62
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA ISSN 1411-0253 Volume 12 No. 3, Oktober 2013 J URNA L Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

ISSN 1411-0253

Volume 12 No 3 Oktober 2013

JURNALIlmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan

Redaksi menerima tulisan ilmiah bidang informasi perpustakaan dan kearsipan Tulisan akan dimuat dengan pertimbangan yang didasarkan pada keaslian dan relevansinya dengan ilmu informasi perspustakaan dan kearsipan Artikel tidak harus mencerminkan kebijaksanaan dan pandangan Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Editor EksekutifFuad Gani MA

Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA

Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA

Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA

Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si

Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum

Purwanto Putra MHum

Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum

Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia

Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom

ISSN 1411 - 0253

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi

Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa

artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan

sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga

ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya

Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan

edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal

volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama

merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang

Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan

mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan

tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga

mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen

artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam

kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik

koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di

artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa

tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program

preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode

observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital

arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga

berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan

metadata rekod elektronik

Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna

Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan

Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan

(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT

Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan

mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya

penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra

Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan

Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang

mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-

Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal

edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha

untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan

kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan

kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan

kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan

sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk

menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim

penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya

dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini

Salam

Redaksi

Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 2: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Redaksi menerima tulisan ilmiah bidang informasi perpustakaan dan kearsipan Tulisan akan dimuat dengan pertimbangan yang didasarkan pada keaslian dan relevansinya dengan ilmu informasi perspustakaan dan kearsipan Artikel tidak harus mencerminkan kebijaksanaan dan pandangan Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Editor EksekutifFuad Gani MA

Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA

Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA

Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA

Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si

Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum

Purwanto Putra MHum

Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum

Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia

Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom

ISSN 1411 - 0253

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi

Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa

artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan

sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga

ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya

Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan

edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal

volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama

merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang

Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan

mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan

tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga

mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen

artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam

kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik

koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di

artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa

tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program

preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode

observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital

arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga

berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan

metadata rekod elektronik

Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna

Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan

Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan

(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT

Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan

mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya

penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra

Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan

Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang

mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-

Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal

edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha

untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan

kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan

kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan

kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan

sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk

menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim

penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya

dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini

Salam

Redaksi

Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 3: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

JURNAL ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

Diterbitkan olehDEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

Penanggung JawabKetua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Editor EksekutifFuad Gani MA

Staf EditorDr Tamara Adriani Susetyo-Salim SS MA

Y Sumaryanto DipLib MHumIndira Irawati MA

Dewan RedaksiDr Zulfikar Zen SS MA

Dr Laksmi MAUtami Budi Rahayu Hariyadi MLib M Si

Taufik Asmiyanto MSiNina Mayesti M Hum

Purwanto Putra MHum

Sekretariat dan AdministrasiIswanda Fauzan SHum

Muhammaad Ansyari TantawiNurullita Akmalia

Alamat SekretariatGedung IV Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

TelpFax (021)7872353email jurnaldipi2012gmailcom

ISSN 1411 - 0253

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi

Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa

artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan

sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga

ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya

Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan

edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal

volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama

merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang

Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan

mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan

tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga

mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen

artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam

kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik

koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di

artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa

tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program

preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode

observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital

arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga

berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan

metadata rekod elektronik

Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna

Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan

Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan

(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT

Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan

mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya

penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra

Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan

Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang

mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-

Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal

edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha

untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan

kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan

kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan

kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan

sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk

menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim

penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya

dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini

Salam

Redaksi

Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 4: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi

Perpustakaan dan Kearsipan Volume 12 Nomor 3 Oktober Tahun 2013 Penyusunan beberapa

artikel di dalam terbitan ini dilandasi dengan semangat untuk terus senantiasa membumikan

sekaligus membangun bidang Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan jurnal ini juga

ditujukan kepada para penggiat ilmu informasi dan masyarakat Indonesia umumnya

Semoga dengan kembali tersusunnya Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan

edisi ini aan dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berinformasi kita semua Jurnal

volume 13 akan menyajikan enam artikel yang memiliki berbagai variasi topik tulisan pertama

merupakan artikel yang bertajuk mengenai kearsipan yang berjudul Beberapa Regulasi yang

Menguatkan Eksistensi Arsiparis artikel yang ditulis oleh Sudiyanto ini berusaha mengkaji dan

mendeskripsikan pasal-pasal regulasi yang relevan dengan pengelolaan kearsipan Dengan

tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis sehingga

mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Artikel kedua berjudul Stock Opname Weeding and Preservation yang ditulis Zulfikar Zen

artikel yang bidang perpustakaan ini berupaya mengidentifikasi kegiatan cacah ulang dalam

kaitannya dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan koleksi di perpustakaan dan keadaan fisik

koleksi mulai dari yang rusak salah tempat dan bagaimana penggunaan koleksi Kemudian di

artikel ini juga ada upaya untuk membahas mengenai bagaimana melakukan dan apa

tujuanldquoPenyianganrdquo (weeding) dan Preservasi (Preservation) di perpustakaan

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

judul artikel ketiga yang ditulis oleh Purwanto Putra kajian yang merupakan usulan program

preservasi arsip peta ini dilakukan pada 2013 menggunakan pendekatan kualitatif dan metode

observasi dan studi literatur Berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital

arsip peta (blue print) di kantor arsip Universitas Indonesia dan dalam artikel ini penulis juga

berupaya menjelaskan kaitan antara preservasi digital dengan rekod elektronik mengenai isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi rekod elektronik dan

metadata rekod elektronik

Tulisan keempat dari Iswanda Fauzan Satibi yang berjudul Pemetaan Kebutuhan Pengguna

Dan Preferensi Ruangan Perpustakaan di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan

Chandra Widodo berupaya untuk menjelaskan Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan

(corporate library) Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo perusahaan PT

Rekayasa Industri bertujuan untuk menjelaskan peta perubahan pengguna perpustakaan dan

mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan Harapannya

penelitian ini akan memberikan pendeskripsiam penggunaan ruangan perpustakaan Chandra

Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan

Tulisan selanjutnya di ambil dari artikel yang ditulis Kiki Fauziah yang berjudul Perilaku

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang

mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-

Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal

edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha

untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan

kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan

kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan

kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan

sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk

menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim

penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya

dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini

Salam

Redaksi

Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 5: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Informasi Masyarakat Urban Di Indonesia Pada Waktu Senggang artikel ini banyak memaparkan

mengengenai data-data dari berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan penulis yang

mendeskripsikan perilaku informasi masyarakat urban Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-

Tulis menuju Masyarakat Informasi Indonesia merupakan tulisan terakhir yang dimuat dalam jurnal

edisi ini artikel bertajuk mengenai masyarakat informasi ini ditulis oleh Riva Delviatma berusaha

untuk menjelaskan alasan kenapa masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia dan

kaitannya dengan budaya lisan dan budaya baca tulis

Kami menyadari benar bahwa masih banyak kekurangan dan jurnal ini demi peningkatan

kualitas Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan kedepannya kami berharap akan ada

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan

kedepannya Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Departemen Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UI yang masih dengan semaksimal mungkin mendukung penerbitan jurnal ini dan dan

sekali lagi kepada segenap penulis artikel yang telah berkenan menjalin kerjasama untuk

menyerahkan artikelnya Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim

penerbitan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya

dalam upaya mewujudkan penerbitan edisi ini

Salam

Redaksi

Volume 12 No 3 Oktober 2013ii JURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 6: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

DAFTAR ISI

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

Preservasi Digital Arsip Peta (Blue Print) Di Kantor Arsip Universitas Indonesia

Pemetaan Kebutuhan Pengguna Dan PreferensiRuangan Perpustakaan Di Perpustakaan Khusus Studi Kasus Perpustakaan Chandra Widodo

Perilaku informasi masyarakat urban Di indonesia pada waktu senggang

Perkembangan Budaya Lisan Dan Baca-TulisMenuju Masyarakat Informasi Indonesia

Sudiyan ot

1

15

34

42

24

8Zulfikar Zen

Purwanto Putra

Iswanda F Satibi

Kiki Fauziah

Riva Delviatma

Volume 12 No 3 Oktober 2013 iiiJURNALIlmu InformasiPerpustakaanKearsipan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 7: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Sudiyanto

1

BEBERAPA REGULASI YANG MENGUATKAN

EKSISTENSI ARSIPARIS

Sudiyanto

Pemerhati Kearsipan LAPAN E-mail sudiyantolapangoid atau sudi_sudiyantoyahoocom

Abstrak

Profesi Arsiparis masih sering dipandang sebagai profesi rendahan oleh berbagai kalangan karena hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan untuk kelangsungan hidup organisasi Pandangan tersebut membawa dampak yang

tidak menguntungkan bagi Arsiparis Arsiparis menjadi kurang percaya diri Disisi lain sebenarnya tersedia cukup banyak

tools berupa regulasi yang memberikan peluang kepada Arsiparis untuk ikut berkiprah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan negara Kajian ini berusaha mendeskripsikan pasal-pasal regulasi dimaksud yang relevan dengan

pengelolaan kearsipan Dengan tersedianya berbagai regulasi diharapkan dapat memberikan stimulus bagi Arsiparis

sehingga mereka makin percaya diri dan eksis dalam profesi yang ditekuninya

Kata kunci Undang Undang percaya diri Arsiparis eksis profesi

Abstract

The profession of Archivists still often be seen as the low profession by various community because the result of

their job that be estimated still can be felt less for the continuity of organization life Such opinion make the

unbeneficial effect for the Archivists do not have self confident In other side factually there are so many too is

enough for example regulation that give the opportunity to the Archivists in order to participate in implementation of

statersquos activity This study try to describe to the articles about meant regulation with this relevant to the management to

the archival method By the supplying of various regulations be hoped can give stimulate for Archivists so that there are

more self confident and exist in progression that be done diligently

Keywords Laws self confident Archivists exist profession

1 Latar belakang

Di setiap organisasi dalam melaksanakan

aktifitasnya selalu menghasilkan arsip Arsip

merupakan produk samping (by product) dari

organisasi Seiring berjalannya organisasi makin

lama arsip yang tercipta makin banyak pula

Sementara arsip masih diperlukan oleh

organisasi sebagai bahan informasi dalam

perencanaan pengambilan keputusan pertang-

gungjawaban (akuntabilitas) dan bukti sejarah

Oleh karenanya arsip perlu dikelola dengan baik

agar ketika diperlukan dapat diketemukan

dengan mudah dan cepat

Orang yang diberi tugas untuk melakukan

pengelolaan arsip disebut Arsiparis Keberadaan

Arsiparis sebagai sumber daya manusia

kearsipan masih sering dipandang sebelah mata

dianggap profesi rendahan profesi yang tidak

menjanjikan dan sejumlah sebutan miring

lainnya Hal tersebut menjadikan salah satu

penyebab Arsiparis kurang percaya diri dalam

melaksanakan pekerjaannya Arsiparis terkung-

kung dalam bingkai image yang kurang

menguntungkan Kurangnya rasa percaya diri

dapat menghambat perkembangan individu

dalam menjalankan tugas dan fungsinya maupun

dalam hubungan interpersonal sehari-hari

Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kinerja Arsiparis

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi

yang memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 8: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

2

ikut berkiprah dalam pelaksanaan penye-

lenggaraan negara Tulisan ini berusaha

memberikan gambaran terhadap beberapa

peraturan yang dalam implementasinya terkait

dengan tugas dan fungsi Arsiparis Harapannya

dengan makin terbukanya berbagai peluang

untuk berkiprah dapat memberikan stimulus bagi

Arsiparis bahwa ia merupakan sumber daya yang

diperlukan bagi berjalannya organisasi sehingga

mereka semakin percaya diri dan termotivasi

untuk lebih eksis dalam profesi yang

ditekuninya

2 Rumusan Masalah

Pandangan berbagai kalangan yang cenderung

merendahkan profesi Arsiparis karena lingkup

pekerjaanya yang sempit dan hasil kerjanya yang

dianggap masih kurang dirasakan membawa

dampak psikologis yang tidak menguntungkan

bagi Arsiparis diantaranya yang sering kita

jumpai yaitu Arsiparis menjadi tidak percaya

diri dan pasif Sementara sebenarnya pemerintah

telah menerbitkan berbagai regulasi yang banyak

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Oleh karenanya permasalahan dalam kajian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut Sejauh

mana dukungan regulasi untuk menguatkan

eksistensi Arsiparis

3 Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan

beberapa regulasi yang dapat memberikan

peluang bagi Arsiparis untuk ikut andil dalam

implementasinya Sedangkan tujuannya adalah

untuk memberikan gambaran bahwa terbuka

berbagai peluang bagi Arsiparis untuk berkiprah

sehingga diharapkan makin dapat membangun

rasa percaya diri

4 Landasan Teori

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi

setiap individu dalam melakukan berbagai

aktivitas kehidupan Individu yang kurang

percaya diri akan menjadi seseorang yang

pesimis dalam menghadapi tantangan takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan

bimbang dalam menentukan pilihan dan sering

membandingkan dirinya dengan orang lain Hal

ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya

untuk menghadapi lingkungan yang semakin

menantang Menurut Elly Risman (2003) orang

yang tidak percaya diri akan merasa terus

menerus jatuh takut untuk mencoba merasa ada

yang salah dan khawatir1

Maslow (dalam Rachman 2010) berpendapat

bahwa percaya diri adalah suatu modal dasar

untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan diri) dengan

percaya diri Lanjut Maslow manusia memiliki 2

kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri

dan penghargaan orang lain Harga diri

mencakup kebutuhan kepercayaan diri perasaan

edukatif kemandirian dan kebebasan pribadi

Adapun penghargaan orang lain meliputi

prestise kedudukan dan nama baik Seseorang

dengan harga diri yang baik akan lebih percaya

diri lebih mampu dan produktif Sebaliknya

seseorang dengan harga diri rendah akan

mengalami kurang percaya diri kemampuan

cenderung rendah dan kurang produktif

Hambatan dari usaha mencapai aktualisasi diri

berasal dari kepercayaan diri dan keraguan

individu pada kemampuan sendiri dan

mengakibatkan kemampuan dan potensi diri

tidak terungkap (Rachman 2010)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa percaya diri suatu faktor penting yang

sangat diperlukan dalam kehidupan manusia

untuk menghadapi tantangan pekerjaan Dalam

rangka membangun rasa percaya diri diperlukan

dua faktor pendorong yaitu percaya diri yang

berasal dari dalam diri individu sendiri dan dari

luar individu berupa penghargaan dari orang lain

Dalam konteks membangun rasa percaya diri

Arsiparis dengan adanya berbagai regulasi yang

memberikan peluang bagi Arsiparis untuk

berkiprah diharapkan akan menumbuhkan faktor

pendorong pula yang berasal dari luar individu

dengan adanya penghargaan berupa pengakuan

hasil kerja Arsiparis Dengan demikian

harapannya eksistensi Arsiparis akan terus

meningkat

1 Selengkapnya dapat di http repositoryusuacid

bitstream123456789274674Chapter20IIpdf)

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 9: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Sudiyanto

3

5 Metodologi Kajian

Metodologi untuk mengkaji tulisan ini

menggunakan metode deskriptif dan studi

pustaka Metode deskriptif adalah sebuah metode

yang berusaha mendeskripsikan menginter-

pretasikan sesuatu kecenderungan yang sedang

berlangsung (Sukmadinata 2005) Sedangkan

studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka untuk memperoleh data penelitian

(Mestika Zed 2008)

Data-data literatur atau kepustakaan berupa

Undang Undang Peraturan Pemerintah dan

dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis

mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian

ini

6 Pembahasan dan Analisis

61 UU Kearsipan dan Peraturan

Pelaksanaannya

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan merupakan payung hukum kearsipan

di Indonesia Semua kegiatan kearsipan di

Indonesia harus mengacu pada Undang-undang

(UU) tersebut Dalam hal eksistensi Arsiparis

secara lebih detail dituangkan dalam aturan

turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang

Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (1) menyebutkan bahwa

Arsiparis mempunyai kedudukan hukum

sebagai tenaga profesional yang memiliki

kemandirian dan independen dalam melak-

sanakan fungsi dan tugasnya Regulasi ini

menempatkan Arsiparis pada kedudukan yang

sangat mulia Mandiri dalam melaksanakan

fungsinya tidak lagi pasif menunggu pekerjaan

dan perintah dari atasannya tetapi dituntut untuk

proaktif dan inovatif Sikap pasif hanya akan

menguatkan pandangan miring yang selama ini

dilontarkan oleh banyak pihak yaitu Arsiparis

merupakan profesi yang tidak menarik sering

dicibir orang dan dipandang sebelah mata

Kemudian yang dimaksud independen adalah

Arsiparis dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya harus terbebas dari unsur-unsur

kepentingan dan tekanan dari pihak manapun

misalnya atasan partai politik dll Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 4

menegaskan bahwa penyelenggaraan kearsipan

di Indonesia harus berasaskan kepastian hukum

keautentikan dan keterpercayaan keutuhan asal

usul (principle of provenance) aturan asli

(principle of original order) keamanan dan

keselamatan keprofesionalan keresponsifan

keantisipatifan kepartisipatifan akuntabilitas

kemanfaatan aksesibilitas dan kepentingan

umum Bila asas tersebut dipatuhi maka akan

menjamin independensi Arsiparis dalam bekerja

Disamping kepastian hukum kemandirian dan

independensi Arsiparis PP Nomor 28 Tahun

2012 Pasal 151 ayat (2) memberikan rambu

yang detail tentang fungsi dan tugas Arsiparis

Fungsi dan tugas Arsiparis yang dimaksud

adalah

a menjaga terciptanya arsip dari kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga negara

pemerintahan daerah lembaga pendidikan

perusahaan organisasi politik dan organ-

isasi kemasyarakatan

b menjaga ketersediaan arsip yang autentik

dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah

c menjaga terwujudnya pengelolaan arsip yang

andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

d menjaga keamanan dan keselamatan arsip

yang berfungsi untuk menjamin arsip-arsip

yang berkaitan dengan hak-hak keperdataan

rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan

arsip yang autentik dan terpercaya

e menjaga keselamatan dan kelestarian arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara

f menjaga keselamatan aset nasional dalam

bidang ekonomi sosial politik budaya

pertahanan serta keamanan sebagai

identitas dan jati diri bangsa dan

g menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 10: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

4

Kemudian yang membanggakan disamping

diberikan tugas dan fungsi juga diberikan

kewenangan yang cukup besar dalam hal akses

penggunaan dan penelusuran arsip Rincian

kewenangan yang dimiliki Arsiparis (PP Nomor

28 Tahun 2012 Pasal 152) adalah

a menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

apabila dipandang penggunaan arsip dapat

merusak keamanan informasi danatau fisik

arsip

b menutup penggunaan arsip yang menjadi

tanggung jawabnya oleh pengguna arsip

yang tidak berhak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan

c melakukan penelusuran arsip pada pencipta

arsip berdasarkan penugasan oleh pimpinan

pencipta arsip atau kepala lembaga

kearsipan sesuai dengan kewenangannya

dalam rangka penyelamatan arsip

62 UU KIP

Pasca berakhirnya masa Orde Baru dimana

masuk pada masa berikutnya yang diistilahkan

dengan Orde Reformasi tuntutan keterbukaan

informasi begitu kuat Hal ini dilandasi oleh

suatu pengalaman dan ini dianggap suatu

kekurangan bahwa di masa lalu tata kelola

pemerintahan dinilai kurang transparan Oleh

karenanya sekarang ini kran keterbukaan

informasi dibuka lebar Informasi seakan-akan

milik semua orang Trend masa lalu informasi

tertutup bagi publik kecuali yang dibuka

sekarang dibalik menjadi informasi terbuka bagi

publik kecuali yang tertutup Bahkan

keterbukaan informasi dijadikan sebagai

indikator akuntabilitas Amanat agenda

keterbukaan informasi itu sesuatu yang harus

dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Reformasi

dan diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik yang selanjutnya

disebut UU KIP

Untuk mengimplementasikan UU KIP setiap

Badan Publik wajib menyediakan memberikan

danatau menerbitkan Informasi Publik yang

berada di bawah kewenangannya kepada

Pemohon Informasi Publik selain informasi

yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan serta

Badan Publik wajib menyediakan Informasi

Publik yang akurat benar dan tidak

menyesatkan (Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2))

Pasal 13 mengamanatkan bahwa dalam hal untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat tepat dan

sederhana setiap Badan Publik menunjuk Pejabat

Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Bila kita cermati tugas dan fungsi Arsiparis

sangat sejalan dengan tugas dan tanggung jawab

PPID Arsiparis dan PPID sama-sama melakukan

penyediaan pengelolaan pengamanan dan

pelayanan informasi Dengan demikian sangatlah

relevan bila PPID diemban oleh Arsiparis

sebagai sumber daya manusia kearsipan yang

memiliki kompetensi di bidang pengelolaan

informasi Disinilah peluang Arsiparis sebagai

sumber daya manusia kearsipan yang

mempunyai kompetensi mengelola arsip dan

dokumen yang berisi berbagai informasi

transaksi organisasi (lembaga atau Badan Publik)

di lingkungannya dapat mengisi dan memainkan

peran penting sebagai PPID Hal ini diperkuat

dengan adanya kewajiban dari setiap Badan

Publik untuk melaksanakan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik berdasarkan

perundang-udangan (Pasal 8) Oleh karenanya

UU KIP merupakan dasar hukum yang kuat bagi

Arsiparis untuk ikut dalam pelayanan Informasi

Publik sebagai implementasi keterbukaan

informasi

63 UU Pelayanan Publik

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

melakukan pelayanan yang bersifat publik untuk

memenuhi hak kewajiban dan kebutuhan dasar

bagi setiap warga negara Tuntutan masyarakat

terhadap tanggung jawab pemerintah dalam

pelayanan publik sekarang ini makin sering

disuarakan Protes sering dilakukan ketika

pemerintah lalai atau lamban terhadap pelak-

sanaan pelayanan Begitu pentingnya pelayanan

publik ini sehingga pemerintah menerbitkan

pengaturannya yang tertuang dalam UU Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik ada peluang

bagi Arsiparis untuk ambil bagian sesuai dengan

profesi yang diembannya Hal ini sesuai dengan

semangat Pasal 8 ayat (2) huruf c UU Nomor 25

Tahun 2009 dimana lingkup pelayanan publik

Sudiyanto

5

salah satunya adalah pengelolaan informasi

Pengelolaan dan pelayanan informasi memang

menjadi salah satu domain fungsi dan tugas

Arsiparis Seperti telah dijelaskan di atas pada

PP Nomor 28 Tahun 2012 pasal 151 ayat (2)

huruf g bahwa fungsi dan tugas Arsiparis adalah

menyediakan informasi guna meningkatkan

kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

dan pemanfaatan arsip yang autentik dan

terpercaya Kedua regulasi ini (UU Nomor 25

tahun 2009 dan PP Nomor 28 tahun 2012) saling

melengkapi dan mempertegas bahwa dalam

konteks pelayanan publik Arsiparis harus

berperan sebagai sumber daya manusia yang

melaksanakan pelayanan informasi Karena

pengelolaan arsip tidak akan dapat dilepaskan

dari informasi yang terkandung (content) dalam

arsip itu sendiri

64 UU Bencana

Bencana suatu kejadian yang tidak diinginkan

oleh semua orang Namun sepertinya Indonesia

bukan merupakan negara yang bebas dari

bencana Bahkan sebaliknya Indonesia negara

yang sering dilanda bencana Sebut saja banjir

gempa bumi tsunami tanah longsor dan

kebakaran merupakan bencana yang pernah

melanda negeri ini

Ketika terjadi bencana semua elemen bangsa ini

(pemerintah swasta dan masyarakat) saling

bahu-membahu untuk mengatasi masalah

menyelamatkan jiwa manusia dan menye-

lamatkan aset Aset negara disamping yang

berupa fisik seperti gedung mobil dan peralatan

kantor juga aset sebagai bukti akuntabilitas dan

kesejarahan yang tidak dapat tergantikan yaitu

yang bernama arsip

UU kebencanaan yang tertuang dalam UU

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana pada Pasal 6 huruf g mengamanatkan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam

pemeliharaan arsipdokumen otentik dan kredibel

dari ancaman dan dampak bencana UU ini

memberikan tugas kepada pemerintah bahwa

dalam kondisi bencana maupun pasca bencana

untuk memelihara arsip yang rusak akibat

bencana tersebut

Keharusan perlindungan penyelamatan dan

pemeliharaan arsip akibat terjadinya bencana

disamping diamanatkan dalam UU Nomor 24

Tahun 2007 juga ditegaskan dalam UU Nomor

43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yaitu pada

Pasal 34 bahwa negara menyelenggarakan

pelindungan dan penyelamatan arsip dari

bencana alam bencana sosial perang

tindakan kriminal serta tindakan kejahatan

yang mengandung unsur sabotase spionase dan

terorisme Perlindungan dan penyelamatan arsip

akibat bencana tersebut dikoordinasikan oleh

ANRI (Arsip Nasional RI) dan lembaga

pencipta arsip yang berkoordinasi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) untuk bencana yang dinyatakan sebagai

bencana nasional Sedangkan pelindungan dan

penyelamatan arsip akibat bencana yang tidak

dinyatakan sebagai bencana nasional dilak-

sanakan oleh pencipta arsip arsip daerah

provinsi danatau arsip daerah kabupatenkota

yang berkoordinasi dengan BNPB

Amanat penyelamatan dan pemeliharaan arsip

dalam hal terjadi bencana merupakan satu

peluang lagi bagi Arsiparis untuk eksis

melaksanakan tugas dan fungsinya Sebagai

contoh ketika terjadi banjir besar bulan Januari

2014 di wilayah Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi dan sekitarnya Arsip

