49
IDENTIFIKASI KERENTANAN DINDING BENDUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MIKROSEISMIK (STUDI KASUS BENDUNGAN JATIBARANG, SEMARANG) Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika oleh Koen Dian Pancawati 4211412053 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 i

IDENTIFIKASI KERENTANAN DINDING BENDUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/26746/1/4211412053.pdf · Alwiyah, Ayu, Diah, Dodoh, Dwi, Elvira, Eva, Herdita, Ikhsana, Itsnaini, Lela, Mita,

  • Upload
    lynhan

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

IDENTIFIKASI KERENTANAN DINDING BENDUNGAN

DENGAN MENGGUNAKAN METODE MIKROSEISMIK

(STUDI KASUS BENDUNGAN JATIBARANG, SEMARANG)

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

Koen Dian Pancawati

4211412053

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

i

ii

iii

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

▪ Success is not a final, only an achievement and Intelligence is not the

measurement, but intelligence support all

▪ You can if you think you can, Tak ada yang tidak mungkin. Semuanya adalah

proses, Cukup lakukanlah yang terbaik

PERSEMBAHAN

Untuk Bapak, Mama, Guru-guru, Kakak

Adik, Keluarga, Rekan, dan Sahabat

v

PRAKATA

Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Identifikasi Kerentanan

Dinding Bendungan dengan Metode Mikroseismik (Studi Kasus Bendungan

Jatibarang, Semarang)” ini dapat terselesaikan dengan baik, dan tepat waktu.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang;

2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang;

3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang;

4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika, Jurusan

Fisika Universitas Negeri Semarang;

5. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam

penyusunan skripsi maupun pelaksanaan penelitian;

6. Dr. Khumaedi, M.Si., selaku selaku dosen pembimbing 2 yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi

dalam penyusunan skripsi;

7. Drs. Ngurah Made Dharma Putra, M. Si., Ph. D., selaku dosen wali yang telah

banyak memberikan arahan, semangat dan motivasi, serta seluruh dosen

Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis selama menempuh studi;

8. Sekretaris dan TU Jurusan Fisika maupun Fakultas Matematika dan Ilmu

vi

Pengetahuan Alam yang telah membantu kelancaran dalam administrasi

penyusunan skripsi.

9. Bapak, Ibu, kakak dan adik tercinta atas doa dan dukungannya.

10. Teteh, Aang, Om, tante, segenap keluarga besar yang selalu ada didalm duka dan

suka, serta senantiasa menyemangati dan mendoakan penulis setiap waktu.

11. Teman Aipot, Teman Ex-kyu, serta Teman seperjuangan Fisika 2012, atas

semangat dan dukungannya.

12. Kakak angkatan serta adik angkatan untuk semangat, kebersamaan, dan pelajaran

yang telah diberikan.

13. M. Ahganiya Naufal yang selalu memberikan semangat, pendapat dan pikiran serta

doa bagi penulis.

14. Alwiyah, Ayu, Diah, Dodoh, Dwi, Elvira, Eva, Herdita, Ikhsana, Itsnaini, Lela,

Mita, Tri, Siti W, Ka Widi, Ka Gunawan, Ka Nadine, Ka Uzi, Ka Retno, Retno W,

Tahlis, Anna, Arum, Aini, Purwa, Hendri, Anggit, Ahmad Yani, segenap KSGF

2015 dan 2016 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semangat dan

bantuannya.

15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga hasil yang ada dapat bermanfaat.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik dalam

pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran

senantiasa penulis nantikan untuk perbaikan karya-karya yang selanjutnya.

Semarang,

Penulis vii

Agustus 2016

ABSTRAK Pancawati, K. D. 2016. Identifikasi Kerentanan Dinding Bendungan dengan Menggunakan Metode Mikroseismik (Studi Kasus Bendungan Jatibarang, Semarang). Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Khumaedi, M.Si. Kata kunci: Kerentanan, Bendungan, Mikroseismik, HVSR, Ground Shear Strain

Peristiwa jebolnya waduk Situ Gintung pada tahun 2009 menunjukkan bahwa

kurangnya kajian mengenai kerentanan dinding bendungan. Salah satu metode

yang mampu mengestimasi kerentanan dinding bendungan untuk mitigasi

bencana adalah metode mikroseismik. Penelitian ini dilakukan di Bendungan

Jatibarang dengan menggunakan metode mikroseismik teknik HVSR dan durasi

perekaman selama 30 menit. Data lapangan tersebut diolah menggunakan

software Geopsy dan dianalisis. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan

bahwa pada B1 dan A3 nilai frekuensi natural dan percepatan getaran tanah

maksimum bernilai tinggi, sedangkan nilai indeks kerentanan seismik, ketebalan

lapisan lapuk dan ground shear strain bernilai rendah. Pada titik B4 dan A6 nilai

frekuensi natural dan ground shear strain bernilai rendah, sedangkan nilai

percepatan getaran tanah maksimum, indeks kerentanan seismik dan ketebalan

lapisan lapuk bernilai sedang. Pada titik B2, B3, A4 dan A5 nilai frekuensi natural

dan percepatan getaran tanah maksimum bernilai tinggi, sedangkan nilai indeks

kerentanan seismik, ketebalan lapisan lapuk dan ground shear strain bernilai

tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada titik B1 dan A3 memiliki resiko

tingkat kerawanan yang rendah pada titik B4 dan A6 memiliki resiko tingkat

kerawanan yang sedang namun dimungkinkan adanya rekahan atau penurunan

tanah, serta pada titik B2, B3, A4 dan A5 memiliki resiko tingkat kerawanan yang

tinggi.

viii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................v PRAKATA .............................................................................................................vi ABSTRAK........................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...............................................................................................4 C. Batasan Masalah .................................................................................................4 D. Tujuan .................................................................................................................4 E. Manfaat Penelitian ..............................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Geologi Daerah Penelitian ...................................................................7 B. Gempa Bumi .......................................................................................................8 B.1. Mekanisme Gempa Bumi ................................................................................9 B.2. Jenis Gempa Bumi ...........................................................................................9 C. Gelombang ........................................................................................................12 C.1. Gelombang Seismik .......................................................................................12 C.1.A. Gelombang Badan ......................................................................................12 C.1.B. Gelombang Permukaan ..............................................................................15 D. Mikroseismik ....................................................................................................17 D.1. Mikroseismik pada Tanah..............................................................................18 D.2 Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) ...............................................19

ix

E. Amplifikasi ........................................................................................................23 F. Analisis HVSR ..................................................................................................24 G. Analisis Frekuensi Domain...............................................................................27 H. Analisis Periode Dominan ................................................................................28 I. Indeks Kerentanan Seismik ................................................................................30 J. Ground Shear Strain ...........................................................................................31 K. Peak Ground Acceleration ................................................................................32

