Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUKUM MENIKAHI SEPUPU MENURUT ADAT SUKU BUTON DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI KAMPUNG KAYUMERAH
KABUPATEN FAKFAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
MUHAMMAD SYARIFUDDIN
105260015115
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H / 2020 M
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT. Atas
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW. juga
kepada keluarga-Nya, para sahabat-Nya, dan semoga sampai kepada kita
sekalian yang tetap istiqamah di jalan-Nya dalam mengarungi bahtera
kehidupan ini hingga akhir.
Skripsi ini berjudul “Hukum Menikahi Sepupu Menurut Adat Suku
Buton Dalam Perspektif Hukum Islam Di Kampung Kayumerah
Kabupaten Fakfak.” yang di jadikan sebagai syarat memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun sistimatika penulisan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka
penulis senantiasa menerima kritikan dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan pripsi ini.
Sejak penyusunan skripsi ini penulis menemui banyak hambatan.
Namun akhirnya dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim SE,MM, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makasar Sulawesi Selatan.
2. Syaikh Dr.(HC) Muhammad Muhammad Thayyib Khoory Donatur
AMCF beserta jajarannya yang berada di Jakarta.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I. Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. H. Lukman Abd Shamad, Lc. Mudir Ma‟had Al-Birr Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Dr.M.Ilham Muchtar, Lc, MA., Ketua Prodi Ahwal Syakhsiyah
Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Dr. M. Yusri Arsyad, Lc., MA. Dan Dr. M. Ali Bakri, M.Pd selaku
pembimbing pertama dan kedua yang senantiasa sabar dalam
mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Para dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas
segala bimbingan dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama
di bangku perkuliahan, semoga menjadi amal jariyah yang diterima
Allah Subhanahu wa Ta‟ala
8. Kepada seluruh teman-teman di Mahad Al-Birr khususnya di
jurusan Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam terkhusus teman-
teman angkatan 2015 dan segenap pengurus HimaprodiAhwal
Syakhshiyah periode 2017-2018 yang telah bersama-sama
menjalani perkuliahan dengan suka dan duka.
9. Teman-teman sepermainan dan seperjuangan yang sesama
perantau terutama para rekan remaja masjid Al Ikhlas Griya Fajar
Masyang telah banyak membantu serta menghibur di kala susah
maupun senang, semoga Allah memberkahi.
10. Teristimewa penulis haturkan ucapan terimakasih kepada
ayahanda, ibunda, serta saudara-saudara dan seluruh anggota
keluarga besarku atas segala kesabaran dan ketabahan dalam
mendidik, serta memotivasi, iringan do‟a dan pengorbanannya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat adanya baik terhadap penulis, para pembaca, Agama,
Bangsa dan Negara.
Makassar, 04Dzulhijah 1440 H
05Agustus 2019 M
Penulis
Muhammad
syarifuddin
DAFTAR ISI
SAMPUL ....................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Pengertian Menikah ........................................................................... 8
B. Anjuran Menikah ................................................................................ 9
C. Hikmah Menikah ................................................................................ 14
D. Hukum Menikah ................................................................................. 16
E. Rukun-Rukun Nikah ........................................................................... 19
F. Syarat Sah Pernikahan ...................................................................... 22
G. Wanita-Wanita Yang Haram Dinikahi ................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................. 28
B. Sumber Data ...................................................................................... 28
C. Lokasi Penelitian ................................................................................ 29
D. Instrumen Penelitian .......................................................................... 29
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 30
F. Teknik Analisa Data ......................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Profil Kampung Kayu merah .............................................................. 32
B. Pandangan Masyarakat Tentang Pernikahan Antara Saudara
Sepupu .............................................................................................. 35
C. Pernikahan Antara Saudara Sepupu Perspektif Hukum Islam ............ 40
D. Pengarauh Pernikahan Antara Saudara Sepupu Dalam Kehidupan
Bermasyarakat ................................................................................... 45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 50
B. Saran ................................................................................................ 51
C. Lampiran ............................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55
ABSTRAK
Muhammad Syarifuddin, Nim 105260015115. “Hukum Menikahi
Sepupu Menurut Adat Suku Buton Dalam Perspektif Hukum Islam Di
Kampung Kayumerah Kabupaten Fakfak.” (Dibimbing oleh Yusri M.
Arsyad dan M. Ali Bakri).
Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi adanya perbedaan antara
nilai-nilai agama dan nilai-nilai adat masyarakat suku Buton kampung
Kayu Merah tentang pernikahan antara saudara sepupu. Masyarakat suku
Buton kampung Kayu Merah melarang pernikahan antara saudara sepupu
yang mana hal itu dibolehkan dalam hukum Islam. Maka penulis
melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang
hukum menikahi sepupu baik dari sudut pandang adat istiadat masyarakat
setempat maupun dari sudut pandang hukum Islam.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif, karena penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alamiah apa
adanya agar menghasilkan data deskriptif berupa sumber-sumber tertulis
yang memiliki kaitan dengan pernikahan antara saudara sepupu dalam
Islam, dan tidak tertulis yaitu masyarakat desa setempat.
Hasil penelitian yaitu, 1). Masyarakat suku Buton kampung Kayu
Merah kabupaten Fakfak menganggap pernikahan antara saudara sepupu
sebagai sesuatu yang dilarang karena faktor hubungan darah dan
kekerabatan. 2). Tinjauan hukum Islam membolehkan pernikahan antara
saudara sepupu karena sepupu bukan termasuk mahram (wanita-wanita
yang haram dinikahi).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segala puji bagi Allah Subhana wa Ta‟ala yang telah menciptakan
manusia berpasang-pasangan dari jenis laki-laki dan perempuan. Allah
menciptakan manusia dengan menyisipkan dalam dirinya hawa nafsu
terhadap lawan jenis dan hasrat untuk melakukan hubungan biologis.
Olehnya itu Allah mensyariatkan pernikahan bagi hamba-hamba-Nya,
sebagai wadah birahi manusia yang halal. Sehingga pernikahan
merupakan pintu yang menghalalkan hubungan antara lawan jenis (laki-
laki dan perempuan).
Pernikahan adalah gerbang menuju kehidupan berumah tangga
dan setiap orang menginginkan rumah tangga yang harmonis, bahagia
dan penuh kasih sayang. Untuk mewujudkan itu dibutuhkan benteng yang
kokoh berupa agama. Islam adalah agama yang sempurnah mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia termasuk masalah menikah dan
berumah tangga. Dengan demikian, mengutamakan dan menanamkan
nilai-nilai islam dalam pernikahan dan berumah tangga adalah jalan untuk
mencapai kehidupan berumah tangga yang harmonis.
Perintah untuk menikah terdapat dalam banyak nash Al-Qur‟an dan
hadits Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam dan seluruh umat Islam telah
mencapai kesepakatan bahwa menikah adalah syariat yang ditetapkan
dalam agama Islam. Bahkan syariat pernikahan telah ada sejak zaman
1
Nabi Adam „Alaihissalam, dan tetap terus dijalankan oleh umat manusia,
meski mereka banyak yang mengingkari agama. Allah Subhana wa
Ta‟ala berfirman dalam Qur‟an surah Ar-Ra‟d ayat 38:
ا وذريةا ولقد أرسلنا رسلا من ق بلك وجعلنا لم أزواجا
Terjemahnya:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepadda mereka istri-istri dan keturunan”.1
Allah Subhana wa Ta‟ala juga berfirman dalam Qur‟an surah An-Nur ayat
32:
فضلو نكحوا اليمى منكم والصالين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم الل من وأ
واسع عليم والل
Terjemahnya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karuni-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya, Maha Mengetahui)”.2
Adapun dalam hadits maka Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam
memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang
tidak mau menikah. Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu „anhu berkata:
“Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk
1Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, (Bandung : Cordoba, 2018), H. 254.
2Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 354
menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras”. Beliau
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
ت زوجوا الودود الولود، إن مكاثر النبياء ي وم القيامة
Artinya:
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan para Nabi pada hari kiamat”.3
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam juga mengingkari tiga orang
sahabat yang salah satu diantara mereka berniat untuk menjauhi wanita
dan tidak menikah agar bisa fokus untuk meningkatkan ibadah kepada
Allah. Maka Beliau shallallahu „alaihi wa sallam keluar menemui mereka
seraya bersabda:
وأفطر، وأصلي أن تم الذين ق لتم كذا وكذا، أما والل إن لخشاكم لل وأت قاكم لو، لكن أصوم
وأرقد، وأت زوج النساء، فمن رغب عن سنت ف ليس من
Artinya:
“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya diantara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku sholat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, ia tidak termasuk golonganku”.4
3Abu Abdillah Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal Bin Halal Bin Asad As Syaibani,
Musnad Al Imam Ahmad Bin Hanbal, (Muassasah Ar Risalah, 1421 H) Cet 1, Nomor Hadits 12613, H.63.
4Muhammad Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ju‟fi, Shahih Bukhari, Jilid 7
(Damasykus : Daru Thuqu An-Najah, 1422 H), Cet. 1, Nomor Hadits 5063, H 2.
Sebelum islam masuk di Indonesia masyarakat telah memiliki
tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar kuat dan diwarisi secara
turun temurun dari nenek moyang. Setiap masyarakat mempunyai tradisi
turun-temurun yang selalu dilakukan dalam kehidupan, meskipun kadang-
kadang tidak semua masyarakat mengerti tentang apa yang dilakukan
nenek moyangnya. Pada sisi lain, tidak semua nilai-nilai tradisi yang turun
temurun pada masyarakat sejalan dengan kehidupan beragama. Nilai-nilai
budaya dan adat istiadat tersebut jika dilihat dari kaca mata Islam maka
akan kita dapati sebagian dari amal atau praktek budayanya bertentangan
dengan prinsip-prinsip keislaman, contohnya adalah masalah pernikahan
antara saudara sepupu.
