Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Produsen Bakso
1. Pengertian Produsen Bakso
Produsen adalah orang yang menghasilkan barang dan jasa untuk
dijual dan dipasarkan. Dalam memasarkan barang-barang dagang dan juga
jasanya biasanya produsen menawarkan harga yang relatif lebih murah karena
prudusen merupakan agen-agen langsung yang banyak dicari oleh orang-orang
khususnya para pedagang untuk membeli barang dagangan yang nanti akan
mereka jual kembali tetapi dengan harga yang relatif lebih mahal (Setia, 2012)
Nurzhafar (2010) menjelaskan produksi merupakan suatu kegiatan
yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan
benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan
menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan
produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan
mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.
Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang
mencukupi. Produsen dapat juga disebut sebagai pelaku usaha, karena kegiatan
dalam pemenuhan produk maupun jasa yang mensuplay adalah podusen.
Berdasarkan Directive dalam Kristiyanti (2009) pengertian produsen
meliputi:
a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur
mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang
6
yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat
cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya.
b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.
c. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda
lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disebutkan bahwa pedagang
bakso merupakan suatu bentuk pelaku usaha yang mana fokus penjualan adalah
produk bakso. Produk dari bakso juga memiliki tujuan yaitu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bidang konsumsi. Produsen bakso membuat produk
pangan yang bahan uatamanya terbuat dari daging yang dihaluskan dan
dicampur dengan bahan-bahan bumbu lainnya kemudian dibuat bulat-bulat dan
direbur.
2. Jenis Produsen Bakso
Jenis produsen atau pelaku usaha menurut Devita (2010) dilihat
berdasarkan perbedaanya dibedakan menjadi dua yaitu Badan Usaha yang
berbadan hukum dan Badan Usaha yang tidak berbadan hukum. Perbedaan dari
keduanya yaitu badan usaha yang bukan merupakan badan hukum tidak akan
dipersamakan kedudukannya sebagai orang sehingga tidak memiliki kekayaan
para pendirinya.
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa produsen bakso masuk dalam
kategori Badan usaha yang tidak berbadan hukum, dimana keuntungan dan
kerugian akan ditanggung kepada sepemiliki usaha atau bisa disebut Usaha
Dagang (UD). Produsen bakso yang menjualkan bakso secara langsung
7
biasanya disebut sebagai pedagang bakso dan masuk pada jenis pedagang kaki
lima. Menurut Eridian dalam Sudaryanti (2000) Pedagang kaki lima ialah
orang-orang dengan modal relatif kecil/sedikit berusaha (produksi-penjualan
barang-barang/jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen
tertentu dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang
dianggap strategis dalam suasana informal.
Di dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 dijelaskan bahwa pedagang kaki
lima merupakan bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor
informal. Usaha kecil yang dimaksud yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang
berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan serta kepemilikan. Sementara usaha kecil informal adalah usaha yang
belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani
penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling,
pedagang kaki lima dan pemulung.
Pedagang bakso dikatakan sebagai pedagang kaki lima jika dilihat dari
sarana yang digunakan ketika berdagang dikategorikan jenis PKL yang menetap
dan tidak menetap. PKL menetap dengan mendirikan atap bangunan tidak
permanen sebagai tempat berjualan sedangkan tidak menetap biasanya berjualan
berkeliling atau bisa disebut pedagang yang keliling (mobile hawkers). Akan tetapi
saat ini bakso diperjualkan dalam bentuk restoran atau resto yang biasanya ada di
pusat perbelanjaan atau mall. Menurut Mary B. Gregoire dan Greathouse (2010)
yang mengemukakan berdasar tujuan bahwa restoran dibagi menjadi dua
pengertian yang dibagi menjadi Onsite foodservice yang secara operasional
menjual makanan hanya untuk mendukung aktifitas utama dan biasanya tergolong
8
non-profit, sedangkan commercial foodservice secara operasional menjual
makanan adalah prioritas utama dan keuntungan diinginkan. Sedangkan untuk
penjualan bakso yang jenisnya restoran bisa mengarah kepada dua pengertian
tersebut, tergantung kepada si pemiliki usaha.
3. Pembagian Wilayah
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977) pola ruang aktivitas pedagang
kecil sangat dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam menjaring
konsumennya. Lokasi pedagang sangat dipengaruhi oleh hubungan langsung
dan tidak langsung dengan berbagai kegiatan formal dan informal atau
hubungan pedagang dengan konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan
ruang kegiatan pedagang maka harus mengenal aktivitas pedagang melalui
penyebaran, pemanfaatan ruang berdasarkan waktu berdagang dan jenis
dagangan serta sarana berdagang.
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977) pola penyebaran pedagang kaki
lima dipengaruhi oleh aglomerasi dan aksesibilitas sebagai berikut:
1. Aglomerasi, aktivitas pedagang selalu akan memanfaatkan aktivitas-
aktivitas di sektor formal dan biasanya pusat-pusat perbelanjaan menjadi
salah satu daya tarik lokasi sektor informal untuk menarik konsumennya.
Adapun cara pedagang menarik konsumen dengan cara berjualan
berkelompok (aglomerasi). Para pedagang cenderung melakukan kerja sama
dengan pedagang yang sama jenis dagangannya atau saling mendukung
seperti pedagang makanan dan minuman. Pengelompokan pedagang juga
9
merupakan salah satu daya tarik bagi konsumen, karena mereka bebas
memilih barang atau jasa yang diminati.
2. ksesibilitas, para pedagang lebih suka berlokasi di sepanjang pinggir jalan
utama dan tempat-tempat yang sering dilalui pejalan kaki.
Tujuan utama dari kegiatan perdagangan adalah untuk menjual barang
dagangan dengan mendapatkan keuntungan. Umumnya kegiatan perdagangan
dilakukan ditempat-tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen.
Ardhiansyah (2003) menerangkan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi lokasi kegiatan dagang PKL, yaitu : faktor Keramaian Lokasi,
kemungkinan konsumen berbelanja tinggi, kenyamanan dan keamanan. Lokasi
dagang yang dianggap aman dan nyaman, yaitu lokasi yang bebas dari
ancaman yang mengganggu. Seperti penertiban atau gangguan dari preman-
preman.