Nasional RI (ANRI) telah melakukan layanan

perbaikan arsip seperti ijazah dan sertifikat tanah

yang rusak akibat banjir untuk masyarakat umum

(Harian Republika dan Media Indonesia tanggal

29 Januari 2014) Dalam hal terjadi bencana

setidaknya Arsiparis dapat berperan dengan

melakukan penyelamatan dan perlindungan arsip

pada lingkup instansinya sendiri

65 UUD 1945

Dalam konteks pelayanan informasi Undang

Undang Dasar 1945 pun secara tegas menjamin

hak warga negara untuk memperoleh informasi

Pasal 28F yang merupakan hasil amandemen

Dewan Perwakilan Rakyat mengamanatkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi

dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya serta berhak untuk mencari

memperoleh memiliki menyimpan mengolah

Beberapa Regulasi yang Menguatkan Eksistensi Arsiparis

6

dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia UUD 1945 sebagai sumber hukum

tertulis yang memayungi setiap peraturan

perundang-undangan di Indonesia ini semakin

menguatkan dan mempertegas bahwa negara

berkewajiban melayani setiap warga negara

dan penduduk untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasarnya dalam bidang informasi

Penegasan di atas berarti pula penegasan

terhadap tugas dan fungsi Arsiparis yang salah

satunya melakukan pengelolaan arsip guna

penyediaan dan pelayanan informasi

mendapatkan amanat dari peraturan perundang-

undangan yang tertinggi tingkatannya yaitu UUD

1945 Oleh karenanya Arsiparis semestinya tidak

canggung lagi dalam melaksanakan tugasnya

karena telah dilindungi dilengkapi dan dijamin

dengan kepastian hukum

66 Kode Etik Profesi

Arsiparis merupakan profesi yang diamanatkan

oleh UU Sebagai layaknya profesi lainnya yang

sudah mempunyai asosiasi atau ikatan seperti

profesi dokter dengan IDI-nya (Ikatan Dokter

Indonesia) profesi akuntan dengan IAI-nya

(Ikatan Akuntan Indonesia) profesi wartawan

dengan PWI-nya (Persatuan Wartawan

Indonesia) dll Arsiparis pun telah mempunyai

asosiasi yang disebut AAI (Asosiasi Arsiparis

Indonesia)

AAI telah menyusun kode etik profesi sebagai

standar moralitas bagi Arsiparis Indonesia dalam

menjalankan tugas kewenangan dan tanggung

jawab profesi kearsipan Kode Etik Arsiparis

Indonesia yang tertuang dalam Keputusan

Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis Indonesia

Nomor 06AAI2009 tentang Kode Etik

Arsiparis Indonesia sebagai berikut

1 Arsiparis Indonesia bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2 Arsiparis Indonesia setia dan taat kepada

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945

3 Arsiparis Indonesia harus jujur dan

bertanggungjawab bersemangat untuk

meningkatkan kompetensi profesionalitas

komitmen dedikasi integritas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya

4 Arsiparis Indonesia harus mempertahankan

dan melindungi otentisitas reliabilitas

legalitas dan integritas dari suatu arsip

5 Arsiparis Indonesia bertanggungjawab atas

pengelolaan arsip mulai dari penciptaan

penggunaan dan pemeliharaan penyusutan

penilaian dan akuisisi deskripsi pelestarian

sampai dengan akses dan pemanfaatan arsip

demi kemaslahatan bangsa

Kode etik profesi di atas merupakan pola aturan

etika sebagai pedoman berperilaku bagi Arsiparis

dalam melakukan kegiatan atau pekerjaannya

Rambu-rambu kode etik harus diikuti dan tidak

boleh dilanggar Bila dilanggar bukan saja

menjadi tidak profesional bahkan bila

pelanggaran etika dalam kategori berat akan

berhadapan dengan sanksi hukum

7 Simpulan

Berbagai regulasi telah diterbitkan oleh

pemerintah yang memberikan peluang bagi

Arsiparis untuk berkiprah UUD 1945 UU

Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya UU

KIP UU Pelayanan Publik UU Penanggulangan

Bencana dan Kode Etik Profesi Arsiparis

merupakan peraturan yang memberikan peluang

kepada Arsiparis untuk membuktikan perannya

sebagai sumber daya manusia yang profesional

Bila Arsiparis dapat membuktikan kiprahnya di

berbagai kegiatan dalam kerangka peraturan

yang telah disebutkan di atas maka hasil

kerjanya dapat dirasakan untuk kepentingan

organisasi yang pada akhirnya keberadaan

Arsiparis memang diperlukan Dengan demikian

pandangan orang terhadap profesi Arsiparis

semakin lebih positif dan akan meningkatkan

pula rasa percaya diri bagi Arsiparis itu sendiri

yang secara keseluruhan akan membawa dampak

yang positif terhadap peningkatan profesi-

onalisme

Peraturan perundang-undangan telah cukup

banyak tersedia sebagai tools payung hukum

bagi Arsiparis untuk eksis Sekarang semua

terpulang kepada Arsiparis sendiri apakah mau

memanfaatkan peluang tersebut untuk

meningkatkan perannya atau hanya sebagai

sumber daya manusia yang pasif

Sudiyanto

7

8 Daftar Acuan

httprepositoryusuacid bitstream123456789

274674Chapter20IIpdf Kajian Teori

Konsep Percaya Diri diakses 23 Januari

2014

Keputusan Pengurus Nasional Asosiasi Arsiparis

Indonesia Nomor 06AAI2009 tentang

Kode Etik Arsiparis Indonesia

Media Indonesia (29 Januari 2014) Korban

Banjir Gratis Perbaiki Arsip

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2009

tentang Kearsipan

Rachman Siti Nur Deva (2010) Hubungan

Tingkat Rasa Percaya Diri Dengan Hasil

Belajar Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

httprepositoryuinjktaciddspacebitstrea

m123456789

33611SITI20NUR20DEWA20RA

CHMAN-FITKpdf diakses 30 Januari

2014

Republika (29 Januari 2014) ANRI Perbaiki

Arsip Korban Banjir

Sudiyanto (2014) Peluang Arsiparis Menjadi

Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID) Sedang Dalam

Proses Penerbitan di Salah Satu Jurnal

Sukmadinata Nana Syaodih (2005) Metode

Penelitian Pendidikan Penerbit Rosda

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2009 tentang Kearsipan

Zed Mestika (2008) Metode Penelitian

Kepustakaan Yayasan Obor Indonesia

Edisi Kedua

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

8

CACAH ULANG PENYIANGAN DAN PRESERVASI

Zulfikar Zen

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mailzzen51yahoocom

Abstrak

Salah satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut dengan istilah Stock-

opaname Melalui kegiatan Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di

samping itu juga akan diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah tempat koleksi yang jarang digunakan Bersamaan

dengan kegiatan Cacah Ulang perpustakaan juga melalukan kegiatan ―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan agar koleksi yang tersedia hanyalah yang dibutuhkan sedangkan yang

tidak berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar lestari baik isinya

mau pun fisiknya

Kata kunci perpustakaan cacah ulang penyiangan dan preservasi

Abstract

One of the activities that must be performed librarian is stock-opaname Through stockopname is known availability or

unwillingness library collection In addition through stockopname will also note that the situation is a collection of

damaged misplaced including collections that are rarely used Along with stockopname activities the library also pass

the weeding and preservation Weeding activities carried out so that the collection is available only needed by the user

while useless issued from the library collection Preservation the maintenance activities that are sustainable both content

and physical collections

Keywords library stockopname weeding and preservation

1 Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa

―Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi

karya tulis karya cetak danatau karya rekam

secara professional dengan sistem yang baku

guna memenuhi kebutuhan pendidikan

penelitian pelestarian informasi dan rekreasi

para pemustakardquo Lebih lanjut dinyatakan bahwa

koleksi perpustakaan adalah semua informasi

dalam bentuk karya tulis danatau karya rekam

dalam berbagai media yang mempunyai nilai

pendidikan yang dihimpun diolah dan

dilayankan

Selama ini orang mendefinisikan

―perpustakaanrdquo sebagai gedung atau ruangan

yang didalamnya terdapat buku majalah surat

kabar koleksi untuk dipinjamkan Definisi

tersebut menyebabkan citra pustakawan hanya

sebagai ldquopenjaga bukurdquo (the custodian of

books) Apabila diperhatikan dengan seksama

gedung ruang dan buku hanyalah tempat atau

wadah (containers) sedangkan isinya berupa

ldquoinformasi (information) Informasi adalah

data yang sudah diolah yang bermanfaat bagi

penerimanya Wadahnya sangat beragam seperti

tertulis tercetak terekam dalam bentuk buku

majalah koran CD flash disk peta lembaran

dan lain sebagainya

Oleh karena itu pada hakikatnya perpustakaan

tidak hanya menyimpan buku majalah koran

dan sebagainya tetapi juga sebagai menyimpan

informasi Sebaliknya orang yang datang ke

perpustakaan pun untuk mencari informasi

bukan mencari buku majalah dan koran dan

sebagainya Karena itu seharusnyalah

perpustakaan disebut sebagai lembaga informasi

Zulfikar Zen

9

dan pustakawan sebagai ―Pekerja Informasirdquo

(Information Professionals) Namun demikian

tidak mungkin bila pustakawan hanya bertugas

mengelola isi tanpa mengelola wadah dan

tempatnya

Bila diibaratkan perpustakaan sebagai toko

maka mata dagangannya adalah ―informasirdquo

Jasa yang diberikan adalah layanan informasi

Informasi terus bertumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi Dimulai dengan penemuan kertas

di Cina dan mesin cetak di Jerman lalu

berkembang dengan penerbitan digital

(elektronik) menandai bahwa informasi terus

tumbuh dan berkembang dengan pesat Adapun

harapan yang diinginkan dari pengaruh kemajuan

tersebut yaitu dapat merubah paradigma di

perpustakaan dan pustakawan sebagai berikut

Perpustakaan

Dulu

Perpustakaan Kini

Koleksi Media tunggal

(terutama berbasis

kertas) Jumlah

berbasis

kepemilikan

Multi media tertulis

tercetak dan

terekam

Jumlah berbasis

akses

Gedung Bagaikan gudang

tertutup kurang

strategis

Ibarat toko pasar

transparan stategis

Layanan Pasif menunggu

manual

Proaktif mendidik

dan mendatangi

pengguna

mamanfaatkan

teknologi informasi

Pustakawan kurang

Profesional pasif

birokrat tukang

jaga buku (the

custodian of

books)

profesional aktif

demokratis pekerja

informasi penjaga

pengetahuan (the

guardian of

knowledge)

Di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia kondisi perpustakaan tidak jauh

berbeda dengan perpustakaan pada masa lalu

kalaupun sudah ada yg maju masih dalam jumlah

terbatas Perpustakaan di Indonesia masih

terbatas baik kualitas maupun kuantitas

terutama Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan

Umum Menurut SRRanganathan (1931) yang

dikutip Kaur (2002) terdapat 5 hukum ilmu

perpustakaan

1 Buku untuk digunakan (Books are for

use)

2 Setiap pembaca bukunya (Every reader

his book)

3 Setiap buku pembacanya (Every book its

reader)

4 Hematkan waktu pembaca (Save the time

of the reader)

5 Perpustakaan organisme yg tumbuh

(Library is a growing organism)

Bila ditafsirkan pernyataan di atas maka

perpustakaan yang benar adalah yang koleksinya

digunakan bukan hanya untuk disimpan

Kegiatan promosi merupakan upaya yang selama

ini terabaikan di perpustakaan Pustakawan

berhenti ketika bukunya sudah tersusun rapih di

rak Hal tersebut merupakan tugas pustakawan

yang harus terus mengembangkan ilmunya

sehingga terciptalah proses layanan semudah dan

seefisien mungkin Tersedianya sarana temu

kembali informasi berupa katalog indeks

bibliografi merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pustakawan untuk membantu

pemustaka

Sebagai lembaga jasa perpustakaan selalu

berupaya untuk menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna Sehingga koleksi

yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan

pengguna Di samping upaya penambahan

koleksi baru koleksi-koleksi tersebut harus

dipelihara dengan baik Apa yang ada dalam

katalog harus dipastikan dapat dikases

meskipun mungkin sedang dipinjam oleh orang

lain

Perpustakaan adalah lembaga peminjaman tidak

satupun koleksi perpustakaan yang tidak boleh

dipinjam Kegiatan peminjaman dan sirkulasi

menuntut pustakawan secara berkala untuk

melakukan pengawasan (control) secara berkala

dan teratur Selain pengawasan (control) salah

satu kegiatan yang harus dilakukan pustakawan

adalah ldquoCacah Ulang yang lazim disebut

dengan istilah Stock-opaname Melalui kegiatan

Cacah Ulang dapat diketahui ketersediaan atau

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

10

ketidaksediaan koleksi perpustakaan Di samping

itu melalui kegiatan stock opname juga akan

diketahui koleksi yang keadaanya rusak salah

tempat termasuk koleksi yang jarang digunakan

Bersamaan dengan kegiatan Cacah Ulang

perpustakaan juga harus melalukan kegiatan

―Penyiangan (weeding) dan Preservasi

(Preservation) Kegiatan penyiangan dilakukan

agar koleksi yang tersedia hanyalah yang

dibutuhkan oleh pengguna sedangkan yang tidak

berguna dikeluarkan dari koleksi perpustakaan

Sedangkan kegiatan preservasi dilakukan untuk

melestarikan keberadaan bahan pustaka di

perpustakaan

2 Cacah Ulang (Stock Opname)

Ketika kita masuk ke toko swalayan pada saat

akan ditutup para pelayanan toko dengan daftar

ditangan mengadakan ―pencocokan jumlah

―barang yang ada dalam jajaran dengan jumlah

barang yang terdapat dalam daftar Hal ini pula

perlu dilakukan untuk mengetahui terjual atau

belum terjualnya barang tersebut Tidak tertutup

kemungkinan bahwa barang tersebut tidak

terjual tetapi juga tidak ada dalam jajaran Jika

hal tersebut terjadi kemungkinan barang tersebut

salah tempat atau hilang Namun ada pula

beberapa barang ditemukan tetapi dalam

keadaan rusak Hal serupa juga dilakukan di

perpustakaan dan dinamakan dengan ―Cacah

Ulang (Stockopname)

Upaya Cacah Ulang tersebut dilakukan dalam

rangka untuk mengontrol koleksi yang ada

Kegiatan sirkulasi menyebabkan beredarnya

koleksi dari pemakai ke pemakai Namun

apabila koleksi yang dicari pengguna tidak ada

maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu

sedang dipinjam salah tempat berada di meja

baca dicuri sedang diperbaiki dan sebagainya

Dalam sistem layanan terbuka (open access)

kasus hilang dan rusaknya koleksi merupakan hal

yang lumrah Dari kegiatan ini juga dapat

diketahui apabila peminjam sudah lama tidak

mengembalikan pinjamannya Sehingga

perpustakaan menerapkan sistem dendasanksi

Perpustakaan akan memberikan sanksi kepada

peminjam yang terlambat mengembalikan yang

merusak atau yang menghilangkan buku

Secara umum manfaat dari Cacah Ulang yaitu

untuk mengetahui jumlah

1 koleksi terakhir di miliki perpustakaan

2 koleksi yang hilang

3 koleksi yang dipinjam tetapi belum

dikembalikan

4 koleksi yang salah tempat

5 koleksi yang rusak

6 koleksi yang tidak pernah atau jarang

digunakan

7 koleksi yang banyak diminati

Evans (2000) menyebutkan Cacah Ulang dengan

istilah ldquoDeselctionldquo Paling tidak terdapat 4

(empat) alasan yang mendorong untuk

melakukan kegiatan cacah Ulang yaitu

1 Untuk menghemat tempat (to save space)

2 Untuk memperbaiki akses (to improve

access)

3 Untuk penghematan uang (to save money)

4 Untuk menyediakan tempat bagi koleksi

baru (To make room for the newmaterials)

3 Tata Cara Cacah Ulang

Ketika kegiatan Cacah Ulang akan dilakukan

Perpustakaan harus memberitahukan kepada

pemakai kapan kegiatan tersebut dilaksanakan

Lazimnya pada saat Cacah Ulang tersebut

perpustakaan tidak melakukan transaksi

peminjaman baru dan hanya menerima

pengembalian pinjaman Untuk memudahkan

proses Cacah Ulang sebaiknya dilakukan

beberapa hal sebagai berikut

1 Sebaiknya Perpustakaan memiliki dokumen

resi kebijakan tertulis untuk kegiatan Cacah

Ulang termasuk di dalamnya kegiatan

penyiangan dan preservasi

2 Dalam document tsb dijelaskan tentang a)

Maksud dan tujuan kegiatan kepada semua

pihak terkait terutama kepada seluruh

pustakawan b) Organisasi pelaksana

kegiatan disertai dengan penjelasan tugas

(job description) dan tanggung jawabnya c)

Dana yang diperlukan serta sarana dan

prasarana yang diperukan d) Waktu

kegiatan akan dilakukan

Zulfikar Zen

11

3 Perpustakaan harus membuat pengumuman

resmi kepada semua pihak tentang waktu

pelaksanaan baik dari mulai dan akhirnya

kegiatan tersebut Selain itu sebaiknya

perpustakaan juga menjelaskan apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan selama

proses Cacah Ulang dan Penyiangan

4 Ketika pelaksanaan kegiatan susunan

koleksi sudah tersusun sesuai dengan No

Panggil (Call number) koleksi majalah dan

koran berdasarkan abjad judulnya yang

masing-masingnya disusun kronologis

(tanggal bukan dan tahun Koleksi bukan

buku (pandang dengar) berdasarkan bentuk

dan ragamnya

5 Kartu pengerakkan (shelf list) sangat

bermanfaat dalam kegiatan cacah ulang

Secara mudah dan terorganisir semua

koleksi akan terdeteksi dengan baik Untuk

koleksi yang banyak jumlahnya dicacah oleh

tenaga yang lebih banyak pula

6 Setiap item yang ada harus ditentukan

keberdaan dan kondisinya sesuai dengan

informasi yang hendak diketahui di atas

4 Penyiangan (Weeding)

Dalam kegiatan pertanian penyiangan adalah

membersihkan tanaman dari rumput atau

tanaman lain yang menganggu Prinsip tersebut

juga diterapkan di perpustakaan Agar koleksi

perpustakaan diminati dan menumbuhkan minat

baca maka koleksi yang tidak diperlukan

dikeluarkan dari koleksi perpustakaan Koleksi

tersebut dikeluarkan baik untuk selamanya atau

untuk sementara Koleksi yang tak berguna

dikeluarkan untuk selamanya sedangkan yang

rusak diperbaiki terlebih dahulu kemudian

dijajarkan kembali Buku terlarang dikelaurkan

dari koleksi perpustakaan selama larangan

berlaku Tujuan utama penyiangan di

perpustakaan adalah untuk memelihara koleksi

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan

pemustaka

Dalam prakteknya tidak mudah pustakawan

untuk mengeluarkan koleksi dari

perpustakaannya Karena akan berdampak pada

hukum juga kepercayaan bahwa buku adalah

bagian dari warisan budaya Buku lama sekali

pun akan baru bagi orang yang baru

membacanya Oleh karena itu diperlukan kriteria

yang harus ditentukan untuk penyiangan

KriteriaPenyiangan merupakan ketetapan yang

harus ditentukan sebelumnya agar memudahkan

pekerjaan

Evans (2000) dengan mengutip HF MacGraw

mengemukakan beberapa kriteria dalam

penyiangan antara lain

1 Duplikasi (Duplicate) Koleksi yang

terdapat duplikasi (ganda) dalam jumlah

yang banyak

2 Hadiah yang tak berguna yaitu hadiah

yang tidak diinginkan atau tidak diperlukan

(Unsolicited and Unwanted gift) Sering

perpustakaan mendapat hadiah dari

berbagai sumber tetapi koleksi tersebut

tidak bermanfaat bagi pengguna

perpustakaan

3 Buku usang kuno terutama buku sains

(Obsolate books especially Science)

Lazimnya buku-buku sains cepat kadaluarsa

dibandingkan dengan buku ilmu-ilmu

sosial ilmu budaya dan humaniora

4 Edisi lama (Suppesded editions) Bila

telah memiliki edisi baru maka edisi lama

sebaiknya dikeluarkan

5 Buku yang rusak dimakan rayap kumuh

jorok lusuh (Books that are infested dirty

shabby worn out)

6 Buku cetakan kecil kertas rapuh

kehilangan halaman) Books with small

print brittle paper and missing pages)

7 Buku yang tak digunakan atau tak

dibutuhkan (Unused Unneeded volume of

sets)

8 Majalah tanpa indeks (Periodicals with

no indekxes)

Selain beberapa hal tersebut diatas dapat

ditambahkan untuk kriteria penyiangan

yaitu buku-buku terlarang bahasanya

yang buruk merusak akidah akhlak

dan lain sebagainya

Untuk melakukan penyiangan memerlukan usaha

yang sungguhndashsungguh dengan memperhatikan

banyak hal Mengingat bahwa koleksi

perpustakaan merupakan warisan budaya

kekayaan masyarakat barang invetaris

karenanya jika melakukan penyiangan tanpa

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

12

aturan yang tetap dapat melanggar hukum

Koleksi Deposit dan koleksi keatrifan lokal

merupakan koleksi yang tidak boleh disiangi

Oleh karena itu dalam Panduan Pengembangan

koleksi Perpustakaan Nasional RI (2010)

meyebutkan langkah-langkah apa saja yang

dilakukan pada saat penyiangan

a Buku pedoman Sebaiknya perpustakaan

mempunyai peraturan tertulis tentang

penyiangan sebagai pedoman melaksanakan

penyiangan dari waktu ke waktu

b Bantuan ahli Hendaknya pustakawan

meminta bantuan dari ahli subjek (specialist

subject) untuk menetukan apakah suatu

koleksi bernilai guna atau tidak Kadang

kala buku yang sudah cukup tua (out of

date) bagi pakar dianggap sangat

diperlukan

c Pemanfaatan Bahan pustaka yang

kurangtidak diminati dapat segera

dikeluarkan dari jajaran koleksi Untuk

melakukan penyiangan diperlukan data dari

bagian layanan sirkulasi mengenai

pemanfaatan suatu bahan pustaka

d Isi atau materi Bahan pustaka yang boleh

disiangi antara lain yaitu

1) Sudah ketinggalan zaman atau tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan pemakai

2) Informasinya sudah tida relevan

3) Data sudah tidak akurat lagi

4) Informasinya sudah kurangtidak

bermanfaat lagi

5) Materi sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum

6) Edisi terbaru telah terbit

7) Materinya bukan merupakan karya

klasik dan sejarah

8) Bahan pustaka yang isinya sudah tidak

lengkap lagi dan tidak dapat diusahakan

untuk melengkapinya

Ketika diputusakan bahwa beberapa koleksi

akan disiangi (dikeluarkan) dari koleksi

perpustakaan maka beberapa kegiatan yang

harus dilakukan antara lain

1) Membuat daftar koleksi yang akan

disiangi

2) Memberikan cap atau tanda yang

menyatakan bahwa koleksi tersebut

sudah dikeluarkandari koleksi

perpustakaan

3) Mengeluarkan semua kartu katalog yang

terkait dengan koleksi tersebut

misalnya kartu pengarang kartu judul

kartu subjek dan sebagainya Termasuk

menghapus koleksi dari pangkalan data

katalog terpasang

4) Membuat laporan kegiatan penyiangan

yang dilakukan secara sistematis

5) Jika dimungkinkan koleksi hasil siangan

dihadiahkan kepada perpustakaan lain

yang memerlukan Sebaiknya

sebelumnya mengirim surat tawaran

kepada calon penerima

6) Sering juga koleksi hasil siangan dijual

dengan harga murah kepada anggota

perpustakaan atau masyarakat umum

7) Kadangkala koleksi hasil siangan

dijadikan sebagai barter tukaran koleksi

dengan perpustakaan lain

5 Preservasi (Preservation)

Preservasi adalah kegiatan pemeliharaan agar

lestari baik isinya mau pun fisiknya Bahan

pustaka dalam berbagai bentuk disediakan di

perpustakaan untuk dipinjamkan Dalam

penggunaannya secara alami pada koleksi yang

akan terjadi perubahan misalnya rusak robek

hilang kumuh copot jilidnya dicoret-coret dan

sebagainya Secara umum terdapat 4 (empat)

penyebab kerusakan bahan puasatak yaitu

a Manusia Koleksi perpustakaan adalah

disediakan bagi pengguna Dalam

penggunaan tersebut (mungkin) terjadi

kerusakan bahan pustaka baik secara

disengaja atau tidak disengaja

Kerusakannya antara lain robek basah

hilang kumal dan sebagainya

b Alam Sering terjadi kerusakan bahan

pustaka karena alam (nature) Peristiwa

alam yang sering merusak bahan pustaka

antara lain kebakaran banjir gempa

cuaca angin cahaya matahari debu

temperature atau suhu dan sebagainya

c Binatang Serangga seperti tikus kecoa

rayap semut merupakan sebagian dari

binatang yang sering merusak bahan

pustaka Koleksi digital akan sangat mudah

Zulfikar Zen

13

terkena virus yang merusak data digital

yang dimiliki

d Zak kimia Bahan pustaka itu sendiri

kadang menyebabkan kerusakan

misalnnya kertas tinta plastic penjepit

kertas (paper clips) dan sebagainya Zat

kimia yang terdapat di dalam bahan

pustaka pada saat tertentu ikut mengancam

keselamatan bahan pustaka itu sendiri

Koleksi perpustakaan merupakan bagian dari

khazanah budaya umat manusia Oleh karena itu

suatu kewajiban bagi pustakawan untuk

memelihara dan merawatnya Bshksn ada yang

mengakatakan bahwa ―Bahan pustaka yang ada

ditangan kita saat ini bukan hanya warisan

nenek moyang tetapi juga titipan (amanah)

anak cucurdquo Tanpa perawatan dan pemeliharaan

adalah sangat sulit untuk mewariskannya kepada

generasi mendatang

Untuk pemeliharaannya terdapat 2 (dua) cara yaitu

Preventif (mencegah) dan Kuratif (memperbaiki)

