Upload
trinhnhi
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG BERPINDAH AGAMA
(STUDI KASUS DI PERUMAHAN GRAHA PADMA,
SEMARANG BARAT)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Oleh :
Rufita Noer Rochmah
NIM : 064411010
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG BERPINDAH AGAMA
(STUDI KASUS DI PERUMAHAN GRAHA PADMA,
SEMARANG BARAT)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Oleh :
Rufita Noer Rochmah
NIM : 064411010
Semarang, 8 Desember 2011
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hj. Fatimah Usman, M.Si Fitriyati, S. Psi, M.Psi
NIP. 195608051985032001 NIP.196907252005012002
iii
iv
PERSEMBAHAN
Terima kasih, kepada Allah. Karena KAU-lah aku ada. Bersama-Mu, segala
yang tak mungkin menjadi mungkin. Segala yang tak mungkin bagiku, menjadi
segala yang penuh anugerah bagiku. Terima kasih, Allah.
Terima kasih kepada Mas Jumanto, kekasihku di dunia dan akhirat.
Engkaulah yang telah mengajariku menjadi perempuan yang sempurna
dengan segala apa adanya diriku.
Terima kasih Jasmine, Fatma dan Madina. Kalianlah sahabat-sahabat kecilku,
yang telah mengajariku menjadi ibu yang sempurna dengan segala apa adanya
diriku. Tanpa kalian….tiadalah yang memanggilku ‘mama’.
I Love You All.
Semangat hidupku untuk maju adalah semangatmu yang terus menyertaiku,
hanya satu yang dapat menghentikannya, adalah hilangnya semangatmu untuk
menyemangatiku
Terima kasih, semangat. Kaulah ruh yang naik dan turun dalam hidupku.
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan. Segala puji bagi allah SWT Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang, bahwa atas taufiq, hidayah serta inayah-
Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG
BERPINDAH AGAMA (STUDI KASUS DI PERUMAHAN GRAHA PADMA,
SEMARANG BARAT)”, disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana strata satu (SI) Fakultas Ushuluddin Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menyampaikan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini hingga selesai.
Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Nasihun Amin, M.Ag. selaku dekan Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang beserta staf atasan yang menjabat di lingkungan
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
2. Ibu Dra. Hj. Fatimah Usman, M.Si Selaku pembimbing I dan Ibu Fitriyati,
S.Psi. M.Si. Selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu,
tenaga dan fikirannya untuk untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak/Ibu dosen dan semua civitas akademik Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang, yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepada orang tua penulis yang telah dipanggil Allah Swt, (almarhumah)
Sri Soenarti binti Mohammad Isa‟i dan (almarhum) Muhammad Tohir
Danusunarto bin Muhammad Ilyas.
5. Kepada suami penulis, Dr. Jumanto, Drs., M.Pd. dan anak-anak tercinta:
Jasmine Indira Pasca JR., Fatmabangsa Manca JR., dan Madina Indira
Bangsa JR., yang telah memberi semangat kepada penulis untuk berjuang
sejak pertama menempuh perkuliahan sampai saat penyusunan skripsi ini
vi
dan kalianlah semangat hidup di dunia ini. Dan adik penulis, Demi
Erawati, S.E. dan keponakan penulis, Fredadeta Yogatama yang telah
bersemangat mendukung moril dan materiil penulis selama masa
perkuliahan.
6. Kepada teman-teman senasib sepenanggungan berjuang belajar di Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
angkatan 2006: M. Subkhan, Umi Rahmah, M. Muhsinin, Aryo Permadi,
Naryoko, Khoirul Anwar, Rini Sulistiyana, Dianing Prafitri, Zainul
Masruroh, Mustafiroh, Muhammad Nur Arifin, Mu‟amalah (M.U) Jamil
Ilyas, Muflih. Dan teman-teman angkatan 2007: Mutakkiin, Asrorudin,
Roisah, Santi dkk. Teman-teman angkatan 2008: Mahbub, Sakinah, Olif,
Indah, Vita, Mustakul, Sonief, dkk. Teman-teman angkatan 2010 kelas A:
Ahmad, Nurul, Eni, Nasih, dkk. yang telah membantu penulis untuk
berjuang menuntut ilmu. Serta semua teman-teman yang belum bisa
penulis sebutkan. Terima kasih, adik-adikku!
7. Kepada staf kantor Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang,
Bapak Zainuddin, Bapak Miftah, Bapak Ngaseri, Bapak Noor Salim, Ibu
Semi, Ibu Murni, beserta bapak dan ibu lainnya yang telah dengan tulus
ikhlas membantu penulis dalam rangka proses pengurusan skripsi dan
munaqosyah sehingga lancar dan berhasil. Terima kasih.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
untaian terimakasih yang tulus dan mendalam dengan iringan do‟a semoga
Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka, dan selalu
melimpahkan rahmat, hidayah serta taufiq kepada semuanya dalam
mengarungi samudra kehidupan ini.
Semarang, 8 Desember 2011
Rufita Noer Rochmah
vii
ABSTRAKSI
Mengikuti perjalanan spiritual seseorang itu sangat menarik, terkadang ada
sesuatu yang sangat luar biasa dalam pengalaman hidupnya menjadi langkah
perubahan keyakinannya, tetapi juga hal yang sangat biasa pun dapat mengubah
keyakinan dirinya. Perjalanan seperti ini tidak semua orang mengalaminya, hanya
orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah SWT yang memperoleh anugerah itu.
Seperti pula pengalaman-pengalaman pelaku konversi agama di
Perumahan Graha Padma Semarang Barat, bisa itu lewat sebuah proses yang
panjang, tetapi juga secepat itu hidayah bisa datang. Ada juga hal-hal yang
mengharukan, betapa sulitnya perjuangan melawan keluarganya. Tetapi, karena
keteguhan untuk menyatakan keyakinan, akhirnya diperoleh juga hidayah. Itu.
Jika menghayati apa yang dituturkan mereka sampai saatnya mengucapkan
kesaksian akan agama yang mereka anut, adalah munculnya suatu kesadaran akan
kebesaran agama-agama yang mereka yakini, itu bisa terjadi karena pengaruh
dari suami, pengaruh kebenaran akan agama, pengaruh dari kekasih dan pengaruh
dari majikan/atasan, serta berbagai macam petunjuk lainnya.
Disinilah menariknya, bagaimana penuturan mereka itu benar-benar
menyentuh perasaan dan pikiran seseorang, kadang seseorang yang mengetahui,
terbawa pada suasana atau peristiwa yang menjadi realitas mereka. Merekalah
yang terkadang jauh lebih bersikap baik dalam menempuh hidup barunya.
Disinilah kebesaran agama mereka tunjukkan.
Penelitan tentang indentifikasi psikologis konversi agama di Perumahan
Graha Padma Semarang Barat. ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Analisis yang digunakan
dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, dengan pendekatan psikologi.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deduktif untuk membahas masalah
yang ada dalam landasan teori, sedangkan metode induktif digunakan untuk
membahas penyusunan skripsi ini.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui ada motivasi dan motif apakah individu berpindah agama di
Perumahan Graha Padma Semarang Barat
2. Mengetahui Bagaimana proses individu yang berpindah agama di Perumahan
Graha Padma Semarang Barat
3. Mengetahui Masalah apa yang individu hadapi setelah berpindah agama di
Perumahan Graha Padma Semarang Barat
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi
dan masukan bagi mahasiswa, dosen, para peneliti dan semua pihak yang
membutuhkan, khususnya di lingkungan fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang.
TABEL TRANSLITERASI
viii
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif Tidak berlambang Tidak dilambangkan ا
Ba B Be ة
Ta T Te ت
Sa S ث.
As (dengan titik di atas)
Jim J Je ج
Ha Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Zal Z ذ.
Zet (dengan titik di atas)
Ra R Er ز
Zai Z Zat ش
Sin S Es ض
Syin Sy Es dan ye ش
.Sad S ص Es (dengan titik di bawah)
.Dad D ض De (dengan titik di bawah
Ta .T ط Te (dengan titik di bawah)
.Za Z ظ Zet (dengan titik di bawah)
Ain ……„ Koma terbalik di atas' ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ى
Wau W We و
Ha H Ha ه
Hamzah …..' Apostrof ء
ya Y Te ي
Sumber: Buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
2001.
B. VOKAL.
ix
Vokal Tunggal Vokal Rangkap
Huruf
Arab Nama
Huruf
Latin Nama
Huruf
Arab Nama
Huruf
Latin Nama
Fathah a a __ ىـ Fathah
dan ya ai
a dan
i
Kasrah i i ---و Fathah
dan wau au
a dan
u
dhammah u u - - - -
Contoh:
haula :هول Kaifa كيف Su'ila : سئل fa'ala : فعل
C. MADDAH.
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Fathah dan alif atau ya LĀ A dan garis di atas ي — ا—
— Kasrah dan ya LÎ I dan garis di atas ى
— Dummah wau UŬ U dan garis di atas و
Contoh:
yaqũlu : يقول ramã : زهى qîla : قيل qãla : قبل
.
D. TA’ MARBUTOH.
1. Ta' Marbŭtah hidup transliterasinya adalah (t).
2. Ta' Marbŭtah mati transliterasinya adalah (h).
3. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta Marbŭtah dikuti oleh
kata al, serta bacaan keduanya kata itu terpisah maka Ta' Marbŭtah itu
ditransliterasikan dengan (h).
Contoh:
.raudah al-atfăl atau raudatul atfăl : االطفبل زوضة
al-Madīnah al-Munawwarah, atau al-Madīnatul : الونوزة الودينة
Munawwarah.
x
E. SYADDAH (TASDĨD).
Syadah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah.
Contoh:
.al-birru : البس nu''ima : نعن . nazzala : نصل rabbană : زبنب
F. KATA SANDANG.
1. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransleterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan sambung/hubung.
Contoh:
.as-sayyidatu : السيدة
2. Kata sandang diikuti oleh huruf Qomariyah ditransleterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
.al-badĭu : البديع al-qalamu : القلن
G. HAMZAH.
1. Bila Hamzah terletak di awal kata maka ia tidak disambungkan dan ia
seperti alif. Contoh:
akala : أكل umirtu : أهست
2. Bila ditengah dan di akhir ditransleterasikan dengan apostrof, contoh:
.sya'un : شيئ .ta'khuzŭna : خروى تأ
H. HURUF KAPITAL.
Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, bukan pada kata sangdangnya.
Contoh:
.al-Madĭnatul Munawwarah : الونوزة الودينة al-Qur'ăn : القساى
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .............................................................. ii i
PERSEMBAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAKSI ................................................................................................. vi
TRANSLITERASI ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang ......................................................................... 1
B. Pokok masalah ........................................................................ 9
C. Penegasan istilah ...................................................................... 9
D. Tujuan dan manfaat penelitian .................................................. 10
E. Kajian pustaka ......................................................................... 11
F. Metode penelitian ..................................................................... 12
G. Sistematika pembahasan .......................................................... 15
BAB II : TEORI UMUM PSIKOLOGI INDIVIDU DAN KONVERSI AGAMA
A. Psikologi Individu ................................................................... 17
1. Teori Motivasi dan Motif ........................................................ 17
2. Teori Konflik dan Frustasi ........................................................ 28
3. Teori Psikoanalisis Erikson............................................................31
B. Konversi Agama ..................................................................... 34
1. Pengertian Konversi Agama .................................................... 34
2. Faktor Konversi Agama ........................................................... 40
3. Proses Konversi Agama .......................................................... 48
xii
BAB III :IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG BERKONVERSI
AGAMA DI PERUMAHAN GRAHA PADMA, SEMARANG BARAT
A. Gambaran Keadaan Subjek Penelitian ..................................... 52
B. Motif dan Motivasi Konversi Agama ...................................... 57
C. Proses Konversi Agama ......................................................... 64
D. Subjek Setelah Berpindah Agama ........................................... 72
BAB IV : ANALISIS
A. Analisis Motif dan Motivasi Konversi Agama .......................... 82
B. Analisis Proses Konversi Agama ............................................. 88
C. Analisis Setelah Konversi Agama ............................................ 91
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 97
B. Saran-Saran ............................................................................. 101
C. Penutup ................................................................................... 102
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sudah menjadi fitrahnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-
makhluk lainya yang ada dimuka bumi ini. Seperti yang diterangkan didalam
Al-Qur’an Surat At-Tiin ayat 04:
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.1
Meskipun manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna,
manusia masih memerlukan suatu kepercayaan. Kepercayaan itu akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. yang akan
mengatur pola hidup manusia tersebut dalam hal-hal yang menyangkut
persoalan hidup mereka di dunia ini.2
Adalah agama semata yang bisa memulihkan kedamaian dan
ketenteraman manusia. Ia menanamkan kecintaan akan kebaikan dan
keberanian di hati manusia untuk bangkit menghadapi kekuatan-kekuatan
jahat yang keji, sebagai syarat yang diperlukan guna memperoleh nikmat
Allah dan guna melaksanakan kehendak-Nya yang menguasai bumi ini,
sambil menantikan dengan sabar anugerah-Nya di akhirat.3
Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar
dapat memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik kepada dirinya maupun
kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu agama juga memberikan ajaran
1 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, CV. J-ART, Bandung, 2004,
hlm.598 2 Akmal Hawi, Seluk Beluk Ilmu Jiwa Agama, IAIN Raden Fatah Press, Palembang,
2005, hlm.49 3 Muhammad Qutb, Salah paham Terhadap Islam, Penerbit Pustaka, Bandung 1982, hlm
13
2
untuk membuka jalan menuju kepada al-Khaliq, Tuhan Yang Maha Esa ketika
manusia telah mati.4
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini manusia saling berinteraksi
antara yang satu dengan yang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendirian, ia
memerlukan kelompok, memerlukann kebersamaan yang membentuk suatu
masyarakat. Masyarakat bisa berjalan dengan baik apabila kehidupan itu diikat
dan disanggah oleh tradisi yang hidup dan dipatuhi. Tradisi itu adalah
keseluruhan kepercayaan.5
Aristoteles (384-322 SM). Seorang filosof yunani kuno menyatakan
dalam ajarannya, bahwa manusia adalah Zoon Politicon. Artinya bahwa
manusia itu sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan
berkumpul dengan sesama manusia lainya. Jadi mahluk yang suka
bermasyarakat dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain,
maka manusia disebut makhluk sosial.6
Dalam hubungan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
lainya, menyebabkan terjadinya pembauran pada masyarakat tersebut.
Pembauran tersebut bisa terjadi pada bidang bahasa, budaya, atau bahkan
agama sekalipun.
Negara kesatuan republik Indonesia yang mempunyai asas Pancasila
mengakui adanya kemajemukan pada masyarakatnya baik dibidang budaya
maupun bidang agama. Bidang budaya masyarakat Indonesia kaya dengan
keaneka ragaman budayanya baik suku, bahasa, bahkan lainnya, begitu pun
juga dengan agama yang telah diakui keberadaannya di negara ini.
Agama adalah bagian mutlak dan pada kehidupan bangsa Indonesia
ini, seperti termaktub dalam sila pertama :”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan
pasal 29 UUD 1945 merumuskan ayat (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa. Ayat (2) yang menyatakan bahwa : Negara menjamin
4 Th.Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Perbandingan Agama, Penerbit Pustaka, Bandung
1982, hlm 69 5 Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini, Rajawali Pers, Jakarta, tth, hlm 6 6 Kansil JH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai pustaka, Jakarta
1989, hlm 29.
3
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.7
Menurut pasal 29 ayat (2) UUD tahun 1945 kehidupan beragama di
Negara republik Indonesia ini amatlah jelas telah dijamin oleh Konstitusi.
Kebebasan beragama ini dijamin oleh negara karena keyakinan bahwa
keragaman agama tidak akan menjadi disintegrating factor bagi bangsa
Indonesia, tetapi faktanya ialah bahwa agama dapat menjadi integrating dan
disintegrating factor sekaligus. Ibarat lautan yang mengelilingi ribuan pulau-
pulau di Indonesia, lautan itu dapat berfungsi sebagai pemisah antara pulau
yang satu dan yang lain, tapi dapat pula sebagai jembatan yang
menghubungkan pulau yang satu dengan yang lainya apabila kita mampu
mengelola dan melayari laut-laut itu. Demikian pula keragaman agama dapat
berfungsi sebagai pemisah dan sekaligus pemersatu bangsa.8
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bersifat ganda seperti
terlukis dalam sesanti bangsa Indonesia ”Bhineka Tunggal Ika yang berarti
sekalipum berbeda-beda, tetapi tetap satu juga”. Di indonesia terdapat
berbagai agama yang pada hakekatnya semua agama itu mengajarkan dan
menuntut umat untuk beribadah, menyembah, dan memuliakan Tuhan Yang
Maha Esa.9
Agama adalah suatu hal yang sungguh sangat luas dan dalam
maknanya. Karena mengenai kehidupan manusia serta asasi. Berdasarkan
penelitian Historis Kultural bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersifat
religius, bangsa yang agamis, hal ini terbukti bahwa kehidupan bangsa kita
tidak dapat dilepaskan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama besar
di dunia seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha.10
Di dalam Agama Islam, tidak mengenal paksaan untuk menganut
ajaran agama, faktor-faktor ideologinya tidak bertentangan dengan tabiat
7 Departemen RI, Pekan Oreantasi Antar Umat Beragama, Proyek Pembinaan
Kerukunan hidup Beragama, Jakarta, 1980, hlm.59 8 Ridwan Lubis, Meretas Wawasan Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia,
DEPAG RI dan Badan Litbang dan Diklat Keagaman, Jakarta, 2005, hlm.5 9 Ibid, hlm.90 10 Ibid, hlm.90-91
4
manusia. Tidak mengharuskan sesuatu apapun. Akan tetapi Islam hanya
mengajak manusia untuk memegang pada prinsip-prinsipnya, dengan
kebebasan mutlak dan kehendak sendiri untuk beriman atau tidak. Firman
Allah;
Artinya: ”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” .(Al-
Baqarah : 256)11
Semua agama tidak menghendaki adanya pemaksaan dalam hal agama.
Setiap manusia bebas menentukan sendiri agama yang akan dipeluknya.
Agama yang dipeluk mendasari hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan kemudian agama
memberikan arah kepada umat mengenai sikap dan perilaku dalam hidup
sehari-hari.12
Menurut Zakiyah Daradjat(1979), agama memegang peranan sangat
penting dalam kehidupan manusia baik secara individu, keluarga, maupun
dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu agama adalah suatu hal yang
perlu kita pertahankan dan kita amalkan. Agar dapat mengamalkan agama
dengan baik kita di tuntut agar mendalami agama kita masing-masing, hal
inilah yang akan menjadikan seseorang itu tidak mudah dipengaruhi imannya
sehingga goyah dan berpindah keyakinan. Sebaliknya bagi mereka yang
memiliki iman yang lemah mudah sekali dipengaruhi dan kemudian terjadi
suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula13
.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu masyarakat di Perumahan
Graha Padma diperoleh informasi bahwa telah terjadi suatu kasus perpindahan
agama pada masyarakat perumahan tersebut, yakni dari Agama Islam
berpindah menjadi Agama Kristen dan sebaliknya dari Kristen ke Islam. Juga
dari agama Islam ke agama Hindu. Dari permasalahan yang terjadi di
11
Depag RI, Op cit, hlm. 45 12 Muhammad Al-Barry, Islam dan Sekularisme Antara Cita dan Kenyataan, Ramadhani,
Solo, 1988, hlm.76 13 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, CV. Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm.137
5
Perumahan Graha Padma ini, penulis dapat simpulkan bahwa telah terjadi
pada masyarakat Graha Padma ini suatu kasus perpindahan agama (konversi
agama).