Wilayah penyebaran khususnya untuk pedagang bakso dalam
penelitian ini memilih 7 wilayah Kecamatan yang ada di Yogyakarta yaitu Ktg
(Kotagede), Krt (Kraton), Mtj (Mantrijeron), Tgj (Tegalrejo), Umb
(Umbulharjo), Wrb (Wirobajan), Mgs (Mergangsan). Alasan pemilihan selain
pemerataan wilayah di daerah Yogyakarta dipilih tingginya aktivitas sektor
formal dalam menjaring konsumennya. Pada dasarnya pedagang akan memilih
tempat yang dikiranya ramai dan strategis untuk berjualan baik itu pedagang
kaki lima, pedagang keliling maupun restoran atau rumah makan. Lokasi
pedagang sangat dipengaruhi oleh hubungan langsung dan tidak langsung
10
dengan berbagai kegiatan formal dan informal atau hubungan pedagang dengan
konsumennya.
a. Kecamatan Kotagede
Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian
selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten
Bantul. Sebagai kota kuno bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam yang
berdiri pada tahun 1532 M. Wisatawan mengunjungi kawasan ini untuk
tujuan sejarah, religi, arsitektur, dan ekonomi. Hasil observasi di daaerah ini
terdapat beberpa penjual bakso yang paling banyak ditemui adalah
pedagang bakso keliling yang mayoritas berkeliling dimulai sore hari
sampai malam atau siang sampai sore hari. Mayoritas dari pedagang bakso
keliling mengelilingi daerah perumahan. Sama halnya dengan pedagang
bakso kaki lima selama observasi menemukan 4 pedagang bakso kaki lima
yang mendirikan tenda di pinggir jalan dengan waktu buka pagi sampai sore
hari. Sedangkan untuk pedagang bakso rumah makan atau restoran besar
jarang ditemui hanya ada 3 penjual bakso.
b. Kecamatan Kraton
Keraton Yogyakarta terletak di pusat kota Yogyakarta. Letaknya
sangat strategis, diantara dua lapangan besar yang sering disebut Alun-Alun
Utara (LOR) dan Alun-Alun Selatan (Kidul). Secara geografis Yogyakarta
terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Sebagian besar mata pencaharian
penduduk kraton di Yogyakarta tidak hanya industri, percetakan dan
penerbitan, usaha konstruksi, pertukangan serta jasa reparasi saja yang
11
menjadi mata pencaharian warga kecamatan Kraton Yogyakarta, sebagian
warganya juga berprofesi sebagai pedagang kaki lima dan jasa tour guide.
Hasil observasi sangat jarang adanya pedagag bakso yang masuk kewilayah
Kecamtan Kraton, bisa ditemui ketika arah-arah jalan besar dan hanya
beberapa saja. Pedagang bakso lebih mudah ditemui ketika malam hari
adanya bakso keliling, sedangkan bakso pedagang kaki lima hanya ada
beberapa akan tetapi tempat agak lumayan jauh dari Kraton sama halnya
dengan pedagang bakso restoran atau rumah makan berada diwilayah
sekitaran alun-alun dan malioboro.
c. Kecamatan Mantrijeron
Mantijeron adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar mata pencaharian penduduk
paling banyak karyawan swasta seperti buruh pabrik, wiraswasta lebih
banyak pedagang, buruh tukang atau memiliki keahlian khusus, ibu rumah
tangga dan sektor pertanian atau buruh tani. Dari hasil observasi pedagang
bakso di daerah Kecamatan Mantrijeron hampir banyak ditemui baik itu
keliling maupun kaki lima. Jadwal operasi dari kedua jenis pedagang
tersebut hampir sama akan tetapi pedagang kelilingjauh lebih malam
ketimbang pedagang kaki lima. Sedangkan untuk pedagang bakso dirumah
makan hanya ada 3 itupun bercampur dengan pejualan makan lainnya tidak
khusus menjual bakso dan jam operasional dimulai dari pagi sampai jam 8
malam.
12
d. Kecamatan Tegalrejo
Kecamatan Tegalrejo merupakan salah satu dari 14 kecamatan yang
ada di Kota Yogyakarta. Secara geografis Kecamatan Tegalrejo terletak di
sebelah barat laut Kota Yogyakarta, atau berada pada 7 s/d 8 Lintang selatan
dan 11 s/d 11,1 garis bujur timur, dengan ketinggian 114 m dari permukaan
laut. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor perdagangan
dan jasa. Berdasarkan hasil observasi di Kecamatan Tegalrejo segala jenis
pendagang hampir banyak ditemu baik itu penjual keliling seperti somay,
batagor, bakso pentul dan bakso kuah keliling. Sedangkan pedagang kaki
lima juga banyak ditemui terutama di daerah dekat-dekat perkantoran dan
industri kecil. Kecamatan Tegalrejo lebih biasa disebut dengan wilayah
industri hingga banyak sekali berbagai jenis restoran atau rumah makan
yang dapat ditemui di wilayah tersebut.
e. Kecamatan Umbulharjo
Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang wilayahnya
paling luas yaitu, dengan luas 8,12 km2 atau sebesar 25 %, sedangkan
kecamatan yang wilayahnya paling sempit yaitu Kecamatan Pakualam
dengan luas 0,63 km2 atau sebesar 1,9 %. Berdasarkan hasil observasi
Kecamatan Umbulharjo merupakan wilayah yang ramai penduduk. Oleh
karena itu pedagang bakso sangat banyak ditemui baik itu siang hari
maupun malam hari dari berbagai jenis pedagang yaitu pedagang keliling,
pedagang kaki lima da penjual bakso di rumah makan.
13
f. Kecamatan Wirobrajan
Secara administrasi, Kecamatan Wirobrajan terbagi menjadi tiga
kelurahan, yaitu Kelurahan Patangpuluhan, Kelurahan Wirobrajan dan
Kelurahan Pakuncen. Masyarakatnya memiliki keanekaragaman kegiatan
ekonomi, sebagian besar adalah sektor industri kerajinan rumah tangga.