Berikut ini berbagai cara perawatan bahan pustaka

antara lain

a Reproduksi Yaitu melakukan reproduksi

dengan cara fotocopy Jika terjadi kerusakan

pada satu bahan pustaka perpustakaan masih

memiliki koleksi serupa meskipun tidak asli

Bagian yang hilang ditempelkan pada fotocopy

b Alih Bentuk yaitu mereproduksinya kedalam

bentuk lain yang lebih aman misalnya dengan

cara dibuatkan dalam bentuk mikro CD ROM

Flash dics dan sebagainya

c Jilid Ulang Bahan pustaka yang rusak jilidnya

maka dilakukan penjilidan ulang Umumnya

buku terbitan Indonesia kualitas penjilidannya

sangat rendah

d Laminasi Agar isinya aman maka koleksi

tersebut dilaminasi sehingga dapat digunakan

lagi dengan baik tidak akan robek

e Digitalisasi Di samping upaya untuk

meningkatkan keterpakaian koleksi dengan cara

digitalisasi sekaligus juga sebagai upaya untuk

perawatan

f Tidakan Preventif yaitu upaya pemeliharaan

dengan melakukan tindakan prefentif dan

menghindari dari semua bahaya yang akan

mengancam kelestarian bahan pustaka Ketika

membangun sudah dipertimbangkan bahaya

yang menjadi penyebabnya rusaknya bahan

pustaka Di perpustakaan harus ditentukan

berbagai cara dan syarat agar koleksi tidak

rusak Koleksi perpustakaan ditempatkan di

ruangan dengan temperature yang baik serta

sirkulasi udara yang cukup Kalau memungkin

sebelum menggunakan bahan pustaka

membersihkan tangan terlebih dahulu karena

koleksi perpustakaan harus dipelihara

kebersihannya g Keamanan Baik keamanan dari maling curi

rampok dan sebagainya keamanan juga harus

dijaga terhadap pangkalan data dari gangguan

virus atau hacker Membuat cadangan (back up)

merupakan upaya yang harus dilakukan untuk

memeliharan bahan pustaka

6 Kesimpulan

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga

jasa Adapun jasa yang diberikan adalah

informasi terekam dalam berbagai bentuk

Pemakai adalah pelanggan (customers patron)

yang harus dilayani kebutuhan informasiya

secara tepat cepat dan akurat Untuk

memudahkan akses terhadap koleksi

perpustakaan perpustakaan menyediakan

berbagai sarana antara lain katalog bibliografi

indeks dan lain sebagainya Layanan terbuka

(open access) layanan ektensi dan layanan

terpasang (online) merupakan bagian untuk

memberikan layanan maksimal perpustakaan

yang mengikuti zaman masa kini

Perpustakaan adalah lembaga yang terus tumbuh

dan berkembang Koleksinya semakin lama

semakin berkembang baik dalam hal jumlah

mau pun jenis subjeknya juga dalam hal wadah

dan bentuknya Sebagai lembaga peminjaman

koleksi akan beredar dari pemakai ke pemakai

Tak satu pun koleksi perpustakaan yang tidak

boleh dipinjam Dalam proses sirkulasi

(peminjaman) terdapat berbagai hal sebagai

konsekwensi logis dari kegiatan antara lain

koleksi menjadi rusak hilang salah tempat ada

yang belum dikembalikan dan lain sebagainya

Oleh karena itu secara berkala perpustakaan

harus diadakan pemeriksaan koleksi

Pemeriksaan tersebut lazim disebut dengan

Cacah Ulang (Stockopanme) Istrilah lain dalam

bahasa Inggris dikenal sebagai deselection

relegation retention deacquisition

Cacah Ulang Penyiangan dan Preservasi

14

Dalam kegiatan Cacah Ulang dilakukan kegiatan

lanjutan yaitu Penyaiangan (Weeding) terhadap

koleksi yang tidak bernilai guna lagi rusak tidak

lengkap sudah kuno dan lain sebagainya

Disamping itu beberapa koleksi yang

diperlukan dan bernilai guna dilakukan kegiatan

preservasi pemeliharaan dan perawatan

Kegiatan preservasi dapat berupa kegiatan

preventif atau kuratif

7 Daftar Acuan

Curley Arthur dan Dorothy Broderik Building

library collectionsmdash6th edmdashLondon The

Scarecrow Press Inc 1985

Evans G Edward dan R Margaret R Zarnosky

Development of library and information center

collectionmdashEnglewood Colorado Libraries

Unlimited 2000

Futas Elizabeth (editor) Collection development

policies and proceduresmdash3rd

edmdashPhoenix

Arizona Oryx Press 1975

Jenkins Clare dan Mary Morley Collection

management in academic librariesmdashAldershot

Hants England Gower 1991

Kaur Devinder dan RGPrasher

Librarianship Philosophy Laws and Ethicsmdash

New Delhi Mediton Press 2002

Library and information center managementmdashWets

point Connecticut 2002

Pedoman Pengembangan Koleksi Jakarta

Perpustakaan Nasional RI 2010

Rowley Jennifer The electronic librarymdashLondon

Facet Publishing 2002

Stueart Robert D dan Barbara B Moran

Library and information management centermdash

6st edmdashWestpoint Connecticut Libraries

Unlimited 2002

Purwanto

15

PRESERVASI DIGITAL ARSIP PETA (BLUE PRINT) DI KANTOR

ARSIP UNIVERSITAS INDONESIA

Anton Purwanto Putra

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia E-mail purwantoputra21uiacid

Abstrak

Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan preservasi digital arsip peta (blue print) di kantor

arsip Universitas Indonesia Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan rekod elektronik diantaranya adalah isu

teknologi informasi aspek hukum aspek manajemen standar preservasi arsip elektronik dan metadata rekod elektronik

Kajian yang dilakukan pada 2013 ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dan studi literatur

Temuan menunjukkan bahwa secara sederhana pembagian tahapan preservasi arsip peta di Kantor Arsip UI adalah

pertama preservasi fisik arsip yang masih dalam bentuk hard paper yaitu dengan melakukan penjilidan untuk arsip peta

kemudian pada tahap berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Dengan demikian berdasarkan hasil observasi dan studi literatur hal penting yang

perlu diperhatikan untuk melakukan pengelolaan arsip peta di UI adalah sebagai berikut klasifikasifilling system

metadata retensi dan disposal arsip peta strategi migrasi data pertukaran data penyimpanan dan audit informasi

Kata kunci arsip peta preservasi digital rekod elektronik retensi dan disposal

Abstract

This short article seeks to identify the requirement to manage digital preservation of blue print archieve in archieve office

University of Indonesia Digital preservation has relevancy with electronic record that is information technology issues

legal aspect management electronic record preservation standard and electronic record metadata This research

conducted in 2013 has used a qualitative approach and case study method The findings indicate that the distribution of

phase blue print preservation in archive office University of Indonesia is first physical preservation of blue print in hard

papper with to do binding for blue print archieve seccondly digital preservation that is to do digitalization blue print

archieve Finally outcome from observation and study literatur analysis importance give attention to manage blue print

archieve in University of Indonesia this is clasificationfilling system metadata retention and disposal blue print data

migration strategic storage and information audit

Keywords blue print digital preservation electronic record retention and disposal

Pendahuluan

Preservasi digital memiliki keterkaitan dengan

rekod elektronik beberapa diantaranya adalah

isu teknologi informasi aspek hukum aspek

manajemen standar preservasi arsip elektronik

dan metadata rekod elektronik Melakukan

pengidentifikasian terhadap ide yang berkaitan

dengan preservasi digital adalah hal yang

penting Karena pada hakikatnya preservasi

digital adalah preservasi yang dilakukan terhadap

informasi di dalam berbagai media simpan dan

rekod yang terciptadiciptakan dengan

menggunakan komputer Isu-isu yang muncul

adalah mengenai karakteristik rekod elektronik

dan fakta bahwa rekod tercipta dalam berbagai

bentuk objek digital yang berbeda-beda Digital

Preservasi diperlukan biasanya karena besarnya

jumlah data dan informasi yang harus dikelola

dan utamanya adalah kebutahan

mempertahankan nilai guna informasi dari suatu

reckodarsip dan juga sebagai bahan

pertimbangan dan pembuktian hukum jika suatu

saat nanti dibutuhkan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

16

Pada dasarnya preservasi digital dilakukan untuk

rekod dalam format digital atau rekod hardpaper

yang sudah dialih media ke dalam bentuk digital

Namun persoalannya adalah masih ada beberapa

hal yang membuat perbedaan secara tajam antara

rekod dalam bentuk kertas dengan rekod

elektronik dalam hal preservasi digital beberapa

di antaranya media penyimpanan rekod

elektronik yang tidak selalu stabil dan cocok

untuk pelestarian yang sifatnya permanen atau

jangka panjang Kemajuan teknologi membuat

perangkat keras dan perangkat lunak yang

digunakan untuk penyimpanan preservasi digital

akan usang dalam beberapa tahun Kemudian

juga terkait dengan migrasi rekod ke teknologi

yang lebih baru yang membutuhkan biaya besar

atau cukup tinggi yang bisa saja akan muncul

secara reguler dan proses preservasi digital juga

dapat mengakibatkan hilangnya informasi

kontekstual yang ada di rekod di samping itu

ancaman lain yang bisa saja muncul yaitu fisik

dan informasi rekodarsip hilang karena bencana

alam atau manusia hambatan akses (proteksi)

dan aspek legal permission

Sementara untuk rekod yang sudah born

(tercipta) dalam bentuk digital dan ketika masih

digunakan untuk kegiatan fungsional bisnis

organisasi sehari-hari rekod elektronik itu

sendiri juga rentan terhadap perubahan duplikasi

dan kehilangan informasi maupun kontennya

Berbeda dengan rekod yang berbasis kertas yang

umumnya diatur oleh aturan manajemen rekod

dan preservation planning yang lebih terkontrol

seperti penggunaan sistem klasifikasi akses dan

pemeliharaan melalui registrasi secara terpusat di

mana rekod tersebut dipelihara sehingga aturan

mengenai manajemen dan preservasi rekod

hardpaper masih dapat mengimbangi

perkembangan kebutuhan preservasinya

Sifat rekod adalah mengandung struktur

konteks dan konten Dalam rekod berbasis

kertas karakteristik ini menyatu pada item fisik

rekod tersebut tetapi dalam versi elektronik

unsur-unsur ini mungkin hanya ada dalam bentuk

konseptual dan tidak ada dalam realitas fisiknya

Maka dari itu muncul suatu tantangan untuk

mempertahankan semua sifat tersebut dalam

tindakan preservasi digital yang akan dilakukan

terhadap rekod kertas yang sudah dialih media ke

dalam bentuk elektronik atau rekod yang dari

penciptaanya sudah dalam bentuk elektronik

Karena struktur dan konteks akan memberikan

makna terhadap isi dan validitas rekod sebagai

alat bukti sehingga hal ini akan menjadi

perhatian utama dalam kegiatan preservasi

digital yang dilakukan

Pada rekodarsip elektronik preservation

planning seharusnya sudah bisa dilakukan pada

saat datarekod diciptakan bahkan sebelum data

diciptakan sudah ditentukan agar nanti

mengetahui tindakan preservasi seperti apa yang

tepat dilakukan Clive Kirkwood dan Louisa

Venter dalam artikelnya Strategy for the

Management and Appraisal of Electronic Rekods

in the Public Sector menyebutkan bahwa

preservasi rekod elektronik secara garis besar

akan membahas mengenai penjelasan perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Kantor Arsip Universitas Indonesia merupakan

unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengorganisasi rekod yang

tercipta di lembaga tersebut Kantor Arsip juga

berperasn sebagai Institutional Repository

Perguruan Tinggi sehingga memiliki peran yang

sangat signifikan untuk mengelola dan mengatur

sedemikian rupa rekod yang tercipta untuk nanti

digunakan bagi kepentingan lembaga Akan ada

berbagai jenis rekod dengan nilai guna yang

harus di maintain oleh kantor arsip peta salah

satu diantaranya adalah Arsip Peta UI arsip peta

merupakan rekod yang berisi cetak biru (blue

print) dari bangunan-bangunan yang ada di

kampus UI Depok Jawa Barat dan Salemba

Jakarta Arsip peta ini masuk ke dalam kategori

arsip dan nilai guna vital sehingga arsip ini

harus disimpan secara permanen dan statis dan

arsip ini penggunaanya juga masih sangat sering

sekali sehingga ada tantangan tersendiri untuk

melakukan preservasi arsip peta baik dari segi

fisik arsip dan nilai informasi yang terkandung

Berbagai tindakan preservasi dengan tahapan-

Purwanto

17

tahapannya sudah dilakukan hingga preservasi

digital namun yang masih menjadi persoalan

dan luput dari perhatian Kantor Arsip UI adalah

mengenai long term preservation (preservasi

jangka panjang) dari arsip peta UI bagaimana

dengan klasifikasifiling system metadata yang

akan digunakan untuk temu kembali retensi dan

disposal migrasi data keusangan media simpan

dan integrasi dengan aplikasi atau sistem

elektronik belum diperhatikan secara serius

Sehingga tulisan ini akan membahas dan

mencoba memberi rekomendasi mengenai aspek-

aspek tersebut di atas semoga ini bisa menjadi

masukan untuk Kantor Arsip UI dalam hal

pengelolaan arsip petanya ke depan agar lebih

baik lagi

Tinjauan Literatur

Secara umum payung besar dari preservasi

digital terakomodir di dalam Curation Lifecyle

yang tertuang di dalam Curation Lifecycle

Model Sebelum membahas mengenai preservasi

digital sebagaiknya mengetahui tentang model

ini sehingga bisa mengetahui berada di bagian

mana dan seberapa besar cakupan yang akan di

kerjakan dalam preservasi digital curation

lifecycle model berupa grafis gambaran tingkat

tinggi dari tahapan yang diperlukan untuk

kesuksesan dalam pelestarian dan kurasi data

dari mulai konseptualisasi awal atau penerimaan

melalui curation lifecycle Kita dapat

menggunakan model ini untuk merencanakan

kegiatan organisasi atau konsorsium dan untuk

memastikan bahwa semua langkah yang

diperlukan dalam curation lifecycle telah

tercakup di dalamnya

Model ini memungkinkan untuk melakukan

pemetaan fungsionalitas secara granular

misalnya untuk menentukan peran dan tanggung

jawab dan membangun kerangka kerja secara

standar dan perencanaan teknologi yang akan

digunakan dalam pelaksanaanya Hal ini dapat

digunakan untuk membantu mengidentifikasi

langkah-langkah tambahan yang diperlukan atau

mengidentifikasi tindakan yang tidak diperlukan

dan untuk memastikan bahwa proses dan

kebijakan yang ada telah memadai untuk

pendokumentasian atau pekerjaan ini

DCC Curation Lifecycle Model

Diagram Digital Curation Centre

Elemen-elemen kunci dari DCC Curation

Lifecycle Model

Data yaitu merupakan data informasi dalam

bentuk digital biner adalah pusat dari Kurasi

Lifecycle Dimana yang termasuk ke dalam

cakupannya adalah Obyek digital benda-benda

digital sederhanaitem digital seperti contohnya

file teks file gambar atau file suara atau benda-

benda digital yang bersifat lebih kompleks

seperti contohnya benda-benda digital yang

dibuat dengan menggabungkan sejumlah objek

digital lainnya seperti website Sedangkan

database merupakan koleksi terstruktur dari

rekod atau data yang disimpan dalam sistem

komputer

Deskripsi dan Representasi Informasi adalah

tindakan menetapkan administrasi deskripsi

kebutuhan teknis struktural dan melakukan

pelestarian metadata menggunakan standar yang

tepat untuk memastikan agar deskripsi dan

kontrol jangka panjang sudah memadai Dengan

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

18

cara mengumpulkan dan menetapkan informasi

yang representatif sesuai dengan yang diperlukan

untuk memahami dan menciptakan objek digital

dan metadata yang saling terkait

Recana Preservasi (Preservation Planning)

merupakan bagian dari curation lifecycle yang

merupakan rencana pelestarian objek digital Hal

yang termasuk di dalam perencanaan ini adalah

untuk kebutuhan manajemen dan semua tindakan

administrasi dalam curation lifecycle

Community Watch and Participation yaitu

kegiatan mengelola secara tepat dan dengan ikut

serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan

standar tools dan perangkat lunak yang sesuai

dengan kebutuhan preservasi

Kurasi dan Preservasi (Curate and Preserve)

yaitu kesadaran untuk melakukan tindakan

manajemen dan administratif yang direncanakan

guna mempromosikan curation dan pelestarian

di dalam seluruh aspek curation lifecycle

Model Curation Lifecycle juga mencakup

beberapa bebera hal yang disebut dengan

sequential actions yang terdiri atas tahapan-

tahapan sebagai berikut ini

Tahap Konseptualisasi (Conceptualise) yaitu

tahap merencanakan penciptaan data termasuk

metode capture yang akan digunakan dan pilihan

penyimpanan

Tahap Penciptaan dan Penerimaan (Create or

Receive) yaitu penciptaan (create) data

mencakup di dalamnya administrasi deskriptif

metadata struktural dan teknis dan pelestarian

metadata dapat juga ditambahkan pada saat

penciptaan ini Penerimaan (receive) data harus

sesuai dengan kebijakan pendokumentasian dari

pencipta data arsip lain repositori atau pusat

data dan jika diperlukan pada saat ini harus

menetapkan sendiri metadata yang sesuai

Tahap Penilaian dan Pemilihan (Appraise and

Select) yaitu tindakan mengevaluasi dan memilih

data yang masuk dalam cakupan kurasi dan

pelestarian jangka panjang Caranya adalah

dengan mematuhi dan melaksanakan secara

sungguh-sungguh menurut pedoman

pendokumentasian kebijakan atau ketentuan

hukum yang sudah ada

Tahap Pemindahan (Ingest) yaitu tindakan

mentransfer data ke pusat arsip gudang

penyimpanan data center atau lainnya Dengan

mematuhi pedoman pendokumentasian

kebijakan atau ketentuan hukum yang berlaku

Tahap Preservasi (Preservation Action) yaitu

dengan melakukan tindakan untuk memastikan

pelestarian jangka panjang dan retensi data

Tindakan pelestarian harus dapat memastikan

bahwa data tetap otentik dapat diandalkan dan

dapat digunakan dengan tetap menjaga

integritasnya Tindakan ini termasuk

pembersihan data validasi menetapkan metadata

pelestarian menetapkan informasi representasi

dan memastikan struktur data dapat diterima atau

format file

Tahap Penyimpanan (Store) yaitu tindakan

menyimpan data dengan cara yang aman

mengikuti standar yang relevan

Tahap Akses Penggunaan dan Penggunaan

Kembali (Access Use and Reuse) adalah untuk

memastikan data hanya dapat diakses oleh

pengguna yang diberi dan memiliki hak akses

Hal ini mungkin dalam bentuk informasi yang

dipublikasikan untuk umum Kontrol akses yang

kuat dan prosedur otentikasi yang berlaku

Tahap Transformasi yaitu tindakan membuat

data baru yang dapat diambil dari data aslinya

misalnya migrasi ke dalam format yang berbeda

atau dengan menciptakan subset melalui proses

seleksi atau query untuk menciptakan hasil yang

baru dan untuk kebutuhan publikasi yang

berbeda dengan format data mentahnya

Selanjutnya ada tindakan yang hanya dilakukan

dalam jangka waktu tertentu dan sesekali

tindakan tersebut tidak dilakukan secara reguler

dalam preservasi digital yaitu

Tahap Pemusnahan (Dispose) Disposal data

atau pemusnahan merupakan tindakan

penghancuran data atau rekod yang tidak masuk

Purwanto

19

kategori atau dipilih untuk kurasi dan pelestarian

jangka panjang sesuai dengan kebijakan

pendokumentasian dan persyaratan hukum

Biasanya data dapat ditransfer ke depo arsip

repositori data center atau lainnya untuk

dihancurkan Dalam beberapa kasus data dapat

dihancurkan karena sifat data dengan alasan

mengikuti aturan hukum yang berlaku sehingga

data dihancurkan dengan berbagai tindankan

penghancuran yang aman

Tahap Penilaian Kembali (Reappraise)

merupakan tindakan mengembalikan data yang

tidak berhasil divalidasi untuk penilaian lebih

lanjut dan perlu untuk di seleksi ulang

Tahap Migrasi Data yaitu tindakan

pemindahan atau migrasi data ke format yang

berbeda Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

lingkungan penyimpanan atau untuk memastikan

kekebalan data itu dari perangkat keras atau

perangkat lunak yang telah usang

Pelestarian digital mengacu pada kegiatan yang

bertujuan untuk memastikan bahwa data dapat

diakses (dalam bentuk benda-benda digital dan

database) untuk masa mendatang dan

mempertimbangkan agar informasi yang

terkandung di dalam rekod atau arsip dapat

diakses untuk jangka waktu yang lama bahkan

bisa lebih lama dari umur perangkat lunak dan

hardware yang digunakan Hal penting dari

preservasi digital adalah kegiatan apa saja yang

dikelola memastikan bit-stream dapat

dipertahankan memastikan bahwa data dapat

diakses danmenjamin aksesibilitas untuk jangka

waktu yang telah ditentukan

Namun preservasi digital tidaklah sepenuhnya

sama dengan digital curation Preservasi digital

bisa dikategorikan sebagai subset dari digital

curation Pelestarian digital merupakan bagian

penting dari digital curation tetapi itu saja

tidaklah cukup karena itu hanya sebatas

melestarikan data misalnya dengan menyalin ke

dalam bentuk-bentuk baru karena penyimpanan

data dalam bentuk lama sudah menjadi usang

Digital curation menjadi penting karena

mengharuskan manajemen untuk aktif dan

melakukan penilaian terhadap rekod atau arsip

dalam cakupansiklus hidup sehingga dapat

melindungi integritas dan meningkatkan nilai

dengan tujuan membuat rekod berguna dan dapat

digunakan di masa depan Untuk melakukan hal

ini maka perlu untuk secara aktif mengelola

seluruh data berdasarkan siklus hidupnya

Pada dasarnya tujuan yang harus dicapat dari

kegiatan preservasi digital adalah untuk

memenuhi dan memastikan integritas dari waktu

ke waktu dan memelihara aksesnya dengan cara

merekam informasi yang cukup mengelola

kekayaan intelektual dan hak lainnya

mempertahankan kemampuan untuk menemukan

bahan-bahan digital yang andal dan memonitor

perubahan teknologi yang mempengaruhi

aksesibilitasnya

Pembahasan dan Rekomendasi Preservasi

Digital Arsip Peta di Kantor Arsip UI

Preservasi arsip peta yang dilakukan di Kantor

Arsip UI sudah berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup lama dalam dalam beberapa tahapan

