Upload
vuongque
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK
PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU
BAGIAN TENGAH (2007-2012)
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi
Geografi dan Memperoleh Gelar Sarjana
Diajukan Oleh :
Nama : Fitriyani
NIM : E 100 090 006
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK
PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU
BAGIAN TENGAH (2007-2012) Identification of Madden Julian Oscillation (MJO) for Flood Years Prediction in Solo
Watershed Sub Midsection (2007-2012)
Fitriyani1*,
Alif Noor Anna1, dan Sigit Hadi Prakosa
2
1Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan,
Surakarta, Jawa Tengah 57102 2BMKG Klas 1 Yogyakarta Jl. Wates KM 8 Jitengan, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta
55295
*Email : [email protected]
Abstrak
Banjir di Sub DAS Solo Hulu Bagian Tengah menimbulkan kerugian besar, sehingga
diperlukan penanggulangan. Salah satu pemicu banjir dari faktor non teknis adalah fenomena
meteorologi yaitu Madden Julian Oscillation (MJO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
banjir akibat MJO di fase 4 tahun 2007-2012 dan mengidentifikasi serta meminimalisir dampak
MJO pada fase 4 yang mempengaruhi peluang banjir tahunan pada bulan Desember-Januari-
Februari-Maret (DJFM). Metode yang digunakan untuk mengolah data curah hujan dan debit
adalah metode Comullative Distribution Function (CDF) serta analisa data dengan deskriptif
analitik. Pengolahan data dengan mencocokkan data kejadian banjir dan aktivitas MJO di fase 4,
mengidentifikasi aktivitas MJO dengan membuat spasial Outgoing Longwave Radiation (OLR)
dan curah hujan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dengan aplikasi software Grid
Analysis and Display System (GrADS), dan olah data curah hujan observasi dan debit dengan
software Matlab. Hasil penelitian menunjukkan Peluang banjir di Sub DAS Solo Hulu Bagian
Tengah akibat MJO fase 4 sebesar 7% yang disebabkan oleh curah hujan yang terjadi pada hari
atau tanggal yang sama (26 Desember 2007, 5 Februari 2008, 31 Desember 2009, 6 Desember
2010, dan 3 Desember 2011). Selain itu, besar kecilnya dampak MJO juga dipengaruhi oleh
indeks MJO selama osilasi. Nilai threshold pemicu banjir yaitu curah hujan minimal 86 mm/hari
dan debit air sungai minimal 780 m3/hari. Kajian tersebut dapat bermanfaat untuk meminimalisir
dampak banjir dari segi meteorologis dengan sistem prediksi curah hujan ekstrim dengan
mengetahui faktor penyebab yaitu karakteristik MJO.
Kata kunci : Banjir, MJO, metode CDF, OLR, TRMM, threshold
Abstract
Flooding in the Upper Solo Watershed Sub Midsection incurring huge losses so needs
countermeasures. One of the triggers a flood of non-technical factors are meteorological
phenomena that is the Madden Julian Oscillation (MJO). This study aims to determine the
flooding due to the MJO in phase 4 years ffrom 2007-2012 an d to identify and minimize the
impact of the MJO in phase 4 that affects the annual flood chance in December-January-
February-March (DJFM). The method used to process data of rainfall and discharge is the
Comullative Distribution Function (CDF) method and data analysis with descriptive analytic.
Processing the data by matching the data flood events and the MJO activity in phase 4, identify
MJO activity by making spatial Outgoing Longwave Radiation (OLR) and the Tropical Rainfall
Measuring Mission (TRMM) with application Grid Analysis and Data System (GrADS) software,
and observed rainfall data and flow with Matlab software. The result showed opportunities in
Sub-watershed flooding upstream Solo Midsection due to MJO phase 4 of 7% caused by rainfall
that occurred on the same day or date (December 26, 2007; February 5, 2008; December 31,
2009; December 6, 2010, December 3, 2011). In addition, the size of the impact of the MJO is
also influenced by the MJO index during oscillation. Threshold value that triggers flooding
rainfall of at least 86 mm/day and the water discharge of the river at least 780 m3/day. The study
can be usefull to minimize the impact of flooding in terms of the meteorological extreme rainfall
prediction system by knowing the characteristics of the MJO.
