36
Reforma Agraria Oleh: Karina Anindya Prameswari Sembiring Meliala 110110060400 Diajukan untuk memenuhi tugas Hukum Agraria Dosen: Nia Kurniati, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG 2012

Hukum Agraria

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hukum Agraria

Reforma Agraria

Oleh:

Karina Anindya Prameswari Sembiring Meliala

110110060400

Diajukan untuk memenuhi tugas Hukum Agraria

Dosen:

Nia Kurniati, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJAJARAN

BANDUNG

2012

Page 2: Hukum Agraria

DAFTAR ISI

Daftar Isi …………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN ………………………………… 3

BAB II ISI

A. REFORMA AGRARIA ………………………………………… 6

B. KEDUDUKAN KETETAPAN MPR NOMOR IX/MPR/2001

TENTANG REFORMA AGRARIA ………………………… 9

BAB III PENUTUP ………………………………………….. 15

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………….. 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 26

2

Page 3: Hukum Agraria

BAB I

PENDAHULUAN

Gagasan Reforma Agraria atau lebih dikenal dengan istilah land

reform umurnya sudah sangat tua, yaitu lebih dari 2500 tahun. Sejarah

telah mencatat bahwa gerakan Land reform pertama kali dipelopori oleh

seorang penguasa Yunani Kuno, 594 tahun sebelum masehi. Namun,

gerakan land reform yang pertama di dunia itu tidak berhasil dalam arti

tidak membawa perubahan yang signifikan terhadap persoalan agraria.

Sekitar tiga puluh tahun kemudian, penguasa Yunani lain, kembali

menghidupkan gerakan land reform dengan semboyannya yang terkenal

land to the tiller (tanah untuk penggarap), dan kali ini gerakan tersebut

mampu membawa perubahan. Sejak saat itulah, gerakan land reform

akhirnya juga dilakukan di banyak Negara.

Dalam panggung politik nasional Indonesia, gagasan land reform

telah mengalami pasang surut. Jauh sebelumnya, para pendiri bangsa

menyadari bahwa program pembangunan bangsa tidak dapat dilakukan

tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah-masalah agraria yang

kronis. Untuk itu, diperlukan undang-undang agraria baru (pengganti

undang-undang kolonial) yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat

banyakdaripada kepentingan sekelompok kecil pemilik modal.

Pada tahun 1960, lahirlah undang-undang agraria yang lebih

dikenal dengan UUPA 1960. Keluarnya undang-undang itu merupakan

momentum penting bagi upaya mewujudkan keadilan agraria di Indonesia.

Seiring dengan semangat pembangunan pada masa itu, antara tahun

1960- 1965, gerakan land reform mendominasi panggung politik sekaligus

menjadi agenda nasional pembangunan nasional bangsa Indonesia.

3

Page 4: Hukum Agraria

Pelaksanaan land reform semakin memperoleh tantangan,

utamanya adalah dominannya kekuatan neo-liberalisme. Perusahaan-

perusahaan multinasional dan lembaga- lembaga keuangan internasional,

seperti World Bank, International Monetary Fund, Asian Development

Bank, dan pemerintah negara-negara maju secara gencar

mengembangkan neo- kolonialisme dengan memaksa negara-negara

Dunia Ketiga, termasuk Indonesia untuk mengubah watak negara dalam

hubungannya dengan investasi, pasar, serta perdagangan global. Melalui

neo- liberalisme, peran negara akan dikurangi sedemikian rupa, termasuk

perannya dalam menata sumberdaya alam untuk melindungi sekaligus

mengusahakan pemenuhan hak azasi warganya. Padahal agenda land

reform merupakan agenda yang membutuhkan sokongan kekuasaan

negara untuk membatasi hak-hak istimewa para pemilik tanah luas yang

tanahnya akan diredistribusikan atau ditata pemanfaatannya.

