Upload
boneeta-bfashion
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDE DAN GERAKAN HASAN AL-BANA
A. Riwayat Hidup
Syeikh Hasan Al-Bana dilahirkan pada tahun 1906, yang dibesarkan dalam
keluarga Islam yang taat. Dengan asuhan secara Islam itulah maka ia boleh
berkata: “Hanya Islamlah ayah kandungku.” Hal itu kerana rasa cintanya terhadap
ajaran Islam, kerana ajaran itulah yang membentuk watak dan keperibadiannya.
Ayah kandungnya sendiri adalah Syeikh Ahmad Abdurrahman yang lebih
terkenal dengan panggilan as-Sa’ati, atau si tukang jam.
Hasan Al-Bana hafal 30 Juz kitab suci Al-Quran, padahal umur beliau pada
saat itu baru 20 tahun. Ketika umur yang sekian itu beliau berhasil menginsafkan
Syeikh Abdul Wahab Jandrawy, Pemimpin (Syeikh) Al-Azhar University yang
mempunyai pengaruh besar pada segenap lapisan masyarakat dan mempunyai
hubungan yang akrab dengan berbagai pihak.
Namun Syeikh yang banyak ilmunya itu tidak mempunyai roh jihad membela
rakyat dan Islam dari kezaliman Raja Farouk dan penjajah Inggeris. Kecuali
Syeikh Jandrawy ini adalah seorang pemimpin Sufi yang mempunyai banyak
pengikut setiap malam berzikir dan berselawat dengan nyanyian-nyanyian khusus
ahli Thariqat, tetapi mereka tidak mengerti sama sekali bahawa mereka itu
terkurung oleh suasana yang diliputi kejahilan dan kejumudan umat. Mereka jauh
1
dari semangat dan keagungan Islam kerana suasana kemunduran umat yang
membelenggu.
Pada tahun 1927, ketika Hasan Al-Bana baru berusia 21 tahun, beliau telah
lulus dari Perguruan Darul Ulum Mesir, beliau terus mengajar di Ismailiyah. Di
Ismailiyah beliau semakin mengerti suasana rakyat Mesir yang telah sempurna
rosaknya. Amat nyata perbezaannya antara kehidupan bangsa Mesir yang menjadi
pekerja kasar (dengan rumah serta perkampungan yang buruk) dengan kehidupan
orang-orang kulit putih yang menempati gedung-gedung megah dengan segala
keangkuhannya.
Kecuali kemiskinan dan kebodohan, rakyat juga banyak yang rosak moralnya
kerana pengaruh kehidupan Barat yang sengaja direka oleh kaum penjajah untuk
menghancurkan rakyat Mesir dari segi yang lain. Dalam suasana yang demikian
itulah Hasan Al-Bana mendirikan suatu jemaah yang dinamakan “lkhwanul
Muslimin” (Persaudaraan orang-orang Muslim) pada bulan Dzul Kaedah 1347
Hijrah (Mac 1928) yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Sayid Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Semangat kedua beliau itulah sebagai rantai
yang menyambung kepada cita yang diinginkan oleh Hasan Al-Bana beserta
kawan kawannya didalam membentuk organisasi tersebut.
Adapun khiththah gerakan lkhwanul Muslimin yang menuju cita yang
diredhai Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW itu melalui
tahapan yakni:
1. Membentuk peribadi Muslim
2
2. Membentuk rumahtangga dan keluarga Islam
3. Cara hidup kampung Islam
4. Menuju kepada negeri Islam
5. Menuju kepada pemerintahan Islam
Gerak Ikhwanul Muslimin meliputi segala bidang dakwah, mulai pendidikan
terhadap anak-anak, pelajaran Al-Quran bagi orang dewasa, pendidikan keluarga,
bidang sosial walaupun nampaknya sederhana sekalipun, dari kampung-kampung
sampai kepada Universiti di kampus-kampus, mulai artikel sampai penerbitan
buku dan majalah-majalah, sampai kepada urusan politik dalam amar makruf nahi
mungkar, dan sebagainya.
Sampai kepada Muktamar Ikhwanul Muslimin yang ketiga tahun 1934,
tampak tokoh-tokoh intelektual dan para ulama terkenal yang menjadi anggota
dan pendukung Ikhwan, seperti Syekh Thanthawi Jauhari, seorang ahli tafsir
terkenal dan Guru Besar. Kemudian Sayid Quthub, Dr. Abdul Qadir Audah,
seorang Hakim terkenal, dan juga Dr. Hasan Al-Hadlaiby, dan sebagainya.
Syeikh Hasan Al-Bana bersama kawan-kawannya tidak mampu berdiam diri
menghadapi kekuasaan Raja Farouk yang telah tenggelam dalam kemabukan,
rasuah, dan sewenang-wenang. Perbezaan pendapat, perselisihan, dan akhirnya
pertentangan dengan penguasa yang aniaya dan dibantu oleh kekejaman penjajah
Inggeris tidak dapat dihindarkan.
3
Tentu saja penyokong Kerajaan bekerja keras untuk dapat mengawasi gerak-
geri para anggota Ikhwanul Muslimin. Kaum Imperialis Inggeris pula di dalam
mencelakakan Ikhwanul Muslimin mempunyai peranan yang sangat besar.
Akhirnya pada pagi hari tanggal 13 Februari 1949 beliau memanggil
puteranya. Kemudian beliau bercerita kepada puteranya itu bahawa semalam
beliau bermimpi merasa dikunjungi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi
Thalib berkata kepada beliau: “Wahai Hasan, kamu telah menunaikan kewajiban,
semoga amalmu diterima oleh Allah.”
Kemudian pada petang harinya, beliau meninggalkan rumah bersama kawan-
kawan seperjuangan pergi menunaikan tugas. Tiba-tiba beliau ditembak oleh
seorang anggota Polis kakitangan Raja Farouk, dan tersungkurlah beliau di tepi
jalan Kairo, dan beliau menemui syahidnya setelah sampai di hospital.
Beliau meninggal dunia kerana ditembak di pinggir jalan raya, dan tidak
diketahui siapa pembunuhnya. Bahkan pembunuhnya mendapat hadiah dari Raja
Farouk.
Jenazah beliau hanya disolatkan oleh ayah beliau sebagai Imam dan anak
lelaki beliau sebagai makmum. Hanya dua orang. Kerana di sekeliling rumah
beliau dijaga ketat oleh askar negara untuk melarang siapapun masuk rumahnya
memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.
Hasan memandang kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah seantero
dunia Islam, khususnya saat keruntuhan Attaturk pada tahun 1924M. Kegelisan
4
dan keprihatinan al Banna menjadikannya terjun diri dalam Ikhwanul muslimin,
organisasi baru yang dibentuknya.
Sebab-sebab lahirnya Ikhwanul Muslimin secara garis besar dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Kegagalan Barat
Faktor pertama adalah kegagalan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang
merupakan landasan peradaban Barat. Pandangan hidup Barat cepat
mendatangkan hasil dalam mengembangkan pengetahuan yang bersifat praktis
dan tehnis, penemuan-penemuan dan membanjirnya produk-produk mekanis
ke pasaran, tetapi tidak mampu memberikan kepada fikiran manusia suatu
cahaya kebenaran, harapan, keyakinan, ataupun jalan keluar bagi orang-orang
yang mengalami kesulitan untuk memperoleh ketenangan dan ketentraman.
Manusia bukan sekedar alat bagi sesamanya. Manusia muak dengan keadaan
yang serba materialistik itu. Kehidupan ala Barat hanya mampu memberikan
kenikmatan lahiriyah. Makin hari manusia semakin haus akan jiwa yang
bebas. Dan agama adalah jawabannya.
2. Kesempurnaan Islam
Faktor kedua ialah penemuan para pemikir Musllim akan adanya
prinsip-prinsip dan aturan-auran yang luhur, terhormat, manusiawi, dan agama
sempurna, yaitu Islam. Dalam waktu yang lama sekali kaum muslimin telah
mengabaikan ini semua, namun setelah Allah memberi petunjuk kepada para
pemikir di kalangan mereka dan kemudian mereka membanding-
5
bandingkan,merekapun sadar akan kesenjangan antara nilai-nilai pendahulu
dengan nilai-nilai Barat.
3. Corak Perkembangan
Faktor ketiga adalah perkembangan kondisi-kondisi sosial di antara
masa-masa dua perang dunia yang merenggut nyawa , yang menelorkan
pengamatan dan penelitian untuk kembali lagi kepada al Qur’an hadits.
Dunia telah lama dikuaasai oleh sistem demokrasi, dan di mana-mana orang
mengagungkan dan memberi penghormatan kepada kemenangan sistem itu.
Hitler, Nazi di Jerman dan Musolini di Italia adalah ikon system ini.
B. Ide dan Gerakan
Ide dan gerakan Al Banna merupakan hasil responnya dari konteks sosial
politik Mesir saat itu sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Sebuah
fenomena yang menimbulkan rasa keprihatinan yang sangat mendalam pada jiwa
al Banna. Sebuah kondisi yang membentuk jiwanya menjadi jiwa yang selalu
kritis dan revolusioner . Adapun bidang-bidang yang “disentuh” oleh al Banna
yaitu:
1) Bidang dakwah
Kata dakwah merupakan isim masdar dari kata yang berarti menyeru,
memanggil, mengajak, menjamu , atau lebih konkritnya adalah mengajak
pada kebenaran dan kebaikan . Aktifitas dakwah bagi Al Banna sendiri
merupakan suatu kegiatan rutin yang sudah digelarnya sejak masa remaja.
6
Dalam dakwahnya ia menekankan pada aspek amar bil ma’ruf nahhy
‘an munkar, Wujud nyata darinya adalah kedisiplinannya dalam
mengumandangkan adzan untuk sholat berjamaah, bahkan ia pernah
menyampaikan protes kepada guru lembaga pendididkan Islam yang tidak
menghiraukan waktu shalat . Dakwah bagi Al Banna merupakan sarana yang
tepat untuk dijadikan sebagai media penyampaian pesan-pesan Islam, dan
gagasan-gagasannya. Karena itu, aktifitas dakwah ia gelar pada moment-
moment yang tepat, tanpa terikat oleh waktu dan tempat.
Sebagai hasilnya, pada tahun 1928 terbentuklah organisasi Ikhwanul
Muslimin yang selanjutnya menjadi wadah bagi misi pembaharuan Al Banna.
Jika sebelumnya dakwah Al Banna terbatas pada lisan, setelah terbentuknya
organisasi ini kemudian dakwahnya dikembangkan lewat berbagai media,
seperti Koran, tabloid, majalah, di samping aktifitas-aktifitas sosislnya .
Ciri dakwah Al Banna adalah profesionalisme, terencana, dan totalisme.
Dengan demikian, dakwah yang dijalankan Al Banna tidak bersifat insidentil,
tetapi ia terprogram dengan materi-materi dan tahapan-tahapan tertentu
(classification), yaitu:
Tahap propaganda, pengenalan, dan penyebaran ide (at-Ta’rif) ;
Tahap pembentukan, seksi, pendukung (at-Takwin) ;
Pelaksanaan dan kerja nyata (at-Tanfidz).
Tahapan-tahapan ini mengindikasikan profesionalisme dakwah Al Banna .
2) Pendidikan
7
Kejumudan berfikir merupakan masalah yang bukan lagi isu,
melainkan realita dari umat muslim hingga dewasa ini. Hal ini bisa jadi ada
hubungannya dengan kemenangan kaum Asy’ari atas Mu’tazillah. Taqlid ada
di mana-mana. Sehingga tidak salah bila dikatakan masa-masa ini sebagai
masa ditutupnya pintu ijtihad. Aspek lainnya adalah mayoritas masyarakat
Mesir memahami agama sebagai aspek ritual saja, tanpa bersentuhan dengan
realitas hidup. Kondisi lingkungan semacam inilah yang dihadapi Al Banna.
Pendidikan dan pembinaan (tarbiyah) adalah kata kunci masalah ini, atau
merupakan kalimat rahasia kalau boleh diistilahkan. Pendidikan merupakan
instrument terpenting bagi terwujudnya suatu perubahan dan pembinaan umat.