Secara sederhana pembagian tahapan preservasi

arsip peta di Kantor Arsip UI adalah pertama

preservasi fisik arsip arsip yang masih dalam

bentuk hard paper yaitu dengan melakukan

penjilidan untuk arsip peta kemudian pada tahap

berikutnya adalah secara sederhana bisa disebut

dengan preservasi digital yaitu melakukan alih

media terhadap arsip peta tersebut Secara lebih

lengkap bagaimana pengelolaan atas arsip peta

UI adalah sebagai berikut

KlasifikasiFiling System

Preservasi digital juga harus membangun dan

menyertakan filing system untuk rekod

elektronik yang mengklasifikasikan rekod pada

subjek yang sama Untuk filing system rekod

berbasis kertas pemberkasan mencakup

penyimpanan rekod dengan subjek yang sama

dalam urutan kronologi sehingga isi struktur

dan konteks rekod yang ada dapat dilihat semua

Konsep tersebut juga perlu diterapkan untuk

rekod elektronik atau ketika preservasi digital

dilaksanakan Sehingga dengan cara ini semua

dokumen yang memiliki kesamaan subjek dalam

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

20

filing system maka akan dipertahankan agar

rekod yang harus dibaca secara bersamaan akan

menjadi satu kesatuan (misalnya antara format

tercetak dengan format elektronik hasil alih

media atau antara rekod yang masih dalam

bentuk kertas dengan lampirannya yang

berbentuk digital) Jika link dan hubungan antara

dokumen fisik dengan elektroniknya tidak

dipelihara dengan cara yang sama maka

perkembangan suatu kegiatan akan hilang

Pengunaan filing system yang sama untuk rekod

berbasis kertas dan elektronik akan

menghubungkan rekod paper-based dengan

rekod elektroniknya Ini akan memastikan bahwa

topik yang ada di semua media yang dikelola

tidak saling bertentangan dengan aturan retensi

yang ada dan bahwa semua rekod tentang topik

yang ada akan ditemu kembali secara

komprehensif Hal ini juga akan mengurangi

kebingungan bagi pengguna jika filing system

yang sama digunakan untuk rekod berbasis

kertas dan elektronik

Tujuan utama pemberkasanfiling system ini

adalah agar dapat menemukan dan menggunakan

arsip peta yang ada di kantor Arsip UI untuk

masa sekarang dan kebutuhan di masa depan

dengan cara yang dapat diterima Sebagai

contoh sebuah arsip peta yang disimpan dalam

format pdf atau jpg akan dapat diterima untuk

beberapa objek digital karena ini adalah format

standar yang digunakan untuk penyimpanan file

teks dan gambar tetapi hal yang penting untuk

dipertimbangkan juga ada untuk objek penyerta

atau container yang digunakan untuk

menyimpan arsip peta tersebut juga harus

dipersiapkan untuk bisa mengakomodir

kebutuhan jangka panjang

Metadata

Preservasi digital untuk Arsip Peta UI juga harus

menyediakan fungsi untuk menambah dan

memelihara metadata yang sesuai dengan rekod

yang di deskripsi karena jenis arsipnya

tergolong berbeda dari koleksi arsip yang

umumnya dikelola oleh Kantor Arsip UI maka

metadatanya juga harus disesuaikan atau

ditambahkan Oleh karena itu diperlukan

deskripsi meta data yang lebih detail dan spesifik

untuk menjelaskan arsip peta tersebut Metadata

adalah informasi yang menggambarkan data dan

sistemnya yaitu informasi latar belakang yang

menjelaskan bagaimana kapan dan oleh siapa

dokumen atau rekod dibuat dikumpulkan atau

diterima dan bagaimana formatnya Format

inilah yang cenderung berbeda dari rekod atau

arsip-arsip lainnya sehingga juga berdampak

kepada perbedaan kontennya

Maka sebagai rekomendasi yang dapat dijadikan

pertimbangan oleh kantor arsip dalam

pengembangan pelestarian arsip peta selanjutnya

berkaitan dengan pelestarian metadatanya

adalah metadata yang dikembangkan untuk arsip

peta harus mencakup konteks dan konten

Karena kalau saja konten tidak ada maka

dokumen elektronik tidak akan menjadi rekod

Dengan tidak adanya konteks maka rekod tidak

bisa digunakan karena tidak diketahui dari mana

asal arsip tersebut siapa penciptanya kapan

diciptakan atau dimana lokasi arsip tersebut

disimpan

Retensi dan Disposal

Preservasi digital juga harus mempertimbangkan

dan menyediakan fungsi untuk penambahan

instruksi disposal dan aturan retensi untuk semua

subjek dalam filing system mengidentifikasi

arsip yang akan dimusnhakan memberi

tandaalert untuk arsip atau rekod mana yang

harus dimusnahkan dan mana yang akan

disimpan untuk kebutuhan audit Pada sistem

manajemen retensi dokumen menyiratkan lama

waktu simpan dokumen secara online sebelum

dipindahkan ke penyimpanan secara nearline

atau offline Biasanya tidak ada prosedur tertulis

untuk memusnahkan keseluruhan rekod ketika

masih disimpan online yang berarti bahwa

semua rekod elektronik akan dipindahkan ke

penyimpanan nearline atau penyimpanan offline

yang memakan lebih banyak ruang

penyimpanan

Disposal juga menyiratkan bahwa keputusan itu

diambil untuk rekod elektronik yang merupakan

arsip atau yang dalam kategori bukan arsip

Rekod yang dalam kategori nonarsip (statis)

Purwanto

21

dapat dibuangdimusnahkan ketika tidak lagi

diperlukan untuk tujuan administratif atau

hukum Namun rekod yang terkategori sebagai

arsip (statis) harus dipelihara secara permanen

dengan menyimpannya pada media

penyimpanan yang dapat diterimacocok

menjaga media penyimpanan dalam kondisi

penyimpanan yang optimal sesuai dengan jenis

spesifikasi medianya untuk memperpanjang

harapan hidup rekod menyegarkanrefresh

media secara berkala dan migrasi ke hardware

dan software yang memiliki teknologi baru

ketika dibutuhkan

Strategi Migrasi

Strategi migrasi juga harus dapat dibangun dan

disertakan ke dalam sistem preservasi digital

untuk arsip peta dalam bentuk elektronik yang

akan disimpan permanen Tujuannya adalah

pelestarian rekod elektronik untuk akses ke

kontennya bukan hanya pelestarian media

penyimpanan Media penyimpanan elektronik

merupakan media penyimpanan inheren yang

tidak stabil Tidak dapat diaksesnya data tidak

selalu disebabkan oleh media dan data yang

rusak melainkan oleh hilangnya kemampuan

dalam membaca isi data pada media

penyimpanan

Teknologi berubah begitu cepat sehingga media

penyimpanan hidup lebih lama dari perangkat

lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan

untuk membaca isi dari media penyimpanan

tersebut Oleh karena itu tidak cukup jika hanya

fokus pada kebutuhan penyimpanan fisik untuk

melestarikan media secara optimal Pertama bisa

saja mempertahankan media penyimpanan dalam

bentuk yang sempurna tapi mungkin nanti

kedepannya tidak bisa lagi diakses dan dibaca

datanya setelah berlalunya waktu Satu-satunya

cara untuk memastikan pembacaan data dari

waktu ke waktu adalah dengan migrasi

datainformasi ke perangkat lunak yang baru dan

hardware yang diperlukan Kantor Arsip UI juga

harus mempertimbangkan bagaimana

pengembangan ICA AtoM kedepanya jika nanti

aplikasi ICA AtoM digunakan untuk preservasi

arsip peta UI seperti apa keberlanjutan

pengembangan jangka panjang dari aplikasi ini

Hal ini bisa dilakukan dengan melihat rencana

pengembangan ICA oleh stering commite atau

konsorsium

Pertukaran Data

Pertukaran data adalah kemampuan untuk

menyimpan file pada media menggunakan salah

satu jenis komputer dan untuk mengakses konten

dari media penyimpanan dengan menggunakan

jenis lain dari komputer sedangkan format

nonproprietary (tidak berbayar) menyiratkan

bahwa rekod yang dibuat dalam format tertentu

harus mampu ia dibaca oleh paket perangkat

lunak lain dengan cara yang sama seperti saat

diciptakan Preservasi digital yang dilakukan

juga harus mempertimbangkan untuk

menyediakan fungsi penyimpanan rekod dalam

format nonproprietary (tidak berbayar) pada

dasarnya memang ICA AtoM adalah aplikasi

yang berbasis open source sehingga untuk

pengembangan dan maintanance aplikasi ini bisa

dilakukan oleh komunitas penggunanya karena

source codenya terbuka sehingga tidak ada

ketergantungan kepada pengembang aplikasi

seperti jika aplikasi tersebut berbayar

Pada dasarnya suatu format rekod akan cocok

dengan strategi migrasi tertentu pula

Mengadopsi aturan pertukaran data dan format

dokumen standar akan menyederhanakan proses

migrasi Mungkin untuk arsip peta yang dikelola

oleh Kantor arsip UI bisa menggunakan format

standar yang sudah ditetapkan secara

internasional seperti menggunakan format JPG

untuk format Gambar atau menggunakan format

PDF jika dalam bentuk file teks atau format

XML Aplikasi XML memungkinkan untuk

digunakan sebagai format preservasi elektronik

jangka panjang yang sudah standar Hal ini perlu

diperhatikan agar bisa membantu strategi migrasi

yang kedepannya bisa saja diperlukan untuk

koleksi arsip petanya oleh Kantor Arsip UI

Penyimpanan

Solusi untuk manajemen rekod adalah harus

mendukung semua jenis bentuk penyimpanan

rekod Ketika mengidentifikasi rekod yang harus

dipertahankan tanpa batas dalam desain sistem

Preservasi Digital Arsip Peta (blue print) di Kantor Arsip Universitas Indonesia

22

persyaratan khusus mengenai media di mana

rekod ini harus dipertahankan untuk menjamin

aksesibilitas di masa depan dapat diatur pada

tahap awal Pita magnetik kaset atau disk serta

media penyimpanan optik dapat digunakan untuk

penyimpanan rekod elektronik Harapan hidup

media tersebut cukup panjang namun tetap

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

termasuk suhu kelembaban oksidasi debu dan

medan magnet dan rekod elektronik sangat

sensitif terhadap kerusakan fisik melalui

penyimpanan yang tidak baik penanganan dan

penggunaan

Selain itu setiap jenis media penyimpanan

memiliki cara penyimpanan dan persyaratan

penanganan sendiri yang harus ditaati secara

ketat Misalnya saja ketika Arsip peta tersebut di

dalam pita magnetik harapan hidup dari pita

magnetik adalah 12-20 tahun jika disimpan

dalam kondisi optimal dan jika melakukan

pemeliharaan secara rutin namun juga yang perlu

diperhatikan adalah ketersediaan alat baca atau

aksesnya Perlu juga untuk dilakukan

pengecekan paling tidak dalam jangka tahunan

pemeriksaan fisik dan pembersihan dilakukan

untuk mencegah kerusakan melalui reaksi kimia

Data juga harus ditransfer ke pita magnetikkaset

baru secara berkala untuk memastikan bahwa

data tetap dapat diakses

Meskipun harapan hidup media penyimpanan

optik adalah 100 tahun dan lebih jika disimpan

dalam kondisi yang ditentukan dan ditangani

dengan hati-hati optikal disk juga perlu direfresh

secara reguler untuk memastikan bahwa data

tetap dapat diakses Tidak ada jaminan bahwa

rekod yang disimpan pada magnetic dan media

optik akan tetap dapat diakses dalam jangka

waktu yang lama Pilihan terbaik pada tahap ini

adalah untuk memastikan bahwa rekod harus

selalu di migrasi ke teknologi penyimpanan

terbaik yang tersedia pada masanya

Audit Informasi

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan

oleh Kantor Arsip UI jika itupun adalah ICA

AtoM harusnya juga tetap harus menyediakan

fungsi untuk merekam semua peristiwa yang

mempengaruhi rekod yang dipreservasisi di

dalamnya seperti untuk melacak perubahan yang

disengaja atau tidak disengaja dan penghapusan

rekod Karena pada dasarnya informasi yang

terkandung dalam rekod termasuk juga di

dalamnya arsip peta UI adalah untuk memastikan

akuntabilitas dan diciptakan sebagai bahan

pembuktian Untuk melindungi keaslian

keandalan integritas akurasi kecukupan dan

kelengkapan rekod dan untuk memastikan

diterima aspek hukumnya rekod harus

dilindungi terhadap perubahan oleh pengguna

dan administrator sistem

Sangat penting bahwa sistem audit dari semua

tindakan yang diambil terhadap rekod termasuk

tanggal tindakan dan identifikasi orang yang

telah mengambil tindakan harus tercatat

perubahan pada rekod dan metadatanya serta

tindakan pemusnahan yang diambil Sistem

tersebut harus mampu melestarikan catatan audit

terhadap rekod dalam repositori elektronik dan

harus bisa mencegah adanya perubahan terhadap

catatan tersebut

Penutup

Preservasi rekod elektronik khususnya arsip peta

di Universitas Indonesia tetap akan menjadi

tantangan bagi Kantor Arsip UI banyak hal yang

akan dihadapi seperti pemahaman dan tindakan

preservasi digital yang termasuk di dalamnya

perencaan preservasi sumber daya manusia yang

akan melaksanan dan terutama kendala

keuangan Keputusan mengenai preservasi

digital pada umumnya sangat dipengaruhi

ketersedian sumber daya Namun dengan

menggabungkan berbagai keahlian dan

sumberdaya yang ada untuk mencapai hasil

preservasi digital yang maksimal dapat didekati

secara proaktif Hal yang perlu diberi perhatian

khusus untuk preservasi arsip digital ini adalah

pemahaman yang tuntas mengenai perbedaan

rekod kertas dan rekod elektronik persyaratan

pengelolaan rekod elektronik klasifikasifiling

system metadata retensi dan disposal strategi

migrasi pertukaran data penyimpanan dan audit

Merupakan data yang otentik yang tidak bisa

untuk dimanipulasi dipalsukan atau diganti

Purwanto

23

karena preservasi digital seperti migrasi pasti

mengubah data keaslian harus ditunjukkan

dengan memperhatikan karakteristik dari data

seperti provenance dan konteksnya

Preservasi digital harus dilakukan dengan di

dasarkan atas kebutuhan bahwa preservasi digital

dapat diibaratkan sebagai sebuah siklus yang

berjalan secara terus menerus yang harus

mempertahankan integritas dan otensitas dari

rekod ataua arsip yang dikelola dan preservasi

digital juga diharapkan dapat mendukung

tindakan provenance dan layanan temu kembali

untuk masa sekarang dan masa depan Strategi

preservasi digital secara umum dan dalam aspek

yang lebih luas disebut dengan Curation Life

Cycle merupakan sebuah planing dan monitor

yang dilakukan dalam kegiatan preservasi dalam

berbagai tahapan Curation Life Cycle

memberikan gambaran tentang apa saja hal yang

harus dilakukan dan tidak perlu dilakukan

kemudian bagaimana peran dan tanggung jawab

Kantor Arsip UI dalam pengelolaan arsip peta

yang harus dilakukan dan membuat kerangka

kerja standar dari kegiatan preservasi digital

arsip peta

Daftar Acuan

Clive Kirkwood and Louisa Venter (1997)

Strategy for the Management and Appraisal

of Electronic Rekods in the Public Sector

National Archives of South Africa

William Cunliffe and Michael Miller (1989)

Writing a General RekodsSchedule for

Electronic Rekods The American Archivist

Dimuat dalam American Archivist Vol

52Summer 1989 httpwwwjstororgstable40293923 pada 23

Desember 2013

Sarah J A Flynn (2001) ldquoThe Records

Continuum Model in Context and its

Implications for Archival Practicerdquo Journal

of the Society of Archivists 22(1) 79ndash93

Schellenberg T R (1998) Modern archives

Principles and techniques Chicago SAA

SE Binns DV Bowen and A Murdock (1997)

Migration Strategies within an Electronic

Archive Practical Experience and Future

Research Kluwer Academic Publishers

Dimuat dalam Archives and Museum

Informatics 11 301ndash306 1997

Shepard E amp Yeo G (2003) Managing rekods

a handbook of principles and practice Facet

Publishing London

Sue McKemmish (1997) ldquoYesterday Today

and Tomorrow A Continuum

Responsibilityrdquo in Proceedings of the

Rekods Management Association of

Australia 14th National Convention RMAA

Perth 15-17 September 1997

Upward F (2005) ldquoThe rekods continuumrdquo In

S McKemmish M Piggott R Barbara amp F

Upward (Eds) Archives Rekodkeeping in

society pp 197-222 Wagga Wagga

Charles Sturt University Centre for

Information Studies

httpwwwdccacukresourcescuration-lifecycle-model diakses 1 Januari 2014

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

24

PEMETAAN KEBUTUHAN PENGGUNA DAN PREFERENSI RUANGAN

PERPUSTAKAAN DI PERPUSTAKAAN KHUSUS STUDI KASUS

PERPUSTAKAAN CHANDRA WIDODO

Iswanda F Satibi

Peneliti Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi E-mail iswandafauzanoutlookcom

Abstrak

Peran dan fungsi perpustakaan perusahaan (corporate library) dapat diwujudkan dalam berbagai layanan yang mampu

mengakomodir kebutuhan perusahaan itu sendiri ndashtentu sesuai dengan visi dan misi perusahan tersebut Layanan-layanan

tersebut dapat bersifat nyata (real) atau virtual Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Chandra Widodo yang

merupakan perpustakaan perusahaan PT Rekayasa Industri Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menjelaskan peta

perubahan pengguna perpustakaan (2) mendeskripsikan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo khususnya karyawan PT Rekayasa Industri Manfaat penelitian ini adalah memberikan deskripsi

penggunaan ruangan perpustakaan Chandra Widodo dan hubungannya dengan pengguna perpustakaan Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

mengguanakan teknik observasi dan wawancara Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu informatif edukatif dan rekreatif Selain

itu preferensi ruangan perpustakaan Chandra Widodo adalah pada koleksi dan fokus layanan informasi berbasis dokumen

tercetak dengan menerapkan format digital musik gambarcitra dan layanan berbasis website

Abstract

The role and functions of the the corporate library can be realized in a variety of services to accommodate the company

needs ndashcertainly to the vision and mission of the company These services can be real or virtual This research was

conducted in Chandra Widodo Library PT Rekayasa Industri The purposes of the research are to (1) describes the user

changes the map library (2) describe the efficiency and effectiveness of the use of library spaces at Chandra Widodo

Library especially for employees The benefit of this research is to provide a description of the use of Chandra Widodo

Library space and the relationship with library users This is qualitaive research using observation and interview

techniques to collecting data The findings of this research showed that the visitors of Chandra Widodo library‟s can be

mapped based on three categories informative educational and recreational In addition the preference of Chandra

Widodo library‟s space is focused on library collections and information services based on printed documents or digital

format pictures and web-based services

Keywords library space user mapping corporate library chandra widodo library

1 Pendahuluan Perpustakaan Chandra Widodo termasuk dalam

jenis perpustakaan khusus Perpustakaan khusus

lahir karena adanya perbedaan kebutuhan dari

kelompok pembaca dalam masyarakat

Kesadaran akan perbedaan kebutuhan informasi

menjadi dasar bagi kelompok-kelompok

pembaca mencari alternatif untuk memenuhi

kebutuhan informasinya masing-masing Sulistyo

Basuki (1991) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi pembedaan jenis perpustakaan

adalah pandangan masyarakat terhadap (1) jenis

pustaka misalnya buku film rekaman suara

kartografi manuskrip majalah dan sebagainya

Dibeberapa tempat terdapat perpustakaan yang

hanya mengoleksi salah satu dari material

perpustakaan tersebut (2) kebutuhan informasi

dalam masyarakat terdapat banyak macam

kelompok pembaca misalnya pelajar (SD SLTP

SLTA) mahasiswa peneliti ibu rumah tangga

dan sebagainya Kelompok pembaca dapat

dilatarbelakangi oleh profesi gender agama

Iswanda F Satibi

25

suku usia dan banyak lainnya (3) spesialisasi

subjek termasuk ruang lingkup subjek dan

rincian subjek yang bersangkutan genus-species

(Sulistyo 1991 41)

Tujuan perpustakaan khusus tidak lain adalah

untuk memenuhi kebutuhan informasi anggota

lingkungan tempat perpustakaan khusus tersebut

berada Ketetapan Badan Standardisasi Nasional

(BSN) nomor 1637BSN-1HK741099

menjelaskan bahwa tujuan perpustakaan khusus

selain sebagai pemenuhan kebutuhan informasi

adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan sumberdaya manusia di dalam

instansi atau lembaga dimana perpustakaan

tersebut bernaung UU no 43 tahun 2007 tentang

Perpustakaan memberikan batasan bahwa

perpustakaan khusus diperuntukkan bagi

pemustaka di lingkungan lembaga pemerintahan

lembaga masyarakat lembaga pendidikan

keagamaan rumah ibadah atau organisasi lain

Salah satu ciri perpustakaan khusus adalah

memberikan jasa informasi sesuai minat

perorangan Hal inilah yang menjadikan

perpustakaan khusus bersifat lebih dekat kepada

pemustaka ndash orientasi jasa informasi ndash daripada

jenis perpustakaan lain Oleh karena itu

parameter kualitas sumber daya manusia pada

sebuah lembaga atau instansi dapat diukur dari

kualitas perpustakaannya Surachman (2005)

menyatakan bahwa perpustakaan khusus

merupakan pendukung visi dan misi

lembagainstansi yang bersangkutan (Surachman

2005) Dengan demikian peranan perpustakaan

khusus sangat potensial dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam ruang

lingkup masyarakat dengan basis komuniatas ndash

profesi hobi gender usia agama dan

sebagainya

The Corporate Library

Pada tatanan perusahaan perpustakaan khusus

berfungsi sebagai salah satu lembaga informasi

yang mendukung kegiatan perusahaan untuk

mencapai visi dan misi perusahaan Istilah yang

berkembang untuk perpustakaan perusahaan

dikenal dengan istilah corporate library (CL) ndash

yang digunakan pada penjelasan selanjutnya

Prusak etal (1995) dalam artikel yang berjudul

ldquoThe Value of Corporate Libraries The 1995

Surveyrdquo menjelaskan

ldquocorporate library is a collection of

resources contained within a corporate

entity Corporate libraries help to

organize and disseminate information

throughout the organization for its own

benefit They often support areas in the

company relating to finance

administration marketing and technical

specialization In terms of size they are

seldom very large and most library

departments employ less than five full-

time staffrdquo (Prusak etal 1995 8)

Pengertian yang dikemukakan Prusak di atas

menegaskan bahwa peran perpustakaan di

sebuah perusahaan dapat menjadi supporting

system bagi divisi yang ada di perusahaan

tersebut Namun demikian corporate library

(CL) tidak dapat memberikan keuntungan nyata

ndashdalam bentuk uangndash bagi perusahaan Keyes

(1995) dalam jurnal Special Library 86 No 3

menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa

didapatkan perusahaan dari CL adalah

ketersediaan informasi yang cepat dan tepat

kepada karyawan sehingga tercipta efisiensi

waktu bagi pegawai Selain itu Keyes

berpendapat bahwa CL dapat

memengaruhimengkonstruksi iklim intelegensia

yang kompetitif (competitive intelligence work)

diantara karyawan perusahaan

Peran dan fungsi CL pada perusahaan dapat

diwujudkan dalam berbagai layanan yang

mampu mengakomodir kebutuhan perusahaan itu

sendiri ndash tentu sesuai dengan visi dan misi

perusahan tersebut Layanan-layanan tersebut

dapat bersifat nyata (real) atau virtual Kedua

jenis layanan tersebut menurut Victor Zverevich

(2012) sangat berkaitan dengan disain ruangan

perpustakaan Pada tatanan nyata perpustakaan

biasanya memiliki ruang membaca ruang

sirkulasi ruang penyimpanan ruang kantor

pustakawan media center ruang pertemuan dan

lain sebagainya Sedangkan dalam ranah virtual

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

26

perpustakaan dihadapkan pada information and

communication technology (ICT) dan sumber

daya elektronik yang dimiliki perpustakaan

(Zverevich 2012 5)

Perpustakaan Chandra Widodo sebagai

corporate library dari PT Rekayasa Industri

mengalami situasi yang hampir sama dengan

pendapat Zverevich di atas Saat ini perpustakaan

Chandra Widodo sedang mengembangkan

layanan real dan virtual Pengembangan layanan

real dicanangkan terealisasi pada tahun 2014

yang ditandai dengan pembangunan gedung baru

guna mengakomodir kegiatan bisnis yang terus

meningkat Gedung baru tersebut akan

mengakomodir perpustakaan Chandra Widodo

sebagai salah satu supporting system bagi

perusahaan Sedangkan pengembangan layanan

virtual dilakukan melalui perbaikan portal

Rekind Digital Library dan penerapan sistem

automasi perpustakaan menggunakan Senayan

Library Management System (SLiMS) versi

Meranti

Pengembangan layanan perpustakaan memiliki

korelasi secara langsung terhadap perubahan

format koleksi perpustakaan perkembangan

teknologi yang digunakan perpustakaan dan

perubahan paradigma masyarakat tentang

perpustakaan Perubahan format koleksi

perpustakaan di Abad-21 lebih cenderung

bersifat digital Menurut Griffin (1999)

kecenderungan masyarakat untuk meng-gunakan

layanan digital perpustakaan ditunjang oleh oleh

beberapa faktor berikut

1 Telah tersedianya teknologi komputasi

(otamasi) dan komunikasi yang

memungkinkan dilaku-kannya penciptaan

pengumpulan dan manipulasi informasi

2 Infrastruktur jaringan internasional untuk

mendukung sambungan dan kemampuan

pengoperasian bagi pengguna

3 Informasi online mulai berkembang

4 Kerangka akses internet umum telah

muncul

Perubahan paradigma masyarakat terhadap

perpustakaan menurut Niegaard (2011) tetap

dianggap sebagai institusi yang mampu

menyediakan sumber-sumber informasi

pengetahuan dan sebagai tempatpusat

kebudayaan meskipun lebih cenderung

disampaikan dalam format digital Namun

demikian menurut Niegraad

ldquothe library building is undergoing

considerable change a transition from

the book- and the shelf-dominated

library to a broad cultural and

knowledge-bearing holistic library

where the focus is on the user‟s stay in

the library and on the user having access

to both physical and digital resourcesrdquo

(Niegraad 2011 174)

Artinya kemampuan pengguna dalam

menggunakan teknologi (technology literacy)

dan kesadaran terhadap teknologi (awareness of

technology) merupakan aspek penting yang

mendorong perubahan desain perpustakaan

modern Perubahan paradigma perpustakaan

tersebut menurut Xin Li (2006) akan dapat

dilihat dari meningkatnya perrgeseran

penggunaan ruangan penyimpanan buku

(shelving) ke ruang publikmasyarakat (people

space) dalam desain bangunan perpustakaan

masa depan (Li 2006 377)

Dengan demikian perpustakaan Chandra

Widodo perlu memperhatikan perubahan-

perubahan di atas dengan rencana pengembangan

desain perpustakaan Secara garis besar

permasalahan yang muncul di perpustakaan

Chandra Widodo dari hasil penjabaran di atas

dapat dikategorikan menjadi dua Pertama

efisiensi dan efektifitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Hal ini berkaitan

dengan pemanfaatan sumber daya perpustakaan

yang telah disediakan oleh perpustakaan baik

sumber bacaan danatau fasilitas penunjang ndash

seperti ruang diskusi internet ruang membaca

dan ruang penyimpanan Kedua adalah

pemahaman perpustakaan terhadap pengguna di

lingkungan PT Rekayasa Industri Pemahaman

tersebut dapat berupa pemetaan pengguna

perpustakaan berdasarkan peran di perusahaan

minat gender dan kegiatan pengguna (ruang

lingkup divisi)