Reforma Agraria bila diterapkan dengan tepat akan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam hubungan kekuasaan. Perubahan-

perubahan ini dapat menjadi dasar untuk menuju suatu partisipasi lebih

luas dari kaum miskin pedesaan dalam pengambilan keputusan pada

semua tingkatan, terutama yang secara langsung mempengaruhi

kehidupan mereka.

Dengan kata lain, Reforma Agraria mempunyai implikasi yang

mendasar dan mendalam. Untuk alasan inilah Reforma Agraria biasanya

bukan merupakan pilihan kebijakan bagi sejumlah pemerintahan, karena

dianggap akan merubah tatanan kekuasaan politik ke arah tatanan politik

yang lebih demokratis. Hal ini terjadi di Negara-negara di mana

kepentingan-kepentingan anti-pembaruan sangat berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan ekonomi politik oleh para élitenya yang

memonopoli penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria (tanah

dan sumber daya alam lainnya) yang luas. Selain itu, juga terjadi di

negara-negara di mana tekanan-tekanan dari kalangan masyarakat

4

Page 5: Hukum Agraria

sipiltermasuk organisasi dan gerakan petanikepada pemerintah tidak

terlalu kuat untuk mendorong terjadinya Reforma Agraria.

Berbagai alasan untuk diadakannya program Reforma Agraria

sangatlah kuat. Dari segi sosial misalnya, hanya dengan menguasai

tanahlah para petani miskin pedesaan bisa memperbaiki kehidupan

mereka dengan menyediakan pangan bagi mereka sendiri, yang

terkadang memiliki surplus untuk dijual. Dengan demikian, Reforma

Agraria merupakan sarana penting untuk menjamin hak atas pangan

Masalah agraria bukanlah persoalan yang sederhana tetapi

merupakan persoalan yang sangat berat dan kompleks sehingga menjadi

masalah pokok bagi Indonesia. Masalah agraria pada hakekatnya adalah

masalah politik. Siapa menguasai sumber- sumber agraria, dia menguasai

ekonomi. Siapa penguasai ekonomi, pada gilirannya dia menguasai

politik.

Negara agraris ini sedang yang mentransformasikan dirinya

menjadi negara industri yang kuat. Di lain pihak, memang sudah ada

Undang-undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960) yang merupakan induk

dari segala peraturan keagrariaan untuk mengatasi persoalan agraria.

Akan tetapi, pada kenyataannya, UUPA 1960 ternyata tidak mampu

menjadi rujukan dan faktor penentu dalam mengatasi persoalan agraria

karena politik hukum yang berlaku sering bertentangan atau malah

menghilangkan makna dan isi yang terkandung di dalam UUPA 1960.

5

Page 6: Hukum Agraria

BAB II

ISI

A. Reforma Agraria

Pembaruan Agraria merupakan salah satu cara untuk meninjau

masalah-masalah agraria yang berkembang di dalamnya secara utuh

tidak hanya di Indonesia, baik pada tingkat kebijakan, operasionalisasi,

ataupun hanya sekedar retorikasangat tergantung dari sistem ekonomi

politik dan watak rejim pemerintah yang berkuasa.

Ketika dunia memasuki dekade Pembangunanisme

(Developmentalism) di tahun 1960-1970, tampak bahwa ide dasar

pembaruan agraria dengan redistribusi tanah yang menyeluruh sebagai

dasarnya, mulai ditinggalkan untuk diganti dengan modernisasi pertanian.

Salah satunya yang terkenal adalah program Revolusi Hijau. Akan tetapi,

seperti yang kita ketahui bersama, ternyata program itu banyak menuai

kegagalan yang terlihat dari meluasnya disparitas (kesenjangan)

pendapatan dan tingkat hidup antara kaum kaya di satu pihak dengan

kaum miskin

Lahirnya Tap No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam merupakan sebuah dorongan untuk

