Upload
rizqi-bangun-lestari
View
956
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek
hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak
dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas
melarangnya.
Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-
undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam
UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak
tanggungan menurut ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
Pasal 1163 ayat 1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi.
Asas ini disebut asas tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika
benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani
masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik kapal tentunya
akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi pelaku industri
perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya suatu undang-undang
yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
pembiayaan perbankan.
Dalam beberapa kesempatan, pastinya perusahaan perkapalan membutuhkan
tambahan modal kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Dan tentunya kebutuhan
modal kerja yang cukup banyak itu dapat terpenuhi melalui suatu perjanjian kredit
antara perusahaan perkapalan dengan lembaga perbankan seperti bank.
Umumnya, perjanjian kredit yang menempatkan bank sebagai kreditur dan
perusahaan perkapalan sebagai debitur ini menambahkan perjanjian tambahan
(assesor) dalam perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit antara bank dan perusahaan
perkapalan merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian tambahannya dapat
berupa perjanjian hipotik atas kapal.
1
Bank sebagai pemberi kredit (kreditur), dalam rangka pemberian
kredit/pembiayaan kepada masyarakat harus hati-hati (prudent) karena dana yang
disalurkan bank pada dasarnya bukan milik bank sendiri, melainkan bersumber dari
dana masyarakat dalam bentuk simpanan masyarakat. Oleh karena itu, dalam
memberikan pembiayaan kepada debitur, bank harus meminimalkan risiko dengan
membuat perjanjian hipotik atas kapal tadi.
Salah satu bentuk upaya untuk meminimalkan risiko ini bisa dilakukan dengan
membuat perjanjian tambahan seperti perjanjian hipotik atas kapal. Ini merupakan salah
satu bentuk jaminan kebendaan, dimana jaminan ini biasa disebut dengan agunan atau
kolateral.
Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan yang
melekat pada seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam perkembangannya jaminan
atas tanah sebagai salah satu benda tidak bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri
yaitu hak tanggungan. Benda tidak bergerak yang masih dapat dijadikan obyek hipotek
antara lain adalah kapal laut dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3.
Saat ini di Indonesia hipotek kapal laut tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD) dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu
Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage 1993. Selain itu,
pengaturan hipotek yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
sebagian berlaku juga bagi hipotek kapal laut. Dalam KUHD, diatur bahwa kapal yang
dibukukan dalam register kapal dapat diletakkan hipotek.
Selanjutnya diatur pula tentang tingkatan di antara segala hipotek satu sama lain,
yang ditentukan berdasarkan hari pembukuan. Hipotek yang dibukukan pada hari yang
sama, mempunyai tingkat yang sama pula. KUHD mengatur pula bahwa apabila
sebuah kapal tidak lagi merupakan sebuah kapal Indonesia, maka segala piutang
hipotek menjadi dapat ditagih walaupun piutang tersebut belum jatuh tempo. Piutang-
piutang yang dimaksud, sampai saat dilunasinya, tetap dapat diambilkan pelunasannya
dari kapal tersebut, secara mendahulukannya dari pada piutang-piutang yang terbit
kemudian, biarpun piutang-piutang yang belakangan ini didaftarkan di luar wilayah
Indonesia. Apabila kapal yang dihipotekkan dilelang-sita di luar wilayah Indonesia,
maka kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang diletakkan di atasnya.
2
B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, timbul beberapa permasalahan yang akan
dibahas dan dipecahkan dalam bab pembahasan. Adapun rumusan masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan hipotik setelah keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah?
2. Bagaimana kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI HIPOTIK
A. Pengertian Hipotek Dasar Hukum Hipotek
Pengertian hipotik dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata
mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas benda-benda
tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang
hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan
belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum perdata,
praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti sesungguhnya
ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang perlu dibahas, walau
demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini dalam agunan kapal laut
dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu diketahui bersama. Oleh sebab
itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka seperti kapal laut dan pesawat
terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan pada term Hipotek Kpaal Laut.
Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang berbeda, masing-masing dari dua term
tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek
yang ada pada kapal laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka (2) dan pasal 49
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Kapal adalah: ”Kendaraan
air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di
bawah permukaan laut, serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak
berpindah-pindah.”
