Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang
sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :
1. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu butir tanahnya sendiri
serta air dan udara yang terdapat dalam ruangan antar butir-butir tersebut
(Wesley, 1997).
2. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral
padat yang terikat secara kimia satu dengan yang lain dan dari bahan-
bahan organik yang telah melapuk (partikel padat) disertai zat cair dan gas
yang mengisi ruang-ruang kosong diantara parikel-partikel padat tersebut
(Das, 1995).
3. Tanah adalah kumpulan butiran (agregat) mineral alami yang bisa
dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat termaksud diaduk dalam
air (Terzaghi, 1987).
6
4. Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai/lemah
ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan
(Craig, 1987)
B. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan jenis-jenis tanah yang memiliki
kesamaan sifat tanpa memperhitungkan kondisi dilapangan. Sistim klasifikasi
tanah ini berfungsi untuk mempermudah penjelasan sifat-sifat umum tanah
yang bervariasi tanpa penjelasan secara rinci.
Tanah dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah kohesif dan tanah
tidak kohesif, atau sebagai tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus.
Namun istilah pengklasifikasian tersebut masih terlalu umum, sehingga
memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang
hampir sama sifatnya.
Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan dan mengidentifikasi tanah,
untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, dan juga berguna
untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan tanah dari suatu daerah
kepada daerah lainnya dalam bentuk suatu data. Klasifikasi tanah juga berguna
untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta
kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti
karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya.
7
C. Tanah Organik
Tanah organik umumnya mengacu pada bahan alami dengan daya
kemampatan tinggi namun memiliki kekuatan yang rendah. Tanah organik
terbentuk didaerah berair dangkal, dalam danau, atau empang dengan sisitem
drainase yang buruk.
a. Sifat – Sifat Tanah Organik
Tanah organik mempunyai sifat – sifat sebagai berikut :
1) Warna
Pada umunya tanah organik mempunyai warna coklat sampai hitam
meskipun bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau kemerahan, namun
setelah mengalami dekomposisi dalam waktu yang lama akan muncul
senyawa humik berwarna gelap (Darmawijaya, 1992).
2) Sifat Koloidal
Tanah organik sebagai bahan koloid mampu mengikat air cukup tinggi.
Sifat koloid ini mempunyai kapasitas tukar kation lebih besar dan sifat ini
lebih jelas diperlihatkan tanah gambut daripada tanah mineral (Brady,
1974).
3) Struktur Tanah Organik
Tanah organik bila dalam keadaan kering mudah terbakar dan
dihancurkan, dan memiliki campuran bahan : sedimentary peat, plankton,
fibrous peat (banyak mengandung serat , terdiri dari campuran berbagai
macam lumut Spagnum, rerumputan) dan woody peat yang berasal dari
pohon – pohon hutan dan tanaman di bawahnya (Brady, 1974).
8
4) Reaksi Asam
Menurut Darmawijaya (1992), tanah organik memiliki PH antara 3 – 5.
Dalam proses dekomposisi, tanah organik mengahasilkan asam organik
terakumulasi dengan demikian tanah organik cenderung lebih asam
dibanding dengan tanah mineral.
b. Klasifikasi Tanah Organik
Sistem klasifikasi untuk gambut dan tanah organik telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda oleh berbagai kalangan yang
terlibat, contohnya pertanian, sumber minyak bumi dan rekayasa geoteknik.
Sementara terdapat pendapat yang berlainan mengenai definisi gambut dan
tanah organik, seperti ditunjukkan oleh kandungan abu.
Tanah organik dan tanah gambut dapat juga diklasifikasikan karena material
pembentuknya, kandungan seratnya serta sifat – sifatnya yang tergolong
berbeda dengan jenis tanah yang lainnya, yaitu :
1) Berdasarkan material pembentuknya (Brad dan Neil, 1974).
a) Sedimentary Peat
b) Fibraus Peat
c) Woody Peat
2) Berdasarkan kandungan seratnya (Mac. Farlane, 1969).
a) Fibraus Peat
b) Amaphaus Granular Peat
3) Berdasarkan bentuk dan kondisi geografis (Mane, 1982).
a) Topogeneus Peat (Marsh Peat)
9
b) Ombrogeneus Peat
4) Berdasarkan berat isi rata- rata (Faruhan,1957)
a) Mass Peat
b) Woody Peat
c) Herbaceous Peat
d) Aquatic Peat
e) Aggregat Peat
f) Amarphaus Peat
5) Berdasarkan bahan organik dan kadar serat (ASTM D 2697-69,1989)
a) Spagnum Mass Peat
b) Hypnum Mass Peat
c) Read – Sedge Peat
d) Peat Humus
6) Berdasarkan kandungan abu (ASTM D 4427-84,1989)
a) Kandungan abu rendah
Tanah organik dengan kadar abu kurang dari 5 %.