Menurut Robert H. Thoulees yang dikutip oleh Akamal Hawi, bahwa
konversi agama berati suatu tindakan dimana seseorang atau kelompok masuk
atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan
dengan kepercayaan sebelumnya.14
Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama
tersebut berdasarkan tinjauan psikologi yaitu dikarenakan beberapa faktor
antara lain:
Faktor internal meliputi, pertama, Kepribadian. Secara psikologis tipe
kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam
penelitiannya, James menemukan bahwa tipe melankolis (orang yang bertipe
melankolis memiliki sifat mudah sedih, mudah putus asa, salah satu
pendukung seseorang melakukan konversi agama adalah jika seseorang itu
dalam keadaan putus asa) yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam
dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya. Kedua, faktor
pembawaan. Menurut Sawanson ada semacam kecenderungan urutan
kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu
biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang
dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa, karena
pada umumnya anak tengah kurang mendapatkan perhatian orangtua. Kondisi
yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi
terjadinya konversi agama.15
Faktor eksternal meliputi, pertama, faktor keluarga. keretakan
keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual,
kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya. Kondisi yang
demikian menyebabkan seseorang akan mengalami tekanan batin, sehingga
14 Akmal Hawi, op cit, hlm.49 15
Jalaludin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama; Penerbit Kalam Mulia, Jakarta,1987, hlm. 68
6
sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin
yang menimpa dirinya. Kedua, Lingkungan tempat tinggal. Orang yang
merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari
kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan yang
demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari
tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang. Ketiga,
Perubahan status. Perubahan status terutama yang berlangsung secara
mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya:
perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan,
menikah dengan orang yang berbeda agama dan sebagainya. Keempat,
Kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang
mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama.16
Prof. Dr. Zakiah. Daradjat memberikan pendapatnya yang berdasarkan
proses kejiwaan konversi agama yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu:
Masa tenang, disaat ini kondisi seseorang berada dalam keadaan yang
tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi
semacam sikap apriori (belum mengetahui) terhadap agama. Keadaan yang
demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya,
hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tenteram. Segala sikap dan
tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh atau menentang agama.17
Masa ketidaktenangan, tahap ini berlangsung jika masalah agama telah
mempengaruhi batinnya. Mungkin di karenakan suatu krisis, musibah ataupun
perasaan berdosa yang di alami. Hal tersebut menimbulkan semacam
kegoncangan dalam kehidupan batin sehingga menyebabkan kegoncangan
yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu, tegang
dan bimbang. Perasaan tersebut menyebabkan seseorang lebih sensitif dan
hampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena sugesti. Pada tahap ini
16 Ibid, hlm 78 17 Zakiah Daradjat, op. cit, hlm. 125
7
terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi
konflik batinnya.18
Masa konversi, tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami
keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan
menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun
timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam
menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, hidup yang tadinya seperti
dilamun ombak atau di porak porandakan oleh badai topan persoalan, tiba-tiba
angin baru berhembus, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk
kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena
disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap
kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka
terjadilah proses konversi agama.19
Masa tenang dan tentram, masa tenang dan tentram yang kedua ini
berbeda dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada tahap pertama keadaan itu
dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman
pada tahap ketiga ini di timbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang
sudah di ambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin
menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru. Setelah krisis
konversi lewat dan masa menyerah di lalui, maka timbulah perasaan atau
kondisi jiwa yang baru, rasa aman dan damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak
diampuni Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada kesalahan yang patut di sesali,
semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi mudah dan terselesaikan.
Lapang dada, menjadi pemaaf dan dengan mudah untuk memaafkan kesalahan
orang lain. 20
Masa ekspresi konversi, sebagai ungkapan dari sikap menerima,
terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya, maka tindak tanduk
dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang
dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi
18 Ibid, hlm 126 19 ibid 20 Ibid, hlm. 127
8
dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam
kehidupan.21
Dari uraian di atas mendasari keinginan penulis untuk meneliti
Identifikasi Psikologis Individu yang Berpindah Agama (Studi Kasus di
Perumahan Graha Padma, Semarang Barat). Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan penelitian studi kasus, karena terjadi kasus perpindahan agama
pada beberapa anggota masyarakat di Perumahan Graha Padma, Semarang,
hal ini dapat dikarenakan bahwa model masyarakat di perumahan Graha
Padma adalah masyarakat modern dengan tingkat ekonomi menengah keatas
yang telah dipengaruhi kebudayaan modern yang bersifat moderat
dibandingkan dengan masyarakat pemukiman biasa yang cenderung bersifat
fundamentalis. Adapun ciri-ciri manusia modern menurut Alex Inkeles adalah
(1) terbuka dan bersedia menerima hal-hal baru dari inovasi dan perubahan;
(2) berorientasi demokratis dan mampu memiliki pendapat yang tidak selalu
sama dari lingkungannya sendiri; (3) berpijak pada kini, mendatang,
menghargai waktu, konsisten dan sistematik dalam setiap urusan (4) selalu
terlibat pada perencanaan dan pengorganisasian; (5) mampu belajar lebih
lanjut untuk menguasai lingkungan; (6) memiliki keyakinan bahwa segalanya
dapat diperhitungkan; (7) menyadari dan menghargai harkat dan pendapat
orang lain; (8) percaya pada kemampuan iptek; (9) menjunjung tinggi keadilan
berdasarkan prestasi kontribusi dan kebutuhan; dan (10) berorientasi kepada
produktivitas, efektivitas, dan efisiensi22
. Penelitian ini melibatkan empat
responden di Perumahan Graha Padma, Semarang yang mewakili ciri-ciri
kehidupan spiritualis masyarakat modern yang bersifat lebih moderat terhadap
perbedaan agama, yang tidak menutup kemungkinan kehidupan spiritualnya
juga lebih mudah berubah sesuai keinginan mereka.
21 Ibid, hlm. 128 22 Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, 2002, hal 193
9
B. POKOK MASALAH
Sebagai konsekuensi dari sebuah kajian, harus selalu ada pokok masalah yang
hendak dikaji. Adapun pokok masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Ada motivasi dan motif apakah individu berpindah agama?
2. Bagaimana proses individu yang berpindah agama?
3. Masalah apa yang individu hadapi setelah berpindah agama?
C. PENEGASAN ISTILAH
Untuk dapat mengambil suatu pengertian yang jelas dan terhindar dari
kesalahpahaman (miss understanding) dalam memahami judul skripsi di atas
yaitu : IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG BERPINDAH
AGAMA (STUDI KASUS DI PERUMAHAN GRAHA PADMA,
SEMARANG BARAT), maka penulis perlu menjelaskan maksud dan arti
berbagai istilah yang ada pada judul tersebut :
1. Identifikasi
Identifikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
pertama, tanda kenal diri; bukti diri; kedua, penentu atau penetapan
identitas seseorang, benda, dan sebagainya; ketiga, proses psikologis yang
terjadi pada diri seseorang karena secara tidak sadar dia membayangkan
dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru tingkah laku
orang yang dikaguminya itu.23
Sedangkan identifikasi yang dimaksud
dalam judul skripsi ini adalah menetapkan sebuah penelitian sehingga bisa
dipahami secara menyeluruh.
2. Psikologis individu
Psikologi Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa
Yunani Kuno Psychē yang berarti jiwa dan logia yang artinya ilmu,
sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang
23 W. J. S. Poerwadarminta, kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003,
hlm. 231
10
mempelajari tentang jiwa.24
sedangkan individu berasal dari kata latin,
“individuum” yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan
yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan
terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai keseluruhan yang
tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai
manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A. Lysen.25
Sedangkan
yang dimaksud dengan psikologis individu adalah keadaan jiwa atau
kejiwaan manusia perorangan.
3. Berpindah Agama (konversi agama)
Konversi berasal dari kata latin “conversio” yang berarti tobat
pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata
Inggris “conversion” yang mengandung pengertian: berubah dari suatu
keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or
from one religion, to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat di
simpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat,
berubah agama, berbalik pendirian (berlawanan arah) terhadap ajaran
agama atau masuk ke dalam agama.26
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Tidak terlepas dari pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
a. Untuk mengetahui motif dan motivasi psikologi individu yang
berpindah agama.
b. Untuk mengetahui proses konversi agama pada psikologi individu.
c. Serta untuk mengetahui masalah apa saja yang dihadapi individu
setelah berpindah agama.
2. Manfaat Penelitian
24
Kartono, Kartini, Psikologi Umum, Mandar Maju Bandung, 1996, hlm. 28 25 http://keripiku.blogspot.com/2010/11/pengertian-individu-keluarga-dan.html, Selasa, 3
Mei 2011, 10.36 WIB 26 Jalaludin , op.cit., hlm. 132
11
Setelah proses penelitian diselesaikan, maka diharapkan hasil tulisan ini
dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran yang jelas tentang
identifikasi psikologi individu yang berpindah agama. Dengan demikian
penulisan ini bisa memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis dalam
dunia psikologi, yaitu wacana baru yang bisa dijadikan sebagai bahan
renungan bersama.
E. KAJIAN PUSTAKA
Dalam wacana Konversi Agama, wacana mengenai konversi agama
sangat banyak dibicarakan. Adapun penelitian yang membahas tentang
Identifikasi Psikologis Individu Yang Berpindah Agama (Studi kasus di
Perumahan Graha Padma, Semarang Barat), sejauh pengamatan penulis belum
ditemukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang sangat
bersinggungan dan berkaitan dengan konversi agama yang dikaitkan dengan
beberapa hal di antaranya adalah:
Penelitian yang dilakuakan oleh Wahidah (4199155), Fak.Ushuludin
IAIN Walisongo Semarang, yang berjudul ”Konversi Agama Dari Kristen Ke
Islam Dalam Masyarakat Tionghoa Di Desa Kayen Kecamatan Kayen
Kabupaten Pati” dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Sejumlah orang
Tionghoa telah mengakui kebenaran agama Islam yang dianut oleh mayoritas
pribumi dan umat Islam dengan sikap terbuka telah menerima mereka sebagai
saudaranya. Namun demikian masih terdapat beberapa kesulitan yang menjadi
halangan atau hambatan dalam hal ini. Yaitu masih banyak kesalah fahaman
akan agama Islam di kalangan orang Tionghoa yang sedikit banyak
mempengaruhi dalam pengalaman keberagamaan mereka. Guna memecahkan
hal-hal seperti itu perlu mempelajari dampak psikologis dan dampak sosial
ekonomi Tionghoa dan dalam kehidupan keluarganya sekaligus bagaimana
situasi dan kondisi masyarakat Tionghoa itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Dedi Rimawwan (0431003) Fakultas
Ushuluddin IAIN Raden Fatah Palembang yang berjudul ”Pandangan Tokoh
Agama Islam Terhadap Konversi Agama (Studi Kasus Konversi Agama dari
12
Islam ke Kristen di desa Wanamukti Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten
Banyuasin)” dalam penelitian ini disimpulkan bahwa : bahwa penyebab
perpindahan agama adalah bukan saja disebabkan oleh beberapa faktor yang
memberi pengaruh kuat untuk mengubah pendirian seseorang berpindah
agama atau masuk agama, dengan kata lain, perpindahan agama sebagai fakta
sosial dari suatu komplek jalinan pengaruh yang saling bantu-membantu.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zainul Hafiz (00520333)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul ”Perpindahan Agama (Studi
Komparatif Konsep Riddah dalam Islam dan Apostasi dalam Kristen)”.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Perpindahan agama dalam konteks
Agama Islam dipersepsikan dengan riddah, sedangkan pelakunya dinamakan
murtadd atau orang murtad. Hal itu ekuivalen dengan istilah apostasi
(apostasy), dan apostat (apostate) sebagai pelakunya dalam tradisi
kekristenan. Pengertian riddah dan apostasi tersebut sebenarnya tidaklah
terbatas dalam konteks perpindahan agama saja, namun juga dalam
problematika-problematika lain yang tidak terkait sama sekali dengan
tindakan berpindah agama. Artinya, dalam perkembangannya, riddah dan
apostasi telah mengalami pergeseran makna yang cukup signifikan, sehingga
kriteria-kriteria riddah dan apostasi itu menjadi berbeda-beda sesuai dengan
visi dan pemahaman masing-masing orang atau kelompok.
Penelitian Luthfi Ardya. B (01210040) Universitas Muhammadiyah
Malang yang berjudul ”Faktor Pengaruh Konversi Dan Kehidupan Spiritual
Konvergen (Studi Kasus Konversi Agama dari Non Islam ke Islam di Desa
Lirboyo Kediri )”. Dalam penelelitian ini disimpulkan bahwa pengaruhi
konvergen melakukan konversi agama adalah karena pernikahan dan ragu pa
da keyakinan atau agama yang dianut sebelumnya yang tercermin dari adanya
krisis keyakinan pada agama yang lama, mengalami konflik batin, mencari
perbandingan kebenaran dengan jalan membaca buku-buku pengetahuan
Islam, karena terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggal dan lingkungan
tempatnya bekerja yang mayoritas muslim serta media dakwah Islam yang
disiarkan ditelevisi maupun radio. Dan setelah mereka melakukan-melakukan
13
konversi ke Agama Islam mereka memperoleh ketenangan dan rasa tenteram
yang sesungguhnya yakni ketenangan dan rasa tenteram yang merasuk
kedalam hati sanubarinya.
F. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penilitian lapangan (field-reseach). Untuk
mendapatkan kajian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka
dalam melacak data, menjelaskan, menyimpulkan obyek pembahasan dalam
skripsi ini penyusun menempuh metode-metode sebagai berikut :
1. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah subyek dimana data
diperoleh, untuk memperjelas sumber data maka perlu dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperolah secara langsung dari
subjek penelitian dengan menggunakan alat, pengambilan langsung dari
subjek sebagai informasi yang dicari.27
Data primernya dalam
penelitian ini adalah 4 (empat) orang yang berpindah agama di
Perumahan Graha Padma.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung
untuk memperjelas sumber data primer berupa data kepustakaan yang
berkorelasi dengan pembahasan objek penelitian termasuk dokumentasi.28
2. Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, maka peneliti
menggunakan metode lapangan (field research). Metode ini penulis
27 Saefudin Anwar, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 91 28 Ibid,
14
gunakan untuk memperoleh data di lapangan dengan menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
a. Observasi
Metode observasi yaitu metode yang digunakan melalui
pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
obyek dengan menggunakan keseluruhan alat indera.29
Metode ini digunakan untuk mengamati subjek yang
berpindah agama di Perumahan Graha Padma, serta subjek-subjek yang
terkait dalam penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
penanya atau pewawancara dengan responden atau informan dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman
wawancara).30
Wawancara dilakukan kepada orang yang berpindah
agama di Perumahan Graha Padma, atau objek penelitian yang terkait.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu penelitian dengan memperhatikan
objek dalam memperoleh sumber dengan tulisan, tempat dan berkas
atau orang.31
Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-
data yang tidak diperoleh dari data-data wawancara atau observasi.
Metode ini digunakan untuk melengkapi metode pengumpulan data
yang pertama dan kedua. Metode dokumenasi ini dapat berupa foto,
recording, buku- buku dan lain sebagainya.
3. Analisis Data
29 Suharsimi Arikunto, Prosuder Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 229 30 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 234. 31 Haidar Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1998, hlm.133
15
Teknik analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.32
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan tehnik deskriptif
analitik yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumus
statistika namun data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan
kejelasan sesuai kenyataan realita. Hasil analisa berupa pemaparan
gambaran mengenahi situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.
Uraian pemaparan harus sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan
dalam konteks lingkungannya juga sistematik dalam penggunaannya
sehingga urutan pemaparannya logis dan mudah diikuti maknanya.33
Jadi
analisis ini peneliti gunakan untuk menganalisa tentang identifikasi
psikologis individu yang berpindah agama studi kasus di Perumahan
Graha Padma Semarang Barat.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah, maka akan dibagi
menjadi lima bab, yang masing-masing bab saling erat kaitannya.
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang menjadi landasan ide
dasar lahirnya dari skripsi ini. Dengan membaca bab pertama ini akan dapat
diperoleh gambaran apa sebenarnya yang melatar belakangi perlunya
pembahasan mengenai identifikasi psikologis individu yang berpindah agama.
Dalam bab ini di paparkan mulai dari latar belakang masalah sampai
munculnya pokok permasalahan, penegasan istilah, tujuan dan manfaat
penelitian, telaah pustaka, metode yang digunakan dalam penelitian, serta
sistematika pembahasan.
32
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Saras, Yogyakarta, 1996, Ed. III,
hlm.104 33 Nana Sudjana,dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru,
Bandung,1989, hlm.197-198
16
Selanjutnya bab kedua, membahas tentang gambaran umum
psikologis individu dan konversi agama. Psikologi individu meliputi: teori
motivasi dan motif, teori konflik dan frustasi, juga teori psikoanalisa.
Sedangkan yang konversi agama meliputi: pengertian konversi agama, proses
konversi agama, faktor konversi agama dan masalah-masalah setelah konversi
agama.
Bab ketiga, membahas tentang identifikasi psikologis individu yang
berpindah agama di perumahan Graha Padma, semarang Barat. Hal ini
merupakan hasil dari penelitian, penelitian yang didapat meliputi: gambaran
individu yang berpindah agama, identifikasi motif dan motivasi konversi
agama, identifikasi proses konversi agama dan identifikasi psikologis setelah
individu berpindah agama.
Selanjutnya Bab keempat, berisi tentang analisis. Sedangkan
pembahasan yang di analisis meliputi: analisis motif dan motivasi psikologis
individu dalam berpindah agama, analisis proses psikologis individu saat
berpindah agama dan analisis psikologis individu setelah berpindah agama
Bab terakhir yaitu Bab kelima, sebagai bab penutup yang terdiri dari:
kesimpulan dan saran-saran, kemudian diakhiri dengan daftar pustaka, serta
lampiran-lampiran.
17
Bab II
TEORI UMUM TENTANG PSIKOLOGI INDIVIDU
DAN KONVERSI AGAMA
A. Psikologi Individu
Secara ilmiah psikologi umumnya dimengerti sebagai “ilmu jiwa” .
Pengertian ini didasarkan pada terjemahan kata Yunani: psyche dan logos.
Psyche berarti ”jiwa” atau “nyawa” atau “alat untuk berpikir” logos berarti
ilmu atau “yang mempelajari tentang”.1 Dengan demikian psikologi
diterjemahkan ilmu yang mempelajari jiwa. Sedangkan konversi agama yang
sudah diterangkan diatas adalah berpindah keyakinan beragama. Jadi kalau
digabungkan menjadi satu kesatuan psikologi konversi agama adalah
keadaan kejiwaan individu dalam melakukan perpindahan keyakinan agama.
Ada teori dalam melakukan konversi agama di antaranya motif, motivasi,
frustasi dan konflik, serta sudut pandang psikoanalisa Erikson.
1. Teori Motivasi dan Motif
Motivasi Secara etimologis berasal dari bahasa Latin movere yang
berarti menggerakkan (to move). Diserap dalam bahasa Inggris menjadi
motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang
menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.2
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan
sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan
menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah
proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai
1 Irwanto, Psikologi Umum, Prenhallindo, Jakarta, 2002, hlm. 3 2 Ibid, 193
18
motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh
kesuksesan dalam kehidupan.3
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang
membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan
dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain
seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan
hobinya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen
di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor
utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun
kompensasi.4
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang
dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju pada apa
sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa. Landy
dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori motivasi ini
menjadi 4 kategori yaitu teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan,
teori harapan, teori penetapan sasaran.5
a. Teori Motivasi Herzberg
Menurut Herzberg ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri
dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor
ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene
memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi
lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan,
3 http://www.wploan.com/2011/04/pengertian-motivasi.html
4 ibid 5 Irwanto, Psikologi Umum, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002, hlm. 197-205
19
yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan,
kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). 6
b. Teori Motivasi Vroom
Teori dari Vroom tentang cognitive theory of motivation
menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang
ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan
itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya
motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen,7 yaitu:
1) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
2) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan
terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas
(keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome
tertentu).
3) Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti
perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi
jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi
harapan, motivasi rendah jika usahanya menghasilkan
kurang dari yang diharapkan.8
Motif dalam kamus lengkap bahasa indonesia mempunyai arti
sebab yang menjadi dorongan atau yang menimbulkan semangat. 9 Jadi,
motif adalah dorongan atau daya kekuatan dari dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk berbuat atau bertingkah laku dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu.
