13
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TEH Tanaman teh (Thea sinensis L) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (Benson, 1959 dalam Setiawan, 2009). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum sebagai bahan minuman. Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sekitar 75 80 % dari berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering. Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tannin- nya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993 dalam Setiawan, 2009). Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox murni sudah jarang sekali digunakan dan yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane. Sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan gambaran tentang kedua cara pengolahan. Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC No Sistem orthodox Sistem CTC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Derajat layu pucuk 44%-46% Ada sortasi bubuk basah Tangkai/tulang terpisah, disebut badag Diperlukan pengeringan ECP Cita rasa air seduhan kuat Tenaga kerja banyak Tenaga listrik besar Sortasi kering kurang sederhana Fermentasi bubuk basah 105-120 menit Waktu proses pengolahan berlangsung lebih dari 20 jam Derajat layu pucuk 32%-35% Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah Bubuk basah ukuran hampir sama Pengeringan cukup FBD Cita rasa air seduhan kurang kuat, air seduhan cepat merah Tenaga kerja sedikit Tenaga listrik kecil Sortasi kering sederhana Fermentasi bubuk basah 80-85 menit Waktu proses pengolahan berlangsung kurang dari 20 jam Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000) Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaan- perbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · merupakan cara yang paling cepat dan popular untuk ... Bagian tanaman yang dijadikan bahan stek adalah ... Dengan pemeliharaan ini,

Embed Size (px)

Citation preview

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TEH

Tanaman teh (Thea sinensis L) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara

perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (Benson, 1959

dalam Setiawan, 2009). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut

pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum

sebagai bahan minuman.

Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sekitar 75 – 80 % dari

berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering.

Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat

larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi

serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tannin-

nya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993 dalam Setiawan, 2009).

Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox

(orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox

murni sudah jarang sekali digunakan dan yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane.

Sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di

Indonesia.

Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan

gambaran tentang kedua cara pengolahan.

Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC

No Sistem orthodox Sistem CTC

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Derajat layu pucuk 44%-46%

Ada sortasi bubuk basah

Tangkai/tulang terpisah, disebut badag

Diperlukan pengeringan ECP

Cita rasa air seduhan kuat

Tenaga kerja banyak

Tenaga listrik besar

Sortasi kering kurang sederhana

Fermentasi bubuk basah 105-120 menit

Waktu proses pengolahan berlangsung lebih

dari 20 jam

Derajat layu pucuk 32%-35%

Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah

Bubuk basah ukuran hampir sama

Pengeringan cukup FBD

Cita rasa air seduhan kurang kuat, air

seduhan cepat merah

Tenaga kerja sedikit

Tenaga listrik kecil

Sortasi kering sederhana

Fermentasi bubuk basah 80-85 menit

Waktu proses pengolahan berlangsung

kurang dari 20 jam

Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000)

Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaan-

perbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

7

Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC

No Uraian Orthodox CTC

1

2

3

4

Bubuk

Cita rasa

Penyajian

Kebutuhan penyajian

Agak pipih

Kuat

Lambat

400-500 cangkir/kg

Butiran

Kurang kuat

Cepat

800-1000 cangkir/kg

Sumber : Achmad Imron (2001) dalam Setiawan (2009)

Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap mutu bubuk teh yang dihasilkan

yaitu pada strength, warna, flavour dan rangsangan seduhan teh. Hal ini disebabkan oleh pengaruh

reaksi enzimatis selama pengolahannya. Komposisi kimia daun teh segar dan teh hitam disajikan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam

Komposisi Daun segar (%) Teh hitam (%)

Selulosa dan serat kasar

Protein

Khloropil dan pigmen

Pati

Tanin teh

Tanin teroksidasi

Kafein

Asam amino

Mineral

Abu

34

17

1.5

8.5

25

0

4

8

4

5.5

34

16

1

0.25

18

4

4

9

4

5.5

Sumber : Nasution dan Wachyuddin (1985)

Dalam proses pengolahan teh hitam ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam

mendapatkan teh hitam dengan mutu yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah varietas tanaman teh,

keadaan dan struktur tanah, tata cara pemeliharaan, keadaan iklim, ketinggian, pengawasan mutu

terhadap teh yang dihasilkan, dan tata cara pengolahan. Pengolahan yang sebaik apapun tidak akan

mendapatkan mutu bubuk teh hitam yang baik apabila mutu daunnya itu sendiri tidak baik.