Dalam pandangan hukum Islam, pernikahan antara saudara
sepupu adalah sesuatu yang dibolehkan, hal ini sebagaimana yang
terkandung dalam Firman Allah Subhana wa Ta‟ala pada Qur‟an surah Al-
Ahzab ayat 50:
ي أي ها النب إن أ ت آت يت أجورىن وما ملكت يينك ما أفاء الل حللنا لك أزواجك الل
ت ىاجرن معك ك وب نات عماتك وب نات خالك وب نات خالتك الل عليك وب نات عم
نكحها خالصةا لك من دون مؤمنةا إن وىبت وامرأةا ن فسها للنب إن أراد النب أن يست
ك حرج المؤمنين قد علمنا ما ف رضنا عليهم ف أزواجهم وما ملكت أيان هم لكيل يكون علي
غفوراا اوكان الل رحيما
Terjemahnya:
Wahai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 5
Ayat diatas dengan sangat jelas membolehkan pernikahan antara
saudara sepupu. Sepupu boleh dinikahi karena bukan termasuk mahram
(wanita-wanita yang haram dinikahi). Dalam Islam wanita-wanita yang
haram dinikahi disebutkan dalam Qur‟an surah An-Nisa ayat 23:
. ول ت نكحوا ما نكح آبؤكم من النساء إل ما قد سلف إنو كان فاحشةا ومقتاا وساء سبي لا
خت ل حرمت عليكم أمهاتكم وب ناتكم وأخواتكم وعماتكم وخالتكم وب نات الخ وب نات ا
ت ت أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأمهات نسائكم وربئبكم الل ف وأمهاتكم الل
ت دخلتم بن فإن ل تكونوا دخلتم بن فل جناح عل يكم وحلئل حجوركم من نسائكم الل
اأب نائكم الذين من أصلبكم وأن تمعوا ب ين الخت ين إل ما قد سلف إن الل كان غفوراا رحيما
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anak perempuanmu; saudara-saudara perempuanmu; saudara-saudara bapakmu yang perempuan (bibi); saudara-saudara ibumu yang
5 Qur’an Cordoba, Al Hufaz, H. 424.
perempuan (bibi); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (keponakan); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan (keponakan); ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak isterimu yang berada dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa: 22-23)6
Ayat-ayat diatas merupakan hujjah yang sangat terang akan
bolehnya menikahi sepupu. Pernikahan antara saudara sepupu juga
pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam. Syaikh
Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam kitabnya Shirah Nabawiyah
menyebutkan bahwa diantara istri-istri Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam adalah Zainab binti Jahsy bin Rayyab. Dia berasal dari Bani
Asad bin Khuzaimah dan Putri bibi Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam sendiri. Sebelumnya dia adalah istri Zaid bin Haritsah.
Setelah Zaid menceraikannya maka Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam menikahinya pada bulan Sya‟ban 6 H.7
Namun kebiasaan yang terjadi pada suku Buton di Kampung
Kayu Merah Kab. Fakfak justru melarang pernikahan antara saudara
sepupu. Hal ini berbanding terbalik antara hukum Islam yang
sebenarnya dengan apa yang dipahami dan diamalkan oleh
masyarakat Kayu Merah. Atas dasar Inilah yang mendorong penulis
6 Qur’an Cordoba, Al Hufaz, H. 81. 7Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta Timur: Pustaka Al
Kautsar, 2013), Cet. 39, H 579.
tertarik untuk meneliti secara ilmiah permasalahan yang berkaitan
tentang “Hukum Menikahi Sepupu Menurut Adat Suku Buton Dalam
perspektif Hukum Islam di Kampung Kayu Merah Kabupaten Fakfak”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas penulis coba mencermati dan
menemukan permasalahan untuk bahan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan adat suku Buton tentang pernikahan antara
saudara sepupu ?
2. Bagaimana tinjauan syar‟i tentang pernikahan antara saudara sepupu
?
3. Bagaimana pengaruh pernikahan antara saudara sepupu dalam
kehidupan bermasyarakat ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka tujuan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana pandangan adat suku Buton tentang
pernikahan antara saudara sepupu.
2. Mengetahui bagaimana tinjauan syar‟i tentang pernikahan antara
saudara sepupu.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh pernikahan antara saudara sepupu
dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun tentang manfaat penelitian maka, dengan adanya
penelitian ini, peneliti berharap dapat memberi manfaat pada dua aspek
berikut :
1. Dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka peneliti
berharap dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pernikahan antara saudara sepupu dalam pandangan hukum Islam.
2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-
masukan yang positif kepada masyarakat suku Buton kampung Kayu
Merah.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Pengertian Menikah
Dalam kamus Lisanul Arab pernikahan berasal dari kata nakaha
yang artinya (تزوج(bermakna tazawwaja (نكح)
memperistri/mengawini 8 .Adapun menurut Al Azhari asal kata menikah
dalam bahasa Arab adalah al-wath‟u(الوطء) yang artinya bersetubuh.Dan
mereka (orang Arab) menyebut pernikahan dengan kata nikah karena
pernikahan tersebut merupakan sebab bolehnya bersetubuh9.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab
disebut dengan dua kata, yaitu nikah (نكح) dan zawaj (زواج).Secara arti
kata, nikah mempunyai dua pengertian yaitu hubungan kelamin (وطء) dan
akad (عقد)10 .Adanya dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang
terdapat dalam Al-Qur‟an memang mengandung dua arti tersebut.
Sebagaimana yang terkandung dalam firmannya :
ره ا غي فإن طلقها فل تل لو من ب عد حت ت نكح زوجا
Terjemahnya:
8Muhammad Bin Mukrim Bin Ali Abu Al Fadhl Jamaluddin Bin Manzhur Al Anshoriy
Ar Ruafiy Al Afriqiy, Lisanul Arab Jilid 2 (Daru Shodir Bairut 1414 H) Cet 3 H. 625.
9Muhammad Bin Ahmad Bin Al Azhariy Al Harwiy Abu Manshur, Tahzib Lugah, Jilid
4 ( Daruihyai Turats Al Arabiy Bairut 2001 M) Cet 1, H. 103. 10 Wahba azzuhaili, al fiqhu al islami wa adillatuhu, jilid 9 (suriah :Daarul fikr)
Cet 4, H.23
“Maka jika suami menalaknya (sesudah talak dua kali), maka perempuan itu tidak boleh lagi dinikahinya hingga perempuan itu kawin dengan laki-laki lain”.(Q.S. Al-Baqarah: 230)11
Kata nikah pada ayat tersebut memiliki dua makna yaitu al-jima‟
(hubungan badan) dan aqdu tazwij (akad nikah)12.Hal itu karena apabila
wanita tersebut menikah lagi dengan hanya sebatas akad nikah namun
tidak digauli oleh suami barunya sampai dia diceraikan maka dia tidak
halal dinikahi oleh mantan suaminya.Sama halnya apabila dia digauli
tanpa akad nikah maka dia juga tidak halal dinikahi oleh mantan
suaminya.
Sedangkan menurut istilah nikah atau perkawinan adalah akad13
antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang
diatur oleh syari‟at. Dengan akad itu kedua calon akan diperbolehkan
bergaul sebagai suami istri. 14 Menurut UUP RI No. 1 tahun 1974,
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.15
11Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H 36.
12Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Galib Al Amiliy Abu Ja‟far At Thabariy,
Tafsir At Thabariy, Jilid 1 (Daru Hijr Litthaba‟ati Wannasri Wattauzi‟ Wal I‟lan, 1422 H), Cet 1, H 171.
13Akad Adalah Ijab Dari Pihak Wali Perempuan Atau Wakilnya Dan Kabul Dari Pihak
Calon Suami Atau Wakilnya. Lihat Juga Kaelany, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, H. 139.
14Kaelany, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta, Pt. Bumi Aksara,
2000), Cet. 1, H.139.
15Kaelany, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, H.139.
8
B. Anjuran Menikah
Islam adalah agama yang berbanding lurus dengan akal sehat dan
fitrah manusia.Berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan
merupakan fitrah manusia yang lurus dan setiap insan dewasa punya
kecenderungan untuk itu.Oleh karenanya, untuk menjaga kesucian fitrah
itu dan agar manusia tidak terjatuh pada dosa dan perbuatan keji dalam
memenuhi kebutuhan biologisnya maka Islam mensyariatkan pernikahan
dan sangat menganjurkan umatnya untuk menikah. Diantara anjuran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul
Para Nabi dan Rasul adalah manusia pilihan yang memiliki derajat
yang tinggi disisi Allah, mereka terjaga dari dosa dan maksiat, Mereka
tidak terjatuh pada kekeliruan dan kesalahan kecuali karena ada hikmah
yang agung untuk kemaslahatan kaumnya.Meskipun demikian mereka
juga seperti manusia pada umumnya, butuh terhadap makanan dan
minuman, mereka juga menikah dan mempunyai keturunan. Allah
Subhana wa Ta‟ala Berfirman:
ا وذرية ولقد أرسلنا رسل من ق بلك وجعلنا لم أزواجا
Terjemahnya:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.”(Q.S. Ar-Rad: 38).16
16
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 254.
Menikah merupakan salah satu sunnah para Rasul, At-Tirmidzi
meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu „anhu, ia menuturkan bahwa
Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
واك ، والنكاح أربع من س نن المرسلين: الي اء، والت عطر، والس
Artinya: “Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah”.17
Dalam hadits yang lain yang diriwataykan dari Anas bin Malik ra,
bahwa Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
ن يا النساء والطيب، وجعل ق رة عين ف الصلة حبب إل من الد
Artinya:
“Dijadikan aku menyenangi dari dunia; wanita dan wewangian.Dan dijadikan penyejuk mataku pada Sholat.”18
2. Menikah merupakan salah satu sebab dilapangkannya rizki seorang
hamba
17
Muhammad Bin Isa Bin Saurah Bin Musa Bin Dhahhak At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Jilid 3, (Mesir:Musthafa Al-Babi Al-Halabi, 1395 H) Cet 2, Nomor Hadits 1080, H 383.
18Abu Abdirrahman Ahmad Bin Syuaib Bin Ali Al-Khurasani An-Nasa‟i, Sunan An-
Nasa‟i, Jilid 7, (Beirut: Al-Islamiyah,1406 H), Cet 2, Nomor Hadits 3939, H 61.
Masih banyak diantara kita yang enggan menikah karena khawatir
tidak mampu memenuhi kewajiban nafkah.Ini adalah kekeliruan dan
hanya prasangka kita saja karena Allah menjamin kecukupan kepada
orang yang menikah. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan
kemudahan dan jalan keluar dari kemiskinan tersebut. Sebagaimana
Allah Subhana wa Ta‟ala berfirman Qur‟an surah An-Nur Ayat 32:
واسع وأنكحوا اليمى منكم والصالين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم الل من فضلو والل
عليم
Terjemahnya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui”.
19
Bahkan Islam membolehkan kita menikah lebih dari satu
(Berpoligami) selama mampuh berlaku adil.sebagaimana Allah Subhana
wa Ta‟ala Berfirman Qur‟an surah An-Nisa ayat 3:
ا فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث وربع فإن خفتم أل ت عدلوا ف واحدةا أو م
ملكت أيانكم
Terjemahnya:
“Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampuh berlaku adil
19
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 354.
maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki”.20
3. Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam sangat menganjurkan untuk
menikah bagi siapa saja yang telah mampuh melakukannya.
Dari Abdullah bin Mas‟ud ra. Ia menuturkan: “kami bersama Nabi
Shallallahu „Alaihi wa Sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai
sesuatu, lalu Beliau Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda kepada kami:
ت زوج، فإنو أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن ل ي معشر الشباب، من استطاع الباءة ف لي
يستطع ف عليو بلصوم فإنو لو وجاء
Artinya:
“wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya itu lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.Dan barang siapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu perisai baginya.”21
4. Orang yang berniat menikah karena Allah maka Allah pasti akan
menolongnya.
Barangsiapa yang berniat menikah untuk menjaga kesuciannya dan
agar terhindar dari dosa dan kemaksiatan atau agar semakin dekat
dengan Allah. Menjadikan nikah tersebut sebagai salah satu bentuk
ibadah untuk mencari pahala dan ridha Allah Subhana wa Ta‟ala maka
20
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 77.