Winardi menjelaskan, motif kadang-kadang dinyatakan orang
sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan yang muncul dalam diri
seseorang. Motif diarahkan ke arah tujuan-tujuan yang dapat muncul
6 http://www.wploan.com/2011/04/pengertian-motivasi.html, Op.Cit 7 Ibid 8 Irwanto, Psikologi Umum, OP.Cit, hlm. 208
9 Sulchan yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hlm . 336
20
dalam kondisi sadar atau dalam kondisi di bawah sadar. Motif-motif
merupakan “mengapa” dari perilaku. Mereka muncul dan
mempertahankan aktivitas, dan mendeterminasi arah umum perilaku
seorang individu.10
Berikut ini dikemukakan uraian mengenai motif yang ada pada
manusia sebagai faktor pendorong dari prilaku manusia.11
1) Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia
lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland
menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat bersifat negatif atau
positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan
kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat
positif berkaitan dengan kekuasaan sosial (power yang dipergunakan
untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
2) Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan
suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan
(Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar (needs for
achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang
mempunyai kadar needs for achievement yang tinggi (high achiever)
adalah :
a. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko
secara moderat
b. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung
memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik
mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan
10
Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta, 2004, hlm. 222 11 http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI, Selasa, 14 Juni 2011, 21.10
WIB
21
tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai kriteria
performansi yang spesifik.
c. Kesempurnaan (Accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan
yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
d. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di
pilih secara tuntas dengan usaha maksimum sesuai dengan
kemampuannya.
3) Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan
sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini
diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan
antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliasi.
4) Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan
atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam
sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar
para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan
memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
5) Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau
menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi
atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan
adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
a. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang
anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena
keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
b. Kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas
perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin,
kepribadian.
22
c. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi
statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman,
mempunyai gelar, dsb.
d. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam
lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang.
e. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu
organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan
yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.
Dalam masalah motif terdapat adanya bermacam-macam motif,
namun para ahli pada umumnya sependapat bahwa jenis-jenis motif
terbagi menjadi tiga,12 yaitu:
1. Motif fisiologis
Motif fisiologis pada umumnya berakar pada keadaan jasmani,
misalnya dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan
seksual, dorongan untuk mendapatkan udara segar, dorongan untuk
melangsungkan eksistensinya sebagai mahluk hidup.13
2. Motif sosial
Motif sosial merupakan motif yang kompleks, dan merupakan
sumber dari banyak prilaku atau perbuatan manusia.14 Motif ini
dipelajari dalam kelompok sosial. McClelland berpendapat bahwa
motif sosial itu dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu
a. Motif berprestasi ( Need for Achievement )
Kebutuhan akan prestasi merupakan salah satu motif
sosial, orang yang mempunyai kebutuhan ini akan meningkatkan
performance, sehingga dengan demikian akan terlihat tentang
12
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Op.Cit, hlm. 224 13 Ibid 14 Ibid, hlm. 227
23
kemampuan berprestasinya. Untuk mengungkapkan kebutuhan
akan prestasi ini dapat diungkapkan dengan teknik proyeksi.15
b. Motif berafiliasi/berteman ( Need for Affiliation )
Afiliasi menunjukkan bahwa seorang mempunyai
kebutuhan berhubungan dengan orang lain. Penggunaan alat
seperti halnya dalam mengungkapkan n-achievement, maka
dalam mengungkapkan kebutuhan afiliasi ini peneliti juga akan
dapat memberi gambaran tentang besar kecilnya, atau kuat
tidaknya seorang dalam kaitannya dengan kebutuhan akan afiliasi
ini. Orang yang kuat akan kebutuhan afiliasi, akan selalu mencari
teman, dan juga mempertahankan akan hubungan yang telah
dibina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya kebutuhan akan
afiliasi ini rendah, maka orang akan segan mencari hubungan
dengan orang lain, dan hubungan yang telah terjadi tidak dibina
secara baik agar tetap dapat bertahan.16
c. Motif berkuasa (Need for Power)
Dalam interaksi sosial orang akan mempunyai kebutuhan
untuk berkuasa. Kebutuhan akan kekuasaan ini bervariasi dalam
kekuatannya dan dapat diungkapkan dengan teknik proyeksi
seperti pada motifasi afiliasi. 17
3. Motif eksplorasi dan kompetensi
Pembicaraan mengenai motif belum tuntas apabila belum
mengemukakan tentang ketiga motif ini, khususnya menyangkut
manusia. Ketiga macam motif itu ialah:
a. Motif eksplorasi dari Woodworth dan Marquis
Kalau direnungkan banyak waktu dan tenaga yang
dikeluarkan oleh individu untuk mengadakan eksplorasi terhadap
15
Ibid 16 Ibid, hlm. 228 17 Ibid, hlm. 228-229
24
lingkungan. Misal mengunjungi tempat-tempat tertentu
merupakan salah satu bentuk dalam individu mengadakan
eksplorasi terhadap lingkungan. Orang membaca koran, melihat
TV, membaca buku merupakan bentuk dari motif eksplorasi ini.
Satu hal yang mendorong hal ini ialah suatu pertanyaan “apa yang
baru” yang ada disekitar kita. 18
Motif eksplorasi ini kemudian dibagi lagi oleh Woodworth
dan Marquis menjadi tiga motif yaitu
a) Motif organis
Motif organis adalah motif yang berkaitan dengan
kebutuhan yang bersifat organis, yaitu kebutuhan yang
berkaitan dengan kelangsungan hidup organisme.
b) Motif darurat
Motif darurat merupakan motif yang bergantung pada
keadaan di sekitar atau di luar organisme. Organisme selalu
dihadapkan pada situasi yang harus mengambil langkah untuk
menghindari bahaya.
c) Motif objektif dan minat
Motif objek dan minat merupakan motif yang juga
bergantung pada lingkungan organisme. Termasuk pada motif
ini adalah (a) motif eksplorasi, (b) motif manipulasi yaitu motif
organisme untuk mengadakan manipulasi atau menguasai
keadaan sekitar. (c) minat yaitu motif yang timbul karena
organisme tertarik pada objek sebagai hasil eksplorasi,
sehingga organisme mempunyai minat terhadap objek yang
bersangkutan.19
b. Motif kompetensi
18 Ibid, hlm.232 19 Ibid, 233-234
25
Pada kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan pada
bermacam-macam tantangan dan individu termotivasi untuk
menguasainya. Ini berkaitan dengan motif kompetensi atau motif
affectance bahwa manusia sering menghadapi hambatan dan
manusia akan menghadapi hambatan tersebut. Dapat dikatakan
bahwa motif ini adalah motif yang dasar, sedangkan motif
eksplorasi, motif ingin tahu dan kebutuhan akan perubahan
stimulasi sensoris, merupakan ekspresi dari kebutuhan untuk
menguasai lingkungan. Motif kompetensi ini adalah berkaitan
dengan motif intrinsik, yaitu kebutuhan seorang untuk
kompetensi dan menentukan sendiri dalam kaitannya dengan
lingkungannya. Disebut intrinsik karena tujuannya ialah perasaan
internal mengenahi kompetensi dan self-determination.
Sebaliknya motif ekstrinsik, yang ditunjukan pada tujuan yang
terletak diluar individu. Seperti misal uang. 20
3.Teori Konflik dan Frustasi
Menurut Kurt lewin, kadang-kadang individu menghadapi beberapa
macam faktor-faktor yang saling bertentangan dan tarik menarik. Dengan
demikian individu berada dalam keadaan konflik (pertentangan batin), yaitu
suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, yang bila tidak segera
diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan kejiwaan.
. Konflik dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Konflik mendekat-mendekat (approach- approach conflict) yaitu kondisi
psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif positif yang
20 Ibid
26
sama kuat. Motif positif maksudnya adalah motif yang disenangi atau yang
diinginkan individu.21
Organisme
(approach- approach conflict)
2. Konflik menjauh-menjauh (avoidance- avoidance conflict) yaitu kondisi
psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif negatif yang
sama kuat. Motif negatif itu adalah motif yang tidak disenangi individu.22
Organisme
(avoidance- avoidance conflict)
3. Konflik mendekat-menjauh (approach - avoidance conflict) yaitu kondisi
psikis yang dialami individu karena menghadapi satu situasi mengandung
motif positif dan negatif sama kuat.23
Organisme
4. Konflik ganda (double approach-avoidance conflict), yaitu konflik psikis
yang dialami individu dalam menghadapi dua situasi atau lebih yang
masing-masing mengandung motif positif dan negatif sekaligus dan sama
kuat. 24
Organisme
21 Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum, Op.Cit, hlm 238 22
Ibid 23 Ibid 24 Ibid
+ +
- -
+ _
+ _
+ _
27
(double approach-avoidance conflict)
Dalam rangka individu mencapai tujuan kadang-kadang atau
justru sering individu menghadapi kendala, sehingga ada kemungkinan
tujuan tersebut tidak dapat tercapai. Apabila individu tidak mencapai
tujuan dan individu tidak dapat mengerti secara baik mengapa tujuan itu
tidak dapat dicapai, maka individu akan mengalami frustasi atau kecewa.
Ini berarti bahwa frustasi timbul karena adanya blocking dari prilaku yang
disebabkan adanya kendala yang menghadapinya. Individu yang
mengalami frustasi dapat mengalami depresi, merasa bersalah, rasa takut
dan sebagainya. Timbulnya frustasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Sikap orang tua
Norma sosial
Prilaku + tujuan
Sikap masyarakat
Sikap pimpinan
Frustasi
Keterangan gambar: titik menggambarkan individu atau
organisme, tanda + menggambarkan tujuan yang ingin dicapai, dalam hal
ini adalah tujuan yang positif, tujuan yang menyenangkan. Blok ditengah
adalah kendala.25
Para psikoanalisis berpendapat bahwa frustasi merupakan suatu
kondisi yang bisa mengancam eksistensi ego seseorang. Oleh karena itu ,
dalam menghadapi frustasi tidak mengherankan kalau seseorang
memperlihatkan pola perilaku untuk mempertahankan egonya. Ada
beberapa bentuk mekanisme ini, yaitu:
25 Ibid, hlm. 236
K E N D A L A
28
a. Represi, individu berusaha menekan pengalaman-pengalaman
yang tidak menyanangkan ke alam bawah sadar . ia berusaha melupakan
hal-hal yang telah menyebabkan ia frustasi.
b. Regresi, individu bertingkah laku seperti anak kecil, minta
perhatian dengan merajuk atau marah-marah. Karena tingkah lakunya,
diharapkan orang lain akan menghiburnya atau lebih memperhatikannya.
c. Rasionalisasi, individu berusaha menalar situsi frustasinya
selogis mungkin.
d. Proyeksi, individu berusaha melemparkan penyebab
frustasinya kepada orang lain.
e. Reaksi-formasi, bila frustasi menimbulkan rasa benci terhadap
sesuatu, rasa benci ini sulit untuk ditolerir oleh nilai-nilai moral yang
ada, sehingga menimbulkan kecemasan. Oleh karena itu reaksi
diperlihatkan adalah kebalikan rasa benci itu dan biasanya agak berlebih-
lebihan.
f. Sublimasi, suatu motif yang tidak terpenuhi kemudian diarahkan
pada saluran lain.26
3. Teori Psikoanalisis Erikson
Tokoh psikoanalisis yang berpikiran kritis dan salah satu tokoh psikologi
yang sangat terkenal adalah Erik. H. Erikson, yang memberi sumbangan bagi
kemajuan teori psikoanalisis adalah pemahamannya bahwa segala kehidupan
itu dinamis. Dia menerima pandangan Freud bahwa masa kanak-kanak
merupakan masa penting dalam perkembangan pribadi manusia. Menurut
Erikson, Setiap tahap perkembangan memiliki ketegangan psikodinamis, yang
pemecahannya melahirkan ‘keutamaan’nya sendiri yaitu kekuatan watak.
Untuk memberi gambaran terhadap pola penafsiran Erikson, dibicarakan
tahap hidup pertama, tahap oral. Dalam tahun-tahun pertama hidupnya, bayi
memang ada dalam keadaan siap untuk menerima keadaan dirinya., dengan
26 Irwanto, Psikologi Umum, PT Prehallindo Jakarta, 2002, hal 213-214
29
memasukkan makanan dan menerima kehangatan serta perhatian. Dalam
hubungan dengan lingkungan itu, terutama dalam wujud ibu, ada ketegangan
awal antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan
lingkungan yang amat terbatas itu, bayi belajar bahwa unsur-unsur
lingkungan dapat dipercaya yaitu ibu menyusui, menggendong, dan
menentramkan. Tetapi ketidakpercayaan juga penting dalam perkembangan
psikososial. Bayi juga harus belajar apa yang dalam lingkungan tidak dapat
dipercaya. Menurut Erikson, “perbandingan tertentu antara percaya dan
tidak percaya merupakan faktor yang menentukan”27.
Dalam hal keagamaan, psikoanalisis telah membangkitkan cara baru
dalam melihat dan membahas bahwa faktor-faktor yang yang ada di luar
bidang kesadaran mempengaruhi pembentukan dan kelanjutan hidup
keagamaan. Psioanalisis mempunyai pengandaian bahwa iman atau agama
menjadi milik manusia berpangkal pada kodratnya, dan bahwa agama lahir
dalam situasi awal dalam kaitannya dengan masa kanak-kanak. Hal itu
menjelaskan salah satu dimensi agama, dimana para penganutnya berhenti,
tidak maju dan puas disitu saja. Tetapi ada penganut agama yang bertumbuh
lebih jauh dari kepercayaan dan praktik agama tersebut. Hasil dari penelitian
psikoanalisis dalam kaitannya dengan agama, terbentuk konsep-konsep,
bahwa:
(a) Manusia memiliki dorongan dan kekuatan yang mendesak mereka
untuk mendapatkan keamanan dan pemenuhan di bidang
keagamaan, dan dalam arti itu manusia adalah bersifat religius dan
tampil sebagai homo religius.
(b) Perilaku keagamaan ada kesamaan dengan perilaku –perilaku
manusia yang lain, mengandung arti yang lebih mendalam. Maka
27 A. M. Hardjana, Dialog Psikologi dan Agama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1995, hal
86-89
30
bila hanya secara terpotong-potong diartikanagama hanya secara
fungsional.
(c) Hubungan dengan orangtua ikut memberi bentuk dan emosi
dalam pemahaman awal anak tentang Tuhan.
(d) Tanggapan atau reaksi negatif, terutama seks, agresi, dan
ketakutan yang ditekan, merupakan gejala yang tidak sehat pada
penghayatan agama.
(e) Tuhan dan agama dapat menjadi khayalan dalam arti lahir karena
tuntutan kebutuhan psikologis semata.
(f) Agama autoritarian dapat menghambat perkembangan penuh
kemampuan manusia dan memperkecil kemampuan manusia
untuk berpikir dan bersama rasa28.
B. Konversi Agama
(1). Pengertian Konversi Agama
Pengertian konversi agama menurut etimologi konversi berasal
dari kata latin “conversio” yang berarti tobat, pindah, berubah (agama).
Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata Inggris “conversion” yang
mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu
agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to
another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat di simpulkan bahwa
konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama,
berbalik pendirian (berlawanan arah) terhadap ajaran agama atau masuk
ke dalam agama. Yang dengan sendirinya konversi agama berarti
terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan
keyakinan semula. 29
28 Ibid, hal 96-97 29 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005, Cet. 17, hlm. 160
31
Ada beberapa pendapat tentang pengertian konversi agama
antara lain, Menurut Thoules konversi agama adalah istilah yang pada
umumnya diberikan untuk proses yang menjurus kepada penerimaan
suatu sikap keagamaan, proses itu bisa terjadi secara berangsur-angsur
atau secara tiba-tiba.30Menurut Heirich (2002) mengatakan bahwa
konversi agama adalah merupakan suatu tindakan dimana seseorang
atau sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan
sebelumnya. 31Menurut E. Clark (1979) memberikan definisi konversi
sebagai berikut: konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau
perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup
berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan
lebih tegas lagi, konversi agama menunjukan bahwa suatu perubahan
emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara
mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau
dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-
angsur.32
Sedangkan Jenis-jenis konversi agama dapat dibedakan menjadi
dua yaitu konversi internal dan konversi eksternal. 33
1. Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari mazhab dan
perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam
lingkungan agama yang sama.
2. Konversi eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama ke
agama yang lain.
30 http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama-1/, Selasa, 14 Juni 2011,
10.30. 31 Ibid 32
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005, Op. Cet. 17, hlm. 160
33 http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/, Selasa, 14 Juni 2011, 10: 35 WIB
32
Konversi internal terjadi dalam satu agama, dalam artian pola pikir
dan pandang seseorang berubah, ada yang dihilangkan dan tidak
menutup kemungkinan banyak yang ditambahkan, tetapi konsep
ketuhanan tetap sama. Hal ini bisa dilihat pada biografi kehidupan Martin
Luther34. Luther melihat keburukan-keburukan para klerus hidup
seenaknya saja. Nilai-nilai kekristenan sangat merosot di kota suci Roma.
Dalam kekecewaannya Luther berkata, "Jika seandainya ada neraka,
berarti Roma telah dibangun di dalam neraka". Luther telah mempunyai
kesan bahwa dahulu Roma adalah kota yang tersuci di dunia, namun kini
menjadi yang terburuk. Roma dibandingkannya dengan Yerusalem pada
zaman nabi-nabi. Sekalipun demikian, kepercayaan Luther terhadap
Gereja Katolik Roma tidak tergugat.
Ia menemukan pengertian yang baru tentang perkataan-
perkataan Paulus dalam Roma 1:16-17. Luther mengartikan kebenaran
Allah sebagai rahmat Allah yang menerima orang-orang yang berdosa
serta berputus asa terhadap dirinya, tetapi yang menolak orang-orang
yang menganggap dirinya baik. Kebenaran Allah adalah sikap Allah
terhadap orang-orang berdosa yang membenarkan manusia berdosa
karena kebenaran-Nya. Tuhan Allah mengenakan kebenaran Kristus
kepada manusia berdosa sehingga Tuhan Allah memandang manusia
berdosa sebagai orang-orang benar. Tentang penemuannya itu Luther
menulis, "Aku mulai sadar bahwa kebenaran Allah tidak lain daripada
pemberian yang dianugerahkan Allah kepada manusia untuk memberi
hidup kekal kepadanya; dan pemberian kebenaran itu harus disambut
dengan iman. Injil-lah yang menyatakan kebenaran Allah itu, yakni
34 Martin Luther, yang pembangkangannya terhadap Gereja Katolik Roma dan
melahirkan gerakan reformasi Protestan lahir di tahun 1483 di kota Eisleben, Jerman. Ia beroleh nama Martinus pada 11 November 1483 ketika dibaptiskan. Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya bernama Margaretta. Ia meninggal pada 18 Februari 1546 dalam usia 62 tahun di Eisleben. Lihat F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1999, hlm 168 -175
33
kebenaran yang diterima oleh manusia, bukan kebenaran yang harus
dikerjakannya sendiri. Dengan demikian, Tuhan yang rahmani itu
membenarkan kita oleh rahmat dan iman saja. Aku seakan-akan
diperanakkan kembali dan pintu firdaus terbuka bagiku. Pandanganku
terhadap seluruh Alkitab berubah sama sekali karena mataku sudah celik
sekarang." Luther menyampaikan penemuannya itu di dalam kuliah-
kuliahnya.
Titik meletusnya gerakan reformasi Luther adalah masalah
penjualan Surat Indulgensia (penghapusan siksa) pada masa
pemerintahan Paus Leo X untuk pembangunan gedung Gereja Rasul
Petrus di Roma dan pelunasan hutang Uskup Agung Albrecht dari Mainz.
Dengan memiliki Surat Indulgensia, dengan cara membelinya, seseorang
yang telah mengaku dosanya di hadapan imam tidak dituntut lagi untuk
membuktikan penyesalannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan para
penjual Surat Indulgensia (penghapusan siksa) melampaui batas-batas
pemahaman teologis yang benar dengan mengatakan bahwa pada saat
mata uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian ke
surga, bahkan dikatakan juga bahwa surat itu dapat menghapuskan dosa.
Luther tidak dapat menerima praktik seperti itu dengan berdiam
diri saja. Hatinya memberontak. Itulah sebabnya ia mengundang para
intelektual Jerman untuk mengadakan perdebatan teologis mengenai
Surat Indulgensia. Untuk maksud itu Luther merumuskan 95 dalil yang
ditempelnya di pintu gerbang gereja istana Wittenberg, 31 Oktober 1517.
Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Reformasi.35
Sedangkan dalam konversi eksternal pindah keyakinan ke konsep
yang benar-benar berbeda dengan konsep keyakinan sebelumnya. Hal ini
bisa dilihat dari kehidupan tokoh sahabat Nabi Muhammad SAW yang
35 F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, BPK Gunung
Mulia, Jakarta 1999, hlm 168 -175
34
bernama Umar Bin Khattab. Ia adalah seorang bangsawan Arab yang
terkenal berani, keras, kasar pantang kalah dalam perkelahian, pintar
berbicara, pandai main dan selalu memperlihatkan kekuatan dan
kebegisannya. Setiap orang di kota Mekkah takut kepadanya.