BAB 3 METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian .............................................................................................33 B. Peralatan ............................................................................................................33 C. Prosedur Pengukuran ........................................................................................34 D. Diagram Alir Penelitian ....................................................................................35 D.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ............................................................35 D.2. Pengambilan data di Lapangan ......................................................................37 E. Pengolahan Data ................................................................................................38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengolahan data mentah rekaman mikroseismik daerah penelitian ........40

A.1. Frekuensi Dominan Tanah (f0) ......................................................................41

A.2. Faktor Amplifikasi (A0) ................................................................................42 A.3. Ketebalan Lapisan Lapuk (H) ........................................................................43

A.4. Indeks Kerentanan Seismik (Kg) ...................................................................44 A.5. Percepatan Getaran Tanah Maksimum (PGA) ..............................................45

A.6. Ground Shear Strain ( ).................................................................................47 B. Pembahasan rekaman data mikroseismik daerah penelitian .............................48

B.1. Nilai Frekuensi Dominan Tanah (f0) .............................................................48

B.2. Nilai Amplifikasi (A0) ...................................................................................49 B.3. Nilai Ketebalan Lapisan Lapuk (H) ...............................................................50

B.4. Nilai Indeks Kerentanan Seismik (Kg) ..........................................................51 B.5. Nilai Percepatan Getaran Tanah Maksimum (PGA) .....................................51

B.6. Nilai Ground Shear Strain ( ) ........................................................................52

C. Pembahasan data antara Hubungan F0, A0, Kg, H, PGA dan GSS ..................53 x

BAB 5 PENUTUP A. Simpulan ...........................................................................................................56 B. Saran .................................................................................................................56

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................57 LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 2.1 Data Tabel Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Domain Mikroseismik pada Tanah .........................................................................................28 Tabel 2.2 Data Tabel Klasifikasi Tanah Kanai- Omote Nkajima ..............................29 Tabel 2.3 Tabel Lapisan Berdasarkan Indeks Kerentanan Seismik ..........................31

Tabel 2.4 Tabel Hubungan antara dengan Sifat Dinamik Tanah .........................32 Tabel 2.5 Rentang skala Percepatan Getaran Tanah Maksimum ..............................32 Tabel 3.1 Tabel Pengambilan Data di Lapangan .......................................................37

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 2.1 Gelombang P .........................................................................................13 Gambar 2.2 Gelombang S .........................................................................................14 Gambar 2.3 Gelombang Love ...................................................................................16 Gambar 2.4 Gelombang Rayleigh .............................................................................17 Gambar 2.5 Deskripsi Komputasi Metode HVSR.....................................................21 Gambar 2.6 Daerah dengan Lapisan Tanah Berbeda ................................................30 Gambar 2.7 Deformasi Regangan Pada Permukaan Tanah .......................................31 Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................................33 Gambar 3.2 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ....................................................36 Gambar 4.1 Peta Persebaran Nilai Frekuensi Dominan Tanah .................................41 Gambar 4.2 Peta Persebaran Nilai Frekuensi Amplifikasi ........................................42 Gambar 4.3 Peta Persebaran Nilai Ketebalan Lapisan Lapuk ...................................44 Gambar 4.4 Peta Persebaran Nilai Indeks Kerentanan Seismik ................................44 Gambar 4.5 Peta Persebaran Nilai Peak Ground Acceleration .................................46 Gambar 4.6 Peta Persebaran Nilai Ground Shear Strain ...........................................47

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman Lampiran 1 Data Pengukuran di Lapangan ...............................................................59 Lampiran 2 Data Hasil Penelitian secara Perhitungan ..............................................60 Lampiran 3 Dokumentasi Hasil Pengolahan .............................................................61 Lampiran 4 Dokumentasi di Lapangan .....................................................................63 Lampiran 5 SK Pembimbing .....................................................................................64

xiv

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia secara geografis berada di garis khatulistiwa, hal ini

menyebabkan Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan

musim penghujan. Pada musim kemarau sebagian besar wilayah Indonesia

mengalami kekeringan. Sebaliknya pada saat musim hujan kondisi aliran

sungai mempunyai debit yang sangat besar. Kesenjangan akibat

perubahan musim tersebut perlu dilakukan pengkajian, supaya besaran

debit yang terjadi bisa dimanfaatkan dan tidak menimbulkan masalah.

Salah satu pemecahan masalah ini perlu dibuat sebuah penampung air di

alur sungai yaitu bendungan atau waduk. Dinding bendungan yang kokoh

mampu menahan volume air yang banyak. Namun, tekanan volume air

dan material lain yang bertumbukan dengan dinding bendungan

menyebabkan dinding bendungan mengalami pengikisan.

Gejala geologi yang mempengaruhi kerentanan dinding bendungan

salah satunya adalah gempa bumi. Gempa bumi menyebabkan getaran

pada permukaan tanah. Salah satu akibat yang ditimbulkan oleh gempa

bumi adalah kerusakan struktur pada dinding bendungan. Kerusakan pada

dinding bendungan disebabkan oleh kekuatan dan kualitas bangunan,

kondisi geologi dan geotektonik suatu daerah terhadap akibat gempa bumi

(Dewi, 2013). Kerentanan suatu bangunan perlu diketahui untuk

2

menganalisis dampak gempa bumi terhadap suatu bangunan. Salah satu

metode yang dapat mengetahui kerentanan suatu bangunan adalah metode

mikroseismik.

Menurut Susilo dan Wiyono (2012), Mikroseismik adalah getaran

tanah yang disebabkan oleh faktor alam maupun buatan seperti angin,

ombak atau aktivitas kendaraan sehingga menyebabkan kondisi geologi

pada permukaan. Mikroseismik merupakan salah satu metode geofisika

pasif. Metode mikroseismik pada dasarnya merekam getaran tanah alami

yang merefleksikan kondisi geologi suatu daerah.

Salah satu teknik dalam mikroseismik adalah teknik HVSR

(Horizontal to Vertical Spectral Ratio). Teknik HVSR pertama kali

diperkenalkan oleh Noghosi dan Igarashi dan disebarkan oleh Nakamura,

sehingga metode ini biasa dikenal juga dengan teknik Nakamura. Teknik

HVSR didasarkan pada perbandingan spektral amplitudo komponen

horizontal terhadap komponen vertikal. Parameter penting yang dihasilkan

dari teknik HVSR adalah frekuensi natural (f0) dan amplifikasi (A0).

Parameter tersebut digunakan sebagai karakterisasi geologi setempat.

