Upload
duongdan
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN TEH
Tanaman teh (Thea sinensis L) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara
perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (Benson, 1959
dalam Setiawan, 2009). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut
pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum
sebagai bahan minuman.
Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sekitar 75 – 80 % dari
berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering.
Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat
larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi
serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tannin-
nya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993 dalam Setiawan, 2009).
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox
(orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox
murni sudah jarang sekali digunakan dan yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane.
Sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di
Indonesia.
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan
gambaran tentang kedua cara pengolahan.
Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC
No Sistem orthodox Sistem CTC
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Derajat layu pucuk 44%-46%
Ada sortasi bubuk basah
Tangkai/tulang terpisah, disebut badag
Diperlukan pengeringan ECP
Cita rasa air seduhan kuat
Tenaga kerja banyak
Tenaga listrik besar
Sortasi kering kurang sederhana
Fermentasi bubuk basah 105-120 menit
Waktu proses pengolahan berlangsung lebih
dari 20 jam
Derajat layu pucuk 32%-35%
Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah
Bubuk basah ukuran hampir sama
Pengeringan cukup FBD
Cita rasa air seduhan kurang kuat, air
seduhan cepat merah
Tenaga kerja sedikit
Tenaga listrik kecil
Sortasi kering sederhana
Fermentasi bubuk basah 80-85 menit
Waktu proses pengolahan berlangsung
kurang dari 20 jam
Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000)
Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaan-
perbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
7
Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC
No Uraian Orthodox CTC
1
2
3
4
Bubuk
Cita rasa
Penyajian
Kebutuhan penyajian
Agak pipih
Kuat
Lambat
400-500 cangkir/kg
Butiran
Kurang kuat
Cepat
800-1000 cangkir/kg
Sumber : Achmad Imron (2001) dalam Setiawan (2009)
Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap mutu bubuk teh yang dihasilkan
yaitu pada strength, warna, flavour dan rangsangan seduhan teh. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
reaksi enzimatis selama pengolahannya. Komposisi kimia daun teh segar dan teh hitam disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam
Komposisi Daun segar (%) Teh hitam (%)
Selulosa dan serat kasar
Protein
Khloropil dan pigmen
Pati
Tanin teh
Tanin teroksidasi
Kafein
Asam amino
Mineral
Abu
34
17
1.5
8.5
25
0
4
8
4
5.5
34
16
1
0.25
18
4
4
9
4
5.5
Sumber : Nasution dan Wachyuddin (1985)
Dalam proses pengolahan teh hitam ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam
mendapatkan teh hitam dengan mutu yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah varietas tanaman teh,
keadaan dan struktur tanah, tata cara pemeliharaan, keadaan iklim, ketinggian, pengawasan mutu
terhadap teh yang dihasilkan, dan tata cara pengolahan. Pengolahan yang sebaik apapun tidak akan
mendapatkan mutu bubuk teh hitam yang baik apabila mutu daunnya itu sendiri tidak baik.
B. BUDIDAYA TANAMAN TEH
Pada tahapan kegitan budidaya tanaman teh untuk menghasilkan pucuk teh sangat penting
dalam menentukan kualitas teh yang akan dihasilkan. Budidaya tanaman teh merupakan titik awal
penyediaan bahan baku dalam proses produksi teh, sehingga perlu perhatian khusus pada proses ini.
Adapun tahapan budidaya tanaman teh meliputi kegiatan pembibitan, penyiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan tanaman (pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, penyulaman dan
pemangkasan) sampai pemanenan yaitu pemetikan pucuk teh.
8
Gambar 1. Diagram alir budidaya tanaman teh
(Sumber : Petunjuk teknis budidaya teh PTPN VIII, 2003 dalam Setiawan, 2009)
1. Pembibitan (Persemaian)
Proses pembibitan merupakan hal yang sangat penting penting yang bisa menentukan
keberhasilan dari mutu tanaman teh yang dihasilkan, selain itu pembibitan yang baik pun akan
menghasilkan kualitas pucuk yang baik.
