Upload
others
View
33
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
IDENTIFIKASI POTENSI EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI
PENUNJANG EKOWISATA DI PULAU TANAKEKE, KEPULAUAN
TANAKEKE, KABUPATEN TAKALAR
OLEH :
AINUM MUTMAINNAH
M111 11 012
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
iii
ABSTRAK
Ainum Mutmainnah (M111 11 012). Identifikasi Potensi Ekosistem
Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata di Pulau Tanakeke, Kepulauan
Tanakeke, Kabupaten Takalar, di bawah bimbingan Amran Achmad dan
Asrianny.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi ekosistem
mangrove di Pulau Tanakeke sebagai penunjang ekowisata. Variabel yang diamati
meliputi daya tarik wisata berupa potensi keanekaragaman vegetasi dan potensi
keragaman jenis fauna yang ada di hutan mangrove Pulau Tanakeke. Dalam
penelitian ini pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
lengkap berkaitan dengan faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi yang
mempunyai potensi ekowisata di lokasi ekosistem mangrove. Plot yang dibuat
berjumlah 6 plot berukuran 10x10 m untuk pengambilan data vegetasi dan
pengambilan data fauna (ikan, crustaceae, molusca, reptil, mamalia, dan amfibi)
khusus pengambilan data fauna burung di buat 2 transek. Pemilihan plot
dilakukan dengan tekhnik sampel secara purposif didasarkan pada kemudahan
akses dan keterwakilan komunitas vegetasi mangrove di Pulau Tanakeke.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi vegetasi hutan mangrove
berdasarkan komposisi jenis mangrove yang ditemukan adalah 13 jenis yang
terdiri dari dua belas mangrove sejati (true mangrove) dan satu jenis tumbuhan
yang berasosiasi dengan mangrove. Hutan mangrove Pulau Tanakeke juga
memiliki potensi fauna seperti burung, dari 13 jenis burung yang ditemukan 8
diantaranya adalah burung yang di lindungi di Indonesia. Adapun fauna lainnya
yaitu reptil, moluska, crustace dan ikan dapat memberi nilai edukatif
(pendidikan) kepada pengunjung yang datang untuk menikmati keindahan di
kawasan ekosistem mangrove Pulau Tanakeke. Sehingga, secara ekologi hutan
mangrove di Pulau Tanakeke berpotensi untuk dijadikan kawasan ekowisata
berbasiskan pendidikan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan
kepedulian wisatawan dan masyarakat terhadap pentingnya pelestarian
lingkungan ekosistem mangrove.
Kata Kunci: Ekosistem Mangrove, Ekowisata, Ekowisata Mangrove, Pulau
Tanakeke.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul “Identifikasi Potensi Ekosistem Mangrove Sebagai
Penunjang Ekowisata di Pulau Tanakeke, Kepulauan Tanakeke, Kabupaten
Takalar” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak
mendapat kesulitan dan hambatan namun berkat bantuan dan petunjuk dari
berbagai pihak, maka skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Untuk itu, penulis
menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada bapak Prof.Dr.Ir. Amran
Achmad, M.Sc dan ibu Asrianny, S.Hut.,M.Si. selaku pembimbing yang dengan
sabar telah mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran dalam mengarahkan dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan limpahan berkah dan hidayah-Nya kepada beliau berdua.
Kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc, ibu Dr. Risma Illa Maulany,
S.Hut.,M.Nat.resSt, dan ibu Dr. A. Detti Yunianti, S.Hut.,M.P selaku
penguji yang telah memberikan saran, bantuan dan kritik guna perbaikan
skripsi ini.
v
2. Staf pengajar Bapak/Ibu dosen beserta staf tata usaha Fakultas
Kehutanan Unhas yang telah banyak memberikan pengetahuan dan
bimbingan selama penulis menempuh pendidikan.
3. Bapak Camat Mappakasungguh H. Syafaruddin, S.IP, bapak Kepala desa
Tompotana Tajuddin Daeng Ngerang dan Keluarga yang telah membantu
penulis selama berada di lokasi penelitian.
