Upload
vandan
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Persediaan
Menurut Pardede (2005), persediaan (inventory) adalah sejumlah barang
atau bahan yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu di masa yang akan
datang. Sediaan terjadi apabila jumlah bahan atau barang yang diadakan (dibeli
atau dibuat sendiri) lebih besar daripada jumlah yang digunakan (dijual atau
diolah sendiri).
Menurut Ristono (2009), persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang
yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan
datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah
jadi, dan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi
di simpan sebelum digunakan atau dimasukan ke dalam proses produksi,
sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan di simpan sebelum dijual
atau dipasarkan.
Menurut Heizer dan Render (2010), persediaan adalah salah satu asset
termahal dari banyak perusahaan, mewakili sebanyak 50% dari keseluruhan
modal yang diinvestasikan. Manajer operasi diseluruh dunia telah menyadari
bahwa manajemen persediaan sangatlah penting. Di satu sisi, sebuah perusahaan
dapat mengurangi biaya dengan mengurangi persediaan. Di sisi lain, produksi
dapat berhenti dan pelanggan menjadi tidak puas ketika sebuah barang tidak
tersedia. Tujuan manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara
investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan.
Menurut Assauri (2008), persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi
barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual suatu periode usaha yang
normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses
produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam
suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts
yang disediaakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan
untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk
memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.
8
2.2. Faktor Penyebab Munculnya Persediaan
Menurut Sumayang (2003), penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai
berikut:
1. Menghilangkan pengaruh ketidakpastian. Untuk menghadapi ketidakpastian
maka pada sistem ditetapkan persediaan darurat yang dinamakan safety
stock. Jika sumber dari ketidakpastian dapat dihilangkan, maka jumlah
inventory maupun safety stock dapat dikurangi.
2. Memberi waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian. Kadang-
kadang lebih ekonomis memproduksi barang dalam proses atau barang jadi
dalam jumlah besar atau dalam jumlah paket yang kemudian disimpan
sebagai persediaan.
3. Untuk mengantisipasi perubahan pada demand dan supply. Inventory
disiapkan untuk menghadapi bila ada perkiraan perubahan harga dan
persediaan bahan baku.
2.3. Manfaat Persediaan
Menurut Assauri (2008), alasan diperlukannya persediaan oleh suatu
perusahaan adalah karena:
1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk
memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat produksi proses yang
lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat
jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
Alasan-alasan utama untuk mengadakan sediaan menurut Pardede (2005),
adalah kaitannya dengan hal-hal berikut :
1. Berjaga-jaga
Pengadaan persediaan dapat dipandang sebagai suatu cara untuk
berjaga-jaga tehadap kemungkinan tidak tersedianya atau tidak cukupnya
bahan-bahan pada saat dibutuhkan. Kemungkinan seperti itu terjadi apabila
permintaan berubah-ubah dan tidak dapat diramalkan. Penyebab lainnya
adalah masa tunggu (lead time) yang berubah-ubah dan sering tidak dapat
9
diperkirakan. Penyebab itu dapat juga kedua-duanya sekaligus, yaitu
permintaan tidak pasti. Sediaan yang diadakan dengan maksud untuk
berjaga-jaga terhadap kemungkinan seperti itu disebut sediaan berjaga-
jaga(buffer stock).
2. Pemisahan operasi (operation decoupling)
Pada suatu rangkaian kegiatan pengolahan, setiap kegiatan sangat
bergantung kepada, atau dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan lain. Pada
beberapa kegiatan yang berurutan, apabila satu kegiatan terhenti maka
kegiatan berikutnya akan terganggu. Untuk mengatasi hal ini maka dua
kegiatan yang berurutan dapat dipisahkan dari segi sediaan. Dengan cara ini
suatu kegiatan yang mengikuti, atau yang merupakan lanjutan dari, kegiatan
lain “dibekali” dengan sediaan bahan dalam pengerjaan sehingga
ketergantungan terhadap kegiatan pendahulunya dapat diperkecil.
Disamping itu, pemisahan kegiatan dari segi sediaan juga dilakukan
agar setiap kegiatan dapat direncanakan jadwal secara bebas tanpa harus
menyesuaikannya dengan jadwal-jadwal kegiatan lain.