Ketika Umar mendengar ayat al-Qur’an yang dibaca adiknya yaitu
surat Thaahaa ayat 1-4 yang bunyinya sebagai berikut:
Artinnya :Thaahaa, Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu
agar kamu menjadi susah;. tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),. Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (QS. Thaahaa: 1-4)
Setelah dibaca ayat itu, Umar diam sebentar, kemudian
menanyakan, “Dimana Muhammad? Lalu adiknya menunjukkan
berkumpulnya Muhammad dan Sahabat-sahabatnya secara sembunyi-
sembunyi itu.
Umar langsung menuju tempat itu. Sampai disana sahabat-
sahabat telah merasa takut, jangan-jangan Umar datang ingin membunuh
Muhammad. Sebelum membukakan pintu untuk Umar, mereka telah
bermufakat untuk membela Muhammad. Tapi Muhammad menyuruh
salah seorang mereka membuka pintu.
Begitu pintu terbuka, begitu umar langsung menuju Muhammad.
Muhammad memegangnya sambil berkata: “Wahai Umar, belum
datangkah masanya untuk beriman?” Umar menjawab, “Ya, sekarang
saya percaya bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan engkau rasulnya”.
Semua sahabat yang hadir terharu mendengar pengakuan Umar yang
35
tidak disangka-sangka itu, dan mereka serentak membaca Allahhu
Akbar.36
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
konversi agama adalah merupakan suatu tindakan dimana seseorang
atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem
kepercayaan atau perilaku ke sistem kepercayaan yang lain.37
(2). Faktor-Faktor Penyebab Konversi Agama
1. M. T. L. Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua
unsur,38 yaitu :
1) Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang
terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk
mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang
terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan
pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis
yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang
lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur
psikologis baru yang dipilih.
2) Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang
berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai
kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan
yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya
terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga
memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan
36 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005, Op. Cet. 17, hlm.
172-177 atau lihat Abdul Karim, sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, Jogjakarta, 2007, hlm. 84
37 http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/, Op.Cit 38 Jalaludin , Psiklogi Agama, Raja Grafindo persada, Jakarta, 1996 hlm 252
36
berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang
menjadi pendorong konversi (Motivasi konversi). James dan
Heirich banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya
konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang
terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing
mengemukakan pendapat bahwa konversi agama di sebabkan
faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang
mereka tekuni.
2. Para Ahli Agama
Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor
pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh
supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya
konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.39
3. Para Ahli Sosiologi
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan
terjadinya konversi agama karena pengaruh sosial. Pengaruh sosial
yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai
faktor,40 diantaranya adalah:
1) Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat
keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan,
ataupun bidang keagamaan yang lain).
2) Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong
seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka
dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara
keagamaan.
3) Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat,
misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
39
Ibid, hlm. 128 40 http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/, selasa, 14
juni 2011, 10.57 WIB
37
4) Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan
pemimpin agama merupakan salah satu pendorong konversi
agama.
5) Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan
yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula
menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
6) Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah
pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum.
Misal, kepala negara, raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara
garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang
mendorong secara pesuasif (secara halus) dan pengaruh yang
bersifat koersif (memaksa).
4. Para Ahli Ilmu Jiwa
Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi
pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang
ditimbulkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor-faktor
tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga
menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong
untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa
yang demikian itu secara psikologis kehidupan seseorang itu menjadi
kosong dan tak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kekuatan
lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan
tentram.41
Dalam uraian William James, yang berhasil meneliti
pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama
menyimpulkan sebagai berikut: (1) Konversi terjadi karena adanya
suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang
sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide
41 Ibid
38
yang bersemi secara mantap. (2) Konversi agama dapat terjadi oleh
karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses).
Kemudian James mengembangkan Faktor Penyebab konversi
itu mengembangkan menjadi tipe Volitional (perubahan bertahap),
konversi agama ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit
sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan
rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu terjadi sebagai suatu
proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena
ingin mendatangkan suatu kebenaran. Kedua, tipe Self-Surrender
(perubahan drastis), konversi agama tipe ini adalah konversi yang
terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses
tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang
dianutnya. Pada konversi agama tipe kedua ini, William James
mengakui adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap
seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada
diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan
penyerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Masalah-masalah yang
menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan
psikologi tersebut yaitu dikarenakan beberapa faktor antara lain:
1) Faktor Intern meliputi, pertama, Kepribadian. Secara psikologis
tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehiduan jiwa
seseorang. Dalam penelitiannya, James menemukan bahwa tipe
melankolis (orang yang bertipe melankolis memiliki sifat mudah
sedih, mudah putus asa, salah satu pendukung seseorang
melakukan konversi agama adalah jika seseorang itu dalam
keadaan putus asa) yang memiliki kerentanan perasaan lebih
mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam
dirinya. Kedua, faktor pembawaan. Menurut penelitian Guy E.
Swanson ada semacam kecenderungan urutan kelahiran
39
mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu
biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak
yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami
stress jiwa, karena pada umumnya anak tengah kurang
mendapatkan perhatian orangtua. Kondisi yang dibawa
berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi
terjadinya konversi agama.
2) Faktor Ekstern meliputi, pertama faktor keluarga. keretakan
keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan
seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan
alinnya. Kondisi yang demikian menyebabkan seseorang akan
mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama
dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa
dirinya. Kedua, Lingkungan tempat tinggal. Orang yang merasa
terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari
kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara.
Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan
ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga
kegelisahan batinnya hilang. Ketiga, Perubahan status. Perubahan
status terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak
mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya: perceraian,
keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan,
menikah dengan orang yang berbeda agama dan sebagainya.
Keempat, Kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga
merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi
terjadinya konversi agama.
5. Para Ahli Ilmu Pendidikan
Para ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama
dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial
40
menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana pendidikan ikut
mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan
data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap
konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di
bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan
pula.42
Menurut Prof. DR. Zakiah Daradjat43 Faktor-faktor terjadinya
konversi agama meliputi:
1. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan,
orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai
persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya
menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami
konversi agama. Di samping itu sering pula terasa ketegangan
batin, yang memukul jiwa , merasa tidak tenteram, gelisah yang
kadang-kadang terasa tidak ada sebabnya dan kadang-kadang
tidak diketahui. Dalam semua konversi agama, boleh dikatakan,
latar belakang yang terpokok adalah konflik jiwa (pertentangan
batin) dan ketegangan perasaan, yang mungkin disebabkan oleh
berbagai keadaan
2. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor
penting dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-
pengalaman yang mempengaruhinya sehingga terjadi konversi
tersebut. Diantara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan
orang tua di waktu kecil mempunyai pengaruh yang besar
terhadap diri orang-orang, yang kemudian terjadi padanya konflik
konversi agama, adalah keadaan mengalami ketegangan yang
konflik batin itu, sangat tidak bisa, tidak mau, pengalaman di
42 Jalaludin, Psikologi Agama, op.cit, hal 248-251 43 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Op. Cet. 17, hlm. 184-193
41
waktu kecil, dekat dengan orang tua dalam suasana yang tenang
dan aman damai akan teringat dan membayang-bayang secara
tidak sadar dalam dirinya. Keadaan inilah yang dalam peristiwa-
peristiwa tertentu menyebabkan konversi tiba-tiba terjadi. Faktor
lain yang tidak sedikit pengaruhnya adalah lembaga-lembaga
keagamaan, masjid-masjid atau gereja-gereja. Melalui bimbingan
lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu faktor
penting yang memudahkan terjadinya konversi agama jika pada
umur dewasanya ia kemudian menjadi acuh tak acuh pada agama
dan mengalami konflik jiwa atau ketegangan batin yang tidak
teratasi.
3. Ajakan/seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara
peristiwa konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan
bujukan dari luar. Orang-orang yang gelisah, yang sedang
mengalami kegoncangan batin, akan sangat mudah menerima
sugesti atau bujukan-bujukan itu. Karena orang-orang yang
sedang gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera terlepas
dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh
keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi atau moral.
4. Faktor-faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif
atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila
ia sedang mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi,
secara lahir tampaknya tidak terlalu banyak pengaruhnya, namun
dapat dibuktikan bahwa, emosi adalah salah satu faktor yang ikut
mendorong kepada terjadinya konversi agama, apabila ia sedang
mengalami kekecewaan.
5. Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan
seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain.
42
(3). Proses Konversi Agama
Perubahan yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam
bentuk kerangka proses secara umum, kerangka proses itu dikemukakan:
1) H. Carrier, membagi proses tersebut dalam tahapan-tahapan sebagai
berikut:44
a) Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan
motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
b) Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan
konsepsi agama yang .Dengan adanya reintegrasi ini maka
terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur
yang lama.
c) Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru
serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
d) Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan
panggilan suci petunjuk Tuhan.
2) Prof. Dr. Zakiah Daradjat, ia memberikan pendapatnya berdasarkan
proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap,45 yaitu:
a) Masa tenang, disaat ini kondisi seseorang berada dalam keadaan
yang tenang karena masalah agama belum mempengaruhi
sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori (belum mengetahui)
terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak
akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada
dalam keadaan tenang dan tentram. Segala sikap dan tingkah laku
dan sifat-sifatnya acuh tak acuh atau menentang agama.
b) Masa ketidak tenangan, tahap ini berlangsung jika masalah agama
telah mempengaruhi batinnya. Mungkin di karenakan suatu krisis,
musibah ataupun perasaan berdosa yang di alami. Hal tersebut
44
http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/, selasa, Op.Cit
45 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Op. cit. 17, hlm, 69
43
menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batin
sehingga menyebabkan kegoncangan yang berkecamuk dalam
bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu, tegang dan bimbang.
Perasaan tersebut menyebabkan seseorang lebih sensitif dan
hampir-hampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena
sugesti. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau
kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
c) Masa konversi, tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin
mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi
berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang
dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini
memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin
yang terjadi, hidup yang tadinya seperti dilamun ombak atau di
porak porandakan oleh badai topan persoalan, tiba-tiba angin
baru berhembus, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk
kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi.
Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu
perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengan sikap
kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
d) Masa tenang dan tentram, masa tenang dan tentram yang kedua
ini berbeda dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada tahap
pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh,
maka ketenangan dan ketentraman pada tahap ketiga ini di
timbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah di
ambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin
menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
Setelah krisis konversi lewat dan masa menyerah di lalui, maka
timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa aman dan
damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan Yang
44
Maha Esa, tidak ada kesalahan yang patut di sesali, semuanya
telah lewat, segala persoalan menjadi mudah dan terselesaikan.
lapang dada, menjadi pemaaf dan dengan mudah untuk
memaafkan kesalahan orang lain.
e) Masa ekspresi konversi, sebagai ungkapan dari sikap menerima,
terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya, maka
tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan
peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam
bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus
merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
3) Wasyim, menurut Wasyim secara garis besar membagi proses
konversi agama menjadi tiga,46 yaitu:
a) Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena
adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang
di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan perjuangan
mental aktif.
b) Adanya rasa pasrah
c) Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak
adanya realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam
hidupnya.
46 Ibid
52
BAB III
IDENTIFIKASI PSIKOLOGIS INDIVIDU YANG BERKONVERSI
AGAMA DI PERUMAHAN GRAHA PADMA, SEMARANG BARAT
A. Gambaran Keadaan Subjek Penelitian
1. Keadaan Subjek Penelitian
Subjek yang melakukan konversi agama ke Islam sebanyak 2
orang, ke Kristen sebanyak 1 orang, dan ke Hindu sebanyak 1 orang, hal ini
diperoleh dari rekomendasi kerabat peneliti dan estate manager perumahan
Graha Padma serta disesuaikan dengan karakteristik peneliti.
Keempat subjek bersedia untuk diwawancara sehingga peneliti
memperoleh data yang dapat dianalisis. Subjek pertama beragama Hindu
merupakan seorang perempuan yang berusia 28 tahun, subjek kedua beragama
Kristen merupakan seorang laki-laki berusia 55 tahun, subjek ketiga beragama
Islam merupakan seorang laki-laki yang berusia 34 tahun, sedangkan subjek
yang keempat atau yang terakhir beragama Islam merupakan seorang laki-laki
yang berusia 47 tahun. Penentuan responden merupakan dalam kelompok usia
dewasa, atas pendapat beberapa ahli perkembangan yang menyatakan bahwa
pada usia dewasa seseorang sudah memiliki kematangan fisik, psikologis,
kognitif, dan sosial.
1. Subjek pertama
a. Biodata reponden
Inisial/samaran : TSL
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Malang, 24 September 1983
Usia : 28 tahun
Alamat :Taman Magnolia perumahan Graha
Padma, Semarang.
Status lanjang/menikah : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Sarjana
53
b. Gambaran Subjek
TSL merupakan seorang perempuan dewasa yang
memiliki tinggi badan sekitar 160 cm serta memiliki berat badan
sekitar 50 kg. Berkulit putih, berambut lurus dan berkacamata.
Peneliti melakukan wawancara dengan TSL ketika TSL sedang
menunggu anaknya sekolah, wawancara dilakukan di taman
sekolahan. Pada saat wawancara TSL berperilaku tenang dan
santai, selama wawancara TSL dapat menceritakan dan menjawab
pertanyaan dengan baik tapi dalam keadaan yang berhati-hati.
c. Riwayat hidup
TSL dilahirkan di Malang, 24 September 1983 dan
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Adik TSL berusia
lebih muda dua tahun dari TSL sedangkan kakak TSL berusia 30
tahun. Semenjak SD sampai SMA, TSL bersekolah di sekolah
berbasis islam di kota Cimahi. Ayah TSL merupakan seorang
wiraswasta sedangkan Ibu TSL adalah ibu rumah tangga. TSL
tergolong orang yang taat beragama dan aktif dalam kegiatan
remaja masjid. Saat ini TSL merupakan ibu rumah tangga dan
kegiatan sehari-harinya adalah mengantar dan mendampingi
putranya sekolah. Sekitar tahun 2006, TSL menikah dengan suami
nya yang beragama Hindu dengan alasan kesetiaan, cinta dan
harapan bisa menjadi imam yang baik, TSL pindah agama dari
Islam ke Hindu.
2. Subjek kedua
1. Biodata subjek
Inisial/samaran : JH
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat tanggal lahir : Yogyakarta, 26 Juni 1956
Usia : 55 tahun
Alamat :Taman Anyelir Perumahan Graha
54
Padma, Seamarang.
Status lanjang/menikah : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
2. Gambaran subjek
JH merupakan seorang laki-laki dewasa yang memiliki
tinggi badan sekitar 150 cm serta memiliki berat badan sekitar 70
kg. Berperawakan gemuk, kulit sawo matang dan berambut ikal.
Peneliti melakukan wawancara dengan JH ketika JH pulang dari
gereja, wawancara dilakukan di rumah JH. Pada saat wawancara
JH berpenampilan rapi. Selama wawancara berlangsung JH dapat
menceritakan dan menjawab dengan mantap tanpa sedikitpun ada
keraguan.
3. Riwayat hidup
JH dilahirkan di Yogyakarta, 26 Juni 1956. Ayah dan ibu
JH merupakan keturunan Jawa Asli. JH merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara. Memiliki tiga orang adik, satu laki-laki dan
dua perempuan. Semenjak kelas 6 SD sudah tertarik pada Kristen
dan masuk agama Kristen sejak kelas 1 SMA.
3. Subjek ketiga
1. Biodata Subjek.
Inisial/samaran : JS
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat tanggal lahir : Bandung, 12 Juli 1977
Usia : 34 tahun
Alamat : Taman Adenia Perumahan Graha
Padma, Semarang.
Status lanjang/menikah : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Sarjana
55
2. Gambaran Subjek
JS merupakan seorang laki-laki dewasa yang memiliki
tinggi badan sekitar 160 cm serta memiliki berat badan sekitar 55
kg. Berperawakan langsing, kulit putih dan bermata sipit. Peneliti
melakukan wawancara dengan JS ketika JS pulang dari kerja,
wawancara dilakukan di masjid perumahan Graha Padma. Pada
saat wawancara JS memakai pakaian rapi. Selama wawancara
berlangsung JS dapat menceritakan dan menjawab pertanyaan yang
diajukan dengan baik dan bijaksana tetapi mengesankan kehati-
hatian atau takut berbuat buruk.
3. Riwayat hidup
JS dilahirkan di Bandung, 12 Juli 1977 dan merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara adik JS berusia dua tahun lebih
muda dan adik bungsunya berusia 30 tahun. JS lahir dari keturunan
Tionghoa Jawa. Semenjak SD sampai dengan SMA, JS bersekolah
di sekolah yang berbasis Katholik. Ayah JS merupakan seorang
wiraswasta dan ibunya seorang ibu rumah tangga. JS merupakan
orang yang taat beragama dan aktif dalam kegiatan gereja. Saat ini
JS bekerja dibidang garmen yang memiliki tiga cabang yaitu
Bandung, Jakarta, dan Semarang. Sekitar tahun 2002, JS
berkenalan dengan pacar JS tersebut beragama Islam. Dari sinilah
JS mulai berkenalan dengan Islam, sebelumnya JS memang tidak
berminat untuk pindah agama Islam, namun terus didukung oleh
pacar JS dan akhirnya mereka menikah dengan beragama Islam.
4. Subjek keempat
1. Biodata subjek
Inisial/samaran : KM
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat tanggal lahir : Semarang, 1964
Usia : 47 tahun
56
Alamat : Taman Adenia Perumahan Graha
Padma, Semarang.
Status lanjang/menikah : Menikah
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SLTA
2. Gambaran Subjek
KM merupakan seorang Laki-laki dewasa yang memiliki
tinggi badan sekitar 165 cm serta memiliki berat badan sekitar 60
kg. Berperawakan sedang, kulit sawo matang dan berambut ikal.
Peneliti melakukan wawancara dengan KM, ketika KM pulang dari
mengantar majikannya, wawancara dilakukan di Pos Induk Satpam,
Graha Padma. Pada saat wawancara KM memakai pakaian rapi.
Selama wawancara berlangsung KM dapat menceritakan dan
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik namun ada
keragu-raguan dalam kata-katanya.
3. Riwayat hidup
KM dilahirkan di Semarang, tanggal tidak saya ketahui
dengan pasti tahun 1964. KM lahir dari keturunan Jawa asli.
Perwatakan KM adalah seorang yang kalem. Semenjak SD sampai
dengan SMA, KM bersekolah di sekolah yang berbasis Kristen.
Ayah KM merupakan seorang buruh pabrik dan ibunya juga
seorang buruh pabrik, ayahnya beragama Islam dan ibunya
beragama Kristen. Sejak kecil agama yang dianut KM adalah
Kristen namun tidak taat. Saat ini KM menjadi seorang sopir
pribadi di Perumahan Graha Padma. Setelah jadi sopir ia mengikuti
agama majikannya.
57
B. Motif dan motivasi subjek memutuskan konversi agama
Winardi menjelaskan, motif kadang-kadang dinyatakan orang sebagai
kebutuhan, keinginan, dorongan yang muncul dalam diri seseorang. Motif
diarahkan ke arah tujuan-tujuan yang dapat muncul dalam kondisi sadar atau
dalam kondisi di bawah sadar. Motif-motif merupakan “mengapa” dari
perilaku. Mereka muncul dan mempertahankan aktivitas, dan mendeterminasi
arah umum perilaku seorang individu.1
Sedangkan Motivasi sendiri merupakan satu penggerak dari dalam hati
seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa
dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan
menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses
untuk tercapai nya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti
ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan.2
1. Responden yang keluar dari agama Islam.
a. Subjek pertama
Peneliti : Agama apa yang saudara peluk sekarang?
Subjek#1 : ” Agama yang saya anut sekarang Hindu.”
Peneliti : Sebelumnya beragama apa?
Subjek #1 : ”Islam”
Peneliti : Pernahkah saudara pindah agama? Dari agama apa ke
agama apa?
Subjek#1 : ”Pernah, mbak. Dari agama Islam ke Hindu.”
Peneliti : ”Apa pertimbangan anda atau motivasi anda dalam
mengambil keputusan untuk mengubah keyakinan?”
Subjek#1 : ”Eh.... gini mbak. Saya beranggapan bahwa dengan
seagama suami, kehidupan rumah tangga kami akan
bahagia.”
Peneliti : Hal apa yang mendukung?
1 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta, 2004, hlm. 222 2 http://www.wploan.com/2011/04/pengertian-motivasi.html
58
Subjek#1 : ”Yaa itu, suami saya. Untuk kebahagiaan kehidupan suami
istri dalam berumah tangga.”
Peneliti : Hal apa yang menghambat?
Subjek#1 : ”Saya takut kalau ibu saya tidak lagi mengakui saya
sebagai anak, ya....... yang jelas takut di jauhi keluarga.”
Peneliti : Apa perasaan anda saat mempertimbangkan konversi
agama tersebut?
Subjek#1 : ”Sebenarnya dalam hati saya sedih, berat dan beban
pikiran.”
Peneliti : Apakah anda pernah ragu dalam melakukan konversi
agama? Jika ya, apa yang menjadi keraguan? Jika tidak,
apa yang membuat anda yakin?
Subjek#1 : Iya, saya takut sekali. Takut meninggalkan agama islam
dan takut pada keluarga besar saya.
Peneliti : Apa risiko yang terpikir yang dapat anda alami saat
melakukan konversi agama?
Subjek#1 : ”Saya berpikiran bahwa dia (suami) semakin mencintai
saya”
Peneliti : Adakah keuntungan dengan melakukan konversi agama
bila dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#1 : ”Keuntungannya? Ya itu...., suami semakin mencintai
saya! Dengan cinta itu kebahagiaan saya semakin
sempurna.”
Peneliti : Adakah kerugian dengan melakukan konversi agama bila
dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#1 : Ya itu mbak! saya mulai dijauhi keluarga dan mereka
semakin hari semakin tidak peduli dengan saya.
Peneliti : Apakah anda merasa mendapat tekanan dalam melakukan
konversi agama tersebut?
59
Subjek#1 : ”Saat berpindah agama, saya merasa rela, karena suami
sangat mencintai saya.”3
b. Subjek kedua.
Peneliti : Agama apa yang saudara peluk sekarang?
Subjek#2 : ” Kristen Protestan. Hanya agama ini yang saya yakini
kebenarannya. Meskipun semua tuhan itu sama, tapi
sungguh, hanya agama ini yang saya yakini kebenarannya.
Sungguh.”
Peneliti : Sebelumnya beragama apa?
Subjek #2 : ”Islam, ini berlangsung karena ketidak tahuan saya.”
Peneliti# : Pernahkah saudara pindah agama? Dari agama apa ke
agama apa?
Subjek#2 : ”Pernah. Dari agama Islam ke Kristen Protestan.dan
keyakinan saya luar biasa yakin pada Kristen Protestan.”
Peneliti# : ”Apa pertimbangan anda atau motif anda dalam
mengambil keputusan untuk mengubah keyakinan?”
Subjek#2 : ”Saya ragu dengan agama yang saya anut dulu.”
Peneliti : Hal apa yang mendukung?
Subjek#2 : ”Keingintahuan akan kebenaran. Pada saat itu Saya merasa
ragu-ragu dengan ajaran Islam, saya ingin mempelajari
agama Kristen.”
Peneliti : Hal apa yang menghambat?
Subjek#2 : ”Tidak ada yang menghambat, orangtua bersikap biasa-
biasa saja. Oya, orangtua saya beragama Islam.”
Peneliti : Apa perasaan anda saat mempertimbangkan konversi
agama tersebut?
Subjek#2 : ”Saya mantap untuk mempelajari sekaligus memeluk
agama Kristen.”
3 Wawancara dengan responden 1, pada hari Senin tanggal 19 september 2011, jan 10
pagi
60
Peneliti : Apakah anda pernah ragu dalam melakukan konversi
agama? Jika ya, apa yang menjadi keraguan? Jika tidak, apa
yang membuat anda yakin?
Subjek#2 : ”Saya yakin memeluk agama Kristen, menurut saya, saya
suka mempelajari ajaran Kristen, agama yang mengajarkan
kasih Tuhan. Tidak berbelit-belit. Tidak mengajarkan tradisi
budaya yang ada di masyarakat. Misal: memperingati hari
orang meninggal, tidak ada seperti itu. Dengan demikian
saya merasa lega masuk Agama Kristen dan saya
mempunyai tujuan hidup.”
Peneliti : Apa risiko yang terpikir yang dapat anda alami saat
melakukan konversi agama?
Subjek#2 : ”Saya kira tidak ada resiko, karena orangtua menyetujui,
tetapi ada anggota keluarga yang sampai sekarang
membenci saya. Tapi saya tidak peduli.”
Peneliti : Adakah keuntungan dengan melakukan konversi agama
bila dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#2 : ”Bisa lebih dalam dalam mempelajari Agama Kristen. Jika
seandainya saya mempertahankan keyakinan yang dulu
saya mesti menjadi pemeluk agama yang tidak taat atau
malas-malasan.”
Peneliti : Adakah kerugian dengan melakukan konversi agama bila
dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#2 : ”Kerugiannya? Saya kira tidak ada”
Peneliti : Apakah anda merasa mendapat tekanan dalam melakukan
konversi agama tersebut
Subjek#2 : ”Saat berpindah agama, saya merasa rela dan mantap.
Tidak ada tekanan dari siapapun, ini adalah keputusan saya
sendiri”4
4 Wawancara dengan responden 2, dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 23 september
2011
61
2. Responden yang masuk ke agama Islam (mualaf)
a. Subjek ketiga
Peneliti : Agama apa yang saudara peluk sekarang?
Subjek#3 : ”Islam.”
Peneliti : Sebelumnya beragama apa?
Subjek #3 : ”Kristen.”
Peneliti : Pernahkah saudara pindah agama? Dari agama apa ke
agama apa?
Subjek#3 : ”Kristen ke Islam.”
Peneliti : ”Apa pertimbangan anda atau motif anda dalam
mengambil keputusan untuk mengubah keyakinan?”
Subjek#3 : ”Eea... gini. Sebenarnya saya prosesnya itu untuk menjadi
mualaf itu agak lama ya butuh waktu bertahun-tahun.
Nggak Cuma sehari atau dua hari ya. Kebetulan ee... pacar
saya kan muslim. Nah dia, dia yang sebenarnya yang
menginspirasikan saya untuk berpindah. Cuma pada saat itu
ndak langsung mau.... pindah karena ada konflik batin.”
Peneliti : Hal apa yang mendukung?
Subjek#3 : ” Karena saya ada hal rencana ingin menikah, kemudian
pacar jadi itu yang pertama. Yang kedua dari segi sendiri
punya keinginan pindah dan bukan paksaan dari luar.”
Peneliti : Hal apa yang menghambat?
Subjek#3 : Emm.... apa ya??? Kalau dari keluarga emang pada
awalnya kesal, ya semua keputusan tetap pada saya kan? Ya
setelah itu keluarga saya mendukung. Oh iya mungkin ini
yaaa...kebimbangan, ya, kebimbangan. Hingga saya
bingung berkata ya dan tidak.”
Peneliti : Apa perasaan anda saat mempertimbangkan konversi
agama tersebut?
62
Subjek#3 : Ya itu..... kebimbangan itu. Cuma kebimbangan saya
terjawab ketika saya mencari dan membaca informasi
mengenai agama baru tersebut. Oh iya saya itu baca buku
kalau gak salah ee... apa ya ... karangannya lupa saya,
pokoknya isinya pendeta yang masuk ke dalam muslim.”
Peneliti : Apakah anda pernah ragu dalam melakukan konversi
agama? Jika ya, apa yang menjadi keraguan? Jika tidak, apa
yang membuat anda yakin?
Subjek#3 : ”Emm.... iya ada. Saya itu bimbang gitu.”
Peneliti : Apa risiko yang terpikir yang dapat anda alami saat
melakukan konversi agama?
Subjek#3 : ”Wah kelihatannya ndak ada, Cuma saya bimbang aja... pa
itu benar? Tapi ya, akhirnya saya Islam sekarang”
Peneliti : Adakah keuntungan dengan melakukan konversi agama
bila dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#3 : Ya istri saya, istri saya kan Islam, kata ayahnya dia, kalau
saya ndak beragama Islam kan tidak boleh nikah, ya di
samping itu saya masih pencarian juga.”
Peneliti : Adakah kerugian dengan melakukan konversi agama bila
dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#3 : ”Ee... ndak ada, toh akhirnya keluarga besar saya
mendukung saya.”
Peneliti : Apakah anda merasa mendapat tekanan dalam melakukan
konversi agama tersebut?
Subjek#3 : ”Ya ndak ada, saya rela atas keputusan saya. ”5
b. Subjek keempat
Peneliti : Agama apa yang saudara peluk sekarang?
Subjek#4 : ” Islam.”
5 Wawancara dengan responden 3, dilakukan pada hari Minggu jam 09.00 WIB, tanggal
25 september 2011
63
Peneliti : Sebelumnya beragama apa?
Subjek #4 : ”Kristen.”
Peneliti : Pernahkah saudara pindah agama? Dari agama apa ke
agama apa?
Subjek#4 : ”Iya. Dari Agama Kristen ke Islam.”
Peneliti : ”Apa pertimbangan anda atau motif anda dalam
mengambil keputusan untuk mengubah keyakinan?”
Subjek#4 : ”Majikan saya islam.”
Peneliti : Hal apa yang mendukung?
Subjek#4 : ”Majikan saya sering bercerita tentang ajaran Islam, saya
lihat Ibu dan Bapak sering ngaji, dan pernah Ibu menasehati
saya untuk masuk Islam.”
Peneliti : Hal apa yang menghambat?
Subjek#4 : ”Ndak ada”
Peneliti : Apa perasaan anda saat mempertimbangkan konversi
agama tersebut?
Subjek#4 : ”Ndak kenapa-kenapa.”
Peneliti : Apakah anda pernah ragu dalam melakukan konversi
agama? Jika ya, apa yang menjadi keraguan? Jika tidak, apa
yang membuat anda yakin?
Subjek#4 : Ragu.....(subjek tidak melanjutkan).
Peneliti : Apa risiko yang terpikir yang dapat anda alami saat
melakukan konversi agama?
Subjek#4 : ”Ndak ada.”
Peneliti : Adakah keuntungan dengan melakukan konversi agama
bila dibandingkan solusi yang lain?
Subjek#4 : ”Saya manut sama ibu (majikan), karena anak-anak saya
dua-duanya disekolahkan sama ibu (majikan), istri saya
dileskan njahit sama ibu, biar bisa kerja njahit.”
Peneliti : Adakah kerugian dengan melakukan konversi agama bila
dibandingkan solusi yang lain?
64
Subjek#4 : ”Ndak ada.”
Peneliti : Apakah anda merasa mendapat tekanan dalam melakukan
konversi agama tersebut?
Subjek#4 : ”Ndak ada.. Cuma ndak enak sama majikan saya. Masak
air susu di balas air tuba...gitu ya, mbak, ibarate.”6
C. Proses subjek dalam Konversi Agama
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara
mendasar proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses
pemugaran sebuag gedung, bangunan lama di bongkar dan didirikan bangun
yang baru yang berbeda sama sekali dengan bangunan yang lama.
Adapun proses subjek berkonversi agama adalah sebagai berikut:
1. Responden yang keluar dari agama Islam.
a. Subjek pertama.
Peneliti : Setelah anda memilih konversi agama, berapa lama
waktu yang anda perlukan untuk mewujudkannya?
Subjek #1 : ”Selama kira-kira dua tahun mbak, sejak berpacaran
hingga menikah.”
Peneliti : Apakah dalam proses tersebut anda pernah merasakan
keraguan?
Subjek #1 : ”Iya, saya sering merasa ragu.”
Peneliti : Siapa orang pertama yang anda beritahu tentang
keputusan anda tersebut?
Subjek #1 : ”Ibu saya, Mbak.
Peneliti : Kenapa dia?
Subjek #1 : ”Karena beliau yang paling dekat dengan saya, dan
sedangkan ayah saya sudah meninggal.”
Peneliti : Bagaimana cara anda memberitahunya?
Subjek #1 : ”Pelan-pelan dan hati-hati agar beliau tidak kaget”
Peneliti : Bagaimana tanggapannya?
6 Wawancara dengan responden 4, pada hari Jum’at, jam 13.00 WIB, tanggal 1 oktober
2011
65
Subjek #1 : ”Beliau diam.”
Peneliti : Bagaimana reaksi anda atas reaksi yang dilakukan oleh
orang tersebut?
Subjek #1 : ”Sedih sekali, Mbak, karena tidak ada tanggapan dari
beliau dan keluarga.”
Peneliti : Apa keluarga tahu mengenahi konversi agama yang
anda lakukan?
Subjek #1 : ”Iya sudah tahu, tetapi mereka diam tidak menanggapi
keputusan saya.”
Peneliti : Kenapa anda memberitahu mereka?
Subjek #1 : ”Jika seandainya saya tidak memberitahukan pada
mereka, lama kelamaan mereka akan tahu akan
sendirinya, nanti mereka akan lebih kecewa dengan saya.
Saya tidak mau itu terjadi. Namun kenyataannya, nasi
sudah menjadi bubur mbak? Mau bagaimana lagi nasi
sudah menjadi bubur. Saya benar-benar minta maaf.”
Peneliti : Bagaimana anda memberitahu keputusan konversi
agama tersebut?
Subjek #1 : ”Ibu sudah memberitahu dengan keluarga.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda saat anda memberitahukan?
Subjek #1 : ”Sedih sekali mbak.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan mereka?
Subjek #1 : ”Sama dengan ibu, mereka diam, dan tidak
berkomentar.”
Peneliti : Bagaimana reaksi mereka?
Subjek #1 : ”Tidak menanggapi keputusan saya.”
Peneliti : Apakah keputusan konversi agama anda dirahasiakan?
Apa alasannya?
Subjek #1 : ”Dengan keluarga tidak saya rahasiakan, namun
dengan orang lain masih saya rahasiakan.”
66
Peneliti :Sebelum memberi tahu keputusan anda pada orang lain,
apakah anda merasa bahwa akan ada pihak yang tidak
setuju dengan keputusan anda?
Subjek #1 : ”Iya. Saya tidak bercerita dulu dengan orang lain
selama lebih kurang 6 bulan.”
Peneliti : Bagaimana anda mengatasinya?
Subjek #1 : ”Saya rasa berat, tapi saya harus mengatasinya”7
b. Subjek kedua.
Peneliti : Setelah anda memilih konversi agama, berapa lama
waktu yang anda perlukan untuk mewujudkannya?
Subjek #2 : Oh.. itu prosesnya lama. Sejak SD kelas 6, saya mulai
tertarik mempelajari agama Kristen. Kemudian saya
memeluk agama Kristen SMA kelas 1, jadi selama 4
tahun saya mempertimbangkannya. Lama ya, mbak???”
Peneliti : Apakah dalam proses tersebut anda pernah merasakan
keraguan?
Subjek #2 : ”Tidak ada keraguan sama sekali, saya mantap.”
Peneliti : Siapa orang pertama yang anda beritahu tentang
keputusan anda tersebut?
Subjek #2 : ”Emmm.... orang tua. Karena mereka tidak keberatan
saya pindah agama.”
Peneliti : Kenapa dia?
Subjek #2 : ”Ya saya beritahu saja kepada mereka, kalau saya mau
berpindah agama. Pada mulanya mereka keberatan,
tetapi semua keputusan dikembalikan kepada saya,
karena saya merasa telah dewasa.”
Peneliti : Bagaimana cara anda memberitahunya?
Subjek #2 : ”Alah....biasa aja. Yaaa, cerita apa adanya.
Peneliti : Bagaimana tanggapannya?
7 Wawancara dengan responden 1, Op.Cit
67
Subjek #2 : ”Lha wong, eh....Awalnya mereka keberatan saya
pindah agama, tetapi akhirnya mereka setuju saja.”
Peneliti : Bagaimana reaksi anda atas reaksi yang dilakukan oleh
orang tersebut?
Subjek #2 : ”Saya senang sekali mendapat restu dari keluarga.”
Peneliti : Apa keluarga tahu mengenahi konversi agama yang
anda lakukan?
Subjek #2 : ”Iya, sudah tahu.”
Peneliti : Kenapa anda memberitahu mereka?
Subjek #2 : ”Ya agar mereka tahu bahwa saya ingin mempelajari
agama Kristen lebih dalam.”
Peneliti : Bagaimana anda memberitahu keputusan konversi
agama tersebut?
Subjek #2 : ”Pelan-pelan.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda saat anda memberitahukan?
Subjek #2 : ”Was-was juga kalau ada yang menghalangi” ”dan
merekapun pasrah akan keputusan saya.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan mereka?
Subjek #2 : ”Sebagian besar menyerahkan keputusan kepada saya.
Tapi ada satu yang sampai sekarang masih membenci
saya.”
Peneliti : Bagaimana reaksi mereka?
Subjek #2 : ”Biasa saja.”
Peneliti : Apakah keputusan konversi agama anda dirahasiakan?
Apa alasannya?
Subjek #2 : ”Dengan keluarga, tidak saya rahasiakan. Tapi dengan
orang lain masih saya rahasiakan. Saya belum ingin
orang lain tahu bahwa saya pindah agama.”
Peneliti :Sebelum memberi tahu keputusan anda pada orang lain,
apakah anda merasa bahwa akan ada pihak yang tidak
setuju dengan keputusan anda?
68
Subjek #2 : ”Iya.”
Peneliti :Bagaimana anda mengatasinya?
Subjek #2 : ”Saya tidak bercerita dulu dengan orang lain kira-kira 1
tahun, saya baru membuka diri sekitar kelas 3 SMA” ya
maklum ketakutan tetap ada.”8
2. Responden yang masuk ke agama Islam (mualaf).
a. Subjek ketiga.
Peneliti : Setelah anda memilih konversi agama, berapa lama
waktu yang anda perlukan untuk mewujudkannya?
Subjek #3 : ”Ya.. kurang lebih sekitar 1 tahunan, ea.. ketika itu saya
masih pacaran sama istri saya. Ya, ketika saya menikah
sudah yakin dengan Islam.
Peneliti : Apakah dalam proses tersebut anda pernah merasakan
keraguan?
Subjek #3 : ”Kalau itu mesti to, mbak. Saya itu sempat ragu dan
bingung. Untung pacar saya selalu menyuport saya terus.
Ya, Alhamdullilah jadinya seperti ini. Saya menjadi
seorang muslim yang taat”
Peneliti : Siapa orang pertama yang anda beritahu tentang
keputusan anda tersebut?
Subjek #3 : ”Pertama orang tua saya, terus pacar saya. Ya, saya kan
cinta sama pacar saya. Ya, berkat dia juga saya seperti
ini”
Peneliti : Kenapa dia?
Subjek #3 : ”Ya, pada dasarnya karena merekalah saya ada. Em...
Peneliti : Bagaimana cara anda memberitahunya?
Subjek #3 : Pelan-pelan, meskipun saya tahu orang tua saya
memperbolehkan, namun saya tetap dalam koridor
menghormatinya.
8 Wawancara dengan responden 2, Op.Cit
69
Peneliti : Bagaimana tanggapannya?
Subjek #3 : ”Baik-baik aja. Ya walaupun mereka secara implisit
menolak.”
Peneliti : Bagaimana reaksi anda atas reaksi yang dilakukan oleh
orang tersebut?
Subjek #3 : ”Iya, saya hanya Cuma diam, karena bapak dan ibu
saya juga diam walapun bahasa tubuhnya menolak atas
keputusan saya, ya ndak masalah lah....”
Peneliti : Apa keluarga tahu mengenahi konversi agama yang
anda lakukan?
Subjek #3 : ”Kalau sekarang sih sudah tahu semua.”
Peneliti : Kenapa anda memberitahu mereka?
Subjek #3 : ”Bukan memberi tahu, ya mereka tahu sendiri.
Mungkin orang tua saya yang nyeritakan.”
Peneliti : Bagaimana anda memberitahu keputusan konversi
agama tersebut?
Subjek #3 : Ya, pelan-pelan, mbak.
Peneliti : Bagaimana perasaan anda saat anda memberitahukan?
Subjek #3 : Yaaa...deg-degan lah.
Peneliti : Bagaimana tanggapan mereka?
Subjek #3 : Hampir 50 persen kerabat saya menolak atas keputusan
saya. Ya, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa,
bahkan pada saat pernikahan saya mereka merestui
semua.”
