10
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kafe Kafe berasal dari kata Prancis yaitu cafe yang berarti coffee dalam Bahasa Indonesia yaitu kopi atau coffeehouse dalam Bahasa Indonesia adalah kedai kopi, istilah ini muncul pada abad ke-18 di Inggris. Kopi pertama kali masuk ke Eropapada tahun 1669 ketika utusan Sultan Mohammed IV berkunjung ke Paris, Prancis, dengan membawa berkarung- karung biji misterius yang nantinya dikenal dengan nama coffee (Soedjono, 2012). Coffeehouse, coffeeshop, café merupakan gabungan dari karakter bar dan beberapa karakter restoran. Di beberapa Negara, café dapat menyerupai resto, menawarkan aneka makanan dan minuman. Bagian terpenting dari sebuah coffeehouse dari awal mulanya adalah fungsi sosialnya, tersedianya tempat dimana orang-orang pergi untuk berkumpul, bercengkrama, menulis, membaca, bermain atau ketika menghabiskan waktu baik dalam kelompok ataupun secara individu (Rusmayanti, 2008). Cafe bisa diartikan sebuah restoran kecil yang biasanya menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang di tempat tersebut. Cafejuga menyediakan tempat untuk bersantai dan dipakai untuk bertemu teman, relasi atau kolega. Sehingga cafe tempat yang tepat untuk melepas penat (Lillicrap, 2008). 2.2 Pelayanan Definisi pelayanan menurut Kotler dan Keller (2009), pelayanan merupakan tindakan ataupun perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain.Pada dasarnya pelayanan bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan suatu. Karakteristik paling mendasar yang membedakan pelayanan adalah sesuatu yang dipahami karena kinerja atau tindakan dari pelayan terhadap pelanggan (Zeithaml dan Mary, 2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kafe Kafe berasal dari kata Prancis yaitu cafe yang berarti coffee dalam Bahasa Indonesia yaitu kopi atau coffeehouse dalam Bahasa Indonesia adalah kedai kopi, istilah ini muncul pada abad ke-18 di Inggris. Kopi pertama kali masuk ke Eropapada tahun 1669 ketika utusan Sultan Mohammed IV berkunjung ke Paris, Prancis, dengan membawa berkarung-karung biji misterius yang nantinya dikenal dengan nama coffee (Soedjono, 2012).

Coffeehouse, coffeeshop, café merupakan gabungan dari karakter bar dan beberapa karakter restoran. Di beberapa Negara, café dapat menyerupai resto, menawarkan aneka makanan dan minuman. Bagian terpenting dari sebuah coffeehouse dari awal mulanya adalah fungsi sosialnya, tersedianya tempat dimana orang-orang pergi untuk berkumpul, bercengkrama, menulis, membaca, bermain atau ketika menghabiskan waktu baik dalam kelompok ataupun secara individu (Rusmayanti, 2008).

Cafe bisa diartikan sebuah restoran kecil yang biasanya menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang di tempat tersebut. Cafejuga menyediakan tempat untuk bersantai dan dipakai untuk bertemu teman, relasi atau kolega. Sehingga cafe tempat yang tepat untuk melepas penat (Lillicrap, 2008). 2.2 Pelayanan Definisi pelayanan menurut Kotler dan Keller (2009), pelayanan merupakan tindakan ataupun perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain.Pada dasarnya pelayanan bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan suatu. Karakteristik paling mendasar yang membedakan pelayanan adalah sesuatu yang dipahami karena kinerja atau tindakan dari pelayan terhadap pelanggan (Zeithaml dan Mary, 2006).