mereformasi struktur sosial politik di tengah perubahan politik Indonesia

yang memunculkan harapan baru dengan semangat keterbukaannya,

usaha-usaha penegakan hukum, keadilan, dan hak asasi manusia

sedikitnya mulai berjalan utamanya untuk mengatasi persoalan agraria,

Pembaruan agraria sering disalahartikan sebagai land reform

dengan pengertian sempitnya redistribusi (pembagian) tanah. Padahal

land reformdengan pengertian yang lebih luasadalah pembaruan dalam

6

Page 7: Hukum Agraria

struktur penguasaan, struktur produksi, dan struktur pelayanan

pendukung. Dengan kata lain, pembaruan agraria (agrarian reform)

adalah upaya perubahan atau perombakan sosial yang dilakukan secara

sadar guna mentransformasikan struktur agraria ke arah sistem agraria

yang lebih sehat dan lebih merata bagi pengembangan pertanian

sehingga mampu menyejahterakan masyarakat Indonesia yang mayoritas

hidupnya didasarkan pada sumber agraria. Jadi, pada dasarnya,

pembaruan agraria juga merupakan upaya pembaruan sosial.

Gagasan reform by leverage merupakan terobosan baru dengan

tujuan membebaskan rakyat dari belenggu struktural yang tidak adil

sekaligus sebagai kekuatan penyeimbang dan pengontrol negara,

memang harus terus dielaborasi secara kritis dan komprehensif.

Reforma Agraria merupakan strategi penting dalam menjamin hak

atas pangan, karena Reforma Agraria menjamin kepastian akan hak atas

tanah, suatu sarana terpenting dalam menghasilkan pangan. Melalui

kepemilikan atas tanah inilah, para petani kecil, kaum tunakisma dan

buruh tani, yang telah berubah menjadi pemilik tanah, akan lebih

terdorong untuk meningkatkan produksi pertaniannya, baik untuk

konsumsi keluarga atau pasar.

Bila ditinjau dari sudut hak asasi manusia, program Reforma

Agraria yang menjamin hak atas pangan menghadapi sejumlah tantangan.

Tantangan terbesar pada saat ini adalah makin dominannya kekuatan

pasar bebas, yang antara lain tercermin dari penolakan kelompok ini

terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Bagi kelompok ini, hak-hak

ekonomi, sosial, dan budaya adalah tidak relevan dan idealistis. Hanya

hak-hak sipil dan politik yang merupakan hak asasi manusia sejati.

Land Reform (pembaruan agraria) adalah redistribusi kepemilikan

dan penguasaan tanah dan harus didukung program penunjang, seperti

pengairan, perkreditan, penyuluhan, pendidikan, pemasaran, dan

7

Page 8: Hukum Agraria

sebagainya. Kemudian, lewat pembaruan agraria ini pemerintah harus

menerapkan 10 aspek utama yang perlu diurus kelengkapannya jika

memang pemerintah ingin melaksanakan pembaruan agraria sejati, yakni:

1. Mandat Konstitusional

2. Hukum Agraria dan Penegakannya

3. Organisasi Pelaksana

4. Sistem Administrasi Agraria

5. Peradilan

6. Desain Rencana dan Evaluasi

7. Pendidikan dan Latihan

8. Pembiayaan

9. Pemerintahan Lokal

10. Keterlibatan Penuh Organisasi Rakyat.

Reforma Agraria merupakan suatu strategi pembangunan atau

perubahan sosial yang lebih kuat, karena menekankan pentingnya

pengembangan ekonomi domestik terlebih dahulu. edistribusi tanah

adalah keharusan dalam memasuki setiap sistem ekonomi modern. Tanpa

redistribusi tanah, ekonomi modern yang dihasilkan bersifat cacat,

pincang dan tidak bisa berjalan sebagaimana diharapkan. Konflik kelas-

kelas sosial akan semakin tajam dan tidak terselesaikan. Tidak akan ada

tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi; demikian pula tidak ada

tabungan masyarakat karena mayoritas penduduk desa hidup dalam

subsistensi dan hanya sanggup membelanjakan sebatas kebutuhan hidup

yang paling primer.