Ada beberapa cara perbanyakan tanaman teh, yang secara umum dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu perbanyakan secara generative melalui biji dan perbanyakan secara vegetatif
melalui akar, stek batang, sambungan dan okulasi. Pembibitan teh dengan stek berupa klon
merupakan cara yang paling cepat dan popular untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah
yang banyak dan mempunyi sifat-sifat sama yang dimiliki oleh tanaman induknya. Meskipun
demikian, pembibitan teh dengan menggunakan biji dari teh itu sendiri sesungguhnya mempunyai
beberapa keuntungan yaitu adaptabilitasnya lebih luas, potensi produksi baik, dan keanekaragaman
perdu mempunyai pengaruh yang baik terhadap mutu teh jadi, karena pucuk teh yang dihasilkan
mengandung zat penentu kualitas yang tercampur secara alami pada tipa-tiap perdu.
Bagian tanaman yang dijadikan bahan stek adalah tunas dari ranting dengan sehelai daun.
Persyaratan sebelum dilakukan penanaman, bibit harus dekat dengan areal yang akan ditanami
dengan tujuan untuk memudahkan pemindahan dari kebun pembibitan menuju lahan yang akan
Pembibitan
Penyiapan lahan
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan
Pemetikan
Pemeliharaan tanaman
menghasilkan
Pucuk teh basah
9
ditanami, topografi sebaiknya rata dan apabila miring sebaiknya menghadap ke timur agar
mendapat sinar matahari, sehingga stek yang dihasilkan akan lebih baik.
Bangunan pembibitan yang akan digunakan adalah dengan sungkup plastik. Tujuan dari
penggunaan sungkup plastik ini adalah untuk mempertahankan kelembaban yang lebih besar dari
90% dengan suhu yang lebih hangat sekitar 27o C.
2. Penanaman di Lahan
Langkah awal sebelum melakukan penanaman adalah persiapan lahan. Persiapan lahan
ada dua macam yaitu persiapan lahan yang belum pernah ditanami teh sebagai penanaman baru
(new planting), dan persiapan lahan bekas tanaman teh atau peremajaan yang biasa dikenal
dengan kegitan penanaman ulang (replanting).
Untuk setiap macam penanaman, intensitas atau cara penanamannya tentu berbeda-beda.
Namun, pada prinsipnya hampir sama. Yang harus diperhatikan pada semua cara tersebut yaitu
pada proses pengolahan tanah yang baik, agar tanaman baru berlangsung secara optimal.
Untuk mencapai hal tersebut, lahan harus diolah sampai kedalaman tertentu (biasanya 60
cm), tanah bersih dari sisa-sisa akar, erosi yang tejadi sekecil mungkin, dan permukaan tanah
harus rata agar penanaman dapat dilaksanakan dengan baik. Secara umum urutan kerja persiapan
lahan bagi penanaman baru adalah seperti Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir proses penanaman tanaman teh di lahan
Survei dan pemetaan
Tanah
Pembongkaran pohon
dan tungggul
Pembersihan semak
belukar dan gulma
Pembuatan jalan dan
drainase
Jalan blok
Jalan kontrol
Jalan produksi
Pengolahan tanah
10
3. Pemeliharaan Tanaman
Kunci utama keberhasilan pada semua usaha pertanaman adalah pemeliharaan yang baik
dan teratur. Dengan pemeliharaan ini, tanaman akan tumbuh sehat, segar, dan produksi daun
tinggi. Sebaliknya tanpa perawatan, tanaman teh akan tumbuh merana, diserang hama penyakit,
tumbuh gulma, dan lahan kotor. Akibatnya, produksi daun teh pun sedikit dan tanaman bisa saja
mati.