21Muhammada Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhori Al-Ju‟fi, Shahih Bukhari, Jilid 7,
Nomor. 5066, H.3.
Allah pasti akan menolongnya, memudahkan jalannya untuk menikah. Hal
ini senada dengan Sabda Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam:
، والمكاتب الذ يريد الداء، والناكح الذ يريد ثلثة حق على الل عون هم: المجاىد ف سبيل الل
العفاف
Artinya:
“Tiga golongan yang pasti akan Allah bantu: Orang yang berjihad di jalan Allah Budak Mukatab yang ingin menebus dirinya, dan orang yang menikah untuk menjaga kesucian dirinya.”22
5. Menikah adalah Nisfu ad-Diin (setengah Agama)
Dengan menikah, agama seseorang semakin sempurnah. Dari
Anas bin Malik ra, Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
انو على شطر دينو، ف لي تق الله ف الشطر الباقيمن رزقو الله امرأةا صالةا ف قد أع
Artinya:
“Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang sholehah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya.Karena itu, bertakwalah kepada Allah pada setengah sisanya”.23
Menurut Imam Al-Qurtuby Makna hadits menikah adalah setengah
agama bahwa “Menikah akan melindungi seseorang dari zina. Sementara
menjaga kehormatan dari zina termasuk salah satu yang mendapat
22
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dhahhak at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, jilid 4, Nomor Hadits 1655, H 184.
23Ahmad bin Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakar Al-Baihaqy, Syu‟bul Iman, Jilid 7
(Bombay:Daru Salafiyah, 1423 H), Cet 1, Nomor Hadits 5101, H 341.
jaminan dari Rasulullah shallalahu „alaihi wa sallam dengan surga. 24
Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
يو وما ب ين رجليو ت ين ول النة ما ب ين لي شر اث ن من وقاه الل
Artinya:
“Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya).”25
C. Hikmah Menikah
1. Menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala
2. Mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam, dan
meneladani cara hidup para Rasul.
3. Mengendalikan syahwat dan menjaga pandangan.
4. Memelihara kemaluan dan menjaga kehormatan wanita.
5. Mencegah tersebarnya zina dan maksiat di tengah masyarakat
muslim
6. Memperbanyak keturunan yang akan menjadi kebanggan Nabi
Shallallahu „alaihi wasallam, Ketika berhadapan dengan seluruh
para nabi dan umat-umat mereka.
7. Meraih pahala dari hubungan intim yanga halal.
24
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurtuby, Tafsir Al-Qurtuby, jilid 9 (Qohirah: Darul Kutub Al-Mishriyah, 1384 H) Cet 2, H 327.
25Malik bin Anas bin Malik bin Amir Al-Ashbahy Al-Madany, Almuwattha‟, Jilid 5
(Imaraat: Muassasah Zayad bin Sulthan, 1425 H), Cet 1, Nomor Hadits 3620, H 1437.
8. Menyukai sesuatu yang di sukai oleh Rasulullah Shallallahu
„alaihi wasallam, seperti yang dinyatakan Beliau dari Anas bin
Malik Radiyallahu anhu, Beliau Shallahu „alaihi wasallam
bersabdah:
حبب إل النساء والطيب، وجعلت قرة عين ف الصلة
Artinya:
“Dijadikan aku menyenangi dari dunia kalian, wanita dan wewangian. Dan dijadikan penyejuk mataku pada shalat”26
9. Melahirkan keturunan yang beriman yang membela
kedaulatan orang yang beriman dan memohon kepada
Allah Subhanahu wa Ta‟ala agar mengampuni mereka.
10. Mendapat syafaat anak untuk masuk syurga. Beberapa
sahabat Nabi Shallallahu „alaihi wasallam mendengar
Beliau bersabdah:
ن: ي رب حت يدخل آبؤن فيقولو إنو يقال للولدان يوم القيامة: ادخلوا النة قال:
وأمهاتنا، قال:فيأتون، قال: فيقول الله عز وجل: ما ل أراىم محبنطئين، ادخلوا النة
، قال: فيقولون: ي رب آبؤن قال: فيقول: ادخلوا النة أنتم وآبؤكم
Artinya:
Pada hari kiamat kelak, anak-anak mendapat perintah, „Memasukkan kalian kedalam syurga‟, Mereka berkata, „Wahai Tuhanku, biarlah ayah-ayah dan ibu-ibu kami masuk lebih dulu. Mereka pun
26
Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib Ali al-khurasani an-nasa’i, sunan an-nasai, jilid 7, (Beirut Al-Islamiyah, 1986), cet 2, nomor hadits 3939, H 61.
datang lalu Allah Subhanahu wa Ta‟ala Berfirman: “mengapa Aku melihat mereka enggan masuk syurga”, Mereka berkata: Wahai Tuhanku, biarlah ayah-ayah dan ibu-ibu kami masuk lebih dulu, Allah Subhanahu wa Ta‟ala Berfirman: “Masuklah kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian”.27
11. Pernikahan memberi ketenangan, melahirkn cinta dan
kasih sayang diantara pasangan suami istri .Dan masih
banyak lagi manfaat yang timbul dari pernikahan yang
hanya diketahui Allah Subhanahu wa Ta‟ala.28
D. Hukum Menikah
Menikah merupakan syari‟at Islam, Namun mengenai hukumnya,
maka menikah memiliki beberapa penentapan hukum yang berbeda-beda
sesuai dengan keadaan seseorang diantaranya:
a. Wajib
Menikah itu menjadi wajib hukumnya bagi orang yang mampu
melakukan persetubuhan dan khawatir akan dirinya terjatuh ke dalam
perbuatan dosa besar jika tidak menikah. 29 Hal ini didasarkan pada
pemikiran hukum bahwaa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak
berbuat yang terlarang jika penjagaan diri itu wajib, maka hukum
melakukan pernikahan itupun wajib sesuai dengan kaidah:
ما ل يتم الواجب إل بو فهو واجب
27
Abu Abdillah Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Asad Asyaibani, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, jilid 28, (Muassasah Arrisalah 2001 M), Cet 1, H. 174.
28Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunnah Untuk Wanita, (Jakarta Timur: Al
I‟tishom Cahaya Umat 2010 M), Cet 4, H. 601.
29Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, jilid 4 (Jakarta Timur:
Darus Sunnah Press, 2016 M), Cet 1, H 9-10.
Artinya:
“Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya maka, sesuatu itu hukumnya wajib juga”.30
Kaidah lain mengatakan:
للوسائل حكم المقاصدArtinya:
“Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju”.31 b. Sunnah
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak menikah tidak
dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan
bagi orang tersebut adalah sunnah. Alasan menetapkan hukum sunnah itu
adalah dari anjuran al-Qur‟an seperti tersebut dalam surat an-Nur ayat 32:
من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم الل من فضلو وأنكحوا اليمى منكم والصالين
واسع عليم والل
Terjemahnya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui”. (Q.S An-Nur : 32).32
30
Muhammad Musthafa Az-Zahily, Al-Wajiz fi Ushulul Fiqh Al- Islamy, Jilid 1 (Damasykus: Darul Khair, 1427 H) Cet 2, H 328.
31Muhammad bin Husain bin Hasan, Ma‟alimu Ushulul Fiqh „Inda Ahlis Sunnati Wal
Jama‟ah, Jilid 1 (Daru Ibnu Zaujy 1427 H), Cet 5, H 297.
32Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 354.
Ayat diatas adalah anjuran menikah yang bersumber dari Al-
Qur‟an, Adapun anjuran dalam hadits nabi Shallallahu „alaihi wasallam
adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim
dari sahabat Abdullah bin mas‟ud Rhadiyallahu „anhu:
ت زوج، فإنو أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن ل ي معشر الشباب، من استطاع الباءة ف لي
يستطع ف عليو بلصوم فإنو لو وجاء
Artinya:
“wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya itu lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.Dan barang siapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu perisai baginya.”33
Ayat dan hadist tersebut menerangkan sikap agama Islam terhadap
pernikahan. Baik ayat al-Qur‟an maupun as-Sunnah tersebut berbentuk
perintah, tetapi berdasarkan qorinah-qorinah yang ada, perintah nabi tidak
memfaedahkan hukum wajib tetapi hukum sunnah saja.34
c. Haram
Menikah menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak mampu
melakukan persetubuhan dan tidak mampu memberikan nafkah kepada
33
Muhammada Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhori Al-Ju‟fi, Shahih Bukhara, Jilid 7, (Damaskus: Daru Thuqu An-Najah, 1422 H), Cet 1, Nomor. 5066, H.3.
34Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, Jilid 1, (Jakarta Timur: Prenada Media,
2003) Cet. 1, H. 19.
istrinya.Yaitu tidak ada kemampuan melakukan persetubuhan dan
keinginan melakukannya.35
Termasuk juga hukumnya haram bila seseorang menikah dengan
maksud untuk menelantarkan orang lain masalah wanita yang dinikahi itu
tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat menikah dengan orang
lain.36
d. Makruh
Menikah itu hukumnya makruh bagi orang yang tidak membuatnya
bahaya bila ia tidak memiliki istri. Maka baginya menyibukkan diri dengan
ketaatan melakukan ibadah atau dengan menuntut ilmu lebih utama.37
e. Mubah
Menikah itu hukumnya mubah bagi orang-orang yang padadasrnya
belum ada dorongan untuk menikah dan pernikahan itu tidak akan
mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapapun.38
E. Rukun-Rukun Nikah
Rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam
35
Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Jilid 4, H. 10.
36Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, H. 21.
37Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Jilid 4, H. 10.
38Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Jilid 1, (Jakarta Timur: Prenada Media,
2003), Cet. 1, H. 80.
rangkaian perkerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu dan
takbiratul ihram untuk sholat.39 Adapun rukun pernikahan maka, Jumhur
ulama telah sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas:
a. Adanya calon suami dan istri
b. Adanya wali, para wali adalah mereka yang berhak
menikahkan.Mereka adalah ayah, lalu kakek, kemudian saudara
lelaki, lalu anak-anak lelaki mereka (keponakan),kemudian saudara
lelaki dari ayah (paman), lalu anak–anak lelaki mereka (sepupu).40
Dan pernikahan tidak sah tanpa wali sebagaimana Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
ل نكاح إل بولي Artinya:
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan keberadaan wali”.41
Adapun syarat-syarat wali ada 5: Islam, Lelaki, Berakal, Baligh,
Merdeka
c. Adanya dua orang saksi42
Allah Subhana wa Ta‟ala berfirman :
فأمسكوىن بعروفي أو فارقوىن بعروفي وأشهدوا ذو عدلي منكم وأقيموا الشهادة فإذا ب لغن أجلهن لل
39
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, H.45. Lihat Juga Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) Cet. 1 H. 9.
40Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah,jilid 4, H.128.
41Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dhahhak at-Tirmidzi, Sunan at-
Tirmidzi, jilid 3, Nomor Hadits 1101, H 399.
42Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, jilid 4, H. 130-131.
Terjemahnya:
Maka apabila mereka telah mendekati masa idahnya, rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakan kesaksian itu karena Allah”.(Q.S At-Talaq: 2).43
Syarat –sayarat saksi: Saksi paling kurang berjumlah dua orang,
Beragama Islam, Menderka, Kedua saksi itu adalah laki-laki, Kedua saksi
itu bersifat adil (tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu
melakukan dosa kecil serta tetap menjaga muruah), Kedua saksi itu dapat
melihat dan mendengar.44
d. Akad nikah
Akad nikah seperti akad-akad lainnya yang didasari keinginan dari
kedua belah pihak dengan ridho atas akad yang akan dilakukan. Namun
keinginan dan keridhoan itu termasyuk perkara-perkara yang tersembunyi
yang tidak diketahui oleh orang lain, maka wajib bagi setiap pasangan
untuk mengungkapkan sesuatu yang menunjukan atas keridhoan dengan
akad tersebut.
Ungkapan-ungkapan yang menyempurnakan akad dan menjadi
bukti atas keridhoan kedua belah pihak dinamakan ijab dan kabul. Ijab
adalah ucapan yang berasal dari salah satu pihak yang akan
43
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H.558.
44Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, H. 96-97.
melangsungkan akad untuk mengungkapkan keinginan wanita itu
membina hubungan suami istri. Sedangkan kabul adalah ucapan yang
berasal dari pihak laki-laki untuk menunjukan keridhoan dan
persetujuannya dengan apa yang telah disebutkan dalam akad.45
e. Mahar
Mahar secara etimologi artinya mas kawin. Secara terminologi,
mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai
ketulusan hati calon suami untuk menumbuhkan rasa cinta kasih bagi
seorang istri kepada calon suaminya. 46 Allah Subhana wa Ta‟ala
berfirman:
وآتوا النساء صدقاتن نلةا فإن طب لكم عن شيءي منو ن فساا فكلوه ىنيئاا مريئاا
Terjemahnya:
”Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”. (Q.S. An-Nisa: 4)47
F. Syarat Sah Pernikahan
Syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam
45
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah,jilid 4. H.109.
46Slamet Abiding Dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Cv. Pustaka Setia,
1999), Cet 1, H. 105. Lihat Juga Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, H. 84.
47Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 77.
rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat dalam sholat.Sah yaitu
sesuatu pekerjaan atau ibadah yang memenuhi rukun dan syarat.48
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya
pernikahan.Apabila syarat-syaratnya terpenuhi maka pernikahan itu sah
dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.
Syarat sah pernikahan terdiri dari:
1) Calon mempelai perempuannya halal dinikah oleh laki-laki yang ingin
menjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang
yang haram dinikahi, baik karena haram dinikah untuk sementara
maupun untuk selama-lamanya.
2) Keridhaan Sang Wanita sebelum menikah, Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda:
ول ت نكح البكر حت تستأذن Artinya:
“Dan janganlah engkau menikahkan seorang gadis sampai diizinkannya”.49
3) Disaksikan atau diumumkan, hal ini untuk membedakan antara
pernikahan dan pernikahan. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:
أشيدوا النكاح أشيدوا النكاح، ىذا نكاح ل سفاح Artinya:
48
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, H. 46.
49Muhammada Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhori Al-Ju‟fi, Shahih Bukhara, Jilid 9,
Nomor Hadits 6970, H 25.
“Umumkanlah pernikahan, umumkanlah pernikahan.Ini adalah pernikahan bukan perzinahan.”50
G. Wanita-Wanita Yang Haram Dinikahi
Perempuan-perempuan yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki,
telah Allah sebutkan dalam al-Qur‟an, Allah Subhana wa Ta‟ala berfirman:
.لا ول ت نكحوا ما نكح آبؤكم من النساء إل ما قد سلف إنو كان فاحشةا ومقتاا وساء سبي
اتكم وأخواتكم وعماتكم وخالتكم وب نات الخ وب نات الخت حرمت عليكم أمهاتكم وب ن
ت ت أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأمهات نسائكم وربئبكم الل ف حجوركم وأمهاتكم الل
ت دخلتم بن فإن ل تكونوا دخلتم بن فل جناح عليكم وحلئل أب نائكم من نسائكم الل
االذين من أصلبكم وأن تمعوا ب ين الخت ين إل ما قد سلف إن الل كان غفوراا رحي .ما
ن صنات من النساء إل ما ملكت أيانكم كتاب الل عليكم وأحل لكم ما وراء ذلكم أ والمح
ر مسافحين غوا بموالكم محصنين غي ت ت ب
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.Sungguh, perbuatan itu sangt keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh. Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
50
Sulaiman bin Ahmad Abu Qasim At-Thabrany, Al-Mu‟jamul Kabir, Jilid 22 (Qohirah: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1415 H), Cet 2, Nomor Hadits 529, H 201.
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allal maha pengampun, maha penyayang.Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu.Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina”. (Q.S. An-Nisa : 22-24).51
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa wanita yang haram
dinikahi terbagi menjadi dua bagian:
1. Muharramat muabbad (wanita yang haram dinikahi selama-
lamanya); Mereka adalah wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi oleh
seorang lelaki selama-lamanya dan dalam kondisi bagaimanapun.
Muharramat muabbad terdiri dari tiga golongan, antara lain:
a) Diharamkan karena nasab; Mereka adalah kerabat dekat yang tidak
boleh dinikahi, terdiri dari tujuh golongan antara lain:
1) Ibu, setiap wanita yang memiliki hubungan dengan lelaki karena
melahirkan. (ibu kandung atau nenek).
2) Anak perempuan, setiap anak perempuan yang dinasabkan
kepada seorang lelaki atas sebab kelahiran seperti anak, cucu
dan seterusnya.
3) Saudari, dari setiap jalur nasab.
4) Bibi, yaitu para saudari ayah dan seterusnya termasuk juga bibi
sang ayah dan ibunya.
51
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H.81-82.
5) Bibi, yaitu para saudari ibunya dan ibu ayahnya.
6) Anak perempuan dari saudara dan saudari (keponakan, dari
semua jalur walaupun jalur nasab yang bawah (cucu dan
seterusnya)).
7) Anak perempuan dari saudari (keponakan, dari semua jalur
walaupun jalur nasab yang bawah).
b) Diharamkan karena berbesan yaitu wanita-wanita yang haram dinikahi
karena perkawinan. Mereka adalah:
1) Istri dari ayah.
2) Ibu istri (mertua).
3) Anak tiri (ar- rabibah), jika telah menggauli ibunya
4) Istri dari anak kandung.
c) Wanita-wanita yang diharamkan karena persusuan; Persusuan
merupakan salah satu sebab haramnya seorang laki-laki menikahi
seorang wanita. Hal itu dikarenakan persusuan menjadikan seorang
wanita mahram bagi laki-laki tersebut. Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda:
إن الرضاعة ترم ما يرم من الولدة
Artinya:
“Sesungguhnya susuan menjadikan haram sesuatu yang diharamkan karena kelahiran”.52
52
Muhammada Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhori Al-Ju‟fi, Shahih Bukhara, Jilid 3, Nomor Hadits 2646 , H 170.
Dari sini diketahui, bahwa golongan yang diharamkan karena
persusuan sama dengan golongan yang diharamkan karena nasab,
dengan menjadikan wanita yang menyusuinya itu seperti kedudukan ibu
kandung.53 Wanita-wanita yang haram dinikahi karena persusuan adalah:
1) Wanita yang menyusui dan ibunya (ibu susuan dan ibunya ibu
susuan).
2) Anak-anak perempuan dari wanitan yang menyusuinya (putri ibu
susuannya).
3) Saudari dari wanita yang disusuinya (saudari ibu susuannya).
4) Anak perempuan dari putri wanita yang menyusuinya (putri saudari
susuannya).
5) Ibu seorang lelaki yang istrinya menyusui, yang mana air susunya
keluar karena hamil olehnya (ibu ayah susuannya).
6) Saudari dari suami yang istri menyusui (saudari ayah susuannya).
7) Putri dari anak lelaki ibu yang menyususinya (putri saudaranya
sesusuan).
8) Putri dari suami yang istrinya menyusui, walaupun putrinya itu hasil
pernikahan suaminya dengan wanita lain (anak tiri ibu susuannya).
9) Saudari suami ibu yang menyusui (saudari ayah susuannya).
10) Istri lain dari suami yang istrinya menyusui (istri kedua ayah
susuannya).
53
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah,jilid 4. H. 19.
11) Istri dari seorang anak yang pernah menyusu dari istrinya (istri
anak susuannya).
12) Seandainya yang menyusu itu adalah anak perempuan, maka ia
diharamkan bagi suami wanita yang menyusuinya (ayah
susuannya), saudara lelaki suami wanita yang menyusui dan ayah
dari suami wanita yang menyusuinya, dan seterusnya.
2. Muharramat muakkatan (wanita yang haram dinikahi untuk
sementara waktu); Maka tidak boleh bagi seorang lelaki menikahinya
karena keadaan tertentu, namun jika keadaan itu telah hilang; maka ia
boleh menikahinya. 54 Wanita yang haram dinikahi untuk sementara
waktu adalah:
a) Saudari istri (mengumpulkan dua orang wanita yang bersaudara
dalam satu pernikahan).
b) Bibi istri dari pihak ayah dan ibu (poligami istri dan bibinya).
c) Wanita yang bersuami, atau yang sedang dalam masa iddah, kecuali
tawanan perang dan istri orang kafir yang telah masuk Islam.
d) Wanita yang ditalak tiga kali (talak ba‟in), yang tidak halal bagi
suaminya kecuali menikah secara sah dengan lelaki lainnya.
e) Wanita musyrik hingga ia masuk Islam.
f) Wanita pezina hingga ia bertaubat dan memastikan dirinya tidak hamil
dengan sekali haid.
g) Wanita yang sedang ihrom hingga bertahallul.
h) Poligami padahal sudah beristri empat.
54
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah,jilid 4. H. 13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipakai ialah deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang
sesuatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih.55 Penelitian
deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan sifat-sifat suatu individu,
keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan
antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.56
B. Sumber Data
Data primer, yaitu data yang didapat langsung dari sumbernya,
yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.57 Data ini
diperoleh melalui wawancara dan atau melalui observasi secara langsung.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan
asli yang memuat informasi atau data tersebut. 58 Yang mana data ini
digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari:
55
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Social, Bandung, Pt. Remaja Rosdakarya, 1998, H.35.
56Aminuddin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Cet. III; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.25
57Tatang, M. Amrin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada Ceakant ketiga, 1995), Hal. 133.
58Tatang, M. Amrin, Menyusun Rencana Penelitian, 1995, Hal. 133.
28
literatur, baik buku-buku, dokumen, foto, internet maupun referensi yang
terkait dengan penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian yang akan kami lakukan adalah menyangkut pandangan
masyarakat suku Buton secara umum tentang pernikahan antara saudara
sepupu. Sehingga fokus peneliti lebih kepada sudut pandang masyarakat
suku Buton itu sendiri. Dengan demikian lokasi yang kami pilih adalah
kampung Kayumerah Kabupaten Fakfak dengan mempertimbangkan
biaya dan kemampuan Finansial peneliti. Peneliti memilih kampung
Kayumerah sebagai lokasi penelitian karena Kayumerah merupakan
kampung terbesar di Kabupaten Fakfak yang mana hampir 100%
penduduknya adalah suku Buton yang kental dengan adat istiadatnya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data penelitian. Adapun wujud dari instrumen
penelitian yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data diantaranya
adalah :
Kamera, digunakan sebagai alat dokumentasi gambar-gambar
penelitian atau video recorder.