3. Pemantapan produksi (smoothing production)
Apabila sejumlah barang yang diminta berubah-ubah naikturun secara
tidak teratur, perusahaan tidak harus menaik-turunkan tingkat pengolahan
untuk memenuhinya. Pengolahan dapat diusahakan agar selalu berada pada
tingkat yang tetap dengan bantuan sediaan. Pada saat jumlah barang yang
dibuat lebih besar dari jumlah yang diminta maka sediaan akan menumpuk.
Sediaan ini nantinya akan digunakan untuk menutupi kekurangan pada saat
jumlah yang dibuat rendah dari jumlah yang diminta.
4. Penghematan biaya penanganan sediaan
Pada suatu rangkaian kegiatan pengolahan, bahan-bahan mengalir
mulai dari kegiatan tahap awal hingga kegiatan tahap akhir. Pergerakan
bahan-bahan ini tentu saja membutuhkan biaya terutama pada kegiatan
pengolahan yang terputus-putus (intermitten production process). Biaya ini,
yang disebut biaya penanganan sediaan(material handling cost), dapat
dihemat dengan cara mengadakan atau menempatkan sediaan di antara dua
kegiatan yang berurutan.
10
5. Penghematan biaya pengadaan bahan
Biaya pengadaan bahan (material procurement cost) akan dapat
dihemat melalui pemanfaatan potongan jumlah (quantity discount) yang
ditawarkan oleh perusahaan pemasok. Potongan jumlah diperoleh apabila
pembelian dilakukan dalam jumlah besar, dan pembelian dalam jumlah
besar akan dimungkinkan dengan pengadaan sediaan.
2.4. Fungsi Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), persediaan dapat melayani beberapa
fungsi yang menambal fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi
persediaan adalah sebagai berikut:
1. “Decouple” atau memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi.
Sebagai contoh, jika persediaan sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan
tambahan mungkin diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi
dari pemasok.
2. Melakukan “decouple” perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi
pelanggan. Persediaan seperti ini digunakan secara umum pada bisnis
eceran.
3. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam
jumlah besar dapat mengurangi biaya pengiriman barang.
4. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga.
Menurut Assauri (2008), persediaan yang diadakan mulai dari yang bentuk
bahan mentah sampai dengan barang jadi, mempunyai fungsi yaitu:
1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan
yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan risiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga
dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran
arus produksi.
11
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6. Memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya
dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau
memberikan jaminan tetap tersediaanya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan
penggunaannya atau penjualannya.
2.5. Jenis Persediaan
Menurut Nasution dan Prastyawan (2008), dilihat dari jenisnya persediaan
dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok
(supplier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan
dihasilkan perusahaan.
2. Bahan setengah jadi (work in process) adalah bahan baku yang sudah diolah
atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-
langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.
3. Barang jadi (finish good) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap
untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-
lokasi pemasaran.
4. Bahan-bahan pembantu(supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkan
untuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk
akhir yang dihasilkan perusahaan.
Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-fungsi
persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan, yaitu:
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory), digunakan untuk
melakukan decouple (memisahkan) pemasok dari proses produksi.
Bagaimanapun juga, pendekatan yang lebih dipilih adalah menghilangkan
variabilitas pemasok akan kualitas, kuantitas, atau waktu pengantaran
sehingga tidak diperlukan pemisahan.
2. Persediaan barang setengah jadi (work in process-WIP inventory) adalah
komponen-komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa
proses perubahan, tetapi belum selesai. WIP ada karena waktu yang
12
diperlukan untuk menyelesaikan sebuah produk (disebut waktu siklus).
Mengurangi waktu siklus akan mengurangi persediaan.
3. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi (maintenance, repair,
operating-MRO) adalah persediaan-persediaan yang disediakan untuk
persediaan pemeliharaan, perbaikan dan operasi yang dibutuhkan untuk
menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. MRO ada
karena kebutuhan serta waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan dari
beberapa perlengkapan tidak diketahui. Walaupun permintaan akan MRO
merupakan fungsi dari jadwal pemeliharaan, permintaan-permintaan MRO
lainnya yang tidak terjadwal harus diantisipasi.
4. Persediaan barang jadi (finish good inventory) adalah produk yang telah
selesai dan tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke
persediaan karena permintaan pelanggan di masa mendatang tidak
diketahui.
2.6. Biaya Persediaan
Menurut Ristono (2009), biaya persediaan dapat dibedakan atas:
1. Ongkos pembelian (purchase cost)
Ongkos pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak
luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan atau
dapat dikatakan pula bahwa biaya pembelian adalah semua biaya yang
digunakan untuk membeli suku cadang. Penetapan dari biaya pembelian ini
tergantung dari pihak penjualan barang atau bahan sehingga pihak pembeli
hanya bisa mengikuti fluktuasi harga barang yang ditetapkan oleh pihak
penjual.