Keywords : Flood, MJO, CDF method, OLR, TRMM, threshold
PENDAHULUAN
Bencana banjir erat kaitannya dengan
curah hujan. Dengan mengabaikan faktor
lingkungan dan kondisi permukaan tanah,
bencana banjir disebabkan oleh hujan lebat.
Akhir-akhir ini fenomena banjir semakin
meningkat baik frekuensi, besar maupun
intensitasnya. Degradasi hutan dan
lingkungan baik kuantitas maupun kualitas
dapat menimbulkan banjir meskipun jumlah
curah hujan tidak besar. Jika kondisi
topografi rendah sehingga air limpasan tidak
segera masuk ke DAS, maka lokasi banjir
disebabkan oleh genangan air. Besarnya
debit banjir sangat dipengaruhi oleh
intensitas hujan dan karakteristik DAS,
sedangkan durasi genangan air bergantung
pada sistem drainase jaringan sungai dan
durasi hujannya (Tjasyono dkk, 2006).
Sub DAS Solo Hulu Bagian Tengah
merupakan daerah intermountain basin
antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu,
serta di antara Pegunungan Plato Wonogiri
dan Pegunungan Kendeng (Suharjo, dalam
Anna 2011), sehingga sangat berpotensi
terjadi banjir ketika musim penghujan tiba.
Faktor non teknis penyebab banjir dari
fenomena meteorologi seperti peningkatan
curah hujan yang ekstrim salah satunya
fenomena Madden Julian Oscillation
(Evana, 2009). Dalam penelitiannya, Evana
(2009) menjelaskan bahwa tahun 1996 dan
2002 MJO menjadi salah satu penyebab
hujan deras mencapai 200 mm/hari yang
menyebabkan banjir (studi kasus : Jakarta).
Fenomena MJO berpengaruh
signifikan ketika matahari di Belahan Bumi
Selatan (BBS) terutama saat Monsun Asia
kuat yaitu Bulan Desember, Januari,
Februari (DJF). Sesuai periode tersebut
menyebabkan penguapan tinggi di Wilayah
Selatan Khatulistiwa dan menimbulkan
curah hujan tinggi di wilayah tertentu di
Indonesia. Selain itu, posisi Indonesia berada
di zona konvergensi intertropik (ZKI) curah
hujan yang tinggi tersebut berpotensi
mengakibatkan banjir.
Banjir di Sub DAS Solo Hulu Bagian
Tengah menimbulkan kerugian besar,
sehingga diperlukan penanggulangan.
Penanggulangan banjir selama ini masih
dilakukan pada manajemen bawah atau
konvensional (sudetan, normalisasi, talud),
tetapi banjir masih terjadi. Salah satu cara
penanggulangan yang dapat dilakukan
adalah melalui pendekatan meteorologi yaitu
mengetahui karakter MJO penyebab curah
hujan tinggi. Penelitian ini penting
dilakukan, karena masih minimnya
pengetahuan tentang karakteristik MJO dan
belum pernah dilakukan penanggulangan
dari segi meteorologis dari penyebab banjir.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
perumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana peluang banjir di daerah
penelitian akibat MJO pada fase 4
tahun 2007-2012?
2. Bagaimana cara meminimalisir
dampak banjir dari segi meteorologis
melalui identifikasi MJO di Sub DAS
Solo Hulu Bagian Tengah pada bulan
DJFM?
Sejalan dengan rumusan tersebut,
adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui peluang banjir akibat
MJO pada fase 4 tahun 2007-2012
di daerah penelitian.
2. Mengidentifikasi dan
meminimalisir dampak MJO pada
fase yang mempengaruhi peluang
banjir tahunan di daerah penelitian
pada bulan basah DJFM.