B. BUDIDAYA TANAMAN TEH

Pada tahapan kegitan budidaya tanaman teh untuk menghasilkan pucuk teh sangat penting

dalam menentukan kualitas teh yang akan dihasilkan. Budidaya tanaman teh merupakan titik awal

penyediaan bahan baku dalam proses produksi teh, sehingga perlu perhatian khusus pada proses ini.

Adapun tahapan budidaya tanaman teh meliputi kegiatan pembibitan, penyiapan lahan, penanaman,

pemeliharaan tanaman (pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, penyulaman dan

pemangkasan) sampai pemanenan yaitu pemetikan pucuk teh.

8

Gambar 1. Diagram alir budidaya tanaman teh

(Sumber : Petunjuk teknis budidaya teh PTPN VIII, 2003 dalam Setiawan, 2009)

1. Pembibitan (Persemaian)

Proses pembibitan merupakan hal yang sangat penting penting yang bisa menentukan

keberhasilan dari mutu tanaman teh yang dihasilkan, selain itu pembibitan yang baik pun akan

menghasilkan kualitas pucuk yang baik.

Ada beberapa cara perbanyakan tanaman teh, yang secara umum dapat dilakukan melalui

dua cara, yaitu perbanyakan secara generative melalui biji dan perbanyakan secara vegetatif

melalui akar, stek batang, sambungan dan okulasi. Pembibitan teh dengan stek berupa klon

merupakan cara yang paling cepat dan popular untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah

yang banyak dan mempunyi sifat-sifat sama yang dimiliki oleh tanaman induknya. Meskipun

demikian, pembibitan teh dengan menggunakan biji dari teh itu sendiri sesungguhnya mempunyai

beberapa keuntungan yaitu adaptabilitasnya lebih luas, potensi produksi baik, dan keanekaragaman

perdu mempunyai pengaruh yang baik terhadap mutu teh jadi, karena pucuk teh yang dihasilkan

mengandung zat penentu kualitas yang tercampur secara alami pada tipa-tiap perdu.

Bagian tanaman yang dijadikan bahan stek adalah tunas dari ranting dengan sehelai daun.

Persyaratan sebelum dilakukan penanaman, bibit harus dekat dengan areal yang akan ditanami

dengan tujuan untuk memudahkan pemindahan dari kebun pembibitan menuju lahan yang akan

Pembibitan

Penyiapan lahan

Penanaman

Pemeliharaan tanaman

belum menghasilkan

Pemetikan

Pemeliharaan tanaman

menghasilkan

Pucuk teh basah

9

ditanami, topografi sebaiknya rata dan apabila miring sebaiknya menghadap ke timur agar

mendapat sinar matahari, sehingga stek yang dihasilkan akan lebih baik.

Bangunan pembibitan yang akan digunakan adalah dengan sungkup plastik. Tujuan dari

penggunaan sungkup plastik ini adalah untuk mempertahankan kelembaban yang lebih besar dari

90% dengan suhu yang lebih hangat sekitar 27o C.

2. Penanaman di Lahan

Langkah awal sebelum melakukan penanaman adalah persiapan lahan. Persiapan lahan

ada dua macam yaitu persiapan lahan yang belum pernah ditanami teh sebagai penanaman baru

(new planting), dan persiapan lahan bekas tanaman teh atau peremajaan yang biasa dikenal

dengan kegitan penanaman ulang (replanting).

Untuk setiap macam penanaman, intensitas atau cara penanamannya tentu berbeda-beda.

Namun, pada prinsipnya hampir sama. Yang harus diperhatikan pada semua cara tersebut yaitu

pada proses pengolahan tanah yang baik, agar tanaman baru berlangsung secara optimal.

