36
 Perut bagian bawah terasa sakit sehabis bua ng air besar, kepala tinja berlendir, penyakit ini sudah 16 thn. Pada thn 2001 dilakukan kolonoskopi hasilnya 7 cm dari anus tampak bercak2 putih yg tak hilang di semprot air. Kesimpulannya: (suspect) proktitis yg di sebabkan candida. Lalu saya makan nistatin dan metronidazol selama 4 minggu, gejala berkurang tapi tak tuntas. Pada tgl 8-12-06 di lakukan kolonoskopi lagi hasilnya anus normal, rektal : mukosa hyperemis dan di sertai bercak2 putih yg tak hilang di semprot air, kolon sigmoid, descesden, pangkal tranverse normal, tak dilanjutkan karena orang sakit kesakitan. Kesimpulan : prokti tis, tapi menurut dokternya ada jamur. 66 b6 Pd tgl 11-01-07 di lakukan kolonoskopi lagi hasilnya anal normal, rektum: pada bagian 7 cm dari anus tampak bercak2 putih dan di lakukan biopsi 4x, sigmoid dan descending normal, pd pangkal kolon transverse tampak lurus menyempit, tak di lanjutkan karena os kesakitan. Kesimpulan : jamur pd rektum. Lalu saya makan Diflucan (flukonazol ) 150 mg sebanyak 1 kap sul sehari dan Salofalk 500mg 3x1 selama 5 hari, setelah itu Diflucan dihentikan tapi Salofalk di lanjutkan sampai saat ini. Hasil biopsi : Makroskopik : di terima beberapa potong jaringan dgn volume kira2 0,4cc, warna abu- abu lunak Mikroskopik : sediaan jaringan biopsi terdiri dari gambaran struktur kelenjar sebagian  besar dalam batas2 normal, setempat tampak struktur kelenjar telah mengalami destruksi dengan sebukan sel-sel radang kronis dgn adanya epitel kelenjar yg atipik di sertai dgn  proses desmoplastik yg meningkat. Sebagian besar permukaan sediaan mengalami erosi dgn adanya perdarahan2. Kesimpulan : suspect suatu adenocarcinoma rectum. hasil CEA : 0,9 normal 0-3 AFP : 1,3 n<10 foto thorak normal, usg normal.

IBD

Embed Size (px)

Citation preview

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 1/36

 

Perut bagian bawah terasa sakit sehabis buang air besar, kepala tinja berlendir, penyakit

ini sudah 16 thn.

Pada thn 2001 dilakukan kolonoskopi hasilnya 7 cm dari anus tampak bercak2 putih ygtak hilang di semprot air.

Kesimpulannya: (suspect) proktitis yg di sebabkan candida.

Lalu saya makan nistatin dan metronidazol selama 4 minggu, gejala berkurang tapi tak 

tuntas.

Pada tgl 8-12-06 di lakukan kolonoskopi lagi hasilnya anus normal, rektal : mukosahyperemis dan di sertai bercak2 putih yg tak hilang di semprot air, kolon sigmoid,

descesden, pangkal tranverse normal, tak dilanjutkan karena orang sakit kesakitan.

Kesimpulan : proktitis, tapi menurut dokternya ada jamur. 66 b6

Pd tgl 11-01-07 di lakukan kolonoskopi lagi hasilnya anal normal, rektum: pada bagian 7

cm dari anus tampak bercak2 putih dan di lakukan biopsi 4x, sigmoid dan descendingnormal, pd pangkal kolon transverse tampak lurus menyempit, tak di lanjutkan karena os

kesakitan.

Kesimpulan : jamur pd rektum.

Lalu saya makan Diflucan (flukonazol ) 150 mg sebanyak 1 kapsul sehari dan Salofalk 500mg 3x1 selama 5 hari, setelah itu Diflucan dihentikan tapi Salofalk di lanjutkan

sampai saat ini.

Hasil biopsi :

Makroskopik : di terima beberapa potong jaringan dgn volume kira2 0,4cc, warna abu-

abu lunak 

Mikroskopik : sediaan jaringan biopsi terdiri dari gambaran struktur kelenjar sebagian

 besar dalam batas2 normal, setempat tampak struktur kelenjar telah mengalami destruksi

dengan sebukan sel-sel radang kronis dgn adanya epitel kelenjar yg atipik di sertai dgn proses desmoplastik yg meningkat. Sebagian besar permukaan sediaan mengalami erosi

dgn adanya perdarahan2.

Kesimpulan : suspect suatu adenocarcinoma rectum.

hasil CEA : 0,9 normal 0-3

AFP : 1,3 n<10

foto thorak normal, usg normal.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 2/36

 

Pada tgl 2-3-07 di lakukan kolonoskopi lagi hasilnya tampak mukosa rektal di tempati

 bercak2 putih yg tak bisa hilang di semprot air, pengamatan sampai pangkal kolon

tranverse normal, dilakukan biopsi di 5 tempat, kolonoskopi tak di terus karena oskesakitan

kesimpulan : monoliasis rektum.

hasil biopsi :

Makroskopik : terima 5 potong jaringan,sebesar menir warna putih, konsistensi kenyal

habie

Mikroskopik : sediaan dari mukosa jaringan pada stroma tampak setempat mengalami

ulserasi serta tampak infiltrasi sel2 radang PHN, sel2 radang limfosit, pada daerah lain

tampak struktur kelenjar mengalami regenerasi dengan bentuk bulat tubular dan pelapis

epitel torax serta inti dalam batas2 normal.

Tidak di jumpai tanda keganasan pada sediaan ini

Kesimpulan : kesan suatu kolitis ulserosa

Pertanyaan saya:

1. Penyakit saya ini jamur atau kanker ?

2. Kenapa foto kolonoscopy tampak jamur tetapi hasil biopsi tak ada jamur ?

3. Apakah ada cara/teknik pemeriksaan laboratorium yg bisa mendeteksi keberadaan jamur usus secara akurat ( 100%) ?

4. Apakah rektum saya bisa di sambung bila usus rektum saya di potong (di hindarkan

ostomy) ?

5. Apa solusinya bila obat jamur menimbulkan muntah ?

6. Bagaimana caranya mengobati hingga sembuh total ?

Terima kasih atas perhatiannya.

d (40) - medan

JAWABAN

Oleh: Dr Kalbe

 Dokter 

Pertama kami ikut prihatin dengan kondisi Bapak yang sudah dirasakan selama 16 tahun.

Disini saya akan memberikan gambaran mengenai Colitis ulcerative (sesuai hasil biopsi).

Colitis ulcerative adalah suatu penyakit yang mengenai saluran cerna khususnya usus

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 3/36

 

 besar - anus, yang ditandai dengan adanya ulkus atau borok. Biasanya penyakit ini

 bersifat menahun dan belum diketahui penyebab pastinya, namun diperkirakan faktor 

keturunan turut berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini. Sifat menahun penyakit ini berbeda dengan infeksi jamur Candidia albicans pada saluran cerna, dimana infeksi jamur 

Candida albicans ini biasanya muncul jika kondisi pasien dengan daya tahan yang

rendah, misalnya penderita diabetes mellitus (kencing manis), mengkonsumsi obat-2yang menekan daya tahan tubuh jangka panjang dsb. dan biasanya mempunyai respon

yang baik terhadap terapi anti jamur yang masih sensitif (misalnya Flucoral-fluconazole)

Biasanya moniliasis (kandidiasis) rektum menimbulkan gejala diare yang tidak disertai

darah atau lendir, dan biasanya berespon baik terhadap fluconazole.

Bercak-bercak putih yang terlihat pada kolonoskopi memang bisa tanda infeksi jamur 

yang disebut pseudomembran tetapi bisa juga tanda penyakit lainnya.Untuk memastikannya, dapat dilakukan pemeriksaan KOH dari tinja atau dari swab

 pseudomembran pada rektum. Untuk pemeriksaan kultur, seringkali hasilnya positif 

walaupun pasien tidak menderita kandidiasis saluran cerna karena Candida merupakan

 jamur yang sebenarnya secara normal terdapat dalam saluran cerna.Obat antijamur oral memang dapat memberikan efek samping muntah, solusinya adalah

meminum obat antijamur setelah makan, atau kalau memang masih mual hingga muntah,maka dapat minum obat antimual seperti antasida (Promag).

