Hukum Adat Tentang Orang

Embed Size (px)

Citation preview

KELOMPOK HUKUM ADAT TENTANG ORANGFAKULTAS HUKUM

NAMA: CINDY TRI PUTRIINDRI MAYASHAILA SHERLYANI

HUKUM ADAT TENTANG ORANG

A. SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM ADATHukum perorangan atau hukum pribadi pada hakikatnya mengatur hak dan kewajiban dari subjek hukum. Menurut subjek hukum mempunyai hak untuk berperilaku yang berakibat hukum. Menurut hukum adat, disamping manusia(pribadi) diakui badan hukum (pribadi hhukum) sebagai subjek hukum. Badan hukum tersebut dalam hukum adat dapat berupa desa, wakaf, nagari, suku dan yayasan, yang telah diakui dalam St. 1927: 91. Di Jawa Tengah, perkumpulan-perkumpulan yang mempunyai organisasi yang dinyatakan dengan tegas dan rapi diakuai sebagai badan hukum, begitu juga di Bali dijumpai badan hukum seperti subak dan Banjar.

1. ManusiaMenurut hukum adat, setiap manusia adalah subjek hukum, yaitu pembawa hak dan kewajiban sejak dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Sebagai subjek hukum ia berhak melakukan tindakan-tindakan hukum, mengadakan persetujuan-persetujuan, mengadakan perkawinan, menerima barang yang diinggalkan oleh orang yang meninggal dunia (pewaris). Manusia sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia, bahkan masih dalam kandungan. Pasal 2 KUHPdt menegaskan bahwa seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, karena kepentingan-kepentingan tertentu, dianggap mempunyai hak dan kewajiban. Dalam kenyataannya tidak setiap manusia mempunyai hak untuk bertindak atau mampu/cakap bertindak. Kecakapan bertindak/berperilaku menurut hukum adat adalah apabila yang bersangkutan sudah dewasa.

2. Badan HukumDalam hukum adat badan hukum diakui sebagai subjek hukum yang dapat melakukan tindakan hukum yang diwakili pengurusnya. Keberadaan badan hukum setidak-tidaknya dapat disadari oleh factor-faktor sebagai berikut.a. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersamab. Adanya tujuan idiil yang perlu dicapai tanpa senantiasa tergantung pada pribadi-pribadi kodrati secara perorangan.Badan hukum mempunyai tujuan dan memiliki harta kekayaan sendiri yang terlepas dari harta kekayaan pribadi kodrati yang menjalankannya. Karena itu, yang dapat melakukan hubungan hukum, misalnya masyarakat hukum adat, dalam melakukan tindakan hukum diwakili oleh kepala adat/pemimpinnya. Masyarakat hukum adat merupakan suatu kesatuan penguasa, kesatuan lingkungan hidp dan kesatuan hukum yang mempunyai kekuasaan sendiri, serta harta kekayaan sendiri berupa desa, dusun, suku, marga, dan sebagainya. Perkumpulan-perkumpulan juga diakui sebagai badan hukum, misalnya subak di Bali.Badan hukum yang dapat bertindak sebagai subjek hukum adalah sebagai berikut.a. Persekutan (desa, nagari, famili, marga, dan sebagainya)b. Perkumpulan-perkumpulan yang memilliki organisasi yang tegas dan rapi seperti: mapulus (minahasa), jula-jula (Minangkabau), mohakta (Salayar), subak (Bali)c. Wakafd. YayasanAda beberapa putusan Mahkamah Agung yang secara tidak langsung mengakui persekutuan hukum/masyarakat hukum adat sebagai badan hukum(subjek hukum) sebagai berikut.a. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 19 September 1956 No. 39 K/Sip/1956 yang menyangkut hak desa atas tanah didaerah Lamongan. Intinya adalah bahwa orang yang mendapatkan tanah dari desa dasar pinjaman dapat mengalihkannya kepada pihak lain apabila ada persetujuan dari desa.b. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 9 Maret 1960 No. 65/Sip/1960 yang menyangkut hak desa atas tanah di daerah Klaten. Intinya adalah pemindahan untuk sahnya pemindahan ha katas tanah, diperlukan keputusan desa.c. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 24 Agustus 1960 No. 239 K/Sip/1960 yang menyangkut hak masyarakat hukum adat atas tanah di Ambon. Intinya adalah bahwa terjadi atau adanya perampasan tanah maka huta yang harus menuntut.d. Keputusan Mahkamah Agung, tanggal 30 Desember 1075 No. 36 K/Sip/1975 yang menyangkut hak masyarakat hukum adat di Ambon, intinya seorang bukan anak dati tidak berhak makan dati, kecuali ada persetujuan dari kepala dati dan anak-anak dati. Tanaman yang disebut pusaka dati diwariskan kepada anak dan cucu dari anak dati yang bersangkutan.