Pembuatan dan pemeliharaan saluran air pada lahan miring, bertujuan untuk mengurangi
bahaya erosi. Pembenahan jalan serta saluran air dilakukan secara berkala untuk kelancaran
pengawasan serta pengaturan pengairan. Selain itu juga penyiangan dapat dilakukan secara manual
ataupun kimiawi. Penyiangan kimiawi dilakukan jika tanaman sudah cukup tinggi agar tidak
mengenai daun.
Pelaksanaan pemeliharaan dengan cara pemangkasan termasuk kegiatan eksploitasi yang
bertujuan untuk mencegah tanaman agar tidak terlalu tinggi juga untuk memperbanyak jumlah
ranting pada tanaman yang membentuk pucuk-pucuk baru sehingga dapat meningkatkan produksi
dan mempermudah pengambilan pucuk selama pemetikan. Ada tiga cara pemangkasan
berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah adalah
1) Pemangkasan tinggi dengan ketinggian 70 cm – 80 cm dari permukaan tanah,
2) pemangkasan sedang dengan ketinggian 45 cm – 65 cm dari permukaan tanah,
3) dan pemangkasan rendah dengan ketinggian 15 cm – 45 cm dari permukaan tanah.
4. Pemanenan Pucuk Teh
Pemetikan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup,
ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang
sesuai dengan tujuan pengolahan, juga merupakan usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar
mampu meningkatkan produksi yang bekesinambungan (Tobroni, 1985 dalam Setiawan, 2009).
Pemetikan mempunyai aturan tersendiri untuk menjaga agar produksi daun teh tetap
tinggi dan tanaman tidak rusak karena petikan. Selain itu, pemetikan yang tidak teratur
menyebabkan tanaman teh menjadi cepat tinggi, bidang petik tidak rata, dan jumlah petikan tidak
banyak. Hal tersebut, tentu akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi dari pucuk yang dihasilkan.
Dalam proses pelaksanaannya, pemetikan daun teh dibedakan atas dua macam basis
dasar, yaitu berdasarkan jumlah helaian daun dan waktu pemetikan (Paimin, 1993 dalam Setiawan,
2009).
C. PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM
Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan
basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan
mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan
bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga
manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Secara
garis besar diagram alir proses pengolahan teh hitam orthodox disajikan pada Gambar 3.
11
Bahan baku (pucuk teh segar)
Penggilingan dan fermentasi
Pelayuan
Pengeringan
Pengemasan teh kering
Sortasi kering
Gambar 3. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di Kebun Cisaruni
(Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni dalam Setiawan, 2009)
Adapun tahapan pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah penerimaan bahan
baku, pembeberan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi awal, fermentasi, pengeringan, sortasi
kering, pengepakan dan penyimpanan.
1. Penerimaan Bahan Baku
Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun
segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya akan lebih mudah dicapai apabila bahan
segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh,
segar, dan berwarna kehijauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di
kebun (ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya 25% ditentukan
oleh proses pengolahan.
Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan
dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu
diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough.
2. Pembeberan dan Pelayuan
Aspek fisik pelayuan ialah suatu proses dimana pucuk teh melepaskan air yang
dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh. Oleh karena itu, udara pada
ruangan pelayuan hendaknya kering dengan suhu tidak terlalu rendah. Pada proses pelayuan tahap
pertama yang dilakukan adalah pembeberan pucuk yang mana pucuk disebar merata sampai
palung (trough) penuh dengan ketebalan ± 30 cm atau bisa disebut 30 cm pucuk per m2. Sementara
itu udara segar akan dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan pintu palung
terbuka. Setiap selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, pintu palung akan ditutup dan
udara terus dialirkan. Setelah pucuk layu maka segera diisi ke bak kayu untuk ditimbang lalu
dibawa ke jubung (lubang/saluran pemasukan pucuk teh layu ke mesin penggilingan) untuk proses
turun layuan dan dilanjutkan ke penggilingan.
