam penelitiannya
mayoritas remaja memiliki konsep diri yang positif (81.4%).
Menurut Yusuf (2010) orang tua yang bersikap demokratis akan
memberikan kesempatan anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan
dan memberi penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk, sehingga
akan mendorong perilaku sosial anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pratama (2016) menunjukkan bahwa pola asuh demokratis
berpengaruh terhadap intensitas perilaku bullying yaitu semakin rendah. Akan
56
tetapi pola asuh demokratis tidak selalu memberikan pengaruh yang positif.
Hasil penelitian ini memperlihatkan 4,3% responden dengan pola asuh
demokratis memiliki perkembangan sosial yang kurang. Selain itu 8,6%
responden yang memilki pola asuh memanjakan memiliki perkembangan
sosial yang baik. Hal ini dikarenakan perkembangan sosial remaja
dipengaruhi beberapa faktor seperti lingkungan sekolah dan kelompok teman
sebaya.
Menurut Yusuf (2010) Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
perkembangan sosial remaja seperti lingkungan sekolah yaitu teman sebaya
dan lingkungan masyarakat di sekitar remaja. Penelitian yang dilakuka oleh
Rahni (2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara peran
kelompok teman sebaya dengan perkembangan sosial remaja, jika dilihat dari
nilai korelasinya diketahui sebesar 0,570 yang berarti bahwa sifat
hubungannya sedang arah positif artinya semakin baik peran kelompok teman
sebaya maka makin baik pula perkembangan sosial remaja.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mengalami keterbatasan dan kendala yaitu hanya meneliti
satu faktor yaitu pola asuh. Masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan sosial remaja yaitu kelompok teman sebaya dan lingkungan
sekolah. Selain itu terdapat faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
yang tidak dikendalikan yaitu jenis kelamin orang tua dan status sosial
ekonomi orang tua.
57
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan pola asuh
orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar orang tua di SMP N 3 Gamping Sleman menerapkan pola asuh
demokratis yaitu 44,3%.
2. Sebagian besar perkembangan sosial remaja di SMP N 3 Gamping Sleman
adalah perkembangan sosial kategori baik yaitu 40,0%.
3. Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja
di SMP N 3 Gamping Sleman dengan uji Cramer’s v yaitu p value 0,005.
4. Keeratan hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial
remaja di SMP N 3 Gamping Sleman dengan hasil koefisien korelasi sebesar
0,515 yang berarti keeratan sedang.
B. SARAN
1. Guru Sekolah
Sekolah merupakan tempat belajar anak mengenai berbagai hal, maka dari
itu guru guru juga perlu memberikan informasi mengenai pengaruh yang baik
dan yang buruk bagi siswa siswinya. Pihak sekolah juga senantiasa memantau
dan mengontrol setiap perilaku siswa siswinya. Sekolah juga harus
meningkatkan kualitas sarana dan prasana yang dapat digunakan siswa dan
menciptakan metode belajar untuk mengembangkan potensi siswa.
2. Orang Tua
Orang tua diharapkan agar lebih memperhatikan dalam menerapkan pola
asuh pada anak sesuai dengan perkembangan anak. Pola asuh demokratis
diharapakan dapat diaplikasikan oleh orang tua dengan memberikan
pendidikan yang baik serta memperhatikan anak dan tidak memberi hukuman
58
yang lebih terhadap anak apabila anak salah supaya tidak berperilaku
menyimpang.
3. Remaja
Bagi remaja diharapakan dapat menerapkan perilaku sosial yang positif
baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Remaja dapat
meningkatkan potensi yang mereka miliki di sekolah dan ikut serta dalam
kegiatan di lingkungan rumah. Pada aspek keluarga remaja diharapakan
mengikuti norma-norma yang diterapkan oleh keluarga.
4. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meniliti faktor-faktor lain yaitu
kelompok teman sebaya dan sekolah yang merupakan faktor perkembangan
sosial remaja sehingga dapat digunakan sebagai data yang berkesinambungan
dan berkelanjutan agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk
mengatasi sesuai dengan fenomena yang terjadi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. S. (2009). Penyusunan skala psikologi. Pustaka pelajar. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. (2014). Kabupaten Sleman dalam angka. (BPS)
Kab.Sleman.
Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan. (2008). Kamus besar bahasa
Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.
Dharma. K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. CV Trans info media.
Jakarta.