Berdasarkan hasil observasi Kecamatan Wirobrajan merupakan wilayah
yang ramai penduduk karena banyaknya toko-toko fashion yang terkenal
dan wilayah pasar kuncen yang juga terkenal di wilayah Yogyakarta. Oleh
karena itu pedagang bakso sangat banyak ditemui baik itu siang hari
maupun malam hari dari berbagai jenis pedagang yaitu pedagang keliling,
pedagang kaki lima da penjual bakso di rumah makan.
g. Kecamatan Mergangsan
Kecamatan Mergangsan merupakan salah satu kecamatan di
Yogyakarta yang terletak di sisi bagian selatan Kota Yogyakarta. Sebagai
daerah perkotaan, wilayah Kecamatan Mergangsan merupakan pemukiman
yang padat penduduk, disamping itu wilayahnya juga digunakan untuk
perkantoran dan kegiatan usaha, bahkan di Prawirotaman merupakan
kawasan perhotelan. Namun begitu tanah persawahan juga masih ada
meskipun tinggal sedikit. Dari hasil observasi pedagang bakso di daerah
Kecamatan Mergangsan hampir banyak ditemui baik itu keliling maupun
kaki lima mengingat banyaknya perkantoran dan kegiatan usaha. Sedangkan
untuk pedagang bakso dirumah makan hanya ada 3 itu pun bercampur
14
dengan pejualan makan lainnya tidak khusus menjual bakso dan jam
operasional dimulai dari pagi sampai jam 8 malam.
B. Bakso
1. Pengertian Bakso
Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan
Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan
tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan,
atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas
dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang
telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat
ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki lima hingga
restoran besar. Berbagai jenis bakso sekarang banyak ditawarkan dalam bentuk
makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan mal-mal (Anonim, 2012).
Bakso daging menurut SNI No: 01-3818-1995 merupakan produk
makanan yang dibuat dari campuran daging ternak dengan kadar tidak kurang
dari 50% yang dicampur dengan pati atau serelia tanpa maupun dengan
tambahan bumbu BTP yang diizinkan. Pembuatan bakso biasanya
menggunakan daging segar tanpa mengalami proses pendinginan sebelumnya.
Fase pre-rigor biasanya berlangsung kurang lebih 8 jam setelah post-mortem.
Bakso dapat dikelompokan beberapa jenis sesuai dengan jenis daging yang
digunakan seperti bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, bakso kelinci, dll
(Saddam, 2013).
15
2. Proses Pembuatan Bakso
Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu
penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan, pemasakan.
Pada proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat
proses penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan
stabilitas emulsi adalah di bawah 20˚C. Pemasakan bakso setelah dicetak
dilakukan dengan cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus
(Bakar dan Usmiati 2007).
Pada tahap penghancuran daging bertujuan untuk memperluas
permukaan daging sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak
keluar kemudian jaringan lunak akan berubah menjadi mikro partikel. Proses
penghancuran daging perlu ditambahkan es atau air dingin sebanyak 20% dari
berat adonan agar menghasilkan emulsi yang baik dan mencegah kenaikan
suhu akibat gesekan. Kemudian tahapa pembuatan adadonan, dimana tetelah
daging hancur kemudian dicampur dengan garam dapur dan bumbu
secukupnya. Setelah tercampur merata ke dalam adonan tersebut ditambahkan
tepung tapioca sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dilumatkan hingga
diperoleh adonan yang homogen. Pada saat pembentukan adonan bakso
ditambahkan es batu sekitar sekitar 15-20% atau bahkan 30% dari berat daging
ayam lumat. Es ini berfungsi mempertahankan suhu dan menambah air ke
dalam adonan agar adonan tidak kering dan rendemennya tinggi (Wibowo,
2006).
16
Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang
siap direbus atau dikukus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat
dilakukan dengan menggunakan tangan, caranya adalah adonan diambil
dengan sendok makan kemudian diputar-putar dengan menggunakan tangan
sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka yang sudah mahir, untuk membuat
bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-
remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari lubang antara ibu
jari dan telunjuk membentuk bulatan kemudian bulatan tersebut dilakukann
pengambilan dengan sendok.
Kemudia tahap pemasakan bakso, hal yang haruis diperhatikan dalam
pemaskajan bakso adalah kadan panas. Pemanasan menyebabkan molekul
protein terdenaturasi dan mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi
optimum untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam 0,6 M, pH 6, dan
suhu 65˚C. Untuk mendapatkan kekuatan gel yang maksimum, bakso harus
dijendalkan dengan cara direndam dengan air dengan suhu 28- 30˚C selama 1-
2 jam atau pada suhu air 45˚C selama 20-30 menit. Pemasakan bakso umumya
dilakukan dengan air mendidih dapat juga dilakukan dengan cara blanching
menggunakan uap air panas atau air panas pada suhu 85-90˚C. Pengaruh
pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk
yang kompak. jika bakso yang direbus sudah mengapung di permukaan air
berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat. Kematangan bakso juga dapat
dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Biasanya perebusan bakso ini
memerlukan waktu sekitar 15 menit. Jika diiris, bekas irisan bakso yang sudah
17
matang tampak mengilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lagi.
(Wibowo, 2006).
3. Bahan Utama dan Tambahan Pembatan Bakso
Bahan utama dalam pembutan bakso adalah daging, tepung tapioka
dan air es atau es, adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Daging
Daging merupakan komponen utama karkas. Karkas juga tersusun
dari jaringan lemak adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon.
Komponen-komponen tersebut menentukan kualitas dan kuantitas daging
(Soeparno, 2009). Daging yang digunakan untuk membuat bakso sebaiknya
daging segar. Daging yang telah dilayukan bila digunakan untuk membuat
bakso akan menghasilkan tekstur bakso yang kurang kenyal. Daging yang
digunakan sebaiknya berasal dari bagian paha belakang, paha depan, daging
penutup tanjung, pendasar, gandik, atau bagian-bagian lain yang berserat halus
(Astawan, 2008).
b. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan
dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong segar.