12
Pengaturan suhu udara yang baik untuk digunakan dalam proses pelayuan adalah udara
bersih dengan kelembaban rendah yang berkisar antara 60% - 75%, dimana suhu tidak melebihi
28o
C (optimum 26,7o
C atau 80o
F), dan volume yang cukup sesuai dengan kapasitas palung
withering trough. Untuk memperoleh suhu yang diharapkan diperlukan mesin pemanas.
Menurut Werkhoven (1974) dalam Eka Priatna (1989), dapat dipastikan bahwa selama 6
jam pertama pelayuan, kadar air yang hilang sebagian berasal dari pucuk pertama dan pucuk teh
kedua, sekitar 25% air diuapkan. Pada 12 jam kemudian sekitar 10% air akan mengalir dari batang
menuju pucuk untuk diuapkan. Pengalaman memperlihatkan bahwa pelayuan kimia berlangsung
antara 16 – 20 jam, akan menghasilkan kualitas teh yang baik (Trincik 1977 dalam Eka Priatna
1989).
3. Penggilingan dan Fermentasi Awal
Proses penggilingan merupakan tahap pengolahan untuk menyiapkan terbentuknya mutu,
baik secara kimia maupun fisik. Secara umum proses penggilingan adalah penggulungan,
penggilingan, dan sortasi bubuk basah.
3.1. Penggulungan
Pada proses penggulungan (rolling) akan membuat daun memar dan dinding sel
rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai
terjadi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik
daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan.
Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yang disebut open top roller selama 30 –
40 menit yang mempunyai kapasitas 350 kg.
3.2. Penggilingan
Pada proses penggilingan, gulungan akan tergiling menjadi partikel yang lebih kecil
sesuai dengan yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan
sel keluar semaksimal mungkin, dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya.
Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox
adalah press cap roller dan rotor vane. Pada alat press cup roller pucuk akan digiling
sekaligus dipotong, selain itu juga alat ini berfungsi sebagai penggencet pucuk teh, sehingga
pucuk akan mengeluarkan cairan yang nantinya akan berpengaruh pada aroma dan rasa
produk teh.
3.3. Sortasi bubuk basah
Sortasi bubuk basah bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam,
memudahkan sortasi kering, serta memudahkan dalam pengaturan proses pengeringan. Mesin
sortasi basah yang biasa dipakai adalah rotor ball breaker. Mesin ini memasang ayakan
dengan mesh (jumlah lubang per inci persegi ayakan) yang berbeda-beda sesuai dengan
grade (jenis bubuk) yang diinginkan.
13
4. Fermentasi
Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol
dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembaban relatif, kadar enzim, jenis bahan,
serta tersedianya oksigen.
5. Pengeringan
Tujuan utama pada proses pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa
polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan
optimal dan menentukan mutu akhir teh hitam yang dihasilkan. Dengan adanya pengeringan, kadar
air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan.
Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering
jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah
mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam
dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Panas yang diperoleh
tersebut akan merambat ke dinding tungku yang terdapat di ruang bakar, dan mengalir kedalam
pipa api akibat tarikan exhaust fan. Panas yang dihasilkan tadi akan diserap oleh udara segar yang
kemudian ditarik oleh main fan untuk disalurkan ke ruang pengering (Setiawan, 2009).
6. Sortasi Kering
Meskipun telah dilakukan proses sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering
yang dihasilkan oleh mesin pengering masih heterogen, oleh sebab itu perlu dilakukan sortasi
kering. Pada prinsipnya proses sortasi kering adalah kegiatan memisah-misahkan teh bubuk kering
menjadi jenis-jenis tertentu. Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran dan warna partikel
teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen meliputi memisah-
misahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai dengan standar
perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna masing-masing grade, dan
membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahan-bahan lain (debu, logam dan lain-lain).