Alat rekaman, digunakan sebagai perekam data (suara) terutama dari
hasil wawancara atau interview.
Buku catatan, digunakan sebagai tempat mencatat data-data penting,
atau pembuatan agenda-agenda yang akan di laksanakan di lokasi
penelitian.
Alat tulis, digunakan sebagai alat untuk mencatat data atau agenda
penelitian.
Komputer, digunakan sebagai media untuk merampungkan dan
mengelola hasil penelitian mulai dari awal hingga akhir penelitian,
sampai hasil penelitian siap dipertanggung jawabkan.
Dan alat-alat penunjang penelitian lainnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bebera metode diantarnya :
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi di
lapangan yang terkait dengan Hukum Menikahi Sepupu Menurut Adat
Suku Buton dalam Perspektif Hukum Islam di Kampung Kayumerah
Kabupaten Fakfak.
2. Interview atau wawancara, ialah tanya jawab lisan antara dua orang
atau lebih secar langsung.59 Dalam hal ini wawancara dimaksudkan
sebagai Proses Tanya jawab antara peneliti dengan subjek penelitian
atau informan. Wawancara menggunakan seperangkat daftar
pertanyaan yang sudah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan
59Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2004), Hal. 57-58.
rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang akan dijawab
melalaui proses wawancara.
3. Dokumentasi, ialah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.60
F. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi dan bahan-bahan lain, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan penelitian, menyusun ke dalam pola memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.
Untuk menganalisis data dari hasil wawancara dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data, Mereduksi adalah merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting karena data yang
diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Analisis yang dikerjakan peneliti
dalam proses reduksi data ini adalah melakukan pemerikasaan dan
pemilihan dan merangkum terhadap data-data yang diperoleh dari
hasil observasi, wawancara dengan responden.
Tujuan melakukan proses reduksi adalah untuk penghalusan data.
Proses penghalusan data adalah seperti perbaikan kalimat dan kata-
kata yang tidak jelas, memberikan keterangan tambahan, membuang
kata-kata yang tidak penting, termasuk juga menerjemahkan
ungkapan setempat kebahasa Indonesia yang baik dan benar.
60
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,, Hal. 73.
2. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya
adalah mendisplaykan data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hu bungan antar katagori, dan sejenisnya,
namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dalam bentuk teks yang bersifat naratif.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi.
Maka yang menjadi tugas peneliti dalam proses penyajian data
setelah data tersebut diolah adalah menganalisis data, dengan cara
menguraikan permasalahan yang sesuai dengan rumusan masalah
penelitian yang diperoleh di lapangan sesuai dengan realita untuk
dideskripsikan secara kualitatif.
3. Penarikan Kesimpulan, Langkah ketiga yang dilakukan adalah
penarikan kesimpulan. Setelah data dari hasil wawancara, dianalisis
dan menghasilkan data yang valid, maka hasil dari observasi,
wawancara dan, diverifikasikan sesuai dengan rumusan masalah
penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Kampung Kayu merah
Keadaan Umum; Kampung Kayu Merah terletak pada Distrik
Fakfak dengan posisi astronomis 2,47‟-3,05‟ LS dan 132,20‟-132,33‟ BT,
dengan ketinggian 100 m dari permukaan laut. Luas kampung Kayu
Merah adalah 72 Km (7.200 ha) atau sebesar 10,21% dari luas wilayah
Distrik Fakfak Tengah. Adapun batas-batas wilayah kampung Kayu Merah
yaitu sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kramongmongga, sebelah
timur berbatasan dengan kampung Katemba, sebelah selatan berbatasan
dengan kelurahan Sorpeha, Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan
Danaweria.
Keadaan Topografi; Kampung Kayu Merah termasuk dalam
klasifikasi desa lereng yaitu desa/kampung yang berada pada punggung
bukit atau lereng. Secara teknis Kampung Kayu Merah memiliki keadaan
topografi makro relief berbukit, dan relief datar sampai berbukit dengan
kelas kemiringan agak curam (15-30 %) dan panjang lereng > 100 m.
Keadaan Luas dan Jenis Penggunaan Lahan; Luas Wilayah
Kampung Kayu Merah adalah 10.900 ha yang terdiri dari lahan kebun
32
campuran, tegalan, perkebunan, pemukiman/perumahan dan lain-lain.
Luas lahan menurut penggunaan adalah sebagai berikut:
1) Kebun Pala seluas 131 ha (1,82%)
2) Kebun Campuran seluas 28 ha (0,39%)
3) Tegalan / Semak Belukar seluas 60 ha (0,83%)
4) Pekarangan Seluas 43 ha (0,60%)
5) Fasilitas Umum seluas 52 ha (0,72%)
6) Permukiman seluas 113 ha (1,57%)
7) Hutan Adat 6773 ha (94,07%)
Keadaan Agroklimat; Kampung Kayu Merah termasuk dalam tipe
iklim Tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim
kemarau.Musim kemarau terjadi pada bulan juni sampai dengan
September dimana saat itu berhembus angina yang berasal dari Australia
yang mengandung sedikit uap air.Sedangkan musim penghujan terjadi
pada bulan Desember sampai dengan Maret dimana pada saat itu angin
berasal dari Asia dan Samudra Pasifik yang mengandung banyak uap
air.Keadaan tersebut berganti setiap tengah tahun melewati masa
peralihan pada bulan April sampai dengan Mei dan Oktober sampai
November.
Keadaan Demografi; umlah penduduk kampung Kayu Merah
adalah sebanyak 1.370 Jiwa (sebesar 13,37% dari total penduduk di
Distrik Fakfak Tengah 10.242) yang terdiri dari 698 jiwa laki-laki dan 672
jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 268 KK.
Adapun keadaan Sarana dan Prasarana yang ada di kampung
Kayu Merah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Prasarana Transportasi: Jalan Aspal Hotmix yang
menghubungkan kampung Kayu Merah dengan kampung
yang lain adalah sepanjang 0,25 Km, jalan dari kampung ke
Distrik Fakfak Tengah adalah sepanjang 2 Km. Jalan
lingkungan yang telah diperkeras dengan beton sepanjang
5,3 Km.
2) Sarana Transportasi: Kendaraan roda 4 yang melayani di
dari dan ke kampung Kayu Merah berjumlah 30 kendaraan,
kendaraan roda 2 sebanyak 350 buah kendaraan. Selain itu
transportasi laut juga sebanyak 12 buah ketinting (loang
boat) dan motor Jhonson sebanyak 9 buah.
3) Sarana Ekonomi: Kampung Kayu Merah tidak memiliki
sarana ekonomi seperti pasar namun sarana ekonomi yang
ada di kampung kayu merah adalah kios dengan jumlah 160
buah, yang dimiliki oleh beberapa warga untuk menjual
sembako.
4) Sarana Keagamaan: Sarana Keagamaan yang ada di
Kampung Kayu Merah adalah 1 buah masjid, oleh karena
mayoritas penduduk kampung kayu merah beragama islam.
5) Sarana Pendidikan: Sarana Pendidikan yang terdapat di
kampung kayu merah adalah berupa satu unit Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA
Negeri yang berlokasi pada wilayah kampung Kayu Merah.
6) Sarana Kesehatan: Sarana Kesehatan yang ada di kampung
Kayu Merah adalah 1 unit puskesmas pembantu dengan
seorang tenaga medis. Terdapat juga posyandu yang
dikaderi oleh ibu-ibu PKK dan pelaksanaannya sebulan
sekali. Untuk penyakit yang kronis harus berobat ke
Puskesmas Induk atau Rumah Sakit Umum yang ada di Ibu
Kota Kabupaten.
Keadaan Kelembagaan; kelembagaan yang ada di Kampung Kayu
Merah terdiri dari Kelembaan Adat berjumlah 1 (satu) buah dan
memiliki anggota sebanyak 11 orang.Kelembagaan ekonomi seperti
Koperasi Kampung berjumlah 1 (satu) buah.Lembaga usaha
masyarakat seperti kelompok tani berjumlah 7 (tujuh) Kelompok,
Kelompok nelayan berjumlah 3 (tiga) kelompok dan kelompok ternak
berjumlah 1 (satu) kelompok.Lembaga keagamaan yaitu Majelis Ta‟lim
berjumlah 1 (satu) buah, Remaja Masjid berjumlah 1 (satu) buah dan
Lembaga Aparat Kampung berjumlah 1 (satu) buah.
B. Pandangan Masyarakat Tentang Pernikahan Antara Saudara
Sepupu
Untuk mengetahui pandangan masyarakat suku buton kampung
kayumerah tentang pernikahan antara saudara sepupu maka peneliti
melakukan wawancara berupa mengajukan beberapa pertanyaan
kepada para tokoh adat kampung dan sesepuh (orang tua-tua kampung)
yang direkomendasikan oleh masyarakat kampung guna mendapat
jawaban yang subjektif, kuat dan akurat. Adapun tanggapan mereka
adalah sebagai berikut:
Bapak La Adi selaku yang dituakan di kampung mengatakan bahwa pernikahan antara saudara sepupu sangat dilarang menurut pandangan adat karena tiga hal: Sepupu masi termasuk keluarga dekat, faktor hubungan darah dan ultimatum atau pesan leluhur, pada masa leluhur apabila terjadi pernikahan antara saudara sepupu maka mereka memberi sanksi yang sangat keras berupa dibuatkan bubu (alat menangkap ikan) yang besar untuk memasukan pasangan tersebut kemudian mereka ditenggelamkan ditengah laut. Sanksi ini dianggap sebagai Ultimatum leluhur akan besarnya larangan menikahi saudara sepupu. Selanjutnya Bapak La Adi merincikan sepupu yang haram dinikahi yaitu sepupu satu kali dan sepupu dua kali baik dari garis ayah maupun ibu.Adapun sepupu tiga kali maka sudah dibolehkan untuk dinikahi.61
Demikianlah penjelasan Bapak La Adi bahwa pernikahan antara
saudara sepupu dalam pandangan adat dilarang karena faktor hubungan
darah dan kekeluargaan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan nilai-nilai
keislaman. Islam membolehkan pernikahan dengan kerabat dekat atau
yang masih memiliki hubungan darah selama wanita tersebut bukan
termasuk mahram (wanita-wanita yang haram dinikahi), yaitu golongan
61
Bapak La Adi (69 Tahun), Muadzin Masjid Baiturrahman Kampung Kayu Merah, Wawancara dilakukan di rumah keponakannya, 06-06-2019
wanita yang Allah Subhana wa Ta‟ala sebutkan dalam Qur‟an surah An-
Nisa ayat 22-23:
ل ت نكحوا ما نكح آبؤكم من النساء إل ما قد سلف إنو كان فاحشةا ومقتاا وساء سبيلا و .