1
1
Tinjauan Pustaka
Madden Julian Oscillation
MJO adalah osilasi/gelombang
tekanan (pola tekanan tinggi-rendah) dengan
periode 30-60 hari menjalar dari barat ke
timur yaitu Samudra Hindia ke Samudra
Pasifik Tengah dengan rentang daerah
propagasi 150 LU–15
0 LS. Fenomena ini
pertama kali ditemukan oleh Roland Madden
dan Paul Julian tahun 1971, ketika
menganalisis anomali angin zonal di Pasifik
Tropis, sehingga dikenal dengan Madden-
Julian Oscillation (MJO). Mereka
menggunakan data tekanan selama 10 tahun
di Pulau Canton (2,80 LS di Pasifik) dan data
angin di lapisan atas Singapura (Wijaya,
2010).
Geerts menjelaskan bahwa karakter
pergerakan MJO ke Timur dari Samudra
India menuju Samudra Pasifik sekali osilasi
dalam waktu 30-60 hari dibagi dalam 8 fase.
Fase-1 di Afrika (2100BB-60
0BT, fase-2 di
Samudra Hindia bagian Barat (600BT-
800BT), fase-3 di Samudra India bagian
Timur (800BT-100
0BT), fase-4 dan fase-5 di
benua maritim Indonesia (1000BT-140
0BT),
fase-6 di kawasan Pasifik Barat (1400BT-
1600BT), fase 7 di Pasifik Tengah (160
0BT-
1800BT), dan fase-8 daerah konveksi di
belahan bumi bagian barat (1800BT-
1600BB) dalam BMKG Hang Nadim tahun
2012.
Gambar 1. Penjalaran MJO Fase 1 sampai 8
Banjir
Banjir adalah peristiwa atau keadaan
terendamnya suatu daerah atau daratan
karena volume air yang meningkat. Menurut
Kodoatie (2002), banjir ada dua peristiwa.
Pertama, peristiwa banjir atau genangan
yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak
terjadi banjir. Kedua, peristiwa banjir terjadi
karena limpasan air banjir dari sungai karena
debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur
sungai atau debit banjir lebih besar dari
kapasitas pengaliran sungai yang ada.
Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi
permasalahan apabila tidak mengganggu
terhadap aktivitas atau kepentingan manusia
dan permasalahan ini timbul setelah manusia
melakukan kegiatan pada daerah dataran
banjir. Maka perlu adanya pengaturan
daerah dataran banjir, untuk mengurangi
kerugian akibat banjir (flood plain
management).
Metodologi Penelitian
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah pengumpulan data
sekunder. Metode pengolahan data curah
hujan dan debit dengan menggunakan
metode CDF (Comulative distribution
function). Metode yang digunakan dalam
analisa data menggunakan analisis deskriptif
analitik.
Data
Data utama yaitu data kejadian banjir tahun
2007–2012 bulan DJFM.
Data pendukung yang digunakan yaitu :
a. Data harian Realtime Multivariate MJO
seri 1 dan 2 (RMM1/2) periode DJFM
tahun 2007-2012.
b. Data anomali Outgoing Longwave
Radiation (OLR) global periode DJFM
tahun 2007-2012.
c. Data curah hujan rata-rata harian global
periode tahun 2007–2012 bulan DJFM
2
2
berbasis observasi satelit TRMM
(Tropical Rainfall Measuring Mission)
jenis 3B42.
d. Data citra MTSAT IR1 tiap jam 00.00
UTC pada saat kejadian banjir.
e. Indeks Pentad (lima harian) MJO Fase 4
DJFM tahun 2007-2012.
f. Data curah hujan observasi harian DAS
Solo Hulu Bagian Tengah yaitu Klaten,
Colo, Nepen, Tawangmangu, dan Pabelan
tahun 2007–2012 untuk periode bulan
DJFM.
g. Data debit harian Sungai Bengawan Solo
Pos Pemantauan debit air Jurug dan
Serenan Tahun 2008-2012.
Pengolahan data
Adapun pengolahan data dalam
penelitian ini antara lain :
1. Mencocokkan data tanggal kejadian
banjir dengan data tanggal fase 4 MJO
dalam data RMM1 dan RMM2 bulan
DJFM. Dilanjutkan melihat hubungan
indeks MJO dan indeks curah hujan.