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

6

Menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009), pelayanan adalah segala kegiatan ekonomi yang outputnya bukan berupa produk fisik atau konstruksi, umumnya dikonsumsi saat produksi, dan memberikan nilai tambah (seperti kemudahan, hiburan, ketepatan waktu, kenyamanan atau kesehatan) yang pada dasarnya tidak berwujud. Sedangkan menurut Supranto (2006), pelayanan adalah suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berperan aktif dalam mengkonsumsi jasa tersebut. Menurut Rangkuti (2006), penerima layanan selalu mengharapkan pelayanan yang terbaik, yaitu layanan yang mampu memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan pelanggan terbentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan yang diharapkan. Bila jasa yang dinikmati berada jauh di bawah jasa yang diharapkan, para pelanggan akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa. Sebaliknya, jika jasa memenuhi tingkat kepentingan, mereka cenderung memakai kembali produk jasa tersebut. Terdapat empat karakteristik pokok pada jasa menurut Kotler dan Keller (2009), antara lain:

a. Intangibilty (Tidak Berwujud) Pelayanan tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibau sebelum pelanggan membelinya. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang tidak nyata.

b. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan) Jika suatu barang biasanya diproduksi, disimpan, didistribusikan dan dijual melalui penyalur, lalu dikonsumsi, maka berbeda dengan sebuah pelayanan. Pada umumnya pelayanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.

c. Variabilty (Bervariasi) Pelayanan memiliki sifat bervariabel karena tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

d. Persihability (Tidak Tahan Lama) Pelayanan merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal ini akan menjadi masalah bila permintaannya berfluktuasi.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

7

2.3 Kualitas Pelayanan Kualitas adalah keseluruhan dari fitur dan karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan kebutuhan (Kotler dan Keller, 2009). Menurut Tjiptono (2001), kualitas pelayanan didefinisikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila kualitas pelayanan yang diterima oleh pelanggan lebih baik atau sama dengan yang dibayangkan, maka pelanggan cenderung mencobanya kembali. Namun, bila pelayanan yang diberikan (perceivedservices) lebih rendah dari pelayanan yang diharapkan (expected services), maka pelanggan akan kecewa dan memutuskan hubungan dengan perusahaan (Alma, 2009). Untuk melakukan evaluasi dari kualitas pelayanan, terdapat lima faktor penentu kualitas pelayanan tersebut, yaitu (Zeithaml, Bitner dan Dwayne, 2009):

1. Tangible (Berwujud) Dimensi ini menggambarkan wujud secara fisik dan layanan yang akan diterima oleh pelanggan.

2. Reliability (Keandalan) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan handal dan akurat.

3. Responsiveness (Cepat Tanggap) Dimensi ini menekankan pada perhatian dan ketepatan ketika berurusan dengan permintaan, pertanyaan, dan keluhan pelanggan.

4. Assurance (Kepastian) Pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan kepada pelanggan.

5. Empathy (Empati) Menunjukkan kepada pelanggan melalui layanan yang diberikan bahwa pelanggan itu spesial dan kebutuhan mereka dapat dipahami.

2.4 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

8

kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya (Tjiptono, 2008). Menurut Barnes (2003), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan. Pelanggan dalam mengkonsumsi produk bertujuan mencapai tingkat kepuasan maksimal yang disebut harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan diartikan oleh Aritonang (2005) sebagai hasil penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkan dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Harapan itu kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap kinerja. Jika harapan lebih tinggi dari pada kinerja produk maka jawaban dari penilaian adalah tidak puas, atau sebaliknya jika harapan lebih rendah dari persepsi maka penilaian adalah puas.

Keunggulan suatu jasa tergantung pada keunikan dan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut. Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Salah satu cara yang membedakan sebuah perusahaan jasa dengan jasa lainnya adalah memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaing secara konsisten (Astuti, 2007). Menurut Tjiptono (2008), strategi dalam meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan antara lain: 1. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing

Strategi dimana transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan yang tidak berakhir setelah penjualan selesai. Faktor untuk mengembangkan Relationship Marketing adalah dibentuknya customer database yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina untuk jangka panjang.

2. Strategi Superior Customer Service Perusahaan menerapkan strategi ini berusaha menawarkan yang lebih unggul dari pesaingnya, untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, sehingga perusahaan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya.