Iswanda F Satibi

27

2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

efisiensi dan efektivitas penggunaan ruangan

perpustakaan Chandra Widodo dan menjelaskan

peta perubahan pengguna perpustakaan dalam

hal ini adalah karyawan PT Rekayasa Industri

Selain itu penelitin ini juga bertujuan untuk

meningkatkan khazanah keilmuan di bidang

perpustakaan khususnya pada aspek tata ruang

perpustakaan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan

deskripsi penggunaan ruangan perpustakaan

Chandra Widodo dan hubungannya dengan

pengguna perpustakaan Hubungan tersebut

berupa skema kecenderungan pengguna terhadap

desain perpustakaan sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan terhadap pengembangan

perpustakaan Chandra Widodo kedepannya

3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik observasi dan wawancara Observasi

dilakukan dengan mengamati desain ruangan

perpustakaan Chandra Widodo Kegiatan ini

dilakukan selama dua minggu pada 15 sampai 29

Agustus 2013 di perpustakaan Chandra Widodo

Kalibata Jakarta Selatan Data hasil observasi

digunakan sebagai data primer dalam proses

analisis mengenai preferensi pengguna

perpustakaan Chandra Widodo terhadap desain

interior dan fasilitas perpustakaan

Sedangkan wawancara dilakukan terhadap

kepala perpustakaan staf perpustakaan dan tiga

pengguna perpustakaan Proses wawancara

dilakukan dengan metode semiterstruktur (in-

dept-interview) untuk menemukan permasalahan

yang lebih terbuka dimana pihak yang

diwawancara dimintai pendapat dan ide-ide

(Sugiyono 200873) Hasil wawancara

digunakan sebagai data tambahan untuk analisis

preferensi pengguna perpustakaan

4 Analisis dan Intepretasi Data

Perpustakaan Chandra Widodo diresmikan

tanggal 13 Februari 2006 yang dikemas dalam

kegaitan seremonial berupa pengguntingan pita

oleh Ibu Erry Chandra Widodo Nama

perpustakaan diambil dari salah satu mantan

Direktur Operasi Rekayasa Industri yang

meninggal dunia pada 8 September 2005 Nama

perpustakaan Chandra Widodo sering juga

disebut dengan Perpustakaan Rekind Istilah

bdquoRekind‟ merupakan kependekan dari Rekayasa

Industri perusahaan yang menaungi

perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo didirikan dengan

tujuan untuk mendukung proses bisnis

perusahaan Dukungan yang diberikan berupa

penyajian informasi yang tepat guna terhadap

karyawan PT Rekayasa Industri untuk

membantu pekerjaan yang akan dan sedang

dilakukan Oleh karena itu struktur perpustakaan

Chandra Widodo berada di bawah divisi Human

Capital Empowerment (HCE)

Saat ini perpustakaan Chandra Widodo memiliki

peran cukup penting guna mendukung kegiatan

perusahaan Keadaan ini sejalan dengan visi dan

misi perpustakaan di atas serta cita-cita

pendirian perpustakaan Dengan adanya

perpustakaan transfer dan pemenuhan informasi

kepada karyawan PT Rekayasa Industri dapat

dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

Pengembangan insfratruktur teknologi informasi

dan komunikasi (ICT) di perpustakaan juga

berdampak positif terhadap penyebaran

informasi terutama bagi karyawan PT Rekayasa

Industri yang sedang mengerjakan proyek di luar

kantor

Pengguna Perpustakaan

Pengguna di perpustakaan Chandra Widodo

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) Pengguna

Potensial (target dan non-target) pengguna

potensial target adalah karyawan PT Rekayasa

Industri yang menjadi anggota perpustakaan

Anggota perpustakaan Chandra Widodo

berjumlah sekitar 250 orang Sedangkan

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

28

pengguna non target terdiri dari peserta magang

konsultan dan tamu PT Rekayasa Industri yang

sedang melakukan kerja sama dengan PT

Rekayasa Industri (2) Pengguna Aktual adalah

seluruh karyawan PT Rekayasa Industri Baik

yang bekerja di komplek kantor (Kalibata

Jakarta Selatan) atau yang sedang melakukan

pengerjaan proyek di berbagai daerah di

Indonesia serta Luar Negeri

Berdasarkan penjelasan di atas pengguna

perpustakaan Chandra Widodo sebagian besar

berada satu komplek dengan perpustakaan

Artinya jarak antara perpustakaan dan pengguna

tidak terlalu jauh karena pengguna adalah

karyawan PT Rekayasa Industri yang hampir

setiap hari berada di kantor selama jam kerja

Selama Januari hingga November 2013 jumlah

pengunjung perputakaan Chandra Widodo adalah

859 orang Sebanyak 68 pengunjung adalah

karyawan PT Rekayasa Industri 32

merupakan tamu dan peserta magang Data

tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar

pengguna ndashkhususnya karyawan PT Rekayasa

Industrindash mengunjungi ke perpustakaan tidak

untuk meminjam buku Hal ini dapat dilihat dari

statistik peminjaman buku pada periode yang

sama dengan jumlah 244 peminjaman

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan pengguna perpustakaan

Chandra Widodo tidak hanya untuk

mendapatkan informasi namun lebih cenderung

pada kebutuhan rekreasi sosialisasi dan

interaksi Bentuk kegiatan rekreasi sosialisasi

dan interaksi dapat didaasarkan pada jumlah

kegiatan yang dilakukan beberapa komunitas di

perpustakaan dan kegiatan konsultan perusahaan

yang memanfaatkan ruang kerjadiskusi

perpustakaan sebagai tempat kerja sementara

mereka Selama Januari hingga November

sejumlah 19 kegiatan komunitas perusahaan

yang memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat

penyelenggaraan Sedangkan sejumlah 12

konsultan atau tamu yang menggunakan ruang

diskusi perpustakaan

Dengan demikian pengunjung perpustakaan

Chandra Widodo dapat dipetakan berdasarkan

tiga kategori yaitu informatif edukatif dan

rekreatif Pengunjung kategori informatif

merupakan pengunjung yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan informasi melalui koleksi

perpustakaan baik koleksi tercetak maupun

elektronik Pengunjung edukatif merupakan

pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan

untuk tujuan sarana pendidikan termasuk untuk

mendukung proses pekerjaan yang sedang

dilakukan Sedangkan pengunjung rekreatif

adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Lokasi Perpustakaan

Perpustakaan Chandra Widodo menempati

ruangan yang terletak di Gedung ROB 1 PT

Rekayasa Industri Ruang perpustakaan

bersebelahan dengan koperasi dan ruang istirahat

karyawan (Gambar 1)

Gambar 1 Peta Lokasi Perpustakaan Chandra Widodo

Desain Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan menurut Zverevich (2012)

dapat diartikan sebagai

ldquoaggregate of all physically existing

squares (spaces) where documents on

traditional carriers are stored and reader

services and the libraryrsquos operational

technological and communication activities

take place as well as physically intangible

spaces where circulation of electronic

resources takes place including the library

computerrsquos memory and

telecommunication channels ndasheither wired

Iswanda F Satibi

29

or wirelessrdquo (Zverevich 20125)

Perpustakaan Chandra Widodo saat ini

menempati bangunan dengan luas ruangan 120

m2 Desain ruangan tersebut berdasarkan hasil

wawancara sudah cukup nyaman bagi pengguna

perpustakaan Funitur yang digunakan hampir

seluruhnya bercorak kayu Dinding perpustakaan

hampir 80 ditutup oleh rak

Bentuk gedung perpustakaan Chandra Widodo

menyesuaikan dengan kondisi gedung Menurut

penuturan Kepala Perpustakaan kondisi gedung

perpustakaan memang sepenuhnya berdasarkan

pada kondisi awal Artinya penanggung jawab

tidak memiliki kewenangan dalam desain gedung

perpustakaan Hal ini menyebabkan sulitnya

pengembangan fasilitas perpustakaan

Beberapa hasil survei tentang perpustakaan

kondisi fisik dan lingkungan perpustakaan dapat

meningkatkan kepuasan pengguna layanan

perpustakaan Lebih lanjut Li (2006)

menjelaskan

ldquoFor information seekers living in a fast-

paced noisy society libraries have a

unique edge in providing a sanctuary for

thinking reflection and socializing This

powerful living and breathing experience

is not replicable in an online environmentrdquo

(Li 2006371)

Gambar 2 Sketsa Gedung Perpustakaan Chandra Widodo

Berdasarkan hasil wawancara dua responden

menyatakan tidak puas dengan kondisi bangunan

perpustakaan sedangkan satu responden

mengatakan cukup puas dengan kondisi

bangunan Ketidakpuasan responden didasari

keterbatasan ruangan perpustakaan dan

kebutuhan responden terhadap ruang

perpustakaan seperti yang diutarakan responden

A berikut

ldquosuasananya sih lumayan enak tapi

kalau tidak ada pembagian ruangan

maksudnya yang sebelah sini untuk

membaca di sana untuk diskusi jadi

kalau ada yang sedang bekerja di

sebelah sana masa kita disini ketawa-

tawa Kan nggak lucurdquo

`

Sedangkan menurut responden B ketidakpuasan

lebih didasarkan pada desain interior yang

terkesan kaku Menurutnya

ldquoseharusnya lebih ya lebih elegan

dikit lah ya Kan rak buku tidak mesti

diletakkan di dinding kayak gitu Jadi

bosen lihatinnya Ya misalnya

ditambahin lukisan atau bisa lihat ke

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

30

luar ruangan kan lebih seger giturdquo

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

perpustakaan Chandra Widodo dipersepsikan

masih belum mampu memberikan kepuasan bagi

pengguna yang berkunjung ke perpustakaan

Bagi staf perpustakaan tidak adanya skat

pemisah juga memberikan pengaruh kurang baik

terhadap pekerjaan Staf A menyatakan bahwa

kadang merasa risih ketika bekerja dan

mendapati beberapa pengunjung perpustakaan

Meskipun merasa risih menurutnya hal ini juga

menjadikan interaksi antara pengunjung dan staf

perpustakaan

ldquoya pasti risih kalau kitanya lagi

ngerjain sesuatu disini dan sebelah kita

lagi diskusi Ntar dikiranya kita nguping

obrolan mereka Tapi kalau yang udah

akrab bisa sambil bercandaan tapi

ganggu kerjaan kita juga sih

sebenarnyardquo

Kondisi demikian menyebabkan jarak preferensi

ruangan perpustakaan dan kepuasan pengunjung

tidak berjalan maksimal Artinya gangguan

(noise) yang dirasakan terlampau banyak karena

tidak adanya batas antara ruang kerja pustakawan

(privat) dan ruang publik di perpustakaan

Gambar 2 merupakan sketsa ruangan

perpustakaan Chandra Widodo

Preferensi Ruangan Perpustakaan

Niegraad (2011) menyatakan bahwa preferensi

konten dan kinerja perpustakaan masa depan

dapat dikategorikan ke dalam dua jenis yaitu (1)

perpustakaan dengan koleksi dan fokus layanan

informasi berbasis dokumen tercetak dengan

menerapkan format digital musik gambarcitra

dan layanan berbasis website (2) perpustakaan

yang menyediakan tempat pertemuan interaktif

untuk komunitas lokal pembelajaranpendidikan

dan transformasi ruangan yang keseluruhannya

dapat digunakan oleh pengunjung Hasil studi

Niegraad pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

setengah pengunjung perpustakaan di Denmark

tidak bertujuan untuk meminjam buku

perpustakaan namun ldquoto use the library as a

place of sanctuary and a place for information

inspiration and workrdquo (Niegraad 2011177)

Berdasarkan hasil observasi pengunjung

perpustakaan Chandra Widodo memiliki

kesamaan dengan temuan Niegraad di atas

Sebanyak 859 pengunjung perpustakaan hanya

37 yang melakukan transaksi peminjaman

koleksi perpustakaan Sisanya 63

menggunakan perpustakaan sebagai aktivitas

bisnis istirahat (rekreatif) kegiatan komunitas

dan tempat interaksi Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap Kepala Perpustakaan kondisi

ini sudah berlangsung sejak perpustakaan berdiri

Ruang Sirkulasi ruang sirkulasi di

perpustakaan Chandra Widodo terletak di dekat

pintu masuk perpustakaan Ruang ini menjadi

satu dengan ruangan staf perpustakaan (Gambar

3) Menurut Rockwell (1989) dalam Pavlovsky

(2003) ruang sirkulasi seharusnya bersandingan

dengan fungsi esensial perpustakaan yaitu jasa

referensi (Pavlovsky 2003 28)

Perpustakaan Chandra Widodo tidak memiliki

kekhususan ruangan untuk layanan referensi

kegiatan referensi dilakukan oleh staf

perpsutakaan dan dilaksanakan di meja sirkulasi

Hal ini terbukti cukup efektif mengingat

intensitas layanan referensi dan sirkulasi tidak

terlalu tinggi

Gambar 3 Ruang Sirkulasi

Ruang Penyimpanan terletak di hampir seluruh

dinding perpustakaan (Gambar 4 amp 5) Kondisi

ini mengakibatkan kebosanankejenuhan bagi

pengunjung perpustakaan ndashseperti penjelasan di

atas Namun demikian hal ini dapat menghemat

ruang perpustakaan dan menurut sebagian

pengunjung dapat meningkatkan minat untuk

Iswanda F Satibi

31

membaca Pernyataan Naudeacute (1950) yang dikutip

oleh Dahlkild (2011) menyebutkan bahwa

preferensi penyusunan buku yang tepat adalah

ldquoEven less ought one to use gold on his

ceilings ivory and glass on his wall

cedar for shelves or marble for his floors

since this sort of display is no longer in

style nor to put books on desks as the

fashion once was but on shelves that

cover entire wallsrdquo (Dahlkild 201113)

Gambar 4 Ruang Penyimpanan I

Gambar 5 Ruang Penyimpanan II

Namun demikian pernyataan Naudeacute tersebut

merupakan konsep perpustakaan lama Konsep

shelving di perpustakaan modern cenderung

meminimalisasi ruangan untuk tempat

penyimpanan sebagai isu utama desain

perpustakaan (Dahlkild 201113)

Ruang Kerja Staf Perpustakaan ruang ini

dapat ditemukan di sebelah kiri dari pintu masuk

perpustakaan Ruangan ini terbagi menjadi dua

dengan skat papan yang memisahkan ruang staf

perpustakaan dan kepala perpustakaan (Gambar

6) Ruang ini terlihat bdquobebas‟ dari seluruh

ruangan perpustakaan hampir tidak ada

pembatas ruangan Keadaan ini secara langsung

akan memengaruhi privacy staf perpustakaan dan

mengganggu kinerja mereka Pavlovsky (2003)

mengemukakan bahwa area untuk staf dan fungsi

khusus harus mendapatkan perhatian berbeda

dengan ruang publik ldquowhile the peripheral space

are allocated to staff and specialized

functionpurposes that are outside the standard

public domainrdquo (Pavlovsky 2003 82)

Gambar 6 Sketsa Ruang Staf

Ruang KomputerInternet ruang ini dapat

ditemukan di sebelah kanan pintu masuk

perpustakaan Kondisi ini secara langsung dapat

mengganggu pengguna komputer karena arus

keluar masuk pengguna lain Selain itu posisi

yang berdekatan dengan meja sirkulasi juga

dapat memberikan gangguan pengguna fasilitas

internet komputer

Gambar 7 Fasilitas Inernet

Ruang komputer seharusnya mendapatkan jarak

yang cukup jauh dari ruang penyimpanan

Gambar 7 di atas memperlihatkan ruang

komputer berada di bawah rak penyimpanan Hal

ini akan berdampak pada proses penulusuran

informasi pengguna lain apabila koleksi terletak

Pemetaan Kebutuhan Pengguna dan Preferensi Ruangan Perpustakaan

32

di atas meja komputer

Library as a Place

Konsep library as a place merupakan konsep

desain perpustakaan yang menekankan aspek

humanities Artinya perpustakaan dapat menjadi

media penggunapengunjung untuk berinteraksi

bersosialiasi dan rekreasi Heather Simpson

(2007) dalam studinya menyatakan bahwa

perpustakaan harus meningkatkan layanan

tradisional dan terus bertransformasi sebagai

bagian dari masyarakatkomunitas Simpson jug

berpendapat

ldquoMost libraries will need more study

spaces to accommodate changes in

pedagogy meeting spaces for groups and

reading and research spaces all

regardless of how much technology

moves into libraries Collections and

services organizational needs and

library missions will evolve and space

planning needs to provide for these

changesrdquo (Simpson 200721-22)

Berdasarkan pembahasan kondisi perpustakaan

Chandra Widodo konsep library as a place

dapat diterapkan guna mendukung aktivitas

pengunjung perpustakaan Tren yang

berkembang saat ini adalah peran perpustakaan

sebagai third places Kosep thrid places

dikemukakan oleh Ray Oldenburg dalam

bukunya yang berjdul ldquoThe Great Good Placesrdquo

tahun 1989 Konsep tersebut mengacu pada

tempat-tempat hangouts yang berada dekat atau

di tengah-tengah komunitas Perpustakaan

Chandra Widodo dengan potensi pengunjung dan

peningkatan fasilitas perpustakaan dapat

menjadi thrid places bagi karyawan PT

Rakayasa Industri pada khususnya dan

pengunjung lainnya

5 Kesimpulan

Pengunjung perpustakaan Chandra Widodo dapat

dipetakan berdasarkan tiga kategori yaitu

informatif edukatif dan rekreatif Pengunjung

kategori informatif merupakan pengunjung yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi

melalui koleksi perpustakaan baik koleksi

tercetak maupun elektronik Pengunjung edukatif

merupakan pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan untuk tujuan sarana pendidikan

termasuk untuk mendukung proses pekerjaan

yang sedang dilakukan Sedangkan pengunjung

rekreatif adalah pengunjung yang memanfaatkan

perpustakaan sebagai sarana hiburan sosialisasi

interaksi dan rekreasi

Preferensi ruangan perpustakaan Chandra

Widodo adalah dengan koleksi dan fokus

layanan informasi berbasis dokumen tercetak

dengan menerapkan format digital musik

gambarcitra dan layanan berbasis website Hal

ini berdasarkan preferensi ruangan yang ada saat

ini yaitu ruang sirkulasi ruang penyimpanan

ruang staf perpustakaan dan ruang

komputerinternet Kondisi tersebut berdampak

pada kurang maksimalnya peran perpustakaan

sebagai tempat pertemuan interaktif untuk

komunitas lokal pembelajaranpendidikan dan

transformasi ruangan Namun demikian dengan

potensi pengunjung dan peningkatan fasilitas

Perpustakaan Chandra Widodo dapat menjadi

thrid places bagi karyawan PT Rakayasa

Industri pada khususnya dan pengunjung

lainnya

6 Daftar Acuan

Dahlkild Nan (2011) Library Deisign From

Past to Present Library Trends pp 11-12

The Board of Trutess University of Illinois

Griffin (1999) An Architecture for

Collaborative Math and Science Digital

Libraries MS thesis (Virginia Tech

Department of Computer Science

Blacksburg VA 1999)

Indonesia Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia 2007 Undangundang Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab I

pasal 1

Keyes Alison M The Value of the Special

Library Review and Analysis Special

Libraries 86 no 3 (1995) 172ndash87

Iswanda F Satibi

33

Li X (2006) Library as incubating space for

innovations Practices trends and skill sets

Library Management 27(6) 370-378

doihttpdxdoiorg101108014351206107

02369

Niegaard H (2011) Library space and digital

challenges Library Trends 60(1) 174-189

httpsearchproquestcomdocview9032243

37accountid=17242

Pavlovsky L (2003) Values in library design

(Order No 3105483 Rutgers The State

University of New Jersey - New

Brunswick) ProQuest Dissertations and

Theses 258-258 p

httpsearchproquestcomdocview3053131

84accountid=17242 (305313184)

Prusak Laurence and Matarazzo James M

The Value of Corporate Libraries The

1995 Survey SpeciaList 18 no 1 (1995)

9ndash15

Simpson H (2007) Mapping users activities

and space preferences in the academic

business library (Order No MR29899

University of Alberta (Canada)) ProQuest

Dissertations and Theses 123

httpsearchproquestcomdocview3047932

14accountid=17242 (304793214)

Special Library Association (1998)

Competencies for special librarians of the

21st century Submitted to the Board of

Directors by the Special Committee on

Competencies for Special Librarians

httpwwwslaorgpubscompetpdf (diakses

10 Mei 2012 2144 WIB)

Sugiyono (2008) Memahami Penelitian

Kualitatif Jakarta CV Alfabeta

Surachman Arif (2005) Menejemen

Perpustakaan Khusus

httparifsstaffugmacidpublicationhtml

(diakses 10 Mei 2012 2138 WIB)

Sulistyo-Basuki (1991) Pengantar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Jakarta PT

Gramedia Pustaka Utama

Zverevich V (2012) Real and virtual segments

of modern library space Library Hi Tech

News 29(7)5-7

doihttpdxdoiorg101108074190512112

80027

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

34

PERILAKU INFORMASI MASYARAKAT URBAN

DI INDONESIA PADA WAKTU SENGGANG

Kiki Fauziah

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan

Universitas Indonesia Depok E-mail kikifauziah14gmailcom

Abstrak

Artikel ini merupakan hasil analisis mengenai perilaku informasi masyarakat urban di Indonesia pada waktu senggang

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan kajian literatur dari berbagai hasil penelitian dan observasi langsung ke

lapangan Berdasarkan dari pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia pada waktu senggang mengalami perubahan dari berkelompok menjadi cenderung ke arah individualistik

Kata kunci perilaku informasi masyarakat urban Indonesia

Abstract

This article is the result of analysis about information behaviour of urban society in Indonesia in the leisure time The data

collection was done by a literature studies from various researches and direct observations Based on the data collection it

can be concluded that the information behavior of urban society in Indonesia in the leisure time is changed from groups

tend to be individualistic

Keywords information behaviour urban society Indonesia

1 Pendahuluan

Definisi perilaku informasi merupakanldquothe

totally of human behavior in relation to source

and channels of information including both

active and passive information seeking and

information use Thus it includes face to face

communication with others as well as the

passive reception of information as in for

example watching TV advertisements without

any intention to act on the information givenrdquo

(Wilson 2000) Perilaku informasi menurut

Wilson ialah keseluruhan tingkahlaku manusia

yang berkaitan dengan sumber dan saluran

informasi meliputi perilaku aktif dan pasif

dalam mencari dan memanfaatkan informasi

Perilaku aktif ketika terjadi interaksi komunikasi

secara langsung (face to face) dan perilaku pasif

yaitu ketika melihat iklan di TV tanpa adanya

reaksi untuk bertindak langsung terhadap iklan

televisi tersebut Dengan demikian perilaku

informasi dapat disimpulkan sebagai suatu

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

pemanfaatan informasi yang terdapat di

sekitarnya melalui berbagai media ataupun

saluran informasi Selanjutnya perilaku informasi

masyarakat dapat bersifat aktif maupun pasif

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia secara aktif melalui sumber informasi

yang terdapat di saluran internet Seperti yang

kita ketahui pada era digital saat ini tidak dapat

dipungkiri bahwa internet memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pola pikir dan perilaku

masyarakat Indonesia Semenjak munculnya

jejaring sosial maka banyaknya masyarakat

Indonesia yang lebih asyik berdiskusi dengan

temannya melalui jejaring sosial dibandingkan

untuk bertemu dengan temannya secara nyata

Hal inilah yang secara tidak sadar menimbulkan

suatu gejolak individualitas di dalam diri

individu masyarakat Indonesia saat ini Seperti

contoh ketika di dalam kereta terlihat suatu

fenomena di mana yang naik dahulu dialah yang

Kiki Fauziah

35

berhak mendapatkan tempat duduk Dan ketika

duduk setiap orang asyik bermain dengan

handphone maupun gadget-nya masing-masing

tanpa mempedulikan bahwa ada seseorang

wanita hamil maupun manula ataupun seseorang

anak berdiri dihadapannya Inilah yang

menyebabkan rasa kebersamaan antara

masyarakat Indonesia mulai pudar yang

dipengaruh penetrasi internet dan perkembangan

teknologi yang semakin pesat di Indonesia

(sumber pengamatan pribadi)

Perilaku informasi masyarakat urban di

Indonesia mulai mengalami pergeseran ke arah

individualistik Jika kita melihat ke masa dahulu

masyarakat Indonesia terkenal dengan

masyarakat yang suka berkelompok sehingga

mengakibatkan tradisi lisan di masyarakat

Indonesia berkembang Namun semenjak

munculnya internet dan semakin pesatnya

perkembangan teknologi di Indonesia

mengakibatkan pergeseran perilaku masyarakat

Indonesia dari yang suka berkelompok

cenderung bergeser ke arah individualistik Hal

ini terlihat nyata pada masyarakat Ibu Kota

Jakarta masyarakat Jakarta cenderung bersifat

individualistik Mengapa saya katakan demikian

Hal ini dikarenakan ketika kita berada dalam

suatu sarana transportasi publik maka secara

saksama akan terlihat mayoritas penumpang

asyik dengan gadget ataupun handphonenya

masing-masing Bahkan saat ini ketika ada

penumpang lainnya yang terkena musibah

mereka bersifat apatis dan sibuk untuk

menyelamatkan harta bendanya ataupun

nyawanya masing-masing dibandingkan

menolong penumpang tersebut (sumber

pengalaman pribadi) Berdasarkan pada

pengamatan tersebut maka perilaku masyarakat

Indonesia khususnya masyarakat kota dapat

dikatakan mulai mengalami pergeseran dari

berkelompok menjadi individualistik

Berdasarkan pada hasil pengamatan saya bahwa

dalam mengisi waktu senggang masyarakat

Indonesia lebih rela untuk menghabiskan waktu

senggang dengan bermain games online maupun

online pada situs media sosial dibandingkan

untuk membaca buku Hal ini sungguh sangat

ironis sekali pemanfaatan informasi internet

dimanfaatkan sebagai hiburan semata bagi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang Sedangkan jika kita melirik Negara