Pada tahap awal penyakit ini, gambaran kolonoskopi ditandai dengan adanya tanda-tanda

radang pada selaput lendir rektum. Kemudian adanya gangguan pembuluh darah yangdisertai bercak-2 perdarahan dan pada tingkat yang lebih lanjut akan berkembang

menjadi suatu ulkus, borok atau perlukaan. Oleh karena itu pada saat BAB, feses

 penderita Colitis ulcerative ini biasanya akan disertai dengan adanya lendir, darahataupun adanya keluhan kram. Ada literatur yang menyebutkan bahwa Colitis ulcerative

ini bisa dikatakan sebagai lesi calon kanker atau mempunyai potensi untuk terjadi kanker kolon.Dari pemeriksaan penunjang kanker yang dilakukan yaitu

CEA sebagai tumor marker dari kanker kolon rektal negatif, meskipun kanker rektal

stadium dini hanya ditemukan meningkat 25 %.

Dan dari biopsi, tgl 11/3/07 gambaran ditemukan sel atipikal dan desmoplatik memang

dapat merupakan gambaran pre-kanker (tanda kanker awal) tetapi kondisi

ulserasi/kerusakan mukosa jangka waktu panjang memang bisa menyebabkan perubahan bentuk sel sel. tetapi dalam pemeriksaan terakhir yang jelas mengambarkan inti sel

sebagai tanda pasti sel sel kanker dalam batas batas normal menyingkirkan kemungkinan

adanya sel sel kanker.catatan : biopsi merupakan pemeriksaan kelainan pada sel dan jaringan, jadi tidak 

menjadi pemeriksaan ada tidaknya jamur.

Jadi, kemungkinan besar bukanlah kanker, tetapi ulserasi kronis pada kolon dan rektum.

Kolitis ulseratif merupakan salah satu resiko tinggi berubah menjadi kanker.

Prosedur diagnostik gangguan saluran cerna untuk melihat kondisi fisik (khususnya yang

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 4/36

 

kronis) saat ini memang standar bakunya adalah endoskopi (dalam hal ini kolonoskopi)

dan biopsi. Dan dari dari hasil 2 kali biopsi menunjukkan adanya kecurigaan kearah

Colitis ulcerative ataupun Adenocarsinoma. Mengapa pada pemeriksaan kolonoskopidicurigai infeksi candida, hal ini dikarenakan bahwa jamur candida merupakan flora yang

 biasa ada di dalam saluran cerna dan dari tampilannya merupakan bercak putih (albus ~

albicans). Oleh karenanya dokter curiga adanya candida albicans dan memberikan terapianti jamur yaitu fluconazole.

Sebaiknya dipastikan dahulu penyebab keluhan tersebut. Kami sarankan berkonsultasilebih lanjut ke ahli Gastroenterologi (KGEH). Tindakan pembedahan dilakukan sebagai

terapi terakhir.

KOLITIS ULSERATIF

By dicmuhono 

Gangguan saluran cerna adalah salah satu masalah yang sering kita dijumpai

dimasyarakat. Diantaranya banyaknya penyakit tersebut gejala keluarnya feses berdarah, berlendir dan bernanah juga sering didapat.

 jika hal tersebut terjadi mungkin yang dialami adalah kolitis ulseratif.

mungkin info dibawah ini dapat sedikit menjelaskannya..

apa sih kolitis ulseratif itu ?

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, berlendir, bernanah, kram perut

dan demam. Colitis ulseratif biasa menyerang pada usia 15-35 tahun, tetapi dapat juga

menyerang usia diatas 50 tahun

 Penyebab nya apa aja ya?

Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem

kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis

ulserativa. Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya

colitis ulseratif diantaranya adalah : hipersensitifitas terhadap factor lingkungan danmakanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil (awal dari terbentuknya

ulkus), pernah mengalami perbaikan pembuluh darah, dan stress.

 Patofisiologi  s

Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi mukosa kolon darigesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 5/36

 

 pada colitis maka system imunnya malah menyerang sel-sel dikolon sehingga

menyebabkan terjadi ulkus

Ulkus terjadi di sepanjang permukaan dalam (mukosa) kolon atau rectum yangmenyebabkan darah keluar bersama feses. Darah yang keluar biasanya bewarna merah,

karena darah ini tidak masuk dalam proses pencernaan tetapi darah yang berasal dari pembuluh darah didaerah kolon yang rusak akibat ulkus. Selain itu ulkus yang lama ini

kemudian akan menyebabkan peradangan menahun sehingga terbentuk pula nanah (pus).

Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon baik, pada sekum, kolon ascenden, kolon

transversum maupun kolon sigmoid.

A. ulkus pada cekum C uklus pada kolon transversum

B. ulkus pada kolon ascenden D ulkus pada kolon sigoid

Berdasarkan daerah yang terinfeksi kolitis ulseratif dapat dibagi menjadi beberapa tipe,

yaitu :

Area yang terinfeksi Name

Rectum Ulcerative proctitis

Left side of the colon Limited, or distal, colitis

Entire colon Universal, or Pancolitis

Akibat ulkus yang menahun maka terjadilah perubahan bentuk pada kolon baik secara

mikroskopik ataupun makroskopik,

Gejala yang sering timbul pada penyakit colitis ulseratif ini adalah :

1. Nyeri perut2. Diare berdarah,berlendir dan bernanah

3. Anemia

4. Turunnya berat badan

Gejala yang timbul ini hampir sama dengan penyakit Chron karena itu sering sekali orang

mengira penyakit ini adalah penyakit chron, tetapi jika kita lebih teliti maka banyak 

 perbedaan yang terlihat, seperti yang tercantum pada tabel

 Diagnosanya …

Untuk mengetahui pasti diagnose penyakit ini adalah dengan cara melakukan beberapatest.

• Tes pertama yang dilakukan adalah anamnesis dan pemeriksaaan fisik tentunya,

 pada pemeriksaan fisik , periksalah kekauan dari otot-otot abdominal kemudian

 perhatikan

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 6/36

 

Apakah pasien demam dan dehirasi jika ya, kemungkinan pasien mengalami gejala awal

ulkus

• Pemeriksaan feses (berdarah, lender dan nanah)

• Pada pemeriksaan laboratorium terlihat anemic dan malnutrisi

Sigmoidoskopi, cara yang paling baik yaitu dengan cara memasukan kamerakedalam saluran cerna, dan tampaklah bagian mana yang telah menganai ulkus

 Pengobatan yang bisa dilakukan

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala danmengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari buah dan

sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang.

Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkananemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.

Obat-obatan seperti :

• dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang relatif ringan.

• Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari

difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein.• Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi

secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

• Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala.

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan

yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur).

Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.

Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisone

mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine, olsalazine atau

mesalamine.Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian

kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan akan

menghilang jika pengobatan dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolondesendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau mesalamine.

Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikan

kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).

Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah

dan cairan intravena.Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine

dan merkaptopurin.Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 7/36

 

dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita

ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan. Pembedahan

Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau bila

terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderitadipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan,

makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah.

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi.

Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera

dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.Pembedahan non-darurat juga

dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan

 pertumbuhan pada anak-anak.

Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan

kolitis ulserativa.

Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus kecil denganlubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalah

anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah

reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas

anus.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON

Usus besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang membentang dari secumhingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon (assendens, transversum, desendens,

dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus ke dalam kolon,

sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengotrol keluarnya feses dari kanalis ani.Diameter kolon kurang lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.

Usus besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit.

Ciri khas dari gerakan usus besar adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan

tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak balik, sehingga memberikanwaktu untuk terjadinya absorbsi. Peristaltik mendorong feses ke rectum dan

menyebabkan peregangan dinding rectum dan aktivasi refleks defekasi.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan danmembantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam kolon juga berfungsi membuat zat-

zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir 

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 8/36

 

dan air sehingga terjadilah diare.

Gerak dan sekresi KolonPergerakan kolon terdiri dari kontraksi segmentasi dan gelombang peristaltik seperti yang

terdapat pada usus halus. Kontraksi segmentasi mencampur isi kolon dan dengan lebih

 banyak menyentuhkan isi ke mukosa, mempermudah absorbsi. Gelombang peristaltik mendorong isi ke rektum, walaupun kadang-kadang terlihat antiperistaltik yang lemah.