Untuk mencapai hal tersebut, lahan harus diolah sampai kedalaman tertentu (biasanya 60

cm), tanah bersih dari sisa-sisa akar, erosi yang tejadi sekecil mungkin, dan permukaan tanah

harus rata agar penanaman dapat dilaksanakan dengan baik. Secara umum urutan kerja persiapan

lahan bagi penanaman baru adalah seperti Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir proses penanaman tanaman teh di lahan

Survei dan pemetaan

Tanah

Pembongkaran pohon

dan tungggul

Pembersihan semak

belukar dan gulma

Pembuatan jalan dan

drainase

Jalan blok

Jalan kontrol

Jalan produksi

Pengolahan tanah

10

3. Pemeliharaan Tanaman

Kunci utama keberhasilan pada semua usaha pertanaman adalah pemeliharaan yang baik

dan teratur. Dengan pemeliharaan ini, tanaman akan tumbuh sehat, segar, dan produksi daun

tinggi. Sebaliknya tanpa perawatan, tanaman teh akan tumbuh merana, diserang hama penyakit,

tumbuh gulma, dan lahan kotor. Akibatnya, produksi daun teh pun sedikit dan tanaman bisa saja

mati.

Pembuatan dan pemeliharaan saluran air pada lahan miring, bertujuan untuk mengurangi

bahaya erosi. Pembenahan jalan serta saluran air dilakukan secara berkala untuk kelancaran

pengawasan serta pengaturan pengairan. Selain itu juga penyiangan dapat dilakukan secara manual

ataupun kimiawi. Penyiangan kimiawi dilakukan jika tanaman sudah cukup tinggi agar tidak

mengenai daun.

Pelaksanaan pemeliharaan dengan cara pemangkasan termasuk kegiatan eksploitasi yang

bertujuan untuk mencegah tanaman agar tidak terlalu tinggi juga untuk memperbanyak jumlah

ranting pada tanaman yang membentuk pucuk-pucuk baru sehingga dapat meningkatkan produksi

dan mempermudah pengambilan pucuk selama pemetikan. Ada tiga cara pemangkasan

berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah adalah

1) Pemangkasan tinggi dengan ketinggian 70 cm – 80 cm dari permukaan tanah,

2) pemangkasan sedang dengan ketinggian 45 cm – 65 cm dari permukaan tanah,

3) dan pemangkasan rendah dengan ketinggian 15 cm – 45 cm dari permukaan tanah.

4. Pemanenan Pucuk Teh

Pemetikan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup,

ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang

sesuai dengan tujuan pengolahan, juga merupakan usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar

mampu meningkatkan produksi yang bekesinambungan (Tobroni, 1985 dalam Setiawan, 2009).

Pemetikan mempunyai aturan tersendiri untuk menjaga agar produksi daun teh tetap

tinggi dan tanaman tidak rusak karena petikan. Selain itu, pemetikan yang tidak teratur

menyebabkan tanaman teh menjadi cepat tinggi, bidang petik tidak rata, dan jumlah petikan tidak

banyak. Hal tersebut, tentu akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi dari pucuk yang dihasilkan.

Dalam proses pelaksanaannya, pemetikan daun teh dibedakan atas dua macam basis

dasar, yaitu berdasarkan jumlah helaian daun dan waktu pemetikan (Paimin, 1993 dalam Setiawan,

2009).

C. PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM

Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan

basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan

mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan

bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga

manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Secara

garis besar diagram alir proses pengolahan teh hitam orthodox disajikan pada Gambar 3.

11

Bahan baku (pucuk teh segar)

Penggilingan dan fermentasi

Pelayuan

Pengeringan

Pengemasan teh kering

Sortasi kering

Gambar 3. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di Kebun Cisaruni

(Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni dalam Setiawan, 2009)

Adapun tahapan pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah penerimaan bahan

baku, pembeberan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi awal, fermentasi, pengeringan, sortasi

kering, pengepakan dan penyimpanan.

1. Penerimaan Bahan Baku

Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun

segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya akan lebih mudah dicapai apabila bahan

segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh,

segar, dan berwarna kehijauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di

kebun (ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya 25% ditentukan

oleh proses pengolahan.

Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan

dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu

diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough.