Jepang dalam mengisi waktu senggang mereka

memanfaatkan dengan membaca buku Seperti

terlihat pada gambar dibawah ini

(a)

(sumber (a) dokumentasi pribadi Oktober 2013)

(b)

(sumber (b) Karta Raharja Ucu Desember 2011)

Gambar 1 Perbedaan perilaku informasi masyarakat

Indonesia (a) dengan masyarakat Jepang(b) dalam

mengisi waktu senggang

Perbedaan perilaku informasi masyarakat urban

di Indonesia dengan masyarakat di Jepang

dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan kultur

Pada masyarakat Jepang telah mendarah daging

dalam tubuh setiap masyarakatnya kegiatan

membaca (sumber wwwjaringnewscom)

Bahkan penetrasi internet dan perkembangan

teknologi pada masyarakat Jepang pun dikontrol

oleh pemerintah Jepang Terdapat suatu artikel

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

36

berjudul ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan

Ponsel Untuk Anak-Anakrdquo dimuat dalam situs

wwwtechnoekozonecom menyatakan bahwa

pemerintah Jepang mengontrol pemakaian

handphone pada siswa sekolah Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

ponsel oleh anak-anak Berdasarkan pada bukti

tersebut dapat dikatakan bahwa pemerintah

Jepang dan lembaga ponsel Jepang bekerjasama

dalam menempatkan perkembangan teknologi

yang sesuai untuk masyarakatnya Namun jika

kita melihat Negara Indonesia kegiatan

membaca belum menjadi suatu budaya bagi

bangsa ini Selain itu informasi yang terdapat di

internet seluruhnya diterima secara utuh tanpa

adanya upaya pengontrolan dari pemerintah Hal

inilah yang menyebabkan munculnya

perkembangan teknologi dan internet semakin

memunculkan dampak negatif bagi bangsa ini

dibandingkan dampak positif yang diperoleh

2 Perilaku Informasi Masyarakat Urban di

Indonesia Pada Waktu Senggang

Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian

terdahulu dan hasil observasi saya bahwa

perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

memanfaatkan informasi ketika mengisi waktu

senggang ialah dengan memanfaatkan akses

internet menonton televisi dan membaca bahan

bacaan Berikut perilaku informasi yang

dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam

mengisi waktu senggang

21 Memanfaatkan Akses Internet

Perilaku informasi masayarakat urban di

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

lebih digunakan sebagai sarana hiburan yaitu

jejaring sosial Berdasarkan penelitian BPS (Biro

Pusat Statistik) ditemukan bahwa hampir seluruh

Provinsi di Indonesia sudah menggunakan dan

memanfaatkan internet dalam mencari informasi

Adapun provinsi pengguna internet tertinggi

ialah Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi

yang sudah 100 menggunakan komputer dan

internet peringkat kedua ialah Kalimantan Barat

(9412) dan peringkat ketiga ialah DKI Jakarta

(9083) sebagai pusat pemerintahan dan

provinsi yang masih minim dalam menggunakan

dan memanfaatkan internet ialah Maluku Utara

(40) Hal ini menandakan bahwa akses internet

di Indonesia sudah semakin luas Dengan

keterluasan terhadap akses internet di Indonesia

pemanfaatan informasi melalui saluran internet

pun secara signifikan meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi informasi yang terjadi

pada era digital saat ini

Peningkatan pemanfaatan informasi melalui

saluran internet di Indonesia dibuktikan bahwa

berdasarkan berita pada vivanews Oktober 2013

bahwa pengguna internet di Indonesia

mengalami penaikan yaitu pada tahun

sebelumnya hanya 26 dan pada tahun ini 30

Menurut Managing Director Media Nielsen

Indonesia Irawati Pratignyo mengatakan

ldquomereka menghabiskan waktu rata-rata dua jam

perhari untuk bermain internetrdquo Adapun

penggunaan internet tertinggi masih

dimanfaatkan untuk mengakses jejaring sosial

dengan persentase 753 Adapun pengaksesan

internet sebagai jejaring sosial mulai sedikit

mengalami penurunan dibandingkan pada tahun

2012 yaitu 763 Kemudian penggunaan intenet

untuk mengunduh perangkat lunak atau dokumen

mengalami peningkatan menjadi 373

dibandingkan tahun 2012 sebesar 33

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

mengakses internet untuk media sosial lebih

cenderung dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berusia dibawah 50 tahun Hal ini dibuktikan

berdasarkan data lpsos menyatakan bahwa

kebanyakan responden yang memanfaatkan

internet sebagai media sosial ialah 50

responden berusia dibawah 35 tahun 38

responden yang berusia 35-49 tahun dan 30

responden berusia 50-64 tahun Berdasarkan

penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa

internet lebih sering dimanfaatkan oleh

responden usia muda yang dikarenakan mereka

memiliki banyak waktu senggang untuk

memanfaatkan internet Jika dilihat dari jenis

kelamin menurut data lpsos menunjukkan wanita

(46) lebih banyak memanfaatkan internet

sebagai media sosial dibandingkan pria (37)

Hal ini tidak mengherankan karena wanita lebih

suka mengungkapkan emosinya baik berupa

tulisan maupun berbicara langsung kepada teman

maupun orangtuanya jika ada masalah

dibandingkan pria

Kiki Fauziah

37

Berdasarkan penelitian lpsos menunjukkan

bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga

yaitu sebesar 62 dalam memanfaatkan internet

sebagai media sosial yang lebih rendah dari

Turkey (64) dan Brazil (63) Berdasarkan

data socialbakers April 2013 menyatakan bahwa

pengguna Facebook di dunia sampai April 2013

mencapai 982150100 orang Dengan demikian

data yang dikeluarkan oleh situs socialbakers 1

milyar kurang dari 18 juta Hal ini menunjukkan

1 dari 7 orang penduduk dunia ini memiliki akun

di Facebook Jika diperingkat berdasarkan benua

maka peringkat pertama diduduki oleh Benua

Asia peringkat kedua oleh Benua Eropa dan

peringkat ketiga diduduki oleh Benua Amerika

Utara Sedangkan berdasarkan negara Indonesia

menduduki peringkat keempat dengan total

pengguna Facebook 47983640 yang mengalami

penetrasi 1975 dari tahun sebelumnya

Dengan demikian tidak heran jika banyak

bermunculan jejaring sosial di Indonesia seperti

Facebook twitter Friendster HiFive Yahoo

Messenger Kakao talk Wechat Whatsup dan

lainnya

Perilaku informasi masyarakat Indonesia dalam

kaitannya dengan internet lebih sering berbagi

informasi melalui media sosial Seperti yang

ditunjukkan oleh lembaga lpsos bahwa item yang

paling popular dishare ialah gambar (43)

ldquopendapat pribadirdquo (26) status update tentang

apa yang saya lakukan (26) link kepada artikel

(26) bdquosesuatu yang saya suka atau

direkomendasikan seperti produk layanan film

buku dll (25) ldquoitem baru‟ (22) link ke

website lain (21) repost dari post media sosial

yang lain‟(21) status update tentang apa yang

saya rasakan (19) video clip (17)

Merencanakan untuk kegiatan yang akan datang

perjalanan(9) dan tipe konten lainnya (10)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa lebih

seringnya pengguna internet dalam berbagi foto

melalui media sosial Menurut data tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke empat (88) sebagai pengguna

internet untuk berbagi konten online melaui

media sosial Hal inilah yang mengakibatkan

munculnya berbagai aplikasi berbagi foto seperti

Instagram Path dan aplikasi lainnya

Menurut Nielsen dalam vivanews terjadi

pergeseran mengenai lokasi mengakses internet

Pada tahun 2013 tercatat bahwa pengguna

internet di Indonesia lebih banyak mengakses

dari rumah (47) dibandingkan dari warnet

(28)Data tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia sudah memiliki perangkat

untuk mengakses internet di rumahSehingga

tidak heran pada era ini larisnya penjualan

laptop gadget dan smartphone yang

mengindikasikan bahwa internet sudah menjadi

kebutuhan primer bagi masayarakat di negara

iniPerkembangan internet mengancam semakin

rendahnya minat baca masayarakat Indonesia

Hal ini dikarenakan hanya dengan mencari

segala sesuatu melalui search engine google

maka semuanya akan muncul hanya saja

informasi yang disajikan tidak semuanya sesuai

dengan kebutuhan para pencari bahkan hampir

sebagian besar hanyalah ldquojunk informationrdquo

Namun diakhir tahun 2013 secara drastis

terdapat pergeseran perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengakses internet

Pada akhir tahun 2013 BPS menyatakan bahwa

terjadi peningkatan pemanfaatan informasi

melalui internet ke arah positif Berikut tabel

hasil penelitian BPS diakhir tahun 2013

Berdasarkan data hasil survei Badan Pusat

Statistik akhir tahun 2013 (Grafik 1) dikatakan

bahwa pemanfaatan informasi internet oleh

masyarakat Indonesia tertinggi digunakan untuk

mengirimmenerima email (9575) tertinggi ke

dua untuk mencari informasi berita (7849)

tertinggi ketiga untuk mencari informasi

barangjasa (7781) tertinggi keempat untuk

mencari informasi lembaga pemerintahan

(6507) tertinggi kelima untuk sosial media

dan menyediakan pelayanan bagi pelanggan

(6123) Hal ini menandakan bahwa terjadi

perubahan perilaku informasi masyarakat

Indonesia dalam memanfaatkan akses internet

dari dominan dimanfaatkan untuk akses jejaring

sosial menuju akses ke informasi yang dapat

berguna bagi diri individu tersebut Sehingga

dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi

masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring

waktu Hal ini terlihat semakin menjamurnya

pengimigrasian media cetak ke media online

seperti e-book e-magazine e-newspaper e-pay

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

38

dan lain-lain Dengan demikian terjadi peralihan

perilaku informasi masyarakat Indonesia menuju

ke arah pasif yaitu jarang bertranstaksi secara

tatap muka melainkan hanya melalui sebuah alat

elektronik

Grafik 1 Pemanfaatan Internet Oleh Masyarakat Indonesia 2013 (sumber BPS 2013)

22 Menonton Televisi

Selain menggunakan internet perilaku informasi

masyarakat Indonesia dalam mengisi waktu

senggang yaitu menonton televisi Berdasarkan

informasi dari media online tempo yang

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2013

mengatakan bahwa ldquotelevisi masih menjadi

media utama bagi masyarakat Indonesia untuk

pencarian informasi dan hiburan pada tahun 2012

lalu Hal ini diperkuat oleh penelusuran Nielsen

Audience Measurement bahwa 94 masyarakat

Indonesia mengonsumsi media melalui televisi

Menurut Neilsen acara pencarian bakat di televisi

yang menduduki rating terbesar yaitu 23 yang

berarti ditonton oleh 12 juta penonton di atas 5

tahun di 10 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta

Surabaya Medan Semarang Bandung

Makassar Yogyakarta Palembang Denpasar

dan Banjarmasin Untuk program terpopuler

tahun 2012 Nielsen menjatuhkan pada program-

program khusus seperti pertandingan sepak bola

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs

Indonesia yang lebih dari 58 juta orang dengan

poin rating 109 Hassanal Bokiah Trophy

Indonesia vs Brunei ditonton 51 juta orang

dengan rating 96 dan pertandingan

persahabatan Indonesia vs Brunei ditonton lebih

dari 46 juta penonton dengan rating 88 Selain

itu juga dalam penelitian Nielsen ini

menunjukkan bhawa jumlah populasi TV

mencapai 49525104 individu berusia 5 tahun ke

atas Dengan semakin meningkatnya jumlah

populasi penikmat acara televisi terutama

dinyatakan pada penelitian Nielsen bahwa

populasi TV saat ini terhitung mulai dari usia 5

tahun ke atas Seyogyanya pemerintah Indonesia

bekerjasama dengan sutradara suatu acara

ataupun film dalam menciptakan suatu tayangan

yang sarat akan pendidikan tidak hanya sebagai

media hiburan semu semata

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa masyarakat Indonesia dalam mencari

informasi masih sangat tergantung pada media

televisi yaitu budaya mendengar bukan pada

budaya membaca Budaya mendengar ini lebih

mudah diserap oleh masyarakat Indonesia dalam

Kiki Fauziah

39

bertingkah laku life style serta kebiasan mereka

Jika kita lihat pada zaman ini dengan semakin

bergesernya televisi dari kebutuhan sekunder

menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat

Indonesia Mengakibatkan banyaknya para anak-

anak remaja yang terpengaruh oleh informasi

yang ditontonnya di televisi seperti salah satu

acara yaitu sinetron ataupun komedi Adapun

makna dari kedua acara tersebut hanyalah suatu

hiburan semata yang didalamnya tidak tersirat

nilai-nilai penting yang dapat di ambil setelah

menonton acara tersebut Jika saya mengkritisi

isi dari acara sinetron di televisi Indonesia tidak

lain hanyalah memuat suatu gambaran mengenai

seorang penguasa yang menekan orang-orang

lemah Seorang penguasa diidentifikasikan

sebagai orang yang kaya raya dengan karakter

dominan seseorang yang jahat dan sombong

sedangkan orang-orang lemah diidentifikasikan

sebagai orang miskin dengan karakter dominan

seseorang yang lemah dan tertindas Hal ini

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi baik di

lingkungan keluarga sekolah maupun di

lingkungan sosial lainnya Adapun dampak

negatif yang ditimbulkan dari tayangan sinetron

tersebut ialah munculnya paradigma

dimasyarakat bahwa ketika dia kaya mereka

dapat menjadi penguasa banyak memiliki teman

dan dapat meraih apapun yang ia inginkan

sedangkan anak yang berasal dari keluarga

kurang mampu menjadi minder dan kurang

percaya diri Hal inilah salah satu faktor

penyebab rendahnya motivasi untuk berkembang

pada anak-anak yang berasal dari kaum lemah

pada generasi saat ini

Sungguh ironi sekali ketika televisi menjadi

suatu kebutuhan utama bagi masyarakat urban di

Indonesia saat ini Seyogyanya melalui media

televisi masyarakat Indonesia dapat

mendapatkan informasi yang mendidiknya dan

bermanfaat bagi dirinya sendiri melalui acara

yang termuat di televisi Dengan demikian

sebaiknya pemerintah Indonesia lebih

memperhatikan kembali penyajian informasi

yang ditayangkan televisi agar informasi yang

diserap oleh masyarakat merupakan ldquobenefit

informationrdquo bukan ldquojunk informationrdquo Selain

itu juga informasi yang disajikan ditelevisi

haruslah lebih bersifat netral tanpa adanya unsur

kepentingan penguasa tertentu

23 Kegiatan Membaca

Perilaku masyarakat Indonesia dalam mengisi

waktu senggang ialah dengan membaca Di

Indonesia budaya membaca masih dikatakan

minim Minimnya budaya membaca pada

masyarakat Indoenesia dikarenakan rendahnya

minat baca yang tertanam pada diri masyarakat

Indonesia Menurut Sutarno bahwa faktor yang

mendorong meningkatnya minat baca ialah

ketertarikan kegemaran dan hobi membaca dan

adanya kemauan serta kemampuan membaca

Hal ini dibuktikan pada data Progress in

International Reading Literacy Study (PIRLS)

mensurvei tingkat literasi 45 negara (2006)

tingkat keaksaraan di Indonesia berada pada

possi 41 Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan literasi siswa SD di Indonesia hanya

empat peringkat lebih baik dari pada siswa

Afrika Selatan Padahal tingkat kemampuan

dasar dalam baca tulis menjadi bagian terpenting

dalam memahami baacan buku ataupun literatur

Selain itu berdasarkan hasil survei PIRLS

menyatakan bahwa ketersediaan bahan bacaan

dirumah masyarakat Indonesia masih termasuk

kategori menegah kebawah ( yaitu kurang dari

25 buku) Fakta tersebut diperkuat dengan

jumlah judul buku yang diproduksi setiap

tahunnya terbilang masih rendah Ikatan Penerbit

Indonesia (Ikapi) dalam laporannya yang

dipublikasikan pada Asean Book Publishers

Association (ABIPA) mengatakan bahwa

pertumbuhan buku di Indonesia mencapai lebih

dari 2000 judul buku setiap bulannya (Data

Toko Buku Gramedia tahun 2009 Yohannes

2012)

Walaupun kegiatan membaca pada masyarakat

urban di Indonesia masih sedikit dalam mengisi

waktu senggang Namun saat-saat ini mulai

bertambahnya masyarakat urban di Indonesia

yang mengisi waktu luangnya untuk membaca

Meskipun bahan bacaan yang dibacanya lebih

dominan buku-buku fiksi yang sifatnya untuk

menghibur Hal ini terlihat jelas pada sarana

transportasi publik baik di kereta bis ataupun di

tempat publik lainnya seperti di terminal

bandara stasiun masih terlihat bahwa adanya

masyarakat urban yang memanfaatkan waktu

Perilaku Informasi Masyarakat Urban di Indonesia pada Waktu Senggang

40

luang untuk membaca (sumber pengamatan

pribadi)

3 Kesimpulan

Perilaku informasi pada masyarakat urban di

Indonesia dalam mengisi waktu senggang lebih

didominasi untuk mengakses informasi melalui

internet Dengan semakin berkembangnya

teknologi di Indonesia terutama pada masyarakat

urban semakin memudahkan pemanfaatan akses

internet dalam segala kegiatan masyarakat saat

ini Berbagai macam perusahaan yang bergerak

di bidang jasa memberikan layanan yang virtual

yaitu tanpa melakukan tatap muka langsung

selama bertransaksi melainkan hanya melalui

suatu interface machine Selain itu berbagai

macam sarana pendidikan juga telah menjamur

media belajar online seperti Edmodo Scele dan

media pembelajaran online lainnya Selain itu

perusahaan media cetak pun mulai

mengimigrasikan produk tercetaknya menjadi

produk elektronik Melihat fenomena tersebut

maka dapat dikatakan secara tidak langsung

perkembangan teknologi membentuk perilaku

masyrakat menjadi individualistik Baru-baru ini

munculnya suatu anekdot bahwa ldquoteknologi

mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang

dekatrdquo Anekdot tersebut secara tidak langsung

menggambarkan pada kondisi kehidupan

masyarakat urban di Indonesia saat ini Ketika

munculnya teknologi masyarakat lebih suka

berbicara melalui mobile phone gadget dan alat

komunikasi lainnya dibandingkan mengobrol

secara langsung (face to face) Jika fenomena ini

terus terjadi maka lambat laun masyarakat

Indonesia akan lebih cenderung bersifat

individualistik Berdasarkan fenomena tersebut

dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan

perilaku informasi masyarakat Indonesia yang

terkenal dengan masyarakat yang suka

berkelompok menjadi masyarakat yang

individualistik

Dengan demikian jika bangsa Indonesia ingin

menjadi masayarakat informasi seutuhnya maka

harus diimbangi dengan tingginya minat

membaca pada masyarakatnya Terdapat

beberapa elemen yang harus diperhatikan untuk

memasuki masyarakat informasi yaitu

masyarakat yang tidak buta huruf infrastruktur

telekomunikasi industri percetakan yang maju

industri televisi dan radio yang maju minat baca

yang tinggi dan sistem perpustakaan yang maju

Sehingga masyarakat Indonesia masih perlu

berbenah diri dalam mewujudkan mayarakat

informasi seutuhnya

4 Daftar Acuan

Ade Rizky Novitasari (2012) Pesatnya

perkembangan Penggunaan Internet di

IndonesiaSemarang Universitas

Diponegoro

BPS ampAPJII (2014) ldquoSurvei BPS Jumlah

Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013

Tembus 71 Juta Orangrdquo

httpharianticomsurvei-bps-jumlah-

pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-

tembus-71-juta-orang

Four in Ten (42) of those in 24 Countries say

social media is important to them Half

(50) of those under the age of 35 (8

Oktober 2013)wwwipsos-nacom

Hadi Suprapto amp Arie Dwi Budiawati (06

Maret 2013)Nielsen Jejaring Sosial turun

Pengguna Internet Naik waktu yang

dihabiskan untuk bermain internet rata-rata

2 jam sehari Surat Kabar Vivanews online

ldquoJepang Mulai Atur Penggunaan Ponsel Untuk

Anak-Anakrdquo Okezone

wwwtechnoekozonecom (10 Maret 2014)

Majority (71) of Global Internet users ldquosharerdquo

on social media sites (17 September 2013)

wwwipsos-nacom

ldquoMembaca Sudah Mendarah Daging Pada

Masyarakat Jepangrdquo JaringNews ditulis

oleh Karta Raharja Ucu

wwwjaringnewscom (10 Maret 2014)

Pendit Putu Laxman (2008) Ragam Perilaku

InformasiMelalui

httpiperpinwordpresscom pada tanggal

23 Maret 2014

Pingit Aria (06 Maret 2013)Acara TV Ini

Paling Digemari Penonton IndonesiaKoran

Tempo

Kiki Fauziah

41

Sutarno NS (2006) Perpustakaan dan

Masyarakat Jakarta Sagung Seto

Yasir Riady (2010) ldquoMewujudkan Masyarakat

Informasi Indonesia Dampak Sosial

Konsekuensi dan kemungkinannyardquo

Diunduh melalui

httpwwwpustakautacid pada tanggal 4

Desember 2013 pukul 1300 WIB

Yohanes Krisnawan (29 Juni 2012)ldquoE-bookrdquo

Antara Ancaman dan Asa Koran Kompas

Wilson TD 2000 Human Information

Behavior Dalam Special Issue on

Information Science Research Vol 3 No 2

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

42

PERKEMBANGAN BUDAYA LISAN DAN BACA-TULIS MENUJU

MASYARAKAT INFORMASI INDONESIA

Riva Delviatma

Mahasiswa Program Magister Ilmu Perpustakaan

Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia Depok 16425 Indonesia

e-mail rivadelviatma06gmailcom

Abstrak

Masyarakat informasi merupakan masyarakat yang muncul karena adanya perkembangan teknologi dan komunikasi serta

memanfaatkan teknologi tersebut untuk menemukan informasi yang dibutuhkan Artikel ini menjelaskan alasan

masyarakat informasi belum berkembang di Indonesia Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia masih memegang

teguh budaya lisan Transfromasi masyarakat dari yang berbudaya lisan menjadi budaya baca-tulis tidak dapat dilakukan

terburu-buru sebab masyarakat perlu untuk terbiasa dengan satu budaya baru Masyarakat lisan dan baca-tulis memiliki

keunggulan dan kekurangannya masing-masing perpustakaan merupakan media pendukung utama untuk terwujudnya

masyarakat informasi

Kata kunci Budaya Baca-Tulis Budaya Lisan Masyarakat Informasi Mendongeng Perpustakaan Indonesia

Abstract

Information society is a society that is formed because of the innovation in technology and communication by using the

technology to find the needed information This article describes the reason why information society has not developed

yet in Indonesia That phenomenon happens because Indonesian people still hold into the oral tradition Transformation

from oral society to literacy society cannot happen quickly they need to get used to the new culture Oral society and

literacy society have their own advantages and deficiencies Library is the supporting medium to actualize the information

society

Keywords Information Society Library Literacy Oral Tradition Story Telling Indonesia

1 Pendahuluan

Perkembangan budaya lisan menjadi baca-tulis

menuju masyarakat informasi Indonesia menarik

untuk diamati dan diteliti sebab untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan budaya tersebut

sehingga dapat mewujudkan masyarakat

informasi di Indonesia Masyarakat informasi

adalah masyarakat yang muncul sebagai akibat

dari era informasi (Christiani 2012) Era

informasi tersebut dipacu oleh perkembangan

teknologi dan informasi Masyarakat informasi

ditandai dengan adanya perilaku informasi yang

merupakan keseluruhan perilaku manusia yang

berhubungan dengan sumber dan saluran

informasi perilaku penemuan informasi yang

merupakan upaya dalam menemukan informasi

dengan tujuan tertentu sebagai akibat adanya

kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu

perilaku mencari informasi yang ditujukan

seseorang ketika berinteraksi dengan sistem

informasi dan perilaku penggunaan informasi

yaitu perilaku yang dilakukan seseorang ketika

menggabungkan informasi yang ditemukannya

dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki

sebelumnya (Pendit 2005 dalam Riady 2010)

Model masyarakat tersebut belum terbentuk di

Indonesia sebab kondisi masyarakat Indonesia

beragam tidak seluruhnya memiliki akses dan

dapat menggunakan teknologi dan komunikasi

salah satunya adalah internet Pernyataan

tersebut berdasarkan data terbaru yang

mengatakan bahwa hanya 27 masyarakat

Indonesia yang mengakses internet secara

reguler sedangkan 73 yang belum melek

Riva Delviatma

43

Internet (detik-inet 2014) Masyarakat lebih

mengutamakan memiliki teknologi informasi

yang terbaru dibandingkan untuk memanfaatkan

teknologi informasi tersebut dalam mencari

menggunakan dan mengelola informasi secara

maksimal Hal ini terjadi selain karena sifat

konsumerisme dan hedonisme masyarakat

didorong pula karena masyarakat Indonesia

memiliki budaya lisan yang masih kuat

Melihat dari perkembangan budaya lisan ke

budaya baca-tulis di Indonesia masyarakat

Indonesia sangat identik dengan masyarakat lisan

dikarenakan sebagian besar dari tradisi dan

budaya yang ada di Indonesia dilakukan secara

lisan dari nenek moyang ke generasi selanjutnya

Masyarakat lisan sering disandingkan dengan

istilah masyarakat primitif (Pendit 2007)