الخ وب نات الخت حرمت عليكم أمهاتكم وب ناتكم وأخواتكم وعماتكم وخالتكم وب نات
ت ت أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأمهات نسائكم وربئبكم الل ف وأمهاتكم الل
ت دخلتم بن فإن ل تكونوا دخلتم ب ن فل جناح عليكم وحلئل حجوركم من نسائكم الل
اأب نائكم الذين من أصلبكم وأن تمعوا ب ين الخت ين إل ما قد سلف إن الل كان غفوراا رحيما
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anak perempuanmu; saudara-saudara perempuanmu; saudara-saudara bapakmu yang perempuan (bibi); saudara-saudara ibumu yang perempuan (bibi); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (keponakan); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan (keponakan); ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak isterimu yang berada dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.62
. Dalam Islam banyak kita temukan pernikahan pasangan yang
masih memiliki hubungan darah dan merupakan kerabat dekat bahkan itu
terjadi dalam keluarga Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam. Rasulullah
62
Qur‟an Cordoba, Al Hufaz, H. 81.
Shallallahu „alaihi wasallam menikah dengan sepupu beliau (anak
perempuan bibi Beliau) yang bernama Zainab binti Jahsy bin Rayyab.
Beliau Shallallahu „alaihi wasallam juga menikahkan Putrinya Fatimah
dengan Ali bin Abi Thalib yang merupakan sepupu beliau.
Menurut Bapak La Musahara, Pernikahan antara saudara sepupu sangat dilarang karena hubungan darah yang masih terlalu dekat dan pernikahan tersebut diyakini dapat mengundang bencana yang dalam istilah adat dikenal dengan nama Pahalata (kutukan) yaitu akan terjadi hujan secara terus menerus atau kemarau panjang. Pernikahan sepupu dari garis ayah sangat dilarang keras dan pelakunya akan diusir dari kampung sebagai sanksi atas perbuatan mereka. Pengusiran tersebut bertujuan agar kampung terhindar dari keburukan atau musibah.Adapun sepupu dari pihak ibu maka boleh dinikahi dalam keadaan dan kondisi tertentu namun sebisa mungkin untuk dihindari. Keadaan yang dimaksud seperti untuk kemashlahatan wanita tersebut yang mana apabila dia menikah dengan orang lain dikhawatirkan akan disiksa, disakiti atau akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.63
Inilah keyakinan yang berjalan ditengah-tengah masyarakat, bahwa
diantara yang melatarbelakangi dilarangnya pernikahan antara saudara
sepupu adalah bahwa pernikahan semacam ini dianggap dapat
mendatangkan musibah atau bencana. Tentu ini adalah kekeliruan,
seringkali manusia ditimpakan musibah dan bencana karena dosa dan
kemaksiatan yang mereka kerjakan sedangkan menikahi sepupu bukan
termasuk perbuatan yang melanggar syari‟at.
Bapak Arifin mengatakan bahwa pernikahan antara saudara sepupu dari pihak ayah (Anak Paman atau bibi dari pihak ayah) mutlak tidak diperbolehkan, adapun sepupu dari pihak ibu maka dilarang apabila sepupu satu kali (keturunan pertama) dan sudah diperbolehkan pada sepupu tiga kali (keturunan ketiga).Pernikahan antara saudara sepupu diyakini memiliki dua efek buruk. Pertama,
63
Bapak La Musahara (74 tahun), Tokoh adat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah Beliau, 05-06-2019.
efek buruk terhadap keluarga; yaitu keluarga menjadi tidak segar (suami istri sering sakit-sakitan) bahkan dapat berimbas pada anak yang dilahirkan. Anak akan lemah, sudah bertahun-tahun belum mampu berjalan bahkan bisa terjadi cacat fisik maupun cacat mental. Kedua, efek buruk terhadap masyarakat; menurut kepercayaan masyarakat secara adat, pernikahan antara saudara sepupu dapat mendatangkan bencana alam karena alam akan merespon perilaku itu, yang dalam kepercayaan adat dikenal dengan istilah dia epe (Alam turut merasakan). Dia epe adalah respon alam berupa bencana atau musibah seperti gempa bumi, banjir, longsor dan sebagainya, akibat dari ulah tangan manusia itu sendiri.64
Penjelasan Bapak Arifin bahwa pernikahan antara saudara
sepupu mempunyai efek buruk terhadap anak yang akan dilahirkan
bahwa anak tersebut beresiko cacat fisik maupun cacat mental atau
anak tersebut menjadi lemah, tidak dapat tumbuh dan berkembang
dengan normal sebagaimana mestinya. Hal ini sejalan dengan
anjuran sebagian Ahlul Fiqih yang mana mereka menganjurkan
untuk menikahi wanita asing (bukan kerabat) agar anak yang
dilahirkan menjadi lebih kuat dan lebih sehat. Imam Ghazali
Rahimahullah berkata: jangan menikahi kerabat dekat karena yang
demikian itu melemahkan syahwat (mengurangi gairah). (Anak
yang dilahirkan) akan menjadi lemah hal itu dipengaruhi oleh
kurangnya gairah. Syahwat akan bergejolak karena kuatnya
ransangan berupa penglihatan dan sentuhan, dan hal itu akan
menguat terhadap sesuatu yang asing dan baru. Adapun terhadap
hal-hal yang sudah biasa karena sering dilihat maka itu akan
64
Bapak Arifin (56 tahun) Tokoh masyarakat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah bapak La Musahara, 05-06-2019.
mengurangi gairah karena tidak sempurnanya pengaruh dan
penghayatan terhadapnya.65
Bapak La Jahaya menjelaskan bahwa pernikahan antara saudara sepupu dalam hukum adat sangat dilarang, karena sepupu dianggap seperti saudara kandung.Beliau merincikan bahwa yang sangat dilarang adalah sepupu satu kali (pernikahan antara anak dari dua orang yang bersaudara kandung) baik dari pihak ayah maupun ibu.Adapun sepupu dua kali maka dilarang dari garis ayah dan dibolehkan dari garis ibu sedangkan terhadap sepupu tiga kali maka itu sudah dibolehkan karena jauhnya hubungan darah. Pernikahan antara saudara sepupu adalah sesuatu yang sangat tabu dianggap seperti binatang (efek moral).66
Jawaban yang sama juga disampaikan oleh bapak La Minsei dan bapak La Mbae selaku yang dituakan di kampung bahwa pernikahan antara saudara sepupu dilarang dalam hukum adat karena sepupu dianggap seperti saudara kandung.67
Setelah mendengar penjelasan para tokoh adat kampung
Kayu Merah dan sekaligus selaku yang dituakan di kampung maka
dapat disimpulkan bahwa pernikahan antara saudara sepupu
sangat dilarang terutama dari pihak ayah bahkan sampai pada
keturunan ketiga (sepupu tiga kali).Adapun dari pihak Ibu maka
hanya dibolehkan dalam keadaan darurat saja namun itu bukan
merupakan suatu keharusan.Demikianlah hukum pernikahan antara
saudara sepupu menurut adat Suku Buton Kampung Kayu Merah.
65
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, ihya Ulumuddin jilid 2 (Beirut: Darul Mairafah), H 41.
66Bapak La Jahaya (61 tahun) Tokoh Adat kampung Kayu Merah, wawancara
dilakukan di rumah Beliau, 09-06-2019. 67
Bapak La Minsei (70an tahun) dan Bapak La Mbae (77 tahun),Tokoh masyarakat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah mereka masing-masing, 09-06-2019
C. Pernikahan Antara Saudara Sepupu Perspektif Hukum Islam
Tidak ada seorang pun yang memungkiri bahwa pernikahan itu
merupakan hal yang penting bagi keberlangsungan kehidupan
manusia.Namun pernikahan itu ada rambu-rambunya yang tidak boleh
dilanggar.Jika nekat melanggar larangan-larangan dalam pernikahan,
maka pernikahan itu menjadi tidak sah. Diantara yang dilarang adalah
menikahi mahram sebagaima Allah swt berfirman dalam Qur‟an surah
An-Nisa ayat 22-23:
ول تنكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما قد سلف إناه كان فاحشة ومقتا
اتكم وخالتكم هاتكم وبناتكم وأخواتكم وعما مت عليكم أما وساء سبيل. حر
عاعة وبنات الخ وبنات ال تأ أرعننكم وأخواتكم من الرا هاتكم اللا خت وأما
تأ دخلتم بهنا تأ فأ حجوركم من نسائكم اللا هات نسائكم وربائبكم اللا وأما
يكم وحلئل أبنائكم الاذين من أصلبكم فإن لم تكونوا دخلتم بهنا فل جناح عل
كان غفورا رحيما وأن تجمنوا بين الختين إلا ما قد سلف إنا اللا
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anak perempuanmu; saudara-saudara perempuanmu; saudara-saudara bapakmu yang perempuan (bibi); saudara-saudara ibumu yang perempuan (bibi); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (keponakan); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan (keponakan); ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak isterimu yang berada dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri (anak tiri), tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.68
Dari keterangan ayat diatas diketahui bahwa saudara sepupu
tidak termasuk mahram.Sehingga dengan demikian, seseorang boleh
menikah dengan sepupunya. Hal ini juga diperkuat dengan firman Allah
dalam Qur‟an surah Al-Ahzab ayat 50:
ي أي ها النب إن أحللنا لك أزواجك ت آت يت أجورىن وما ملكت يينك ما أفاء الل الل
ت ىاجرن معك وامرأةا عليك وب نات عمك وب نات عماتك وب نات خالك وب نات خالتك الل
نكحها خالصةا لك من دون المؤمنين قد مؤمنةا إن وىبت ن فسها للنب إن أراد النب أن يست
علمنا ما ف رضنا عليهم ف أزواجهم وما ملكت أيان هم لكيل يكون عليك حرج وكان ا لل
غفوراا رحيماا
Terjemahnya:
Wahai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.69
68
Qur’an Cordoba, Al Hufaz, H. 81. 69 Qur’an Cordoba, Al Hufaz, H. 424.
Ayat-ayat yang telah kami sebutkan diatas merupakan dalil yang sangat
kuat dan hujjah yang sangat terang akan bolehnya seseorang menikahi
sepupunya, hal tersebut dikarenakan sepupu bukan termasuk mahram
(wanita-wanita yang haram dinikahi) dan juga ada penjelasan secara
langsung akan halalnya menikahi saudara sepupu sebagaimana yang
disebutkan dalam Qur‟an surah al-ahzab ayat 50 diatas. Sepupu yang
dimaksud adalah secara umum tanpa terkecuali baik sepupu dari pihak
ayah (anak saudara laki-laki atau saudara perempuan ayah) maupun
sepupu dari pihak ibu (anak saudara laki-laki atau saudara perempuan
ibu).Ayat ini juga merupakan bantahan terhadap pandangan masyarakat
yang melarang pernikahan antara saudara sepupu.