Tepung tapioka yang dibuat dari singkong akan menghasilkan tepung berwarna
putih lembut dan licin. Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, serta pengikat pada industri
makanan olahan (Suprapti, 2005). Pada proses perebusan bakso, dimana tepung
tapioka menjadi salah satu penyusun adonan bakso. Terjadi gelatinisasi
18
sebagian molekul pati dan koagulasi gluten, sehingga bakso menjadi lebih
kenyal.
c. Es Batu/Es
Penggunaan es atau air es sangat penting dalam pembentukan tekstur
bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga
protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin pengiling dan ekstraks
protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air
kedalam adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan
maupun selama perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemen
adonan. Pengunaan es dapat digunakan sebanyak 10-15% dari berat daging
atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Kemudian bahan tambhan dalam pembuatan bakso adalah garam
dapur halus, sedangkan bumbu penyedap dibuat dari campuran bawang putih
dan merica. Garam dapur yang digunakan sekitar 2,5% dan bumbu
penyedapnya sekitar 2% dari berat daging. Bawang putih mengandung
senyawa allicin. Senyawa allicin pada bawang putih ini merupakan penyebab
timbulnya bau yang sangat tajam (Wirakusumah, 2000). Kemudian bahan
campuran lainnya adalah bawang merah. Bawang merah mengandung cukup
banyak vitamin B dan C dan biasanya bawang merah digunakan sebagai
bumbu dan suatu obat- obatan tradisional. Bawang merah banyak di
manfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa pada setiap jenis makanan. Adanya
kandungan minyak atsiri dapat menimbulkan aroma yang khas dan
memberikan cita rasa yang sangat gurih serta mengundang selera makan.
19
Sebaiknya tidak menggunakan penyedap masakan monosodium glutamate atau
vetsin (Wibowo, 2006).
C. Daging Babi
1. Pengertian Daging Babi
Daging merupakan semua bagian dari hewan yang telah ditetapkan
aman dikonsumsi oleh manusia. Struktur daging terdiri dari air, sedikit
karbohidrat, protein dan asam amino, mineral, lemak dan komponen bioaktif
lainnya (Heinz dan HauZinger 2007). Menurut Prieto (2007) kualitas daging
bergantung pada perubahan fisi dan kimia yang terjadi pada daging
sebelumnya, ketika dan setelah hewan dipotong. Kualitas daging dapat dilihat
dari konversi glikogen yang menjadi asam laktat yang terjadi setelah hewan
dipotong. Hal ini dikarenakan besarnya asam laktat akan mengakibatkan
penurunan PH daging sehingga akan memperngaruhi warna daging yang
menjadi salah satu penilaian kualitas daging. Sama halnya menurut Soeparno
(2009) faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna,
keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa serta jus
daging (juiciness).
Babi merupakan hewan berjenis ungulata yang memiliki hidung
mancung panjang dan berhidung ceper, pemakan daging dan tumbuh-
tumbuhan. Babi merupakan jenis daging yang sulit untuk dicerna karena
banyak mengandung lemak. Babi memiliki lemak punggung yang tebal dan
bersifat oxidative rancidity, sehingga secara kimia tidak layak untuk
20
dikonsumsi. Kumari et al (2011) babi termasuk kingdom Animalia, Filum:
Chordata, kelas Mamalia, Ordo Artiodactyla, Familia Suidae, dan Genus Sus.
Babi memiliki banyak spesies, di antaranya adalah Sus barbatus, Sus
bucculentus, Sus cebifrons, Sus celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus
philippensis, Sus Salvanius, Sus scrofa, Sus timoriensis, dan Sus verrucosus.
Dalam mata rantai makanan, babi termasuk omnivora, yang berarti
mengkonsumsi baik daging maupun tumbuh-tumbuhan. Babi adalah hewan
yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Oleh karena itu
babi merupakan salah satu hewan yang mengandung tinggi parasit. Sama
halnya menurut Hilda (2013) babi banyak mengandung parasit, bakteri bahkan
virus yang berbahaya sehingga dikatakan reservoir.
Daging babi (Pork) adalah daging yang diproduksi dari babi untuk
disembelih. Dalam beberapa kepercayaan agama abrahamik, babi tidak boleh
dimakan hukumnya haram. Contohnya adalah seperti ditulis dalam kitab suci
agama Islam al-Quran. Babi juga diharamkan untuk dikonsumsi dalam agama
Yahudi dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di agama Kristen. Babi sendiri
sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang
Eropa dan orang Asia kebanyakan. Babi adalah makanan yang umum di
nusantara sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah. Beberapa suku
bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku
Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan keseharian,
seperti suku Bali, Toraja, Papua, Batak, masyarakat Manado, dll. Dalam
masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan ternak yang
21
umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi di
nusantara (Anonim , 2012).
Menurut Kumari et al (2011) ciri-ciri daging babi yang utama adalah
dengan pencium yang mana daging babi memiliki bau yang khas, dagingnya
lebih kenyal, mudah direnggangkan, berair, warna daging lebih pucat, serat
lebih halus, lemak cenderung lebih putih, elastis dan sangat basah sehingga
sulit dipisahkan dari dagingnya. Sedangkan menurut Prieto (2007) cirri daging
babi lebih berwarna merah muda, keabu-abuan hingga mendekati merah. Pada
intinya terdapat 4 ciri yang dapat dilihat berdasarkan warna , tekstur dan basah
dagingnya. Dilihat berdasarkan PCE (Pucat, Lembut dan Eksudatif) merupakan
daging dengan kaulitas yang buruk, berdasarkan RFN (Merah, keras dan tidak
mengeluarkan Eksudatif) merupakan daging dengan kualitas baik, berdasarkan
RSE (merah, lembut Eksudatif) dan berdasarkan DFD (Gelap, Keras dan agak
kering) kedua jenis tersebut merupakan insidens daging 6% dan 5%.