Kontraksi tipe ke tiga yang terdapat hanya pada kolon adalah mass action contraction, di

mana terdpat kontraksi otot polos yang serentak meliputi daerah yang luas.. Kontraksi initerjadi pada pars desenden dan sigmoid dan berperan untuk mengosongkan kolon dengan

cepat. Kontraksi ini merupakan kekuatan kontraksi yang jelas waktu defekasi.

Pergerakan kolon dikoordinasi oleh gelombang lambat kolon. Frekuensi gelombang ini,

tidak seperti gelombang pada usus halus, meningkat sepanjang kolon, dari kira-kira 2 x /menit pada katup ileocaecal sampai 6 x / menit pada signoid.

Sekresi kukus oleh kelenjar kolon dirangsang oleh kontak antara sel-sel kelenjar dan isi

kolon. Tidak ada hubungan hormonal atau saraf berperan dalam respon dasar sekresi,

walaupun beberapa sekresi tambahan dapat dihasilkan oleh respon reflek lokal melaluinervus pelvicuc dan splanknikus. Tidak ada enzem pencernaan disekresi dalam kolon.

Absorpsi dalam kolonKemampuan absorpsi mukos usus besar sangat besar. Na secara aktif ditransport keluar 

kolon, dan air mengikuti osmotik gradier yang ditimbulkan. Terdapat sekresi K , dan

HCO kedalam kolon. Kapasitas absorpsi kolon membuat instalasi rektum merupakan

suatu jalan yang praktis untuk pemberian obat, khususnya anak-anak. Banyak senyawaan,termasuk obat anestesi, sedatif, transquilizer, dan steroid, diabsorpsi dengan cepat oleh

tempat ini. Sebagian air dalam enema diabsorpsi, dan bila volime enema besar, absorpsi

dapat cukup cepat menyebabkan intoksikasi air. Koma dan kematian yang disebabkankarena intoksikasi air telah dilaporkan setelah enema dengan air kran pada anak-anak 

dengan megakolon

DEFINISI

Kolitis ulserattiva merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya

 berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Sakit

abdomen, diare dan perdarahan rektum merupakan tanda dan gejala yang penting. Lesiutamanya berupa reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripttus

Lieberkuhn, yang akhirnya dapat menimbulkan pertukakan pada mukosa. Frekuensi

 penyakit paling banyak antara usia 20 -40 tahun, dan menyerang ke dua jenis kelaminsama banyak. Insiden kolitis ulserativa adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasda kulit

 putih per tahun.

ETIOLOGI

Etiologi kolitis ulserativa tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperan dalam

etiologi, karena terdapat hubungan familial.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 9/36

 

Juga terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenisis

kolitis ulserativa. Antibodi antikolon telah ditemukan dalam serum penderita penyakit ini.

Dalam biakan jaringan limfosit dari penderrita kolitis ulserativa merusak sel epitel padakolon.

Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya colitis

ulseratif diantaranya adalah : hipersensitifitas terhadap factor lingkungan dan makanan,interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil (awal dari terbentuknya ulkus),

 pernah mengalami perbaikan pembuluh darah, dan stress.

PATOFISIOLOGIS

Lesi patologis awal adalah terbatas pada lapisan mokusa dan terdiri atas pembentukan

abses dalam kriptus. Pada permulaan penyakit, terjadi udema dan kongesti mukosa.Udema dapat mengakibatkan kerapuhan yang hebat sehingga terjadi perdarahan dari

trauma yang ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.

Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah melewati didinding kriptus

dan menyebar dalam lapisan mukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosakemudian terkelopas dalam lumen usus, meninggalkan daerah yang tidak diliputi mukosa

(tukak). Pertukakan mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut permukaan mukosa yang hilang luas sekali mengakibatkan banyak kehilangan jaringan,

 protein dan darah

Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi mukosa kolon dari

gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan pada colitis maka system imunnya malah menyerang sel-sel dikolon sehingga

menyebabkan terjadi ulkus

Ulkus terjadi di sepanjang permukaan dalam (mukosa) kolon atau rectum yangmenyebabkan darah keluar bersama feses. Darah yang keluar biasanya bewarna merah,

karena darah ini tidak masuk dalam proses pencernaan tetapi darah yang berasal dari pembuluh darah didaerah kolon yang rusak akibat ulkus. Selain itu ulkus yang lama inikemudian akan menyebabkan peradangan menahun sehingga terbentuk pula nanah (pus).

Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon baik, pada sekum, kolon ascenden, kolon

transversum maupun kolon sigmoid.Berdasarkan daerah yang terinfeksi kolitis ulseratif dapat dibagi menjadi beberapa tipe,

yaitu :

Area yang terinfeksi Name

Rectum

Ulcerative proctitisLeft side of the colon

Limited, or distal, colitis

Entire colonUniversal, or Pancolitis

Akibat ulkus yang menahun maka terjadilah perubahan bentuk pada kolon baik secara

mikroskopik ataupun makroskopik 

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 10/36

 

Gejala yang sering timbul pada penyakit colitis ulseratif ini adalah :

 Nyeri perut

Diare berdarah,berlendir dan bernanahAnemia

Turunnya berat badan

PENUNJANG

Untuk mengetahui pasti diagnose penyakit ini adalah dengan cara melakukan beberapa

test penunjang.

Tes pertama yang dilakukan adalah anamnesis dan pemeriksaaan fisik tentunya, pada

 pemeriksaan fisik , periksalah kekauan dari otot-otot abdominal kemudian perhatikanApakah pasien demam dan dehidrasi jika ya, kemungkinan pasien mengalami gejala awal

ulkus

Pemeriksaan feses (berdarah, lender dan nanah)

Pada pemeriksaan laboratorium terlihat anemic dan malnutrisiSigmoidoskopi, cara yang paling baik yaitu dengan cara memasukan kamera kedalam

saluran cerna, dan tampaklah bagian mana yang telah menganai ulkusPengobatan yang bisa dilakukan

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan

mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.Penderita sebaiknya menghindari buah dan

sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang.Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkan

anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.

Obat-obatan seperti :dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang relatif ringan.

Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar daridifenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein.Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi secara

ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan

yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur).

Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti

 prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah

 prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine, olsalazine ataumesalamine.Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan.

Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun

kebanyakan akan menghilang jika pengobatan dihentikan.Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon

desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau

mesalamine.Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan

diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 11/36

 

Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah

dan cairan intravena.Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine

dan merkaptopurin.Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan beratdan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita

ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

PembedahanKolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau bila

terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita

dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan,makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah.

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi.Bila

tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera

dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka

 pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.Pembedahan non-darurat juga

dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan

 pertumbuhan pada anak-anak.Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-

sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosistinggi.Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan

menyembuhkan kolitis ulserativa.

Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan

lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalahanastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah

reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas

anus.

ASUHAN KEPERAWATAN

Perubahan eliminasi usus : Diare

Berhubungan dengan malabsorpsi, atau inflamasi

Data mayor :

Feses lunak, cair dan atau

Peningkatan frekwensi defekasi

Data minor :

Dorongan

 Nyeri abdomenFrekwensi bising usus meningkat

Peningkatan dalam keenceran atau volume feses

Kriteria hasil :

Klien akan :

Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jika mengetahuinya.

Menjelaskan rasional dari intervensi

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 12/36

 

melaporkan diare berkurang

Intervensi :Kurangi diare

Tingkatkan masukan oral untuk mempertahankan berat jenis normal urine.

Perbanyak cairan tinggi kalium dan natrium (air daging)hati-hati terhadap penggunaan cairan yang sangat panas atau dingin.

Jelaskan pada klien dan orang terdekat tentang intervensi yang perlu dilakukan untuk 

 pencegahan mendatang.

Kekurangan volume cairan

Berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan : Diare

Data mayor 

Ketidakcukupan masukan cairan oral

Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran

Penurunan berat badanKulit/membran mukosa kering

Data minor 

Peningkatan natriun serum

Penurunan haluaran urine atau haluaran berlebihan

Urine memekat atau sering berkemihPenurunan turgor kulit

Haus/mual/anokresia

Kriteria hasil

Individu akan :Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada kontraindikasi)Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau panas

Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal

Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi

Intervensi

Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet

Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama pagi,800 ml sore, dan 200 ml malam hari)

Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang

adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan.Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran

urine, jika perlu.

Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam.Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam.

Pantau berat jenis urine

Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat badan

2%-4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 13/36

 

9. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt

menambah kehilangan cairan.

Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare,demam, selang drein.

Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas, kreatinin,

hematokrit, dan hemoglobin.

Gangguan Pola Tidur 

Berhubungan sering terbangun : Diare

Data mayor :

Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur 

Data minor :

Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari

Tidur sejenak atau sepanjang hari

AgitasiPerubahan suasana hati

Kriteria hasil

Individu akan :

Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.

Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur.melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas.

Intervensi :Kurangi kebisingan.

Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan pengukuran tanda vital)

Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam dan

 berkemih sebelum berbaring.Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu (jalan,

terapi fisik)

Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam)

Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin – waktu praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) – dan patuhi sedekat mungkin jika

memungkinkan.

Batasi masukan minuman yang mengandung kafeinJelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan tidur/istirahat

dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.

Perubahan Kenyamanan : Nyeri

Berhubungan dengan inflamasi dan otot polos : Infeksi gastrointestinal ( colitis ulseratif)

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 14/36

 

Data mayor :

Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan (mungkin satu-satunya

 pengkajian data yang ada)

Data minor :

Ketidaknyamanan.Marah, frustrasi, depresi karena situasi.

Raut wajah kesakitan.

Anoreksia, penurunan berat badan.Insomnia.

Gerakan yang sangat hati-hati.

Spasme otot.

Kemerahan, bengkak, panas.Perubahan warna pada area yang terganggu.

Abnormalitas refleks.

Kriteria hasil :Individu akan

1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan bahwa nyeri itu ada.2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasif yang dipilih untuk menangani nyeri.

3. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari.

Intervensi :Kaji pengalaman nyeri individu; tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan terbaik.

Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan.

Ungkapkan penerimaan anda tentang respons terhadap nyeriMengakui adanya nyeri.

Mendengarkan dengan penuh perhatian pada keprihatinan terhadap nyeri individual.Perlihatkan bahwa anda mengkaji nyeri karena anda ingin lebih mengerti.Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau

 penanganannya.

Bicarakan alasan-alasan mengapa seorang individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri.

Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya secara

 pribadi.

Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada individu yangmengalami nyeri.

Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak diperlihatkan.

Berikan individu kesempatan untuk istirahan selama siang dan dengan waktu tidur yangtidak terganggu pada malam hari.

Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan dengan

metode lain untuk menurunkan nyeri.Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.

Ajarkan penurunan nyeri noninvasif (rujuk ke intervensi nyeri akut)

Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.

Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk mengkaji

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 15/36

 

efektifitasnya.

Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga (mis;

ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu, melalui individu dan keluarga.

Kinerja (pekerjaan, tanggung jawab peran)

Interaksi sosial.Finansial.

Kegiatan sehari-hari (tidur, makan, mobilitas, seksual)

Kognitif/suasana hati (konsentrasi, depresi)Unit keluarga (respons-respons dari anggota keluarga)

Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi.

Bicarakan dengan individu dan keluarga berbagai modalitas tindakan yang tersedia

(terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, hipnosis,akupuntur, programlatihan).

Kolitis Ulserativa

DEFINISI

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam.

Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 

15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh

ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai

di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar kesebagian atau seluruh usus besar.

Sekitar 10% penderita hanya mendapat satu kali serangan.

Proktitis ulserativa merupakan peradangan dan perlukaan di rektum.

Pada 10-30% penderita, penyakit ini akhirnya menyebar ke usus besar.Jarang diperlukan pembedahan dan harapan hidupnya baik.

PENYEBAB

Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem

kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis

ulserativa.

GEJALA

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit

 perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat

sakit.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 16/36

 

Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita

memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah

dan tinja yang berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau

keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.

Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.

Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar 

sebanyak 10-20 kali/hari.

Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri,

disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak  berkurang.

Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering

ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.

Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.

KOMPLIKASI

1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena

kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang

hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.

2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti,

sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung.Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh.

Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak 

sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat.

Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika

 perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian

akan meningkat.3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).

Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang

lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap

 penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secarateratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas

gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah

mikroskop.

Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 17/36

 

stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup.

Seperti halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang

mengenai bagian tubuh lainnya.

Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga mengalami :- peradangan pada sendi (artritis)

- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)

- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan- luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa mengalami :

- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan

- peradangan di dalam mata (uveitis).

Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.

Penyakit hati yang berat bisa berupa :- peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif)

- peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi sempit dan

terkadang menutup, dan

- penggantian jaringan hati fungsional dengan jaringan fibrosa (sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum gejala usus dari

kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker saluran empedu.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan darah menunjukan adanya:- anemia

- peningkatan jumlah sel darah putih

- peningkatan laju endap darah.

Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan memungkinkan

dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa

 bebas gejalapun, usus jarang terlihat normal.Contoh jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu

 peradangan menahun.

Rontgen perut bisa menunjukan berat dan penyebaran penyakit.

Barium enema dan kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai,

karena adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif 

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 18/36

 

 penyakit.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan

tidak adanya kanker.

Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu,

dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit.Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah

mikroskop dan dibiakkan.

Contoh darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasit.Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum dan diperiksa dibawah mikroskop.

Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus

herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria homoseksual.

Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke usus besar.

Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun

harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah.

PENGOBATAN

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan

mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.

Penderita sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cederafisik pada lapisan usus besar yang meradang.

Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkan

anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.

Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan padadiare yang relatif ringan.Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari

difenoksilat atau Opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein.

Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi secaraketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi

 peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala.Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan

yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur).

Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit,

 biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.

Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisonemengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine, olsalazine atau

mesalamine.

Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian

kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan akan

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 19/36

 

menghilang jika pengobatan dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolondesendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau mesalamine.

Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikankortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).

Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darahdan cairan intravena.

Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine dan merkaptopurin.

Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini,

akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

Pembedahan

Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.

Segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-

diare dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus

kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah.Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi.

Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera

dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau

adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak.

Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan

kolitis ulserativa.Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan

lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi.

Prosedur pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian

 besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada

rektum yang tersisa, tepat diatas anus.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 20/36

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. DEFINISI

Crohn’s disease merupakan penyakit inflamasi kronis transmural pada saluran cerna

dengan etiologi yang tidak diketahui. Crohn’s disease dapat melibatkan setiap bagian dari

saluran cerna mulai dari mulut hingga anus tetapi paling sering menyerang usus halus dancolon ().

1.2. ASPEK SEJARAH CROHN’S DISEASE

Kasus Crohn’s disease pertama kali didokumentasikan dan dideskripsikan oleh Morgagni

 pada tahun 1761. Pada tahun 1931, Dalziel, seorang ahli bedah berkebangsaanSkotlandia, mendeskripsikan sembilan kasus penyakit inflamasi saluran cerna. Deskripsi

mengenai gambaran klinis dan patologis yang terperinci mengenai penyakit ini dilakukan

oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932 ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1).Meskipun penyakit ini akhirnya diberi nama Crohn’s disease, namun masih belum

dibedakan secara sempurna dari penyakit colitis ulcerativa hingga tahun 1959 ().

Saat ini, diagnosis Crohn’s disease mencakup aspek klinis, radiologis, endoskopis,

 patologis, dan pemeriksaan spesimen faeces. Radiografi dengan menggunakan zat

kontras dapat menentukan luasnya kelainan, tingkat keparahan dan perjalanan penyakit.Pencitraan computed tomography (CT scanning ) memungkinkan pencitraan potong

lintang untuk menentukan keterlibatan mural dan ekstramural. Endoskopi memungkinkanvisualisasi langsung ke mukosa dan memungkinkan pengambilan spesimen biopsi untuk 

kepentingan pemeriksaan histologis. Ultrasonografi and MRI memberikan alternatif 

 pencitraan potong lintang terhadap individu-individu yang tidak memungkinkan

menerima paparan radiasi ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.3. EPIDEMIOLOGI

Secara umum Crohn’s disease merupakan penyakit bedah primer usus halus, dengan

insidens sekitar 100.000 kasus per tahun. Insidens tertinggi didapatkan di Amerika Utaradan Eropa Utara ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1). Di Amerika Serikat, dan Eropa Barat insidens

Crohn’s disease mencapai 2 kasus per 100.000 populasi, dengan prevalensi sekitar 20 – 

40 kasus per 100.000 populasi ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2). Dilaporkan bahwa telah terjadi

 peningkatan insidens Crohn’s disease secara dramatis di Amerika Serikat antara tahun1950-an hingga 1970-an, untuk selanjutnya menjadi stabil pada tahun 1980-an ().