8

Page 9: Hukum Agraria

B. Kedudukan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Reforma

Agraria

Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria

dan Pengelolaan Sumberdaya Alam yang pada pokoknya

mengamanatkan “penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan

memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian

maupun tanah perkotaan”. Tidak dapat dipungkiri kedepan dalam tataran

pelaksanaannya akan terjadi benturan kepentingan antara Pemerintah

dengan masyarakat.

Kini desakan bagi dilakukannya pembaruan agraria atau lebih

dikenal dengan reformasi agraria, atau reforma agraria, adalah sangat

kuat. Konflik agraria yang sebagaimana digambarkan di atas sebenarnya

merefleksikan merosotnya keadilan agraria. Reforma agraria dengan

demikian dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi persoalan

ketidakadilan agraria serta konflik-konflik tersebut.  Atau dengan kata lain

mengarahkan  kebijakan pertanahan dari yang imparsial dan memihak

pemodal (kapitalistik) ke arah yang lebih prorakyat dan propetani/kaum

marginal. Disinilah letak pentingnya Ketetapan MPR No IX/MPR/2001

tersebut.

Reforma agraria pada prinsipnya adalah landreform dalam

pengertian redistribusi kepemilikan dan penguasaan tanah. Dalam

konteks ini maka landreform dapat menjadi instrumen yang sangat ampuh

untuk mengatasi kemiskinan, mendorong pembangunan ekonomi,

pelestarian lingkungan, dan sebagainya.

Konflik-konflik agrarian bersifat vertikal, yaitu antara masyarakat

dan pemerintah (perusahaan milik negara) dan swasta. Salah satu yang

menonjol adalah kasus klaim atas tanah perkebunan ataupun pengadaan

9

Page 10: Hukum Agraria

tanah untuk kepentingan umum. Adapun konflik yang horizontal misalnya

kepemilikan sertifikat tanah ganda atau kepemilikan beberapa sertifikat

atas sebidang tanah. Yang paling mencuat beberapa tahun terakhir tentu

saja konflik horizontal antara masyarakat (adat atau transmigran) dan

perusahaan.

Konsorsium Pembaruan Agraria menacatat bahwa sepanjang

1970-2001 ada terjadi sengketa agraria sebanyak 1.753 kasus yang

meliputi 10,9 juta hektar dengan korban 1,2 juta keluarga. Sepanjang

tahun 2011 terjadi 163 konflik pertanahan dengan korban 22 jiwa

sementara pada 2010 terdapat 106 konflik agraria dengan 3 korban jiwa.  

Rincian konflik agraria di tahun 2011 adalah sebagai berikut: 97 kasus di

sektor perkebunan, 36 kasus di sektor kehutanan, 8 kasus di sektor

pertambangan, dan 1 kasus di sektor tambak atau pesisir.

Redistribusi kepemilikan dan penguasaan tanah ini penting dan

strategis. Apalagi pada kenyataannya sebagaimana yang ditemukan oleh

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada data-data di BPN bahwa ada

hanya 0,2 penduduk Indonesia yang menguasai 56% aset nasional

dimana 87% di antaranya berupa tanah. Sementara itu ada 7,2 juta hektar

tanah milik swasta yang dibiarkan terlantar, padahal konon 85% petani

tidak bertanah atau tidak memiliki lahan. Ketimpangan kepemilikan tanah

atau lahan ini sungguh harus segera diselesaikan sesegera mungkin

manakala kita sebagai bangsa tidak menginginkan untuk kembali

terjerembab dalam serangkaian konflik agraria yang berkepanjangan dan

tak berkesudahan itu.

Konflik-konflik atau sengketa-sengketa tersebut akarnya  pastilah

multidimensional: bukan hanya hukum, melainkan juga politik pertanahan,

ledakan jumlah penduduk, kemiskinan, faktor budaya, dan sebagainya.