4. Saudaraku Ashari Pramiarto, Paska Linus, A.Tenri Padauleng, Edi
Suroyo, dan Jurais yang sudah menyempatkan waktunya menemani
melakukan penelitian.
5. Saudari-saudariku A. Dina Diana, Anita Nurul Hikmah, Resly Ayu ningsih,
Dessy Anggreani Munarsih, Dian Fajar Indrasari, Gita Rizky Rehan,
Rezky Ayu Lestari, Tita Rahayu Arif, Ebi, Andi Vika Faradiba,
Nurmalasari Syamsul, Indri Wahyuni, Ria Oktaviani, Suriani, dan Lilis
Karlina atas semua dukungan, semangat dan kekeluargaanya selama ini.
6. Keluarga kecil Laboratorium Konservasi Sumber Daya Hutan dan
Ekowisata, khususnya Divrilia Anugrah Perdana, Isfa isya, Forensia Ella
Palandi, Mentari Aurellia, Nurul Amaliah, Zulkifli Nurdin, Muh. Rezki
Mainaki, Waafiah, Zukran terima kasih atas bantuan, semangat dan canda
tawa yang diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman Angkatan 2011 (Purba) dan senior-senior Kehutanan,
terima kasih atas bantuan, kebersamaan, dan semangatnya kepada penulis
selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin.
vi
8. Kanda-kanda dan teman-teman terbaik Keluarga Mahasiswa Kehutanan
Sylva Indonesia (PC.) Universitas Hasanuddin dan Biro Khusus Belantara
Kreatif SI-UH khususnya Talenta 11 terima kasih atas pengetahuan,
kebersamaan, pengalaman, dan kekeluargaan selama penulis berada di fakultas
kehutanan Universitas Hasanuddin.
9. Saudara seperjuangan KKN UH Gel. 37 Desa Cakkela, Nur Wachida
Cinitya Lestari, Arini, Anti, A.Kaisar Alrian, Hamri, dan Achmad
Ritauddin terima kasih selalu mendukung, canda tawanya, dan
kebersamaannya.
Ucapan terkhusus penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada keluarga, ibunda Sitti Nurbaya, S.Sos. dan Ayahanda
Ismail atas doa, kasih sayang, kerja keras, motivasi, semangat dan bimbingannya
dalam mendidik dan membesarkan penulis sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan, serta saudara-saudaraku tersayang Prada Nurul Maulana, Ummul
Maemanah, dan Raodah Tul Jannah atas semangat dan dukungan yang
diberikan kepada penulis. Untuk kakek dan nenek yang penulis sayangi, Drs.
H.Muji Sutopo dan Hj.Marhana, S.H atas segala kasih sayang, doa, dan
dukungan yang diberikan sampai saat ini. Tak lupa ucapan terima kasih pada
sahabat dan kerabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala
motivasi, inspirasi, saran, dan kritik yang diberikan kepada penulis hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penyempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Makassar, November 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................ ii
ABSTRAK .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove ............................................................ 4
B. Ekowisata.............................................................................. 16
C. Ekowisata Mangrove ............................................................ 19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 23
B. Alat dan Bahan ..................................................................... 24
C. Variabel yang Diamati.......................................................... 25
D. Prosedur Penelitian ............................................................... 25
1. Tahap awal/Persiapan. ........................................................... 25
ix
2. Observasi Awal............................................................... 26
3. Pengambilan Data Lapangan........................................... 26
E. Analisis Data......................................................................... 29
1. Pengolahan Data Vegetasi .............................................. 29
2. Pengolahan Data Fauna .................................................. 31
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
A. Letak dan Luas...................................................................... 32
B. Topografi .............................................................................. 33
C. Iklim....................................................................................... 34
D. Kecepatan Angin.................................................................... 35
E. Penduduk............................................................................... 37
F. Kawasan Konservasi Mangrove Pulau Tanakeke.................. 38
G. Vegetasi................................................................................. 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Vegetasi Hutan Mangrove ....................................... 40
1. Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove ............................. 43
2. Indeks Ekologi Vegetasi Mangrove ............................... 45