2. Ongkos pemesanan atau Biaya persiapan (order cost/set up cost)
Ordering cost adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
pemesanan barang ke supplier. Besar kecilnya biaya pemesanan sangat
tergantung pada frekuensi pesanan, semakin sering memesan barang maka
biaya yang dikeluarkan akan semakin besar dan sebaliknya. Biaya
pemesanan secara terperinci meliputi :
1. Biaya persiapan pesanan, antara lain :
a. Biaya telepon atau ongkos menghubungi supplier
13
b. Pengeluaran surat menyurat
2. Biaya penerimaan barang, seperti :
a. Biaya pembongkaran dan pemasukan ke gudang
b. Biaya laporan penerimaan barang
c. Biaya pemeriksaan barang atau biaya pengecekan
3. Biaya pengiriman pesanan ke gudang
4. Biaya-biaya proses pembayaran, seperti biaya pembuatan cek,
pengiriman cek atau biaya transfer ke bank supplier, dan sebagainya.
3. Ongkos simpan (carrying cost/holding cost/storage cost)
Ongkos simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam
persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk
menyimpan persediaan, atau dapat pula dikatakan biaya yang timbul akibat
penyimpanan barang maupun bahan (diantaranya: fasilitas penyimpanan,
sewa gudang, keusangan, asuransi, pajak dan lain-lain). Yang termasuk
dalam biaya simpan antara lain:
a. Biaya sewa atau penggunaan gudang.
b. Biaya pemeliharaan barang.
c. Biaya pemanasan atau pendinginan, bila untuk menjaga ketahanan
barang dibutuhkan faktor pemanas atau pendingin.
d. Biaya menghitung dan menimbang barang.
4. Biaya kekurangan persediaan (stockout cost)
Dengan kekurangan persediaan maka biaya yang timbul adalah sebagai
berikut:
a. Kehilangan pendapatan.
b. Selisih harga komponen.
c. Terganggunya operasi.
Menurut Heizer dan Render (2010) biaya persediaan meliputi:
1. Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang terkait dengan
menyimpan atau “membawa” persediaan selama waktu tertentu. Oleh
karena itu, biaya penyimpanan juga mencakup biaya barang usang dan biaya
yang terkait dengan penyimpanan, seperti asuransi, pegawai tambahan, dan
pembayaran bunga.
14
2. Biaya pemesanan (ordering cost) mencakup biaya dari persediaan, formulir,
proses pesanan, pembelian, dukungan administrasi, dan seterusnya. Ketika
pesanan sedang diproduksi, biaya pesanan juga ada, tetapi mereka adalah
bagian dari biaya penyetelan.
3. Biaya penyetelan (setup cost) adalah biaya untuk mempersiapkan sebuah
mesin atau proses untuk membuat sebuah pesanan. Ini menyertakan waktu
dan tenaga kerja untuk membersihkan serta mengganti peralatan atau alat
penahan. Manajer operasi dapat menurunkan biaya pemesanan dengan
mengurangi biaya penyetelan serta menggunakan prosedur yang efisien,
seperti pemesanan dan pembayaran elektronik.
2.7. Model Pengendalian Persediaan
2.7.1 Analisis ABC
Menurut Heizer dan Render (2010), analisis ABC membagi persediaan yang
ada menjadi tiga klasifikasi dengan basis volume dolar tahunan. Analisis ABC
adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip Pareto. Prinsip Pareto menyatakan
terdapat “sedikit hal yang kritis dan banyak yang sepele”. Gagasannya adalah
untuk membuat kebijakan-kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan
pada bagian-bagian persediaan kritis yang sedikit dan tidak pada banyak yang
sepele. Tidaklah realistis jika memantau barang-barang yang tidak mahal dengan
intensitas yang sama dengan barang-barang yang sangat mahal.
Untuk menentukan volume dolar tahunan dari analisis ABC, mengukur
permintaan tahunan dari setiap barang persediaan dikalikan biaya per unitnya.
Barang-barang kelas A adalah barang yang volume dolar tahunannya tinggi.