Durado. A, Tololiu. T, Pengemanan. D. (2013). Hubungan dukungan orang tua
dengan konsep diri pada remaja di SMA Negeri 1 Manado. v. 1, n. 1.
Efendi. F dan Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas. Salemba
medika. Jakarta.
Frisnawati. A. (2012). Hubungan antara menonton reality show dengan
kecenderungan perilaku prososial pada remaja. v. 1, n. 1.
Hurlock, E. (2005). Development psychology. Hills publishing. New Delhi.
Irianto, K. (2015). Kesehatan reproduksi. Alfabeta. Bandung.
King, L. A. (2010). Psikologi umum (Sebuah pandangan apresiatif). Salemba
humanika. Jakarta.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan (konsep, proses dan praktik). Edisi 7. Volume 2. EGC.
Jakarta.
Linda dan Hamal. (2011). Hubungan pendidikan dan pekerjaan orang tua serta
pola asuh dan status gizi balita di Kota dan Kabupaten Tanggerang
Banten.
Mardiyah, S. (2008). Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang perubahan
fisik pada masa pubertas dengan konsep diri remaja di SMP Negeri 6
Yogyakarta. Tidak di publikasikan. FK UGM Yogyakarata.
Marliani, R. (2016). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Pustaka setia.
Bandung.
60
Mighwar. M. (2006). Psikologi remaja: petunjuk bagi orang tua dan guru.
Pustaka setia. Bandung.
Nisrima. S, Yunus. M, Hidayati. E. (2016). Pembinaan perilaku sosial remaja
penghuni yayasan islam media kasih kota Banda Aceh. v. 1, n. 1, p. 192-
204, aug.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.
Nursalam, (2008). Pendekatan praktis metodologi penelitian riset keperawatan.
Cetakan 1. CV Agung seto. Jakarta.
Pertiwi. E, Bidjuni. H, Kallo. V. (2016). Hubungan pola asuh orang tua dengan
perkembangan sosial remaja (percaya diri) remaja di SMA Negeri 7
Manado. v. 4, n. 2, Jul.
Papalia. D. E, Olds. S. W, Feldman. R. D. (2009). Human Development
Perkembangan Mansuia. Jakarta. Salemba Humanika.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 4.
Volume 1. EGC. Jakarta.
Pratama, Y. (2016). Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying
remaja di SMP N 4 Gampng Sleman. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Prodi
keperawatan Stikes Ahmad Yani Yogyakarata.
Rahni, S. (2010). Hubungan pola asuh orang tua dan peran kelompok sebaya
terhadap perkembangan sosial remaja di SMP N 1 Gamping Sleman.
Skripsi. Tidak dipublikasikan. FK UGM Yogyakarta.
Santrock, J. W. (2009). Psikologi pendidikan. Salemba humanika. Jakarta.
Sarwono. S. W. (2016). Psikologi remaja. PT Raja grapindo persada. Jakarta.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Sagung
seto. Jakarta.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Sugiyono. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Alfabeta. Jakarta.
Surbakti. (2009). Kenalilah anak remaja anda. PT Elek media komputindo.
Jakarta.
61
Wahyuning, W. (2004). Mengomunikasikan moral kepada anak. Elek media
komputindo. Jakarta.
Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Volume 1. EGC.
Jakarta.
Yuhanda. S dan Hidayati. E (2013). Hubungan antara pola asuh orang tua
dengan tingkat depresi remaja di SMK 10 November Semarang. v. 1, n. 1, p.
11-17, mei.
Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak & remaja. Remaja rosdakarya.
Bandung.
64
KUISIONER POLA ASUH ORANG TUA
Data Siswa
Nama siswa :
Umur :
Jenis Kelamin :
Data Orang Tua
Nama orang Tua :
Umur Orang Tua :
Pendidikan Orang Tua :
Pekerjaan Oang Tua :
Tinggal dengan Orang Tua :
Petunjuk pengisian :
Dibawah ini terdapat pernyataan mengenai perlakuan yang mungkin orang tua
anda lakukan terhadap anda di rumah. Dalam setiap pernyataan terdapat 5
kemungkinan jawaban. Tidak ada jawaban benar atau salah, jadi pilihlah yang
sesuai dengan kehidupan anda.