3. Indeks Nilai Penting ....................................................... 46
B. Potensi Fauna Ekosistem Mangrove..................................... 48
1. Jenis Burung .......................................................................... 48
2. Jenis Crustaceae ..................................................................... 53
3. Jenis Ikan. .............................................................................. 54
4. Jenis Molusca ........................................................................ 55
x
5. Jenis Reptil...................................................................... 56
6. Jenis Anggrek.................................................................. 56
C. Potensi Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata................. 57
D. Rekomendasi Jenis Kegiatan Ekowisata Mangrove.............. 60
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 62
B. Saran ..................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 64
LAMPIRAN........................................................................................ 67
xi
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 1 Indeks Keanekaragaman Jenis................................................ 21
Tabel 2 Model tally sheet Dengan Menggunakan Metode Transek Garis 23
Tabel 3 Rata-Rata Jumlah Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan
di Kecamatan Mappakasunggu 2013...................................... 35
Tabel 4 Presentase Frekuensi Kejadian Angin (%) tahun 2006-2010. 36
Tabel 5 Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Pokok Tiap Desa/
Kelurahan di Kecamatan Mappakasunggu Tahun 2014......... 37
Tabel 6 Jenis dan Jumlah Jenis Vegetasi Mangrove Dalam Plot
Pengamatan Pulau Tanakeke .................................................. 40
Tabel 7 Hasil Pengukuran Indeks Nilai Penting (INP)........................ 46
Tabel 8 Jumlah Keseluruhan Jenis Burung yang Dijumpai pada Tiap
Transek Pengambilan Data di Pulau Tanakeke ...................... 49
Tabel 9 Indeks Ekologi Pada Tiap Transek di Pulau Tanakeke .......... 49
Tabel 10 Nama Jenis Ikan yang Ditemukan Pada Plot Pengamatan ..... 54
xii
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Halaman
Gambar 1
Salah Satu Tipe Zonasi Hutan Mangrove di Indonesia
(Bengen, 20004) ................................................................
8
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian ....................................................... 23
Gambar 3
Bentuk Transek Garis Pengamatan ...................................
28
Gambar 4
Indeks Ekologi Vegetasi Mangrove Pulau Tanakeke .......
36
Gambar 5
Jenis Crustacea Hutan Mangrove Pulau Tanakeke ...........
37
Gambar 6
Jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Mangrove.........
38
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Halaman
Lampiran 1
Komposisi Jenis Vegetasi Mangrove Pulau Tanakeke ......
67
Lampiran 2
Jenis Mangrove yang ditemukan di Pulau Tanakeke.........
68
Lampiran 3
Jenis Fauna di Hutan Mnagrove Pulau Tanakeke..............
70
Lampiran 4
Kegiatan Wisata di Hutan Mangrove Pulau Tanakeke......
73
Lampiran 5
Contoh Leaflet Ekowisata Mangrove Pulau Tanakeke......
74
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat unik karena
merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Mangrove
juga termasuk sumberdaya alam pesisir yang menyimpan berbagai jenis potensi
yang perlu di kembangkan (Bengen, 2004).
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi
ekologis, fungsi sosial dan ekonomi, serta fungsi fisik (Junaidi, 2009). Secara
ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti
penahan ombak, angin dan intrusi air laut, serta merupakan tempat
perkembangbiakan serta proses pemijahan bagi berbagai jenis kehidupan laut
seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya. Disamping
itu, hutan mangrove juga merupakan tempat habitat kehidupan satwa liar seperti
monyet, ular, biawak, dan burung. Adapun arti penting hutan mangrove dari aspek
sosial ekonomis adalah aktifitas masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove
untuk mencari kayu. Dari segi fisik, ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai
tempat wisata alam yang sangat potensial, maka dari itu hutan mangrove sangat
penting untuk dijaga dan dilestarikan demi terciptanya keseimbangan lingkungan.
Persebaran mangrove di Indonesia adalah sekitar 38 spesies yang tumbuh
dan tersebar pada beberapa daerah, seperti Aceh, Riau, Jawa, Sulawesi,
Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya (Supriharyono, 2000).