Secara hukum kita mencatat bahwa sistem peraturan perundang-

undangan tentang agraria dan sumber daya alam saling tumpah tindih dan

10

Page 11: Hukum Agraria

bertentangan.  Padahal pengelolaan sumber daya agraria dan alam yang

adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan mutlak harus dilakukan secara

terkoordinasi, terpadu, dan menampung dinamika, aspirasi, dan peran

serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik. Tap MPR No

IX/MPR/2001 ini dimaksudkan untuk memberikan dasar dan arah bagi

pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang

berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria,

dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan

hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Arah

kebijakannya adalah:

a. melakukan pengkajian ulang terhadap seluruh peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka

sinkronisasi

b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan

memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat

c. Menyelesaikan konflik-konflik agraria sebagaimana yang tersebut di

atas

d. Memperkuat kelembagaan dan kewenangan pelaksana pembaruan

agraria

Dalam UUPA No 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, bahwa

yang disebut dengan agraria adalah segala sesuatu yang berbada di

permukaan tanah, bawah tanah dan ruang angkasa. Mekanisme

peraturan yang mengatur tentang objek agraria tersebut telah melahirkan

11

Page 12: Hukum Agraria

berbagai tumpang tindih peraturan dan juga subjek pelaksana nya.

Semisal UU Pertamnbangan yang bertentangan dengan UU Lingkungan

hidup, UU kehutanan, UU perkebunan, UU Penanaman Modal Asing dan

lainnya. Dalam kapasitas saya sebagai anggota Komisi II DPR RI yang

bermitra dengan BPN, Joyo Winoto kepala BPN menyampaikan saat ini

terdapat 516 peraturan perundangan yang tumpang tindih. 516 peraturan

yang tumpang tindih tersebut hanya yang berhubungan dengan internal

BPN, jumlah itu tentu akan bertambah jika di hubungkan dengan tumpang

tindih nya peraturan di BPN dengan UU sektoral lainnya seperti di

kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan, lingkungan hidup dan

lainnya.

Inti dari TAP MPR No IX tahun 2001 tersebut sebenarnya adalah

amanat untuk melakukan singkronisasi terhadap peraturan perundangan

yang berhubungan dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam

agar sepenuhnya dikelola demi kemakmuran rakyat. Dalam TAP MPR No

IX Tahun 2011 pasal 6 menyebutkan arah kebijakan pembaruan agraria

adalah:

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka

sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan

perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip

sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan

dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah

pertanian maupun tanah perkotaan.

c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi

dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam

12

Page 13: Hukum Agraria

rangka pelaksanaan landreform.

d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya

agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi

potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya

penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip

sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka

mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan

konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang

terjadi.

f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program

pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya

agraria yang terjadi.

Sedangkan arah pengelolaan sumber daya alam di jelaskan pada pasal

berikutnya yaitu:

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan

sumberdaya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor

yang berdasarkan prinsip-prSinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5

Ketetapan ini.

b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam

melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas

sumberdaya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.

c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat

mengenai potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong

terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi

ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.

13

Page 14: Hukum Agraria

d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis

sumberdaya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai

tambah dari produk sumberdaya alam tersebut.

e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang

timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di

masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum

dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud

Pasal 5 Ketetapan ini.

f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang

didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan

kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.

UU No 12 Tahun 2011 telah menempatkan kembali Ketetapan

MPR sebagai sumber hukum formal dan dalam tata urut peraturan

perundangan maka kinilah waktunya ketetapan ini diimplementasikan

dalam aksi yang kongrit. Singkatnya landreform perlu dilakukan dengan

berdasarkan pada Tap MPR No IX/MPR/2001, UU No  5 tahun 1960

tentang PDPA, dan PP No 245 Tahun 1961

14

Page 15: Hukum Agraria

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Reforma Agraria merupakan agenda pembangunan yang utama,

terutama di negara Dunia Ketiga yang masyarakatnya sebagian besar

adalah agraris. Dengan demikian, perhatian utama adalah bagaimana

mentransformasikan struktur agraria yang timpang akibat warisan

kolonialisme ke arah struktur agraria yang adil dan sanggup memberikan

surplus bagi transformasi ke sistem industri. Penyelesaian atau tuntasnya

masalah agraria ini akan sangat menentukan dalam langkah

pengembangan berikutnya. Akan tetapi karena Reforma Agraria ini akan

mempunyai akibat-akibat yang merugikan, khususnya bagi kelas

penguasa di pedesaan maupun secara nasional, maka hal ini menjadi

tidak mudah; terutama bila kemudian berkait dengan sistem politik dan

sistem ekonomi makro.