3. Strategi Unconditional Guarantees Strategi ini bertujuan meningkatkan kepuasan pelanggan.

4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif Penangan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seseorang yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas, selain itu juga mempunyai manfaat lain, yaitu:

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

9

a. Penyedia jasa restoran memperoleh kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa.

b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif. c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu

dibenahi dalam layanan saat ini. d. Karyawan dapat termotivasi agar dapat memberikan

pelayanan yang lebih memuaskan atau memiliki kualitas yang lebih baik.

2.5 Potential Gain In Customer Value (PGCV) Analisis pelanggan melalui indeks PGCV pertama kali ditulis dalam sebuah jurnal Quality Progress edisi maret 1997 oleh William C. Hom yang menyatakan bahwa indeks potential gain in customer value merupakan konsep dan peralatan yang mudah untuk menganalisa pelanggan. Kemudahan tersebut memberikan jalan bagi analisis importance-performance untuk dapat dibandingkan dalam bentuk kuantitatif yang lebih teliti dan terperinci. Analisis importance dan performance kurang dapat merekomendasikan perbaikan yang menjadi prioritas pertama, sehingga perlu digunakan alat analisis lain yaitu analisis melalui angka indeks potential gain in customer value (Atina, 2010). Atribut yang menjadi potensi untuk diperbaiki merupakan nilai dengan indeks PGCV mulai dari yang terbesar (Siregar, 2006). Menentukan atribut apa saja yang berpotensi untuk diperbaiki adalah atribut yang diatas median dan yang dipertahankan adalah atribut yang dibawah median (Hom, 1977).

Indeks PGCV untuk setiap atribut kualitas tergantung pada dua faktor yaitu ACV (Achieved Customer Value) dan UDCV (Ultimately Desired Customer). ACV adalah suatu nilai yang diperoleh dari pelanggan terhadap kinerja suatu atribut kualitas yang merupakan hasil perkalian antara nilai tingkat kepentingan dengan nilai tingkat kinerja yang diperoleh dari suatu survey. UDCV adalah suatu nilai akhir yang diharapkan pelanggan. Nilai UDCV merupakan hasil perkalian antara nilai tingkat kepentingan yang diperoleh dengan nilai tingkat kinerja tertinggi yang paling mungkin dari skala penelitian yang dibuat. Nilai ACV dan UDCV tergantung pada skala penilaian yang

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

10

digunakan dalam survey. Nilai PGCV diperoleh dari pengurangan nilai UDCV dengan nilai ACV (Hom, 1997).

Kelebihan dari penggunaan metode indeks PGCV ini adalah kemampuannya untuk dapat mengetahui atribut yang harus diperhatikan untuk ditingkatkan berdasarkan nilai potensial kepuasan pelanggan sekaligus mengetahui pelayanan yang tidak terlalu dipentingkan kualitasnya oleh pelanggan sehingga bagi perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya untuk pelayanan tersebut (Christine,2008). Selain itu indeks PGCV memiliki manfaat antara lain : 1. Indeks PGCV dapat memudahkan perhitungan numerik

untuk analisis yang lebih lanjut, seperti analisis korelasi atau model multiple regresi.

2. Indeks PGCV memberikan perbandingan yang lebih tepat daripada perbandingan grafik I-P, dimana perbandingan kualitas atribut mungkin tidak terlihat oleh mata.

2.6 Importance-Performance Analysis (IPA) Metode IPA pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977), tujuannya untuk mengukur hubungan antara persepsi pelanggan dan prioritas peningkatan kualitas produk atau jasa yang dikenal pula sebagai Quadrant Analysis. Metode ini telah diterima secara umum dan dipergunakan dengan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja dalam bentuk diagram (Martinez, 2003). Intepretasi grafik importance-performance analysis sangat mudah, dimana diagram ini dibagi menjadi empat kuadran seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Diagram Cartesius

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

11

Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran yang terdapat dalam diagram kartesius (Supranto, 2006): 1. Kuadran pertama (I), memerlukan penanganan yang perlu

diprioritaskan oleh tingkat manajemen, karena tingkat kepentingan tinggi sedangkan tingkatkepuasan kinerja rendah.