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 21/36

 

Menurut jenis kelamin, insidens Crohn’s disease lebih tinggi pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki, dengan rasio 1,1 – 1,8 : 1. Beberapa ahli percaya bahwa

distribusi jenis kelamin ini berhubungan dengan proses-proses autoimun yang terjadi pada Crohn’s disease ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Crohn’s disease mempunyai 2 puncak insidens berdasarkan kelompok usia. Puncak insidens pertama adalah pada 18 – 25 tahun. Puncak usia berikutnya adalah antara 60 – 

80 tahun. Pada pasien yang berusia lebih muda dari 20 tahun Crohn’s disease lebih banyak menyerang usus halus, sedangkan pada yang berusia diatas 40 tahun Crohn’s

disease lebih banyak menyerang colon. Penyebab perbedaan lokasi penyakit ini tidak 

diketahui ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Meskipun Crohn’s disease dapat menyerang setiap bagian dari saluran cerna, namunterdapat tiga lokasi primer baik secara klinis maupun anatomis yang paling sering, yaitu

hanya usus halus saja (30%), usus halus bagian distal dan colon (45%), dan hanya colon

saja (25%). 30% dari seluruh kasus Crohn’s disease terjadi bersamaan dengan penyakit

rektal, dan 33 – 50% terjadi bersamaan dengan penyakit perianal seperti fisura ani, abses perianal, dan fistula perianal ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO

Etiologi dari Crohn’s disease masih belum diketahui ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF _Ref110256198

\h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3,). Terdapat beberapa penyebab potensial yang diperkirakan secara

 bersama-sama menimbulkan Crohn’s disease, yang paling mungkin adalah infeksi,

imunologis, dan genetik. Kemungkinan lain adalah faktor lingkungan, diet, merokok,

 penggunaan kontrasepsi oral, dan psikososial. ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF _Ref110256198 \h 2,

 NOTEREF _Ref110259244 \h 3,).

1.4.1. Faktor Infeksi

Meskipun terdapat beberapa agen-agen infeksi yang diduga merupakan penyebab potensial Crohn’s disease, namun terdapat dua agen infeksi yang paling menarik 

 perhatian yaitu mycobacteria, khususnya Mycobacterium paratuberculosis dan virus

measles ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1). Infeksi lain yang diperkirakan menjadi penyebab Crohn’sdisease adalah Chlamydia, Listeria monocytogenes, Pseudomonas sp, dan retrovirus( NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

1.4.2. Faktor Imunologis

Kelainan-kelainan imunologis yang telah ditemukan pada pasien-pasien dengan Crohn’sdisease mencakup reaksi-reaksi imunitas humoral dan seluler yang menyerang sel-sel

saluran cerna, yang menunjukkan adanya proses autoimun. Faktor-faktor yang diduga

 berperanan pada respons inflamasi saluran cerna pada Crohn’s disease mencakup sitokin-sitokin, seperti interleukin (IL)-1, IL-2, IL-8, dan TNF (tumor necroting factor ). Peranan

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 22/36

 

respons imun pada Crohn’s disease masih kontroversial, dan mungkin timbul sebagai

akibat dari proses penyakit dan bukan merupakan penyebab penyakit ( NOTEREF _Ref110237560 \h

1).

1.4.3. Faktor Genetik

Faktor genetik tampaknya memegang peranan penting dalam patogenesis Crohn’s

disease, karena faktor risiko tunggal terkuat untuk timbulnya penyakit ini adalah adanya

riwayat keluarga dengan Crohn’s disease ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1). Sekitar 1 dari 5 pasiendengan Crohn’s disease (20%) mempunyai setidaknya satu anggota keluarga dengan

 penyakit yang sama ( NOTEREF _Ref110259244 \h 3). Pada berbagai penelitian didapatkan bahwa

Crohn’s disease berhubungan dengan kelainan pada gen-gen HLA-DR1 dan DQw5( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.4.4. Faktor-faktor Lain

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI merupakan faktor proteksiterhadap timbulnya Crohn’s disease ( NOTEREF _Ref110259244 \h 3). Merokok dan penggunaankontrasepsi oral meningkatkan risiko timbulnya Crohn’s disease dan risiko ini meningkat

sejalan dengan lamanya penggunaan ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.5. PATOLOGI

Stadium dini Crohn’s disease ditandai dengan limfedema obstruktif dan pembesaranfolikel-folikel limfoid pada perbatasan mukosa dan submukosa. Ulserasi mukosa yang

menutupi folikel-folikel limfoid yang hiperplastik menimbulkan pembentukkan ulkus

aptosa. Pada pemeriksaan mikroskopis, ulkus aptosa terlihat sebagai ulkus-ulkus kecilyang berbatas tegas dan tersebar, dengan diameter sekitar 3 mm dan dikelilingi oleh

daerah eritema. Sebagai tambahan, lapisan mukosa menebal sebagai akibat dari inflamasi

dan edema, dan proses inflamasi tersebut meluas hingga melibatkan seluruh lapisan usus (

 NOTEREF _Ref110259244 \h 3, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Ulkus aptosa cenderung membesar atau saling bersatu, menjadi lebih dalam dan sering

menjadi bentuk linear. Sejalan dengan makin buruknya penyakit, dinding usus menjadi

semakin menebal dengan adanya edema dan fibrosis, dan cenderung menimbulkan pembentukkan striktura. Karena lapisan serosa dan mesenterium juga mengalami

inflamasi, maka lengkungan-lengkungan usus menjadi saling menempel. Akibatnya,

ulkus-ulkus yang telah meluas hingga keseluruhan dinding usus akan membentuk fistula

antar lengkungan usus yang saling menempel. Tetapi lebih sering terjadi saluran sinusyang berakhir buntu ke dalam suatu cavitas abses di dalam ruang peritoneal,

mesenterium, atau retroperitoneum ( NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

1.6. DIAGNOSIS

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 23/36

 

1.6.1. Anamnesis

Gambaran klinis umum pada Crohn’s disease adalah demam, nyeri abdomen, diare, dan

 penurunan berat badan. Diare dan nyeri abdomen merupakan gejala utama keterlibatancolon. Perdarahan per rectal lebih jarang terjadi. Keterlibatan usus halus dapat berakibat

nyeri yang menetap dan terlokalisasi pada kuadran kanan bawah abdomen( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

1.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen yang dapat

disertai rasa penuh atau adanya massa. Pasien juga dapat menderita anemia ringan,

leukositosis, dan peningkatan LED ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Obstruksi saluran cerna merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Pada stadiumdini, obstruksi pada ileum yang terjadi akibat edema dan inflamasi bersifat reversibel.

Sejalan dengan makin memburuknya penyakit, akan terbentuk fibrosis, yang berakibatmenghilangnya diare yang digantikan oleh konstipasi dan obstruksi sebagai akibat penyempitan lumen usus ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Pembentukkan fistula sering terjadi dan menyebabkan abses, malabsorpsi, fistula

cutaneus, infeksi saluran kemih yang menetap, atau pneumaturia. Meskipun jarang, dapat

terjadi perforasi usus sebagai akibat dari keterlibatan transmural dari penyakit ini ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

1.6.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah x-foto polos, x-foto kontras tunggalsaluran cerna bagian atas dengan follow-though usus halus atau enteroclysis dengan CT,dan pemeriksaan kontras ganda usus halus. USG dan MRI dapat digunakan sebagai

 penunjang jika terdapat masalah dengan penggunaan kontras.

Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang berguna dalam

diagnosis Crohn’s disease, atau yang berhubungan dengan aktivitas klinis penyakit.

Pemeriksaan radiologi pada Crohn’s disease akan dibahas lebih lanjut pada Bab II.