Peneliti : Apakah keputusan konversi agama anda dirahasiakan?
Apa alasannya?
Subjek #3 : Oh tidak.
Peneliti :Sebelum memberi tahu keputusan anda pada orang lain,
apakah anda merasa bahwa akan ada pihak yang tidak
setuju dengan keputusan anda?
70
Subjek #3 : ”Saya tidak pernah memberi tahu pada orang lain, ya
namun mereka pada ngerti sendiri.”
Peneliti : Bagaimana anda mengatasinya?
Subjek #3 : Saya biarin aja, mbak.9
b. Subjek keempat
Peneliti : Setelah anda memilih konversi agama, berapa lama
waktu yang anda perlukan untuk mewujudkannya?
Subjek #4 : ”Sekitar dua tahunan, saya ikut ibu-bapak (majikan)
udah lima tahunan. ”
Peneliti : Apakah dalam proses tersebut anda pernah merasakan
keraguan?
Subjek #4 : Tidak, saya tidak merasakan apa-apa tuh. Biasa aja.
Peneliti :Siapa orang pertama yang anda beritahu tentang
keputusan anda tersebut?
Subjek #4 : ”Istri.”
Peneliti : Kenapa dia?
Subjek #4 : ”Ya, karena itu istri saya”
Peneliti : Bagaimana cara anda memberitahunya?
Subjek #4 : ”Pelan-pelan”
Peneliti : Bagaimana tanggapannya?
Subjek #4 : ”Pertama-tamanya , ya, kecewa sama saya, tapi dia
manut saya. Karena kami sepakat inilah jalan hidup
kami.”
Peneliti : Bagaimana reaksi anda atas reaksi yang dilakukan oleh
orang tersebut?
Subjek #4 : ”Diam saja”
Peneliti : Apa keluarga tahu mengenai konversi agama yang anda
lakukan?
Subjek #4 : ”Ndak, mbak.”
9 Wawancara dengan responden 3, Op.Cit
71
Peneliti : Kenapa anda memberitahu mereka?
Subjek #4 : (subjek diam saja).
Peneliti :Bagaimana anda memberitahu keputusan konversi
agama tersebut?
Subjek #4 : ”Ndak saya beritau.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda saat anda memberitahukan?
Subjek #4 : Saya ndak ngabari siapa-siapa koq mbak
Peneliti : Bagaimana tanggapan mereka?
Subjek #4 : Ya, saya ndak tau.
Peneliti :Bagaimana reaksi mereka?
Subjek #4 : (subjek diam saja).
Peneliti : Apakah keputusan konversi agama anda dirahasiakan?
Apa alasannya?
Subjek #4 : ”Saya tidak mau mereka tahu.”
Peneliti :Sebelum memberi tahu keputusan anda pada orang lain,
apakah anda merasa bahwa akan ada pihak yang tidak
setuju dengan keputusan anda?
Subjek #4 : ”Pasti ada, banyak.”
Peneliti :Bagaimana anda mengatasinya?
Subjek #4 : Ya ndak saya beritahu.”10
D. Subjek setelah berpindah agama.
Pada wawancara ini subjek sudah positif untuk berpindah agama, adapun
proses psikologisnya adalah sebagai berikut:
1. Responden yang keluar dari agama Islam.
a. Subjek pertama.
Peneliti : Bagaimana anda menjalani agama baru yang dianut?
Subjek#1 : ”Ada rasa berat, Mbak, tapi saya harus menjalaninya.”
Peneliti : Bagaimana anda menjalani aktifitas agama yang baru?
Subjek#1 : ”Kadang –kadang saya ke pura.”
10 Wawancara dengan responden 4, Op.Cit
72
Peneliti : Bagaimana anda beradaptasi dengan agama yang baru?
Subjek#1 : ” Menurut saya susah mbak, karena anggota jamaah tidak
begitu saja menerima kehadiran saya.”
Peneliti : Kendala apa yang dihadapi?
Subjek#1 : ” Saya susah beradaptasi dengan sesama anggota agama
Hindu.”
Peneliti : Apakah anda siap menjalani keputusan atas apa yang
anda buat?
Subjek#1 : ” Awal mulanya saya ragu mbak, tetapi berkat suami,
saya siap.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan lingkungan sekitar anda mengenai
keputusan anda?
Subjek#1 : ” Tetangga tidak ada yang tahu, karena saya pindah
domisili kok mbak.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menghadapi tanggapan
tersebut?
Subjek#1 : ” Karena di lingkungan rumah yang baru ini,
masyarakatnya bersifat individualis, saya pun bersikap
biasa-biasa saja.
Peneliti : Tanggapan apa saja yang anda alami ketika menjalani
keputusan ini?
Subjek#1 : ” Kalau tanggapan dari keluarga, iya, mempengaruhi
saya. Kalau dari orang lain, saya biasa saja.”
Peneliti :Bagaimana anda menghadapi tanggapan positif yang di
berikan orang lain?
Subjek#1 : ”Tanggapan positif, biasa aja, mbak”
Peneliti : Bagaimana anda menanggapi tanggapan negatif yang
diberikan orang lain?
Subjek#1 : ” Tanggapan negatif saya juga berusaha biasa saja, walau
ada rasa sedih, terutama tanggapan negatif dari keluarga.
73
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menjalani keputusan anda
sekarang?
Subjek#1 : (responden diam, lalu terlihat dia menerawang dan
matanya terlihat berkaca-kaca.) Lambat laun ternyata
berat, karena semakin lama saya menikah, saya mendapati
suami ternyata tidak setia kepada saya. Ternyata dia diam-
diam menjalin hubungan dengan wanita lain, bahkan
sampai menikah. Saya sangat kecewa sekali. Kecewa
dengan suami yang saya harap menjadi pasangan dan
imam yang baik dalam keluarga, dan saya juga kecewa
dengan diri saya sendiri, kenapa saya mau dirayu oleh dia,
sampai saya rela berpindah agama mengikuti dia. Ternyata
orang yang selama ini saya cintai ternyata telah
mengkhianati saya luar dalam.”
Peneliti : Apakah anda puas menjalani keputusan yang anda jalani
ini.
Subjek#1 : ” Saat ini saya sangat tidak puas sekali. Saya minta cerai.
Kasihan anak saya, karena anak saya sudah ikut beragama
Hindu.”
Peneliti : Apakah pernah terpikir untuk kembali pada agama yang
semula?
Subjek#1 : ” Iya, begitu proses perceraian selesai saya akan pindah
rumah lagi dan saya akan kembali kepada Islam. Mungkin
ini sudah menjadi jalan hidup saya. Saya dan anak saya
akan kembali kepada ibu dan kakak-kakak saya. Saya
akan menjalani hidup saya yang baru yang saya harap
akan menenangkan pikiran dan hati saya.” 11
b. Subjek kedua
Peneliti : Bagaimana anda menjalani agama baru yang dianut?
11 Wawancara dengan responden 1, Op.Cit
74
Subjek#2 : ”Sejak semula, saya sudah ingin mempelajari agma
Kristen, begitu saya pindah agama saya rajin ke
perpustakaan, gereja dan menemui tokoh-tokoh agama
Kristen.”
Peneliti : Bagaimana anda menjalani aktifitas agama yang baru?
Subjek#2 : ” Saya rajin ke gereja serta mengikuti kebaktian dan
kegiatan agama Kristen.”
Peneliti : Bagaimana anda beradaptasi dengan agama yang baru?
Subjek#2 : ” Sangat mudah, anggota gereja sangat senang
menerima saya”
Peneliti : Kendala apa yang anda hadapi?
Subjek#2 : ”Tidak ada kendala sama sekali.”
Peneliti : Apakah anda siap menjalani keputusan atas apa yang
anda buat?
Subjek#2 : ”Saya sangat siap.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan lingkungan sekitar anda mengenai
keputusan anda?
Subjek#2 : ”Setelah tetangga tau saya pindah agama, menurut saya
mereka biasa saja, walaupun ada yang tidak suka, tapi
saya tidak peduli.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menghadapi tanggapan
tersebut?
Subjek#2 : ”Sebagian besar mereka biasa saja.”
Peneliti :Tanggapan apa saja yang anda alami ketika menjalani
keputusan ini?
Subjek#2 : ”Saya sangat senang, lingkungan menerima keputusan
saya.”
Peneliti : Bagaimana anda menghadapi tanggapan positif yang di
berikan orang lain?
Subjek#2 : ”Saya sangat senang.”
75
Peneliti :Bagaimana anda menanggapi tanggapan negatif yang
diberikan orang lain?
Subjek#2 : ”Saya juga berusaha biasa saja.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menjalani keputusan anda
sekarang?
Subjek#2 : ”Sama sekali tidak mempengaruhi langkah saya.”
Peneliti : Apakah anda puas menjalani keputusan yang anda jalani
ini?
Subjek#2 : ”Saya sangat senang dan semakin mantap memeluk
agama Kristen. Sampai saya rajin ke gereja dan mengikuti
kegiatan gereja. Malahan saya ditunjuk untuk menjadi
Koordinator Bagian Konseling Gereja.”
Peneliti : Apakah pernah terpikir untuk kembali pada agama yang
semula?
Subjek#2 : “wah nggak dong.”12
2. Responden yang masuk ke agama Islam (mualaf).
a. Subjek ketiga
Peneliti : Bagaimana anda menjalani agama baru yang dianut?
Subjek#3 : ”Sulit, tapi ya.. tetep baik-baik saja dalam menjalani
agama baru saya. ”
Peneliti : Bagaimana anda menjalani aktifitas agama yang baru?
Subjek#3 : Kalau di Kristen kan beribadah hanya pada saat hari
minggu. Sebenarnya tiap hari ada, setiap hari ada waktu
beribadah di gereja, namun wajibnya hanya satu minggu
sekali, nah, di agama Islam itu beribadah itu lima waktu.
Ini yang paling sulit. Karena saya mobilitasnya sulit. Jadi
terkadang sedang dijalan atau apa, maka sulit melakukan
sholat lima waktu.”
Peneliti : Bagaimana anda beradaptasi dengan agama yang baru?
12 Wawancara dengan responden 2, Op.Cit
76
Subjek#3 : ”Sebenarnya kalau perasaan saya setelah menjadi mualaf
banyak cobaannya, banyak cobaan yang saya hadapi. Tapi
tidak bisa saya sebutkan satu persatu, itu semua
merupakan tantangan. Semua merupakan tantangan yang
harus di hadapi.”
Peneliti : Kendala apa yang dihadapi?
Subjek#3 : ”Ya tadi, diantaranya yang mungkin, saya berharap ya,
saya berharap setelah menjadi mualaf dan menjadi muslim
saya bisa mudah untuk menikah. Saya bisa menikah
semuanya bisa menjadi lancar. Kebalikannya, ternyata
masih ada konflik. Masih ada hal-hal yang kurang
disetujui terhadap istri saya. Mungkin pekerjaan saya yang
wiraswata. Yang orang tua saya menginginkan saya
memiliki jenjang karir, kalau misal karyawan kan masih
ada jenjang karir usaha.
Peneliti : Apakah anda siap menjalani keputusan atas apa yang
anda buat?
Subjek#3 : ”Siap sekali, bagi saya, keputusan ini keputusan yang
benar.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan lingkungan sekitar anda mengenai
keputusan anda?
Subjek#3 : ”Kalau dari lingkungan sini ya ndak ada yang tahu,
kalau disini kan sifatnya individu, tapi sama jamaah
masjid ya baik-baik saja, saya punya banyak teman di
masjid.”
Peneliti :Bagaimana perasaan anda menghadapi tanggapan
tersebut?
Subjek#3 : ”Ya.. senang-senang aja.”
Peneliti :Tanggapan apa saja yang anda alami ketika menjalani
keputusan ini?
77
Subjek#3 : ”Ndak ada, ya oranng tua saya aja ndak apa-apa, apalagi
orang lain.”
Peneliti :Bagaimana anda menghadapi tanggapan positif yang di
berikan orang lain?
Subjek#3 : ”Ya, senang aja.”
Peneliti :Bagaimana anda menanggapi tanggapan negatif yang
diberikan orang lain?
Subjek#3 : ”Ya, saya biarin, itu kan urusan pribadi saya, kenapa
harus ikut campur.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menjalani keputusan anda
sekarang?
Subjek#3 : ”Emm...., saya nyaman, ini jalan hidup yang benar.”
Peneliti : Apakah anda puas menjalani keputusan yang anda jalani
ini?
Subjek#3 : ”Sangat puas.”
Peneliti : Apakah pernah terpikir untuk kembali pada agama yang
semula.
Subjek#3 : ”Ya.., ndak sama sekali”13
b. Subjek keempat
Peneliti : Bagaimana anda menjalani agama baru yang dianut?
Subjek#4 : ”Ikut majikan, majikan saya yang ngajarin semua.”
Peneliti : Bagaimana anda menjalani aktifitas agama yang baru?
Subjek#4 : ”Seperti biasa, bedanya ini ada aktifitas lebih untuk
melakukan ibadah.”
Peneliti : Bagaimana anda beradaptasi dengan agama yang baru?
Subjek#4 : ”Untuk pertama, gimana gitu, soalnya ibadahnya lebih
banyak.”
Peneliti : Kendala apa yang dihadapi?
13 Wawancara dengan responden 3, Op.Cit
78
Subjek#4 : ”Malas” he..he..he.. Tapi, ya, Alhamdulillah majikan
selalu memberi semangat.”
Peneliti : Apakah anda siap menjalani keputusan atas apa yang
anda buat?
Subjek#4 : ”Siap.”
Peneliti : Bagaimana tanggapan lingkungan sekitar anda mengenai
keputusan anda?
Subjek#4 : ”Ndak ada yang tahu.”
Peneliti :Bagaimana perasaan anda menghadapi tanggapan
tersebut?
Subjek#4 : Ya ndak tau, mbak.
Peneliti :Tanggapan apa saja yang anda alami ketika menjalani
keputusan ini?
Subjek#4 : ”Pertama itu ya, kekecewaan istri”
Peneliti :Bagaimana anda menghadapi tanggapan positif yang di
berikan orang lain?
Subjek#4 : ”Senang.”
Peneliti :Bagaimana anda menanggapi tanggapan negatif yang
diberikan orang lain?
Subjek#4 : ”Diam aja lah.”
Peneliti : Bagaimana perasaan anda menjalani keputusan anda
sekarang?
Subjek#4 : ”Biasa saja.”
Peneliti : Apakah anda puas menjalani keputusan yang anda jalani
ini.
Subjek#4 : ”Puas ndak puas, ini untuk majikan saya, mereka udah
ngopeni keluarga saya, tapi saya puas kok, mbak. Istri
saya juga manut.”
Peneliti : Apakah pernah terpikir untuk kembali pada agama yang
semula.
Subjek#4 : ”Belum terpikir, Mbak. Saya jalani aja.”
79
80
BAB IV
ANALISIS
Dalam kehidupan umat manusia, agama memegang peranan penting,
agama dapat diartikan sebagai cara manusia berfikir, merasa dan berhubungan
dengan Tuhan.
Peristiwa konversi agama dalam hidup dan kehidupan manusia, merupakan suatu
fenomenologi keagamaan, yang sering muncul dalam kehidupan masyarakat
dimana saja di dunia ini. Konversi agama itu lahir, umumnya karena ditimbulkan
oleh kegoncangan jiwa yang dialami oleh seseorang individu dalam menghadapi
realita kehidupan, yang menurut keyakinan agama yang sedang dianutnya,
mustahil akan mampu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
Akhirnya, ditemukan suatu keputusan bahwa ajaran agama atau kepercayaan yang
di luar ajaran agamanya pada waktu itu, memungkinkan dapat menampung
inspirasi dan berbagai kegelisahan dan kesulitan yang dihadapinya.
Melakukan konversi agama dari satu agama ke agama lain,
mengisyaratkan adanya pengalaman unik dari kehidupan manusia. Sebab, proses
keluar masuk suatu agama ke agama lain sangat berbeda dengan proses keluar
masuk dalam aspek lain dari kehidupan manusia. Proses memasuki suatu agama
tertentu ke agama yang lain, seperti halnya menjadi pelaku konversi agama. Pada
dasarnya sama dengan memasuki aspek kehidupan yang sakral1 dan penuh
misteri. Ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan memasuki lembaga
kehidupan manusia yang bersifat profan2, tidak bermuatan hal yang bersifat
sakral. Proses ini terjadi dengan melibatkan lubuk yang terdalam dari jiwa
manusia, penuh dengan pertimbangan kompleks dari berbagai aspek, seperti
psikologis, sosiologis dan antropologis dari diri maupun lingkungan sosial budaya
yang bersangkutan.
1 Sakral: Suatu wilayah yang dianggap suci atau wilayah yang dianggap supranatural,
sesuatu yang ekstraordinari, tidak mudah dilupakan dan teramat penting. 2 Profan: bidang kehidupan sehari-hari, yaitu hal-hal yang dilakukan secara teratur, acak
dan sebenarnya tidak terlalu penting. Untuk lebih memahami tentang sakral dan profan, lihat lebih
lanjut dalam Daniel L Pals, The Seven Theories of Religion, Yogyakarta: Ircisod, 1996, hlm. 259
81
Namun demikian, untuk memperoleh suatu generalisasi ilmu pengetahuan
ada satu proses umum yang dapat penulis kemukakan dari empat kasus pelaku
konversi agama di Perumahan Graha Padma tersebut. Berdasarkan hasil analisis,
kasus tersebut sedikit sulit untuk dinilai karena mempunyai latar belakang yang
berbeda dalam melakukan konversi agama namun tetap bisa dinilai dalam empat
keadaan, yaitu:
1. Dalam melakukan konversi agama keempat responden ada yang
dilatarbelakangi oleh rasa cinta terhadap kekasih, kepatuhan terhadap
Tuhan dan keingintahuan yang besar terhadap Tuhan, serta kepatuhan
terhadap atasan, atau yang lainnya.
2. Motif pengambilan konversi agama adalah keinginan untuk mencapai
sebuah kebahagiaan dan kedamaian yang sejati di dalam hati para
responden.
3. Setelah pengambilan keputusan. Jika konversi agamanya berdasarkan hati
nurani atau keikhlasan total akan Tuhan maka hasilnya akan memuaskan.
4. Kemampuan dalam keyakinan baru. Tingkat terakhir dari proses
melakukan konversi agama adalah tingkat kemapanan dalam beragama..
Keyakinan, sikap, kelakuan dan perbuatan serta jalan hidupnya berubah
menjadi sesuai aturan-aturan yang diperintahkan oleh agama yang baru.
Namun untuk memahami lebih lengkap tentang keseluruhan proses
melakukan konversi agama, dapat penulis kembangkan sebagai berikut: pertama-
tama mereka mengalami konflik kejiwaan (tekanan batin) yang disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor tertentu ini lama kelamaan terus memuncak
dan berimbas terhadap agamanya. Jikalau dalam agama baru itu, ia merasa bahwa
sesuatunya sesuai dengan keinginannya, ia pun kemudian memutuskan hubungan
dengan agama yang lama ia mengubah sikap-sikapnya yang lama dan membentuk
sikap baru yang simpatik sesuai dengan agama Islam. Pada akhirnya ia memeluk
agama Islam, Hindu atau agama Kristen
82
Sesungguhnya, untuk menentukan faktor-faktor/motif dan motivasi yang
mempengaruhi seseorang di dalam proses melakukan konversi agama seperti yang
dialami oleh empat pelaku konversi agama di Perumahan Graha Padma, memang
tidak mudah. Namun, ada beberapa proses yang melatar belakanginya.
A. Analisis motif dan motivasi konversi agama
Dari keempat responden yang peneliti wawancarai mereka
mempunyai motif dan motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan proses
konversi agama, hal ini bisa dilihat dari wawancara peneliti dengan para
responden sebagai berikut:
1. Responden pertama
Responden pertama dalam melakukan pindah agama mempunyai
motif dan motivasi cinta yang tinggi dan tujuan dalam menggapai
ketentraman dalam menjalin hubungan suami istri. Hal ini bisa dilihat dari
wawancara pada halaman 58. Motivasi responden ini bila menurut William
James, adalah suatu krisis dan secara mendadak. Bahwa responden ini
melepas agama Islam karena ingin mengikuti agama suaminya, dan ia
mengalami krisis pertentangan antara kata hati dan cinta terhadap
kekasihnya. Responden mempertahankan konversi agamanya sampai-
sampai mengorbankan perasaan keluarganya.