2. Identifikasi aktivitas dan konsentrasi
curah hujan tinggi saat MJO fase 3, fase
4, dan fase 5 dengan membuat spasial
OLR dan curah hujan TRMM dengan
software GrADS.
3. Mengolah data curah hujan dan debit
observasi dengan metode CDF dalam
Matlab untuk mengetahui nilai ambang
batas atau threshold pemicu banjir.
4. Menghitung peluang banjir yang ada di
daerah penelitian dari data kejadian
banjir pada saat MJO di fase 4 dengan
data jumlah aktivitas MJO di fase 4.
Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa deskriptif
analitik. Adapun analisisnya meliputi:
1. Mendeskripsikan posisi pusat konveksi
MJO di fase 3, 4, dan 5 yang berada di
wilayah Benua Maritim Indonesia dari
spasial komposit OLR. Selanjutnya
mendeskripsikan wilayah terkonsentrasi
curah hujan tinggi selama MJO di fase
3, 4, dan 5 dari spasial komposit
TRMM.
2. Menganalisis penjalaran MJO dari fase
3 ke fase 4 pada bulan DJFM tahun
2007-2012. Setiap periode penjalaran
dirata-rata, maka diketahui
penjalarannya dari fase 3 ke fase 4
selama beberapa hari. Analisa
penjalaran ini digunakan untuk prediksi
MJO fase 4 di osilasi selanjutnya di
Benua Maritim Indonesia selama bulan
DJFM.
3. Mengetahui nilai threshold pemicu
curah hujan ekstrim maupun debit yang
dapat berpotensi menimbulkan banjir.
Data curah hujan dan data debit yang
sudah diolah akan diketahui minimal
pemicu banjir dari metode CDF
tersebut.
4. Analisa peluang banjir yang berkorelasi
dengan MJO di Fase 4 di daerah Sub
DAS Solo Hulu Bagian Tengah
seberapa besar pengaruh MJO fase 4
pada kejadian banjir.
HASIL PENELITIAN
Identifikasi MJO
Analisa posisi MJO di Indonesia
yaitu dengan membuat spasial komposit
OLR dari MJO fase 3, fase 4, dan fase 5.
Selama periode analisis data RMM1 Dan
RMM2 tahun 2007-2012 bulan DJFM
diperoleh 213 hari aktivitas. Aktivitas MJO
yang tersaji pada Gambar 2 menunjukkan
aktivitas MJO dari fase 1 sampai fase 8 pada
tanggal 1 Desember 2007 hingga 31 Maret
2008.
3
3
3
Gambar 2. RMM1dan RMM2 tanggal 1
Desember-31 Maret 2008
Gambar 3 Komposit OLR MJO di Fase 3
Pusat konveksi MJO fase 3 pada
Gambar 3 berada di Sumatera bagian
Selatan. Luasan awan konvektif juga terlihat
di Laut Jawa hingga Kalimantan Bagian
Tengah.
Gambar 4 Komposit OLR MJO fase 4
Awan konvektif saat MJO di fase 4
yang tersaji pada Gambar 4 terkonsentrasi di
Laut Jawa. Aktivitas awan konvektif juga
terlihat memanjang dari Sumatera bagian
Selatan hingga Sulawesi bagian Selatan.
Gambar 5 Komposit OLR MJO di fase 5
Gambar 5 menunjukkan MJO pada
fase 5 di Benua Maritim Indonesia. Pusat
konveksi terbesar berada di perairan
sebelah utara Australia. Aktivitas awan
konvektif terlihat memanjang dari
Samudera Hindia bagian Timur hingga
perairan Australia bagian Timur Laut.
4
Analisa Data Curah Hujan TRMM
Gambar 6 Komposit TRMM MJO di fase 3
Curah hujan pada Gambar 6
menunjukkan terkonsentrasi di wilayah
Sumatera Bagian Utara. Sementara curah
hujan minimum berada di Jawa, Nusa
Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Bagian Selatan.