Lembaga wakaf dikenal atau berasal dari hukum islam, daerah-daerah Indonesia telah diresepsi oleh masyarakat hukum adat. Ada yang berpendapat, bahwa perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan timbulnya wakaf hanya untuk maksud beribadat. Sesungguhnya dalam relita dapat mewakafkan tanah atau barang untuk tiap-tiap maksud asalkan tidak bertentangan atau tidak dilarang oleh agama. Menurut Ensiklopedi Hukum Islam Wakaf (Wakaf; Arab), artinya menahan sebagai tindakan hukum yang memindahkan suatu hak milik yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Pengertian wakaf menurut Pasal 1 UU Noo. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dirumuskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu untuk keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. Fungsi wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda ekonomi untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.Wakaf berkedudukan sebagai badan hukum dengan unsur-unsur sebagai berikut.a. Ada harta kekayaan sendirib. Mempunyai tujuan sendiri, baik tujuan ibadat keagamaan atau bersifat amal kebaikan.c. Mempunyai organisasi sendiri.Dalam hukum adat wakaf ada dua macam berikut inia. Mencadangkan suatau pekarangan untuk masjid atau langgar bahkan jika perlu disertai dengan tanah pertanian yang berada di sekelilingnya guna memberi kesempatan kepada para penjabat masjid/langgar untuk memungut hasilnya guna mengongkosi penghidupannya beserta keluarganya, dan disertai Alquran untuk dipakai di masjid atau langgar.b. Menentukan sebagiann dari harta benda yang dimiliki sebagai benda yang tidak dapat dijumpai demi kepentingan keturunannya yang berhak memungut penghasilannya.Lembaga wakaf dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan sesuai dengan Hukum Islam sebagai berikut.a. Yang membuat wakaf harus mempunyai hak penuh atas apa yang diwakafkanb. Benda yang diwakafkan harus ditunjuk dengan terang dan maksudnya jelas(tidak dilarang oleh agama) harus diterangkan.c. Mereka yang memberikan wakaf harus disebut dengan terangd. Maksudnya harus tetape. Yang membuat wakaf harus (jika mungkin) menerimanya (Kabul). Yayasan merupakan badan hukum yang dapat melakukan kegiatan dalam bidang social. Yayasan dibentuk dengan akta pembentukan.

Untuk mendirikan yayasan diperlukan syarat materiil dan syarat formil.a. Syarat-syarat materiil1. Harus ada suatu pemisahan harta kekayaan.2. Mempunyai suatu tujuan.3. Mempunya suatu organisasi.b. Sedangkan syarat formil yaitu dengan akta otentik.Yayasan timbul dari kebutuhan-kebutuhan masyarakat nyata. Dalam perkembangannya dewasa ini dikenal dalam berbagai bentuk sesuai dengan sifat dan tujuannya, ada yayasan yang bergerak dibidang kematian, bidang pemeliharaan anak yatim piatu, dan pendidikan.