Walaupun barang ini hanya mempresentasikan 15% dari barang-barang
persediaan total. Barang kelas A juga mempresentasikan 70% sampai 80% dari
penggunaan uang secara keseluruhan. Barang-barang kelas B adalah barang
persediaan dengan volume dolar tahunan yang sedang. Barang ini
mempresentasikan sekitar 30% dari barang persediaan dan 15% sampai 25% dari
nilai total. Barang dengan volume dolar tahunan kecil adalah kelas C yang hanya
mempresentasikan 5 % dari volume dolar tahunan, tetapi mewakili sekitar 55%
dari barang persediaan total.
15
Gambar 1. Representasi grafik dari analisis ABC
Kriteria lain dari volume dolar tahunan juga dapat menentukan klasifikasi
barang, seperti perubahan-perubahan teknik yang diantisipasi, masalah-masalah
pengantaran, masalah kualitas, atau biaya unit yang tinggi yang menyebabkan
barang naik ke klasifikasi yang lebih tinggi. Keuntungan membagi barang-barang
persediaan ke dalam kelas adalah kebijakan dan kontrol dapat diterapkan pada
setiap kelas. Adapun kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC:
1. Membeli sumber daya yang ditujukan untuk pengembangan pemasok harus
jauh lebih tinggi untuk barang A secara individu dibandingkan dengan
barang C.
2. Barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat, barang
tersebut mungkin ditempatkan di bagian yang lebih aman, dan akurasi
catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering diverifikasi.
3. Meramalkan barang A memerlukan perhatian lebih dibanding barang
lainnya.
2.7.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity, EOQ)
Menurut Pardede (2005), model jumlah pesanan terhemat (economic order
quantity model = EOQ model) digunakan dalam menentukan jumlah barang yang
akan dipesan untuk setiap kali pemesanan serta jumlah biaya pengadaan bahan-
bahan. EOQ menunjukkan jumlah barang yang harus dipesan untuk setiap kali
pemesanan agar biaya sediaan keseluruhan menjadi sekecil mungkin.
Barang A
Barang BBarang C
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pers
en d
ari p
engg
unaa
n do
lar t
ahun
an
Persen dari persediaan
16
Menurut Heizer dan Render (2010), model kuantitas pesanan ekonomis
(economic order quantity-EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan yang
tertua dan paling dikenal, tetapi berdasarkan beberapa asumsi:
1. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen.
2. Waktu tunggu yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan
diketahui dan konstan.
3. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata
lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu
waktu.
4. Tidak tersedia diskon kuantitas.
5. Biaya variable hanya biaya untuk menyiapkan atau melakukan pemesanan
dan biaya menyimpan persediaan dalam waktu tertentu.
6. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan
pada waktu yang tepat.
Dengan asumsi tersebut, grafik penggunaa persediaan terhadap waktu
memiliki bentuk gigi gergaji, seperti pada Gambar 2. Permintaan bersifat konstan
sepanjang waktu, perediaan menurun pada laju yang sama sepanjang waktu.
Setiap kali tingkat persediaan mencapai 0, pesanan baru dibuat serta diterima, dan
tingkat persediaan melompat ke EOQ. Proses ini terus berlanjut sepanjang waktu.
Gambar 2. Penggunaan persediaan dalam waktu tertentu
17
Pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya
penyimpanan (holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering cost) dalam
bentuk grafik. Kurva biaya penyimpanan menunjukkan sebuah garis lurus yang
naik apabila jumlah persediaan bertambah besar. Kurva biaya pesanan
menunjukkangaris lengkung menurun mendekati nol apabila jumlah persediaan
bertambah.Kurva biaya persediaan total (TC) merupakan penjumlahan dua kurva
biayatersebut, dimana kurva tersebut akan menurun dan mencapai titik minimum
pada jumlah persediaan tertentu dan kemudian naik lagi. Dalam hal ini Q = EOQ
akantercapai pada perpotongan antara kedua kurva tersebut.
Gambar 3. Biaya total sebagai fungsi dari kuantitas pesanan
2.7.3 Persediaan Pengaman (Safety Stock, SS)
Menurut Pujawan (2005), safety stock fungsinya adalah sebagai
perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan
biasanya menyimpan lebih banyak dari yang diperkirakan dibutuhkan selama
suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa
harus menunggu. Menentukan berapa besarnya persediaan pengaman adalah
pekerjaan yang sulit. Besar kecilnya persediaan pengaman terkait dengan biaya
persediaan dan service level.