Menurut Warnana et al., (2001). Teknik HVSR secara luas dapat

digunakan untuk studi efek lokal dan mikrozonasi. Selain sederhana dan

bisa dilakukan kapan dan dimana saja, Nakamura (2000) menyebutkan

bahwa teknik HVSR untuk analisis mikroseismik bisa digunakan untuk

memperoleh frekuensi natural sedimen. Penggunaan mikroseismik sendiri

telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi resonansi frekuensi dasar

3

bangunan dan struktur tanah di bawahnya. Kemampuan teknik HVSR bisa

memberikan informasi yang bisa diandalkan dan diasosiasikan dengan

efek lokal yang ditunjukkan secara cepat yang dikorelasikan dengan

parameter HVSR yang dicirikan oleh frekuensi natural rendah (periode

tinggi) dan amplifikasi tinggi.

Peristiwa jebolnya waduk Situ Gintung pada tahun 2009

(www.nasional.kompas.com) menunjukkan bahwa kurangnya kajian

mengenai kerentanan dinding bendungan. Hal ini dikarenakan tidak

adanya informasi tentang estimasi kerentanan dinding bendungan yang

mampu dijadikan acuan untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa pada

saat dinding bendungan tidak mampu lagi menahan volume air yang

banyak. Salah satu metode yang mampu mengestimasi kerentanan dinding

bendungan adalah metode mikroseismik. Pada metode mikroseismik

terdapat teknik HVSR yang mampu mengestimasi frekuensi resonansi

secara langsung tanpa harus mengetahui struktur kecepatan gelombang

geser dan kondisi geologi bawah permukaan lebih dahulu (Warnana et al.,

2001). Dari frekuensi resonansi tersebut dapat dilakukan kajian mengenai

indeks kerentanan suatu dinding bendungan sebagai langkah awal mitigasi

bencana.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka

dapat dirumuskan permasalahan, bagaimanakah estimasi kerentanan tubuh

4

bendungan Jatibarang dengan metode Mikroseismik, Kecamatan

Gunungpati, Kabupaten Semarang Jawa Tengah?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini menggunakan metode mikroseismik HVSR di

Bendungan Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian inovatif ini adalah untuk mengetahui

estimasi kerentanan tubuh bendungan Jatibarang dengan metode

Mikroseismik, Kecamatan Gunungpati, Kabupaten Semarang, Jawa

Tengah.

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bagi masyarakat sekitar tentang lokasi yang

harus dihindari apabila suatu saat terjadi kebocoran.

2. Memberikan informasi bagi pemerintah terkait metode

mikroseismik sebagai salah satu metode untuk dasar mengetahui

kerentanan bangunan Bendungan Jatibarang.

3. Memberikan informasi tentang mitigasi bencana dari nilai

kerentanan bangunan Bendungan Jatibarang.

F. Penegasan Istilah

Pada penelitian ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda

terhadap beberapa istilah yang digunakan, maka diperlukan penegasan

istilah sebagai berikut :

5

1. Mikroseismik merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa

berupa getaran akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam.

2. Horizontal to Vertical Spectra Ratio (HVSR) adalah didasarkan pada

perbandingan spektral vertikal komponen horizontal terhadap

komponen vertikal.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi disusun untuk memudahkan

pemahaman tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan ini dibagi menjadi

tiga bagian yaitu : bagian pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi, dan

bagian akhir skripsi.

1. Bagian awal skripsi berisi tentang lembar judul, persetujuan

pembimbing, lembar pengesahan, lembar pernyataan, motto dan

persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar

gambar dan lampiran.

2. Bagian isi skripsi terdiri dari :

Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang pemilihan judul,

rumusan masalah, tujuan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II Landasan teori terdiri dari kajian mengenai landasan teori yang

mendasari penelitian.

Bab III Metode Penelitian berisi waktu dan tempat pelaksanaan

penelitian, desain penelitian, dan metode analisis serta interpretasi data

dan metode pengumpulan data.

6

Bab IV Hasil dan Pembahasan berisi tentang hasil-hasil penelitian dan

pembahasannya.

Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.

3. Bagian akhir skripsi terdiri atas daftar pustaka dan lampiran.

7

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan Peta Geomorfologi Indonesia disebutkan bahwa daerah

Semarang dan sekitarnya, pada umumnya ditempati oleh dataran alluvium

dengan beberapa pematang dan rawa. Endapan yang merupakan isian pada

cekungan antar-pegunungan dan kompleks perbukitan lipatan terdapat di

sebagian Semarang selatan dan timur. Wilayah lainnya merupakan

morfologi kompleks endapan gunung api. Sesar berarah utara–selatan yang

memanjang disebelah timur Semarang memotong endapan Kuarter hasil

Gunung Api Merbabu dan Merapi hingga dasar Laut Jawa di sebelah utara

Semarang. Berdasarkan Peta Geomorfologi Lembar Semarang dan Bagian

Utara Ungaran, memperlihatkan bahwa Semarang bagian utara, dari

Kecamatan Tugu sampai Kecamatan Semarang Timur bagian utara, dan

sebagian daerah aliran Sungai Kali Kreo memanjang sampai Sungai

Kaligarang terbentuk oleh satuan bentukan asal struktur. Satuan bentukan

asal gunung api terdapat di bagian barat daya Semarang selatan, sementara

satuan bentukan asal sungai tersebar luas terutama di bagian timur.

Thanden et al., (1996) menyatakan bahwa kegiatan tektonik paling

akhir di Semarang terjadi pada Plio–Plistosen. Struktur sesar terutama

berkembang sepanjang batas antara batuan ynag berumur Kuarter, yaitu

8

Formasi Damar dan Formasi Kaligetas maupun Kerek yang berumur

Miosen Tengah. Sesar tersebut terutama didominasi oleh sesar normal di

bagian timur. Sementara di bagian barat didominasi oleh sesar naik.

Beberapa sesar mendatar berarah barat laut–tenggara berkembang di bagian

barat Kecamatan Mijen. Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang

memperlihatkan adanya sesar yang memisahkan Formasi Damar berumur

Kuarter dan Formasi Kerek berumur Miosen Tengah. Sesar tersebut muncul

kembali di Desa Jatirejo dan Srondolwetan memotong sungai Kreo, Sungai

Kripik, dan Sungai Garang. Pada zaman Kuarter, sesar–sesar ini teraktifkan

kembali. Sesar yang berarah utara–selatan teraktifkan lagi sebagai sesar

mengiri, dan Sesar Kaligarang termasuk dalam kelompok ini. Sesar yang

berarah timur laut–barat daya teraktifkan lagi sebagai sesar naik, termasuk

di dalamnya Sesar Kali Pengkol dan Sesar Kali Kreo, sedangkan sesar yang

berarah barat–timur teraktifkan lagi sebagai sesar naik menganan.

B. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan

energi dari dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya

lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya

gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi

yang dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa bumi

sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi

(www.bmkg.go.id).