Persepsi ini terbentuk karena salah satu ciri khas

masyarakat primitif adalah masyarakat yang

tidak mengenal tulisan Akan tetapi masyarakat

lisan kurang tepat dikategorikan sebagai

masyarakat primitif sebab dalam masyarakat

lisan diketahui juga bagaimana cara mengolah

informasi namun memang caranya lebih

sederhana dibanding dengan masyarakat

berbudaya baca-tulis

Walaupun masyarakat lisan kurang dapat

dikatakan sebagai masyarakat primitif namun

juga tidak dapat dikategorikan sepenuhnya

sebagai masyarakat informasi Hal ini ditarik dari

pernyataan Pendit (2005 dalam Riady 2010)

yang mengatakan bahwa misi utama masyarakat

informasi adalah mewujudkan masyarakat yang

sadar tentang pentingnya informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi terciptanya suatu

layanan informasi yang terpadu terkoordinasi

dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi

ke masyarakat luas secara cepat tepat dan

bermanfaat Selain teknologi ada faktor lainnya

yang sangat dominan dalam masyarakat

informasi yaitu kemajuan dalam dunia

pendidikan khususnya kemampuan baca-tulis

(Riady 2010) yang mana mempengaruhi

seorang individu mencari mendapatkan serta

memanfaatkan informasi yang dia butuhkan Hal

tersebut pula yang menjadi alasan masyarakat

lisan bukan bagian masyarakat informasi sebab

dalam masyarakat lisan baca-tulis bukan

merupakan cara dominan penyampaian informasi

mereka

Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal

tulisan mengikuti perkembangan teknologi dan

sedikit banyak juga tergerus arus globalisasi

akan tetapi tidak dapat secara langsung

dikategorikan sebagai masyarakat informasi

Selain itu tidak dipungkiri pula bahwa tradisi

lisan (oral tradition) kurang terdokumentasikan

secara baik Salah satu contohnya yaitu

mengenai budaya ondel-ondel yang ada di

Jakarta ini sulit sekali mendapatkan data otentik

mengenai ondel-ondel karena tidak ada

dokumetasi mengenai asal-usul tradisi Betawi

ini Kurangnya sumber tertulis mengenai suatu

tradisi mengakibatkan banyaknya tradisi yang

luntur dan hilang Hal tersebut merupakan

sesuatu yang perlu disesali sebab generasi di

masa depan akan kehilangan pengetahuan

mengenai sejarah asal muasal dan tradisi nenek

moyangnya Selain itu biasanya informasi yang

disajikan secara lisan tidak sepenuhnya

disampaikan secara tepat terdapat kemungkinan

adanya perbedaan informasi antara yang

disampaikan oleh pemberi pesan ke penyampai

pesan dan penerima pesan Akan tetapi tetap

saja kelisanan sulit untuk menggantikan budaya

tulis sepenuhnya sebab ada suatu keterkaitan di

antara dua budaya tersebut

Banyak artikel yang lebih menekankan

pentingnya membaca namun sangat sedikit yang

memperhatikan pengelolaan budaya kelisanan

yang ada di Indonesia Jika diruntut baca-tulis

atau keberaksaraan sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dari kelisanan Masyarakat lisan

bertransformasi menjadi masyarakat baca-tulis

dikarenakan adanya tuntutan melestarikan tradisi

yang ada dalam lingkungannya sehingga

informasi yang mereka peroleh tetap dapat

berguna untuk generasi berikutnya

Salah satu data statistik mengatakan jika

dibandingkan dengan negara Belanda anak-anak

di sana rata-rata membaca 30 buku per tahunnya

(Seputar Indonesia 2012) sedangkan anak-anak

Indonesia masih rendah keinginan untuk

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

44

membaca Budaya membaca ini juga

disangkutpautkan dengan memajukan

kesejahteraan rakyat Dalam buku Mata

Membaca Kata Bersama yang ditulis oleh Putu

Laxman Pendit (2007) digambarkan bahwa

pemerintah Indonesia zaman Orde Lama

menghubung-hubungkan budaya membaca

dengan kesejahteraan dengan banyak memajang

baliho atau spanduk untuk ajakan membaca serta

mengaitkannya dengan kesejahteraan bangsa

Indonesia

Pemerintah sekarang ini juga banyak mendirikan

Taman Bacaan guna untuk membiasakan

masyarakat untuk gemar membaca Taman

bacaan disebut-sebut memiliki tujuan-tujuan

salah satu tujuan utamanya yaitu untuk

mencerdaskan bangsa ketimbang berwacana atau

berdiskusi (Harian Pelita 2011) Dalam artikel

yang sama Mendikbud juga mengatakan bahwa

ldquomembudayakan kebiasaan membaca

masyarakat Indonesia susah sekali Rakyat kita

lebih senang dengan budaya berbicara daripada

membacardquo Dari pernyataan tersebut dapat

terlihat bahwa budaya baca lebih utama

dibandingkan budaya lisan Padahal apabila

budaya lisan dieksplor dan dimodifikasi

sedemikian rupa tidak akan kalah hebatnya

dengan budaya baca-tulis atau mungkin dapat

menjadi sesuatu yang saling melengkapi dalam

mewujudkan masyarakat informasi di Indonesia

2 Kelisanan Masyarakat Indonesia

Dalam perkembangan masyarakat budaya lisan

menjadi baca-tulis menuju masyarakat informasi

teknologi informasi dan komunikasi memiliki

pengaruh dalam proses pembentukan masyarakat

informasi Dalam sebuah masyarakat informasi

yang menjadi penggerak utama yaitu informasi

tersebut seperti yang dikatakan Laksmi dkk

(2007) penggunaan informasi digunakan sebagai

senjata untuk memenangkan persaingan makin

menunjukkan tingginya nilai informasi di

masyarakat Hal itulah yang menjadikan

informasi sebagai komoditas Kelompok atau

individu yang memiliki informasi dalam jumlah

besar atau dapat memonopoli informasi akan

mudah berkuasa dan bertindak Berbeda dengan

konsep dalam masyarakat bertradisi lisan yang

menjadi daya penggerak adalah orang yang

dituakan Segala informasi yang berasal dari

tetua dianggap lebih sakral dan benar dan

biasanya informasi-informasi tersebut diserap

secara langsung oleh masyarakat dan dijadikan

panduan hidup mereka

Kelisanan sendiri merupakan suatu kata yang

berkaitan dengan kegiatan mengobrol atau

berbicara Tradisi lisan mencakup segala hal

yang berhubungan dengan sastra bahasa

biografi dan berbagai pengetahuan yang

disampaikan dari mulut ke mulut (Pudentia

1999) Banyak sumber yang mengatakan bahwa

kelisanan bangsa Indonesia telah terbentuk dari

zaman dahulu Rahmana (2013) mengatakan

bahwa sebelum masyarakat Indonesia mengenal

tradisi tulis-menulis yang menandai dimulainya

periodesasi Sejarah Indonesia Kuno masyarakat

Indonesia telah mengenal tradisi lisan

Masyarakat yang hidup pada masa tradisi lisan di

Indonesia dikenal dengan masyarakat pra-aksara

Masyarakat tersebut cenderung dekat dengan

alam sehingga mereka berusaha menyelaraskan

pola pikir saat itu dengan lingkungan alamnya

Tradisi lisan membentuk sebuah hubungan yang

kuat antara alam dan masyarakat serta

menghasilkan hasil kebudayaan seperti dongeng

legenda mitos dan lain-lain

Kelisanan yang ada di Indonesia juga diikuti

dengan kegiatan tulis-menulis yang sering

dilakukan kerajaan-kerajaan masa lampau

Kerajaan zaman dahulu menggunakan kelisanan

dalam negosiasi dengan pihak lawan atau

kerajaan lainnya dan hasilnya dituangkan dalam

tulisan sebagai bukti yang kuat mengenai

kejadian-kejadian terkait Selain itu kerajaan-

kerajaan juga melakukan dokumentasi mengenai

silsilah-silsilah keluarga kerajaan Runtutan

silsilah kerajaan ini ditulis dalam sebuah babad

Salah satu babad yang terkenal adalah Babad

Tanah Jawi yang isinya tidak hanya

menceritakan silsilah keluarga dari kerajaan-

kerajaan yang ada di Jawa tetapi juga

menceritakan proses terbentuknya dataran Jawa

Goody mengatakan bahwa masyarakat di dunia

ini umumnya adalah masyarakat beraksara Jika

Riva Delviatma

45

masih ada karakteristik kelisanan di masyarakat-

masyarakat modern maka kondisinya disebut

sebagai keberaksaraan terbatas (restricted

literacy) sebagai lawan dari keberaksaraan

sepenuhnya (full literacy) (1977 dalam Pendit

2007) Dari pemikiran Goody tersebut dapat

terlihat bahwa ia memandang bahwa

keberaksaraan adalah hal yang populer dan

mendominasi tetapi kelisanan tidak sepatutnya

hilang dalam sebuah masyarakat Akan selalu

ada sebuah percampuran antara kubu

keberaksaraan dengan kubu kelisanan sebab

keduanya merupakan sebuah rangkaian

perubahan yang terus menerus (continuum)

(Pendit 2007) Masyarakat mengenal

komunikasi lisan lalu diformulasikan serta

dikembangkan menjadi budaya tertulis karena

ada kesadaran yang muncul dalam benak

mereka Jika dilihat dari pendapat Goody

tersebut masyarakat Indonesia termasuk

restricted literacy sebab masyarakat Indonesia

belum sepenuhnya berada pada tatanan

keberaksaraan dan masih memiliki karakteristik

kelisanan yang kental di dalam tatanan

kehidupan mereka Seperti yang telah penulis

katakan sebelumnya kelisanan identik dengan

budaya masyarakat primitif yang tidak mengenal

tulisan Masyarakat Indonesia pada zaman

kerajaan dahulu telah mengetahui bagaimana

mendokumentasikan peristiwa yang terjadi ke

dalam kitab babad maupun prasasti namun

memang intensitas penulisan itu tidak menjadi

dasar utama dalam keseharian hidup mereka

Budaya tulis-menulis muncul di Indonesia pada

abad ke-8 bersamaan dengan kebudayaan dari

kerajaan Hindu dan Budha Budaya baca-tulis di

Indonesia kurang populer karena banyak tradisi-

tradisi yang mengandalkan komunikasi lisan

antara lain seperti pantun dan wayang Hal ini

tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia

tetapi juga masyarakat Mesir Cina maupun

India dimana kelisanan merupakan suatu hal

yang pokok dalam tatanan penyebaran informasi

dalam masyarakatnya

Kesukaran mengembangkan budaya menulis dan

membaca bangsa Indonesia pada zaman modern

sekarang juga banyak dipengaruhi dengan

kebiasaan menonton televisi Sajian hiburan yang

ada di televisi mengarahkan kembali bangsa

Indonesia dengan budaya mendengar Salah satu

contoh kasus yang dapat dihubungkan dengan

kebiasaan mendengar yaitu seorang anak lebih

menyukai untuk dibacakan materi pelajarannya

oleh ibunya ketimbang dia membaca sendiri

Ketika ditanya kenapa si Ibu sangat bersemangat

membacakan buku pelajaran anaknya ketimbang

menyuruh anaknya tersebut membaca sendiri ia

beralasan karena anaknya dapat lebih menyerap

informasi dengan mendengarkan Bila dilihat

dari latar belakang anak ini ibu dan ayahnya

gemar membaca bahkan sering menghabiskan

waktu mereka ke toko buku dan membeli buku

tetapi tetap saja dalam menyerap ilmu

pengetahuan si anak dimanja dengan budaya

mendengar Bila dianalisis kelisanan bisa saja

tetap menjadi hal yang dominan di sebuah

keluarga yang senang membaca Akan tetapi

kebiasaan mendengarkan ini lambat laun akan

mendorong si anak untuk mencoba membaca

karena apabila ia sudah dapat membaca secara

tidak langsung rasa penasaran terhadap bacaan

yang ia senangi akan timbul Di sini peran serta

orang tua sangat diperlukan untuk menumbuhkan

rasa ingin membaca ini dan ditanamkan sejak

masih kecil

Untuk lebih jelas melihat perkembangan budaya

lisan menjadi baca-tulis dalam masyarakat

Indonesia Walter J Ong dalam bukunya Oralty

and Literacy The Technologizing of the Word

(1982) mengemukakan sembilan ciri masyarakat

lisan yang memperlihatkan bahwa tulisan

cenderung menjadi suatu yang kurang penting

dalam masyarakat lisan yaitu sebagai berikut

1 Expression is addictive rather than

subordinate

Tulisan hanya dianggap tambahan bukan

suatu hal yang penting masyarakat lisan

lebih menyukai tutur kata seseorang

dibandingkan dengan referensi dari sebuah

tulisan atau buku

2 It is aggregative rather than analytic

Masyarakat lisan lebih mengutamakan cara

berpikir kolektif atau banyak orang dan

tidak menyukai suatu hal yang dapat

memancing kritikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

46

3 It tends to be redundant or ldquocopiuosrdquo

Dalam masyarakat lisan akan ada

pengulangan-pengulangan di dalam otak

mereka mengenai suatu informasi

Redundansi atau pengulangan ini juga

lebih dianggap lebih alami dibanding

tulisan

4 There is tendency for it to be conservative

Masyarakat lisan mengandalkan perkataan

para tetua yang dianggap sebagai pemilik

informasi yang lengkap Menciptakan

masyarakat yang kurang kreatif dalam

memecahkan suatu masalah karena sangat

bertumpu pada perkataan seseorang yang

dianggap lebih mengerti

5 Out of necessity thought is conceptualized

and then expressed with relatively close

reference to the human lifeworld

Menganggap bahwa hal-hal yang tidak

berkaitan dengan dunia nyata atau yang

merupakan sebuah pengalaman hidup

seseorang tidak penting dan tidak memiliki

makna sehingga kegiatan baca-tulis

merupakan sesuatu yang tidak populer di

masyarakat lisan

6 Expression is agonistic ally toned

Masyarakat baca-tulis dianggap dapat

memicu persaingan sehingga dapat

memicu timbulnya kekacauan Buku atau

tulisan yang kontroversi dapat memicu

konflik fisik atau kebrutalan di masyarakat

7 It is empathetic and participatory rather

than objectively distance

Terdapat kedekatan emosional di dalam

masyarakat lisan sedangkan pada

masyarakat tulis pemikiran yang didapat

dari membaca terkesan jauh

8 It is homeostactic

Makna ucapan sebuah kata tidak memiliki

pemaknaan yang berlapis sehingga

bergantung pada kondisi pada saat kata

tersebut diucapkan

9 It is situtional rather than abstract

Konsep pemikiran terkesan bergantung

pada suatu kejadian yang berlangsung

Selain itu masyarakat lisan menurut Ong (2004)

juga dibagi menjadi dua jenis yaitu masyarakat

lisan primer dan masyarakat lisan sekunder

Masyarakat lisan primer adalah masyarakat yang

sama sekali tidak mengetahui tata cara menulis

atau beraksara Sedangkan masyarakat kelisanan

sekunder adalah seni lisan yang muncul karena

keberadaan teknologi-teknologi elektronik

seperti telepon radio televisi Berdasarkan dua

kategori ini dapat diasumsikan bahwa

masyarakat Indonesia merupakan jenis

masyarakat kelisanan sekunder dikarenakan

masyarakat Indonesia telah mengenal budaya

baca-tulis tetapi tetap mempertahankan budaya

lisan mereka dan diperkuat dengan adanya

kegemaran menyaksikan tayangan televisi yang

makin mengentalkan tradisi lisan tersebut

Budaya lisan dan budaya baca-tulis memiliki

cirinya sendiri-sendiri Ciri tersebu dapat dilihat

dari cara pengelolaan informasi oleh masing-

masing budaya Kesadaran masyarakat

berbudaya lisan menjadi masyarakat baca-tulis

didasari pula oleh cara pengelolaan informasi

agar informasi yang dimiliki tidak mudah hilang

3 Pengelolaan Informasi Masyarakat Lisan

dan Baca-Tulis

Masyarakat Indonesia masih memiliki tradisi

lisan yang sangat kuat Unsur-unsur tradisi lisan

ini sepertinya sulit hilang walaupun baca-tulis

telah masuk ke dalam tatanan kehidupan

masyarakat Walaupun demikian dalam

masyarakat lisan tetap dilakukan pengelolaan

informasi secara sederhana yaitu dilakukan dari

mulut ke mulut Sedangkan dalam masyarakat

baca-tulis pengelolaan informasinya lebih

tersturktur serta dapat dikatakan memiliki

hubungan yang dekat dengan sebuah konsep

masyarakat informasi di mana perilaku-perilaku

pencarian informasi berhubungan dengan saluran

informasi yang tersedia lalu mengaitkan

informasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dasar yang telah diketahui sebelumnya Dalam

masyarakat baca-tulis mereka juga memiliki

kebiasaan untuk mendokumentasikan setiap

pemikiran dan menghubungkan informasi yang

didapat lalu disatukan dengan logika serta

mengambil inti sari secara ilmiah mengenai

peristiwa yang terjadi Berbeda dengan kebiasaan

masyarakat lisan yang sering menggabungkan

peristiwa dengan perkataan tetua dan alam

Riva Delviatma

47

seperti petuah nenek moyang yang terkadang

sulit untuk diterima nalar contohnya seorang

gadis dilarang duduk di depan pintu karena akan

sulit mendapatkan jodoh

Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam

struktur masyarakat lisan peran tetua sangat

penting sebab beliau dianggap yang paling

mengetahui informasi yang benar sehingga akan

timbulnya masyarakat yang bersifat fatalis yaitu

masyarakat yang menerima informasi secara

mentah-mentah dan menganggap semua

peristiwa yang terjadi dalam hidup atau

lingkungan selalu dikaitkan sebagai nasib sendiri

tanpa ada kemauan untuk mengubah nasib

tersebut Penyebaran informasi dari yang

dianggap paling ldquopintarrdquo ini terkadang juga

mengalami hambatan sebab memori atau

persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya

sehingga informasi yang diberikan akan

berpeluang berbeda Pengelolaan informasi

dalam masyarakat lisan terlihat kurang terstuktur

dibanding dengan masyarakat berbudaya tulis

sebagaimana yang dikatakan dalam Ong (2004)

bahwa pemikiran dan ekspresi di dalam budaya-

budaya lisan seringkali sudah sangat terorganisir

namun pengorganisasiannya itu terasa asing

bahkan terasa menyulitkan bagi orang-orang

yang pikirannya terbiasa dengan bahasa tulis

Masyarakat lisan juga lebih senang untuk

menunggu informasi dibanding mencari

informasi yang dibutuhkannya Ditambah lagi

dengan anggapan bahwa informasi yang berasal

dari tetua lebih penting dibandingkan informasi

yang disampaikan oleh orang lain

Pengelolaan informasi yang tidak terstruktur

dalam masyarakat lisan inilah yang membentuk

transformasi budaya lisan menjadi budaya baca-

tulis Adanya sebuah kesadaran yang timbul dari

masing-masing individu untuk melestarikan dan

menjaga informasi penting dari tiap-tiap tradisi

atau budaya yang mereka miliki Tulisan

memungkinkan pengetahuan lebih objektif

dibanding dengan pengetahuan subyektif yang

dimiliki lisan (Widiawati 2006) Selain itu

informasi-informasi yang ada di dalam dokumen

tertulis akan lebih tahan lama eksistensinya

Tulisan menjadi sebuah bukti dari peradaban

manusia yang nilainya lebih berharga dan dan

legalitasnya lebih diakui dibandingkan sebuah

informasi yang berasal dari memori seseorang

Akan tetapi terdapat sebuah keuntungan dari

tradisi lisan ini sendiri yaitu masyarakat lebih

dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

karena adanya komunikasi antara satu sama lain

sehingga akan ada satu pemahaman Tradisi lisan

memungkinkan terwujudnya sebuah hubungan

yang erat antara individu dengan individu

lainnya dalam suatu komunitas Hal inilah yang

terkesan hilang di masyarakat berbudaya menulis

dan digantikan oleh sikap individualis Sikap

individulis ini sangat terlihat pada masyarakat

negara maju dimana mereka kurang

memperdulikan basa basi yang mengakibatkan

lemahnya komunikasi antara satu individu

dengan individu lainnya Dalam Pendit (2007)

dikatakan bahwa sikap individualis ini terbentuk

karena masyarakat modern dikenal sebagai

masyarakat yang beradab berdasarkan indikasi

ketersebaran penggunaan tulisan secara meluas

di semua aspek kehidupannya menggunkan

teknologi teks dan diasumsikan sebagai

masyarakat yang bergerak maju dengan bantuan

ilmu dan teknologi Dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat berbudaya baca-tulis peran

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat besar

dibanding masyarakat lisan yang lebih bertumpu

pada kejadian alam dan peran tetua

Salah satu contoh perbedaan pengelolaan

informasi antara masyarakat lisan dan

masyarakat baca-tulis yang saya temui salah

satunya yaitu perbedaan antara seorang Gordon

Ramsay yang merupakan koki profesional yang

telah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia

kulinari serta memiliki restoran berbintang tiga

Michelin dengan seorang juru masak amatir dari

sebuah restoran kecil atau rumah makan di

Malaysia Ketika Ramsay datang ke rumah

makan tersebut dan ingin mencoba untuk

membuat menu rendang ia sangat bingung saat

juru masak rumah makan ini tidak memiliki

standar resep si juru masak rumah makan ini

lebih senang mengucapkan ldquoagak-agakrdquo (ldquokira-

kirardquo dalam Bahasa Indonesia) dalam menakar

setiap bahan masakan Dapat digeneralisasikan

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

48

bahwa koki profesional lebih mengutamakan

kespesifikan sebuah masakan dengan mengukur

setiap gram bumbu yang digunakan sedangkan

seorang koki rumahan atau amatiran biasanya

mendapatkan informasi mengenai bumbu

masakan dari generasi sebelumnya dan tidak

memiliki takaran yang detail

Juru masak amatir ini lebih mengutamakan

perasaan dan insting mereka dalam menakar

sebuah bumbu disebabkan tidak adanya

dokumen yang terstruktur mengenai suatu

masakan tersebut dan seringkali jika juru masak

tersebut berhalangan hadir atau berhenti rumah

makan terancam kehilangan pelanggan

Sedangkan koki profesional memiliki runtutan

resep dan tata cara memasak yang tertulis sangat

detail dan terstruktur sehingga walaupun koki ini

tidak ada di tempat para asistennya tetap dapat

memasak makanan itu sesuai dengan petunjuk

yang tertera dalam resep

Kasus tersebut hanya sebuah contoh kecil

perbedaan antara dunia lisan dan tertulis Jelas

sekali perbedaan pengelolaan informasi antara

dua karakter masyarakat ini Budaya lisan

banyak dianut oleh bangsa timur lebih banyak

dianut oleh bangsa barat Akan tetapi budaya

lisan dan baca-tulis memiliki kekurangan dan

kelebihannya masing-masing Patut diingat

bahwa sumber informasi dari kedua tradisi ini

berasal dari otak manusia namun yang berbeda

adalah metode pengelolaan informasinya Tradisi

lisan sangat bergantung pada memori atau benak

pikiran seseorang sedangkan tradisi menulis

menuangkan ide yang ada di dalam benaknya ke

dalam tulisan Dikatakan pula oleh OrsquoToole

(1990 dalam Widiawati 2006) bahwa ldquoLiteracy

preempted orality replacing it is a more efficient

and effective means for information storage

transfer and userdquo Keberaksaraan

memungkinkan pengelolaan informasi menjadi

lebih terstruktur dan dapat digunakan lebih lama

dibandingkan dengan informasi yang diberikan

secara lisan

4 Perkembangan Budaya Lisan Menjadi

Budaya Baca-Tulis

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis diawali oleh kesadaran masyarakat

untuk mengelola informasi yang dimiliki agar

lebih baik Perubahan itu dapat dilihat dari

pengelolaan informasi masyarakat lisan yang

dilakukan secara mulut ke mulut menyebabkan

akan adanya informasi-informasi yang hilang

sehingga akan memunculkan kesadaran untuk

mengelola informasi lebih baik dan tahan lama

Oleh karena adanya kesadaraan pengelolaan

informasi itulah maka akan terjadi perubahan

budaya lisan menjadi budaya baca-tulis

Perubahan tersebut terjadi ketika ada sesuatu hal

yang baru masuk ke dalam tatanan masyarakat

Ketika sebuah informasi diterima oleh individu

atau kelompok maka akan ada tahapan belajar

untuk menerima atau menolak informasi

tersebut Tahapan belajar itulah yang sering

dikaitkan dengan transformasi Masyarakat akan

mencoba memahami informasi-informasi baru

tersebut sebelum akhirnya memilih dan

melaksanakannya

Perkembangan budaya lisan menjadi budaya

baca-tulis terjadi karena adanya pemahaman

bahwa informasi-informasi yang terdapat di

dalam sebuah komunitas perlu dilestarikan

Masyarakat informasi selalu dihubungkan

dengan teknologi-teknologi komunikasi seperti

komputer dan internet namun teknologi

sederhana seperti pengolahan kata-kata dari

ucapan dan tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terjadinya masyarakat informasi Tulisan

dianggap sebagai teknologi yang mengubah

masyarakat lisan menjadi masyarakat baca-tulis

Tanpa ada tulisan maka seluruh teknologi yang

ada sekarang ini kemungkinan tidak akan terjadi

Perubahan budaya ini juga secara radikal

mengubah pola pikir masyarakat itu sendiri

Globalisasi merupakan salah satu contoh

perubahan yang jelas dalam melihat situasi di

Indonesia

Arus globalisasi menyebabkan pola hidup

masyarakat Indonesia menjadi kebarat-baratan

dan mempengaruhi perkembangan cara berpikir

masyarakat Pola kehidupan masyarakat

tradisional lambat laun berubah menjadi pola

kehidupan modern seperti tata cara membajak

Riva Delviatma

49

padi menggunakan kerbau sekarang sudah

menggunakan traktor selain itu hilangnya makna

dalam tradisi-tradisi lokal Sebagian besar

masyarakat Indonesia mulai berpikir bahwa

budaya lokal merupakan budaya yang tidak

mengikuti perkembangan zaman (Rahmana

2013)