b) Kandungan abu sedang
Tanah organik dengan kadar abu antara 5 % - 15 %
c) Kandungan abu tinggi
Tanah organik dengan kadar abu lebih dari 15 %
7) Berdasarkan kadar serat (ASTM D 4427-84,1989)
a) Fibric Peat
Tanah organik dengan kadar serat yang lebih besar dari 67 %
10
b) Henic Peat
Tanah organik dengan kadar serat antara 33 % - 67 %
c) Sarpric Peat
Tanah organik dengan kadar serat kurang dari 33 %
Gambar 2.1. Grafik plastisitas Cassagrande
Tanah organik umumnya memilki sifat kompresibilitas tinggi dan kuat geser
undrained yang rendah. Seperti halnya kebanyakan tanah organik memiliki
perilaku rangkak (creep) yang signifikan. Permeabilitas relatif tinggi dengan
nilai koefisien permeabilitas arah horizontal lebih besar dari arah vertikal.
Serat dan sisa-sisa tetumbuhan biasanya memiliki orientasi horizontal
sehingga material ini bersifat anisotropis.
Grafik 1. Grafik plastisitas Cassagrande
11
Beberapa contoh tanah organik tidak menunjukkan mekanisme keruntuhan
selama proses pembebanan (penggeseran). Hal ini disebabkan permeabilitas
tanah organik yang tinggi dan pengaruh perkuatan dari serat organik.
D. Penurunan
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami penurunan
(settlement). Penurunan yang terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya
susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori air di dalam tanah
tersebut. Jumlah dari penurunan sepanjang kedalaman lapisan merupakan
penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari
penurunan segera dan penurunan konsolidasi.
Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir
dengan cepat sehingga pengaliran air pori keluar sebagai akibat dari kenaikan
tekanan air pori dapat selesai dengan cepat.
Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume
tanah, berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan
lapis tanah itu karena air pori didalam tanah berpasir dapat mengalir keluar
dengan cepat, maka penurunan segera dan penurunan konsolidasi terjadi
secara bersamaan.(Das, 1995)
Pada tanah organik perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari
dalam pori ( dikarenakan konsolidasi ) akan terjadi sesudah penurunan segera.
Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lebih
lama dibandingkan dengan dengan penurunan segera (Das, 1995).
12
Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lama
dibandingkan dengan dengan penurunan segera. (Das, 1995).
E. Drainase Vertikal
Berdasarkan teori dari Hardiyatmo, kecepatan konsolidasi yang rendah pada
tanah organik, dan tanah yang mudah mampat lainnya, dapat dipercepat
dengan menggunakan drainase dengan bahan seperti pasir, Ijuk atau bahan
lain yang ditanam secara vertikal. Drainase ini memberikan lintasan air pori
yang lebih pendek kearah horizontal. Karena jarak drainase arah horizontal
yang lebih pendek, maka akan mempercepat proses konsolidasi.
Permeabilitas tanah kearah horizontal yang beberapa kali lebih besar , juga
mempercepat kenaikan nilai kuat geser tanah aslinya. Drainase pasir vertikal
terdiri dari lubang bor vertikal yang menembus lapisan gambut jenuh yang
relatif tebal. Berat timbunan yang berada di atas drainase pasir vertikal akan
menyebabkan tanah yang lunak memampat.
Kemampatan tanah disebabkan karena mengalirnya air kearah lateral drainase
pasir. Dari sini, air mengalir ke atas, menuju lapisan air yang diletakkan pada
dasar tanah timbunan. Bila beban bertambah besar, maka kecepatan
konsolidasi akan bertambah pula.
Kelemahan pada drainase vertikal adalah drainase pasir sangat lemah terhadap
pengaruh geser, khususnya jika geseran ini ditimbulkan oleh perubahan
bentuk atau deformasi tanah dibawah timbunan yang dibangun. Karena itu,
13
kecepatan pembebanan harus sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan
kerutuhan geser tanah (Hardiyatmo, 1995).
F. Landasan Teori
Untuk mempercepat proses penurunan konsolidasi pada suatu konstruksi,
maka dapat digunakan metode drainase pasir. Drainase pasir dibuat dengan
menggali lubang-lubang yang kemudian diisi dengan pasir. Pada saat tanah
diberi beban, tegangan pori akan timbul pada tanah organik dan
mengakibatkan drainase vertikal dan horizontal,(Das, 1995).
Ada dua macam hal pokok yang harus diketahui dalam mempelajari Drainase
pasir, yaitu :
1. Regangan Bebas (Free – Strain)
Apabila beban diletakkan di atas permukaan tanah lentur (fleksibel).