Reforma Agraria juga merupakan strategi pokok bila ingin

mengubah hubungan-hubungan kekuasaan secara mendasar. Artinya,

Reforma Agraria dapat menjadi pilar dari terbentuknya sistem demokrasi

yang lebih kuat. Dengan adanya pemerataan tanah, akibat

dilaksanakannya program land reform, maka jumlah orang yang memiliki

akses terhadap tanah sebagai faktor produksi utama semakin banyak.

Akses terhadap tanah yang relatif merata ini merupakan dasar bagi

terbentuknya suatu partisipasi politik yang lebih luas dan kuat. Hanya

mereka yang secara ekonomis hidupnya lebih stabil yang akan dapat

menentukan keputusan-keputusan politik dengan lebih baik dan terlibat

dalam masalah-masalah politik pedesaan maupun nasional. Jadi, dengan

adanya Reforma Agraria, partisipasi politik akan jauh lebih berkembang di

pedesaan dan pengambilan keputusan politik nasional akan lebih

mencerminkan kepentingan mayoritas penduduk.

15

Page 16: Hukum Agraria

Ditinjau dari segi ekonomi, Reforma Agraria adalah sarana penting

untuk mengurangi kemiskinan. Sebagaimana pengalaman sejarah Jepang

paska perang, Korea Selatan dan Taiwan, redistribusi tanah dapat

menghasilkan peningkatan pendapatan yang tersebar secara merata

sehingga sejalan dengan tujuan-tujuan pertumbuhan ekonomi dan

penghapusan kemiskinan.

Tentu saja tantangan-tantangan yang berasal dari paham neo-

liberalisme dan perangkat-perangkat operasionalnya, seperti Bank Dunia,

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia

(WTO), merupakan realitas ekonomi politik yang mesti dihadapi. Namun

bagaimanapun juga, hak- hak warga negara dan kedaulatan bangsa

adalah yang utama dan pertama dalam pergaulan internasional. Kita

harus memperhatikan bagaimana negara-negara Eropa Barat, Jepang

dan Amerika Serikat melindungi dan memenuhi kepentingan rakyatnya

ketika berhadapan dengan kepentingan dunia luar. Jepang bahkan -hak

para petaninya dalam masalah liberalisasi produk pertanian.

Strategi untuk memperkuat tingkat penguasaan masyarakat

terhadap faktor-faktor produksi (termasuk hak atas tanah dan sumber

daya alam lainnya) adalah melalui program Reforma Agraria.

Dapat disimpulkan bahwa Reforma Agraria adalah jalan utama

yang perlu ditempuh bila kita hendak menjamin pemenuhan hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya, termasuk hak atas pangan. Pemenuhan hak-

hak asasi manusia ini tidak lain dan tidak bukan merupakan kewajiban

negara untuk mengusahakan keadilan sosial. Dengan demikian, tuntutan

atas perlunya Reforma Agraria di Indonesia adalah tuntutan yang

konstitusional bila ditempatkan dalam konteks kewajiban negara untuk

mengusahakan keadilan sosial. Reforma Agraria juga merupakan tuntutan

universal jika ditempatkan dalam konteks pemenuhan hak-hak ekonomi,

sosial, dan budaya, sebagaimana yang telah diatur dalam Kovenan

16

Page 17: Hukum Agraria

Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Pemerintah dapat mengimplementasikan maksud dan tujuan Tap