Gambar 7 Komposit TRMM MJO di fase 4
Gambar 7 menyajikan komposit
curah hujan yang terkonsentrasi di wilayah
Indonesia Bagian Barat. Distribusi curah
hujan mengarah ke Timur yang
menunjukkan MJO bergerak ke fase 4.
Curah hujan tinggi terjadi di Laut Cina
Selatan. Curah hujan minimum terlihat di
wilayah Indonesia bagian Selatan.
Gambar 8 Komposit TRMM MJO di fase 5
MJO selama di fase 5 yang disajikan
pada Gambar 8 curah hujan paling tinggi
terkonsentrasi berada di wilayah Papua.
Selain daerah Papua, tampak di wilayah
Indonesia bagian Selatan dan Tengah.
Karena wilayah tersebut dekat sumber uap
air di Perairan Laut Cina Selatan (Prakosa,
2012).
Penjalaran MJO dari Fase 3 ke Fase 4
Bulan DJFM (2007-2012)
Tabel 1 Durasi Penjalaran MJO dari Fase 3
ke Fase 4 Bulan DJFM
Periode Osilasi Lama Penjalaran (hari)
Desember 2007 7
Januari 2008 1
Februari 2008 1
Maret 2008 5
Januari 2009 4
Februari 2009 4
Desember 2009 4
Januari 2010 6
Maret 2010 6
Desember 2010 3
Maret 2011 6
Februari 2012 2
Maret 2012 5
Rata-rata 4
Sumber: Penulis, 2014.
4
5
Tabel 1 menyajikan durasi penjalaran
MJO dari Fase 3 ke Fase 4 rata-rata jangka
pendek adalah 4 hari. Sementara untuk
penjalaran fase 4 kembali ke fase 4 lagi
dibutuhkan sekitar 45 harian karena daerah
penelitian berada di kawasan Pontianak dan
Manado (Madani dkk, 2012). Jadi, untuk
keperluan manajemen bencana terutama
pengurangan risiko bencana di daerah
penelitian dapat dilakukan dalam 4 hari
setelah MJO di fase 3 atau 45 hari saat MJO
di fase 4.
Analisa Data Curah Hujan dan Debit
Untuk mengetahui threshold atau
ambang batas curah hujan dan debit pemicu
banjir di daerah penelitian, maka dibuat
grafik Comulative Distribution Function
(CDF). Nilai threshold curah hujan
diperoleh dari data curah hujan mulai tahun
2007 hingga 2012. Sementara nilai threshold
debit diperoleh dari data debit mulai tahun
2008 hingga 2012.
Gambar 9. CDF CH pemicu banjir
Gambar 9 menyajikan grafik
threshold intensitas curah hujan pemicu
banjir di daerah Sub DAS Solo Hulu Bagian
Tengah. Hasil perhitungan dengan
percentile 90% adalah minimal sebesar 86
mm/hari. Sementara untuk intensitas curah
hujan yang tidak memicu banjir di daerah
penelitian adalah sebesar 26 mm/hari atau
lebih kecil dari 26 mm/hari.
Gambar 10. CDF debit pemicu banjir
Gambar 10 menunjukkan nilai CDF
debit Sungai Bengawan Solo pemicu banjir
di daerah Sub DAS Solo Hulu Bagian
Tengah. Hasil perhitungan percentile 90%
adalah minimal sebesar 780 m3/hari.
Sementara untuk intensitas debit Sungai
Bengawan Solo di Daerah Sub DAS Solo
Hulu Bagian Tengah yang tidak memicu
banjir adalah 310 m3/hari atau lebih kecil
dari 310 m3/hari.
Analisa Banjir di Sub DAS Solo Hulu
Bagian Tengah akibat MJO pada Fase 4
tahun 2007-2012
Peluang banjir di Sub DAS Solo
Hulu Bagian Tengah akibat MJO di fase 4
adalah untuk mengetahui seberapa banyak
kejadian banjir yang terjadi. Fase 4 aktif
MJO pada tahun 2007-2012 bulan
Desember-Januari-Februari-Maret terdapat
71 hari. Kejadian banjir yang bersamaan
dengan MJO di fase 4 ada 5 kejadian.