Dilihat berdasarkan komposisi dan nilai gizi daging bervariasi diantara
spesiesnya karena banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik,
lingkungan serta nutrisi makanan. Dilihat dari nilai nutrisi pada daging
berhubungan erat dengan protein, lemak, karbohidrat dan kontribus kalori.
Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi
daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, daging mengandung air,
lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Sedangkan kontribusi kalori
sebagai bahan pangan yang lebih vital berasal dari protein, mineral tertentu,
22
dan vitamin B (Suardana dan Swacita, 2008). Menurut Soeparno (2011)
kandungan kimia daging babi lokal mengadung air 65%, protein 21,6%, lemak
17,2% dan abu 1,3%.
Heinz dan Hauzinger (2007) menjelaskan bahwa daging babi sangat
mirip dengan daging sapi. Perbedaan dari kedua daging tersebut adalah lebih
banyak mioglobin pada daging sapi sehingga warna akan lebih merah. Adapun
kandungan yang ada dalam daging babi dengan pembanding daging sapi adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Perkiraan Kandungan Daging Babi dan Daging Sapi
Produk Air (%) Protein
(%)
Lemak
(%)
Mineral
(%)
Kalori
(KJoule)
Daging sapi (kurus) 75 22,3 1,8 1,2 116
Daging sapi 54,7 16,5 28 0,8 323
Daging sapi berlemak 4 1,5 94 0,1 854
Daging babi (kurus) 75,1 22,8 1,2 1,0 112
Daging babi 41,1 11,2 47 0,6 472
Daging babi berlemak 7,7 2,9 88,7 0,7 812
2. Lemak Daging babi
Lemak ialah senyawa organik yang memiliki sifat tidak larut dalam
air, dan dapat diekstraksi oleh larutan organik nonpolar. Lemak merupakan
salah satu zat makromolekul yang digunakan oleh tubuh untuk proses
metabolisme. Lemak mempunyai sifat umum yaitu lidak larut dalam air, larut
dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida, mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen,
kadang-kadang juga mengandung nitrogen dan fosfor, bila dihidrolisis akan
menghasilkan asam lemak , berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan.
Daging babi sendiri mengandung kadar lemak yang lebih tinggi dibanding
23
dengan sapi dan kambing. Lemak babi biasanya digunakan untuk banyak
makanan atau sebagai makanan yang mirip dengan mentega. Penggunaan
lemak babi pada masakan telah dikurangi akibat dari masalah kesehatan dan
memiliki gambaran yang buruk, namun, banyak masakan dan toko kue
menggunakannya. Lemak babi secara luas masih digunakan untuk
memanufakturkan sabun.Tabel berikut akan menjelaskan kadar lemak yang
terdapat dalam daging babi:
Tabel 2. Kandungan Energi Lemak Daging Babi
Energi Lemak Babi Satuan
Jumlah Kandungan Energi Lemak Babi 630Kkal
Jumlah Kandungan Protein Lemak Babi 9,1 g
Jumlah Kandungan Lemak Lemak Babi 65 g
Jumlah Kandungan Karbohidrat Lemak Babi 1,1 g
Jumlah Kandungan Kalsium Lemak Babi 13mg
Jumlah Kandungan Fosfor Lemak Babi 108 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Lemak Babi 0 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Lemak Babi 0 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Lemak Babi 0,38mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Lemak Babi 0mg
Lemak pada babi termasuk lemak hewani. Salah satu materi yang
terdapat pada lemak hewani adalah kolesterol. Kolesterol ( C27H45OH )
adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak hewani / minyak, empedu,
susu, kuning telur. Kolesterol merupakan lemak yang berwarna kekuningan
dan seperti lilin yang diproduksi oleh tubuh terutama didalam hati. Kolesterol
merupakan lemak yang penting, namun jika terlalu berlebihan dalam darah
dapat membahayakan kesehatan. Kolesterol ada dua sumbernya: pertama
kolesterol yang ada dalam makanan, kedua hati dan usus yang mensintesis
kolesterol dari senyawa-senyawa yang konfigurasi molekulnya berbeda dari
24
kolesterol. Kolesterol penting dalam struktur dinding sel dan dalam bahan
yang membuat kulit kedap air.
3. Kadar pH daging babi
Nilai pH adalah log negatif dari konsentrasi ion H. Jika suatu zat
melepaskan ion H+ ke dalam cairan akan meningkatkan konsentrasi ion H+
cairan tersebut maka disebut sebagai asam, serta memiliki nilai pH di bawah
7,0. Sebaliknya, jika menarik ion H+ maka disebut basa, yang memiliki nilai
pH di atas 7,0. Nilai pH 7,0 dikatakan sebagai pH netral. Tingginya nilai pH
pada daging mentah diduga karena rendahnya cadangan glikogen yang terdapat
pada ternak sebelum mati. Rendahnya tingkat glikogen dapat mencegah
kontraksi yang hebat, dan dibutuhkan untuk pelepasan enzim lisosomal.
Kemungkinan lain adalah daging belum mengalami rigormotis yang sempurna,
sehingga pH belum mencapai titik ultimatnya. Pencapaian titik ultimat
dipengaruhi pula hubungan kapasitas moksidasi otot dan luas area serabut Type
I.
4. Bakso Daging Babi
Khusus untuk bakso dengan campuran daging babi dikalangan
masyarakat menjadi suatu hal yang tabu khususnya untuk umat muslim. Dalam
ajaran agama umat muslim bahwa daging babi adalah salah satu daging yang
diharamkan. Hal ini dikarenakan daging babi banyak mengandung bakteri,
parasit dan virus sehingga sangat membahayakan ketika dikonsumsi. Bakso
daging babi biasanya dapat ditemukan di beberapa penjual tertentu yang
dikhususkan untuk para peminat-peminta tertentu. Oleh karena itu secara
25
umum tidak ada yang menyebutkan adanya bakso babi, kecuali digunakan
sebagai bahan campuran bakso sapi untuk penjual-penjual tertentu. Daging
babi untuk umat muslim menyebutnya dengan makanan tidak halal (haram).
Pengharamannya tertulis di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah serta ijma para
ulama karena melihat dari beberapa kemudharatan baik dari aspek kimia,
mikrob maupun psikologi (Jammaluddin, 2011).