Pendidikan Mesir saat itu sedang mengalami dikotomi , dimana pendidikan
umum dikelola pemerintah dan pendidikan agama dikelola oleh swasta..
Untuk mengatasinya, Al Banna menggagaskan adanya sekolah khusus Al
Ikhwan Al Muslimun dengan kurikulum yang ekslusif-sebagai follow up
gagasan tersebut, didirikan Madrasah Al Tahdzib li Ikhwan al Muslimun
dengan materi yang mencakup: al Qur’an, hadits, aqidah, ibadah, akhlaq,
sejarah Islam, dan tokoh-tokoh salaf, latihan pidato. Kedua, ia menggagaskan
agar di sekolah pemerintah maupun di sekolah swasta diadakan pendidikan
agama, yang mencakup: pembangkitan semangat nasional, pembinaan moral
yang luhur, dan sejarah. Usulan lainnya ialah dimasukkannya pendididkan
agama di semua tingkatan pendidikan, pemisahan tempat peserta didik laki-
laki dengan perempuan, serta dimasukkannya ilmu pengetahuan praktis yang
8
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi agama dan negara . Selanjutnya
gagasan ini disebut dengan Pendidikan Khuluqiyyah.
Tujuan akhir dari program pendidikan ala Al Banna ini adalah
terbentuknya pribadi muslim dengan dedikasi tinggi, daya pikir tinggi, moral
mulia, dan fisik yang kuat, serta punya semangat untuk melakukan perubahan
dimanapun ia berada, dan tidak menyerah pada kondisi yang ada.
Kualitas paripurna pelaksaanaan pendidikan yang saling terkait dan terintegral
ini, diharapkan dapat melahirkan individu-individu muslim yang konsis dalam
mengamalkan ajaran Islam. Kualitas ini kata Al-Banna secara
berkesinambungan akan melahirkan mode keluarga Islam, masyarakat Islam
dan negara Islam. Dengan demikian , secara makro peembaruan Al-Banna
dilakukan dari lapisan masyarakat terbawah sampai pada lapisan teratas secara
bertahap.
3) Ekonomi
Seperti negara-negara Islam lainnya, Mesir termasuk negara
berkembang dimana mayoritas penduduknya berpenghasilan di bawah rata-
rata standar. Kondisi ini tidak terlepas dari faktor geografis, yaitu lahan
pertanian yang tandus, sementara mata pencaharian pokok mereka bertumpu
pada pertanian. Di pihak lain, adanya monopoli pihak asing , yaitu Inggris di
Terusan Suez Sebagai antitesa (respon) atas permasalahan tersebut, Al Banna
mengembangkan sistem ekonomi kemitraan di antara sesama umat Islam,
yang sahamnya sama-sama dimiliki oleh rakyat . Sistem ini diharapkan dapat
9
menandingi sistem perekonomian asing maupun para politisi besar Mesir.
Wujud follow up dari kemitraan ini yaitu berdirinya syarikat dagang bernama
Syarikat Mu’amalat Al Islamiyat. Selain itu Al Banna juga mengembangkan
model pertanian baru di seluruh pelosok negeri Mesir. Bagi Al Banna selam
kemiskinan belum bisa diberantas, maka sikap ketergantungn masyarakat
tetap tinggi kepada pihak asing
4) Politik
Inggris mulai menduduki Mesir pada tahu 1882. Dalam pada itu
terjadi gejolak besar-besaran, dalam bidang ipoleksosbudhankam, sehingga
muncul tiga teori yang ditawarkan dalam perumusan dasar negara. Tiga teori
itu ialah patriotisme, nasionalisme, dan Pan Islamisme. Ketiga teori tersebut
menginspirasikan Al Banna untuk memformulasikan sistem politik Mesir. Ide
patriotisme dan nasionalisme menurut al Banna tidak bertentangan dengan
Islam, karena bertujuan untuk memperoleh kebenaran, dan lain-lain.
Adapun nasionalisme, menurut al Banna, harus didasarkan pada jiwa
kebangsaan dan ikatan aqidah Islam, pelestarian tradisi lama dan tidak
bertentangan dengan Islam.
Al Banna sebagai seorang pembaru yang orientasinya salafi, berupaya
untuk menghidupkan kembali model pemerintaha salafi, yaitu model khilafat
seperti Al Khulafa’ al Rasyidun. Karena pada masa inilah sistem politik Islam
benar-benar diterapkan secara utuh. Meskipun demikian ia dan ikhwanul
muslimun tidak berlaku arogan guna mencapai cita-citanya. Karena baginya,
10
kepada sesama muslim yang saling mengishlah, pendekatan damai lebih
disenangi. Tapi dalam kaitannya dengan penjajah kafir, al Banna tidak
memberikan tawaran lain, yaitu berjihad (baik gerilya maupun terang-
terangan) untuk mengusir mereka dari wilayah Mesir. Bagi Al Banna,
penjajah yang hanya bisa mengeksploitasi harus dilawan agar hengkang
segera dari Mesir. Kesimpulan dari percobaan al Banna di lapangan sosial
politik adalah bahwa ia menekankan dua aspek mendasar, yaitu:
a. Sesungguhnya “metode damai” yang digunakan di dalam negeri atau
“metode tahapan” (tadarruj) yang dilaksanakan untuk membangun
kekuatan dari bawah sangat sesuai dengan sifat aktivitas gerakan social-
politik yang mengacu pada perbaikan (ishlah). Adappun metode revolusi
yang mengarah pada pengaruh kekuasaan politik-dari atas- biasanya tidak
direspon masyarakat yang sesuai dengan harapan. Ini pula yang menuruut
pengamatan penyusun, pelaksanaan praktek metode ikhwanul muslimun
di tiap Negara berbeda disesuaikan dengan kebiasaan di negara tersebut di
samping tergantung dengan faham aliran ikhwanul muslimunnya (karena
lagi-lagi menurut pengamatan peyusun , faham-faham ala ikhwanul
muslimun yang berkembang pesat dewasa ini tak semuannya
menggunakan metode-metode dan ide-ide Hasan al Banna selaku mursyid
am ataupun pendirinya). Sebagai contoh, di luar Indonesia, aliran-aliran
ala ikhwanul muslimun terkesan keras dan tegas, salah satunya HT
(Hizbut Tahrir), dan lain sebagainya. Sedangkan aliran-aliran ala ikwanul
11
muslimun di Indonesia selain ada yang keras dan tegas (HTI), ada
kecenderungan masyarakat lebih percaya bahwa PKS (Partai Keadilan
Sejahtera) yang lebih lunak dan fleksibel adalah salah satu aliran sah
ikhwanul muslimun.
b. Kombinasi antara dua metode yang berlawanan dalam perubahan(metode
damai dan metode revolusi) dalam satu kerangka organisasi adalah
keadaan yang diliputi oleh berbagai macam bahaya, sehingga dalam
banyak hal dapat menghilangkan aspek manfaat dari metode itu.
Perubahan social seharusya mendapatkan prioritas yang paling utama dari
perubahan politik, dan ini merupakan prinsip dasar untuk kesuksesan dan
jaminan bagi kelangsungan pergerakan.
5) Sosial
Pendudukan Prancis, Lalu Inggris atas Mesir berakibat pada hancurnya
kehidupan sosial masyarakat. Sebagai dampak nyata dari dominasi tersebut
adalah terjadinya dekadensi moral, manipulasi,dsan kehancuran dalam
berbagai aspek kehidupan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Rais, Amin. Islam dan Pembaharuan . cet 5. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1995.
Yakan, Fathi. Revolusi Hasan al Banna. Jakarta: Harakah, 2002.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia .Jakarta : PT. Hidakarya Agung. 1989.
Fahal, Muktafi, dan Achmad Amir Aziz. Teologi Islam Modern.Surabaya: Gitamedia
Press.1999.
Qordhowy,Yusuf. 70 Tahun Al Ikhwan Al Muslimun . Jakarta : Pustaka al Kautsar.
1999.
13
MAKALAH
PPMDIIde dan Gerakan Hasan Al-Bana
Oleh :Rieke Purnamasari
209 321 5934
DosenAsmara
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRISPENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIIAIN (BENGKULU)
2013
14