27
LAPORAN TIC ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN MULTIPLE FRAKTUR DI RUANG BEDAH INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG TAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKDI RUANG FRESIA LT 2 RSUP Dr. HASAN SADIKI DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV Nining Sariningsih 220112140102 Ifan Herawan Ismail 220112140006 Weni Rakhmawati 220112140110 Nisa Ikatania 220112140090 Dini Hendrayani 220112140080 Monika Rohmatika 220112140067 Shella Febrita Putri Utomo 220112140058 Wiwi Karlina 220112140046 Tri Nur Jayanti 220112140036 Hanna Khoirotunisa 220112140026 Puji Nurfauziatul Hasanah 220112140019 PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVIII KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS

Igd Konsep Deskripsi Kasus Sgd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keperawatan

Citation preview

LAPORAN TICASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN MULTIPLE FRAKTUR DI RUANG BEDAH INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG TAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKDI RUANG FRESIA LT 2 RSUP Dr. HASAN SADIKI

DISUSUN OLEH :KELOMPOK IV

Nining Sariningsih220112140102Ifan Herawan Ismail 220112140006Weni Rakhmawati220112140110Nisa Ikatania220112140090Dini Hendrayani220112140080Monika Rohmatika220112140067Shella Febrita Putri Utomo220112140058Wiwi Karlina220112140046Tri Nur Jayanti220112140036Hanna Khoirotunisa220112140026Puji Nurfauziatul Hasanah220112140019

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVIIIKEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITISFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG2015Kasus (Multiple Fracture)

Tn. B (34 tahun) datang ke IGD pukul 02.12 WIB akibat kecelakan lalu lintas. Saat kejadian klien mengendarai motor bersama temannya dengan kondisi DPO. Klien langsung dibawa ke IGD oleh polisis dan langsung ditangani oleh dokter dan perawat. Klien datang dengan kondisi fraktur terbuka tibia dextra disertai perdarahan massive, ditemukan juga fraktur tertutup ekstermitas bawah sinistra, ekstermitas atas sinistra (humerus, radial, ulna), dan klien kehilangan bagian ibu jarinya, terdapat cedera kepala dibagian frontal-parietal 11 cm. Klien mengeluh sesak dan nyeri pada bagian dada dan abdomen kuadran I. Penanganan pertama yang dilakukan adalah menghentikan perdarahan dan memasang IV line RL, O2 3 liter/menit, pembersihan area luka, pembidaian pada semua area fraktur, pemasangan kateter (hematuri 200 cc), akral teraba dingin, TD tidak dapat dikaji, Nadi tidak teraba, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT > 2 detik, RR 24x/menit dengan nasal kanul, GCS E4M6V5.Pemeriksaan penunjang:RontgenPemeriksaan laboratorium :Hb 16.9 g/dlHT 48%Leukosit 23.600/mm3Eritrosit 5.55Trombosit 249.000

Step 1

Step 21. Diagnosa keperawatan yang muncul?2. Mengapa tidak dilakukan transfusi?3. Bagaimana penanganan untuk cedera kepala?4. Komplikasi yang mungkin terjadi?5. Observasi apa saja yang perlu dilakukan?6. Penanganan open & close fraktur?7. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan selain rontgen?8. Mengapa terjadi hematuri pada pasien?9. Mengapa klien mengalami sesak dan nyeri pada area dada & abdomen?10. Berapa kebutuhan cairan pasien?11. Berapa kebutuhan oksigen pasien?12. Bagaimana psikologis pasien dan keluarga?STEP 3 dan 41. Kekurangan volume cairan, pola nafas tidak efektif, risiko infeksi2. LO3. Perawatan luka dengan teknik steril, kolaborasi pemberian antipiretik, antikonvulsan, manitol, & operasi bila hematom >25 cc4. Syok hipovolemik, gangguan status mental akibat hipoksia, Compartment Syndrome5. Monitor tanda-tanda TTIK, TTV, tingkat kesadaran klien, pemeriksaan lab6. Penanganan fraktur : a. Reduksi : mengembalikan fragmen pada kesejajaran dan rotasi anatomis, b. Imobilisasi : stlh dilakukan reduksi diikuti dengan immobilasi membantu proses penyembuhan tulangOpen fraktur: kontrol perdarahan, jaga luka tetap bersih, balut luka dengan kasa steril, cek nadi setelah pembalutan, pembidaianClose fraktur: pembidaian 2 sendi (1 sendi dibawah garis fraktur, dan 1 lagi diatas garis fraktur) tujuannya untuk mempertahankan posisi tulang yang patah agar tidak bergerak7. CT scan, MRI8. Trauma mengenai ginjal kerusakan pada dinding kapiler glomerulus hematuria9. Sesak : cedera kepala