Peluang banjir = 5/71x100%
= 7%
Persentase peluang banjir akibat MJO di fase
4 adalah 7% (relatif kecil). Adapun
penyebab angka tersebut kecil antara lain:
- Range data lima tahun bulan DJFM
(terdapat 5 data kejadian banjir)
5
6
6
- Walaupun MJO aktif di Fase 4
pengaruhnya terhadap curah hujan tinggi
tergantung dengan indeks MJO itu
sendiri.
Gambar 11. Peta Administrasi Sub DAS Solo Hulu Bagian Tengah
Adapun rata-rata curah hujan dari
lima stasiun pengamat hujan pada saat
kejadian banjir yang tersaji di Tabel 2 yang
termasuk banjir signifikan ada tiga kejadian.
Tiga kejadian banjir tersebut dengan curah
hujan, antara lain : 107 mm/hari, 55
mm/hari, dan 85 mm/hari. Untuk data debit
dari pos pemantauan di daerah penelitian
menunjukkan di atas nilai threshold 780 m3,
yaitu : 1986 m3/hari, 1002 m
3/hari, dan 1169
m3/hari. Sementara kejadian banjir tanggal 6
Desember 2010 dan 3 Desember 2011 curah
hujan dan debit yang dihasilkan sangat
minimum atau kurang dari nilai threshold.
Diduga dua kejadian banjir tersebut terjadi
akibat luapan anak Sungai Bengawan Solo
(banjir lokal).
Tabel 2 Kejadian Banjir yang Berkorelasi
dengan MJO di Fase 4
Tanggal
Kejadian
Banjir
Stasiun
Pengukur CH
Tanggal CH
Maksimum
CH
(mm/hari)
Debit
(m3/hari)
26 Des 2007 Tawangmangu 26 Des 2007 194
1986
Pabelan 26 Des 2007 133
Nepen 26 Des 2007 50
Klaten 26 Des 2007 52
Colo 26 Des 2007 -
5 Feb 2008 Tawangmangu 5 Feb 2008 26
1002
Pabelan 5 Feb 2008 77
Nepen 5 Feb 2008 27
Klaten 5 Feb 2008 74
Colo 5 Feb 2008 73
31 Jan 2009 Tawangmangu 31 Jan 2009 121
1169
Pabelan 31 Jan 2009 142
Nepen 31 Jan 2009 125
Klaten 31 Jan 2009 30
Colo 31 Jan 2009 9
6 Des 2010 Tawangmangu 6 Des 2010 6
298
Pabelan 6 Des 2010 22
Nepen 6 Des 2010 6
Klaten 6 Des 2010 3
Colo 6 Des 2010 15
3 Des 2011 Tawangmangu 3 Des 2011 18
269
Pabelan 3 Des 2011 5
Nepen 3 Des 2011 6
Klaten 3 Des 2011 3
Colo 3 Des 2011 3
Sumber: BBWSBS dan Perum Jasa Tirta
7
Tabel 3 Indeks MJO saat Kejadian Banjir
Kejadian Banjir INDEX_4 Intensitas MJO
26122007 -1,45 Lemah
05022008 -0,63 Lemah
31012009 -0,63 Lemah
06122010 -0,92 Lemah
03122011 -2,04 Sedang
Sumber : www.cpc.ncep.noaa.gov, 2014
Tabel 3 di atas menunjukkan indeks
MJO di fase 4 pada saat kejadian banjir. Pai
dkk (2009) membagi kategori MJO menjadi
8 fase kuat dan lemah. Klasifikasi indeks
MJO dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga yaitu, lemah (0-1,5), sedang (1,5-2,5),
dan kuat (>2,5). Berdasarkan nilai klasifikasi
tersebut dampak MJO di fase 4 di daerah
penelitian rata-rata dengan MJO
berintensitas lemah (tidak signifikan).