2. Kuadran kedua (II), menunjukkan daerah yang harus dipertahankan, karena tingkat kepentingan tinggi sedangkan tingkat kepuasan kinerja juga tinggi.

3. Kuadran ketiga (III), sebagai daerah prioritas rendah, karena tingkat kepentingan rendah sedangkan tingkat kepuasan kinerja juga rendah. Pada kuadran ini terdapat beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, namun perusahaan harus selalu menampilkan sesuatu yang lebih baik diantara kompetitor yang lain.

4. Kuadran keempat (IV), dikategorikan sebagai daerah berlebihan, karena terdapat faktor yang bagi pelanggan tidak penting, akan tetapi oleh perusahaan dilaksanakan dengan sangat baik. Selain itu dikarenakan tingkat kepentinganrendah sedangkan tingkat kepuasan kinerja tinggi, sehingga bukan menjadi prioritas yang dibenahi.

2.7 Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Budi (2013), dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Brownies Tempe Dengan Metode PGCV (Potential Gain in Customer Value) (Studi Kasus di CV. Aneka Rasa BU Noer)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui atribut dan dimensi kualitas brownies tempe yang diproduksi di CV. Aneka Rasa Bu Noer untuk memperbaiki kinerjanya dan mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap brownies tempe dengan metode PGCV. Hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa atribut kualitas produk yang di bawah median merupakan atribut yang harus dipertahankan kinerjanya, yaitu mencantumkan kadaluwarsa (3,51), rasa brownies tempe (3,59), warna brownies tempe (3,59), varian rasa brownies tempe (3,96), memiliki label halal dan PIRT (3,97) dan desain kemasan (4,09) sedangkan atribut kualitas produk yang di atas median

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

12

merupakan atribut yang harus dilakukan perbaikan, yaitu penggantian produk cacat (4,27), kelegitan brownies tempe (4,78), aroma brownies tempe (4,79) dan ukuran produk (5,01). Dimensi kualitas produk yang memiliki nilai diatas median yaitu dimensi durability (4,89), dimensi conformance (4,78), dimensi features (4,49), dan dimensi serviceability (4,40) sedangkan dimensi yang berada di bawah median yaitu dimensi performance (3,89), dimensi assurance (3,92), dimensi aesthetics (4,09). Perbaikan kinerja pada atribut dan kualitas produk dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap suatu produk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2008), dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus di Restoran Boyong Kalegan Yogyakarta). Restoran Boyong Kalegan merupakan salah satu restoran dengan konsep restoran terapung, yaitu restoran yang didirikan diatas air/kolam di kota Yogyakarta. Konsep restoran yang unik, fasilitas hiburan, dan variasi makanan/minuman yang disajikan merupakan keunggulan pelayanan yang diberikan. Konsep kualitas pelayanan bertumpu pada upaya memuaskan pelanggan berdasarkan harapan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan pelanggan serta mengetahui penyebab apabila terjadi kesenjangan antara harapan dan apa yang diterima pelanggan. Pada penelitian ini didapatkan hasil nilai kepuasan pelanggan sebesar 0,186. Hasil yang didapat dari dimensi kualitas pelayanan adalah daya tanggap (-0,135), keandalan (-0,095), empati (-0,074), dan jaminan (-0,037) yang dianggap belom mampu memenuhi kepuasan pelanggan. Sedangkan variabel yang paling berpengaruh adalah ketanggapan membantu pelanggan (93,02%), ketepatan penghitungan nota (90,00%), menjaga kelengkapan tissue dan tusuk gigi di meja (88,60%), pengetahuan memberikan informasi tentang menu (87,26%), ketepatan melayani pesanan (85,71%), intonasi dan emosi dalam berkomunikai (84,49%), kesabaran dan ketelatenan dalam melayani pelanggan (82,39%), keramahan karyawan (79,87%), lingkungan yang aman dan nyaman (78,95%), kecepatan pelayanan dan penyajian