Proses pertama sortasi yang dilakukan pabrik perkebunan Cisaruni adalah proses
pemisahan tulang daun serta daun-daun yang tua menggunakan alat midleton. Selanjutnya bahan
yang tersaring akan memasuki vibro, bubuk teh yang masuk ke alat ini akan mengalami pemisahan
serat dan juga proses pengayakan. Bubuk badag yang lolos dari ayakan selanjutnya mengalami
gencetan pada druck roll. Fungsi alat ini untuk mengecilkan ukuran bubuk teh yang masih terlalu
besar dengan sistem penggencetan. Semua bubuk teh yang dihasilkan pada proses sortasi
sebelumnya akan diproses selanjutnya berdasarkan jenis teh masing-masing untuk dipisahkan
berdasarkan berat jenis dengan menggunakan mesin winower. (Setiawan, 2009).
7. Pengepakan dan Penyimpanan
Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan
dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing
jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan,
yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan.
14
D. PENGAWASAN MUTU
Standar mutu teh hitam merupakan dasar untuk menetapkan persyaratan minimum yang
harus dipenuhi, serta pedoman untuk menetapkan jenis-jenis mutu teh hitam untuk kepentingan
industri perdagangan teh dengan memperhatikan faktor kultur teknik pengolahannya.
Pengawasan mutu teh ini meliputi analisa petik dan analisa pucuk, kerataan layuan, green
dhool test, pengujian kadar air, pengujian berat jenis, pengujian inner dan outer quality.
1. Analisa Petik dan Analisa Pucuk
Tujuan analisa petik dan analisa pucuk adalah untuk mengevaluasi mutu pucuk teh yang
merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan dan penentuan perhitungan harga bagi pemetik.
Saat ini, jenis petikan yang menghasilkan daun segar hasil petikan yang baik berdasarkan standar
operasional PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni, Garut adalah medium murni dengan
hasil analisis pucuk minimal 60% dan analisa petik 55%.
2. Kerataan Layuan
Kerataan layuan berdasarkan standar operasional di pabrik Cisaruni minimal 90%,
dilakukan dengan mengambil pucuk layu secara acak dari withering trough sekitar 2 kg lalu
diambil 500 g untuk diuji kerataan layuannya dengan memisahkan antara pucuk layu dengan yang
tidak layu, kemudian hasilnya ditimbang.
3. Green Dhool Test
Pengujian mutu teh pada saat teh masih basah yaitu pada proses oksidasi enzimatis yang
meliputi rasa, warna air, dan kenampakan ampas seduhan untuk menentukan lama waktu yang
ideal untuk oksidasi enzimatis.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu fermentasi yang optimal, dimana bubuk teh
ditimbang sebanyak 56 g lalu dimasukan ke dalam cangkir yang berukuran 220 cc dan
didiamkan selama 6 menit setelah itu dituangkan ke mangkuk. Penilaian uji ini meliputi warna
air, light, colourly dan dull, rasa seduhan, kesegaran, rasa sepet dan ampas seduhan.
4. Pengujian Kadar Air
Pengujian kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air baik pucuk teh ataupun
bubuk teh kering yang diukur dengan alat halogen moisture analyser (Alat yang digunakan untuk
mengukur kadar air pucuk dan bubuk teh basah atau kering dengan sistem kerja menguapkan air
yang terkandung dalam pucuk dan bubuk teh), kemudian dengan sensor digital dapat terbaca
jumlah air yang diuapkan. Nilai kadar air pucuk teh layu di pabrik Cisaruni 49– 55% dan bubuk
teh siap ekspor sekitar 4,5 %, sedangkan untuk lokal 6 %.
5. Pengujian Berat Jenis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis teh kering sebelum pengepakan, yang
dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 100 g dan kemudian dimasukan ke dalam gelas
ukur untuk dilihat berat jenisnya.
15
6. Pengujian Inner dan Outer Quality
Pengujian ini meliputi kenampakan bubuk teh jadi seperti warna, kerataan, kebersihaan dari
tulang dan serat, bentuk dan tipe air seduhan seperti warna air, kekuatan (strength), aroma dan
kenampakan ampas.
Menurut SNI 01-1902-1990 tentang teh hitam syarat mutu teh hitam ditentukan oleh ukuran
partikel, kenampakan, air seduhan, dan kenampakan ampas seduhan.
6.1. Ukuran Partikel
a. Apabila sebagian besar contoh uji tertahan pada ayakan 7 mesh, dinyatakan sebagai
daun (leafy grades).
b. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 7 mesh dan sebagian besar tertahan
pada ayakan 20 mesh, dinyatakan sebagai teh bubuk (broken grades).
c. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 20 mesh, dan sebagian besar
tertahan di ayakan 80 mesh dinyatakan sebagai teh halus (small grades).
6.2. Kenampakan teh kering
Teh kering diamati bentuk, bau, tekstur, keseragaman ukuran serta adanya benda asing.
Amati pula adanya Tip yang meliputi warna, jumlah dan keadaannya.
6.2.1. Kenampakan
Warna dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan/ keabuan.
Bentuk dinyatakan dengan tergulung/tidak tergulung; keriting/tidak keriting.
Bau dinyatakan dengan normal/tidak normal/berbau asing.
Tekstur dinyatakan dengan rapuh/tidak rapuh; padat/tidak padat.
Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada.
6.2.2. Penilaian terhadap Tip meliputi jumlah, warna, dan keadaan.
Warna dinyatakan dengan kemerahan/keperakan.
Jumlah dinyatakan dengan banyak (tippy)/sedang (some tips)/sedikit (few tips).
Keadaan tips dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut
rapat.
6.2.3. Penilaian kenampakan teh kering dinyatakan dengan nilai
A = Sangat baik (very good)
B = Baik (good)
C = Sedang (fair)
D = Kurang baik (unsatisfactory)
E = Tidak baik (bad)
6.3. Air seduhan
6.3.1. Warna air seduhan
Penilaian warna air seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka
dari 2 sampai 5.
Nilai 5; Apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah,
Nilai 4; Apabila air seduhan berwarna merah dan cerah,
Nilai 3; Apabila air seduhan berwarna merah dan cukup cerah,
Nilai 2; Apabila air seduhan berwarna merah dan terang.
16
6.3.2. Rasa air seduhan
Penilaian air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (briskness), kekuatan
(strenght), aroma, dan rasa asing. Kesegaran adalah teh yang segar merupakan
kebalikan dari teh lunak (soft). Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa
sepat yang mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara
rasa dan bau yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah
rasa yang menyimpang dari khas teh seperti tainted (tercemar).
Nilai 20-29; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan tidak enak (bad) sampai
kurang enak (unsatisfactory).
Nilai 21-39; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (fairly good)
sampai enak (good).
Nilai 41-49; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (good) sampai
sangat enak dan memuaskan (very good/body).
6.4. Kenampakan ampas seduhan
Penilaian dinyatakan terhadap warna yang mencakup kerataan warnanya. Penilaian ampas
seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a,b,c,d dan e dengan
penjelasan.
a = apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga,
b = apabila ampas seduhan berwarna cerah dan seperti tembaga,
c = apabila ampas seduhan berwarna agak cerah,
d = apabila ampas seduhan berwarna kehijauan,
e = apabila ampas seduhan berwarna suram.
E. PENGANGKUTAN
Dalam proses pengangkutan, sarana transportasi merupakan hal yang sangat penting, dimana
sarana ini digunakan pada saat panen atau untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun
Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari
tiap afdeling. Kondisi jalan juga sangat berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan pada saat proses
pengangkutan berlangsung. Di kebun Cisaruni jalan menuju ke kebun masih berbatu dengan jalur
jalan yang melingkar, menanjak dengan lebar 2 – 2.5 meter sehingga dalam kondisi tertentu pada
proses pengangkutan harus berhati-hati karena bisa mengakibatkan kecelakaan fatal seperti
terbaliknya badan truk dan sebagainya. (Setiawan, 2009).