2. Pembeberan dan Pelayuan

Aspek fisik pelayuan ialah suatu proses dimana pucuk teh melepaskan air yang

dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh. Oleh karena itu, udara pada

ruangan pelayuan hendaknya kering dengan suhu tidak terlalu rendah. Pada proses pelayuan tahap

pertama yang dilakukan adalah pembeberan pucuk yang mana pucuk disebar merata sampai

palung (trough) penuh dengan ketebalan ± 30 cm atau bisa disebut 30 cm pucuk per m2. Sementara

itu udara segar akan dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan pintu palung

terbuka. Setiap selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, pintu palung akan ditutup dan

udara terus dialirkan. Setelah pucuk layu maka segera diisi ke bak kayu untuk ditimbang lalu

dibawa ke jubung (lubang/saluran pemasukan pucuk teh layu ke mesin penggilingan) untuk proses

turun layuan dan dilanjutkan ke penggilingan.

12

Pengaturan suhu udara yang baik untuk digunakan dalam proses pelayuan adalah udara

bersih dengan kelembaban rendah yang berkisar antara 60% - 75%, dimana suhu tidak melebihi

28o

C (optimum 26,7o

C atau 80o

F), dan volume yang cukup sesuai dengan kapasitas palung

withering trough. Untuk memperoleh suhu yang diharapkan diperlukan mesin pemanas.

Menurut Werkhoven (1974) dalam Eka Priatna (1989), dapat dipastikan bahwa selama 6

jam pertama pelayuan, kadar air yang hilang sebagian berasal dari pucuk pertama dan pucuk teh

kedua, sekitar 25% air diuapkan. Pada 12 jam kemudian sekitar 10% air akan mengalir dari batang

menuju pucuk untuk diuapkan. Pengalaman memperlihatkan bahwa pelayuan kimia berlangsung

antara 16 – 20 jam, akan menghasilkan kualitas teh yang baik (Trincik 1977 dalam Eka Priatna

1989).

3. Penggilingan dan Fermentasi Awal

Proses penggilingan merupakan tahap pengolahan untuk menyiapkan terbentuknya mutu,

baik secara kimia maupun fisik. Secara umum proses penggilingan adalah penggulungan,

penggilingan, dan sortasi bubuk basah.

3.1. Penggulungan

Pada proses penggulungan (rolling) akan membuat daun memar dan dinding sel

rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai

terjadi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik

daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan.

Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yang disebut open top roller selama 30 –

40 menit yang mempunyai kapasitas 350 kg.

3.2. Penggilingan

Pada proses penggilingan, gulungan akan tergiling menjadi partikel yang lebih kecil

sesuai dengan yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan

sel keluar semaksimal mungkin, dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya.

Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox

adalah press cap roller dan rotor vane. Pada alat press cup roller pucuk akan digiling

sekaligus dipotong, selain itu juga alat ini berfungsi sebagai penggencet pucuk teh, sehingga

pucuk akan mengeluarkan cairan yang nantinya akan berpengaruh pada aroma dan rasa

produk teh.

3.3. Sortasi bubuk basah

Sortasi bubuk basah bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam,

memudahkan sortasi kering, serta memudahkan dalam pengaturan proses pengeringan. Mesin

sortasi basah yang biasa dipakai adalah rotor ball breaker. Mesin ini memasang ayakan

dengan mesh (jumlah lubang per inci persegi ayakan) yang berbeda-beda sesuai dengan

grade (jenis bubuk) yang diinginkan.

13

4. Fermentasi

Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol

dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembaban relatif, kadar enzim, jenis bahan,

serta tersedianya oksigen.

5. Pengeringan

Tujuan utama pada proses pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa

polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan

optimal dan menentukan mutu akhir teh hitam yang dihasilkan. Dengan adanya pengeringan, kadar

air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan.

Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering

jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah

mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam

dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Panas yang diperoleh

tersebut akan merambat ke dinding tungku yang terdapat di ruang bakar, dan mengalir kedalam

pipa api akibat tarikan exhaust fan. Panas yang dihasilkan tadi akan diserap oleh udara segar yang

kemudian ditarik oleh main fan untuk disalurkan ke ruang pengering (Setiawan, 2009).