Menurut Ristono (2009), faktor-faktor yang menentukan besarnya safety
stock adalah :
1. Penggunaan bahan baku rata-rata
Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama
periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata
18
penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan
karena peramalan permintaan langganan memiliki risiko yang tidak dapat
dihindarkan bahwa persediaan yang telah ditetapkan sebelumnya atas dasar
taksiran tersebut habis sama sekali sebelum penggantian bahan/barang dari
pesanan datang.
2. Faktor waktu atau lead time (procurement time)
Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan
bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut
dan diterima di gudang persediaan. Lamanya waktu tersebut tidaklah sama
antara satu pesanan dengan pesanan yang lain, tetapi bervariasi.
2.7.4 Reorder Point
Menurut Riyanto (2001), reorder point ialah saat atau titik di mana harus
diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan
material yang dipesan itu adalah tepat pada waktu dimana persediaan di atas
safety stock sama dengan nol. Dengan demikian diharapkan datangnya material
yang dipesan itu tidak akan melewati waktu sehingga akan melanggar safety
stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point tersebut, maka
material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil
material dari safety stock. Dalam penetapan reorder point haruslah kita
memperhatikan faktor–faktor sebagai berikut; yaitu, penggunaan material selama
tenggang waktu mendapatkan barang (procurement lead time) dan besarnya safety
stock.
Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan
presentase tertentu.
2. Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan
penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock.
Menurut Heizer dan Render (2010) Titik pemesanan ulang (reorder point)
dicari dengan cara :
ROP = (Permintaan per hari)(lead time untuk pemesanan baru dalam hari)
ROP = d x L ……………………………………………………………………(1)
19
Persamaan untuk ROP ini mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan
bersifat konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambahkan stok tambahan,
seringkali disebut pengaman (safety stock).
2.8. Penelitian Terdahulu
Saragi (2010) dalam penelitiannya berjudul Analisis Perencanaan dan
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada UKM Waroeng Cokelat Bogor
bertujuan untuk mempelajari sistem pengadaan dan pengendalian persediaan
bahan baku di Waroeng Cokelat; meramalkan tingkat permintaan pada produk
Waroeng Cokelat; menghitung tingkat persediaan yang optimal bagi Waroeng
Cokelat; menghitung serta mengevaluasi tingkat biaya persediaan bahan baku
yang optimal bagi Waroeng Cokelat. Hasil penelitian menggunakan EOQ
didapatkan jumlah pemesanan dan jarak antar pemesanan yang sama pada bahan
baku, yaitu mengikuti jumlah pemesanan terbesar pada cokelat, sehingga jumlah
pemesanan sebanyak 39 kali dengan jarak waktu antar pemesanan 8 hari. Total
biaya yang dikeluarkan dengan model EOQ, yaitu sebesar Rp 2.521.909 dan
dengan metode perusahaan sebesar Rp 2.587.800; sehingga menghasilkan
penghematan sebesar Rp 65.891.
Sari (2010) dalam penelitian berjudul Pengoptimalan Persediaan Bahan
Baku Kacang Tanah Menggunakan Metode EOQ (Economic Order Quantity) di
PT. Dua Kelinci Pati bertujuan untuk mengetahui jumlah pembelianbahan baku
yang optimal, jumlah persediaan pengaman, waktu pemesanan kembali dan total
biaya persediaan untuk periode 2009/2010 di PT. Dua Kelinci Pati. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh bahwa pembelian bahan bakukacang tanah menurut
metode EOQ selama periode 2006/2007-2008/2009 lebihbesar daripada kebijakan
perusahaan dan kuantitas pembelian kacang tanah optimal untuk periode
2009/2010 sebesar 53.406.993 kg. Persediaan pengaman untuk periode 2009/2010
sebesar 283,3777 kg. Waktu tunggu kedatangan bahan baku kacang tanah (lead
time) yang optimal adalah 2 hari sejak bahan baku dipesan hingga tiba di gudang
perusahaan. Selama periode 2006/2007-2008/2009 PT. Dua Kelinci tidak
menerapkan adanya titik pemesanan kembali (reorder point), sedangkan titik
pemesanan kembali untuk periode 2009/2010 sebesar 445.341,6527 kg. Total
20
biaya persediaan bahan baku selama periode 2006/2007- 2008/2009 menurut
metode EOQ lebih kecil daripada kebijakan perusahaan dan total biaya persediaan
untuk periode 2009/2010 sebesar Rp 256.867.628,9. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan diperoleh bahwa pengendalian persediaan bahan baku kacang
tanah di PT. Dua Kelinci selama periode 2006/2007- 2008/2009 belum efisien.