Distribusi beban permukaan seimbang.
2. Regangan Seimbang (Equal – Strain)
Apabila beban diletakkan di atas permukaan tanah kaku. Penurunan
permukaan seluruhnya sama.
14
1. Konsolidasi Regangan Bebas Tanpa Pelumas (Free – Strain
Consolidation With no Smear)
Persamaan dasar teori konsolidasi untuk aliran arah vertikal :
t
u2
2
. z
u
m
k
vw
= Cv 2
2
z
u
…………………………………………..(2.1)
Dalam hal ini :
Cv = koefisien konsolidasi = vw m
k
Untuk drainase radial, berlaku :
r
u
rr
uC
t
uvr
12
2
……………………………………………..(2.2)
Dalam hal ini :
u = tekanan air pori
r = jarak radial rata-ratadari pusat sumuran drainase
Cvr = koefisien konsolidasi arah radial.
Cvr = wv
h
m
k
Kh = koefisien permeabilitas arah horizontal
Untuk penyelesaian persamaan (3.2) digunakan syarat-syarat batas sebagai
berikut :
a. Untuk : t = 0 u = ui
15
b. Untuk : t 0 u = 0 dan r = rw
c. Untuk : r = re u/r = 0
d. Untuk : r = re u/r = 0
u =
r
an
wr TnUUn
rUU 22
,2,12
10
2
01 4exp/2
……………….......…(2.3)
n = w
e
r
r …………………………………………………….............(2.4)
Dalam hal ini :
re = jari-jari ekivalen
rw = jari-jari sumuran drainase pasir
rs = jari-jari daerah pelumas
de = diameter ekvalen
Tr = .. 2
e
vr
d
tC ................................................................................ (2.5)
Dengan Tr : Faktor waktu aliran Radial
Derajat konsolidasi rata-rata arah radial :
Ur = 1 - i
av
U
U ................................................................................ (2.6)
16
2. Konsolidasi Regangan Seimbang Tanpa Pelumas (Equal – Strain
Consolidation With No Smear)
Masalah konsolidasi regangan seimbang tanpa pelumas (rw = rs)
Tekanan air pori pada waktu t dan jari-jari = r :
u =
2ln
422
2
2
w
w
e
e
avrr
r
rr
nFd
u ................................................. (2.7)
Dalam hal ini :
F(n) = 2
22
4
13ln
1 n
nn
n
n
.............................................................. (2.8)
Derajat konsolidasi rata-rata drainase radial :
Ur = 1 – exp.
nF
Tr8 ....................................................................... (2.9)
3. Pembangunan Drainase menggunakan Pasir Vertikal
Dengan menggunakan metode drainase pasir dapat mempercepat
konsolidasi dan sangat membantu dalam penimbunan bendungan tanah,
pembangunan jalan raya atau lapangan terbang yang pemampatannya
sangat tinggi. Untuk membangun drainase pasir vertikal dengan cara
17
membor tanah dimana bangunan akan dibuat dengan diameter tertentu
dengan kedalaman tertentu pula.
Jarak-jarak lubang bor (drainase pasir) dapat dihitung dengan persamaan :
a. Pola/ bentuk bujur sangkar :
R = 0,564 S ....................................................................... (2.10)
b. Pola Segitiga :
R = 0,525 S ....................................................................... (2.11)
Setelah pemboran lubang-lubang selesai, maka lubang-lubang tadi diisi
dengan pasir dan biasanya disebut tiang-tiang pasir. Selanjutnya di atas
tiang-tiang pasir tersebut ditutup atau diberi selimut (blanket) yang
berfungsi sebagai drainase horisontal dengan ketebalan tertentu, kurang
lebih setebal = 0,5 meter. Kemudian baru ditimbun tanah sesuai dengan
konstruksi yang direncanakan.
G. Pemodelan Axisymmetric
Dalam pemodelan ada tiga jenis permodelan yang digunakan yaitu:
1. Permodelan Plane stress merupakan permodelan dengan asumsi tegangan
dianggap nol, sedangkan regangan mempunyai nilai.
2. Permodelan Plane strain merupakan permodelan dengan asumsi regangan
dianggap nol, sedangkan tegangan mempunyai nilai.
18
3. Permodelan Axisymmetric merupakan pemodelan dengan asumsi tegangan
dan regangan mempunyai nilai atau tidak sama dengan nol.
Untuk komponen tanah pasif yang mendistribusikan gaya – gaya kesegala
arah, dengan pemodelan axisymmetric lebih mendekati kondisi sebenarnya di
lapangan. Dengan pemodelan menggunakan pipa silinder dianggap sesuai
dengan kondisi axisymmetric.