4
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan
bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
1. Tenaga mekanik;
2. Tenaga angin atau ditunda
3. Berdaya dukung dinamis
4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan
5. Alat apung dan bangunan terapung
Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas 20 m3.
perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila
beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia,
sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, mak pembebanannya menggunakan
hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan
atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas 20 m3) diberikan dengan akta
autentik, guna menjamin tagihan hutang“.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:
1. Adanya hak kebendaan;
2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3
3. Kapal tesebut harus yang dibukukan
4. Diberikan dengan akta autentik; dan
5. Menjamin tagihan hutang
Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak boleh
atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah ditentukan
oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan adalah hak untuk
menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak menikmati dan hak
jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak/kreditur hak
didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani
hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse akta yang merupakan
salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik maksudnya adalah
bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka
5
dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk
membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal tersebut
memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur
wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan di
muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan biaya-
biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat
dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai ketentuan itu
diatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal 1178
KUHP )
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai dengan
pasal 1194 KUHP )
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197 KUHP );
d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang
dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)
f. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab
mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221
sampai dengan pasal 1232 KUHP )
2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314 KUHD
berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20
m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan
dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke
atas dapat dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek-
hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu
hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur
tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal.
6
Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:
a. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari perjanjian
perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal itu.
b. Biaya sita lelang
c. Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan
serta biaya pelayaran lainnya.
d. Tagihan karena penubrukan
3. Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda
4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran
Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:
a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;
b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada,
namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur
dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah
mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain mengenai syarat dan tata cara
pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut,
yaitu pemberi hipotek (Hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah
mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke
recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan
suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima
hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder
atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang
7
menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek. Biasanya
yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan non
bank. Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus
memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan
dari segi mengeluarkan surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata.
Objek hipotek yaitu:
1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala
perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan hak usaha
4. Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil
tanah.
5. Bunga seperti semula.
6. Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang
melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut dan
pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya
UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku
lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut
adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap
berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II
KUHP. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang
jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:
1. Benda bergerak;
2. Benda dari orang yang belum dewasa;
3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;
4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya
hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.
8
C. Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun kapal
tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:
1. Kapal yang sudah didaftar; dan
2. Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut
adalah:
1. Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
2. Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang
merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);
3. Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang
yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4. Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);
5. Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan
dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-undangan yang
berlaku.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah
sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan
permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan
nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus
dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Variasi para pihak yang menghadap adalah:
1. Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya);
2. Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;
3. Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur.
9
Syarat bagi pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan
lainnya) yang menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2. Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur
adalah:
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;
2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan
3. Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;
2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
3. Perjanjian kredit.
Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:
1. Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka
atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang
yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal
memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya.
Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut.
Latar belakang adanya surat kuasa ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya
secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk
kepentingannya.
2. Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama
Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut.
Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar
pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta
10
pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang
ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah:
a. Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK
maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaannya,
dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal
tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-
peraturan dari negara bendera;
b. Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c. Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:
a. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan yang
dinilai sama dengan itu;
b. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992 tentang
pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
a. Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;
b. Bukti kepemilikan kapal;
c. Identitas pemilik;
d. Surat ukur (sementara atau tetap);
e. Bukti pelunasan BBN;
f. Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar negeri
(Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).
Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat
pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut akta
11
kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan pencatat nama
kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal. Penomoran dilakukan secara
berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan urutan penanda tangan sampai
dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu
salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk
pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat
ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah
tanda pendaftaran dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula
sebagai bukti hak milik kapal (BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli,
surat keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun
sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:
1996 : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran
Ba : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran
13 : Nomor pendaftaran
L : Kategori kapal.
L : Untnuk kapal laut
N : Untuk kapal nelayan
P : Untuk kapal pedalaman
Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik dalam
negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama merupakan
akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru. Pejabat yang
berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar dan pencatat
balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:
a. Asli grosse akta pendaftaran;
b. Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta hibah, dll);
c. Identitas pemilik;
d. Surat ukur;
e. Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).
12
Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2 (dua)
macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal. Minut akta balik
nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar dan pencatat balik
nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh pegawai pembantu
untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada
pemilik kapal.
3. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik
kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah
ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian kredit
adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya, dan
jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk standar
(form) atau yang sudah dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku
adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang
masih akan dibuat, yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih
dahulu”. Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa
dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk
menerima atau menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan
perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman
mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi
perjanjian.
c. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d. Bentuk tertentu (tertulis).
e. Dipersiapkan secara masal dan kolektif.
13
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian
yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya
hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya
perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak,
maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena debitur tidak menandatangani perjanjian
tersebut. Dalam praktiknya, seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya
menandatangani perjanjian tersebut tanpa dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru
dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya,
karena kreditur tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi
ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga
sebesar 50% dari besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang
yang harus dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa
penerapan denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan
dan diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak
pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus membayar pokok,
bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu:
1. Perjanjian baku sepihak;
2. Perjanjian baku timbal balik;
3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.
D. SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT
Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian
pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk
mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian accessoir merupakan
perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal laut merupakan perjanjian
accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian hipotek kapal ini adalah tergantung
pada perjanjian pokoknya
14
E. Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek
Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah timbul
akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah
pihak.
1. Hak pemberi hipotek:
a. Tetap menguasai bendanya;
b. Mempergunakan bendanya;
c. Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek;
d. Berhak menerima uang pinjaman.
2. Kewajiban pemegang hipotek:
a. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;
b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok
pinjaman dan bunga;
3. Hak pemegan hipotek:
a. Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika
debitur wanprestasi;
b. Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan
berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.
F. Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut
Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi
perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik kapal)
dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat digolongkan
menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah, dan jangka panjang
(UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang perbankan).
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang
jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah kapal atau
15
biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih
kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.
G. Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal
laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya
hipotek karena 3 hal, yaitu:
1. Hapusnya perikatan pokok;
2. Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek
menurut ketentuan ini adalah karena:
1. Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;
2. Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;
3. Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;
4. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya
kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;
5. Karena percampuran.
H. Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit oleh
debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga keuangan
nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada pejabat
pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek tersebut.
Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar dan pencatat
baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka
tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang
16
berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan
grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan roya adalah:
1. Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan
2. Membuat catatan roya pada daftar induk
17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hipotik Setelah Keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
Sebelumnya, pengaturan mengenai hipotik atau di undang-undang disebutkan
dengan hypotheek ini berada di Pasal 57 UU No. 5 Tahun 1960. Adapun bunyi dari
Pasal UU No. 5 Tahun 1960 adalah sebagai berikut:
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam
pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-
ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam
Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan
Staatsblad 1937 No. 190.
Pasca dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, terdapat
perubahan mendasar dalam pengaturan hipotik.1
Dalam pasal 24 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan ditetapkan
ketentuan sebagai berikut:
Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini,
yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau Credietverband
berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria diakui, dan selanjutnya
berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini
sampai dengan berakhirnya hak tersebut.
Adapun untuk hipotik dan credietverband sebagai dimaksud di dalam Pasal 24 ayat 1
sebagaimana disebut di atas, menurut Pasal 24 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,
pelaksanaan ekskusi dan pencoretan dapat menggunakan ketentuan yang ada di
1 Satrio,J, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Hal. 303
18
dalam Pasal 20 dan Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, setelah Buku Tanah
dan Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Perihal dapat atau tidaknya pelaksanaan ekskusi hipotik menurut UU No. 4 Tahun 1996
dapat diperoleh dari Pasal 26 undang-undang ini yang berbunyi sebagai berikut:
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,
dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai
eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini,
berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
Dengan demikian,berarti kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi hipotik,
setelah diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah.
B. Kedudukan Hukum Bagi Hipotik Kapal
Salah satu bentuk dari jaminan hipotik di Indonesia adalah hipotik atas kapal
laut. Keberadaan jaminan hipotik ini sangat membantu perusahaan perkapalan dalam
memenuhi dan menjalankan modal kerjanya agar dapat menyelenggarakan kegiatan
operasionalnya.Tentunya, hipotik atas kapal laut ini akan melibatkan dua pihak. Dua
pihak itu adalah perusahaan perkapalan sebagai debitur dan lembaga perbankan,
seperti bank, sebagai kreditur. Hubungan hukum antara perusahaan perkapalan dan
lembaga perbankan, dalam hal ini adalah bank, perlu ditetapkan suatu ketentuan
hukum. Dengan adanya ketentuan hukum, maka terdapat aturan baku dalam
melaksanakan perbuatan hukum di antara kedua belah pihak.2
Pada tanggal 7 Mei 2008 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 17 tahun
2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-64 diatur mengenai hipotik kapal, namun
2 Giovani, Grace, 2008, Hipotik Kapal, http://notarisgracegiovani.com di unduh pada tanggal 13 November 2013 pukul 15.30
19
peraturan pelaksananya belum dibuat. Mengenai Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat
3. Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat dibebankan pada kapal-kapal yang
dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembuatan. Adapun bunyi dari
Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ini adalah:
Atas kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembukuan,
dan andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal dalam pembuatan itu dapat
diletakkan hipotik.3
Pada asasnya berdasarkan ketentuan Pasal 510 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang berbunyi sebagai berikut:4
Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat
pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri, terlepas dari benda-benda
sejenis itu merupakan benda bergerak
Pengecualian bagi kapal-kapal yang terdaftar, statusnya bukanlah benda
bergerak, karena menurut ketentuan pasal 314 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, kapal-kapal yang didaftarkan dalam register kapal adalah kapal yang memiliki
bobot isi kotor minimal 20 m³. Dengan demikian kapal dengan kondisi seperti ini
dikategorikan sebagai benda tidak bergerak dan jika dijaminkan, lembaga yang
digunakan adalah Hipotik. Sedangkan untuk kapal-kapal yang tidak terdaftar
menggunakan lembaga jaminan gadai atau fidusia, karena merupakan benda
bergerak.5
Langkah-Langkah dalam Pendaftaran hipotik kapal laut
3 Subekti dan Tjitrosudibio, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, cetakan ke-31, Jakarta: PT Pradnya Paramita, Hal. 944 Subekti dan Tjitrosudibio,1999, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-29, Jakarta: PT Pradnya Paramita, Hal. 159-1605 Giovani, Grace, 2008, Hipotik Kapal, http://notarisgracegiovani.com diunduh pada tanggal 13 November 2013 pada pukul 15.39
20
Langkah-langkah dalam pendaftaran hipotik kapal laut adalah sebagai berikut:
1. Debitur mengikatkan diri dengan Kreditur (bank/lembaga pembiayaan) dalam suatu
Perjanjian Kredit dengan menyatakan menyerahkan kapal sebagai hipotik sebagai
jaminan pelunasan hutangnya.
2. Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur nersama debitur atau bank
sendiri berdasarkan Surat Kuasa memasang Hipotik menghadap Pejabat Pendaftar
Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik Kapal.
Adapun dokumen yang diperlukan:
Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai penjaminan;
Grosse Akta Pendaftaran Kapal;
Surat Kuasa Memasang Hipotik.
3. Akta Hipotik didafatarkan dalam buku daftar. Saat selesainya pendafataran maka hak
Pemegang Hipotik lahir.
Tingkatan hipotik dimungkinkan dan diurutkan berdasarkan hari pembukuan.
Apabila dibukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat yang sama. Dengan
lahirnya hak hipotik, pemegang hipotik berhak untuk melaksanakan haknya atas
kapal itu, di tangan siapapun kapal itu berada. Apabila hutang sudah lunas, maka
dilakukan roya/pencoretan hipotik di syahbandar dengan membawa dokumen:
surat permohonan roya;
surat tanda lunas dari kreditur;
grosse akta pendaftaran hipotik; dan
grosse akta pendaftaran kapal.
Dalam hal perusahaan perkapalan (shipping company) sebagai debitur gagal
mengembalikan pembiayaan yang diterimanya kepada bank, ketentuan saat ini yang
mengatur tentang eksekusi kapal laut adalah:
1. Pasal 224 HIR berkaitan dengan hipotek pada umumnya mengatur bahwa gross
atau copy pertama yang otentik dari akte hipotek mempunyai status yang sama
dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga pihak
21
pemegang hipotek dapat meminta bantuan pengadilan untuk melakukan eksekusi
atas obyek hipotek;
2. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku untuk hipotek atas
kapal laut disebutkan bahwa pemegang hipotek dapat melakukan penjualan
sendiri atas obyek hipotek yang prosedurnya dilakukan dengan cara lelang umum.
Berdasarkan hal-hal diatas dapat dikatakan bahwa sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku saat ini, secara hukum penjualan atas kapal laut yang menjadi
obyek hipotek tidak terlalu sulit, akan tetapi mendapatkan harga yang sesuai dengan
nilai penjaminannya merupakan hal yang relatif sulit dilakukan sehingga butuhkan
adanyaprice stability untuk jual beli kapal.
Terkait dengan kewenangan untuk mengambil alih kapal sebagai agunan, khusus
untuk perbankan dalam kaitannya dengan penentuan kualitas aktiva terdapat
pembatasan waktu kepemilikan atas agunan yang diambil alih. Selain itu, bank juga
harus melakukan penilaian kembali atas agunan yang diambil alih untuk
menetapkan net realizable value dari agunan dimaksud yang dilakukan pada saat
pengambilalihan agunan.
Dalam pengambilalihan agunan ini, bank akan mengeluarkan biaya
pengambilalihan dan pemeliharaan agunan yang diambil alih, dan oleh karena itu
kiranya diperlukan mekanisme yang dapat mempercepat penjualan agunan.
Bagi bank sebagai kreditur, semakin lama jangka waktu pemilikan atas agunan
yang diambil alih akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan terkait
dengan biaya pemeliharaan agunan. Selain itu, dapat pula berpengaruh pada kinerja
bank karenaakan menurunkan kualitas aktiva produktif bank dan terjadinya peningkatan
pencadangan yang harus dibentuk oleh bank.
22
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mendorong bank agar segera menjual
agunan yang diambil alih, karena bank sebagai institusi keuangan yang memiliki fungsi
intermediasi seyogianya tidak memiliki agunan yang diambil alih.
Adapun apabila dalam perjalanannya, kapal laut yang dijadikan jaminan hipotik
musnah, pastinya akan menimbulkan suatu akibat hukum. Pasal 1209 KUH Perdata
mengatur bahwa hapusnya hipotek disebabkan karena:
a) hapusnya perikatan pokoknya;
b) pelepasan hipotek oleh si berpiutang; dan
c) karena penetapan hakim.
Hal ini berarti bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, musnahnya kapal
yang menjadi obyek hipotek tidak termasuk dalam hal yang menyebabkan hapusnya
hipotek. Oleh karena tidak ada pengaturan yang jelas mengenai akibat hukum dari
musnahnya kapal laut yang menjadi obyek hipotek, hal tersebut tentunya dikembalikan
pada kesepakatan antara debitur dengan kreditur pada perjanjian hipotek (sebagai
perjanjian accesoir) atau perjanjian kredit (sebagai perjanjian pokok). Apabila dalam
perjanjian tersebut diatur mengenai akibat hukum dari musnahnya kapal, maka dapat
pula diatur mengenai asuransi atas musnahnya kapal sebagai jaminan terhadap
pembayaran utang debitur.
BAB IV
23
KESIMPULAN
Jaminan hipotik adalah kapal termasuk dengan segala alat perlengkapannya
karena merupakan satu kesatuan dengan benda pokoknya (asas accesie/perlekatan),
sebagai contoh: sekoci, rantai, jangkar.
Sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi hipotik, setelah
diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.
Kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut telah diundangkan Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-64 diatur
mengenai hipotik kapal, namun peraturan pelaksananya belum dibuat. Mengenai
Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur
tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat 3. Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat
dibebankan pada kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam
pembuatan.
Daftar Pustaka
24
Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ginting, ramlan. Tinjauan Terhadap RUU tentang Hipotek Kapal. Buletin Hukum
Perbankan dan Kebanksentralan, 6 (2) : 26-34.
Giovani, Grace. 2008. Hipotik Kapal. http://notarisgracegiovani.com [13 November
2013]
Satrio, J. 1998. Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Subekti dan Tjitrosudibio. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan
Undang-Undang Kepailitan. Cetakan ke-31.Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Subekti dan Tjitrosudibio. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan
ke-29. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
25