Namun demikian, terdapat riwayat yang sangat masyhur dan
banyak disebutkan dalam buku-buku fiqih tentang anjuran untuk tidak
menikahi sepupu, yaitu yang berbunyi:
«ل تنكحوا القرابة القريبة؛ فإن الولد يلق ضاوي »قال: -صلى الله عليو وسلم -رو أنو
Artinya:
Diriwayatkan bahwasanya Nabi Shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anaknya akan diciptakan dengan lemah”70
70
Ibnu Mulqin Sirajuddin Asy-Syafi‟i Al Mishry, Al Badru Al Munir, jilid 7 (Riyadh: Darul Hijrah, 1425 H), cet 1, nomor hadits 05, H 499.
Tentang riwayat ini, Al Hafidz Abu Amr bin Sholah rahimahullah
berkata: saya tidak mendapatkan dasar yang menjadi rujukan.71 Syekh
Muhammad Nashiruddin Al Albany –rahimahullah- berkata: “Hadits
tersebut tidak mempunyai dasar yang menjadikannya marfu‟ (sampai
kepada Rasulullah). Telah dikenal di kalangan ahli fiqih dan para doktor
zaman sekarang yang tidak bertakwa kepada Allah ketika menjelaskan
kepada murid-muridnya, sehingga mereka mengajarkan kepada murid-
muridnya perkataan dan pendapat yang tidak ada hujjah dan dalilnya,
mengajarkan hadits yang tidak ada ujung riwayatnya dan tidak otentik
dari sabda Nabi Shallallahu „alaihi wasallam sebagaimana hadits ini,
karena saya sering ditanya oleh sebagian murid-murid mereka mengenai
hadits tersebut.72
Sebagian fuqaha (ahlul fiqih) menganjurkan untuk menikahi
wanita asing (bukan kerabat). Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
“hendaknya seseorang memilih wanita asing (bukan kerabat); karena
anaknya akan menjadi lebih subur, oleh karenannya diriwayatkan: اغتربوا
-menikahlah dengan wanita asing (bukan kerabat) agar anak“ ل تضووا
anak kalian tidak menjadi lemah”. Sebagian mereka berkata: Wanita
asing akan lebih subur dan wanita kerabat akan lebih sabar; karena tidak
ada yang menjamin akan adanya perselisihan dalam pernikahan yang
(mungkin) menyebabkan perceraian, dan jika seorang istri berasal dari
71
Ibnu Mulqin Sirajuddin Asy-Syafi‟I Al Mishry, Al Badru Al Munir, H 499 72
Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al Albany, Silsilah Al Ahadits Ad Dha‟ifah, jilid 11 (Riyadh: Darul Ma‟aarif, 1412 H), cet 1, H 605.
kerabat dekat, maka akan menyebabkan putusnya silaturrahim yang
diperintahkan untuk dijaga dengan baik.73
Imam Ghazali Rahimahullah berkata: jangan menikahi kerabat
dekat karena yang demikian itu melemahkan syahwat (mengurangi
gairah). (Anak yang dilahirkan) akan menjadi lemah hal itu dipengaruhi
oleh kurangnya gairah. Syahwat akan bergejolak karena kuatnya
ransangan berupa penglihatan dan sentuhan, dan hal itu akan menguat
terhadap sesuatu yang asing dan baru. Adapun terhadap hal-hal yang
sudah biasa karena sering dilihat maka itu akan mengurangi gairah
karena tidak sempurnanya pengaruh dan penghayatan terhadapnya.74
Disebutkan dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah: Menikahi
kerabat seperti Anak-anak paman dan bibi dari pihak ayah maupun ibu
termasuk yang dibolehkan Allah, namun para ulama berselisih pendapat
tentang kebolehan tersebut menjadi tiga pendapat.
Pendapat Pertama: makruh, ini adalah pendapat madzhab syafi‟i dan
Hanabilah, mereka berdalil dengan hadits dha‟if: “janganlah kalian
menikahi kerabat dekat, karena anak akan diciptakan dengan lemah”.
Pendapat Kedua: Mubah, ini adalah pendapat madzhab Malikiyah, hujjah
mereka antara lain:
73
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al Maqdisy, Al Mugni, jilid 7 (Beirut: Darul Fikri, 1405 H), cet 1, H 468.
74 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, ihya Ulumuddin jilid 2 (Beirut:
Darul Mairafah), H 41.
1) keumuman firman Allah: “maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi” (Q.S. An-Nisa:3),
2) Pernikahan Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam dengan anak
perempuan bibinya Zainab,
3) Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam menikahkan putrinya
Fatimah dengan Ali radhiyallahu „anhu dan Zainab dengan anak
bibinya shallallahu „alaihi wasallam.
Pendapat Ketiga: Sunnah, dan ini adalah pendapat madzhab Az
Zhahiriyah, dalil mereka sama dengan dalil kelompok kedua namun
mereka memaknai perbuatan Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam
sebagai sesuatu yang disunnahkan.
Maka pendapat yang paling benar adalah kelompok kedua karena
kuatnya hujjah mereka dan lemahnya hujjah dua kelompok yang lain.75
Demikianlah hukum pernikahan antara saudara sepupu dalam
tinjauan hukum islam, bahwa hal itu dibolehkan berdasarkan keumuman
firman Allah dan Perbuatan Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam yang
menikah dengan anak perempuan bibinya Zainab. Beliau Shallallahu
„Alaihi Wasallam juga menikahkan putri-putrinya dengan kerabat dekat
(sepupu). Adapun riwayat yang menganjurkan untuk tidak menikahi
kerabat dekat maka riwayat itu lemah, tidak diketahui sumbernya dan
tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.Allah Ta‟ala Maha Mengetahui
75Fatawa As Syabakah Al Islamiyah, jilid 13, H 2192, no 33807
segala sesuatu termasuk hal yang bermanfaat bagi manusia maupun hal
yang dapat mendatangkan mudharat kepada mereka dan Allah tentu
tidak menghendaki keburukan kepada manusia hal ini sejalan dengan
ketinggian dan kesucian Nama dan Sifat-Nya. Dengan demikian apa
yang Allah syari‟atkan maka tentu itu baik termasuk menikahi saudara
sepupu hal ini agar kita yakin dan tawakkal kepada Allah dan
meninggalkan anggapan bahwa anak yang lahir dari pernikahan antara
saudara sepupu akan menjadi lemah atau cacat.
D. Pengaruh Pernikahan Antara Saudara Sepupu Dalam Kehidupan
Bermasyarakat
Suku buton sangat berpegangteguh dengan nilai-nilai adat dan
tradisi leluhur.Adapun terkait pernikahan antara saudara sepupu
maka itu masi menjadi larangan yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat hingga sekarang.Namun yang menjadi pergeseran nilai
adalah sanksi adat terhadap yang melanggar larangan
tersebut.Namun pernikahan seperti ini hampir tidak lagi ditemukan di
tengah-tengah masyarakat. Kalau pun terjadi itu karena terpaksa
(wanita telah hamil diluar nikah) akibat pergaulan bebas diantara
mereka.
Bapak La Adi menjelaskan bahwa dizaman leluhur sanksi terhadap pelaku pernikahan antara saudara sepupu sangat tegas yaitu mereka dimasukan kedalam bubu kemudian ditenggelamkan
dilautan bebas.Seiring berlalunya waktu, hukum adat mulai dipengaruhi oleh syariat agama dan aturan pemerintah maka sanksi tersebut dianggap sangat kejam. Dimasa sekarang apabila terjadi pernikahan antara saudara sepupu maka mereka akan diusir dari kampung.76
Penjelasan Bapak La Adi memberikan gambaran kepada kita
bagaimana pengaruh pernikahan antara saudara sepupu dalam
kehidupan bermasyarakat. Pada zaman leluhur pelaku pernikahan
antara saudara sepupu akan mendapat sanksi adat yang sangat
berat yaitu mereka akan dimasukan kedalam bubu (alat menangkap
ikan) kemudian ditenggelamkan ke laut. Beratnya sanksi ini
menunjukan betapa besarnya larangan menikahi sepupu dalam
pandangan hukum adat. Sanksi tersebut dianggap sangat kejam dan
tidak lagi diberlakukan dizaman sekarang setelah nilai-nilai adat
melebur dan bercampur dengan nilai-nilai agama dan aturan
pemerintah.
Bapak Arifin mengatakan bahwa orang yang menikahi sepupunya dapat hidup berbaur seperti biasa dengan masyarakat lainnya selama tidak terjadi bencana. Namun apabila terjadi bencana seperti kekeringan, gempa bumi dan sebagainya maka pasangan tersebut akan dikambinghitamkan, mereka diyakini sebagai asbab datangnya bencana. Pasangan itu akan diusir dari kampung. Adapun dalam pergaulan sosial kemasyarakatan, pasangan tersebut tidak dikucilkan namun mereka ditandai sebagai pasangan yang telah melanggar aturan adat.77
Penjelasan Bapak Arifin adalah tentang pengaruh pernikahan
antara saudara sepupu dimasa sekarang, yang mana mereka
76
Bapak La Adi (69 Tahun), Muadzin Masjid Baiturrahman Kampung Kayu Merah, Wawancara dilakukan di rumah keponakannya, 06-06-2019
77
Bapak Arifin (56 tahun) Tokoh masyarakat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah bapak La Musahara, 05-06-2019.
diterima dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, dapat hidup
berbaur dan bersosialisasi sebagaimana masyarakat yang lain. Hal
itu selama kondisi kampung baik dan aman, namun apabila terjadi
bencana atau musibah maka pasangan tersebut akan
dikambinghitamkan. Bencana dan musibah tersebut dianggap buah
dari perbuatan mereka yang telah melanggar aturan adat. Alhasil
mereka akan dikucilkan bahkan diusir dari kampung.
Bapak La Musahara menyebutkan dimasa leluhur Pasangan yang melakukan pernikahan antar sepupu akan ditenggelamkan di laut. Sanksi ini sebagai efek jera dan pelajaran bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa. Beliau juga mengatakan bahwa orang yang melakukan pernikahan antara saudara sepupu harus diusir dari kampung karena pasangan tersebut diyakini dapat mendatangkan bencana pada kampung jika mereka tetap tinggal di kampung tersebut.78
Uraian Bapak La Musahara masih senada dengan penjelasan
Bapak La Adi yang lalu. Dizaman leluhur, pasangan pernikahan
antara saudara sepupu akan diberi sanksi berat berupa
ditenggelamkan di laut. Sanksi ini sebagai efek jera dan pelajaran
bagi yang lain agar tidak ada lagi yang melakukan pelanggaran
serupa. Adapun dimasa sekarang, maka pasangan yang menikah
antara saudara sepupu akan diusir dari kampung agar kampung
terhindar dari bencana akibat berbuatan mereka yang telah
melanggar nilai-nilai adat.
78
Bapak La Musahara (74 tahun), Tokoh adat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah Beliau, 05-06-2019.