MPR tersebut. Namun demikian tetap mempertimbangkan beberapa

langkah agar reformasi agrarian dapat terlaksana, yakni

1. Kemauan Politik Pemerintah yang kuat

2. Dukungan Teknis bagi Modal dan Produksi

3. Membuka Akses Pasar kepada Petani

4. Penguatan kelembagaan Pengelola Reforma Agraria.

17

Page 18: Hukum Agraria

LAMPIRAN-LAMPIRAN

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR   IX/MPR/2001

TENTANG

PEMBARUAN AGRARIADAN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sumberdaya agraria dan sumberdaya alam sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan Nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur;

 b. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia mempunyai tugas konstitusional untuk menetapkan arah dan dasar bagi pembangunan nasional yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan sumberdaya alam;

 c. bahwa pengelolaan sumberdaya agraria dan

sumberdaya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam saling tumpang tindih dan bertentangan;

e. bahwa pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara

18

Page 19: Hukum Agraria

terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik;

 f. bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa

Indonesia sebagaimana tertuang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan komitmen politik yang sungguh-sungguh untuk memberikan dasar dan arah bagi pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam yang adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan;

 g. bahwa sehubungan dengan pertimbangan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

 Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18, Pasal

18A, Pasal 18B, Pasal 25E, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2001;

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Memperhatikan : 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2001 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis

19

Page 20: Hukum Agraria

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 Nopember 2001;

 2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 Nopember 2001 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

 3. Putusan Rapat Paripurna ke-7 Tanggal  9 Nopember

2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

 

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM.

Pasal 1

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam merupakan landasan peraturan perundang-undangan mengenai pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam.

 Pasal 2

Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Pasal 3

20

Page 21: Hukum Agraria

Pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 Pasal 4

Negara mengatur pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat 

Pasal 5

Pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:

 a. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum;

d. rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia;

e. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;

f. mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;

g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan;

h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;

i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam;

21

Page 22: Hukum Agraria

j. mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;

k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu;

l melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah rovinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumberdaya agraria dan sumberdaya alam.

Pasal 6 

(1) Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.

c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.

d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan

22

Page 23: Hukum Agraria

pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.

f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.

 (2) Arah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya

alam adalah :

 a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.

c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.

 d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumberdaya alam tersebut.

 e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

 f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.

23

Page 24: Hukum Agraria

Pasal 7

 Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam dengan menjadikan Ketetapan ini sebagai landasan dalam setiap pembuatan kebijakan; dan semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini harus segera dicabut, diubah, dan/atau diganti. 

Pasal 8

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 

Pasal 9

 Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 9 Nopember 2001

 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETUA,

WAKIL KETUA, WAKIL KETUA,WAKIL KETUA, WAKIL KETUA,WAKIL KETUA, WAKIL KETUA,

WAKIL KETUA,

24

Page 25: Hukum Agraria

P E N G E S A H A N PANITIA AD HOC II BADAN PEKERJA MPR PADA RAPAT KE-74 PANITIA AD HOC II BP MPR TANGGAL 19 OKTOBER

2001

Ketua,RAMBE KAMARULZAMAN, M. Sc.Wakil Ketua,SABAM SIRAIT

Wakil Ketua,Ny. Hj. AISYAH AMINY, S.H.Sekretaris,Prof. Dr. Ir. MUHAMMADI S.

25

Page 26: Hukum Agraria

DAFTAR PUSTAKA

1. Menuju Keadilan Agraria, 70 Tahun Gunawan Wiradi, Bandung :

Yayasan Akatiga, 2002

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Materi

Sosialisasi Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI), 2006

3. Nurjihadi Muhammad,

http://jihadnp34.blogspot.com/2012/02/reforma-agraria-indonesia-

antara-wacana.htm diakses pada hari Rabu tanggal 22 Agustus

2012.

4. Tumpak Winmark Hutabarat

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/07/20/63905/mengapa

_harus_reforma_agraria/#.UAz2hWG0DfJ diakses pada hari Rabu

tanggal 22 Agustus 2012.

5. Noer Fauzi, Petani dan Penguasa : Dinamika Perjalanan Politik

Agraria Indonesia,-- Bandung: Konsorsium Pembaruan Agraria

(KPA), 1999

26