Berikan tanda silang (X) pada salah satu kolom yang sesuai dengan keadaan anda,
dengan ketentuan sebagai berikut :
TP : Jika anda tidak pernah mendapatkan perlakuan tersebut
J : Jika anda 1-2 kali mendapatkan perlakuan tersebut
K : Jika anda lebih dari 2 kali mendapat perlakuan tersebut
S : Jika anda hampir setiap hari mendapatkan perlakuan tersebut
SS : Jika anda sering sekali mendapat perlakuan terse
65
No Pertanyaan TP J K S SS
1 Orang tua menerapkan disiplin belajar pada saya
2 Orang tua membiarkan saya melakukan hal-hal
yang saya inginkan
3 Orang tua membantu saya mencari jalan keluar
bila saya menghadapi kesulitan atau masalah
4 Orang tua kurang peduli dengan urusan sekolah
5 Orang tua marah bila saya menentang keinginan
6 Orang tua dapat menerima bila saya menentang
pendapatnya
7 Orang tua sangat mengerti keinginan saya
8 Orang tua sibuk dengan kegiatan sendiri
9 Orang tua memaksa keinginannya terhadap saya
10 Orang tua memberikan kebebasan kepada saya
untuk menentukan sendiri masa depan saya
11 Orang tua selalu memperhatikan saya
12 Orang tua kurang berkomunikasi dengan saya
13 Orang tua mengatur hidup saya
14 Orang tua bersikap terbuka pada saya
15 Orang tua kurang mengungkapkan kasih sayang
pada saya
16 Orang tua memberikan hukuman bila saya salah
66
KUESIONER PERKEMBANGAN SOSIAL
Berikut ini disajikan beberapa pernyataan. Pilihlah jawaban yang menurut anda
paling benar dengan memberikan tanda sialng (X) pada jawaban yang paling
benar.
Keterangan jawaban:
TS : tidak sesuai
S : sesuai
SS : sangat sesuai
STS : sangat tidak sesuai
Keterangan:
* : untuk remaja laki-laki
**: untuk remaja perempuan
NO PERNYATAAN SS S TS STS 1. Saya aktif mengikuti olahraga* 2. Saya berolahraga minimal seminggu sekali* 3. Jika ada yang berbuat jahat pada teman saya, saya
akan melawannya secara jantan*
4. Saya lebih suka berpergian memakai rok** 5. Saya berdandan dulu seperti teman-teman
perempuan saya sebelum berpergian**
6. Saya tidak pernah berdandan atau pergi ke salon**
7. Saya banyak memiliki sahabat dekat 2 orang atau lebih
8. Teman-teman saya banyak yang berasal dari luar sekolah
9. Saya membuat suatu kelompok kecil dengan teman-teman saya sesama perempuan atau laki-laki
10. Teman-teman saya sering meminta saya mengajari mereka tentang mata pelajaran yang tidak mereka mengerti
11. Saya orang yang sulit menjalin hubungan atau bergaul dengan siapa saja
12. Saya memakai pakaian yang sama seperti teman-teman saya
67
13. Saya lebih sering berdiskusi mengenai suatu masalah dengan tema-teman saya
14. Saya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler 15. Saya tidak suka mengikuti acara-acara yang
diadakan sekolah seperti ikut lomba atau kemah
16. Saya mengetahui sikap baik buruknya sikap teman-teman saya
17. Saya tidak peduli jika ada teman saya yang sedang mengalami kesulitan
18. Saya sering mendengarkan curhat teman-teman saya
19. Saya selalu menghibur teman-teman saya, jika sedang sedih
20. Saya selalu berdebat dengan teman-teman saya, jika mereka tidak setuju dengan pendapat saya
21. Saya akan mendengarkan terlebih dahulu pendapat teman saya jika sedang berdiskusi
22. Saya memiliki cita-cita atau tujuan hidup 23. Saya akan berusaha mencapai cita-cita saya 24. Saya tidak suka jika orang tua saya menyuruh
saya belajar
25. Saya mengikuti karang taruna di desa saya 26. Saya tidak aktif mengikuti kerjan bakti di desa
saya
27. Saya tidak malu untuk meminta maaf jika saya melakukan kesalahan
28. Saya mendaftarkan diri sendiri tanpa didampingi orang tua, ketika saya masuk SMP
29. Saya memilih sendiri kegiatan ekstrakulikuler yang saya senangi
30. Saya mengikuti kursus karena keinginan saya sendiri
31. Jika nilai saya buruk, saya akan berusaha untuk rajin belajar
32. Saya pernah bolos sekolah
83
84