Dalam Al-Quaran yang tertera dalam Surat Al-Baqoroh Ayat 173
menjelaskan tentang makanan-makanan haram untuk dimakan yaitu bangkai,
darah, daging babi dan hewan-hewan disembelih tanpa menyebutkan asma
Alllah SWT. Sayuthi dan Jalaluddin (2008) menjelaskan dalam isian tersebut
bahwa mempunyai maksud haram untuk dimakan, yang mana lebih spesifik
pada bagian daging karena merupakan bagian yang paling diminati. Sedangkan
bagian tubuh lainnya seperti lemak, bulu dan tulang juga termasuk dalam
kategori haram untuk dimakan.
Karakteristik jenis daging apapun jika diolah menjadi bakso maka
akan mengalami perubahan karakteristik. Bakso memiliki karakter kenyal dan
tidak mudah hancur ketika matang. Berdasarkan Bandan Standar nasional
bakso memiliki kreteria standar diantaranya bau cenderung gurih, rasa khas
daging (yang diizinkan) warna abu-abu, mengandung air maksimal 70%,
protein 9%, lemak maksimal 2%, bahan tambahan panganan sesuai SNI,
timbale maksimal 2Mg/Kg, tembaga 20 Mg/Kg, seng 40 Mg/Kg, timah 40
Mg/Kg, raksa Mg/Kg, cemaran arsen 1 Mg/Kg, bakteri ecoli maksimum 10
APN/g dan ecoli kurang dari 3 APN/g, salmonela negatif, stapillococcus
26
maksimal 1x102 Koloni/g, colostrodium prefinges maksimal 1x10
2 Koloni/g,
Enterecocci 1x103 Koloni/g.
D. Daging Sapi
1. Pengertian Daging Sapi
Daging merupakan sekumpulan jaringan otot yang melekat pada
rangka. Kebutuhan daging sebagai sumber protein hewani terus mengalami
peningkatan, seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya makanan bergizi. Salah satu hal yang menjadi
acuan konsumen dalam pemilihan daging adalah sifat fisik, antara lain warna,
keempukan, tekstur, kekenyalan dan kebasahan. Sifat fisik memegang peranan
penting dalam proses pengolahan dikarenakan sifat fisik menentukan kualitas
serta jenis olahan yang akan dibuat (Komariah dkk., 2009).
Sapi termasuk dalam filum chordate (yaitu hewan-hewan yang
memiliki tulang belakang), kelas mammalia (menyusui), ordo artiodactyla
(berkuku atau berteracak genap), sub ordo ruminansia (pemanah biak), family
bovidae (tanduknya berongga), genus bos (pemanah biak berkaki empat).
Spesiesnya terbagi dua, yaitu bos Taurus (sebagian bangsa sapi yang ada) dan
bos indicus yaitu sapi-sapi yang memiliki punuk (Siregar, 2013). Sapi sebagai
ternak ruminansia memiliki lambung majemuk yang terdiri dari empat
kompartemen, yaitu : rumen, reticulum, omasum dan obomasum. Oleh
karenanya sapi mempunyai kemampuan mengkonsumsi dan mencerna bahan
pakan berserat tinggi seperti rumput-rumputan dan jerami. Kemampuan ini
27
disebabkan adanya populasi mikrobia sebagi sumber asam amino dan volatile
fatty acids (VFA-asam lemak atrisi) sebagai sumber energi yang dibutuhkan
untuk hidup pokok dan produksi ternak sapi (Sutrisno, 2002).
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang
mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral, dan sedikit karbohidrat
sehingga dengan kandungan tersebut menjadikan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan menjadikan mudah mengalami kerusakan
(Nurwantoro et al., 2012a). Bahan pangan asal ternak menjadi berbahaya dan
tidak berguna apabila tidak aman, oleh karena itu, perlu penjagaan yang mutlak
dalam keamanan pangan supaya menjadikan berguna bagi tubuh.
Menurut Astawan dalam Wijaya, (2008) beberapa kelebihan dan
kandungan gizi yang terdapat pada daging sapi antara lain:
1. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging sapi terdapat pula kandungan
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta mengandung
beberapa jenis mineral dan vitamin. Secara umum, daging sapi merupakan
sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besiserta vitamin B kompleks
(niasin, riboflavin, dan tiamin), meskipun rendah kadar vitamin C nya.
2. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan sumber bahan
pangan nabati.
3. Daging sapi mengandung energi sebesar 207 kkal/100 gram. Jumlah energi
dalam daging sapi ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam
serabut-serabut otot.
28
4. Daging sapi mengandung kolesterol. Dengan alasan kesehatan, banyak
orang yang antipati terhadap kolesterol. Sikap demikian diwujudkan dengan
menghindari konsumsi bahan makanan berkolesterol, seperti daging, telur,
dan produk-produk olahan susu. Padahal, bahan-bahan makanan tersebut
merupakan sumber zat gizi yang sangat baik karena sarat protein, vitamin,
dan mineral. Selain itu, kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi
organ tubuh. Kolesterol berguna untuk menyusun empedu darah, jaringan
otak, serat saraf, hati, ginjal, dan kelenjar adrenalin.
Komposisi daging sapi terdiri dari 19% protein, 5% lemak, 70% air,
3,5% zat-zat non protein, dan 2,5% mineral. Sumber lain menyatakan bahwa
daging sapi terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang
larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003).
2. Total Koloni Daging Sapi
Bahan pangan asal ternak seperti daging, susu dan telur merupakan
bahan pangan yang mudah rusak dan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk
perkembangan bakteri perusak dan pembusuk karena mempunyai kadar air
tinggi, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya
berbeda, mengandung senyawa karbohidrat yang dapat di fermentasi, kaya
akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan
mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme. Daging
mudah mengalami kerusakan oleh bakteri dengan ditandai perubahan bau dan
timbul lendir yang biasanya terjadi jika jumlah bakteri menjadi jutaan atau
29
ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan danging dan kerusakan
tersebut disebabkan oleh bakteri pembusuk (Sa‟idah et al., 2011). Cemaran
bakteri pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan kesehatan manusia
adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus aureus,
Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp. dan Listeria sp (Syukur,
2006).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada daging dibagi
menjadi dua kelompok yaitu faktor interinsik dan faktor eksterinsik. Faktor
interinsik terdiri dari nilai nutrisi daging, kadar air, pH potensi oksidasi-reduksi
dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat, sedangkan faktor
eksterinsik terdiri dari temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen,
dan bentuk atau kondisi.