F. BIAYA DAN ANALISIS BIAYA
1. Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi
atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara,
antara lain penggolongan atas objek pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada
perusahaan, penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya
berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong,
1989 dalam Revinaldo, 1992).
17
Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi,
biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah
penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya
menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya
semi variabel.
Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap
adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi
berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi,
sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi.
Biaya utama dalam proses produksi adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Biaya overhead pabrik meliputi biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak
langsung dan biaya tidak langsung lainnya seperti asuransi, listrik, sewa pabrik, penyusutan,
reparasi dan peralatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992).
2. Analisis Biaya
Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi
dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Prosedur pemilihan
biaya menurut William (1973) dalam Revinaldo (1992) dapat dibagi empat, yaitu memecah total
biaya menurut fungsinya, semua biaya diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus ;
menghubungkan biaya dengan kapasitas perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua
elemen tersebut ; menentukan secara tepat sumberdaya yang digunakan untuk melayani kegiatan
dan mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya ; dan
mengalokasikan biaya ke berbagai produk atau pelayanan sesuai dengan kewajibannya masing-
masing.
3. Biaya Pokok Produksi
Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwy (2001), biaya pokok produkasi adalah
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga
barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001),
biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi
yang dapat diperhitungkan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk barang dan jasa sampai barang tersebut dapat
digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001), tujuan
perhitungan biaya pokok adalah
a. Untuk menentukan harga penjualan,
b. Untuk menentukan laba atau rugi perusahaan,
c. Untuk menetapkan kebjaksanaan perusahaan,
d. Untuk memberikan penilaian di dalam neraca,
e. Untuk menentukan efisiensi perusahaan.
4. Titik Impas Produksi
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi,
volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun
18
variabel dan laba atau rugi. Titik impas adalah volume atau jumlah penjualan dan volume
produksi, dimana perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan juga tidak
mendapatkan laba. Untuk dapat melakukan perhitungan analisis titik impas produksi, perlu
diketahui hubungan antara biaya, jumlah produksi, dan harga penjualan. Ketiga unsur tersebut
sangat erat kaitannya dalam menentukan laba perusahaan. Biaya akan menentukan harga
penjualan, harga jual akan mempengaruhi jumlah penjualan dan jumlah penjualan akan
mempengaruhi jumlah produksi yang nantinya akan langsung mempengaruhi biaya.
Dalam perhitungan titik impas produksi diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi
agar perhitungan titik impas produksi dapat dilakukan. Asumsi ini merupakan dasar pemikiran
yang harus diterapkan. Menurut Ryanto (1993) dalam Adhipratiwy (2001), asumsi yang digunakan
dalam analisis titik impas produksi adalah
a. Biaya didalam perusahaan diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume
produksi atau penjualan.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah, meskipun ada perubahan volume
produksi atau penjualan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisa
e. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila diproduksi lebih dari satu jenis
produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah konstan.
Menurut Limbong dan Sitorus (1989) dalam Adhipratiwy (2001), kegunaan dari analisis
titik impas produksi antara lain
a. Untuk mengetahui kaitan antara volume produksi dan penjualan, harga jual, biaya produksi,
biaya lainnya serta laba dan rugi.
b. Sebagai landasan untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usah mencapai laba
tertentu.
c. Sebagai landasan untuk mengendalikan kegiatan yang berjalan.
d. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga penjualan.
Dengan adanya asumsi tersebut, maka dalam gambar titik impas, garis hasil penjualan
dan garis biaya total akan berupa garis lurus, karena semua perubahan dianggap sebanding dengan
volume penjualan. Analisis yang digunakan dalam konsep ini adalah titik impas produksi dengan
satuan unit (kg). Titik impas produksi dapat ditentukan setelah diadakan pengklasifikasian biaya
tetap dan biaya variabel.