9

1. Mekanisme Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran yang ditimbulkan oleh lewatnya

gelombang seismik yang dipancarkan oleh suatu sumber energi elastik yang

dilepaskan secara tiba-tiba. Pelepasan energi elastik tersebut terjadi pada

saat batuan di lokasi sumber gempa tidak mampu menahan gaya yang

ditimbulkan oleh gerak relatif antar blok batuan, daya tahan batuan

menentukan besar kekuatan gempa.

Teori yang menjelaskan tentang energi elastik yang dapat diterima

adalah pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastis dikemukakan oleh

Harry Fielding Rheid. Teori ini menjelaskan jika permukaan bidang sesar

saling bergesekan, batuan akan mengalami deformasi (perubahan wujud)

jika perubahan tersebut melampaui batas elastisitas atau regangannya, maka

batuan akan patah dan akan kembali ke bentuk asalnya.

2. Jenis Gempa Bumi

Gempa bumi yang terjadi dapat dibagi berdasarkan penyebabnya,

antara lain:

A. Gempa Bumi Runtuhan

Kalau saja terjadi keruntuhan di dalam bumi, hal itu hanya mungkin

terjadi pada daerah pertambangan bawah tanah (under ground), penggalian

batu kapur, dan sejenisnya. Akan tetapi keruntuhan yang terjadi hanya dapat

menimbulkan getaran bumi yang sangat kecil dan bersifat setempat (lokal)

serta kekuatannya berkisar antara 2 hingga 3 pada Skala Richter.

10

B. Gempa Bumi Vulkanik

Aktivitas gunung api dapat menimbulkan gempa yang disebut gempa

bumi vulkanik. Gempa bumi ini terjadi baik sebelum, selama, ataupun

sesudah letusan gunung api. Penyebab gempa ini adalah adanya persentuhan

antara magma dengan dinding gunung api dan tekanan gas pada letusan

yang sangat kuat, atau perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur

magma.

Kekuatan gempa bumi vulkanik sebenarnya lemah dan hanya terjadi

wilayah sekitar gunung api yang sedang aktif. Dari seluruh gempa bumi

yang terjadi hanya 7% yang termasuk ke dalam gempa bumi vulkanik,

walaupun demikian kerusakannya cukup luas juga, karena disertai dengan

letusan gunung api.

Berdasarkan kedudukan sumber gempanya (posisi kegiatan magma)

dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Gempa vulkanik dalam memiliki kedalaman sumber gempa ±2 – 30 Km.

gempa bumi ini banyak persamaannya dengan gempa bmi tektonik,

terutama mengenai gempa susulannya. Gempa bumi ini terjadi pada saat

menjelang letusan suatu gunung api atau sebagai pertanda bahwa suatu

gunung api tengah mulai aktif.

2. Gempa vulkanik dangkal memiliki kedalaman sumber gempa kurang dari

2 Km yang terjadi pada saat mendekati terjadinya letusan, saat letusan,

dan setelah letusan terjadi.

11

3. Gempa bumi ledakan terjadi sehubungan dengan tengah berlangsungnya

ledakan gunung api. Sumber gempa ini sangat dangkal yaitu kurang dari

1 Km.

4. Getaran vulkanik atau tremor, terjadi terus-menerus sehingga

menciptakan suasana tidak tenang. Sumber gempa ini terletak pada

kedalaman 30 Km sampai permukaan.

C. Gempa Bumi Tektonik

Gempa Bumi tektonik adalah jenis gempa bumi yang disebabkan

oleh pergeseran lempeng plat tektonik. Gempa ini terjadi karena besarnya

tenaga yang dihasilkan akibat adanya tekanan antar lempeng batuan

dalam perut bumi. Gempa Bumi ini adalah jenis gempa yang paling sering

dirasakan, terutama di Indonesia.

Gempa tektonik yang kuat sering terjadi di sekitar tapal

batas lempengan-lempengan tektonik. Lempengan-lempengan tektonik ini

selalu bergerak dan saling mendesak satu sama lain. Pergerakan lempengan-

lempengan tektonik ini menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara

perlahan-lahan. Gempa tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan

energi yang telah lama tertimbun tersebut. Gempa tektonik biasanya jauh

lebih kuat getarannya dibandingkan dengan gempa vulkanik, maka getaran

gempa yang merusak bangunan kebanyakan disebabkan oleh gempa

tektonik. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai

kecacatan tektonik. Teori dari lempeng tektonik (tectonic plate)

12

menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian

besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan

seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah

dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

gempa tektonik.

C. Gelombang

1. Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang yang menjalar di dalam bumi.

Gelombang seismik sering timbul akibat adanya gempa bumi atau ledakan.

Gelombang seismik dibagi menjadi dua yakni :

A. Gelombang badan.

B. Gelombang permukaan.

C. 1. A. Gelombang badan

Gelombang badan menjalar melalui interior bumi dan efeknya

kerusakannya cukup kecil. Gelombang badan dibagi menjadi dua, yaitu :

Gelombang badan atau gelombang P merupakan gelombang yang waktu

penjalarannya paling cepat. Kecepatan gelombang P antara 1,5 km/s sampai

8 km/s pada kerak bumi. Kecepatan penjalaran gelombang P dapat

dikemukakan dengan persamaan :

13

= (2.1)

Dengan :

= kecepatan gelombang P

µ = modulus geser

ρ = densitas material yang dilalui gelombang

k = modulus Bulk

Seperti terlihat pada gambar 2.1 dibawah ini, arah gerakan partikel

gelombang P searah dengan arah rambat gelombangnya. Gelombang P

dapat menjalar pada semua medium baik padat, cair, maupun gas.

Gambar 2.1 Gelombang P (Elnashai dan Sarno, 2008)

Gelombang S atau gelombang transversal merupakan gelombang

yang waktu penjalaran gelombang S lebih lambat daripada gelombang P.

Kecepatan gelombang S biasanya 60%-70% dari kecepatan gelombang P.

Kecepatan gelombang S dapat diperhatikan dengan persamaan :

14

= (2.2)

Dengan :

= kecepatan gelombang S

µ = modulus geser

ρ = densitas material yang dilalui gelombang

Arah gerakan partikel dari gelombang S tegak lurus dengan arah

rambat gelombangnya seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gelombang S (Elnashai dan Sarno, 2008)

Gelombang S hanya dapat menjalar pada medium padat. Gelombang

S terdiri dari dua komponen yaitu gelombang SV dan gelombang SH.

Gelombang SV adalah gelombang S yang gerakan partikelnya terpolarisasi

pada bidang vertikal, sedangkan gelombang SH adalah gelombang S yang

gerakan partikelnya horizontal. Kegunaan gelombang P dan gelombang S

dalam ilmu kegempaan adalah untuk menentukan posisi episenter gempa.

15

Amplitudo gelombang P juga digunakan dalam perhitungan magnitudo

gempa.