Awal pencemaran pada daging sapi terjadi pada saat penyembelihan
dengan alat-alat yang digunakan tidak steril dan pencemaran daging sapi
semakin memburuk pada saat distribusi karena daging sapi dari RPH sudah
terkontaminasi bakteri dan mengalami pertumbuhan bakteri (Arifin et al.,
2008). Semua hal yang kontak langsung dengan daging seperti halnya meja,
peralatan, penjual, pembeli, dan lingkungan dapat menjadi sumber
kontaminasi. Syarat mutu mikrobiologis daging sapi sesuai (SNI 3932:2008b)
ditampilkan pada Tabel 3
30
Tabel 3. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Sapi
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Total Plate Count cfu/g Maksimum 1x 106
Coliform cfu/g Maksimum 1x 102
Staphylococcus aurens cfu/g Maksimum 1x 102
Salmonella sp per 25 g Negatif
Escherichia coli cfu/g Maksimum 1x 101
3. Kadar PH Daging Sapi
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam menentukan kualitas
daging. Pada saat hewan masih dalam keadan hidup nilai pH pada otot yaitu
sekitar 7,0 - 7,2. pH daging sapi berkisar antara 5,46 sampai 6,29 (Yanti et al.,
2008). Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis
postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya
antara 5,4 - 5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau
obat, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim
yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang menghasilkan variasi
pH daging.
Penurunan pH pada ternak bervariasi, hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor interinsik dan ekterinsik. Faktor interinsik antara lain spesies, tipe otot,
glikogen otot, dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor eksterinsik
antara lain adalah temperatur lingkungan, perlakuan adanya bahan tambahan
sebelum pemotongan dan stress sebelum pemotongan (Lawrie 2003). Setelah
fase rigormortis pH terendah yang dapat dicapai daging 5,1 dan tertinggi 6,2
apabila pH sudah melebihi pH tertinggi maka akan menjadikan ideal untuk
pertumbuhan bakteri dan semakin banyak bakteri akan menjadikan pH
meningkat. Semakin lama daging sapi berada pada suhu ruang akan
31
menjadikan semakin banyak basa yang dihasilkan akibatnya semakin
meningkatnya aktivitas bakteri dan terjadi proses pembusukan yang diikuti
peningkatan pH dan peningkatan pertumbuhan bakteri selain itu maksimal
pemaparan terhadap suhu ruang dari daging yang masih berada pada pH
normal yaitu sampai 6 jam karena masih berada pada proses glikolisis
posmortem (Suradi, 2012).
4. Protein Daging Sapi
Pada umunya bahan makanan yang menghasilkan protein nabati
mengandung asam amino yang kurang lengkap, sedangkan protein hewani
mengandung asam amino yang lengkap. Apabila bahan makanan terdiri dari
berbagai macam, maka kekurangan salah satu asam amino dalam suatu bahan
makanan akan ditutupi oleh kelebihan asam amino yang sama dari bahan
makanan lainnya. Protein berdasarkan asam amino pembentuknya,
dikelompokkan manjadi protein sempurna, protein tidak sempurna, dan protein
kurang sempurna. Kasein pada susu, albumin pada telur merupakan protein
sempurna. Berdasarkan sumber pangannya, protein dibedakan atas protein
hewani dan protein nabati. Protein hewani banyak terdapat pada daging, telur,
ikan dan susu yang merupakan protein sempurna berasal dari sumber pangan
protein hewani (Tejasari, 2005).
Ditinjau dari komposisi asam amino, protein daging sapi merupakan
protein yang tergolong protein berkualitas tinggi karena banyak mengadung
asam amino esensial yang dibutuhkan manusia. Total dari asam amino esensial
32
yang dibutuhkan manusia menurut FAO adalah 36% dan menurut FNB (Food
and Nutrition Board) adalah 37,7%.
Tabel 4. Komposisi Asam Amino Esensial Protein Daging Sapi
Asam Amino Esensial % Protein Kasar
Arginin 6,6
Histidin 2,9
Isoleusin 5,1
Leusin 8,4
Lisin 8,4
Metionin 2,3
Fenilalanin 4,0
Threonim 4,0
Triptopan 1,1
Valin 5,7
5. Lemak Daging Sapi
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Pada umumnya, karkas sapi atau kambing dipotong
menjadi empat potongan depan (fore quarters) dan dua potongan belakang
(hind quarters). Potongan depan dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian atas
disebut sampil dan daging iga, sedangkan bagian bawah sandung lemur dan
short plat. Bagian belakang dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pinggang
disebut daging has (loin). Bagian perut disebut flank dan bagian paha disebut
round. Daging khas merupakan daging yang berasal dari bagian pinggang, otot
yang berada pada lokasi ini jarang digunakan untuk beraktivitas. Susunan asam
lemak daging sapi segar pada bagian has dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Ragam Asam Lemak Daging Sapi Segar pada Bagian Has
Jenis Asam Lemak Jumlah %
Asam lemak Jenuh
Laurat
Miristat
0,37
5,05
21,70
33
Palmitat
Stearat
1,17
TOTAL 28,29
Asam lemak tidak jenuh
Oleat
Linoleat
Linolenat
33,61
2,61
1,51
TOTAL 33,73
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung
lemak cukup tinggi. Adanya lemak ini memberikan kesan juicy pada daging.
Namun begitu, lemak pada daging mudah mengalami kerusakan. Kerusakan
lemak ditandai dengan timbulnya bau dan rasa tengik. Hal ini disebabkan oleh
otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh pada lemak. Otooksidasi ini
dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan katalis,
seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat
(Cu, Fe, Co, dan Mn), logam porfirin (hematin, hemoglobin, mioglobin, dan
klorofil), dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 2008).