Faktor pendorong manusia untuk melakukan konversi agama seperti
responden pertama ini juga sesuai dengan teori motif Woodworth dan
Marquis yaitu pada motif darurat. Motif darurat merupakan motif yang
bergantung pada keadaan di sekitar atau di luar organisme. Organisme
selalu dihadapkan pada situasi yang harus mengambil langkah untuk
menghindari bahaya. Sama seperti yang dilakukan subjek#1 atau responden
pertama dalam hal kebahagiaan ketika seagama dengan suaminya. Ia rela
melepaskan agama yang telah dianutnya sejak kecil, demi rasa cinta
terhadap kekasih, yaitu suaminya. Apalagi responden mulai dijauhi oleh
keluarga, setelah keluarga mengetahui bahwa responden telah berpindah
83
agama. Hal ini merupakan suatu bentuk pengorbanan yang begitu besar
yang telah dilakukan responden demi seorang kekasih, hingga ia rela dijauhi
oleh keluarganya.
2. Responden kedua
Responden kedua dalam melakukan konversi agama mempunyai
motif untuk mencapai ketentraman dengan pengetahuan yang benar
tentang keagamaan . Hal ini bisa dilihat dari wawancara pada halaman 59-
60. Bila menurut penelitian William James, responden ini melakukan
konversi agama karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat
kebiasaan responden sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam
bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap.
Bila dilihat dari sudut psikoanalisis, dimana responden dua saat
terjadi konversi agama, adalah pada masa remaja, dimana kondisi
psikologis masih labil dan masa itulah masa pencarian identitas diri. Latar
belakang keluarga, terutama ibu, yang bersikap acuh tak acuh terhadap
proses perkembangan responden dapat menjadi motif konversi agamanya.
Responden merasa ‘tidak percaya’ dengan agama yang telah dianutnya
sejak kecil, dan dalam pengembaraannya mencari identitas, responden
menemukan ‘kepercayaan’ di dalam agama yang baru. Menurut
psikoanalisa, responden menemukan titik kedamaian hati yang selama ini
tidak diperolehnya bersama orangtuanya. Hal ini dapat dilihat pada
wawancara pada halaman 60. Dimana menurut keterangan responden,
orangtua, terutama ibunya, bersikap biasa-biasa saja menghadapi konflik-
konflik yang dialami responden di masa pencarian kebenaran agama. Hal
ini dapat menggambarkan model pengasuhan orangtua terhadap
responden, yaitu pola pengasuhan acuh tak acuh terhadap anak. Pada
psikoanalisis, manusia memiliki dorongan dan kekuatan yang mendesak
untuk mendapatkan keamanan dan pemenuhan di bidang keagamaan yang
84
dipengaruhi oleh model pengasuhan dan hubungan orangtua terhadap
anak. Kurang kasih sayang dari orangtua serta kurangnya pemahaman
keagamaan yang didapat dari orangtua itulah yang menjadi faktor konversi
agama responden dua. Dengan berpindahnya ke agama Kristen, responden
merasa seperti menemukan lingkungan baru yakni gereja, yang
menciptakan kembali kepercayaan pada masa kanak-kanak. Hidup bersama
lingkungan gereja menjadi titk tolak untuk perkembangan identitasnya,
sampai saat ini.
Pada responden kedua ini juga mempunyai motivasi sesuai dengan
teori motivasi Teori Motivasi Herzberg. Menurut Herzberg ada dua jenis
faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor
higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor
higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan,
dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya
adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor
intrinsik). 3
Pencarian akan kebenaran yang mendasari responden kedua dalam
perpindahan agama. Keingintahuan akan arti sejatinya Tuhan juga membuat
responden menjadi ingin meninggalkan agama yang telah dianutnya sejak
kecil. Dan hasilnya adalah rasa kepuasan batin yang mendalam yang telah
diraih oleh responden.
3. Responden ketiga
Pendorong untuk pindah agama yang dilakukan oleh responden
ketiga ini adalah pemahaman yang benar walaupun lewatnya ada perasaan
3 http://www.wploan.com/2011/04/pengertian-motivasi.html,
85
cinta pada kekasih. Hal ini bisa dilihat dari wawancara dengan responden
ketiga pada halaman 61-62.
Pendorong untuk melakukan pindah agama ini dalam teori psikologi
sesuai dengan teori Motif Schachter dalam hal motif untuk bergabung.
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai
kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh
Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut
dengan kebutuhan berafiliasi.
Rasa cinta yang yang tinggi terhadap kekasih serta kepatuhan
terhadap orang tua yang mendasari responden dengan kerelaan hati
meninggalkan agama yang telah dianutnya sejak kecil. Responden berusaha
ingin bergabung dengan kekasih dan membaur dengan keluarga kekasihnya
yang diharapkan akan membawa kedamaian dalam hatinya.
Hasil penelitian terlihat bahwa responden ketiga ini memiliki latar
belakang sikap yang peragu. Hal ini dapat dilihat dalam wawancara pada
halaman 62. responden mengungkapkan bila ia masih pada tahap
‘pencarian’ dan beberapa kali mengatakan ‘bimbang’. Responden adalah
laki-laki yang telah berusia 34 tahun. Seharusnya pada usia tersebut,
manusia telah sampai pada tahap pendewasaan diri, atau berakhirnya masa
pencarian. Tetapi yang terjadi di dalam responden ini adalah rasa bimbang
dan masih dalam tahap pencarian, termasuk di dalamnya adalah pencarian
agama, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa responden juga masih
dalam tahap pencarian jati diri. Di dalam wawancara off the record,
responden bercerita bahwa ia sering mengirikan keberadaan adik-adiknya.
Ia merasa orangtuanya lebih menyayangi adik-adiknya, terutama yang
bungsu, daripada dirinya. Itupun ia merasa ragu-ragu, hal itu benar adanya
atau hanya menurut perasaannya saja. Menurut William James, faktor
ekstern juga mempengaruhi seseorang melakukan konversi agama.
Ketidakserasian dalam keluarga, merasa kesepian dan merasa dibedakan
dalam keluarga yang dirasakan responden, menjadikan responden menjadi
pribadi yang peragu dan kurang percaya diri. Kondisi yang dialami
86
responden sejak kecil menjadikan responden mengalami tekanan batin dan
ia berusaha meredakan tekanan itu dengan berkonversi agama. Karena
responden berharap selanjutnya ia mendapat perhatian dari kekasih beserta
keluarga kekasihnya.
4. Responden keempat
Faktor utama untuk berpindah agama pada responden keempat kalau
dilihat secara cermat adalah balas budi terhadap majikan, hal ini bisa dilihat
dalam wawancara peneliti dengan responden pada halaman 63-64. menurut
William James, responden ini melakukan konversi agama dikarenakan
faktor kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi yang sulit merupakan faktor
yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama pada
responden.
Pendorong untuk masuk agama pada responden keempat ini juga
adalah balas budi, hal ini sesuai dengan teori dari ahli sosiologi pada
konversi agama bahwa faktor anjuran atau propaganda dari orang-orang
dekat, dalam hal ini adalah majikan yang baik dapat menjadi faktor
berkonversi agama. Hal ini dapat dilihat pada halaman 64. Responden
mengatakan bahwa majikannya sering bercerita tentang agama Islam, dan
mengajak responden untuk masuk ke agama Islam. Bila majikan responden
adalah orang yang biasa-biasa saja, pasti responden tidak akan mau
menuruti anjuran majikannya untuk berpindah agama. Tetapi majikan
responden adalah sosok yang istimewa dimata responden, sehingga
responden dan istrinya luluh dan mau menuruti anjuran majikannya tersebut
untuk mengikuti agama mereka.
Responden merasa begitu bersyukur karena mempunyai majikan
yang begitu baik, sehingga hidupnya dan keluarganya dapat bersandar
dengan tenang, karena semua kebutuhan mereka tercukupi. Apalagi
majikannya telah memberi fasilitas kepada istri responden berupa kursus
menjahit, yang bertujuan agar kelak dapat berdikari membuka jasa menjahit
untuk kehidupan keluarga responden nantinya. Karena itulah responden rela
87
meninggalkan agama yang telah dianutnya sejak kecil, dan berusaha
menjalani agama barunya dengan sebaik mungkin.
Dari sudut psikoanalisa, faktor terjadinya konversi agama pada
responden empat ini adalah latar belakang keluarganya. Ayah responden
beragama Islam, sedangkan ibu responden beragama Kristen. Dari faktor
agama yang dianut orangtuanya inilah, maka dapat dilihat bahwa pola asuh
keagamaan responden sangat lemah. Responden terbiasa merasakan
perbedaan-perbedaan dari orangtuanya. Sehingga pada masa dewasa pun
responden merasa biasa dengan perbedaan. Terutama dalam hal keagamaan.
Responden mengenal agama Islam, dari ayahnya. Ia pun mengenal agama
Kristen dari ibunya. Hal ini dapat dilihat dalam wawancara pada halaman
63-64. responden beberapa kali mengatakan ‘ndak kenapa-kenapa’ serta
‘ndak ada’. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak terlalu berat
berpikir tentang perpindahan agama, karena sejak kecil telah terbiasa
dengan perbedaan orangtuanya.
B. Analisis Proses konversi Agama
Adapun analisa proses konversi agama yang dilakukan oleh
responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Responden pertama
Berdasarkan data hasil wawancara, menurut Prof. DR.Zakiah
Daradjat4, responden pertama melalui tahap ketidaktenangan sebelum
memutuskan untuk melakukan konversi agama, hal ini di temukan ketika
peneliti mewawancarai responden, yang dapat dilihat di halaman 64.
Setelah keragu-raguan itu muncul, responden melalui tahapan
konflik batin, tipe konfliknya yaitu konflik mendekat-menjauh (approach-
avoidance conflict) yaitu kondisi psikis yag dialami responden dalam satu
4 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, bulan bintang, Jakarta , 2005, hlm. 184-193
88
situasi mengandung motif positifdan negatif yang sama kuat. Pertentangan
batin menghadapi anjuran calon suami untuk masuk ke agama Hindu dan
keluarga yang tidak menyetujuinya, membuat responden menjadi sedih dan
bingung menghadapinya. Namun, karena kemantapan batin berupa
kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi
dan keinginan untuk mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan bersama
kekasihnya. Konflik batin dapat responden redakan dengan cara
beranggapan bahwa dalam membina hubungan rumah tangga itu harus satu
kepercayaan. Ini bisa dilihat dari wawancara pada halaman 65.
Waktu yang di perlukan dalam mengambil keputusan untuk
melakukan konversi agama selama kurang lebih dua tahunan, dari mulai
pacaran hingga menikah. Ini bisa dilihat dari wawancara pada halaman 65-
66.
2. Responden kedua
Dalam proses konversi agama responden kedua ini kurang lebih
hampir sama dengan responden pertama namun tingkat ketidak
tenangannya dalam masalah yang berbeda, hal yang di rasakan responden
kedua adalah bahwa responden ingin mencari kebenaran yang sebenar-
benarnya tentang agama dan akhirnya dalam hatinya muncul ketidak
tenangan. Masih mengacu para teorinya Prof. DR. Zakiah Daradjat yang
menyatakan bahwa dalam melakukan konvensi agama diawali dengan
ketidak tenangan. Dalam hal ini bisa dilihat dari wawancara peneliti dengan
responden kedua pada halaman 59.
Selanjutnya responden ini mengalami masa krisis ditandai dengan
adanya pengalaman krisis yang disebabkan oleh permasalahan psikologis
seperti melihat perbedaan agama sehingga menimbulkan konfik psikologis
pada responden, dan keinginan responden untuk mencari agama baru karena
pengalaman pada tradisi agama sebelumnya tidak sesuai dengan harapan
idealnya. Hal ini dilakukan responden dengan cara mempelajari agama
89
Kristen. Sehingga akhirnya responden mengalami kemantapan untuk
melakukan konversi agama.
Proses perpindahan agama yang dilakukan responden cukup lama
yaitu sekitar empat tahun. Selama empat tahun itu responden merasakan
konflik batin, namun konflik batin ini bukan permasalahan antara agama
lama dan agama barunya, tetapi cara penyampaian terhadap keluarganya.
Hal ini bisa dilihat dari wawancara dengan responden pada halaman 66-68.
Responden ini mengalami konflik mendekat-mendekat (approach-approach
conflict). Tetapi responden sangat yakin dapat menyelesaikannya, karena
responden merasa mantap akan pilihan hatinya saat itu.
3. Responden ketiga
Proses yang dialami responden ketiga cukup lama dan bertahun-
tahun. Responden ketiga terinspirasi untuk masuk Islam karena kekasihnya
adalah seorang muslim. Namun saat berpacaran responden tidak langsung
melakukan konversi agama ke Islam, karena menurutnya responden
mengalami konflik batin. Ini bisa dilihat dari wawancara dengan responden
pada halaman 61.
Selain terinspirasi dengan kekasih, responden juga mengaku
memutuskan untuk menjadi mualaf karena responden membaca buku yang
bertemakan tentang seorang pendeta yang luluh hatinya kemudian pendeta
itu menjadi seorang muslim. Responden menyebutkan bahwa dari membaca
buku itulah kemudian akhirnya responden memutuskan untuk pindah ke
agama Islam. hal ini bisa dilihat pada halaman 62.
Alasan mendasar responden melakukan konversi agama ke Islam
adalah karena responden ada rencana untuk menikah dengan kekasihnya
yang beragama Islam. Kedua karena ada keinginan dari diri sendiri dan rasa
kepatuhan terhadap orang tua kekasihnya. Ini bisa dilihat dari wawancara
pada halaman 62.
Namun hal tersebut diwarnai dengan konflik batin bermotif
mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict), karena dalam
90
menentukan pilihan responden sering merasakan kebimbangan dan ragu-
ragu meninggalkan agama lamanya, tetapi disisi lain responden sangat ingin
masuk ke agama Islam karena sangat mencintai kekasihnya. Tetapi
kebimbangan tersebut terjawab responden ketika membaca dan mencari
informasi mengenai agama barunya tersebut, dan orang yang paling berjasa
dalam konversi agama responden adalah kekasihnya, karena kekasihnya
selalu mendukung dan membantu langkah-langkah responden dalam
memahami agama Islam.
4. Responden keempat
Kalau peneliti analisis Responden keempat dalam melakukan
konversi agama dilatarbelakangi oleh kepatuhan responden akan nasehat-
nasehat majikan dan kebaikan-kebaikan majikan yang nantinya akan
menimbulkan kedaan yang baik terhadap keluarganya. Responden ingin
membalas budi atas kebaikan majikannya, sehingga responden mau
mengubah keyakinannya. Hal ini bisa dilihat wawancara peneliti dengan
responden pada halaman 63.
Untuk melakukan konversi agama responden juga melalui proses
yang panjang sekitar selama dua tahun, namun hal ini pada awalnya
responden merasakan konflik batin dalam melakukan konversi agama. Isteri
responden pun pada mulanya tidak menyetujui langkah ini. Responden
mengalami konflik motif mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict),
karena sang istri pada awalnya tidak menyetujui pilihannya.Tetapi atas
dasar rasa terima kasih dan kepatuhan, dan latar belakang responden yang
sejak kecil juga telah mengenal agama Islam dari ayahnya, konflik pada
responden dapat mereda karena pada akhirnya istrinya menyetujui dan
responden pun mantap akan pilihannya.
C. Analisis Setelah konversi Agama
Ketika seseorang memutuskan diri untuk melakukan konversi agama,
hal yang harus diperhatikan adalah penyesuaian diri dengan adanya perubahan
91
dalam menjalankan rutinitas beribadah, adanya penolakan dari orang tua dan
lingkungan, analisa penyesuaian diri responden setelah melakukan konversi
agama sebagai berikut
Di dalam analisa kejiwaan konversi agama setelah menginjak masa
tenang, ada proses satu lagi yaitu masa ekspresi konversi, sebagai ungkapan
dari sikap menerima, terhadap konsep baru dari ajaran agama yang
diyakininya, maka tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan
ajaran dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam
bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan
pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
1. Responden pertama
Responden pertama ini dalam menjalani proses konversi agama
sangatlah berat sekali. Hal ini terjadi karena responden merasakan keraguan
dalam hati untuk melakukan konversi, namun tekanan demi tekanan untuk
merasakan kebahagiaan dalam hidup berumahtangga dengan suaminya
dalam satu kepercayaan. Responden beranggapan dengan satu kepercayaan,
kehidupan suami istri akan bahagia. Namun apa yang terjadi kepada
responden untuk menjalani agama yang baru yaitu rasa keterpaksaan atau
rasa berat hati. Hal ini bisa dilihat dalam wawancara peneliti dengan
responden pada halaman 72-74.
Hal diatas juga berdampak pada hubungannya dengan para jamaah
yang lain karena responden merasa susah dalam melakukan adaptasi dengan
sesama jamaah. Tidak hanya susah pada dirinya sendiri, namun juga dengan
para jamaah tidak begitu saja menerima responden. Hal inilah yang menurut
responden menjadi sebuah kendala yang berat bagi responden untuk beradap
tasi. Ini sesuai dengan wawancara peneliti pada halaman 72-74.
92
Responden pertama pun merasa jauh dalam hubungan
kemasyarakatan, hal ini dapat diketahui dari hubungan responden dengan
tetangga yang acuh tak acuh, karena responden juga berpindah domisili ke
lingkungan masyarakat yang bersifat individualis. Bila menurut analisis
peneliti adalah jika melakukan konversi agama tidak dilandasi keikhlasan
kepada Tuhan, (karena dalam kasus ini adalah berdasarkan rasa cinta
terhadap kekasih), maka didalam hatinya ada keragu-raguan yang membuat
hidupnya berjalan tidak normal.
Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut akhirnya didukung pula
oleh ketidaksetiaan suaminya yang menyebabkan responden mengalami
konflik berlipat yang dapat menyebabkan frustasi. Menurut teori frustasi,
responden mengalami represi, rasiolisasi sekaligus sublimasi. Responden
berusaha menekan peristiwa traumatik yaitu perselingkuhan suaminya.
Menyimpannya di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Melakukan
rasionalisasi, yaitu tetap berpikir sehat, karena responden sadar bahwa ia
memiliki anak yang menjadi tanggung jawab dirinya. Responden sekaligus
melakukan sublimasi, yaitu menyalurkan motif yang tidak terpenuhi dengan
kegiatan lain. Akhirnya, responden memutuskan untuk bercerai dengan
suaminya dan pulang ke rumah orang tuanya, dan berencana untuk kembali
ke agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada wawancara halaman 72-74.
2. Responden kedua
Dapat dianalisis dari responden kedua adalah pengakuan responden
ketika melakukan konversi agama tanpa ada rasa keragu-raguan terhadap
agama yang diyakininya sekarang. Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara
peneliti pada halaman 60.
Hal tersebut menunjukkan kemantapan hati responden untuk
melakukan konversi ke agama Kristen. Reaksi orang tua responden setelah
mengetahui bahwa responden telah melakukan konversi agama adalah,
ayahnya tidak mempermasalahkan karena ibunya lebih cenderung tidak
menyetujui akan kemauan responden (walaupun pada akhirnya, menyetujui
93
pilihan responden), hal tersebut ditandai dengan tidak mempedulikan
responden atau tidak mengajaknya berbicara.
Responden mengaku tidak ada rasa kesulitan yang berarti hal ini
didukung oleh para jamaah gereja yang selalu menerimanya. Setelah
penyesuaian terhadap jamaah teratasi, penyesuaian lain yang harus
responden hadapi adalah dengan lingkungan sekitar. Orang-orang yang ada
dilingkungan responden mengira bahwa responden masih beragama Islam.
Dengan demikian responden masih bisa bernafas lega, namun lambat laun
para tetangganya pun mulai tahu, dan tanggapan yang diberikan responden
dengan membiarkannya. Karena hal yang diyakini responden merupakan hal
yang baik dan benar.
3. Responden ketiga
Setelah menjadi mualaf, responden berpandangan bahwa agama
Islam dengan agama yang dianutnya dulu tidak berbeda, sebelumnya
responden menganggap bahwa agama Islam adalah agama yang keras, tetapi
ternyata tidak. Menurutnya lagi setelah mempelajari agama Islam responden
dapat menilai bahwa agama Islam mengutamakan cinta kasih juga.