C. 1. B. Gelombang Permukaan

Gelombang permukaan bisa diandaikan seperti gelombang air yang

menjalar diatas permukaan bumi. Gelombang permukaan memiliki waktu

penjalaran yang lebih lambat daripada gelombang badan. Karena

frekuensinya yang rendah, gelombang permukaan lebih berpotensi

menimbulkan kerusakan pada bangunan daripada gelombang badan.

Amplitudo gelombang permukaan akan mengecil dengan cepat terhadap

kedalaman. Hal ini diakibatkan oleh adanya dispersi pada gelombang

permukaan, yaitu penguraian gelombang berdasarkan panjang

gelombangnya sepanjang perambatan gelombang.

Ada dua tipe gelombang permukaan yaitu Gelombang Love dan

Gelombang Rayleigh.

Gelombang Love diperkenalkan oleh Augustus Edward Hough Love

(1911), seorang ahli matematika dari Inggris pada tahun 1911. Gelombang

Love merambat pada permukaan bebas medium berlapis dengan gerakan

partikel seperti gelombang SH. Gelombang Love adalah gelombang

permukaan yang menyebabkan tanah mengalami pergeseran kearah

horizontal seperti terlihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

16

Gambar 2.3 gelombang Love ( Elnashai dan Sarno, 2008)

Gelombang Love dapat diekspresikan dengan persamaan :

Tan = (2.3)

Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan yang orbit

gerakannya elips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya.

Gelombang jenis ini adalah gelombang permukaan yang terjadi akibat

adanya interferensi antar gelombang tekan dengan gelombang geser secara

konstruktif.

Persamaan dari kecepatan gelombang Rayleigh ( ) adalah sebagai

berikut :

= 0,92 (2.4)

Gambar gelombang Rayleigh ditunjukkan pada gambar 2.4 dibawah ini

17

Gambar 2.4 Gelombang Rayleigh (Elnashai dan Sarno, 2008)

D. Mikroseismik

Mikroseismik merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa

berupa getaran akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam.

Mikroseismik bisa terjadi karena getaran akibat orang yang sedang berjalan,

getaran mobil, getaran mesin-mesin pabrik, getaran angin, gelombang laut

atau getaran alamiah dari tanah. Mikroseismik mempunyai frekuensi lebih

tinggi dari frekuensi gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang

secara umum antara 0.05–2 detik dan untuk mikroseismik periode panjang

bisa 5 detik, sedang amplitudonya berkisar 0,1–2,0 mikron. Kaitannya

dengan mikroseismik merupakan getaran tanah yang menjalar dalam

bentuk gelombang yang disebut gelombang mikroseismik. Belakangan ini

aplikasi mikroseismik digunakan untuk mengidentifikasi resonansi

frekuensi natural bangunan dantanah (Mucciarelli et al., 2001). Salah satu

metode yang digunakan untuk mengetahui karakteristik bangunan tanpa

merusak bangunan tersebut adalah analisis mikroseismik yang direkam pada

setiap lantai bangunan dengan menggunakan gangguan alami berupa

ambient noise. Sehingga bisa dikatakan bahwa mikroseismik didasarkan

18

pada perekaman ambient noise untuk menentukan parameter karakteristik

dinamis suatu bangunan damping rasio, frekuensi natural dan fungsi

perpindahan amplifikasi dan frekuensi bangunan.

Metode yang digunakan metode kualitatif, yaitu dengan analisis data

pengujian lapangan mikroseismik. Dengan diperolehnya input data rekaman

mikroseismik yang berupa domain waktu (time series) dan amplitudo akan

didapatkan frekuensi natural dan amplifikasi bangunan dengan metode

HVSR. Kemudian dilanjutkan dengan analisis struktur bila terbukti

bangunan tersebut membutuhkan tindakan retrofitting. Teknik yang

dilakukan guna memperoleh data adalah berupa teknik observasi berupa

pengujian lapangan yaitu dengan pengujian mikroseismik.

1. Mikroseismik Pada Tanah

Pada analisis data mikroseismik telah digunakan Teknik HVSR

secara luas untuk studi efek lokal dan mikrozonasi (Warnana et al., 2001).

Selain sederhana dan bisa dilakukan kapan dan dimana saja, teknik ini juga

mampu mengestimasi frekuensi resonansi secara langsung tanpa harus

mengetahui struktur kecepatan gelombang geser dan kondisi geologi bawah

permukaan lebih dulu. Nakamura (2000) menyebutkan bahwa metode

HVSR untuk analisis mikroseismik bisa digunakan untuk memperoleh

frekuensi natural sedimen. Penggunaan mikroseismik sendiri telah banyak

dilakukan untuk mengidentifikasi resonansi frekuensi dasar bangunan dan

struktur tanah di bawahnya. Sedangkan HVSR yang terukur pada bangunan

19

berkaitan dengan kekuatan bangunan (Nakamura, 2000) dan keseimbangan

bangunan (Gosar,2010).

Dalam analisis HVSR pada pengukuran data sedimen yang

dilakukan, harus memenuhi kriteria yang disarankan yaitu berdasarkan

hubungannya dengan puncak frekuensi terhadap panjang windows, jumlah

siklus signifikan dan standar deviasi puncak amplitudo. Kriteria selanjutnya

untuk membersihkan puncak berdasarkan hubungannya dengan puncak

amplitudo terhadap level kurva HVSR standar deviasi puncak frekuensi dan

amplitudonya. Jika semua kriteria tersebut terpenuhi, maka puncak

frekuensi tersebut bisa dipertimbangkan sebagai frekuensi natural sedimen

dari kontras impedansi kuat pertama. Sedangkan menurut Nakamura (2008)

dalam mengestimasi nilai amplifikasi, dipengaruhi oleh sumber meskipun

sangat kecil. Frekuensi natural sendiri bisa diketahui dari puncak HVSR dan

nilai amplifikasinya adalah puncak dari HVSR.

2. Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)

Metode HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Noghosi dan

Igarashi dan disebarkan oleh Nakamura, sehingga metode ini biasa dikenal

juga dengan teknik Nakamura. Metode HVSR didasarkan pada

perbandingan spektral amplitudo komponen horizontal terhadap komponen

vertikal. Untuk menganalisis data seismik dengan metode HVSR dapat

menggunakan software Geopsy, Tool dalam Geopsy ini digunakan untuk

mendapatkan rasio spektrum horizontal terhadap vertikal (H/V) dari semua

jenis sinyal getaran (ambient noise, gempa bumi dan lain-lain). Untuk

20

memproseskan H/V, data yang kita gunakan harus memiliki 3 komponen

sinyal : Utara–Selatan, Timur–Barat dan Vertikal.