Khususnya di Sulawesi Selatan luas hutan mangrove menurut Departemen
Kehutanan (2006) adalah 28.978 ha. Sedangkan luas mangrove di Pulau Tanakeke
2
Kabupaten Takalar adalah 762,02 Ha dengan penyebaran jenisnya antara lain
Rhizophora sp., Rhizophora stylosa, Sonneratia alba dan Avicennia marina
(Prasad, 2007).
Salah satu permasalahan yang saat ini sangat mengancam keberadaan
hutan mangrove di Pulau Tanakeke ialah terjadinya pengeksploitasian besar-
besaran oleh masyarakat seperti dilakukannya pembabatan terhadap hutan
mangrove untuk dijadikan tambak, lahan pertanian, pengambilan kayu mangrove
untuk pembuatan arang, kayu bakar, bahan bangunan dan yang paling mengancam
keberadaan ekosistem ini yaitu pembukaan lahan baru untuk dijadikan
pemukiman penduduk (Restoring Coastal Livelihood, 2014).
Permasalahan seperti yang disebutkan di atas membuat perubahan yang
terjadi terhadap pesisir pantai yang ada di Pulau Tanakeke, dan telah
mengorbankan sebagian besar kawasan mangrove sehingga banyak areal
mangrove yang tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya, contohnya rusaknya
ekosistem mangrove dan terjadinya abrasi pantai.
Apabila hal ini dibiarkan terus, maka kerusakan yang terjadi pada hutan
mangrove di pulau tersebut akan membawa dampak yang besar bagi
keberlangsungan ekosistem pulau tersebut di masa yang akan datang. Dengan
demikian, maka perlu dipikirkan strategi untuk menahan laju kerusakan dan
mengembalikan fungsi dari keberadaan hutan mangrove yang tersisa dengan
melakukan upaya konservasi.
Salah satu usaha konservasi adalah memanfaatkan hutan mangrove untuk
tujuan ekowisata dengan melibatkan masyarakat setempat, sehingga kegiatan
3
ekowisata tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini akan
meningkatkan kesadaran masyarakat atau pengunjung untuk menjaga ekosistem
mangrove. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk
melakukan identifikasi potensi ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke untuk
tujuan pengembangan kegiatan ekowisata di tempat tersebut.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi potensi ekosistem mangrove
di Pulau Tanakeke sebagai penunjang ekowisata.
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
ilmiah bagi pemerintah, lembaga-lembaga profit dan non profit, masyarakat
umum, wisatawan dan pelaku ekowisata untuk melakukan kegiatan ekowisata,
serta menjadi bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan ekowisata dan bagi tempat lainnya yang memiliki potensi
pengembangan ekowisata.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove
1. Deskripsi mangrove
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang mem iliki fungsi istimewa
yang di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa
pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat
didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang
dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas terkadang tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam (Santono, dkk. 2005).
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan lingkungannya di dalam suatu
habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem yang unik karena merupakan
perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove
mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat
sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik
sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan) yang
biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, dkk. 2005).
Hutan bakau atau mangal merupakan sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh dalam perairan yang asin. Sebutan bakau ditujukan untuk semua
5
individu tumbuhan, sedangkan mangal ditunjukan bagi seluruh komunitas atau
asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini. Hutan mangrove adalah hutan yang
berkembang baik di daerah pantai yang berair tenang dan terlindung dari
hempasan ombak, serta eksistensinya selalu dipengaruhi oleh pasang surut dan
aliran sungai. Defenisi lain hutan mangrove adalah suatu kelompok tumbuhan
terdiri atas berbagai macam jenis dari suku yang berbeda, namun memiliki daya
adaptasi morfologi dan fisiologis yang sama terhadap habitat yang selalu
dipengaruhi oleh pasang surut (Nybakken,1992).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang
pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2004).
Menurut Bengen (2004), ciri-ciri hutan mangrove sebagai berikut :
a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung, dan berpasir.
b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada saat pasang purnama.
c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
e. Air yang bersalinitas payau (2-22 per mil) hingga asin (mencapai 38 per mil)
Vegetasi mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang
tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang 89 di antaranya
adalah jenis pohon. Mangrove di Indonesia terbagi ke dalam empat family yaitu
6
Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriops), Soneraticeae (Sonneratia),
Aviceniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).
2. Jenis Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12
genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp.,
Bruguerasp., Ceriops sp., Xylocarpus sp., Lumnitzera sp., Aegiceras sp.,
Aegiatilis sp., Snaeda sp., Conocarpus sp.) yang termasuk ke dalam delapan
famili (Bengen,2001).
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis efipit, dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33
jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true
mangrove), sementara jenis lain ditemukan sekitar mangrove yang dikenal sebagai
jenis mangrove ikutan (asociateasociate) (Noor, dkk. 1999).
Tomlinson (1984), membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok,
antara lain :
1. Flora mangrove sejati (Flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang hanya
tumbuh di habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai
bentuk-bentuk adaptasi khusus (bentuk akar nafas/udara dan viviparitas)
terhadap llingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologi dalam
mengontrol garam (mengeluarkan garam untuk menyesuaikan diri dengan
7
lingkungan). Contohnya adalah jenis-jenis dari genus Avicennia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera dan Nypa.
2. Flora mangrove penunjang (minor), yakni flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan
dominan dalam struktur komunitas, contohnya adalah dari jenis-jenis dari
genus Excoecaria, Xylocarpus, Phempis, Osbornia, dan Pelliciera.
3. Tumbuhan asosiasi mangrove, yakni flora yang berasosiasi dengan tumbuhan
mangrove sejati dan merupakan vegetasi penunjang, contohnya adalah jenis-
jenis dari genus Cerbera, Acantus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
3. Karakteristik dan Zonasi Hutan Mangrove
Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memilliki muara sungai
yang besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Di wilayah
pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak
optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar
dengan arus pasang surut kuat karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya
pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya
(Dahuri,1996).
Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia seperti ditunjukkan
pada Gambar 1, yaitu daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak
berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi
dengan Sonneratia spp yang dominan tumbuh pada lumpur yang dalam yang agak
kaya dengan bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya
8
didominasi oleh Rhizophora spp, di zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan
Xylocarpus sp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp. Zona transisi
antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa
fruticans dan beberpa spesies palem lainnya (Bengen, 2004).
Gambar 1. Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Bengen, 2004)
4. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Menurut Davis, dkk.(1995) dalam FPPB (2009), hutan mangrove memiliki
fungsi dan manfaat sebagai berikut :
a. Habitat satwa langka
Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100
jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan
mangrove merupakan tempat ribuan burung pantai migran, termasuk jenis burung
langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).
b. Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian
atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam
melalui proses filtrasi.
9
c. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses pengendapan
lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan
unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel
lumpur. Dengan hutan mangrove, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur
erosi.
d. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi
pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
e. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat
pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah
air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan mangrove bahkan membantu proses
penambatan racun secara aktif.
f. Sumber alam dalam kawasan (in-situ) dan luar kawasan (ex-situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau
meniral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan
sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan
terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di
daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan
fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
10
g. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara
yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
h. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi
perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi
kehidupan liar itu sendiri.
i. Rekreasi dan pariwisata
Hutan mangrove memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun
dari kehidupan yang ada didalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan
menjadi obyek wista alam lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI),
Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah).
Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata
lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut
mempunyai keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh
pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam.
j. Sarana Pendidikan dan Penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi membutuhkan
laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
k. Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan mangsove sangat tinggi perananya dalam mendukung
berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
11
l. Penyerapan karbon
Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik ( 𝑂2 ) menjadi karbon
organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini
membususk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai𝐶𝑂2. Akan tetapi
hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak
membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon
dibanding dengan sumber karbon.
m. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan curah
hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan mikro terjaga.
n. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit
dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu (Junaidi, 2009):
1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :
a. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu,
untuk bubur kayu, tiang/pancang)
b. Hasil bukan kayu, hasil hutan ikutan (non kayu) dan lahan (Ekowisata
dan lahan budi daya). Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai
dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal
apabila dikaji dengan baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non
12
kayu di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pengelolaan
hutan mangrove secara berkelanjutan (Junaidi, 2009).
2. Fungsi Ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan
ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna,
diantaranya:
a. Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang.
b. Pengendalian instrusi air laut
c. Habitat berbagai jenis fauna
d. Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis
ikan dan udang
e. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
f. Pengontrol penyakit malaria
5. Fauna Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2004), komunitas fauna hutan mangrove membentuk
percampuran antara dua kelompok yaitu :
a. Kelompok fauna daratan/terestial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, tetrdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok
ini tidak memiliki sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan
mangrove, karena melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air
laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan lautan pada saat air surut.
13
b. Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu : yang hidup di
kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; yang menempati substrat
baik keras (akar dan batang pohon mangrove maupun lunak (lumpur),
terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis avertebrata lainnya. Komunitas
mangal bersifat unik, disebabkan luas vertical pohon, dimana organisme
daratan menempati bagian atas sedangakan hewan lautan menempati bagian
bawah (Nybakken, 1992).Biota-biota yang sering mengunjungi hutan
mangrove adalah dari vertebrata, seperti burung, amfibia, reptilia, dan
mamalia.
1) Burung
Hutan mangrove banyak disinggahi oleh beberapa jenis burung
migran. Gunawan (1995) dalam Tuwo (2011) menemukan 53 jenis
burung yang berada di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan
Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Whitten, dkk. (1996) dalam
Tuwo (2011) menemukan beberapa jenis burung yang dilindungi yang
hidup pada hutan mangrove, yaitu pecuk ular (Anhinga anhinga
melanogaster), Bintayung (Freagata andrew-si) dan lain sebagainya.
2) Reptilia
Hutan mangrove merupakan tempat untuk mencari makan dan
berlindung dari beberapa reptil. Nirarita, dkk. (1996) dalam Tuwo
(2011) menemukan beberapa spesies yang sering dijumpai atau hidup
di mangrove adalah biawak (Varanus salvator), Ular belang (Boiga
dendrophila), Ular sanca (Phyton recitulatus), dan beberapa jenis ular
14
air seperti Cerbera rhynchop, Archrochordus granulate dan Fordonia
leucobalia. Di ekosistem mangrove namyak ular yang menjadikannya
sebagai habitat utama; demikian pula kadal dan biawak yang
memakan insekta, ikan, kepiting dan kadang-kadang burung (Ng dan
Sivasothi (2001), dalam Yakup (2010)).
3) Mamalia
Hutan mangrove merupakan tempat untuk mencari makan dan
tempat untuk bergantung dari primata seperti kelelawar. Area hutan
mangrove yang terdapat di jawa dan kalimantan di temukan jenis
primate yaitu dari jenis primate Macaca fascularis, sedang di
Kalimantan adalah Nasalis larvatus yang langka dan endemik (SNM,
2003 dalam Yakup 2010).
4) Amfibia
Kawasan hutan mangrove jarang di temukan amfibi karena
mungkin berpengaruh akibat airnya yang asin dan kondisi kullit yang
tipis misalnya katak sehinggga kurang memungkinkan untuk hidup di
kawasan hutan mangrove. Nirarita (1996) dalam Tuwo (2011)
menemukan dua jenis katak yang ditemukan di hutan mangrove, yaitu
Rana canclifora dan R. Limnocharis.
5) Ikan
Hutan mangrove adalah tempat untuk mencari makan, pemijahan,
dan tempat asuhan bagi ikan. Ikan yang terdapat di area mangrove
kota Tarakan yang sering ditemukan pada daerah hutan mangrove
15
yaitu alu-alu (Sphyraenasp.), sembilang (Plotosus sp.), bandeng,
baronang, kerapu lumpur, dan pepija (Wiharyanto, 2007).
6) Crustace.
Crustace menjadikan kawasan hutan mangrove sebagai tempat
tinggal, tempat memijah, tempat mengasuh dan mencari makan.
