24
III CAIRAN Cairan : Kelanjutan dari fase gas Molekul-molekulnya mempunyai gaya tarik yang kuat, hingga dapat menahan volume yang tetap. Molekul-molekul cairan dapat bergerak bebas, tetapi gerakannya terbatas. Sifat dua zat cair : Dapat bercampur sempurna Dapat bercampur sebagian Tidak dapat bercampur sama sekali

III Cairan 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

by miiko

Citation preview

Page 1: III Cairan 1

III CAIRAN Cairan : Kelanjutan dari fase gas Molekul-molekulnya mempunyai gaya

tarik yang kuat, hingga dapat menahan volume yang tetap.

Molekul-molekul cairan dapat bergerak bebas, tetapi gerakannya terbatas.

Sifat dua zat cair : Dapat bercampur sempurna Dapat bercampur sebagian Tidak dapat bercampur sama sekali

Page 2: III Cairan 1

Cairan hanya sedikit dipengaruhi oleh tekanan, kerapatan dan viskositasnya lebih besar dari pada gas.

Keadaan Kritis CairanBila air ditempatkan di dalam bejana yang tertutup, maka air tersebut mempunyai tekanan uap tertentu dan besarnya tekanan uap tergantung dari suhu.Misal : Pada T= 25 OC P = 23,76 mm Hg

Pada T = 100 OC P = 760 mm HgSuhu dinaikkan terus menerus, tekanan uap juga meningkat tetapi selalu ada kesetimbangan antara :

Air Uap

Page 3: III Cairan 1

Pada suhu 374,4OC, batas antara air dan uap akan hilang dan pada keadaan ini air berada pada titik kritisnya sehingga : Suhu pada titik kritis yaitu suhu kritis Tekanannya disebut tekanan kritis Volumenya adalah volume kritis

Untuk air : Suhu kritisnya (TC) = 374,4OC

Tekanan Kritis (PC) = 219,5 atm

Volume kritis (VC) = 58,7 ml/mole Suhu kritis cairan ditentukan dengan

persamaan : TC (3/2) Tb

TC : Suhu kritis K dan Tb : Titik didih normal K

Page 4: III Cairan 1

Titik Didih Cairan dan Tekanan Uap Cairan Titik didih cairan : Suhu pada saat tekanan uap suatu cairan sama

dengan tekanan atmosfir atau tekanan di atas permukaan cairan sama dengan tekanan atmosfir.

Titik didih normal pada tekanan 760 mm Hg.

Tekanan Uap CairanTekanan uap cairan adalah tekanan yang ditimbulkan oleh uap cairan karena terjadinya penguapan dari cairan tersebut. Penguapan terjadi karena molekul-molekul cairan di permukaan meninggalkan cairan, hal ini karena molekul-molekul dipermukaan cairan mempunyai energi lebih besar dari pada energi rata-rata dalam cairan.

Page 5: III Cairan 1

Penguapan tidak terjadi terus menerus, tetapi sebagian uap terkondensasi menjadi cair.

Air Uap

Jika kecepatan penguapan sama dengan kecepatan kondensasi maka terjadi kesetimbangan antara fasa cair dan fasa gas dan tekanan uapnya dikatakan tekanan uap jenuh pada suhu tersebut atau tekanan uap.

Banyaknya panas untuk penguapan atau merubah fase cairan tergantung :a.Jenis cairan, b.Banyak cairan dan c.Suhu

Page 6: III Cairan 1

Banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mole cairan pada suhu tertentu disebut panas penguapan atau entalphi penguapan. Pada pemanasan terjadi perubahan entalphi karena panas diserap atau dilepaskan oleh cairan pada tekanan konstan.

a.Jika panas diserap oleh cairan (sistem) dari lingkungannya, maka perubahan entalphi (H) = positif,

b.Jika panas dilepaskan oleh cairan (sistem) ke lingkungannya maka perubahan entalphi (H) = negatif.

Panas penguapan atau entalphi penguapan dapat ditentukan dengan persamaan : HV = HV HL

HV = entalphi uap ; HL = entalphi cairan

Page 7: III Cairan 1

karena : H = E + PV HV = E + PV

Dimana : V = VV – VL

VV = Vol gas ; VL = Vol cairan dan P : tekanan uap cairan.

Perubahan tekanan uap cairan terhadap perubahan titik didih cairan ditentukan dengan persamaan Clausius-Clapeyron bila HV diketahui. Jika HV tidak diketahui tetapi Tb (titik didih normal) diketahui maka dengan menggunakan persamaan Trouton, panas penguapan ditentukan terlebih dahulu :

(HV/Tb) 21 cal-1 K /mole

Perubahan tekanan uap terhadap suhu ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Page 8: III Cairan 1

ln [P2/P1] = [HV/R] [(1/T1) – (1/T2)]

log [P2/P1] = [HV/2,303 R] [(1/T1) – (1/T2)]

P1 & P2 : Tekanan uap pada suhu T1 dan T2. HV diasumsikan sama pada suhu T1 dan T2. HV menurun dengan meningkatnya suhu dan nilainya nol pada suhu kritis. Ini berarti grafik log P terhadap 1/T linier dengan tg = - [HV/2,303 R]

Grafik Hubungan log P Terhadap 1/T

1/T

Log P

slope = -[HV/2,303 R]

Page 9: III Cairan 1

Viskositas dan Tegangan Permukaan CairanViskositas merupakan ukuran kekentalan suatu cairan yang dapat menahan cairan untuk mengalir, karena adanya gaya gesek yang timbul antara cairan dengan dinding-dinding saluran tempat cairan tersebut mengalir. viskositas cairan menurun dengan naiknya suhu sedangkan viskositas gas sebaliknya.

Viskositas cairan mulanya ditentukan oleh Poiseulle dengan menggunakan viscometer Ostwald berdasarkan persamaan :

m = [P r4 t/8 L V]

P : Tekanan (dyne/cm2) r : Jari-jari kapiler (cm)t : Waktu alir cairan melalui kapiler (det) L : Panjang pipa kapiler (cm)

Page 10: III Cairan 1

Untuk dua zat cair yang mengalir pada kapiler yang sama, viskositas cairan ditentukan dengan persamaan :

1/2 = [P1 r4 t1/8 L V]/[ 8 L V/P2 r4 t2]

1/2 = [P1t1/P2t2]

karena tekanan berbanding lurus dengan kerapatan, maka persamaan di atas menjadi :

1/2 = [P1t1/P2t2] = [1t1/2t2]

Viskositas cairan dapat pula ditentukan berdasarkan hukum Stokes :Hukum ini berdasarkan jatuhnya benda melalui medium cair, benda yang bulat dengan jari-jari : r dan densitas : dijatuhkan di dalam zat cair karena gaya gravitasi maka besarnya gaya yang mempengaruhi benda jatuh :

F1 = 4/3 r3 ( - m) g

Page 11: III Cairan 1

m adalah kerapatan cairan dan g : gaya gravitasi

Benda yang jatuh memiliki kecepatan makin lama makin besar, tetapi benda yang jatuh dalam cairan timbul gaya gesek yang makin besar bila kecepatan benda jatuh makin besar. Pada saat kesetimbangan kecepatan benda jatuh tetap, dan gaya gesek pada keadaan kesetimbangan adalah :

F2 = 6 r v dan pada kesetimbangan F1 = F2, maka

4/3 r3 ( - m) g = 6 r v

= [2 r2 ( - m) g/9 v]

Persamaan ini berlaku jika jari-jari benda yang jatuh relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jarak antara molekul-molekul fluida.

Page 12: III Cairan 1

Hukum Stokes merupakan dasar viskometer bola jatuh, bola baja dengan kerapatan : dan jari-jari : r di jatuhkan dalam tabung yang berisi fluida dan waktu tempuh dari awal benda dijatuhkan sampai menuju dasar bejana dicatat. Besarnya viskositas fluida dapat ditentukan dengan persamaan :

m = [2 r2 ( - m) g/9 (s/t)(1 + 2,4 r/R]

s : Jarak tempuh bola jatuh (cm) m : Kerapatan cairan (g/cm3)

: Kerapatan bola (g/cm3)r : Jari-jari bola (cm)t : Waktu bola jatuh (detik)R : Jari-jari tabung viscometer (cm)

2,4 r/R : Faktor koreksi untuk bejana dan ini tidak berlaku bila R lebih besar r.

Page 13: III Cairan 1

Bila ada dua cairan dan salah satu cairan digunakan sebagai standar, maka cairan yang lain dapat ditentukan viskositasnya dengan persamaan sebagai berikut :

Tegangan Permukaan CairanGaya tarik molekul-molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekul-molekul pada permukaan cairan lebih tertarik ke dalam cairan, hal ini disebabkan gaya tarik molekul-molekul dalam fasa uap < dari dari pada gaya tarik molekul-molekul dalam fasa cair. Akibatnya permukaan cairan cenderung mengkerut untuk mencapai luas permukaan sekecil mungkin.

22

11

2

1

)(

)(

t

t

m

m

Page 14: III Cairan 1

Tegangan permukaan : Didefinisikan sebagai gaya tiap satuan panjang yang bekerja pada permukaan untuk melawan pembesaran permukaan, atau sebagai energi persatuan luas yang diperlukan untuk memperluas permukaan sebesar satu satuan luas pada suhu, tekanan, dan komposisi tetap atau gaya yang bekerja pada permukaan cairan sepanjang 1 cm dan satuan tegangan permukaan : dyne/cm.

Kejadian adanya tegangan permukaan :

Kawat ABCD dicelupkan ke dalam cairan, dan kawat CD dapat bergerak bebas dan dianggap tidak mempunyai gesekan. Gaya sebesar F diperlukan untuk menggeser kawat CD ke posisi EG.

A

B C

D E

G

L X F

Page 15: III Cairan 1

Kerja yang diperlukan untuk menggeser kawat : W = F x XGaya F diperlukan untuk melawan gaya akibat tegangan permukaan. Besarnya gaya akibat tegangan permukaan :

F = 2 L sehingga kerja menjadi :

W = 2 L X sedangkan = F/2 L (dyne/cm)

Pengukuran Tegangan Permukaan Cairan diantaranya dengan cara :1. Tensiometer 3. Bubble pressure2. drop weight 4. Capillary rise

Page 16: III Cairan 1

1. Metode Kenaikan KapilerBila suatu pipa kapiler dimasukkan ke dalam suatu cairan yang membasahidinding, maka cairan akan naik ke dalam kapiler karena adanya tegangan permukaan. Kenaikan cairan sampai ketinggian tertentu, sehingga terjadi keseimbangan antara gaya ke atas dan gaya ke bawah menyebabkan tinggi permukaan cairan akan stabil.

h

2

Cos

Page 17: III Cairan 1

Gaya ke atas (F1) : 2 r cos F1 = Gaya ke atas r = jari-jari kapilerq = Sudut kontak = tegangan permukaan

Gaya ke bawah (F2) : r2 h c gc = kerapatan cairan

g = gravitasi bumih = tinggi cairan yang naik dalam pipa kapiler

Gaya ke atas sama dengan gaya ke bawah sehingga didapat persamaan untuk tegangan permukaan yaitu :

2 r cos = r2 h c g

= [( r2 h c g)/( 2 r cos )]

= [(r h c g)/(2 cos )]

Page 18: III Cairan 1

Untuk cairan yang membasahi dinding kapiler = 0, maka cos = 1, besarnya tegangan permukaan :

g = [(r h c g)/2]

Untuk pekerjaan yang lebih teliti harus dikoreksi yaitu volume dari meniscus dan densitas udara di atas cairan, sehingga persamaan menjadi :

g = [(h + r/3)(c - u) rg/2]

Permukaan cekung bila gaya adhesi > gaya kohesiPermukaan cembung bila gaya adhesi < gaya kohesi

Page 19: III Cairan 1

2. Metode Tensiometer Cara ini dengan mencelupkan cincin yang terbuat dari Pt ke dalam cairan yang akan ditentukan tegangan permukaannya. Gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin Pt dari permukaan cairan diukur. Besarnya gaya ke bawah akibat tegangan permukaan :

F2 = 2 L

2 = adalah dua permukaan cincin Pt (luar dan dalam)L = Keliling lingkaran  Pada saat tepat cincin Pt lepas dari cairan, F1 = F2

 F1 = 2 L = [ F1/2 L ]

Page 20: III Cairan 1

3. Cara Berat TetesSuatu cairan yang membasahi gelas akan berupa tetesan pada ujung pipa vertikal. Mula-mula tetesan berupa setengah bola, kemudian memanjang dan membentuk pinggang. Pada saat akan jatuh bebas, gaya ke bawah pada tetesan (mg) akan sama dengan gaya ke atas yang menahan tetesan (2r), sehingga menurut Hukum Tate diperoleh :

mg = 2r atau = mg/(2r)

m = Massa satu tetesang = Gaya gravitasir = Jari-jari pipa luar Tegangan permukaan

Page 21: III Cairan 1

Berat tetesan yang jatuh bukan berat yang ideal, karena sekitar 40% dari cairan masih tertinggal pada ujung pipa, oleh karena itu diperlukan suatu faktor koreksi (Fd) sehingga :

g = mg/2r Fd

Dimana Fd merupakan faktor koreksi yang bergantung pada V/r3, jika V adalah volume suatu tetesan. Nilai ini dapat dicari pada tabel Harkins dan Brown. Nilai Fd untuk percobaan dapat dicari dengan menggunakan grafik V/r3 terhadap Fd.

ParakhorSugden parakhor didefinisikan sebagai :

P = (m/)m adalah berat molekul zat, adalah massa jenis zat dan adalah tegangan permukaan.

Page 22: III Cairan 1

Parakhor bersifat aditif dan dapat dihitung dari parakhor ekivalen unsur-unsur pembentuknya dengan mengingat ikatan-ikatan kimia yang dimiliki senyawa tersebut. Tabel faktor koreksi untuk berat tetes :

V/r3

Fd

2,995

0,261

2,637

0,262

2,341

0,264

2,093

0,265

1,706

0,266

1,424

0,265

1,211

0,264

1,124

0,263

1,048

0,262

AB

Pipa U Support Support Termometer

Gelas kimia

Page 23: III Cairan 1

Pengaruh Suhu Terhadap Tegangan Permukaan :a. Jika suhu naik maka tegangan permukaan cairan turunb. Pada suhu kritis, tegangan permukaan cairan menjadi nol  Perubahan tegangan permukaan terhadap suhu dinyatakan dengan persamaan Ramsay-Shields yaitu :  

(BM/c)2/3 = k (tc – t – 6)

tc = suhu kritis (BM/c) = Volume molar cairan

t = suhu percobaan BM = Berat molekul cairanPersamaan tersebut berlaku sampai suhu 30O – 50OC dan persamaan dapat ditulis sebagai berikut :

(BM/c)2/3 = - kt + k(tc – 6)

Page 24: III Cairan 1

Grafik (BM/c)2/3 terhadap t berupa garis lurus dengan tg = - k dan k dapat ditentukan tanpa menghitung tc.

Nilai k untuk kebanyakan zat cair adalah 2,12 yang mengikuti hukum Trouton, sedangkan zat cair yang tidak mengikuti hukum Trouton nilai k < 2,12.Kelemahan hukum Ramsay-Shields : = 0 pada t = tc – 6, sehingga pada suhu kritis bernilai negatif. Untuk mengatasi hal ini Katayama memberikan suatu persamaan dalam penentuan tegangan permukaan yaitu :g(BM/c - u)2/3 = k (tc – t)

Dalam hal ini = 0 pada tc = t

Mc. Leod menyatakan hubungan antara tegangan permukaan dan suhu dapat ditentukan dengan persamaan :

= c (c - u)4 dimana c = konstanta