B. KECAKAPAN BERTINDAK HUKUM MENURUT HUKUM ADATSebagaimana telah ditemukan, manusia dimana saja adalah subjek hukum, pembawa hak dan kewajiban sejak ia dilahirkan sampai ia mati. Tetapi apakah ia diperbolehkan oleh hukum melakukan sendiri perbuatannya, ini menyangkut kecakapan bertindak. Kecakapan bertindak/kecakapan berhak berbeda dengan cakap hukum/wewenang hukum/kecakapan berhak. Wewenang hukum atau cakap hukum, menurut hukum adat mempunyai arti bahwa semua manusia mempunyai wewenang hukum atau kecakapan berhak yang sama. Namun, dibeberapa daerah terdapat pengecualian, misalnya: di Jawa Tengah, dibebrapa desa (tahun 1934-1938) hanya laki-laki saja yang mengubah menjadi kepala desa; di Minangkabau perempuan tidak berhak mejadi penghulu andiko atau mamak kepala waris. Menurut ter Haar, pengertiann dewasa menurut hukum adat adalah pada saat pria dan wanita telah menikah dan memisahkan diri dari orangtuanya, untuk berumah tangga sebagai suami-istri, sebagai keluarga yang berdiri sendiri. Soepomo, mengatakan seseorang sudah dewasa apabilan seseorang itu dewasa menurut hukum adat, apabila seseorang sudah kuat bekerja sendiri, cakap mengurus harta benda serta keperluannya sendiri, serta cakap untuk melaksanakan segala tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya.Hukum adat memandang seseorang yang belum cukup umur adalah berakhir pada waktu berakhirnya sebagai anak rumah tangga, tetapi sudah bertindak sebagai kepala rumah tangga. Ter Haar berpendapat keadaan berhenti sebagai anak tergantung kepada orang tua, merupakan saat berakhirnya masa belum dewasa, bukan lagi saat menikah. Djojodigoeno mengatakan hukum adat tidak mengenal perbedaan yang tajam, dalam kenyataannya hal itu berlangsung sedikit demi sedikit, berlangsung menurut keadaan. Menurut hukum adat Jawa seorang cakap penuh melakukan perbuatan hukum apabila sudah mandiri dan berkerja sendiri, keadaan yang demikian disebut sudah menetas atau mencar.

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam keputusan tanggal 1 juni 1955 No. 53 K/Sip 1955, seseorang dianggap telah dewasa apabila usianya telah mencapai 15 tahun. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 2 November 1976 No. 601 K/Sip/1976, menentukan bahwa untuk daerah Jakarta seseorang anak telah mencapai usia 20 tahun dan sudah cakap untuk bekerja dianggap sudah dewasa. Keputusan Mahkamah Agung tanggal 3 September 1958 No. 316 K/Sip/1958 dalam mengadili tingkat kasasi perkara gugatan seorang anak kepada bapaknya yang sementara itu sudah cerai dari ibunya, minta pembayaran biaya penghidupan dan pendidikan. Dalam konsideras keputusan tercantum pertimbangan bahwa oleh karena anak tersebut sudah berumur 20 tahun, ia dipandang sudah dewasa sehingga tuntutannya akan pembayaran biaya penghidupan dan pendidikan tidaklah beralasan dengan demikian tuntutan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima. Keputusan pengadilan Tinggi Medan tanggal 21 Agustus 1957 No. 67 Tahun 1957 dalam kasus tahun 1955 di kota P. Siantar dua orang wanita (T.1 dan T.2) seorang ibu dan seorang anak meminjam uang tunai dari seorang wanita lain sebanyak Rp46.000,00. Untuk hutang piutang tersebut dibuat perjanjian dimana si ibu hanya bertanda tangan sebagai saksi. Dari perkara ini timbul juga pertanyaan, apakah si ibu turut bertanggung jawa atas hutang si anak? Pengadilan Negeri telah mengabulkan gugatan dan menghukum tergugat-tergugat menanggung membayar hutang tersebut. Berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 21 Agustus 1975 No. 67 Tahun 1957, beberapa factor yang penting dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut.a. Anak (perempuan) masih tinggal serumah dengan si ibunya.b. Si anak mempunyai mata pencaharian sendiri. Dia berjualan di pasar.c. Segala penghasilan usahanya ternyata untuk diri sendiri.d. Di samping penghasilan itu dia berjualan barang-barang perhiasan. Di dalam bidang ini ternyata dia mengalami hubungan-hubungan langsung dengan orang lain.e. Di Pematang Siantar banyak kelihatan para wanita berjualan barang-barang perhiasan, diantara mereka terdapat anak-anak gadis.f. Si ibu bertanda tangan dalam surat hutang hanya sebagai saksi.Dengan demikian, terhadap fakta diatas, Pengadilan Tinggi Medan dalam putusannya antara lain mengambil pertimbangan bahwa si anak meskipun tidak diketahui betul berapa umur yang sebenarnya adalah seorang anak gadis yang sudah bertanggung jawab atas hutang yang dipersengketakan. Secara implisit Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa si anak yang bersangkutan sudah dewasa dan mempunyai wewenang sehingga ia harus menanggung risiko dari segala perbuatannya dalam hukum.Comment by daniel nold: Berdasarkan uraian tersebut, kecakapan bertindak seseorang menurut hukm adat didasarkan pada keadaan dewasa, artinya sudah mandiri. Kedewasaan ditentukan oleh kenyataan-kenyataan riil seseorang. Seseorang dapat dianggap sudah dewasa apabila ia sudah berhenti menjadi anak rumah. Jadi, dapat disimpulkan dewasa dalam hukum adat mempunyai pengertian sebagai berikut:a. Sudah mencar atau mentas, artinya ia sudah kawin(menikah) dan lepas dari tanggung jawab orang tua dan mampu mengurus keluarganya (kuat gawe)b. Di dalam kenyataan riil, artinya dalam keadaan tertentu ia dianggap cakap (keputusan Pengadilan Tinggi Medan, tanggal 21 Tahun 1957 No. 67 Tahun 1957).