6. Kadar Air Daging Sapi
Batas ambang kadar air daging sapi yaitu 65 - 80%. Kadar air dalam
daging segar tercatat memiliki rata-rata 75%, untuk batas normal antara 65 -
80% (Lawrie 2003 Kadar air yang tersedia dalam daging sangat mempengaruhi
tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Kualitas karkas yang berhubungan
dangan umur dan lemak intramuskuler mempunyai pengaruh terhadap kadar air
daging dan sapi yang mendapat pakan berenergi tinggi akan meninmbun lemak
intramaskular lebih cepat dibanding sapi yang diberikan pakan berenergi
rendah sehingga jumlah deposisi lemak intramaskular lebih banyak dan
34
berdampak pada presentase kadar air yang rendah. Kadar air dalam daging
juga dipengaruhi oleh kandungan lemak intramuskuler yang terdapat dalam
otot (Nurwantoro et al., 2012).
Kadar air pada daging selain dipengaruhi oleh lemak intramaskuler
pada otot dipengaruhi pula oleh umur ternak, ternak muda memiliki kadar air
yang lebih tinggi daripada yang lebih tua karena semakin meningkatnya umur
semakin meningkat deposisi lemak intramaskuler yang menjadikan penurunan
kadar air. Penurunan kadar air disebabkan karena adanyan tekanan osmosis.
Tekanan osmosis merupakan pertukaran air antara sel dengan lingkungan
karena perbedaan konsentrasi (Kuntoro et al., 2007).
E. Porcine Detection Kits
PerkinElmer‟s Porcine Detection Kits menyediakan hasil deteksi
untuk daging babi dalam waktu yang sangat cepat dan langsung di tempat pada
beberapa tipe daging. Terdapat dua unit alat yang tersedia yaitu alat uji untuk
daging mentah dan sudah diproses. Porcine Detection Kit untuk daging mentah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: memungkinkan untuk mendeteksi daging
babi pada produk daging mentah; memiliki sensitivitas tinggi 0.05 % daging babi
pada jenis daging lain; chromatographic immunoassay yang cepat; mudah untuk
digunakan; dan deteksi sensitivitas minimum: batas deteksi terbawah (0,05 % babi
pada daging sapi, 0,05% pada daging ayam) (PerkinElmer 2011).
Porcine detection kit menggunakan prinsip immunochromatographic
rapid test dan dapat digunakan untuk qualitatif dan semi quantitatif penentuan
35
kandungan daging babi pada produk pangan. Alat yang digunakan dalam Porcine
Detection Kits adalah strip test seperti yang terliha dalam gambar 2.1. Terdapat
tiga bagian utama dalam strip test yaitu zona aplikasi, zona reaksi dan zona
deteksi. Zona aplikasi (A) merupakan bantal sampe sebagai area aplikasi, zona
rekasi (B) merupakan bantalan konjugat sebagai area reaksi, zona deteksi (C)
merupakan zona garis uji dan garis kontrol yang terletak pada membran
nitroselulosa sebagai area deteksi dan pada bagian bantalan absorpsi (Absorption
Pad) untuk penyerapan. Spesifikasi Strip tes memiliki ketebalan 5 mm dan
panjang 60 mm (Huang SH 2006).
Gambar 1. Skema Proses immunochromatographic pada Porcine detection kit
Proses imunnochromatographic prinsipnya target antigen diikat
dengan antibody spesifik tinggi yang kemudian akan memberikan warna pada
partikel mikro. Kemudian pewarnaan berpindah ke garis test yang mengikat anti
body babi spesifik lainya untuk memberikan pewarnaan pada garis yang
36
mengindikasikan hasil positif. Sama halnya dengan penjelasan Peruski et al
(2003) dalam gambar 2 Tahapan aliran proses immunochromatographic.
Gambar 2. Tahapan aliran proses immunochromatographic
Tahapan aliran proses immunochromatographic pada Porcine Detection
Kits berdasarkan gambar di atas adalah sebagai berikut: (1) cairan sampel yang
melekat pada bantalan sampel bertemu dengan antibodi berlapis koloid emas lalu
mengalir ke bantalan konjugat, (2) cairan sampel dan antibodi tersebut melekat
menjadi immun kompleks pada bantalan konjugat, (3) immun kompleks mengalir
pada nitroselulosa membran dan bertemu dengan antibodi lainnya yang terdapat
pada garis tes dan garis kontrol, (4) immun kompleks tersebut melekat pada
antibodi garis tes dan garis kontrol menghasilkan pewarnaan garis merah
keunguan pada kedua garis, dan hasil pewarnaan yang valid terjadi setelah 15
menit kemudian. Kedua garis (test dan kontrol) yang mengalami pewarnaan
merah keunguan, maka hasil pengujian sampel tersebut positif mengandung
antigen babi. Sebaliknya jika garis kontrol saja mengalami pewarnaan, maka hasil
37
pengujian sampel tersebut negatif, tidak mengandung cemaran babi (BL Inc
2007).
Metode ini sudah di lakukan pengujian dengan sangat teliti dan
menghasilkan hasil yang terbukti spesifik. Jika dirasa hasil meragukan maka dapat
dilanjutkan dengan meng-analisa kembali sample dengan metode quantitatif salah
satu nya metode ELISA. Beberapa keunggulan dari Porcine detection kit ini
adalah : (1) Analisa dapat dilakukan hanya dalam waktu 10- 15 menit; (2) Analisa
dapat mudah sekali dilakukan tanpa butuh alat khusus; (3) Analisa ini dapat
mendeteksi daging babi kadar 0,1% pada produk olahan dan 0,005% pada bahan
baku daging segar; (4) Biaya yang dibutuhkan untuk analisa ini sangat murah
dibandingkan dengan metode lainya.
F. Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah “diduga ada kandungan babi
pada bakso dengan dengan varian produsen di wilayah Kota Yogyakarta yang
belum mempunyai sertifikat halal.