Nyeri dada & abdomen:

10. LO11. RR x vol tidal x 20%. RR klien 24x/menit 24 x 8ml/kgBB x 20%=

12.

STEP 5

Multiple FractureASKEPPatofisiologiKonsep :Definisi EtiologiManifestasi Komplikasi PenatalaksanaanPemeriksaan diagnostik

A. TINJAUAN TEORITISa) DefinisiFraktur menurut smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai sesuai jenis dan luasnya. Menurut sjamsuhidayat (2005), faktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. b) KlasifikasiMenurut suzanne C.smeltzer (2002), jenis jenis fraktur :1. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)2. Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.3. Fraktur tertutup (fraktur smpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya; grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling beratMenurut suzanne C.smeltzer (2002), terdapat berbagai jenis khusus fraktur :1. Greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainnya membengkok2. Kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen3. Impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.4. Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang5. Oblik adalah fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal)6. Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang7. Depresi adalah fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)8. Kompresi adalah fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)9. Patologik adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)10. Avulsi adalah tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.11. Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis

Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain-lain). Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi tiga tipe yaitu a) Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang yang menembus kulit.b) Tipe II: Ukuran luka antara 1 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera jaringan lunak yang majorc) Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe: IIIA: Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa memerlukan flap coverage. IIIB: kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant flap coverage. IIIC: Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan perbaikan segera.c) EtiologiFraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer,2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana d) Manifestasi klinikGejala umum fraktur menurut suzanne C. Smeltzer (2002) adalah1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang direncanakaan untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba). Ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ektremitas normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat melekatnya otot.3. Pada fraktur tulang panjang dapat terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5- 5 cm ( 1-2 inchi).4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa jadi baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.G. Pemeriksaan Diagnostik1. Pemeriksaan rongent : merupakan lokasi / luasnya fraktur / trauma, dan jenis fraktur.2. Scan tulang, tomogram, CT scan / MRI : memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pda sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah stress normal setelah trauma5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hatiH. Komplikasia. Komplikasi Awal1) Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.2) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan bebatan yang terlalu kuat.3) Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.4) InfeksiSistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.5) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.6) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.b. Komplikasi Dalam Waktu Lama1) Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.2) NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.3) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.I. Penatalaksanaan MedisTujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure)1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag.3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan disini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 4 unit darah dan membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermiaPemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi.1. Imobilisasi FrakturTujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur. Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai sebelahnya. pada cedera lutut pemakaian long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki.2. Pemeriksaan Radiologiumumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan hemodinamik dan pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan.

Survey SekunderBagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit.Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma arteria.Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber sumber yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah:1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 2 g dibagi dosis 3 -4 kali sehari) dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi Gustilo.3. Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk mengatasi kuman anaerob.Dalam strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya berat dalam patah tulang digunakan srategi Three Step Analgesic Ladder dari WHO. Pada nyeri akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid kuat13. Dosis pemberian morfin adalah 0.05 0.1 mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit secara titrasi sampai mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana pada tahun terakhir ini Ketamine juga dapat dipergunakan sebagai agen analgesia pada dosis rendah (0.5 1 mg/kg). Obat ini juga harus ditritasi untuk mencapai respon optimal agar tidak menimbulkan efek anastesi. Efek menguntungkan dari ketamine adalah ketamine tidak menimbulkan depresi pernafasan, hipotensi, dan menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine adalah dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5 2 mg midazolam intravena) Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan tunggal maupun kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya digunakan adalah femoral nerve block.