Crustace seperti remis, udang dan kepiting sangat melimpah di
ekosistem mangrove. Salah satu yang terkenal adalah kepiting lumpur
(Thalassina anomala) yang dapat membentuk gundukan tanah besar di
mulut liangnya, serta kepiting biola (Uca) yang salah satu cappitnya
sangat besar. Terdapat sekitar 60 spesies kepiting di ekosistem
mangrove. Kebanyakan memakan dedaunan, lainnya memakan alga
atau detritus di sedimen tanah dan membuang sisanya dalam
gumpalan-gumpalan pelet (Ng dan Sivasothi, (2001) dalam Yakup,
(2010)).
7) Moluska
Moluska merupakan invertebrate yang sering dijumpai pada hutan
mangrove, yaitu dari kelas gastropoda dan bivalvia. Moluska dari
kelas gastropoda di wakili oleh sejumlah siput, suatu kelompok yang
umum hidup pada akar dan batang pohon bakau (Littorinidae) dan
lainnya pada lumpur didasar akar mencakup sejumlah pemakan
detritus (Ellobiidae dan Potaminididae). Sedangkan jenis bivalvia
diwakili oleh tiram yang melekat pada akar bakau tempat mereka
membentuk biomassa yang nyata (Nybakken, 1992).
16
B. Ekowisata
1. Pengertian Wisata
Menurut Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan,
wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan
daya tarik wisata.
Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang
mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk
kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Wisata
merupakan perjalanan sementara seseorang ke tempat tertentu selain menuju
tempat kerja ataupun tempat tinggal (Mathienson dan Wall, 1982 dalam Guun,
1994).
Wisata alam adalah wisata ke tempat sumberdaya alam yang cenderung
belum dikembangkan. Wisata berkelanjutan adalah pengembangan dan
pengelolaan dari segala kegiatan wisata yang difokuskan pada pelestarian
sumberdaya alam (Ceballos-lascurain, 1996).
Kajian yang dilakukan Waller (2000) menunjukkan bahwa hubungan yang
harmonis antara wisata, keanekaragaman, bentang alam dan konservasinya dapat
terjadi dalam kehidupan manusia. Aktivitas wisata tersebut kemudian lebih
dikenal sebagai ekowisata atau ekotourisme.
Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007):
17
a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada
pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya
sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.
c. Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan
wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan
perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.
2. Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah keluar rekreasi diluar domisili untuk melepas diri dari
perkerjaan rutin atau mencari suasana lain. Menurut Undang-undang No. 9 Tahun
1990 tentang kepariwisataan menyatakan Pariwisata sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik serta
usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Kepariwisataan mempunyai peranan
penting untuk memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan
kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa
cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan
pembinaannya dalam memperkukuh jati diri bangsa (Damanik dan Weber, 2006).
Suswantoro (1997) dalam Utama (2009), menyatakan pariwisata
merupakan suatu proses kepergian sementara seseorang atau lebih menuju tempat
lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik,
18
agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu,
menambah pengalaman ataupun sekedar untuk belajar.
3. Pengertian Ekowisata
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam
yang alami maupun buatan yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan
sosial budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu;
keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara
psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat.jadi kegiatan
ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk mengetahui,
dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal.
Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati
keindahan alamdan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya
berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang
berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan
pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan wisata ekowisata dan
menghasillkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat yang berada di
daerah tersebut atau daerah setempat (Subadra, 2008).
Menurut Ceballos-lascurain (1996) ekowisata adalah suatu perjalanan ke
tempat-tempat alami yang belum terganggu yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan untuk menikmati dan menghargai alam sedangkan menurut Wallace
and Piece (1996) dalam Bjork (2000) ekowisata adalah perjalanan ke tempat alami
yang belum terganggu untuk pendidikan atau sekedar menikmati flora, fauna,
19
geologi dan ekosistem sebagaimana orang yang hidup berdampingan dengan alam
sehingga konservasi dan pengembangan berkelanjutan dapat terlaksana.
Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan
wisata bagian penting dari ekowisata adalah untuk merubah budaya dalam
kaitannya dengan lingkungan, seperti mempromosikan tentang daur ulang,
efisiensi energi dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal
(Srinivas, 2005).