Metode HVSR biasanya digunakan pada seismik pasif

(mikroseismik) tiga komponen. Parameter penting yang dihasilkan dari

metode HVSR adalah frekuensi natural dan amplifikasi. HVSR yang terukur

pada tanah bertujuan untuk karakterisasi geologi setempat, frekuensi natural

dan amplifikasi yang berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaan

(Herak, 2008). Frekuensi natural memiliki arti frekuensi dasar suatu tempat

dalam menjalarkan getaran atau gelombang, dalam hal ini getaran gempa

bumi yang merambat pada geologi setempat. Sedangkan amplifikasi

merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi akibat adanya

perbedaan yang signifikan antar lapisan, dengan kata lain gelombang

seismik akan mengalami perbesaran, jika merambat pada suatu medium ke

medium lain yang lebih lunak dibandingkan dengan medium awal yang

dilaluinya. Nilai amplifikasi perambatan gelombang akan semakin

bertambah apabila perbedaan antara kedua parameter tersebut semakin

besar. Faktor amplifikasi dipengaruhi oleh densitas material dan kecepatan

gelombang geser. Ditunjukkan pada Gambar 2.5 dibawah ini.

21

Gambar 2.5 Deskripsi Komputasi Metode HVSR (Nakamura, 1989

(Modifikasi Sunardi et al., 2012)).

Metode HVSR didasari oleh terperangkapnya getaran gelombang

geser (gelombang SH) pada medium sedimen di atas Bedrock. Dengan kata

lain gelombang SH berperan sangat penting didalam kurva HVSR yang

direpresentasikan oleh persamaan berikut ini:

F = (2.5)

Dengan dan berturut-turut menunjukkan frekuensi natural,

kecepatan gelombang SH dan ketebalan sedimen.Dari persamaan diatas,

22

bisa disimpulkan bahwa frekuensi natural berbanding lurus terhadap

kecepatan gelombang SH dan berbanding terbalik terhadap ketebalan

sedimen.

Pada analisis mikroseismik yang digunakan untuk karakterisasi suatu

wilayah. Dalam penggunaan metode ini, digunakan beberapa asumsi

(Nakamura,1989) bahwa:

1. Mikroseismik sebagian besar terdiri dari gelombang geser.

2. Komponen vertikal gelombang tidak mengalami amplifikasi lapisan

sedimen dan hanya komponen horisontal yang teramplifikasi.

3. Tidak ada amplitudo yang berlaku dengan arah yang spesifik pada

bedrock dengan getaran ke segala arah.

4. Gelombang Rayleigh diasumsikan sebagai noise mikroseismik dan

diusulkan metode untuk mengeliminasi efek gelombang Rayleigh.

Nakamura (1989) mengidentifikasi bahwa jika diasumsikan

gelombang geser dominan pada mikroseismik, maka rasio spektrum

horisontal terhadap vertikal (HVSR ) pada data mikroseismik suatu tempat

sama dengan fungsi transfer gelombang geser yang bergetar antara

permukaan dan batuan dasar di suatu tempat. Nakamura menduga bahwa

mikroseismik berperiode pendek sebagian besar terdiri dari gelombang

geser dan gelombang permukaan dianggap sebagai noise. Berdasarkan hasil

analisis data gempa menunjukkan bahwa nilai maksimum rasio getaran

23

horizontal dan vertikal dalam setap pengamatan (ΔH/ΔV) ada kaitannya

dengan kondisi tanah dan hampir setara dengan satu kekuatan tanah dengan

beberapa getaran ke semua arah.

Menurut Herak et al., (2010), Pada analisis HVSR, sedimen

mungkin terkontaminasi respon bangunan, sehingga identifikasi resonansi

dimungkinkan salah. Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan

rasio selisih spektrum masing-masing komponen horizontal bangunan dan

tanah yang kondisi geologinya sama dengan kondisi tanah di bawah

bangunan dengan komponen horizontal masing-masing spektrum bangunan.

E. Amplifikasi

Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi

akibat adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan, dengan lain

gelombang seismik akan mengalami perbesaran, jika merambat pada suatu

medium ke medium lain yang lebih lunak dibandingkan dengan medium

awal yang dilaluinya. Semakin besar perbedaan itu, maka perbesaran yang

dialami gelombang tersebut akan semakin besar. Nakamura (2000)

menyatakan bahwa nilai faktor penguatan (amplifikasi) tanah berkaitan

dengan perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan dengan lapisan

di bawahnya. Bila perbandingan kontras impedansi kedua lapisan tersebut

tinggi maka nilai faktor penguatan juga tinggi, begitu pula sebaliknya.

Marjiyono (2010) menyatakan bahwa, amplifikasi berbanding lurus dengan

24

nilai perbandingan spektral horizontal dan vertikalnya (H/V). Nilai

amplifikasi bisa bertambah, jika batuan telah mengalami deformasi

(pelapukan, pelipatan atau pesesaran) yang mengubah sifat fisik batuan.

Pada batuan yang sama, nilai amplifikasi dapat bervariasi sesuai dengan

tingkat deformasi dan pelapukan pada tubuh batuan tersebut. Berdasarkan

pengertian tersebut, maka amplifikasi dapat dituliskan pada persamaan 2.6

sebagai suatu fungsi perbandingan nilai kontras impedansi, yaitu

A0 = (2.6)

Dengan :

= densitas batuan dasar (gr/ml).

= kecepatan rambat gelombang di batuan dasar(m/dt).

= kecepatan rambat gelombang di batuan lunak(m/dt).

= rapat massa dari batuan lunak (gr/ml).

F. Analisis HVSR

Metode HVSR merupakan metode membandingkan spektrum

komponen horizontal terhadap komponen vertikal dari gelombang

mikroseismik. Mikroseismik terdiri dari ragam dasar gelombang Rayleigh,

diduga bahwa periode puncak perbandingan H/V mikroseismik memberikan

dasar dari periode gelombang S. Perbandingan H/V pada mikroseismik

adalah perbandingan kedua komponen yang secara teoritis menghasilkan

25

suatu nilai. Periode dominan suatu lokasi secara dasar dapat diperkirakan

dari periode puncak perbandingan H/V mikroseismik. Pada tahun 1989,

Nakamura mencoba memisahkan efek sumber gelombang dengan efek

geologi dengan cara menormalisir spektrum komponen horizontal dengan

komponen vertikal pada titik ukur yang sama. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa rekaman pada stasiun yang berada pada batuan keras,

nilai maksimum rasio spektrum komponen horizontal terhadap vertikal

mendekati nilai 1.Sedangkan pada stasiun yang berada pada batuan lunak,

rasio nilai maksimumnya mengalami perbesaran (amplifikasi), yaitu lebih

besar dari 1. Berdasarkan kondisi tersebut maka, Nakamura merumuskan

sebuah fungsi transfer HVSR mikroseismik, dimana efek penguatan

gelombang pada komponen horizontal dapat dinyatakan oleh persamaan 2.7

berikut :

SE (w) = HS (w) / HB (w) (2.7)

Dengan :

HS (w) = spektrum mikroseismik komponen horizontal di permukaan.