Bapak La Jahaya menjelaskan bahwa pernikahan antara saudara sepupu sangat dilarang karena dianggap seperti saudara kandung. Beliau menambahkan bahwa tidak ada pernikahan antara saudara sepupu secara baik-baik karena pihak keluarga pasti berupaya untuk memisahkan mereka, yang ada dan itu sangat jarang adalah pernikahan karena terpaksa yaitu karena wanita telah hamil diluar nikah, sehingga mau atau tidak pasangan tersebut tetap harus dinikahkan, meskipun pernikahan tersebut sangat dilarang dan ditentang dalam pandangan adat. Orang tua pun berusaha untuk menerima hal tersebut bahwa itu merupakan kodrat ilahi. Bapak Lajahaya menambahkan bahwa dalam pandangan adat, landasan dibolehkannya pernikahan antara saudara sepupu dalam keadaan darurat adalah pernikahan antara saudara kandung yang terjadi pada zaman Nabi Adam „Alaihis Salaam.Apabila pernikahan antara saudara kandung dibolehkan (pada zaman nabi Adam „Alaihis Salam) maka apatah lagi dengan pernikahan antara saudara sepupu dalam keadaan darurat.
Apabila seorang wanita hamil diluar nikah dan yang menghamilinya
adalah sepupunya akibat pergaulan antar keduanya yang
melampaui batas syari‟at maka para tokoh adat dan yang dituakan
(orang tua-tua) dari keluarga kedua belah pihak melakukan
pertemuan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Biasanya pasangan tersebut akan dinikahkan dan untuk terhindar
dari musibah maka diadakan acara tolak bala (buat akang pung
pamali). Pamali adalah seuatu yang tabu untuk dilakukan atau
suatu pantangan. Orang yang menikahi sepupu dianggap telah
melakukan hal yang tabu dan telah melanggar pantangan adat. Ada
beberapa cara untuk menolak bala diantaranya baca doa selamat
atau melakukan upacara adat yaitu pasangan tersebut dimandikan
di pantai, di sungai atau ditiris hujan ketika turun hujan.79
79
Bapak La Jahaya (61 Tahun), Tokoh Adat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah Beliau, 09-06-2019.
Bapak La Mbae menambahkan tentang pengaruh
pernikahan sepupu dalam masyarakat bahwa pernikahan tersebut
dapat mendatangkan musibah. Beliau memberi contoh ketika naik
perahu, orang-orang akan menghindari berlayar dengan mereka
dalam perahu yang sama karena dikhawatirkan akan terjadi ombak
atau angin kencang yang dapat menenggelamkan perahu.80
Bapak La Minsei memberikan jawaban yang sama bahwa
menikahi sepupu dilarang dalam pandangan adat karena
berdekatan, dianggap seperti saudara kandung. Pernikahan seperti
ini ada namun sangat jarang terjadi.Agar terhindar dari keburukan,
maka pasangan tersebut dimandikan di laut dan mereka dapat
hidup berbaur dengan masyarakat seperti biasa.81
80
Bapak La Mbae (77 Tahun),Tokoh masyarakat kampung Kayu Merah, wawancara dilakukan di rumah Beliau, 09-06-2019.
81Bapak La Minsei (70an Tahun), Tokoh masyarakat kampung kayu Merah,
wawancara dilakukan di rumah Beliau, 09-06-2019.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Penulis mengkaji dan meneliti tentang Hukum Menikahi Sepupu
Menurut Adat Suku Buton Dalam Perspektif Hukum Islam di
Kampung Kayu Merah Distrik Fakfak Tengah Kabupaten Fakfak,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Pernikahan antara saudara sepupu dibolehkan secara
muthlaq dalam perspektif hukum islam, baik sepupu dari
pihak ayah (anak paman dan bibi dari pihak ayah) maupun
dari pihak ibu (anak paman dan bibi dari pihak ibu) dan tidak
ada silang pendapat dikalangan ulama.
2) Terdapat Riwayat yang menganjurkan untuk tidak menikahi
kerabat dakat namun riwayat tersebut lemah dan tidak
diketahui sumbernya.
3) Sebagian Fuqaha (ahlul fiqih) menganjur untuk menikahi
wanita asing (bukan kerabat) karena menikahi kerabat dapat
melemahkan syahwat (berkurangnya gairah berhubungan
badan) dan anak yang dilahirkan menjadi lemah.
4) Pernikahan antara saudara sepupu tidak diperbolehkan
menurut pandangan Adat Suku Buton Masyarakat Kampung
Kayu Merah karena faktor hubungan darah, sepupu
dianggap seperti saudara kandung.
5) Pernikahan antar sepupu dipercaya dapat mendatangkan
musibah, karena itu apabila terjadi pernikahan seperti ini
maka harus dilakukan acara tolak bala berupa baca doa
selamat atau melakukan upacara adat yaitu pasangan
tersebut dimandikan di pantai, di sungai atau di tiris hujan
ketika turun hujan untuk menghilangkan bala atau
keburukan.
6) orang yang menikahi sepupunya dapat hidup berbaur seperti
biasa dengan masyarakat lainnya selama tidak terjadi
bencana. Namun apabila terjadi bencana seperti kekeringan,
gempa bumi dan sebagainya maka pasangan tersebut akan
dikambinghitamkan, mereka diyakini sebagai asbab
datangnya bencana. Pasangan itu akan diusir dari kampung.
Adapun dalam pergaulan sosial kemasyarakatan, pasangan
tersebut tidak dikucilkan namun mereka ditandai sebagai
pasangan yang telah melanggar aturan adat.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terkait dengan Hukum
Menikahi Sepupu Menurut Adat Suku Buton Dalam Perspektif
Hukum Islam di Kampung Kayu Merah Distrik Fakfak Tengah
Kabupaten Fakfak. Maka, penulis memberikan saran diantaranya:
50
1) Hendaknya pemerintah dalam hal ini KUA Distrik Fakfak
Tengah dapat memberikan penyuluhan pernikahan yang
sesuai syariat islam kepada masyarakat kampung Kayu
Merah.
2) Sangat diharapkan kepada para da‟i dan ustadz yang
memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masalah ini
agar senantiasa menjelaskanya kepada masyarakat baik
melalui khutbah jumat, majelis ta‟lim atau ceramah-ceramah
umum.
3) Penulis berharap dengan penelitian ini masyarakat kampung
Kayu Merah lebih mengutamakan agama ketimbang adat
dalam menyikapi pernikahan antara saudara sepupu.
C. Lampiran-Lampiran
Gambar tokoh masyarakat yang diwawancarai:
Bapak La Musahara selaku tokoh adat kampung kayu merah.
Bapak La Adi selaku muadzin masjid Baiturrahman kampung Kayu Merah.
Bapak La Mbae selaku tokoh masyarakat kampung Kayu Merah
Bapak La Jahaya selaku tokoh adat kampung Kayu Merah
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-karim Cordoba, Al Hufaz, Bandung: Cordoba, 2018.
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, Jilid 1, Cet. 1, Jakarta Timur:
Prenada Media, 2003.
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, Cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang,
1976.
Abu Abdillah Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal Bin Halal Bin Asad As
Syaibani, Musnad Al Imam Ahmad Bin Hanbal, Cet 1, Muassasah
Ar Risalah, 1421 H.
Abu Abdirrahman Ahmad Bin Syuaib Bin Ali Al-Khurasani An-Nasa‟i,
Sunan An-Nasa‟i, Jilid 7, Cet. 2, Beirut: Al-Islamiyah, 1406 H.
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, jilid 4, Cet 1,
Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2016 M.
Ahmad bin Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakar Al-Baihaqy, Syu‟bul Iman,
Cet 1, Jilid 7 Bombay: Daru Salafiyah, 1423 H.
Al Albany, Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Silsilah Al
Ahadits Ad Dha‟ifah, cet 1, Riyadh: Darul Ma‟aarif, 1412.
Al Mubarakfuri Shafiyyurrahman, Sirah Nabawiyah, Cet. 39, Jakarta
Timur: Pustaka Al Kautsar, 2013
Al Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ihya Ulumuddin
Beirut: Darul Mairafah.
Al Maqdisy, Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, Al Mugni, cet 1, Beirut:
Darul Fikri, 1405.
Aminuddin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. 3 ;
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Jilid 1, Cet. 1, Jakarta Timur:
Prenada Media, 2003.
Asy-Syafi‟I, Ibnu Mulqin Sirajuddin Al Mishry, Al Badru Al Munir, cet 1
Riyadh: Darul Hijrah, 1425.
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
Kaelany, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Cet. 1, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2000.
Kaelany, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Cet. 1, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2000.
Malik bin Anas bin Malik bin Amir Al-Ashbahy Al-Madany, Almuwattha‟,
Cet 1, Jilid 5 Imaraat: Muassasah Zayad bin Sulthan, 1425 H.
Muhammad Bin Ahmad Bin Al Azhariy Al Harwiy Abu Manshur, Tahzib
Lugah, Cet 1, Bairut: Daruihyai Turats Al Arabiy, 2001 M.
Muhammad bin Husain bin Hasan, Ma‟alimu Ushulul Fiqh „Inda Ahlis
Sunnati Wal Jama‟ah, Cet 5, Jilid 1 Daru Ibnu Zaujy 1427 H.
Muhammad Bin Isa Bin Saurah Bin Musa Bin Dhahhak At-Tirmidzi, Sunan
At-Tirmidzi, Jilid 3, Cet 2, Mesir: Musthafa Al- Babi Al- Halabi,
1395 H.
Muhammad Bin Isma‟il Abu Abdillah Al-Bukhari Al-Ju‟fi, Shahih Bukhari,
Jilid 7, Cet. 1, Damasykus: Daru Thuqu An-Najah, 1422 H.
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Galib Al Amiliy Abu Ja‟far At
Thabariy, Tafsir At Thabariy, Jilid 1, Cet 1, Daru Hijr Litthaba‟ati
Wannasri Wattauzi‟ Wal I‟lan, 1422 H.
Muhammad Bin Mukrim Bin Ali Abu Al Fadhl Jamaluddin Bin Manzhur Al
Anshoriy Ar Ruafiy Al Afriqiy, Lisanul Arab, Jilid 2, Cet 3, Bairut:
Daru Shodir, 1414 H.
Muhammad Musthafa Az-Zahily, Al-Wajiz fi Ushulul Fiqh Al- Islamy, Cet 2,
Jilid 1 Damasykus: Darul Khair, 1427 H.
Slamet Abiding Dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet 1, Bandung: Cv.
Pustaka Setia, 1999.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Social, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998.
Tatang, M. Amrin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet 3, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1995.
Fatawa As Syabakah Al Islamiyah, jilid 13, H 2192, no 33807
Https://Id.M.Wikipedia.Org Diakses Pada 23 Maret 2019.
. Riwayat Hidup
Muhammad Syarifuddin, Lahir di Taniwel pada tanggal 13 September 1994.
Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan di SD Inpress Wanath Ambon pada tahun
1999 dan selesai pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya yaitu di MTs Al-Irsyad Hutawa Ambon dan selesai pada tahun 2008. Dan
pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA NEGERI 2 FAKFAK dan
selesai pada tahun 2011, kemudian penulis melanjutkan pendidikan I’dad Lughowiy di
Ma’had Al-Birr Makassar selama 2 tahun 6 bulan, lalu penulis melanjutkan
pendidikannya di Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) selama 4 tahun
pada Fakultas Agama Islam Prodi Ahwal Syakhsiyah dan selesai pada tahun 2020