6. Sortasi Kering

Meskipun telah dilakukan proses sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering

yang dihasilkan oleh mesin pengering masih heterogen, oleh sebab itu perlu dilakukan sortasi

kering. Pada prinsipnya proses sortasi kering adalah kegiatan memisah-misahkan teh bubuk kering

menjadi jenis-jenis tertentu. Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran dan warna partikel

teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen meliputi memisah-

misahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai dengan standar

perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna masing-masing grade, dan

membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahan-bahan lain (debu, logam dan lain-lain).

Proses pertama sortasi yang dilakukan pabrik perkebunan Cisaruni adalah proses

pemisahan tulang daun serta daun-daun yang tua menggunakan alat midleton. Selanjutnya bahan

yang tersaring akan memasuki vibro, bubuk teh yang masuk ke alat ini akan mengalami pemisahan

serat dan juga proses pengayakan. Bubuk badag yang lolos dari ayakan selanjutnya mengalami

gencetan pada druck roll. Fungsi alat ini untuk mengecilkan ukuran bubuk teh yang masih terlalu

besar dengan sistem penggencetan. Semua bubuk teh yang dihasilkan pada proses sortasi

sebelumnya akan diproses selanjutnya berdasarkan jenis teh masing-masing untuk dipisahkan

berdasarkan berat jenis dengan menggunakan mesin winower. (Setiawan, 2009).

7. Pengepakan dan Penyimpanan

Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan

dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing

jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan,

yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan.

14

D. PENGAWASAN MUTU

Standar mutu teh hitam merupakan dasar untuk menetapkan persyaratan minimum yang

harus dipenuhi, serta pedoman untuk menetapkan jenis-jenis mutu teh hitam untuk kepentingan

industri perdagangan teh dengan memperhatikan faktor kultur teknik pengolahannya.

Pengawasan mutu teh ini meliputi analisa petik dan analisa pucuk, kerataan layuan, green

dhool test, pengujian kadar air, pengujian berat jenis, pengujian inner dan outer quality.

1. Analisa Petik dan Analisa Pucuk

Tujuan analisa petik dan analisa pucuk adalah untuk mengevaluasi mutu pucuk teh yang

merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan dan penentuan perhitungan harga bagi pemetik.

Saat ini, jenis petikan yang menghasilkan daun segar hasil petikan yang baik berdasarkan standar

operasional PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni, Garut adalah medium murni dengan

hasil analisis pucuk minimal 60% dan analisa petik 55%.

2. Kerataan Layuan

Kerataan layuan berdasarkan standar operasional di pabrik Cisaruni minimal 90%,

dilakukan dengan mengambil pucuk layu secara acak dari withering trough sekitar 2 kg lalu

diambil 500 g untuk diuji kerataan layuannya dengan memisahkan antara pucuk layu dengan yang

tidak layu, kemudian hasilnya ditimbang.

3. Green Dhool Test

Pengujian mutu teh pada saat teh masih basah yaitu pada proses oksidasi enzimatis yang

meliputi rasa, warna air, dan kenampakan ampas seduhan untuk menentukan lama waktu yang

ideal untuk oksidasi enzimatis.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu fermentasi yang optimal, dimana bubuk teh

ditimbang sebanyak 56 g lalu dimasukan ke dalam cangkir yang berukuran 220 cc dan

didiamkan selama 6 menit setelah itu dituangkan ke mangkuk. Penilaian uji ini meliputi warna

air, light, colourly dan dull, rasa seduhan, kesegaran, rasa sepet dan ampas seduhan.

4. Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air baik pucuk teh ataupun

bubuk teh kering yang diukur dengan alat halogen moisture analyser (Alat yang digunakan untuk

mengukur kadar air pucuk dan bubuk teh basah atau kering dengan sistem kerja menguapkan air

yang terkandung dalam pucuk dan bubuk teh), kemudian dengan sensor digital dapat terbaca

jumlah air yang diuapkan. Nilai kadar air pucuk teh layu di pabrik Cisaruni 49– 55% dan bubuk

teh siap ekspor sekitar 4,5 %, sedangkan untuk lokal 6 %.

5. Pengujian Berat Jenis

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis teh kering sebelum pengepakan, yang

dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 100 g dan kemudian dimasukan ke dalam gelas

ukur untuk dilihat berat jenisnya.

15

6. Pengujian Inner dan Outer Quality

Pengujian ini meliputi kenampakan bubuk teh jadi seperti warna, kerataan, kebersihaan dari

tulang dan serat, bentuk dan tipe air seduhan seperti warna air, kekuatan (strength), aroma dan

kenampakan ampas.

Menurut SNI 01-1902-1990 tentang teh hitam syarat mutu teh hitam ditentukan oleh ukuran

partikel, kenampakan, air seduhan, dan kenampakan ampas seduhan.

6.1. Ukuran Partikel

a. Apabila sebagian besar contoh uji tertahan pada ayakan 7 mesh, dinyatakan sebagai

daun (leafy grades).

b. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 7 mesh dan sebagian besar tertahan

pada ayakan 20 mesh, dinyatakan sebagai teh bubuk (broken grades).

c. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 20 mesh, dan sebagian besar

tertahan di ayakan 80 mesh dinyatakan sebagai teh halus (small grades).

6.2. Kenampakan teh kering

Teh kering diamati bentuk, bau, tekstur, keseragaman ukuran serta adanya benda asing.

Amati pula adanya Tip yang meliputi warna, jumlah dan keadaannya.

6.2.1. Kenampakan

Warna dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan/ keabuan.

Bentuk dinyatakan dengan tergulung/tidak tergulung; keriting/tidak keriting.

Bau dinyatakan dengan normal/tidak normal/berbau asing.

Tekstur dinyatakan dengan rapuh/tidak rapuh; padat/tidak padat.

Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada.

6.2.2. Penilaian terhadap Tip meliputi jumlah, warna, dan keadaan.

Warna dinyatakan dengan kemerahan/keperakan.

Jumlah dinyatakan dengan banyak (tippy)/sedang (some tips)/sedikit (few tips).

Keadaan tips dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut

rapat.

6.2.3. Penilaian kenampakan teh kering dinyatakan dengan nilai

A = Sangat baik (very good)

B = Baik (good)

C = Sedang (fair)

D = Kurang baik (unsatisfactory)

E = Tidak baik (bad)

6.3. Air seduhan

6.3.1. Warna air seduhan

Penilaian warna air seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka

dari 2 sampai 5.

Nilai 5; Apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah,

Nilai 4; Apabila air seduhan berwarna merah dan cerah,

Nilai 3; Apabila air seduhan berwarna merah dan cukup cerah,

Nilai 2; Apabila air seduhan berwarna merah dan terang.

16

6.3.2. Rasa air seduhan

Penilaian air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (briskness), kekuatan

(strenght), aroma, dan rasa asing. Kesegaran adalah teh yang segar merupakan

kebalikan dari teh lunak (soft). Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa

sepat yang mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara

rasa dan bau yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah

rasa yang menyimpang dari khas teh seperti tainted (tercemar).

Nilai 20-29; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan tidak enak (bad) sampai

kurang enak (unsatisfactory).

Nilai 21-39; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (fairly good)

sampai enak (good).

Nilai 41-49; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (good) sampai

sangat enak dan memuaskan (very good/body).

6.4. Kenampakan ampas seduhan

Penilaian dinyatakan terhadap warna yang mencakup kerataan warnanya. Penilaian ampas

seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a,b,c,d dan e dengan

penjelasan.

a = apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga,

b = apabila ampas seduhan berwarna cerah dan seperti tembaga,

c = apabila ampas seduhan berwarna agak cerah,

d = apabila ampas seduhan berwarna kehijauan,

e = apabila ampas seduhan berwarna suram.

E. PENGANGKUTAN

Dalam proses pengangkutan, sarana transportasi merupakan hal yang sangat penting, dimana

sarana ini digunakan pada saat panen atau untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun

Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari

tiap afdeling. Kondisi jalan juga sangat berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan pada saat proses

pengangkutan berlangsung. Di kebun Cisaruni jalan menuju ke kebun masih berbatu dengan jalur

jalan yang melingkar, menanjak dengan lebar 2 – 2.5 meter sehingga dalam kondisi tertentu pada

proses pengangkutan harus berhati-hati karena bisa mengakibatkan kecelakaan fatal seperti

terbaliknya badan truk dan sebagainya. (Setiawan, 2009).

F. BIAYA DAN ANALISIS BIAYA

1. Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi

atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara,

antara lain penggolongan atas objek pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada

perusahaan, penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya

berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong,

1989 dalam Revinaldo, 1992).

17

Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi,

biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah

penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya

menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya

semi variabel.

Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap

adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi

berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi,

sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi.

Biaya utama dalam proses produksi adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung. Biaya overhead pabrik meliputi biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak

langsung dan biaya tidak langsung lainnya seperti asuransi, listrik, sewa pabrik, penyusutan,

reparasi dan peralatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992).

2. Analisis Biaya

Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi

dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Prosedur pemilihan

biaya menurut William (1973) dalam Revinaldo (1992) dapat dibagi empat, yaitu memecah total

biaya menurut fungsinya, semua biaya diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus ;

menghubungkan biaya dengan kapasitas perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua

elemen tersebut ; menentukan secara tepat sumberdaya yang digunakan untuk melayani kegiatan

dan mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya ; dan

mengalokasikan biaya ke berbagai produk atau pelayanan sesuai dengan kewajibannya masing-

masing.

3. Biaya Pokok Produksi

Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwy (2001), biaya pokok produkasi adalah

jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga

barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001),

biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi

yang dapat diperhitungkan.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk barang dan jasa sampai barang tersebut dapat

digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001), tujuan

perhitungan biaya pokok adalah

a. Untuk menentukan harga penjualan,

b. Untuk menentukan laba atau rugi perusahaan,

c. Untuk menetapkan kebjaksanaan perusahaan,

d. Untuk memberikan penilaian di dalam neraca,

e. Untuk menentukan efisiensi perusahaan.

4. Titik Impas Produksi

Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi,

volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun

18

variabel dan laba atau rugi. Titik impas adalah volume atau jumlah penjualan dan volume

produksi, dimana perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan juga tidak

mendapatkan laba. Untuk dapat melakukan perhitungan analisis titik impas produksi, perlu

diketahui hubungan antara biaya, jumlah produksi, dan harga penjualan. Ketiga unsur tersebut

sangat erat kaitannya dalam menentukan laba perusahaan. Biaya akan menentukan harga

penjualan, harga jual akan mempengaruhi jumlah penjualan dan jumlah penjualan akan

mempengaruhi jumlah produksi yang nantinya akan langsung mempengaruhi biaya.

Dalam perhitungan titik impas produksi diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi

agar perhitungan titik impas produksi dapat dilakukan. Asumsi ini merupakan dasar pemikiran

yang harus diterapkan. Menurut Ryanto (1993) dalam Adhipratiwy (2001), asumsi yang digunakan

dalam analisis titik impas produksi adalah

a. Biaya didalam perusahaan diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.

b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume

produksi atau penjualan.

c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah, meskipun ada perubahan volume

produksi atau penjualan.

d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisa

e. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila diproduksi lebih dari satu jenis

produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah konstan.

Menurut Limbong dan Sitorus (1989) dalam Adhipratiwy (2001), kegunaan dari analisis

titik impas produksi antara lain

a. Untuk mengetahui kaitan antara volume produksi dan penjualan, harga jual, biaya produksi,

biaya lainnya serta laba dan rugi.

b. Sebagai landasan untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usah mencapai laba

tertentu.

c. Sebagai landasan untuk mengendalikan kegiatan yang berjalan.

d. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga penjualan.

Dengan adanya asumsi tersebut, maka dalam gambar titik impas, garis hasil penjualan

dan garis biaya total akan berupa garis lurus, karena semua perubahan dianggap sebanding dengan

volume penjualan. Analisis yang digunakan dalam konsep ini adalah titik impas produksi dengan

satuan unit (kg). Titik impas produksi dapat ditentukan setelah diadakan pengklasifikasian biaya

tetap dan biaya variabel.