1.7. DIAGNOSIS BANDING

Penyakit-penyakit yang harus dipikirkan sebagai doagnosis banding Crohn’s disease

antara lain ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2):

• Cholangitis

• Colitis iskemik 

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 24/36

 

• Colitis pseudomembranosa

• Diverticulitis colon

• Tuberculosis gastrointestinalis

• Colitis ulserativa

• Enteritis infeksiosa

• Colitis infeksiosa

1.8. PENATALAKSANAAN

1.8.1. Terapi Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa Crohn’s disease dapat dibagi menjadi terapi terhadapkekambuhan akut dan terapi pemeliharaan. Dalam terapi terhadap kekambuhan akut,

 pemicu-pemicu seperti infeksi yang mendasari, fistula, perforasi, dan proses patologi

lainnya harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilakukannya terapi glukokortikoidintravena ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Obat-obatan yang digunakan dalam terapi terapi Crohn’s disease mencakup antibiotika,

aminosalisilat, kortikosteroid, dan imunomodulator ( NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Sebagai terapi utama pada kondisi akut, hidrokortison atau metilprednisolon intravena

sering digunakan sebagai tambahan terhadap metronidazole dan pengistirahatan usus.Penggunaan terapi steroid terbatas untuk mencapai respons yang cepat dalam waktu

singkat karena pada penggunaan jangka lama mempunyai berbagai efek samping, seperti

osteonekrosis, myopati, osteoporosis, dan gangguan pertumbuhan. Dapat pula digunakaninhibitor imunitas yang diperantarai sel yaitu cyclosporine secara intravena jika pasien

menunjukkan respons yang buruk terhadap terapi kortikosteroid ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2,

 NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Tujuan dari terapi kronis adalah menghilangkan inflamasi usus. Aminosalisilatmerupakan terapi pilihan karena aktivitas antiinflamasinya. Berbagai obat telah

digunakan, yang masing-masing mempunyai target lokasi yang berbeda pada usus.

Sulfasalazine dan balsalazide terutama dilepaskan di colon. Dipentum dan Asacolterutama dilepaskan di ileum distal dan colon. Pentasa dapat dilepaskan di duodenum

hingga colon bagian distal, sementara Rowasa secara spesifik digunakan untuk rectum

dan colon bagian distal ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Methotrexate, azathioprine, dan 6-mercaptopurine adalah modulator sistem imun non-steroid yang dapat ditoleransi dengan baik. Azathioprine, yang secara non-enzymatis

dikonversi di dalam tubuh menjadi 6-mercaptopurine, selanjutnya dimetabolisme menjadi

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 25/36

 

asam thioinosinic, yang merupakan zat inhibitor sintesa purin. Efek samping dari

azathioprine and 6-mercaptopurine jarang terjadi dibandingkan dengan steroid ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Methotrexate, efektif untuk pasien-pasien yang tidak memberikan respons terhadap

azathioprine dan 6-mercaptopurine. Efek samping utamanya mencakup leukopenia, nyeri pada saluran cerna, dan pneumonitis hipersensitivitas ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF

 _Ref110259244 \h 3).

Terapi yang baru adalah Infliximab, Etanercept dan CDP571 yang merupakan anti TNF-

α, yang semakin luas dipergunakan dan menunjukkan hasil yang menjanjikan, dengan

adanya peningkatan tingkat remisi hingga 48% setelah 4 minggu terapi dan dengan

 penutupan fistula secara sempurna pada 55% pasien setelah 80 hari pemberianinfliximab. Obat-obat lain seperti mycophenolate telah dikembangkan untuk menghambat

sintesa nukleotida guanin dan oleh karena itu menghambat limfosit B dan T ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

1.8.2. Terapi Bedah

Antara 70 – 80% pasien dengan Crohn’s disease membutuhkan terapi bedah. Indikasi

terapi bedah pada Crohn’s disease mencakup kegagalan terapi medikamentosa dan/atau

timbulnya komplikasi, seperti obstruksi saluran cerna, perforasi usus dengan pembentukan fistula atau abses, perforasi bebas, perdarahan saluran cerna, komplikasi-

komplikasi urologis, kanker, dan penyakit-penyakit perianal ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2). Terapi bedah pada pasien dengan Crohn’s disease harus ditujukan kepadakomplikasinya, hanya segmen usus yang terlibat dalam komplikasi saja yang direseksi

dan tidak boleh lebih luas, untuk menghindari terjadinya  short bowel syndrome ( NOTEREF

 _Ref110237560 \h 1)

.

Anak-anak penderita Crohn’s disease dengan gejala-gejala sistemik seperti gangguantumbuh-kembang, akan mendapatkan keuntungan dengan menjalani terapi bedah reseksi

usus. Meskipun komplikasi ekstraintestinal Crohn’s disease bukan merupakan indikasi

utama terapi bedah, namun sering mengalami perbaikan setelah reseksi usus ( NOTEREF

 _Ref110237560 \h 1).

Reseksi segmental usus yang terbukti terlibat penyakit yang diikuti dengan anastomosis

merupakan prosedur pilihan dalam terapi bedah Crohn’s disease. Alternatif prosedur lain

dari reseksi segmental dari lesi-lesi yang mengobstruksi adalah stricturoplasty. Teknik ini

memungkinkan ditinggalkannya daerah permukaan usus dan terutama cocok untuk pasiendengan penyakit yang menyebar luas dan telah mengalami striktura fibrotik yang

mungkin telah pernah menjalani operasi sebelumnya dan dalam risiko timbulnya short 

bowel syndrome. Namun teknik stricturoplasty mempunyai risiko kekambuhan yang

cukup tinggi. Prosedur-prosedur bypass usus kadang-kadang perlu dilakukan jika telah

terjadi abses-abses intramesenterial atau jika usus yang sakit telah bersatu membentuk 

massa inflamasi yang padat, yang tidak memungkinkan dilakukannya mobilisasi usus.Prosedur bypass (gastrojejunostomy) juga digunakan jika telah terjadi striktura

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 26/36

 

duodenum, dimana prosedur stricturoplasty maupun reseksi segmental sulit dilakukan.

Sejak tahun 1990-an, telah dilakukan prosedur operasi laparoskopik terhadap pasien-

 pasien dengan Crohn’s disease, namun hasilnya masih belum memuaskan dan teknik operasinya sulit ( NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

1.9. KOMPLIKASI

Manifestasi ekstraintestinal Crohn’s disease mencakup aptosa oral, ulkus, eritema

nodosum, osteomalacia dan anemia sebagai akibat dari malabsorpsi kronis; osteonekrosissebagai akibat terapi steroid kronis; pembentukkan batu empedu sebagai akibat

keterlibatan ileus yang menyebabkan gangguan reabsorpsi garam empedu; batu oksalat

ginjal sebagai akibat dari penyakit colon; pancreatitis sebagai akibat dari terapisulfasalazine, mesalamine, azathioprine atau 6-mercaptopurine; pertumbuhan bakteri

yang berlebihan rebagai akibat reseksi bedah; dan manifestasi-manifestasi lainnya seperti

amyloidosis, komplikasi tromboembolik, penyakit hepatobiliaris, dan kolangitis sklerosis primer ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110259244 \h 3, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

1.9.1. Abses

Abses terbentuk pada sekitar 15 – 20% pasien dengan Crohn’s disease sebagai akibat dari

 pembentukkan saluran sinus atau sebagai komplikasi pembedahan. Abses dapatditemukan di mesenterium, cavum peritoneal, atau retroperitoneum, atau di lokasi

ekstraperitoneal. Lokasi tersering abses retroperitoneal adalah fossa ischiorectal, ruang

 presacral, dan regio iliopsoas. Ileum terminal merupakan lokasi tersering sumber abses.

Abses merupakan salah satu penyebab utama kematian pada Crohn’s disease ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2).

1.9.2. Obstruksi

Obstruksi terjadi pada 20 – 30% pasien dengan Crohn’s disease. Pada awal perjalanan penyakit, terlihat adanya obstruksi yang reversibel dan hilang timbul pada saat setelah

makan, yang disebabkan oleh edema dan spasme usus. Setelah beberapa tahun, inflamasi

yang menetap ini akan secara bertahap memburuk hingga terjadi penyepitan dan striktur 

lumen akibat fibrostenotik ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.9.3. Fistula

Pembentukkan fistula merupakan komplikasi yang sering dari Crohn’s disease pada

colon. Komplikasi fistula yang disertai abses atau penyakit berat paling sulit ditangani.

Hal ini terjadi pada pasien dengan Crohn’s disease. Peranan terapi medikamentosahanyalah untuk mengontrol obstruksi, inflamasi, atau proses-proses supuratif sebelum

dilakukannya terapi definitif, yaitu pembedahan. Perlu dilakukan operasi untuk meng-

evakuasi abses dan, jika tidak ada kontraindikasi berupa sepsis, dilanjutkan denganreseksi usus yang sakit. Fistula dapat berakibat perforasi usus spontan pada 1 – 2% pasien( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 27/36

 

1.9.4. Keganasan

Keganasan saluran cerna merupakan penyebab utama kematian pada Crohn’s disease.