Perasaan responden setelah melakukan konversi agama merasakan
banyak cobaannya. Tapi responden menganggap cobaan tersebut
merupakan sebuah tantangan yang harus di hadapi. Hal ini bisa dilihat dari
wawancara peneliti pada halaman 76.
Salah satu yang dianggap cobaan menurut responden adalah,
responden berharap setelah melakukan konversi agama ke Islam, responden
berharap mendapatkan kemudahan untuk menikah dengan pacarnya, tapi
masih ada konflik lain di luar hal itu, yaitu adanya hal-hal yang kurang
disetujui oleh pacarnya, seperti masalah pekerjaan responden yang hanya
seorang wiraswastawan yang dapat dilihat pada halaman 76-77.
Dalam hal tata cara beribadah, responden mengaku mengalami
kesulitan. Salah satu contohnya adalah perbedaan kebiasaan. Pada agama
sebelumnya, responden mengaku beribadah hanya seminggu sekali pada
94
hari Minggu, sedangkan di agama barunya. Responden harus melakukan
sholat lima kali dalam satu hari. Kesulitan yang responden alami adalah
masalah waktu, karena mobilitas responden yang sangat tinggi. Hal ini bisa
dilihat dari wawancara responden pada halaman 76.
Mengenai kepecayaan diri, untuk menerima kekurangan dan
kelebihan dalam diri, responden berusaha untuk melakukan segala sesuatu
dengan usaha terbaik salah satu responden meningkatkan kepercayaan diri
adalah memperbanyak teman sehingga banyak pengetahuan baru yang
responden peroleh.
Responden mengaku kurang percaya diri ketika mengungkapkan
pada keluarga dan orang tua bahwa dirinya sudah melakukan konversi
agama ke Islam. Hal tersebut dikarenakan responden belum cukup banyak
mempelajari tentang Islam. Reaksi orang tua responden pada awalnya kesal
namun kemudian dapat menerima karena menganggap responden sudah
dewasa dengan keputusannya tersebut. Untuk mengatasi kekesalan dan rasa
kecewa orang tuanya tersebut, responden memberi perhatian yang lebih
pada mereka.
Kepada teman-temannya responden belum bisa mengatakan
langsung bahwa dirinya sudah melakukan konversi agama ke Islam.
Responden merasa takut kalau teman-temannya tidak menerima responden
untuk melakukan konversi agama. Responden merasa khawatir akan dijauhi
teman-temannya. Pengalaman setelah responden melakukan konversi agama
yaitu memiliki teman-teman baru yang seagama yaitu Islam dan lebih dekat
lagi dengan Tuhan.
4. Responden keempat
Kalau peneliti analisis dari responden keempat ini merupakan bentuk
dari balas budi, hal ini terlihat ketika responden diwawancarai yang
berkaitan dengan proses menjalankan agama yang baru dia anut, responden
hanya menjawab dengan jawaban yang mengaitkan dengan majikannya,
yang dapat dilihat pada halaman 78-79.
95
Dalam hal tata cara beribadah, responden mengaku mengalami
kesulitan. Salah satu contohnya adalah perbedaan kebiasaan, yang dapat
dilihat pada halaman 78-79.
Reponden juga mengalami sedikit masalah terhadap apa yang terjadi
di dalam hatinya serta kesulitan-kesulitan dalam beribadah yang ia alami.
Tetapi responden tetap berfikir rasional, yaitu berusaha menalar situasi
frustasinya selogis mungkin. Karena responden juga sedikit mengenal
agama Islam dari ayahnya, jadi responden yakin dapat mengatasi
permasalahannya.
Pada mulanya, istri responden sangat kecewa dengan keputusan
yang responden ambil, hal ini di lihatkan dengan mendiamkan suami
sampai berminggu-minggu. Tak ada kualitas beragama yang dimiliki
responden jika melakukan konversi agama dilandasi dengan rasa untuk
membalas budi kepada orang lain. Namun hal itu tidak terpikirkan oleh
responden keempat ini. Begitu besarnya rasa terima kasih terhadap Tuhan,
karena pertolongan Tuhan melalui majikannya itulah, hidup keluarganya
dapat tercukupi dan terpelihara dengan baik. Yang ada dalam benak
responden ini adalah bagaimana bentuk balas budi yang baik terhadap
majikan yang sangat baik terhadap dia dan keluarganya. Dan akhirnya,
isterinya pun patuh kepada responden, agar berbalas budi baik terhadap
majikan mereka.
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya skripsi yang berjudul Identifikasi Psikologis Individu
yang Berpindah Agama (Studi Kasus di perumahan Graha Padma, Semarang
Barat) ini dilatarbelakangi akan arti pentingnya perhatian yang perlu diberikan
kepada para pelaku konversi agama. Pelaku konversi agama perlu diberi
pemahaman terhadap agama masing-masing dengan mengkajinya lebih dalam
dan komprehensif agar keyakinannya terhadap kebenaran agamanya semakin
kuat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap agama
yang mereka anut.
Empat pelaku konversi agama yang penulis teliti di Perumahan Graha
Padma mengisahkan bagaimana lika-liku hidup dan romantika kehidupan
seseorang. Pertanyaannya kemudian adalah, dapatkah kita mengambil hikmah
dari semuanya itu? Kiranya, sudah selayak ini Allah menjadikannya dengan
tidak sia-sia. Paling tidak, kita dapat memahami bahwa yang berlawanan pada
satu sisi, ada seseorang dalam menempuh sesuatu senantiasa memperoleh
kemudahan, sebaliknya pada sisi lain, ada seseorang yang tidak mudah dalam
kemanusiaan, tidak pernah sepi dari berbagai ujian dan cobaan.
Mengubah kepercayaan dan mengubah keyakinan hidup seseorang
bukanlah pekerjaan mudah. Akan tetapi bukanlah pekerjaan yang mustahil
untuk dilakukan. Karena yang mustahil itu tidak musti untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Akan tetapi usaha semacam itu membutuhkan tidak sedikit
pengorbanan perasaan dan waktu. Sebab, Allah melarang paksaan dalam hal
tersebut. Namun, Tuhan Yang Maha Esa selalu menganugerahkan karunia dan
petunjuk atas hamba yang dikehendaki-Nya.
Ada beberapa kesimpulan yang dapat penulis kemukakan sebagai hasil
dari penelitian ini, yaitu:
98
Pertama, motif dan motivasi yang menyebabkan konversi agama yang
dialami oleh empat pelaku konversi agama di Perumahan Graha Padma,
Semarang Barat terdiri atas:
1. Responden pertama, konversi agamanya memiliki motivasi ingin satu
agama yang sama dengan suaminya. Responden ingin memiliki
kehidupan lebih baik dan tenang dalam berumahtangga.
2. Responden kedua, konversi agamanya memiliki motivasi ingin mencari
kedamaian hati yang bersifat subyektif, yaitu kedamaian hati menurut
responden.
3. Responden ketiga, konversi agamanya memiliki motivasi ingin satu
agama yang sama dengan istrinya, dan mendapatkan kedamaian dan
ketenangan hati bersama istrinya.
4. Responden keempat, konversi agamanya memiliki motivasi patuh kepada
majikan, dan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kehidupan yang lebih baik pada keluarganya.
Kedua, proses yang berjalannya menjalani konversi agama terhadap
empat pelaku konversi agama di Perumahan Graha Padma, Semarang Barat,
berawal dari keadaan jiwa yang mengalami kegoncangan, hal itu dikarenakan
adanya pengaruh kejiwaan berupa perasaan-perasaan yang bersangkutan.
Sedangkan kondisi dan lama prosesnya adalah:
1. Responden pertama, mengalami konflik batin antara keinginan
hatinya dan kekuatan keluarga besarnya. Responden dapat meredakan konflik
tersebut dengan mempunyai anggapan bahwa dalam membina rumah tangga
itu harus satu agama, dan proses konflik konversi ini berlangsung selama dua
tahun.
2. Responden kedua, mengalami konflik batin dalam pencarian agama
secara subyektif, dengan anggapan bahwa panggilan hati dan jalan yang
ditempuh responden adalah benar adanya. Proses konflik konversi ini
berlangsung selama empat tahun.
99
3. Responden ketiga, mengalami konflik batin antara keinginanya untuk
menjadi satu agama yang sama dengan istrinya dengan kekuatan keluarga
besarnya. Namun konflik itu mereda, berganti dengan kemantapan hati untuk
mempelajari Islam dan berpindah masuk ke agama Islam. Proses konflik
konversi ini berlangsung selama dua tahun.
4. Responden keempat, mengalami konflik batin antara ingin masuk ke
agama Islam dengan pendapat istrinya. Namun konflik tersebut mereda karena
kemantapan hati serta luluhnya perasaan istrinya untuk mengikuti langkah
responden. Proses konflik konversi ini berlangsung selama dua tahun.
Empat simpulan diatas erat hubungannya dengan pengaruh dan jiwa
keempat pelaku konversi diatas. Dalam hal ini misalnya, pikiran, ingatan,
kemauan dan sebagainya. Seandainya manusia mampu membuat keseimbangan
antara perasaan dan fungsi-fungsi jiwanya, maka akan terhindarlah manusia
tersebut dari konflik kejiwaan. Akan tetapi dalam prakteknya, tidak semua
manusia mampu menciptakan suasana demikian. Ini dikarenakan manusia itu
sendiri dihadapkan dengan dua hal kekuatan, yaitu kebaikan dan kejahatan.
Biasanya kedua hal itu akan dapat diketahui dengan akal sehat dan tuntunan
agama.
Ketiga, pengalaman-pengalaman yang dialami oleh keempat pelaku
konversi agama di Perumahan Graha Padma, Semarang Barat, setelah
melakukan konversi agama antara lain;
1. Pada responden pertama: kekecewaan setelah melakukan konversi agama,
dari Agama Islam ke Hindu, karena penghianatan suami. Harapan akan
kedamaian dalam satu kepercayaan ternyata pupus sudah karena
perselingkuhan suami. Cinta yang agung menjadi faktor utama dalam
berkonversi agama. Kerelaan dan keikhlasan serta rasa cinta yang tinggi
menjadi semangat dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan
dalam proses berkonversi agama. Walau semua itu hancur berantakan
karena pengkhianatan suaminya. Responden menemukan kesadaran
bahwa Allah SWT telah memperingatkannya dalam kesesatan.
100
Responden mengakui bahwa meninggalkan agama Islam adalah bukan
satu-satunya jalan menuju kebahagiaan, buktinya malah kehancuran yang
dia dapatkan.
2. Pada responden kedua: setelah melakukan konversi dari agama Islam ke
Kristen adalah konversi secara subyektif, karena menurut responden, ia
memperoleh kedamaian hati setelah berkonversi. Responden yang sejak
kecil merasa ragu dengan agama Islam berusaha mencari kebenaran yang
sesuai dengan kata hatinya. Sampai akhirnya responden menemukan
kedamaian setelah berpindah agama. Namun hal itu adalah bersifat
subyektif karena kondisi psikologisnya hanya dilihat dari sudut pandang
responden, bukan secara Islami. Karena menurut agama Islam, justeru
responden malah menuju ke jalan kesesatan yang semakin parah. Karena
responden kurang mendapatkan pengajaran agama yang baik dari
orangtuanya sejak kecil. Apalagi proses konversi responden terjadi di
masa remaja, dimana kondisi psikologisnya sedang labil.
3. Pada responden ketiga: setelah melakukan konversi dari agama Kristen ke
Islam, tujuan hidup menjadi terarah, beban hidup menjadi lebih ringan,
dan ada kepuasan dan perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Proses konversi ini juga dilandasi oleh rasa cinta terhadap
kekasih serta kesadaran bahwa ajaran Islam lebih menenangkan batin
daripada agama sebelumnya, hal itu responden dapatkan dari buku-buku
tentang agama Islam, dan keadaan batin yang jauh lebih menyenangkan
yang sekarang dialami responden.
4. Pada responden keempat: proses konversi agama dari Kristen ke Islam
yang dilatarbelakangi balas budi dan kepatuhan yang tinggi kepada
majikan, adalah suatu bentuk perwujudan rasa terima kasih kepada Tuhan.
Karena pertolongan Allah SWT, melalui kebaikan hati majikannya, hidup
responden beserta keluarganya dapat terpelihara dengan baik.
101
B. Saran-saran
Kesimpulan di atas jangan dijadikan sebagai pedoman final, tetapi
sebagai landasan awal dalam upaya proses rekonstruksi selanjutnya secara
berkesinambungan guna memahami pengalaman keagamaan yang dilakukan
oleh para pelaku konversi agama.
Ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan dalam penelitian ini,
diantaranya adalah:
a. Saran Akademisi
Penulisan skripsi ini hendaknya dapat menjadi titik awal bagi
penelitian selanjutnya terutama bagi yang akan meneliti kondisi psikologis
individu yang berpindah agama. Karena perpindahan agama adalah hal yang
sakral, sehingga pelakunya pun pasti merasakan kejadian-kejadian psikologis
yang istimewa.
Penelitian akademisi lanjutan dari penelitian ini mungkin dapat
berupa penelitian tentang perbedaan dan persamaan kondisi psikologis individu
yang berpindah agama, dari agama lain ke Islam atau dari agama Islam ke
agama lain, sehingga dapat diketahui konversi mana yang lebih dominan
menimbulkan masalah psikologis atau konversi mana yang lebih dominan
memberikan ketenangan psikologis.
b. Saran Praktisi
Dengan dibedahnya kondisi psikologis individu yang berpindah
agama di dalam skripsi ini, hendaknya para pakar praktisi mulai mengetahui
keadaan hati dan perasaan pelaku konversi agama, karena dari dialog yang
penulis deskripsikan, dapat dinilai betapa beratnya proses perpindahan agama
itu. Dialog-dialog dapat menjadi wakil dari kondisi jiwa dari pelaku konversi
agama yang lain.
Dalam memberikan konsultasi psikologis kepada individu yang
berpindah agama, para praktisi hendaknya tidak hanya melihat akibat psikologis
102
konversi agama, tetapi juga sebab-sebab dan juga proses konversi agama yang
dialami individu tersebut.
C. Penutup
Akhirnya, demikianlah penelitian mengenai Identifikasi Psikologis
Individu yang Berpindah Agama (Studi Kasus di perumahan Graha Padma,
Semarang Barat). Sungguh! Ikhtiar ini masih jauh dari sempurna dan mungkin
pula masih “subyektif”. Masih diperlukan pembenahan di sana-sini. Itulah
kekurangan penulis, hanya berkat karunia Tuhan Yang Maha Esa dan segala
dukungan dari segala pihak, proses kegiatan penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
Hanya “ketulusan” niat dan cita-cita “bijaksana” mengakhiri tulisan ini.
Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan
seluruh civitas akademika Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang,
serta masyarakat pada umumnya.
Akhirnya, tiada lain, dalam menempuh realitas kehidupan dengan segala
macam romantikanya, kita dituntut untuk senantiasa melaksanakan segala
perintahnya dengan taat dan patuh terhadap aturan dan hukum-hukum-Nya.
Bila hal ini sudah menjadi komitmen dari setiap pribadi muslim, dari ucapan,
sikap, dan perilakunya yang Islami, InsyaAllah, Allah SWT akan melimpahkan
hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mukti, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini, Rajawali Pers, Jakarta, tth,
Al-Barry Muhammad, Islam dan Sekularisme Antara Cita dan Kenyataan, Ramadhani, Solo,
1988
A.M Hardjana, Dialog Psikologi Agama, Penerbit kanisius, Yogyakarta, 1995
Anwar Saefudin, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001
Arikunto Suharsimi, Prosuder Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
2006
Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta, 2004
Daradjat Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, CV. Bulan Bintang, Jakarta, 1976
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, CV. J-ART, Bandung, 2004
Departemen RI, Pekan Oreantasi Antar Umat Beragama, Proyek Pembinaan Kerukunan hidup
Beragama, Jakarta, 1980
F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia,
Jakarta 1999
Hawi Akmal, Seluk Beluk Ilmu Jiwa Agama, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2005
Irwanto, Psikologi Umum, Prenhallindo, Jakarta, 2002
Jalaludin, Psikologi agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996
Karim Abdul, sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, Jogjakarta,
2007
Kansil JH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai pustaka, Jakarta 1989
Kartono, Kartini, Psikologi Umum, Mandar Maju Bandung, 1996
L Pals Danel, The Seven Theories of Religion, Yogyakarta: Ircisod, 1996Lubis Ridwan, Meretas
Wawasan Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, DEPAG RI dan Badan
Litbang dan Diklat Keagaman, Jakarta, 2005
Muhajir Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Saras, Yogyakarta, 1996
Nazir Moh., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988
Nawawi Haidar, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
1998
Qutb Muhammad, Salah paham Terhadap Islam, Penerbit Pustaka, Bandung 1982
Sudjana Nana,dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru, Bandung,1989
Sujanto Agus, Psikologi Umum; Penerbit Aksara Baru, Cet Ketujuh, Jakarta,1989
Th.Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Perbandingan Agama, Penerbit Pustaka, Bandung 1982
Walgito Bimo, Jalaludin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama; Penerbit Kalam Mulia, Jakarta,1987
Yasyin Sulchan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997
Wawancara dengan responden 1, dilakukan pada hari Senin tanggal 19 September 2011.
Wawancara dengan responden 2, dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 23 September 2011
Wawancara dengan responden 3, dilakukan pada hari Minggu, tanggal 25 September 2011
Wawancara dengan responden 4, dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 1 Oktober 2011
http://keripiku.blogspot.com/2010/11/pengertian-individu-keluarga-dan.html
http://www.wploan.com/2011/04/pengertian-motivasi.html
http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI, Selasa, 14 Juni 2011, 21.10 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow", selasa, 14 juni 2011, 11.30 WIB
Ali, Konflik Dan Frustasi, http://id.shvoong.com/social-sciences/2132798-konflik-dan-
frustasi/#ixzz1PGB24zOn, selasa, 14 juni 2011, 10.59 WIB
http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama-1/, Selasa, 14 Juni 2011, 10.30.
http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/, Selasa, 14 Juni 2011, 10: 35 WIB
http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/, selasa, 14 juni 2011,
10.57 WIB
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Rufita Noer Rochmah (atau: Rufita) dilahirkan sekitar 37 tahun yang lalu,
tepatnya pada tanggal 20 Agustus 1975, di sebuah kampung kecil bernama Kembangsari,
Semarang, tepatnya di Jalan Kelengan Kecil 627-P Semarang, Jawa Tengah. Dia adalah
anak kelima (bungsu) di antara lima bersaudara, dari Ibu Sri Soenarti Isa’i (almh) dan
Bapak Muhammad Tohir Danusunarto (alm).
Masa kecilnya dia habiskan dengan segala bentuk kenakalan, kebandelan, dan
permainan anak-anak. Berbagai permainan dia kuasai dan berbagai kenakalan dia jalani.
Masa kenakalan dan permainan berakhir, berganti masa keseriusan. Lulusan SD
Muhammadiyah XIII Kembangsari (1987), SMPN 1 Semarang (1990), dan SMA Masehi
I Semarang (1993) kemudian menikah tahun 1995, mengikuti suami studi S2 di Jakarta
dari tahun 1995 sampai dengan 1997, dan kembali ke Semarang hingga tahun 2002.
Rufita Noer Rochmah menjadi Ibu dari 2 anak perempuan, yang pertama lahir tahun 1996
dan yang kedua lahir tahun 1997. Pemegang Sabuk Karate Coklat (INKAI kemudian
SHINDOKA – Shitoryu Indonesia Karate-Do) tersebut kembali ke Jakarta mengikuti
suami studi S3 tahun 2002 sampai dengan awal tahun 2006.
Tahun 2006 Rufita Noer Rochmah memulai studi di IAIN Walisongo Semarang,
sementara mengandung dan kemudian melahirkan anak perempuan yang ketiga di tahun
2007. Selama studi di IAIN Walisongo Semarang, Rufita Noer Rochmah membantu
suami mengelola CV. Wahana Profesional Indonesia – Institut Bahasa Inggris WorldPro
di Semarang, Jawa Tengah.
Rufita Noer Rochmah tinggal bersama dengan suami: Doktor Jumanto, dan anak-
anak: (1) Jasmine Indira Pasca JR (16 tahun), Fatmabangsa Manca JR (14 tahun), dan
Madina Indira Bangsa JR (5 tahun), di Perumahan Graha Padma Internusa, Jalan Taman
Anyelir L-9 No. 1 Semarang 50144, Jawa Tengah.