Kesimpulan
Dari beberapa analisis yang telah
dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Peluang banjir di Sub DAS Solo Hulu
Bagian Tengah akibat MJO fase 4
sebesar 7% yang disebabkan oleh curah
hujan yang terjadi pada hari atau tanggal
yang sama (26 Desember 2007, 5
Februari 2008, 31 Desember 2009, 6
Desember 2010, dan 3 Desember 2011).
Selain itu, besar kecilnya dampak MJO
juga dipengaruhi oleh indeks MJO
selama osilasi.
2. Nilai threshold pemicu banjir yaitu
curah hujan minimal 86 mm/hari dan
debit air sungai minimal 780 m3/hari.
3. Usaha untuk meminimalisir dampak
banjir dari segi meteorologis salah
satunya adalah prediksi curah hujan
ekstrim dengan mengetahui faktor
penyebab yaitu karakteristik penjalaran
MJO. Faktor penyebab dapat
diidentifikasi dari osilasi dalam masa 4
hari setelah MJO memasuki fase 3 atau
45 hari ketika MJO berada di fase 4.
Saran
Untuk mendapatkan hasil analisis
yang lebih representatif, sebaiknya
digunakan range data yang lebih panjang,
sehingga diketahui pengaruh MJO terhadap
curah hujan ekstrim yang berpeluang
mengakibatkan banjir tahunan di Sub DAS
Solo Hulu Bagian Tengah. Ketersediaan data
kejadian banjir di daerah penelitian masih
sedikit, setidaknya penelitian ini dapat
mewakili dan masih harus disempurnakan
untuk penelitian selanjutnya.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan
kepada Staff Balai Besar Wilayah Sungai
Bengawan Solo, Perum Jasa Tirta atas
perolehan data kejadian banjir, curah hujan
dan debit yang diolah dalam tulisan ini.
Penulis juga memberikan apresiasi yang
tinggi terutama kepada keluarga, bapak ibu
dosen pembimbing dan penguji serta semua
pihak yang telah membantu secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian
tulisan ini.
Daftar Pustaka
Anna, A.N, Suharjo, dan M. Cholil. 2011.
Model Pengelolaan Air Permukaan
untuk Pencegahan Daerah Banjir di
Surakarta dan Sukoharjo Jawa
Tengah. Surakarta : Fakultas
Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
7
8
BMKG Hang Nadim. 2012. Buletin
Meteorologi Edisi 052. Batam.
Evana , L, S. Effendy, dan E. Hermawan.
2009. Pengembangan Model Prediksi
Madden Julian Oscillation (MJO)
Berbasis Pada Hasil Analisis Data
Real Time Multivariate MJO (RMM1
dan RMM2). Jurnal Agromet
Indonesia. IPB Bogor. Volume 22
(2) Halaman 144-159.
Kodoatie, Robert J dan Sugiyanto. 2002.
Banjir, Beberapa Penyebab dan
Metode Pengendaliannya (Perspektif
Lingkungan). Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Madani, N, E. Hermawan, dan A. Faqih.
2012. Pengembangan Model Prediksi
Madden Julian Oscillation (MJO)
Berbasis Hasil Analisis Data Wind
Profiler Radar (WPR). Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. BMKG
Jakarta. Volume 13 (1) Halaman 41-
51.
Prakosa, Sigit H. 2012. Kajian Dampak
Borneo Vortex Terhadap Curah
Hujan di Indonesia Selama Musim
Dingin Belahan Bumi Utara. Tesis.
Bandung: Program Studi Sains
Atmosfer Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian Institut
Teknologi Bandung.
Tjasyono, B. 2009. Ilmu Kebumian dan
Antariksa. Bandung : Penerbit
ROSDA.
Tjasyono, Bayong HK., Ina Juaeni, dan Sri
Woro B. Harijono. 2006. Proses
Meteorologi Bencana Banjir di
Indonesia. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Wijaya, Candra M. 2010. Fenomena
Perubahan Cuaca dan Iklim.
Publikasi Internet.
(http://phenomenaalam.blogspot.com
/2010/12/mjo-madden-
julianoscillation.html), diakses 28
Juli 2012.
8
8
9