C. KECAKAPAN BERTINDAK HUKUM ISTRI1. Menurut Hukum MatrilinealSesuai dengan susunan kekerabatan, dalam hukum matrilineal seorang istri mempunyai kewenangan bertindak apa saja, misalnya dalam harta pusaka, harta, atau melakukan tindakan hukum lain. Tetapi terhadap harta pusaka tinggi istri tidak cakap bertindak, karena harta itu adalah milik kaum, hanya mempunyai hak pakai, dan biasanya diurus oleh mamak kepala waris.

2. Menurut Hukum PatrilinealDalam hukum patrilineal istri tidak cakap untuk bertindak. Tetapi berdasarkan kenyataan, misalnyya wanita dalam mengurus rumah tangga, berjualan dipasar, istri dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Hal ini sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri dimana seorang istri menjual tanah dan rumah termasuk harta pencaharian bersama, jual beli itu sah menurut hukum.

3. Menurut Hukum BilateralDalam hukum bilateral, istri adalah cakap bertindak terhadap hartanya sendiri tanpa bantuan suami, tetapi terhadap harta bersama harus dengan bantuan suami.

D. KECAKAPAN BERTINDAK MENURUT SISTEM HUKUM DI INDONESIADi Indonesia, mengenai kecakapan bertindak hukum belum ada satu pandangan. Tetapi dalam praktik sepertinya ada suatu penerimaan kecakapan bertindak yang didasarkan pada usia 21 tahun. Menurut KUHPdt dikenal dengan istilah minderjarig (belum dewasa) dan meerderjarig (sudah dewasa). Menurut system hukum ini kedewasaan dapat diperoleh pada saat beralihnyya dari minderjarig ke meerderjarig dan peralihannya berlangsung seketika itu. Kriteria seseorang masih minderjarig tercantum dalam ketentuan Pasal 330 ayat (1) KUHPdt, yaitu harus mencapai umur 21 tahun, dan belum menikah.Menurut system hukum Islam, seseorang cakap bertindak manusia harus melalui beberapa masa, yaitu masa kanak-kanak, masa tamyiz, dan masa balig. Berdasarkan pentahapan ini, Ahmad Ahzar Basyir berpendapat bahwa menurut hukum islam, akal sangat menentukan sempurna tidaknya status orang.Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 47 dinyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum menikah ada dibawah kekuasaan orang tuanya. Menurut ketentuan ini, dewasa(cukup umur) mensyaratkan minimal 18 tahun, kecuali dalam perkawinan bahwa meskipun belum berumur 18 tahun tetapi sudah kawin, maka dianggap telah lepas dari tanggung jawab orang tua.