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

13

(76,71%), kemampuan karyawan merespon keluhan (76,33%), serta kemampuan dan ketanggapan membantu memilih pesanan (73,33%).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardianti (2003), dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Produk Indomie Rasa Daerah Berdasarkan Indeks PGCV (Potential Gain in Customer Value)”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelompok pelanggan berdasarkan indeks PGCV, mengetahui dimensi dan atribut-atribut kualitas produk apa saja yang harus mendapatkan perhatian khusus untuk ditingkatkan dan mengetahui kepuasan pelanggan terhadap Indomie Rasa Daerah. Hasil pada penelitian ini terbentuk dua klaster yang terdiri atas 73 responden untuk klaster 1 dan 27 responden untuk klaster 2. Dari hasil pengolahan data dengan indeks PGCV diperoleh data bahwa dimensi yang harus diperbaiki pada kelompok 1 adalah comformance (nilai indeks PGCV=5,2) terdiri atas atribut pengembangan mie, kekenyalan dan peresapan bumbu, dan feature (nilai indeks PGCV=4,97) terdiri atas atribut variasi rasa, sedangkan pada kelompok 2 adalah dimensi comformance (nilai indeks PGCV=5,9) dan aesthetics (nilai indeks PGCV=5,03) yang terdiri atas atribut warna, gambar dan kemewahan tampilan kemasan. Dimensi yang harus dipertahankan pada kedua klaster adalah Fit and Finish (kepraktisan dan citra merek), dimana untuk kelompok 1 nilai indeks PGCV sebesar 3,5 dan kelompok 2 sebesar 3,54. Dari hasil survey 100 orang responden memilih dua jenis Indomie baik goreng maupun kuah diperoleh hasil bahwa rasa yang paling banyak disukai adalah rasa ayam betutu sebesar 28% untuk mie goreng dan Soto Madura sebesar 63% untuk mie kuah.

Nora Muda dan Nur Riza (2012), dalam penelitiannya tentang “Factors Affecting Customer Satisfaction of the Wi-fi Services”. Metode yang dipakai adalah Importance-Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil penelititan yang didapatkan bahwa faktor 3 yang merupakan kualitas layanan terletak di kuadran satu. Artinya, pelanggan dianggap penting tetapi kinerja rendah. Hal tersebut perlu dilakukan perbaikan kinerjanya. Faktor 5 adalah pembayaran

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaferepository.ub.ac.id/150381/4/Bab_II.pdf · menjual kopi dan terkadang minuman non-alkohol, makanan sederhana atau snacks, dengan fasilitas yangmenunjang

14

tagihan terletak di kuadran tiga. Hal ini menunjukkan bahwa factor ini dianggap sangat penting dan kinerjanya tinggi, sehingga perlu dipertahankan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa faktor-faktor 1 dan 4 berada di kuadran 4. Hal tersebut berarti bahwa kinerja perlu diturunkan, karena tidak dianggap penting. Faktor 1 adalah layanan registrasi, berada di kuadrandua yang memiliki tingkat kinerja dan kepentingan tinggi. Oleh karena itu, factor ini dianggap sangat penting dan kinerjanya memuaskan.

Sukardi dan Codilis C (2010), dalam penelitian tentang “Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Produk Corned Pronas Pada PT. CIP Denpasar Bali. Analisis digunakan menggunakan metode Importance-Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil analisis yang didapat menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian atribut-atribut yang dikaji secara umum sudah baik dan memuaskan, karena tingkat kesesuaiannya diatas rata-rata yaitu 96,63% mendekati nilai 100%. Kuadran satu meliputi aroma, komposisi produk, rasa yang diterima disbanding harga, warna, ukuran volume produk dan mudah didapat. Kuadran dua meliputi ketersediaan tanggal kadaluarsa produk, jaminan halal, dan ijin dari Departemen Kesehatan, informasi produk mudah dan rasa. Kuadran tiga meliputi desain kemasan, aroma ,kepraktisan kemasan dan banyak dikonsumsi orang. Kuadran empat tidak satupun atribut yang masuk didalamnya.