HB (w) = spektrum mikroseismik komponen horizontal di batuan dasar.

Penguatan gelombang pada komponen vertikal dapat dinyatakan

sebagai rasio spektrum komponen vertikal di permukaan dan di batuan dasar

(persamaan 2.8), yaitu,

AS (w) = VS (w) / VB (w) (2.8)

26

Dengan :

VS (w) = spektrum mikroseismik komponen vertikal di permukaan.

VB (w) = spektrum mikroseismik komponen vertikal di batuan dasar.

Untuk mereduksi efek sumber, maka spektrum penguatan horizontal

SE (w) dilakukan normalisasi terhadap spektrum sumber AS (w) pada

persamaan 2.9 yaitu :

SM (w) = SE (w) / AS (w) = (2.9)

Dengan, SM (w) adalah fungsi transfer untuk lapisan soil.

Jika = 1

Maka,

SM (w) = (2.10)

Dalam pengamatan di lapangan ada dua komponen horizontal yang

diukur yaitu komponen utara–selatan dan komponen barat–timur, sehingga

persamaan 2.10 berubah menjadi,

SM (w) = (2.11)

Dengan :

adalah spektrum mikroseismik komponen horizontal utara-selatan.

adalah spektrum mikroseismik komponen barat–timur.

27

G. Analisis Frekuensi Domain

Frekuensi dominan adalah nilai frekuensi kerap muncul sehingga

diakui sebagai nilai frekuensi dari lapisan batuan di wilayah tersebut

sehingga nilai frekuensi dapat menunjukkan jenis karakterisktik batuan

tersebut. Lachet dan Brad (1994) melakukan uji simulasi dengan

menggunakan model struktur geologi sederhana dengan kombinasi variasi

kontras kecepatan gelombang geser dan ketebalan lapisan soil. Hasil

simulasi menunjukkan nilai puncak frekuensi berubah terhadap variasi

kondisi geologi, ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

28

Tabel 2.1 Kalisifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Dominan

Mikroseismik Oleh Kanai (Dikutip dari Buletin Meteorologi dan

GeofisikaNo.4, 1998).

H. Analisis Periode Dominan

Nilai periode dominan merupakan waktu yang dibutuhkan

gelombang mikroseismik untuk merambat melewati lapisan endapan

Klasifikasi

Tanah

Frekuensi

Dominan

(Hz)

Klasifikasi

Kanai

Deskripsi

Jenis I 6,667-20 Batuan Tersier

atau lebih tua.

Texliri dari

batuan Hard

sandy, gravel,

dll

Ketebalan

sedimen

permukaannya

sangat tipis,

didominasi

oleh batuan

keras

Jenis II 10-4 Batuan alluvial,

dengan

ketebalan 5

m.Terdir idari

sandy-gravel,

sandy hard clay,

loam, dll.

Ketebalan

sedimen

permukaannya

masuk dalam

kategori

menengah 5-

10 meter.

Jenis III 2,5-4 Batuan alluvial,

dengan

ketebalan

>5 m. Terdiri

dari sandy-

gravel, sandy

hard clay, loam,

dll.

Ketebalan

sedimen

permukaan

masuk dalam

kategori tebal,

sekitar 10-30

meter.

Jenis IV < 2,5 Batuan alluvial,

yang terbentuk

dari sedimentasi

delta, top soil,

lumpur, dll.

Dengan

kedalaman 30 m

atau lebih

Ketebalan

sedimen

permukaannya

sangat tebal

29

sedimen permukaan atau mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang

pantulnya ke permukaan. Nilai periode dominan juga mengindikasikan

karakter lapisan batuan yang ada di suatu wilayah ditunjukkan pada tabel

2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Kanai – Omote – Nakajima (Dikutip dari

Buletin Meteorologi dan Geofisika No.4, 1998).

Klasifikasi Tanah Periode

(T) second

Keterangan Karakter

Jenis I Jenis A 0,05-0,15 Batuan tersier atau lebih

tua. Terdiri dari batuan

Hard sandy, gravel, dll.

Keras

Jenis II 0,10- Batuan alluvial, dengan

ketebalan 5 m. Terdiri

dari sandy-gravel,sandy

hard clay, loam, dll.

Sedang

Jenis III Jenis B 0,25- Batuan alluvial, hampir

sama dengan jenis II,

hanya dibedakan oleh

adanya formasi bluff.

Lunak

Jenis IV Jenis C Lebih dari Batuan alluvial, yang

terbentuk dari

sedimentasi delta, top

soil, lumpur, dll. Dengan

kedalaman 30 m atau

lebih.

Sangat

Lunak

Nilai periode dominan didapatkan berdasarkan perhitungan berikut :

T0 = 1 / f0 (2.12)

Dengan :

T0 = periode dominan.

f0 = frekuensi dominan

30

I. Indeks Kerentanan Seismik (Kg)

Nilai indeks kerentanan tanah dapat dinyatakan dalam persamaan

berikut (Nakamura, 2000):

Kg = (2.13)

Dengan Kg merupakan indeks kerentanan seismik, A0 merupakan

amplitudo dan f0 merupakan frekuensi natural. Nilai Kg yang tinggi

umumnya ditemukan pada tanah dengan litologi batuan sedimen yang

lunak. Nilai yang tinggi ini menggambarkan bahwa daerah tersebut rentan

terhadap gempa dan jika terjadi gempa dapat mengalami goncangan yang

kuat. Sebaiknya, nilai Kg yang kecil umumnya ditemukan pada tanah dengan

litologi batuan penyusun yang kokoh sehingga saat terjadi gempa tidak

mengalami banyak goncangan ditunjukkan seperti pada gambar 2.6

(Damsiar, 2015) dan pada Tabel 2.3.

Gambar 2.6 Daerah dengan lapisan tanah yang berbeda

31

Struktur Tabel 2.3 lapisan berdasarkan indeks kerentanan seismik

(Sumber: Sunardi, et al., 2012)

No Indeks Kerentanan Tanah

(Kg) Lapisan

1 0,1 – 3,3 Material batuan breksiandesit atau

andesit di permukaan.

2 3,3 - 4,8 Material sedimen tipis seperti topsoil

atau lempung.

J. Ground Shear Strain

Dalam penentuan indeks kerentanan seismik, perlu diperhatikan

pergeseran regangan pada permukaan tanah. Untuk menyederhanakan

perubahan posisi pergeseran regangan pada permukaan tanah ditunjukan

oleh Gambar 2.7

Gambar 2.7 Deformasi regangan pada permukaan tanah (Nakamura,2008)

Besarnya pergeseran regangan tanah atau Ground Shear Strain dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan

(2.14)

Dengan :

H = ketebalan lapisan lapuk (m)

d = perpindahan gelombang seismik di batuan dasar (m)

A0 = faktor amplifikasi

32

Tabel 2.4 Hubungan antara dengan sifat dinamik tanah (Nakamura, 2008)

Ukuran Strain 10-6

– 10-5

10-4

– 10-3

10-2

– 10-1

Fenomena Getaran,

Gelombang

Rekahan,

Penurunan tanah

Longsor,

tanah,

pemadatan,

pencairan

Sifat Dinamis Elastisitas Elasto-plastisitas Efek yang

berulang, efek

proses dari

kecepatan

K. Peak Ground Acceleration (PGA)

Peak Ground Acceleration (PGA) merupakan pengukuran suatu

parameter yang mempresentasikan percepatan getaran gempa di tanah.PGA

juga dikenal sebagai Design Basis Earthquake Ground Motion (DBEGM).

Nilai PGA suatu daerah bukanlah termasuk ke dalam pengukuran terhadap

besar energi suatu gempabumi. PGA merupakan pengukuran kuat

goncangan tanah suatu daerah (Damsiar, 2015). Rentang skala Percepatan

Getaran Tanah ditunjukkan pada Tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Rentang skala Percepatan Getaran Tanah Maksimum

Percepatan

Tanah

Maksimum

Resiko Rendah

(PGA<10 gal)

Resiko Sedang

(10gal≤PGA<25gal)

Resiko Tinggi (PGA≥25 gal)

56

BAB 5

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data rekaman mikroseismik di daerah

asdam bendungan Jatibarang pada titik B2, B3, A4 dan A5 memiliki nilai F0

dan PGA yang rendah serta nilai Kg, H, GSS yang tinggi, sehingga memiliki

resiko tingkat kerawanan yang tinggi. Pada titik B4 dan A6 memiliki nilai

F0, H, PGA, Kg dan GSS yang sedang, sehingga memiliki resiko tingkat

kerawanan yang sedang namun dimungkinkan pada titik tersebut terdapat

rekahan atau penurunan tanah. Pada titik B1 dan A3 memiliki nilai F0 dan

PGA yang tinggi serta nilai Kg, H, GSS yang rendah, sehingga memiliki

resiko tingkat kerawanan yang rendah dan aman untuk didirikan bangunan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, mengetahui kondisi dan

cuaca tempat penelitian untuk meminimalisir noise serta perlu dilakukan

pemantauan secara berkelanjutan dan berkala untuk penurunan tanah atau

rekahan pada titik B4 dan A6.

57

DAFTAR PUSTAKA

BMKG. 2014. Gempabumi. Tersedia di

http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Gempabumi_Tsunami/Gempabumi.

bmkg [diakses 04-03-2016].

Castelli V. 2001. Reappraisal Of A Xvi Century Earthquake Combining

Historical, Geological And Instrumental Information. Proceedings of

Workshop of E.S.C..Sub-Comm.On Historical Seismology. Italy: Macerata.

Damsiar. 2015. Buku Panduan Mikroseismik. http://www.scribd.com.

Diakses pada tanggal 11Maret 2016.

Dewi, E. R. 2013. Analisis Ground Shear Strain di Wilayah Kecamatan Jetis

Kabupaten Bantul Berdasarkan Pengukuran Mikroseismik. Skripsi.

Yogyakarta: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga.

Elnashai, A. S. & L. D. Sarno. 2008. Fundamentals of Earthquake

Engineering From Source To Fragility. United State of American:

Pennsylvania.

Herak, M. 2008. Model HVSR-A Matlabs tool to model horizontal to vertical

spectral ratio of ambient noise. Journal Computer and Geosciences,

34(11): 1514-1526.

Herak, M., Allegretti, I., Herak, D., Kuk, K., Kuk, V., Marić, K., & Stipčević,

J. 2010. HVSR of Ambient Noise in Ston (Croatia): Comparison With

Theoretical Spectra and With The Damage Distribution After The 1996

Ston-Slano Earthquake. Bulletin of Earthquake Engineering, 8(3): 483-

499.

Herawati. 2014. Mikrozonasi Multidisaster Daerah Sekitar Waduk Sermo

Berbasis Analisis Keputusan Multikriteria Simple Additive Weight (SAW)

Berdasarkan Pengukuran Mikrotremor. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Lachet, C. & P.Y. Brad.1994. Numerical and Theoretical Investigations on

The Possibilities and Limitations of Nakamura’s Technique. Journal

Physic Earth, 42: 377-397.

Marjiyono, Soehaimi, & Kamawan. 2007. Identifikasi Sesar Aktif Daerah

Cekungan Bandung Berdasarkan Citra dan Kegempaan. Jurnal

Sumberdaya Geologi, 18(2): 81-88.

Naqiyyun, M. D. 2015. Analisis Data Mikroseismik Daerah Calon Tapak

PLTN di Kawasan Muria Untuk Kelayakan dan Keselamatan Rencana

58

Pusat Listrik Reaktor Daya. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Nakamura, Y. 1989. A method for dynamic characteristics estimation of

subsurface using microtremor on the ground surface. Railway Technical

Research Institute, Quarterly Reports, 30(1): 25-33.

Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of

Nakamura’s Technique and its Applications. Prosiding12th

World

Conference on Earthquake Engineering. New Zealand: Auckland.

Nakamura, Y. 2008. On The H/V Spectrum. Prosiding14th

World

Conference on Earthquake Engineering. China: Beijing

Sunardi, B., Daryono., J. Arifin., P.Susilanto., D. Ngadmanto., B.

Nurdiyanto., & Sulastri.2012. Kajian Potensi Bahaya Gempabumi Daerah

Sumbawa Berdasarkan Efek Tapak Lokal. Jurnal Meteorologi Dan

Geofisika, 13(2):131-137.

Susilo, A. dan S. A. Wiyono. 2012. Frequency Analysis and Seismic

Vulnerability Index by Using Nakamura Methods at a New Artery Way in

Porong, Sidoarjo, Indonesia. International Journal of Applied Physics and

Mathematics, 2(4): 227-230.

Sumarta, V. A. 2014. Identifikasi Resiko Bahaya Seismik Pada Bendungan

Sermo Berdasarkan Pengukuran Mikrotremor. Skripsi. Yogyakarta:

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Sonora. 2009. Tanggul Air Jebol Situ Gintung Terendam. Tersedia di

http://www.nasional.kompas.com/read/2009/03/27/06591210/tanggul.air.j

ebol.situ.gintung.terendam [diakses 05-04-2016]

Warnana, D.D., R. A. A. Soemitro, & W. Utama.2001.Application of

Microtremor HVSR Method for Assessing Site Effect in Residual Soil

Slope. International Journal of Basic and Applied Sciences IJBAS-IJENS,

11(4): 73-78.