C. Ekowisata Mangrove
Kawasan hutan mangrove adalah salah satu kawasan pantai yang memiliki
keunikan dan kekhasan tersendiri, karena keberadaan ekosistem ini berada pada
muara sungai atau estuaria. Mangrove hanya tumbuh dan menyebar pada daerah
tropis dan subtropis dengan kekhasan organisme baik tumbuhan ataupun hewan
yang hidup dan berasosiasi di sana adalah tumbuhan khas perairan estuari yang
mampu beradaptasi pada kisaran salinitas yang cukup luas (Kasim, 2006).
Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan
lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu kawasan
kunjungan wisata. Potensi yang ada adalah suatu konsep pengembangan
lingkungan yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam,
mangrove sangat potensil bagi pengembangan ekowisata karena kondisi
mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat dikembangkan
sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan serta organisme yang
20
hidup kawasan mangrove. Suatu kawasan akan bernilai lebih dan menjadi daya
tarik tersendiri bagi orang jika didalamnya terdapat suatu yang khas dan unik
untuk dilihat dan di rasakan. Ini menjadi kunci dari suatu pengembangan kawasan
wisata (Kasim, 2006).
Beberapa parameter lingkungan yang dijadikan sebagai potensi
pengembangan ekowisata mangrove adalah kerapatan jenis mangrove, spesies
mangrove, pasang surut dan jenis biota yang ada di dalam ekosistem mangrove.
1. Kerapatan Hutan Mangrove
Kerapatan jenis adalah total jumlah individu spesies per luas petak
pengamatan adalah jumlah plot yang diamati ada 10 buah, dengan luas masing-
masing plot 10 m x 10 m maka total seluruh petak pengamatan adalah 1000 m
(Fachrul, 2006).
2. Keanekaragaman jenis
Indeks keanekaragaman jenis (H’) menggambarkan keadaan populasi
organisme secara matematis untuk mempermudah dalam menganalisa informasi-
informasi jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Suatu
komunitas dikatakan mempunyai keragaman jenis tinggi, jika kelimpahan masing-
masing jenis rendah jika hanya terdapat beberapa jenis yang melimpah (Ardi,
2002).
Indeks keanekaragaman mempunyai nilai terbesar jika semua individu
berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda, sedangkan nilai terkecil
didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau satu spesies saja (Odum
1971). Adapun kategori indeks keanekaragaman jenis dapat di lihat pada table 1.
21
Tabel 1. Indeks keanekaragaman jenis
Indeks keanekaragaman jenis Kategori
H’ < 2,0 Rendah
2,0 < H’ <2,0 Sedang
H’ > 3,0 Tinggi
3. Bentuk Kegiatan Wisata di Mangrove
Bentuk-bentuk kegiatan wisata yang dapat dilakukan di hutan mangrove
menurut Saputra (2012) yaitu :
a. Memancing (Fishing)
Kegiatan memancing dapat dilakukan di pinggiran hutan mangrove
maupun di dalam hutan mangrove, banyaknya jenis ikan juga merupakan nilai
tambah. Hasil tangkapan dapat diolah sendiri atau memanfaatkan masyarakat
yang bermukim di sekitar hutan mangrove.
b. Berkanopi / berperahu
Susur sungai dengan berperahu / berkanopi membelah hutan mangrove
akan memberikan pengalaman yang menyenangkan. Akan tetapi untuk menjaga
kelestarian lingkungan diperlukan kajian mengenai daya dukung lingkungan yang
ada di hutan mangrove dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata sehingga
tidak mengganggu keberadaan hutan mangrove dan kelestariannya.
c. Pengamatan burung (Bird watching)
Pengamatan burung dapat dilakukan di muara sungai dan di pata tegakan
mangrove. Waktu yang paling ideal untuk melakukan pengamatan yaitu pada pagi
hari saat burung keluar dari sarang untuk mencari makanan dan sore hari saat
22
burung kembali ke sarang. Atraksi burung dalam bertingksh laku juga sangat
menarik untuk di amati.
d. Menyusuri hutan mangrove (Mangrove walk)
Menyusuri hutan mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
berperahu dan berjalan kaki. Dengan berjalan kaki kita dapat menikmati sensasi
yang sangat menyenangkan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
kegiatan ini adalah boardwalk dan pemandu wisata (guide tour).