Beberapa Kondisi Kegawat-Daruratan Terkait Fraktur Yang Mengancam Nyawa1. Pendarahan Arteri BesarTrauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cedera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.Beberapa hal yang dapat dilakukan saat ditemukannya tanda-tanda syok (nadi meningkat dan melemah, tekanan darah menurun, akral dingin, penurunan kesadaran) adalah :1) Amankan Airway dan Breathing dengan pemasangan alat bantu jalan nafas jika perlu dan pemberian oksigen2) Amankan Circulation dengan cara membebat lokasi pendarahan, pemasangan akses vaskuler, dan terapi cairan awal. Untuk akses vaskuler, dipasang dua kateter IV ukuran besar (minimum no 16). Tempat terbaik untuk memasang akses vena adalah di vena lengan bawah dan di kubiti, tetapi pemasangan kateter vena sentral juga diindikasikan apabila terdapat fasilitas. Untuk terapi cairan awal, bolus cairan hangat diberikan secepatnya. Dosis umumnya 1 hingga 2 liter untuk dewasa dan 20 ml/kg untuk anak anak. Untuk pemilihan cairan awal digunakan cairan kristaloid seperti RL atau NS. Respon pasien kemudian diobservasi selama pemberian cairan awal. Perhitungannya adalah pemberian 3 L kristaloid untuk mengganti 1 L darah. Pemberian Koloid dapat dipertimbangkan apabila dengan pemberian kristaloid masih belum cukup memperbaiki perfusi ke jaringan12.3) Penilaian respon pasien dapat dilakukan dengan memantau beberapa kondisi seperti : 1) tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen) 2) Produksi urin dipantau dengan memasang kateter urin. Target dari produksi urin adalah 0,5 ml/kg/jam untuk dewasa, 1 ml/kg/jam untuk anak-anak. 3) keseimbangan asam basa.4) Saat kondisi pasien stabil, harus dilakukan pemeriksaan atau rujukan untuk menterapi secara definitif penyebab pendarahan tersebut.2. Crush SyndromeCrush Syndrome atau Rhabdomyolysis adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal akut. Kondisi ini terjadi akibat crush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering adalah paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia, dan pelepasan mioglobin.Diperlukan Manajemen kegawatdaruratan yang tepat dan cepat dalam penanganan crush syndrome dan pencegahan komplikasinya. Pada Instalasi Rawat Darurat yang dapat dilakukan adalah:1) Evaluasi ABC2) Pemberian cairan IV. Resusitasi cairan sangat dibutuhkan mengingat sering terjadi hipovolemia. Pemberian normal saline dengan kecepatan 1,5 liter per jam dan targetnya adalah produksi urin 200 300 ml per jam. Pemberian cairan yang mengandung potassium dan laktat sebaiknya dihindari karena akan memperburuk hiperkalemia dan acidosis. Investigasi mendalam terhadap trauma dan memonitor keadaan pasien.3) Pemberian bikarbonat untuk mengobati asidosis4) Setelah keadaan hemodinamik stabil, maka dapat dilakukan terapi definitif untuk kausa seperti trauma3. Sindroma KompartemenSindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan, region glutea, dan paha. Iskemia dapat terjadi karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah :a. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutanb. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebutc. Asimetris pada daerah kompartemen

REFERENSI

Prince A. S et al. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Smeltzer C. S & B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Wilkinson, J.M & Ahem N.R (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDAIntervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi kesembilan. Jakarta:EGC

Parahita, P. S & Kurniyanta, P. 2012. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur Ekstrimitas. Bagian/SMF Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar