Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Universitas Merdeka
Pasuruan, terletak di Kelurahan Purut Rejo, Kecamatan Purworejo, Kota
Pasuruan. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2018 hingga bulan
Januari 2019 selama 5 bulan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sorgum
dengan 9 genotipe lokal (G1= Pasuruan, G2= Lamongan 1, G3= Lamongan 3,
G4= Tuban, G5= Sampang 1, G6= Sampang 2, G7= Tulungagung 1, G8=
Tulungagung 2, G9= Jombang), biji sorgum, malai sorgum dan sekam/glum
sorgum.
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat-alat pertanian (cangkul,
sabit, tangkil,lempak/skop, spreyer, alat penyiraman), gunting,
penggaris/meteran, timbangan analitik, jangka sorong
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasi secara langsung terhadap
masing-masing individu tanaman sorgum dengan menganalisa kuantitas dan
kualitas produk tanaman sorgum. Masing-masing genotipe diulang 3 kali
dengan 9 sampel tanaman sorgum.
16
3.4 Denah Percobaan
Keterangan :
G1= Pasuruan
G2= Lamongan 1
G3= Lamongan 3
G4= Tuban
G5= Sampang 1
G6 = Sampang 2
G7= Tulungagung 1
G8= Tulungagung 2
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
17
G9= Jombang
3.5 Pelaksanaan Penelitiaan
Pengeprasan dan Penyulaman
Pengeprasan dilakukan dengan memotong batang tanaman mengunakan alat
potong (sabit). Pemotongan dilakukan dengan menyisakan bagian batang bawah
sapanjang 5 cm.
Penyulaman dilakukan setelah dilakukannya pengeprasan. Dalam satu
bedengan terdapat tiga baris. Pada setiap baris tanaman sorgum terdapat 21 lubang
tanam. Lubang tanam dibuat dengan tugal sedalam 2 - 3 cm, setiap lubang tanam diisi
2 bibit sorgum, dimasukkan kedalam setiap lubang tanam lalu ditutupi dengan tanah.
Pemeliharaan
Beberapa hal yang perlu dilakukan pada tahap pemeliharaan tanaman sorgum
adalah sebagai berikut:
1. Pemberian air/melakukan penyiraman, dilakukan ika tanaman kekurangan air.
Sebaliknya kelebihan air justru harus segera dibuang melalui saluran
drainase.sorgum termasuk tanaan yang toleran terhadap ekeringan namun pada
periode tertentu membutuhkan air dalam umlah yang cukup yaitu pada saat
tanaman berdaun empat (pertumbuhan awal) dan periode pengisian biji sampai
bii mulai mengeras.
2. Penyiangan gulma, kompetisi tanaman sorgum dengan gulma dapat
menurunkan hasil dan kualitas biji, terutama pada awal musim hujan. Bahkan
18
keberadaan gulma dapat menurunkan hasil sorgum secara nyata.penyiangan
gulma umumnya bersamaan dengan saat penjarangan tanaman atau bergantung
pada pertumbuhan gulma. Penyiangan dapat dilakukan secara manual
menggunakan sabit atau cangkul, dua kali selama pertumbuhan tanaman.
penyiangan kedua bergantung pada keadaan gulma dilapang. Selanjutnya
dilakukan pemupukan dengan pupuk Urea, SP36, KCl 7 hari setelah tanam dan
21 hari setelah tanam.
3. Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah di sekitar batang
tanaman, kemudian menimbunkan tanah pada pangkal batang untuk
merangsang pertumbuhan akar dan memperkokoh tanaman agar tidak mudah
rebah.
4. Pengendalian hama dan penyakit, dilakukan jika tanaman menunjukkan gejala-
gejala serangan. Cara dan waktu pengendalian bergantung pada jenis hama dan
penyakit yang menyerang.
Pemanenan
Tanaman sorgum dapat dipanen pada umur 3-4 bulan setelah tanam,
bergantung pada varietas yang ditanam. Saat panen dapat ditentukan berdasarkan umur
tanaman setelah biji terbentuk atau melihat ciri-ciri vicual biji atau setelah lewat masak
fisiologis. Panen juga dapat dilakukan setelah daun berwarna kuning dan mengering,
biji bernas keras dengan kadar tepung maksimal. Terlambat panen menurunkan
kualitas bii dan biji mulai berkecambah jika kelembaban udara cukup tinggi. Panen
sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca cerah. Cara panen yang baik adalah
19
memotong tangkai malai sepanjang 15-20 cm dari pangkal malai. Selanjutnya malai
dijemur di bawah sinar matahari dan dirontokkan.
Pengujian dalam Laboratorium
Biji sorgum yang telah dirontokan dari malai dilakukan pengujian kadar tanin,
kadar karbohidrat, dan kadar glukosa yang terkandung didalamnya dengan pengujian
yang dilakukan didalam laboratorium.
3.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap karakter kuantitatif dan kualitatif.
Karakter kuantitatif meliputi :
1. Ukuran Diameter Biji Terbesar
Pengukuran diameter biji terbesar dilakuakan pada saat paska panen yaitu
dengan cara mengukur diameter biji terbesar dengan jangka sorong.
Diukur dari diameter biji yang paling besar.
2. Panjang Rambut Biji
Pengukuran panjang rambut biji dilakuakan pada saat paska panen yaitu
dengan cara mengukur dengan penggaris. Diukur mulai dari pangkal
rambut biji hingga ujung rambut biji.
20
3. Panjang Malai
Pengukuran panjang malai dilakuakan pada saat paska panen yaitu
dengan cara mengukur dengan penggaris. Diukur mulai dari pangkal
hingga ujung malai, diamati pada saat panen.
4. Diameter Malai Terbesar
Pengukuran diameter malai terbesar dilakuakan pada saat paska panen
yaitu dengan cara mengukur diameter malai terbesar dengan jangka
sorong. Diukur dari diameter malai yang paling besar.
5. Jumlah Biji Permalai
Penghitungan jumlah biji permalai dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara menghitung satu persatu biji permalai.
6. Berat Segar Biji Perbiji
Penghitungan berat basah perbiji dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara menimbang berat biji perbiji setelah pemanenan.
7. Berat Kering Biji Perbiji
Penghitungan berat kering biji perbiji dilakukan pada saat paska panen
yaitu dengan cara menimbang berat biji perbiji setelah dilakukan
pengeringan/penjemuran.
21
8. Berat Segar Biji Permalai
Penghitungan berat basah permalai dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara menimbang berat biji permalai setelah pemanenan.
9. Berat Kering Biji Permalai
Penghitungan berat kering biji permalai dilakukan pada saat paska panen
yaitu dengan cara menimbang berat biji permalai setelah dilakukan
pengeringan/penjemuran.
10. Berat Brangkasan Kosong Malai
Penghitungan berat brangkasan kosong malai dilakukan pada saat paska
panen yaitu dengan cara menimbang berat segar brangkasan kosong
malai setelah pemanenan dan perontokan biji.
11. Berat Segar 1000 Biji
Penghitungan berat segar 1000 biji dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara menimbang berat 1000 biji setelah pemanenan.
12. Berat Kering 1000 Biji
Penghitungan berat kering 1000 biji dilakukan pada saat paska panen
yaitu dengan cara menimbang berat 1000 biji setelah dilakukan
pengeringan/penjemuran.
22
13. Jumlah Malai Perumpun
Perhitungan jumlah malai dilakukan pada saat paska panen yaitu dengan
cara menghitung jumlah malai setiap rumpun.
14. Kadar Tanin Metode Lowenthal-Procter (AOAC,1995)
a. Sampel yang telah di tumbuk halus ditimbang sebanyak 5 gram,
ditambahkan 400 ml aquades, kemudian didihkan selam 30 menit.
b. Setelah didingan, dimaksukkan ke dalam labu takar 500 ml dan
ditambah aquades sampai tanda batas, lalu disaring dan diperoleh
fitral I.
c. Diambil 10 ml fitral I ditambahkan 25 ml larutan indigokarmin dan
750 ml aquades. Selanjutnya di titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N
sampai berwarna kuning emas. Misal titrasi memerlukan A ml.
d. Diambil 100 ml fitral I di tambah berturut-turut 50 ml larutan gelatin,
100 ml larutan garam asam, 10 g kaolin powder. Selanjutnya
dihomogenkan beberapa menit dan di saring, diperoleh fitrat II.
e. Diambil 25 ml fitral II, dicampur dengan 25 ml larutan indigokarmin
dan 750 ml aquades. Kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1
N. Misal titrasi memerlukan B ml.
f. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat.
Perhitungan :
1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 gram tanin
23
Kadar Tanin =(50A−50B)xN/0,1x0,00416
5 X100%
Larutan Gelatin
Gelatin seberat 6,25 gram dilarutkan dalam 100 ml NaCl jenuh
selama 1 hari kemudian dipanaskan sampai gelatin larut.
Larutan gelatin didinginkan dan diencerkan dengan NaCl jenuh
sampai 250 ml.
Larutan Garam Asam
NaCl jenuh sebanyak 975 ml dicampur dengan 25 ml H2SO4 pekat
dan diaduk sampai rata
Larutan Indigokarmin
Membuat 12,5 ml H2SO4 pekat dengan menggunakan aquades
Melarutkan 0,375 gram indigokarmin ke dalam larutan H2SO4
pekat kemudian disimpan dalam botol gelap dan dimasukkan
kedalam almari es.
Larutan KMnO4
3,2 gram KMnO4 dilarutkan dalam 1 liter aquades
Didihkan 10-15 menit lalu disimpan selama 1 malam
Diencerkan dengan penyaring asbes
Diencerkan sampai 1 liter dengan aquades
24
Disimpan dalam botol gelap
Standarisasi Larutan KMnO4
0,3 gram Na-oksalat dikeringkan pada suhu 103 0C selama 1 jam
Dimasukkan kedalam 250 ml H2SO4 (1:19) yang telah didihkan
selama 10 menit.
Dititrasi dengan larutan KMnO4 yang distandarisasi ± 34 ml
(sampai tidak berwarna/warna menghilang).
Dititrasi perlahan sampai muncul warna jambon yang bertahan
dalam waktu30 detik.
N KMnO4 =gram Na−oksalat
0,067007 x ml KMnO4 yang dibutuhkan
15. Kadar Karbohidrat (by difference) (AOAC, 1995)
Perhitungan ditentukan dengan cara by difference
Kadar Karbohidrat = 100% - (%air + %abu + %protein + %lemak)
16. Kadar Gula Reduksi (Uji Benedict)
- 10 gram sampel halus ditambah air suling 20 ml dan diaduk selama
satu jam
- Disaring dengan kertas saring Whatman no. 40 kemudian filtrat
ditambah 5 ml larutan Zn-asetat dan setetes larutan (NH4)2HPO4
10% sampai timbul endapan putih, kemudian ditambahkan lagi
25
larutan (NH4)2HPO4 sampai tidak timbul kekeruhan dan
ditambahkan air suling sampai 100 ml
- Filtrat ditambah 50 ml air suling dan 20 ml HCl 30% dan dipanaskan
dalam penangas air 60oC selama 10 menit.
- Larutan didinginkan dengan cepat hingga suhu 20oC dan dinetralkan
dengan NaOH 45%.
- Dilakukan penyaringan kembali dan filtrat ditampung (disebut Filtrat
A).
- Residu dicuci dengan eter 3 kali, kemudian eter diuapkan. Residu
ditambah 200 mL air suling dan 20 mL HCl 25%, kemudian direfluks
2,5 jam dalam penangas air.
- Larutan didinginkan hingga suhu kamar dan dinetralkan dengan
NaOH 45% kemudian disaring, filtrat yang ditampung disebut Filtrat
B. Filtrat A dicampur dengan Filtrat B dan ditambah air suling sampai
500,0 mL.
- Penentuan kadar gula pereduksi Sampel hasil preparasi diencerkan
secukupnya. 10,0 mL larutan hasil pengenceran ditambah larutan
Luff-Schoorl 25,0 mL dan dididihkan dalam dua menit, kemudian
diteruskan selama 10 menit.
- Larutan segera didinginkan dan ditambah 10 mL larutan KI 20% dan
25 mL larutan H2SO4 6N secara perlahan. Kemudian dilakukan
titrasi dengan larutan Na2S2O3 baku menggunakan indikator larutan
amilum 0,5% (misalnya dibutuhkan V1 mL Na2S2O3).
26
- Dilakukan penetapan blanko terhadap campuran 25 mL air dan 25
mL larutan Luff Schoorl yang telah dididihkan (misalnya dibutuhkan
V2 mL Na2S2O3). Kadar glukosa dinyatakan sebagai gula pereduksi
(g/ 100 g) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
- W1 = berat glukosa (mg), fp = faktor pengenceran,W = bobot sampel
(mg). W1 adalah (V2 - V1) yang dikonversi menjadi berat (mg)
glukosa menggunakan tabel Luff-Schoorl. (International Starch
Institute, 2002).
Karakter kuantitatif meliputi :
1. Bentuk Biji
Pengamatan bentuk biji dilakuakan pada saat paska panen yaitu dengan
cara melihat dengan mata telanjang. Bentuknya beraneka ragam, ada
yang ellip sempit , ellip dan bulat pipih/ gepeng .
Kode:
1: ellip sempit
2: ellip
3: bulat pipih/ gepeng
27
Gambar 3. Bentuk biji sorgum (Sumber: Kusumawati dkk.,2013)
2. Tekstur biji
Pengamatan tekstur biji dilakuakan pada saat paska panen yaitu dengan
cara memegang atau menekan biji. Biji sorgum ada yang keras dan ada
yang sedikit lunak.
Kode:
1: keras
2: sedikit lunak
3. Persentase Penutupan Sekam/Glume
Pengamatan kepadatan malai dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara melihat dengan mata telanjang. Glum diklasifikasiakan
sesuai dengan tertutupnya biji oleh glum yaitu tertutup penuh, tertutup ¾,
tertutup ½, tertutup ¼, dan tidak tertutup sama sekali.
28
Gambar 4. Persentase penutupan sekam sorgum (Sumber: Kusumawati
dkk.,2013)
4. Kerapatan Malai
Pengamatan kerapatan malai dilakukan pada saat paska panen yaitu
dengan cara melihat dengan mata telanjang. Malai diklasifikasikan sesuai
dengan model percabangan, sudut cabang utama dan kepadatan butir
yaitu terbuk , setengah kompak, dan kompak.
Kode:
1: terbuka
2: setenagh kompak
3: kompak
29
Gambar 5. Kerapatan malai sorgum (Sumber: Kusumawati dkk.,2013)
5. Warna Biji
Pengamatan warna biji dilakukan pada saat paska panen menggunakan
panduan international union for the protection of new varietas of plants / UPOV
(2015). Warna biji sorgum dibagi menjadi 11 yaitu white, yellowish white, grey
white, light yellow, orange, orange red, light brown, red brown, dark brown,
purple dan black.
Gambar 6. Warna biji sorgum (Sumber: Kusumawati dkk.,2013)
30
6. Warna Sekam/Glume
Pengamatan warna sekam dilakukan pada saat paska panen menggunakan
panduan international union for the protection of new varietas of plants / UPOV
(2015). Warna sekam dibagi menjadi 7 yaitu white, light yellow, medium
yellow, light brown, reddish brown, dark brown dan balck.
Gambar 7. Warna sekam/glume (Sumber: Kusumawati dkk.,2013)
7. Warna Tangkai Malai
Pengamatan warna tangkai malai dilakukan pada saat paska panen.
Warna tangkai malai ada yang kuning kecokelatan hingga cokelat muda
dengan menggunkan Munsell Plant Tissue Colour Book (Wilde and
Voigt, 2012).
3.7 Analisis Data
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok
sederhana. Data yang didapatkan dari penelitian ini akan dianalisa
31
menggunakan uji analisi of varian .Uji anova hanya memberikan indikasi
tentang ada dan tidaknya beda antara rata-rata keseluruh perlakuan, namun
belum memberikan informasi tentang ada dan tidaknya perbedaan individu
perlakuan yang satu dengan yang lain, maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan metode uji BNJ 5%.
Analisis gerombol (cluster hierarchical) dilakukan terhadap data hasil
pengamatan dengan bantuan software Minitab. Analisis gerombol ini untuk
mengetahui kultivar mana saja yang dapat dikelompok- kelompokkan menjadi
satu golongan yang sama. Selain itu hasil pengelompokan dan karakterisasi
dapat digunakan sebagai panduan untuk mengetahui deskripsi kultivar-kultivar
tersebut sehingga memudahkan apabila akan digunakan sebagai bahan sumber
genetik dalam pemuliaan tanaman.
Metode gerombol (cluster) yang digunakan adalah cluster hierarchical.
Analisis cluster hierarchical sendiri adalah cara umum untuk mengelompokkan
sebuah objek dalam grup yang mempunyai kemiripan yang sama satu dengan
yang lain. Setelah dilakukan analisis gerombol digambarkan jarak antar
gerombol dengan dendrogram untuk mempermudah melihat kultivar-kultivar
yang dapat dikelompokkan.