Adenocarcinoma biasanya timbul pada daerah-daerah dimana terjadi penyakit kronis.Sayangnya, sebagian besar kanker yang berhubungan dengan Crohn’s disease tidak 

terdeteksi hingga tahap lanjut dan mempunyai prognosis yang buruk. Selain keganasansaluran cerna, keganasan ekstraintestinal (misalnya, squamous cell carcinoma pada pasien dengan penyakit kronis di daerah perianal, vulva atau rectal) dan limfoma

Hodgkin atau non-Hodgkin juga terbukti lebih sering terjadi pada pasien-pasien dengan

Crohn’s disease ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

1.10. PROGNOSIS

Rata-rata timbulnya komplikasi pada pasien dengan Crohn’s disease yang sudah

menjalani terapi bedah adalah antara 15 – 30%. Komplikasi bedah yang paling sering

terjadi adalah infeksi luka operasi, pembentukkan abses-abses intraabdominal, dan

kebocoran anastomosis ( NOTEREF _Ref110237560 \h 1, NOTEREF _Ref110259244 \h 3).

Sebagian besar pasien yang telah menjalani reseksi usus mengalami kekambuhan

 penyakit, yaitu 70% dalam waktu 1 tahun setelah operasi dan 85% dalam waktu 3 tahun

setelah operasi. Kekambuhan klinis ditandai dengan berulangnya gejala-gejala Crohn’sdisease. Sekitar ⅓ pasien membutuhkan operasi ulang dalam waktu 5 tahun setelah

operasi yang pertama (1,3).

BAB IIPEMERIKSAAN RADIOLOGIPADA CROHN’S DISEASE

2.1. X-FOTO

Peranan x-foto polos dalam mengevaluasi Crohn’s disease adalah terbatas. Dua

keunggulan utama x-foto polos adalah (1) untuk memastikan adanya obstruksi usus dan

(2) untuk mengevaluasi adanya pneumoperitoneum sebelum dilakukannya pemeriksaanradiologis lanjutan. Melalui x-foto polos dapat pula diketahui adanya sacroiliitis atau batu

ginjal oksalat yang mungkin terjadi pada penderita Crohn’s disease

( NOTEREF _Ref110237560 \h 1,

 NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Pemeriksaan barium enema kontras ganda bermanfaat dalam mendiagnosis penyakitinflamasi usus dan untuk membedakan antara Crohn’s disease dengan colitis ulcerativa,

khususnya pada tahap dini penyakit. Pada pemeriksaan kontras ganda, Crohn’s disease

tahap dini ditandai dengan adanya ulkus aptosa yang tersebar, yang terlihat sebagai bintik-bintik barium yang dikelilingi oleh edema yang radiolusen. Ulkus-ulkus aptosa

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 28/36

 

seringkali terpisah oleh jaringan usus yang normal dan terlihat sebagai skip lesions( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 1. Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada Crohn’s disease menunjukkan sejumlah ulkus aptosa

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 2. Pemeriksaan barium enema kontras ganda

 pada Crohn’s disease menunjukkan ulserasi, inflamasi, dan penyempitan lumen colon

kanan.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 29/36

 

Sejalan dengan makin parahnya penyakit, ulkus-ulkus yang kecil akan membesar, lebih

dalam, dan saling berhubungan menjadi ulkus-ulkus yang berbentuk seperti bintang,

 berpinggiran tajam, atau linear. Ulkus-ulkus ini paling sering terlihat di daerah ileumterminal disepanjang perbatasan mesenterium. Gambaran ini patognomonik dari Crohn’s

disease. Sebagaimana inflamasi menembus lapisan submukosa dan muskularis, ulkus-

ulkus tersebut terpisah satu sama lain oleh edema pada dinding usus dan pada pemeriksaan dengan kontras terlihat gambaran pola-pola “cobblestone” atau nodular,

yaitu pengisian kontras pada lekukan ulkus yang terlihat radioopaque dikelilingi mukosa

usus yang radiolusen ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 3. Pemeriksaan small-bowel follow-throughdengan fokus pada ileum terminalis memperlihatkan ulserasi linear,longitudinal dan transversal yang membentuk “cobblestone appearance”.

Kadang-kadang terjadi inflamasi transmural yang berakibat pengecilan diameter lumen

usus dan distensinya menjadi terbatas. Hal ini tampak sebagai “ string sign” ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 30/36

 

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 4. Pemeriksaan small-bowel follow-through

dengan fokus pada ileum terminalis memperlihatkan beberapa

 penyempitan dan striktura, yang memberikan gambaran “ string sign”.

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 5. Pemeriksaan small-bowel follow-through

dengan fokus pada ileum terminalis memperlihatkan gambaran “ string 

 sign”.

Ulkus Aptoid dapat terdeteksi melalui pemeriksaan barium enema pada 25 – 50% pasiendengan Crohn’s disease. Secara umum, didapatkan hasil negatif palsu sebanyak 18 – 20%

kasus. Akan tetepi, barium enema mempunyai akurasi sebesar 95% dalam membedakan

antara Crohn’s disease dengan colitis ulserativa ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

2.2. CT-SCAN

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 31/36

 

Peranan pencitraan CT dalam evaluasi Crohn’s disease telah diterima secara luas.

Kemampuan CT untuk mencitrakan keterlibatan usus dan patologi ekstraluminal

(misalnya, abses, obstruksi, fistula) membuatnya menjadi cara pencitraan yang penting.Hasil pencitraan CT pada Crohn’s disease tahap dini adalah penebalan dinding usus, yang

 biasanya melibatkan usus halus bagian distal dan colon, meskipun setiap segmen pada

saluran cerna dapat terlibat. Biasanya, penebalan dinding usus mencapai 5 – 15 mm( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 6. Gambaran CT Scan pada pasien dengan

Crohn’s disease, tampak penebalan dinding ileum dan inflamasi

mesenterium.

Ulserasi pada mukosa dapat terdeteksi pada potongan tipis CT. dapat pula terlihat adanyalilitan mesenterium, penebalan lapisan lemak mesenterium, adenopati lokal, fistula, dan

abses ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 7. CT scan pada Crohn’s disease menunjukkan

 penebalan dinding usus halus, dan inflamasi dan adenopati padamesenterium.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 32/36

 

Edema atau inflamasi jaringan lemak mesenterium menimbulkan peningkatan hilangnya

densitas lemak, yang disebut “hazy fat ”  pada CT. Inflammasi atau fibrosis jaringan lemak 

yang lebih besar menimbulkan menghilangnya densitas pita linear jaringan lunak yangmelintasi mesenterium. Pada CT, sebuah massa yang berbatas kabur dengan densitas

campuran dapat menunjukkan adanya flegmon atau tahap dini pembentukan abses.

Pembesaran kelenjar limfe biasanya terlihat proksimal terhadap dinding usus disepanjangsisi mesenterium ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF _Ref110263593 \h 5).

Pada CT scan, abses-abses terlihat sebagai massa berbentuk bulat atau oval dengan

densitas rendah, berbatas jelas, dan seringkali multilokus. Terlihatnya gambaran

gelembung-gelembung gas menunjukkan adanya hubungan fistula dengan usus atau,lebih jarang, timbul dari infeksi oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 8. CT scan pada Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding colon kanan dengan inflamasi pada jaringan lemak 

mesenterium yang berhubungan.

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 33/36

 

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 9. CT scan pada Crohn’s disease fase kronis

menunjukkan penebalan dinding colon kanan tanpa inflamasi pada

 jaringan lemak mesenterium yang berhubungan, dan sejumlah besar  proliferasi lemak disekeliling colon kanan yang memisahkan colon dari

keseluruhan usus, sehingga disebut “creeping fat ”.

CT Scan merupakan prosedur radiologis pilihan pertama pada pasien-pasien dengangejala-gejala akut Crohn’s disease. Kemampuan CT Scan dalam mencitrakan dinding

usus, organ-organ abdomen yang lokasinya berdekatan dengan usus, mesenterium dan

retroperitoneum membuatnya lebih unggul terhadap pemeriksaan radiologi konvensionaldengan kontras barium dalam mendiagnosis komplikasi-komplikasi yang menyertai

Crohn’s disease. CT Scan dapat secara langsung menunjukkan penebalan dinding usus,

edema mesenterika, limfadenopati, phlegmon dan abses. Sensitivitas CT Scan untuk Crohn’s disease adalah sekitar 71% ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

CT Scan tidak hanya merupakan prosedur diagnostik terpilih, tetapi dapat pula digunakan

dalam penatalaksanaan abses, yaitu melalui prosedur CT-guided percutaneous abscessdrainage, yang telah menampakkan hasil yang sangat memuaskan ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

2.3. MRI

Secara tradisional, MRI hanya memberikan manfaat yang terbatas dalam pemeriksaan

abdomen karena banyaknya artefak yang bergerak. Dengan adanya peningkatan gradien

dan pencitraan dengan menahan napas telah memungkinkan pencitraan MRI terhadapabdomen dan pelvis pada sebagian besar pasien. Serbagai tambahan, untuk mencapai

 pencitraan yang optimal dengan MRI seringkali membutuhkan penggunaan sejumlah

 besar volume zat kontras positif atau negatif yang diberikan baik secara oral atau melalui

selang nasojejunal atau rectal. Akan tetapi, pasien dengan penyakit akut mungkin tidak dapat men-toleransi pemberian sejumlah besar cairan per oral. Jika terjadi distensi usus

suboptimal, akan terjadi gangguan dalam mendeteksi segmen-segmen usus yang ter-

inflamasi ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Secara tradisional, MRI dapat mengevaluasi komplikasi-komplikasi anorectal Crohn’s

disease dengan baik. MRI dengan teknik regular fast spin-echo,dapat mendeteksi adanya

fistula, saluran sinus, dan abses pada regio anorectal ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2, NOTEREF

 _Ref110263593 \h 5).

Saluran sinus dan fistula sering terlihat hiperintense pada pencitraan T1-weighted dan

hiperintense pada T2-weighted karena kandungan cairannya. Dengan supresi lemak,sinyal cairan dapat di-intensifikasi dan dengan mudah terlihat hiperintense pada pencitraan T2-weighted . Suatu abses sering terlihat sebagai pengumpulan yang terisolasi

dari daerah-daerah dengan intensitas sinyal tinggi (high-signal-intensity areas) pada

 pencitraan T2-weighted , khususnya pada fossa ischioanal ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2)

Parameter-parameter penyakit aktif mencakup penebalan dinding, proliferasi fibrosa danlemak, dan enhancement dinding usus dengan zat kontras gadolinium-based . Selama fase

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 34/36

 

inflamasi aktif, enhancement gadolinium dinding usus dapat pula terlihat pada pencitraanT2-weighted , dan dapat dengan mudah dibedakan dari usus yang normal. Polaenhancement dideskripsikan oleh Koh et al sebagai “berlapis-lapis” dan spesifik untuk Crohn’s disease ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2,)

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 10. Pencitraan MRI pada pasien dengan

Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding colon kanandengan peningkatan sinyal intramural pada pencitraan T1-weighted .

Hal ini dipercaya sebagai gambaran adanya deposisi lemak 

intramural.

Gadolinium-enhanced spoiled gradient-echo MRI mempunyai sensitivitas sekitar 85 – 89%, spesifisitas sekitar 96 – 94%, dan akurasi sekitar 94 – 91% untuk mendeteksi

 penyakit akut. Sementara single-shot fast spin-echo MRI mempunyai sensitivitas sekitar 51 – 52%, spesifisitas sekitar 98 – 96%, dan akurasi sekitar 83 – 84%. Hasil positif palsu paling sering terjadi jika terdapat enhancement gadolinium tanpa adanya penebalan usus.

Hasil negatif palsu paling sering terjadi jika terdapat distensi usus yang suboptimal( NOTEREF _Ref110256198 \h 2)

2.4. USG

Hasil pemeriksaan USG mempunyai variabilitas yang tinggi, yang tergantung pada

keahlian pemeriksa dalam mendeteksi perubahan-perubahan pada dinding usus.

USG dapat menjadi alternatif dari CT Scan dalam mengevaluasi manifestasi-manifestasi

intra dan ekstra luminal dari Crohn’s disease. Dinding saluran cerna yang normal terlihatsebagai 5 konsentris dari lapisan-lapisan echogenic dan hypoechoic yang berseang-

seling; gambaran ini dikenal sebagai “the gut signature”. Dinding saluran cerna yang

normal mempunyai ketebalan kurang dari 5 mm ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2,)

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 35/36

 

Pada kasus Crohn’s disease aktif, ketebalan dinding usus berkisar antara 5 mm hingga 2

cm dengan gambaran lapisan-lapisan yang menghilang sebagian atau seluruhnya, yang

merefleksikan adanya edema transmural, inflamasi, atau fibrosis. Jika terjadi inflamasiyang hebat, dinding usus akan tampak hypoechoic merata dengan garis hyperechoic

ditengahnya yang berhubungan dengan penyempitan lumen. Gerakan peristalsis menurun

atau menghilang, dan segmen usus yang sakit tidak dapat dikompresi dan kaku denganhilangnya haustra ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Gambar 2. SEQ Gambar_2. \* ARABIC 11. A dan B, hasil pencitraan USG pada pasien

dengan Crohn’s disease, terlihat adanya penebalan dinding usus yanghypoechoic, hilangnya “ gut signature”, dan garis hyperechoic yang

menunjukkan penyempitan lumen usus.

USG dapat mencitrakan adanya “ballooning ” dari segmen-segmen yang tidak terlibat,yang terlihat sebagai kantung-kantung fokal. Hasil pemeriksaan ini merefleksikan “ skip

lesions” pada Crohn’s disease. Akurasi USG dapat ditingkatkan dengan menggunakan

 pencitraan berwarna Doppler, yang dapat bermanfaat dalam mendeteksi dinding usus

yang hiperemis atau terinflamasi selama fase aktif penyakit ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

Dengan adanya inflamasi transmural, terjadilah edema and fibrosis dari mesenterium

yang berhubungan, berakibat adanya proyeksi jaringan lemak mesenterium yang terlihat

5/12/2018 IBD - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/ibd5571fe6049795991699b4133 36/36

 

seperti jari-jari yang mencengkram permukaan serosa usus. Pada ultrasonogram,

gambaran ini tampak sebagai massa yang hyperechoic, yang secara klasik terlihat pada

 batas cephalic ileum terminal. Dengan penyakit yang telah berlangsung lama, gambaranini akan terlihat lebih heterogen atau bahkan hypoechoic ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).

2.5. RADIONUKLIR 

Leukosit yang diberi penanda technetium-99m-HMPAO atau indium-111 dapat

digunakan untuk menentukan inflamasi aktif usus pada inflammatory bowel disease.Dibandingkan dengan penanda 111In, penanda 99mTc HMPAO mempunyai karakteristik 

 pencitraan yang lebih baik dan dapat lebih cepat dicitrakan segera setelah injeksinya.

Akan tetapi, biasanya pencitraan harus dilakukan dalam waktu beberapa jam setelahinjeksi leukosit berlabel 99mTc HMPAO sebagaimana telah terjadi ekskresi normal ke

usus, tidak seperti leukosit berlabel 111In, yang tidak mempunyai ekskresi ke usus ( NOTEREF

 _Ref110256198 \h 2).

Molnar dkk menemukan bahwa pencitraan leukosit berlabel 99mTc HMPAO pada Crohn’sdisease yang aktif mempunyai sensitivitas 76,1% dan spesifisitas 91,0%, dan lebih baik 

dalam mendeteksi aktivitas inflamasi segmental dibandingkan dengan CT Scan,

sementara CT Scan lebih unggul dalam mendeteksi adanya komplikasi ( NOTEREF _Ref110256198 \h

2).

Positif palsu dapat terlihat pada perdarahan saluran cerna, tertelannya leukosit (misalnya,

dari uptake yang berhubungan dengan sinusitis atau nasogastric tubes), atau aktivitas

yang berhubungan dengan pelepasan enteric tubes. Sebagai tambahan, uptake leukosittidak spesifik untuk Crohn’s disease dan akan terlihat pada sebagian besar proses-proses

infeksius atau inflamasi usus ( NOTEREF _Ref110256198 \h 2).