Seperti yang dikatakan sebelumnya budaya lisan

dan budaya baca-tulis adalah sebuah hal yang

berkelanjutan Namun pada kenyataannya

budaya lisan dianggap sebelah mata oleh banyak

pihak Pemerintah lebih giat mencanangkan

program budaya membaca dan menulis

dibanding melestarikan budaya lisan Hal ini

terlihat dari maraknya tulisan artikel yang

membahas mengenai meningkatkan budaya tulis

dan membaca serta kurang giatnya melakukan

oral tradition preservation Metode preservasi

tradisi lisan ini patut dikembangkan di Indonesia

sebab sebagian besar kebudayaan yang dimiliki

Indonesia adalah tradisi lisan Banyak tradisi

lisan yang mulai pudar bahkan hilang

dikarenakan tergerus budaya modern Dalam

makalah Preserving of Information Value in Oral

Tradition of Minangkabau Society West

Sumatra Indonesia (Primadesi 2012) dijelaskan

bahwa selain kurangnya perhatian dari tetua

dalam melakukan transfer pengetahuan mengenai

tradisi-tradisi adat ternyata kurangnya peran

pemerintah dan masyarakat dalam memandang

pentingnya tradisi lisan Kurangnya perhatian

pemerintah dapat dilihat dari minimnya aktivitas

dalam melestarikan tradisi lisan

Adanya proses perkembangan budaya lisan

menjadi baca-tulis juga dikarenakan oleh

program-program yang disusun oleh pemerintah

seperti program pemberantasan buta huruf Akan

tetapi pemerintah seharusnya dapat menyadari

bahwa selain budaya membaca dan menulis

budaya lisan patut dijaga keeksistensinya serta

diperkenalkan pada masyarakat Indonesia

Seharusnya juga dapat beriringan dengan

program meningkatkan minat baca Ide-ide segar

mengenai pelestarian budaya lisan perlu digagas

dan dikembangkan agar kedua budaya ini dapat

berkembang dengan baik

Jika melihat ke masyarakat sendiri tradisi lisan

tetap menjadi suatu hal yang utama dalam

kegiatan sehari-hari Hal ini terlihat dari

kebiasaan masyarakat yang lebih menyenangi

mengobrol di setiap kesempatan yang mereka

miliki Sebagai contoh hanya satu atau dua

orang yang fokus membaca buku atau surat

kabar saat mereka berada di dalam sarana

transportasi umum khususnya CommuterLine

Bila mereka tidak mengobrol mereka seringkali

menyaksikan tayangan video atau mendengarkan

musik dari ponsel atau gadget mereka Hal ini

sangat kontras dengan kebiasaan masyarakat

London yang rata-rata memiliki satu bahan

bacaan baik itu buku atau surat kabar untuk

mereka ldquonikmatirdquo selama perjalanan baik ketika

mereka menggunakan kereta maupun bis Dalam

buku Mata Membaca Kata Bersama (2007)

disebutkan bahwa di kota-kota besar seperti di

Jepang Swiss Australia dan Amerika memiliki

program booktown dan di Amerika pada tahun

2000 awal ada gerakan ldquoOne Book One Cityrdquo

dimana satu buku tertentu dijadikan bacaan wajib

warganya Namun sayangnya gerakan ini tidak

berhasil secara keseluruhan sebab masyarakat

Amerika meninggalkan gerakan ini dan menjadi

individualis dalam menentukan bahan bacaan

mereka Hal tersebut dapat menggambarkan

bahwa negara yang maju dan yang memiliki

masyarakat membaca yang tinggi tetap saja sulit

untuk mengembangkan budaya baca Disamping

itu budaya baca mereka juga berkembang karena

adanya perpustakaan yang memadai koleksi

buku-buku perpustakaan yang menunjang

kebutuhan mereka serta faktor transportasi yang

nyaman

Dalam menuju masyarakat informasi Indonesia

ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi tidak hanya dikarenakan perpustakaan

dan koleksi yang belum memadai tetapi juga

dikarenakan masih banyak masyarakat yang

belum bisa membaca dan menulis serta masih

minimnya kegemaran untuk membaca

Walaupun ada peningkatan keberhasilan program

Unesco dalam memberantas buta huruf di

Indonesia yang mana mencatat bahwa

keberhasilan pada tahun 1990 mencapai 337

dan sekitar 10 tahun kemudian yaitu pada tahun

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

50

2010 mencapai 797 (Kemendikbud 2012)

Hal tersebut tidak menjamin bahwa budaya baca-

tulis akan berkembang secara pesat seperti di

negara-negara maju sebab adanya keengganan

masyarakat untuk membaca dan menulis Ada

alasan yang menyebabkan mereka malas untuk

membaca yaitu dikarenakan membaca

memerlukan manajemen waktu dan juga

memerlukan analisis kuat yang mana lebih rumit

dan meletihkan daripada mengejar sebuah bola

(Pendit 2007) Hal lain yang mendorong

masyarakat untuk malas membaca adalah

komputer dan permainan di dalamnya (Tempo

2011) Hal ini selaras dengan pernyataan dalam

artikel Refleksi Hari Aksara Menggelorakan

Budaya Baca dituliskan bahwa penyebab

masyarakat asing dengan buku yaitu dikarenakan

masyarakat yang awalnya bertradisi lisan atau

oral society secara drastis bergerak ke budaya

elektronik seperti tv dan radio sebelum

memasuki budaya tulis secara ajek Masyarakat

telah langsung melompat dari tradisi

mendongeng ke tradisi menonton sebelum

terbiasa dengan tradisi membaca Padahal minat

baca yang tinggi sangat penting (Koran Tempo

2011)

Dalam artikel surat kabar Kompas (1999) yang

berjudul Mari Rubah Tradisi Lisan Jadi Budaya

Tulis disebutkan bahwa pada tahun 1960an

budaya membaca dan tulis mengalami kejayaan

karena banyak karya-karya yang dinikmati oleh

masyarakat seperti Asmaraman Kho Ping Ho

komik Mahabharata dan Ramayana karya RA

Kosasih dan lainnya Dalam artikel yang sama

dijelaskan bahwa munculnya alat-alat eletronik

dan teknologi multimedia juga mengganggu

meresapnya budaya tulis ke sanubari bangsa

Indonesia Faktor lainnya yaitu munculnya

pengekangan terhadap pers dan penerbitan buku

di Indonesia yang dilakukan pada zaman Orde

Baru kecilnya royalti yang diberikan kepada

penulis besarnya PPn untuk buku serta tidak ada

tempat yang nyaman untuk membaca

Pada Orde Baru membaca disangkutpautkan

pada kesejahteraan rakyat tetapi pemerintah tetap

melakukan pemboikotan terhadap buku-buku

tertentu Masyarakat Indonesia terkesan

diberikan dua sisi mata koin yang berbeda dan

tidak selaras di satu pihak diminta untuk

membaca agar dapat mensejahterakan dirinya

tetapi di lain sisi ada pengekangan terhadap

penerbitan dan pemboikotan buku-buku Tidak

mengherankan jika budaya lisan terkesan

mendominasi masyarakat Indonesia sampai saat

ini karena pemerintah yang selalu mendukung

minat baca secara tidak langsung tetap

melakukan pembatasan terhadap dunia baca-tulis

yaitu dengan melakukan pelarangan terhadap

beberapa buku dikarenakan di dalamnya memuat

hal-hal kontroversi serta memberikan pajak

tinggi untuk buku-buku impor

5 Dongeng dalam Perpustakaan Media Lisan

dan Membaca

Banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah

dan pihak lainnya untuk mengubah masyarakat

Indonesia yang kelisananannya masih kental dan

secara sporadis berubah menjadi masyarakat

yang giat menulis dan membaca Banyak hal

yang menjadi pekerjaan rumah yang harus

dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

budaya baca-tulis tidak hanya meningkatkan

angka persentase program pemberantasan buta

huruf tetapi juga memperhatikan pengembangan

perpustakaan-perpustakaan umum Apabila

Indonesia ingin mewujudkan masyarakat

informasi budaya baca-tulis merupakan suatu

langkah paling awal dalam merintis masyarakat

tersebut Hal ini dikarenakan dalam masyarakat

informasi seluruh masyarakat perlu menyadari

pentingnya informasi dan ilmu pengetahuan serta

mengetahui bagaimana cara mengelola dan

memanfaatkan informasi-informasi yang mereka

dapatkan Salah satu sarana yang dapat

digunakan untuk meningkatkan budaya baca-

tulis ini adalah perpustakaan

Perpustakaan merupakan agen pengubah sebuah

masyarakat Agen pengubah ini akan berhasil

jika ia pun berhasil dalam mengelola dirinya

sendiri Banyak perpustakaan khususnya

perpustakaan umum daerah yang isi koleksi

mereka tidak sesuai dengan kebutuhan dari

masyarakat sekitarnya Lokasi perpustakaan juga

menjadi faktor besar yang menentukan

masyarakat untuk datang Salah satu contohnya

Riva Delviatma

51

yaitu salah satu perpustakaan umum daerah di

Jakarta yang posisi bangunannya tidak strategis

sebab berada di belakang sekolah dan akses ke

perpustakaan tersebut yang kurang baik

Bandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan

di luar negeri yang sangat mudah diakses oleh

penggunanya serta nyaman untuk digunakan

bahkan siswa-siswi lebih memilih perpustakaan

untuk mengerjakan tugas-tugas akhir mereka

dibandingkan mengerjakan di rumah masing-

masing Di kota London Inggris perpustakaan

tidak hanya menjadi gudang buku tetapi menjadi

pusat kegiatan masyarakat Salah satu

perpustakaan lokal disana bahkan menjadikan

tempat mereka sebagai ldquonurseryrdquo atau ldquoday

carerdquo (penitipan anak) pada hari-hari tertentu

dan memanjakan pengunjung kecil mereka

dengan bacaan yang menghibur dan juga

menyediakan mainan-mainan bagi mereka

Bahkan ada salah satu perpustakaan umum di

London ditutup karena adanya kerusakan fatal

pada bangunan disebabkan oleh hujan yang

terus-menerus dan banyak diprotes oleh

masyarakat sekitar sebab mereka kehilangan

tempat untuk membaca (Your Local Guardian

2012) Salah satu komentar dari penduduk di

sekitar perpustakaan yaitu sebagai berikut ldquoI

canrsquot get about very well and Irsquove had to go to

charity shop to get my books The library is a

vital service for elderly people ndash if it didnrsquot

reopen I wouldnrsquot know what to dordquo Dari

pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa tidak hanya kaum muda namun kaum

senior juga senang berada di dalam perpustakaan

karena mereka mendapatkan buku-buku yang

mereka butuhkan Selain itu menunjukan bahwa

perpustakaan dan membaca telah menjadi media

hiburan bagi mereka Alangkah sempurnanya

bila perpustakaan menjadi hal yang penting bagi

masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan

oleh masyarakat London

Dengan tingginya intensitas penyelenggaraan

story telling atau mendongeng di perpustakaan-

perpustakaan di Jakarta diharapkan bahwa

kepeduliaan masyarakat untuk berkunjung dan

memanfaatkan perpustakaan akan meningkat

Program dongeng ini secara tidak langsung

merupakan budaya lisan tetapi dapat mendorong

minat baca masyarakat khususnya anak-anak

kecil Selain ada mediator yang menyuguhkan

dongeng dilakukan pula lomba mendongeng

yang mendorong mereka untuk menceritakan

kembali isi buku cerita yang mereka sukai

Program mendongeng ini juga merupakan

promosi untuk mengenalkan perpustakaan

kepada masyarakat Indonesia khususnya untuk

masyarakat kota besar dan dapat dijadikan

pilihan rekreasi alternatif Program mendongeng

ini juga tidak terbatas di perpustakaan saja tetapi

juga dilakukan di sekolah

Taman bermain di daerah Tangerang setiap hari

Jumrsquoat memberlakukan program Library Time

dimana siswa-siswi diminta untuk memilih satu

bahan bacaan untuk dibacakan oleh guru

Dengan adanya program ini maka akan

merangsang kepedulian anak-anak terhadap

membaca Pada saat mereka sudah dapat

membaca maka mereka akan termotivasi untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai isi sebuah

buku Ketika ditanya kepada sang guru apakah

para murid antusias dalam program ini si ibu

guru ini menjawab bahwa sebagian besar senang

mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan

Program seperti ini tidak hanya merangsang

minat baca tetapi juga meningkatkan daya

tangkap serta konsentrasi anak kecil Dengan

program mendongeng ini dapat terlihat bahwa

perkembangan budaya lisan dan budaya

membaca bisa selaras Perpustakaan dan sekolah

sebenarnya telah menerapkan kedua budaya

tersebut namun memang yang lebih menonjol

adalah budaya meningkatkan minat baca

padahal sebenarnya budaya lisan juga terselip

dalam program tersebut Mendongeng atau story

telling dapat dijadikan sebagai media promosi

dan sosialisasi cerita rakyat tradisional maupun

mengenai pesan-pesan moral seperti bahaya

merokok sosialisasi tata lalu lintas atau bahkan

pelajaran seks untuk anak-anak dan lainnya dapat

dikemas secara menarik dan kreatif yang

mungkin saja sulit untuk dicerna jika diberikan

secara tertulis

Perkembangan Budaya Lisan dan Baca-Tulis Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

52

Salah satu contoh dari budaya lisan adalah

dongeng Mendongeng merupakan hal yang

paling mudah dan paling populer di masyarakat

Mendongeng tidak selalu dapat dilakukan secara

tradisional tetapi juga dapat dilakukan dengan

menggunakan sarana-sarana seperti papan tulis

seperti yang dilakukan oleh Pak Raden dengan

dilatari alunan musik seperti yang dilakukan oleh

Syukri Ramzan atau bahkan menggunakan

puppet atau boneka seperti Ria Enes Wayang

kulit juga merupakan salah satu cara

mendongeng tradisional yang menggunakan alat

Dalam Buku Mendongeng dan Minat Baca

karya Murti Bunanta (2004) dikatakan bahwa

mendongeng sendiri sebenarnya memiliki

beberapa jenis yaitu dongeng gambar (drawing

stories) pada kebudayaan Walbiri dan Ananda

(masyarakat asli Australia) dan suku bangsa Inuit

(Eskimo) Jepang dongeng tali ditemukan pada

kebudayaan Inca dan beberapa wilayah Pasifik

dan Afrika dan dongeng dengan sapu tangan

yang dilakukan oleh masyarakat Belanda

(Pellowski 1984 1993 dalam Bunanta 2004)

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

mendongeng merupakan aktivitas yang telah

dilakukan secara global oleh seluruh masyarakat

di dunia Hal ini dapat menjadi bukti bahwa

budaya lisan tidak hanya berkembang di

masyarakat Indonesia saja melainkan juga

terdapat di negara lain

Untuk mempertahankan budaya lisan sekaligus

meningkatkan budaya baca-tulis di Indonesia

dapat digunakan metode mendongeng Program

mendongeng dapat dilakukan di banyak tempat

seperti di perpustakaan sekolah pusat

perbelanjaan bahkan rumah sakit Program ini

perlu mendapat perhatiaan banyak pihak tidak

hanya pemerhati anak pengelola perpustakaan

orang tua tetapi pemerintah serta masyarakat luas

perlu ikut andil dalam mempopulerkan serta

mengembangkan program-program lainnya yang

dapat mendukung peningkatan minat baca dan

pelestarian budaya lisan Indonesia

6 Kesimpulan

Perkembangan budaya lisan ke budaya baca-tulis

di Indonesia dikarenakan adanya kesadaran dari

masyarakat untuk melestarikan informasi yang

mereka miliki Sedangkan dalam kaitannya

dengan masyarakat informasi faktor paling

dominan yang menyebabkannya adalah faktor

pekembangan teknologi dan pemanfaatannya

Perkembangan serta perubahan ini tidak

dilakukan secara radikal melainkan secara

perlahan sebab masyarakat perlu belajar dan

memahami setiap kebudayaan baru yang hadir

Tulisan merupakan teknologi yang merubah

peradaban dunia tanpa adanya tulisan maka

tidak akan ada perkembangan-perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan seperti saat ini Oleh

sebab itu tulisan dapat dianggap sebagai cikal

bakal terbentuknya masyarakat informasi Di

dalam masyarakat informasi peran teknologi

informasi dan komunikasi menjadi faktor utama

sehingga individu atau kelompok yang memiliki

informasi maka akan mudah mendominasi atau

berkuasa Walaupun masyarakat informasi belum

terbentuk di Indonesia akan tetapi dapat

berkembang tidak hanya melihat dari

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi saja melainkan juga dapat

berkembang dari budaya dan tradisi Indonesia

Banyaknya anggapan positif yang diberikan

kepada budaya baca-tulis menyebabkan budaya

lisan seolah-olah menjadi hal yang berdampak

negatif bagi masyarakat Indonesia Gagasan-

gagasan untuk meningkatkan budaya baca-tulis

lebih sering ditonjolkan dibandingkan untuk

mempopulerkan tradisi lisan Apabila budaya

baca-tulis selalu dianggungkan akan berdampak

pula dengan melemahnya pemaknaan pada

budaya lisan di masyarakat Lemahnya

kepedulian mengenai dongeng cerita rakyat

dalam tradisi lisan dapat menyebabkan generasi

penerus akan kehilangan jati diri mereka Dalam

Bunanta (2004) disebutkan bahwa di Thailand

ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

mempopulerkan dan mengenalkan kembali

bahasa-bahasa yang hampir punah dengan

metode mendongeng Sedangkan di Indonesia

budaya lisan dikesampingkan dibanding budaya

baca-tulis Budaya lisan tidak selalu membawa

efek negatif dalam masyarakat budaya lisan

memiliki informasi yang memiliki nilai sejarah

religi adat yang tidak kalah pentingnya

dibanding budaya tulis-menulis Hanya cara

Riva Delviatma

53

pengelolaan informasi yang membuat keduanya

berbeda

Mendongeng bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan untuk melestarikan budaya lisan

Indonesia oral tradition preservation perlu

dilakukan dan disosialisasikan sebab ada

beberapa hal yang tidak dapat ditulis secara

mendetail dan perlu media lain untuk

mengorganisasikan hal-hal yang tidak dapat

dilukiskan dalam kata-kata seperti kegiatan adat

lantunan musik dan sebagainya Untuk itu tetap

mendukung budaya lisan dan budaya baca-tulis

adalah solusi yang bijak dibandingkan memilih

salah satunya Bukanlah tidak mungkin dalam

masyarakat informasi Indonesia nantinya

terwujud tidak hanya disebabkan oleh

perkembangan serta pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi saja tetapi juga

berasal dari perkembangan budaya lisan dan

baca-tulis di tanah air

7 Daftar Acuan

Bunanta Murti (2004) Buku mendongeng dan minat

membaca Jakarta Pustaka Tangga

Christiani Lydia Proyeksi teori public sphere terhadap

peranan perpustakaan umum dalam masyarakat

informasi Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan Vol 9 No 1 April 2012 p 5-10

Detik-inet (24 Maret 2014) 73 Masyarakat Indonesia

Buta Internet httpm-

detikcominetread201403241540032534887328

73-masyarakat-indonesia-buta-internet Diakses 25

Maret 2014

Harian Pelita (12 November 2011) TBM membangun

budaya baca

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (11 Juli 2012)

Dalam penuntasan tuna aksara unesco puji prestasi

Indonesia

httpwwwpaudnikemendikbudgoidbindikmasarti

keldalam-penuntasan-tuna-aksara-unesco-puji-

prestasi-indonesia Diakses 3 November 2013

Koran Tempo (9 September 2011) Refleksi hari aksara

menggelorakan budaya baca

Laksmi Fuad Gani dan Budiantoro (2007) Manajemen

perkantoran modern Depok Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

MPSS Pudentia (Ed) (1998) Metodologi kajian tradisi

lisan Jakarta Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan

Asosiasi Tradisi Lisan

Ong Walter J (2004) Kelisanan dan keaksaraan

teknologi kata Pasuruan Pedati

Pendit Putu Laxman (2007) Mata membaca kata

bersama Jakarta Cita Karyakarsa Mandiri

Primadesi Yona (2012) Preserving of information value

in oral tradition of Minangkabau society West

Sumatra Indonesia Makalah Tidak Diterbitkan

Rahadi F (1999) Mari ubah tradisi lisan jadi budaya

tulis

httpwwwfrahadiwordpresscom20130417mari-

ubah-tradsi-lisan-jadi-budaya-tulis-2 Diakses 3

November 2013

Rahmana Siti (2012) Tradisi lisan aktualisasi

eksistensi dan transformasi hasil budaya masa

lampau httpwwwtempo-instituteorgtradisi-lisan-

aktualisasi-eksistensi-transformasi-hasil-budaya-

masa-lampau Diakses 15 Oktober 2013

Riady Yasir (2010) Mewujudkan masyarakat informasi

Indonesia dampak sosial konsekuensi dan

kemungkinanhttpwww2ukdwacidkuliahsimo

dul4pdf Diakses 22 November 2013

Tempo (26 Mei 2011) Penyebab anak malas membaca

httpmtemporeadnews20110526060336985pen

yebab-anak-malas-membaca Diakses 10 November

2013

Widiawati Harifiyah (2002) Regulasi memori dalam

pengarsipan rekonstruksi sejarah Wacana Vol 4 No

2 p 162-172

Your Local Guardian (17 Januari 2012) Fears West

Norwood library will be permanently closed

httpwwwyourlocalguardiancouknewstopstories

9474903Fears_library_will_be_permanently_closed

Diakses 5 November 2013

Pedoman Penulisan Jurnal

54

Persyaratan Penulisan Artikel Jurnal Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan

Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan

Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal berupa judul artikel hingga cara penulisan daftar acuan

di akhir tulisan

1 Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman

2 JUDUL ARTIKEL (all caps 14 point bold centered )

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Penulis gelar (12pt)

(kosong satu spasi tunggal)

Nama Program Studi Fakultas Nama Universitas Alamat Kota Kode pos atau (10pt)

Nama Lembaga Alamat Kota Kode Pos (10pt)

(kosong satu spasi tunggal)

E-mail penulisadreescom (10pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

3 Abstrak (12pt bold)

(kosong satu spasi tunggal)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris Abstrak bahasa Indonesia ditulis terlebih

dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris Jenis huruf yang digunakan Times New Roman ukuran 10 pt spasi

tunggal Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian metode penelitian serta hasil analisis

yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata

(kosong satu spasi tunggal)

4 Kata Kunci Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (10 pt italic)

(kosong dua spasi tunggal)

Abstract (12pt bold)

Key words (10 pt italic)

(kosong tiga spasi tunggal)

Pedoman Penulisan Jurnal

55

5 Bentuk Naskah

-Judul

-Nama Penulis

-Disertai afiliasi (alamat institusi bila sudah bekerja di institusi atau organisasi misalnya bisa ditulis pemerhati ilmu

perpustakaan dan informasi dsthelliplihat contoh)

-alamat email

- Abstrak (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci

-Pendahuluan (12 pt bold)

(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang permasalahan tujuan penelitian tinjauan

literatur dan studi sebelumnya

-Metode Penelitian

(satu spasi tunggal kosong)

mencakup partisipan penelitian metode pengumpulan data dan proses pengumpulan data

-Analisis dan Interpretasi Data

(satu spasi tunggal kosong)

-Kesimpulan

(satu spasi tunggal kosong)

-Daftar Acuan (mengikuti format APA (American Psychological Association)

(satu spasi tunggal kosong)

-Lampiran

(satu spasi tunggal kosong)

6 Jumlah halaman 10 -15 termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran

7 Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)

8 Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih

berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan

dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah

9 Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap tahun 20122013 adalah 2 minggu

setelah sidang pada bulan Juni ndash Juli 2013

10 Artikel dikirim ke jurnaldipi2012gmailcom dengan subjek judul artikel + nama penulis

11 Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASIFAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

  • Page 1
  • Page 2
  • Page 3
  • Page 4
  • Page 5
  • Page 6
  • Page 69
Page 11: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 12: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 13: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 14: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 15: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 16: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 17: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 18: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 19: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 20: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 21: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 22: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 23: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 24: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 25: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 26: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 27: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 28: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 29: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 30: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 31: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 32: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 33: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 34: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 35: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 36: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 37: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 38: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 39: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 40: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 41: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 42: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 43: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 44: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 45: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 46: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 47: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 48: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 49: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 50: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 51: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 52: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 53: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 54: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 55: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 56: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 57: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 58: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 59: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 60: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 61: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
Page 62: Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan