6
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008). Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dL (Lee,2004). Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan. Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.

Ibu Hamil Merupakan Salah Satu Kelompok Penderita Anemia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ibu Hamil Merupakan Salah Satu Kelompok Penderita Anemia

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan

pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami

penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).

Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum

kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007)

menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14%

(tahun 2008) (Depkes, 2008).

Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan

dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik

(CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan.

Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada

anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Menurut WHO

(1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia

terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb

kurang dari 10,5 mg/dL (Lee,2004).

Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar

18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat

bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin

menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.

Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah

yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil

dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat

mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan

sintesis hemoglobin.

Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis

dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat,

kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi

hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada

trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan

antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan

menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .

PERIODE PREPATHOGENESIS DAN PATHOGENESIS

Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis).

Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat

terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan

hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam

makanan. Zat besi diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).

Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada

hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma

padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit

Page 2: Ibu Hamil Merupakan Salah Satu Kelompok Penderita Anemia

tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada kehamilan

tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia

hipoplastik dan anemia hemolitik.

Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12.

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan

darah akut/ kronis (Basu, 2010).

Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan

gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan

atau kematian.

Manifestasi klinis anemia diantaranya adalah:

Tanda

• Takikardi

• Hipotensi

• Hemoglobin kurang dari 11 gr/dL

Gejala

• Cepat lelah

• Sering pusing

• Malaise

• Anoreksia

• Nausea dan vomiting

• Palpitasi

• Pucat pada kulit dan mukosa

Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat

berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya. Yang berdampak pada kehamilan seperti abortus dan partus

imatur, yang berdampak pada janinnya adalah dismaturitas, mikrosomi, BBLR, gangguan pertumbuhan janin. Yang berdampak pada

persalinannya yaitu partus lama, perdarahan, inertia uteri. Sedangkan, yang berdampak pada bayi nantinya adalah kelainan/ kecacatan,

asfiksia, infeksi (Soeprono dalam Amiruddin et al, 2007) .

PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

Peran perawat dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu:

Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan

patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau

mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).

Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, perawat komunitas dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education

berupa asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya

diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan (Junadi, 2007).

Selain itu, perawat juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah anemia

pada kehamilan.

Perawat dapat menjadi fasilitator atau penghubung dengan pihak terkait mengenai penyediaan tablet tambah darah kepada ibu hamil. Selain

itu, sebagai fasilitator perawat dapat mengaktifkan kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai tenaga,

sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Perawat juga dapat menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan

kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan

yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia.

Page 3: Ibu Hamil Merupakan Salah Satu Kelompok Penderita Anemia

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis

atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas

diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk

mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu,

juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan

dengan hal tersebut. Sehingga, perawat dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.

Dalam hal ini, perawat dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator.

Sebagai penemu kasus dan peneliti, perawat dapat menggambarkan dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah,

sehingga datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena

anemia, maka perawat sebagai care giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral dan parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan

kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).

Sebagai edukator, konselor dan motivator, perawat dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil dan keluarganya supaya

tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin. Perawat juga dapat memotivasi kader untuk dapat membantu

mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien

seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan

memperpanjang hidup.

Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal,

memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap

mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini, perawat dapat

berperan sebagai care giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.

KARAKTER TRIAS EPIDEMIOLOGI

Trias epidemiologi terdiri dari host, agen dan lingkungan.

Host

Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari:

a. Umur

Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di

USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat

dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah

lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih

muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.

b. Kelompok etnik

Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat

dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi

c. Keadaan Fisiologis

Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung

dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis.

d. Keadaan imunologis

Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya

disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus

Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah.

e. Kebiasaan

Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat,

Page 4: Ibu Hamil Merupakan Salah Satu Kelompok Penderita Anemia

vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga

mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil

yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.

f. Sosial ekonomis

Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki

pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk

mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu

dalam mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan.

g. Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan

Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih

berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia

daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita

penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko

terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi, Stayhorn, 2005).

Agen

Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:

a. Unsur gizi

Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini

dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.

b. Kimia dari dalam dan luar

Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik.

Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin

menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al,

2002 dalam Yilmaz et al, 2007).

c. Faktor faali/ fisiologis

Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga

terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.

Lingkungan

Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor

sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika

keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin,

maka kemungkinan kecil terjadi anemia.

Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan

meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi

kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan

nutrisi yang adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.

Kesimpulan

Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada

anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host).

Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis).

Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat

terhadap plasenta.

Jika penyebab yang terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia.

Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase

kesembuhan, kecacatan atau kematian. Keparahan dari penyakit yang dialami akan ditentukan oleh faktor agent, host dan lingkungan.