Upload
fitrie-goesmayanti
View
503
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dalam penciptaan alam semesta ini, sebagaimana yang tersurat dalam ayat-ayat Al Quran, mulai dari proses penciptaan jagad raya, proses penciptaan manusia, dan lain sebagainya, semuanya mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian memberikan inspirasi kepada manusia sebagai makhluk yang dibekali akal pikiran untuk mengembangkan pengetahuan tersebut, sehingga menjadi cabang-cabang keilmuan yang bermanfaat bagi manusia di muka bumi.
Citation preview
Tuhan menetapkan,
tapi Dia tidak kejam.
(Albert Einstein)
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan karunia kepada
manusia berupa ruh dan kecerdasan, sehingga dapat berkarya bagi sesama. Sholawat dan
salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga,
sahabat, dan orang-orang sholeh yang mengikutinya.
Ilmu merupakan bahan dasar untuk bertafakur. Ilmu diperoleh melalui
kesungguhan belajar. Seseorang sekalipun dianugerahi otak yang jenius, tetap saja
selamanya akan bodoh bila tidak mau belajar. Banyak sekali riwayat Rasulullah saw.
yang menerangkan keutamaan ilmu.
Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata “Barangsiapa sedang mencari ilmu, maka
sebenarnya ia sedang mencari surga. Dan barangsiapa mencari kemaksiatan, maka
sebenarnya dia sedang mencari neraka.” Jadi, siapapun yang menempuh suatu jalan
untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah memudahkan baginya untuk menuju surga.
Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta yang
telah memberikan kesempatan penulis untuk mencari ilmu dan melanjutkan pendidikan,
untuk mencari surga. Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala cinta dan kasih
sayang yang tercurah selama ini, juga kesabaran dan ridho-nya pada penulis.
Terima kasih kepada Bapak Drs. H. Moch. Dzuliman, M. Pd., selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama dan Seminar Agama, atas segala ilmu yang telah diberikan
sehingga penulis dapat lebih memahami agama Islam, dan memperkuat keyakinan dan
ketakwaan kepada Allah SWT.
Tidak lupa, terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa STBA jurusan
Bahasa Inggris kelas Karyawan angkatan 2008, atas segala dukungan dan dorongannya
untuk terus bersama-sama belajar di tengah kesibukan masing-masing. Terima kasih
untuk persahabatan yang indah ini, teman!
Bandung, Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………………….. 1
1.2. Metode Penelitian……………………………………………………………..2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah…………………………………... 2
1.3.1. Tujuan Penulisan Makalah………………………………………... 2
1.3.2. Manfaat Penulisan Makalah………………………………………. 2
BAB II TINJAUAN LITERATUR……………………………………………… 4
2.1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi…………………………………………... 4
2.2. Seni……………………………………………………………………………. 5
BAB III ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN SENI DALAM
ISLAM…………………………………………………………………. 8
3.1. IPTEK, Seni, dan Peradaban Islam………………………………………… 8
3.2. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi, dan Seni…………………………………10
3.2.1. Iman, Islam, Ihsan, dan Ilmu……………………………………...10
3.2.2. Ilmu dan Taqwa…………………………………………………….11
3.3. Keutamaan Orang yang Berilmu……………………………………………13
3.4. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan……………………….. 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………... .18
4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………... 18
4.2. Saran…………………………………………………………………………...19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. . 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam penciptaan alam semesta ini, sebagaimana yang tersurat dalam ayat-ayat
Al Quran, mulai dari proses penciptaan jagad raya, proses penciptaan manusia, dan lain
sebagainya, semuanya mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian
memberikan inspirasi kepada manusia sebagai makhluk yang dibekali akal pikiran untuk
mengembangkan pengetahuan tersebut, sehingga menjadi cabang-cabang keilmuan yang
bermanfaat bagi manusia di muka bumi.
Segala ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT, maka sudah selayaknya
manusia membangun ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kehendak Allah
SWT, yakni sesuai dengan aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk Allah SWT, baik yang
tersurat dalam Al Quran maupun yang tersirat di alam semesta. Namun seiring dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni pun semakin berkembang
pesat. Manusia tidak lagi menggunakan imu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai
dengan aturan agama, namun malah tersesat dalam menikmati segala pengetahuan,
teknologi, dan seni yang ada.
Pakar-pakar muslim terdahulu menggunakan ilmu pengetahuan sebagai media
untuk mendekatkan diri kepada Allah Sang Maha Pencipta. Namun yang terjadi akhir-
akhir ini, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni semakin menjauhkan manusia dengan
Tuhannya. Sekulerisme semakin jelas terlihat. Manusia tidak lagi memuja Tuhan, tapi
memuja kebenaran ilmu, kecanggihan teknologi, dan keindahan seni.
Segala sesuatu, walaupun itu baik, jika berada di tangan yang salah, bisa saja
menjadi tidak bermanfat, bahkan membawa petaka. Ilmu pengetahuan dan teknologi jika
dimanfaatkan dengan benar dapat meningkatkan martabat kehidupan manusia, tapi jika
salah memanfaatkannya, teknologi akan menjadi musuh manusia, bahkan menjadi senjata
pemusnah manusia itu sendiri.
Seni jika dinikmati dengan benar tentu akan membawa manusia pada rasa syukur
akan kebesaran Tuhan atas segala ciptaanNya yang indah, tapi mengatasnamakan seni
untuk mengumbar nafsu hanya akan menyebabkan degradasi moral. Disadari atau tidak,
seni sudah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Perkembangan media
elektronik seperti radio, televisi, dan internet telah mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat. Sekarang seni dijadikan sebagai alat untuk mencari kesenangan dunia
belaka.
Banyaknya hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama Islam dalam penerapan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni itulah yang melatarbelakangi ditulisnya makalah
ini.
1.2. Metode Penelitian
Metode adalah sebuah cara untuk mengelola suatu teori dengan cara
mengaplikasikannya ke dalam data-data (Johari, 1985: 22), dan dalam penulisan makalah
ini menggunakan metode penelitian analitis deskriptif. Metode analitis deskriptif ini
disebut juga sebagai tipe yang paling umum, yang bertujuan untuk memeriksa apa yang
ada dan atau yang sudah ada (Coplin, 1992: 3). Metode ini berupaya membuat deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan variabel yang
menjadi bagian penelitian (White, 1990: 20-24).
Pengumpulan data untuk menyusun makalah ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan (library research). Data-data yang digunakan bersumber pada buku-buku
yang relevan, serta artikel-artikel yang dipublikasikan melalui internet.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
1.3.1. Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis untuk mengidentifikasi, menggambarkan, dan menganalisis
ajaran Islam dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Makalah ini
berusaha untuk mendefinisikan apa itu ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, integrasi
antara ketiganya dengan iman, pentingnya ilmu bagi orang beriman, dan juga tanggung
jawab ilmuwan terhadap lingkungan.
1.3.2. Manfaat Penulisan Makalah
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar dapat berguna untuk para penstudi
lainnya dalam menambah pengetahuan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam Islam. Makalah ini juga diharapkan menjadi referensi atau acuan bagi para
penstudi lain yang juga memiliki minat untuk menulis dan mengkaji tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dalam Islam.
Makalah ini diharapkan dapat menggugah kesadaran public (public awareness)
dan pemerintah tentang pentingnya partisipasi semua pihak dalam menerapkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni yang sejalan dengan ajaran agama Islam demi
mencegah dan mengurangi penyimpangan moral masyarakat. Selain itu, diharapkan
makalah ini juga dapat menggagas jalan keluar untuk dari kontroversi yang ada di
masyarakat, mengenai apa yang dibolehkan dan tidak dibolehkan agama.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ayat pertama turun adalah Iqra’, yang artinya baca, dari QS. 96, Al ‘Alaq 1-5. Itu
artinya, membaca dan menulis adalah jendela ilmu pengetahuan. Dijelaskan, dengan
membaca dan menulis akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak
diketahui (‘allamal-insana maa lam ya’lam). Wahyu Allah ini berfungsi sebagai sinyal
dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu membaca
setiap perubahan zaman dan pergantian masa.
Allah menurunkan wahyu yang pertama surat Al ‘Alaq, yang berbunyi “Bacalah
dengan nama Tuhan yang Mencipta..” Di sini Allah mengajak manusia membaca atas
namaNya. Dengan kata-kata lain yang lebih luas, Allah mengajak manusia untuk
menggunakan akal, mencari ilmu pengetahuan dan teknologi, maju, membangun, dan
berjuang menegakkan peradaban. Semua itu adalah untuk manusia, karena Allah
menginginkan keselamatan umat manusia. Allah memerintahkan manusia membuat apa
saja dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia, karena dengan itulah
Allah akan memberi rahmat dan hidayahNya.
Menurut Prof. Dr. Hamka, ilmu adalah tiang untuk kesempurnaan akal.
Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah
sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, sains adalah ilmu pengetahuan
yang teratur (sistematik), yang bisa diuji atau dibuktikan kebenarannya. Ilmu
pengetahuan juga mempunyai cabang-cabang ilmu yang berdasarkan kebenaran,
misalnya fisika, kimia, biologi, astronomi, termasuk juga cabang-cabang yang lebih detil
lagi seperti hematologi (ilmu tentang darah), entomologi, zoologi, botani, kardiologi,
meteorologi (ilmu tentang kajian cuaca), geologi, geofisika, eksobiologi (ilmu tetang
kehidupan di angkasa luar), hidrologi (ilmu tentang aliran air), aerodinamika (ilmu
tentang aliran udara), dan lain-lain.
Sedangkan teknologi adalah aktifitas atau kajian yang menggunakan pengetahuan
sains untuk tujuan praktis dalam industri, pertanian, perobatan, perdagangan, dan lain-
lain. Teknologi juga dapat didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu
masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik maju seperti menggunakan peralatan
elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih, dan lain-lain.
Menurut Bacharuddin Jusuf Habibie dalam Pidato Penerimaan Doctor Honoris
Causa yang disampaikannya di Universitas Hasanuddin, Makassar, ilmu pengetahuan
adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik, dan konsisten.
Hasil dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan
objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan
yang sifatnya supermakro, makro, dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-
ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.
Sedangkan teknologi adalah rangkuman beberapa disiplin ilmu pengetahuan yang
dapat digunakan untuk meningkatan nilai dari sesuatu, setelah memanfaatkan teknologi
tersebut secara tepat. Peningkatan nilai yang dimaksud adalah dalam arti yang luas, tidak
terbatas pada perangkat keras (hardware) saja, namun termasuk perangkat lunak
(software), dan perangkat otak (brainware).
Contoh perangkat keras, antara lain teknologi yang terkait dengan operasi jantung,
operasi ginjal, pembuatan mobil, pembuatan kapal, pembuatan pesawat terbang,
pembangunan gedung perumahan atau perkantoran, dan sebagainya. Contoh perangkat
lunak, antara lain teknologi yang dimanfaatkan untuk membuat software komputer,
menyusun program dan sistem kerja untuk pembuatan perangkat keras (hardware), dan
sebagainya. Contoh perangkat otak, antara lain teknologi dalam rangka menghasikan
teori baru, baik untuk pembuatan perangkat keras maupun pembuatan perangkat lunak
untuk dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
2.2. Seni
Allah menciptakan segala sesuatu di bumi tidak sembarangan. Allah menciptakan
makhluk-makhluknya, baik yang bernyawa atau tidak, dengan keindahan. Manusia
diciptakan dengan bentuk yang sedemikian rupa indahnya, tumbuh-tumbuhan yang
dibuat menjadi pemandangan indah, bahkan alam semesta dengan susunan planet-planet
dan benda-benda langit lainnya yang tersusun pada orbitnya, merupakan maha karya seni
yang luar biasa.
Seni menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah kecakapan membuat
(menciptakan) sesuatu yang elok-elok atau indah. Sedangkan kata “seni” sendiri diambil
dari bahasa Inggris “art”, yang berakar pada bahasa Latin “ars”, yang berarti ketrampilan
yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan, atau proses belajar. Dari akar kata ini
kemudian berkembang pengertian yang diberikan oleh kamus Webster, yang
mendefinisikan seni sebagai penggunaan ketrampilan dan imajinasi secara kreatif dalam
menghasilkan benda-benda estetis. (Webster's Collegiate Dictionary, 1973: 63).
Pengertian lain diambil dari bahasa Belanda “kunst”, yang mempunyai definisi
sebagai suatu kesatuan secara struktural dari elemen-elemen estetis, kualitas-kualitas
teknis dan ekpresi simbolis, yang mempunyai arti tersendiri dan tidak membutuhkan lagi
pengesahan oleh unsur-unsur luar untuk pernyataan dirinya.(Winkler Prins: 427).
Plato mendefinisikan seni sebagai karya yang berasal dari peniruan bentuk alam
dengan segala segi-seginya atau mendekati bentuk alam (natural). Menurut Aristoteles,
seni adalah karya yang berasal dari alam, kemudian dibuat lebih indah sesuai ide dari
pencipta atau senimannya. Shubert Read mengartikan seni sebagai karya manusia yang
lebih mengutamakan segi kreativitas fisik dan psikologis.
Claire Holt dalam karyanya yang berjudul “Art in Indonesia”, menyatakan seni
adalah unsur budaya yang penting yang memberi nilai keindahan, keselarasan, dan
keseimbangan. Seni menurut Raymond William mencakup berbagai bidang seperti seni
halus (video, lukisan, arca), seni rupa, seni ukir, seni keramik, seni logam, seni tekstil,
seni sastra, seni pementasan, dan seni musik. Dr. Sidi Gazalba menyatakan bahwa seni
itu indah dan indah itu adalah baik. Seni memerlukan nilai kebaikan, kebenaran, dan
moral yang tinggi.
Sedangkan seni Islam, menurut Sayyid Husein Nasr, setidaknya mengandung tiga
hal:
1. Mencerminkan nilai-nilai religius, sehingga tidak ada yang disebut seni sekuler.
Tidak ada dikotomi religius dan sekuler dalam Islam. Apa yang disebut kekuatan
atau unsur sekuler dalam masyarakat Islam selalu memiliki pengertian religius
seperti halnya hukum Ilahi yang secara spesifik memiliki unsure-unsur religius.
2. Menjelaskan kualitas-kualitas spiritual yang bersifat santun akibat pengaruh nilai-
nilai sufisme.
3. Ada hubungan yang halus dan saling melengkapi antara masjid dan istana, dalam
hal perlindungan, penggunaan, dan fungsi berbagai seni.
Karena itu, seni Islam, bagi Nasr, tidak hanya berkaitan dengan bahan-bahan
material yang digunakan tetapi juga unsur kesadaran religius kolektif yang menjiwai
bahan-bahan material tersebut.
Seni Islam bukan sekedar karena seni itu diciptakan oleh seorang muslim, tapi
lebih karena didasari oleh wahyu Ilahi. Seni Islam adalah buah dari spiritualitas Islam,
merupakan hasil dari pengejawentahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Seni
Islam merefleksikan kandungan Prinsip Keesaan Ilahi, kebergantungan seluruh
keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia, dan kualitas-kualitas positif
dari eksistensi kosmos. Namun demikian, menurut Nasr, meski seni Islam diilhami
spiritualias Islam secara langsung, wujudnya tetap saja dibentuk oleh karakter-karakter
sosial budaya yang meliputinya. Hanya saja, karakter-karakter tersebut tidak sampai
mengurangi kebenaran dan kandungan batin dan dimensi spiritual Islam yang menjadi
sumber seni Islam.
BAB III
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI DALAM ISLAM
3.1. IPTEK, Seni, dan Peradaban Islam
Umat Islam melalui para pemimpin Islam, ulama, dan cendekiawan Muslim pada
akhir abad XIV telah mencanangkan abad XV sebagai Abad Kebangkitan Islam.
Kebangkitan Islam adalah merupakan respons dan sebagai bukti tanggung jawab para
ulama, cendekiawan muslim, dan para pemimpin Islam terhadap keadaan dunia yang
kacau balau. Ketidakadilan, penindasan, penjajahan, dan kebiadaban dalam berbagai
bentuk telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan mewarnai hampir seluruh
pelosok bumi. Penyebabnya adalah karena manusia mengikuti peradaban materi.
Maka para ulama, cendekiawan muslim, dan para pemimpin Islam telah
menggariskan era perjuangan besar, perjuangan membangun kemanusiaan, dengan
merumuskan bahwa tugas kebangkitan Islam adalah menggantikan peradaban materi
dengan peradaban nilai (Al-Islam wa Mustaqbal al-Hadlarah. Subkhi alSalih. Beirut,
1982). Kebangkitan Islam bukan berarti umat Islam akan menjajah umat atau bangsa lain.
Kebangkitan Islam hadir karena memang misi Islam adalah rahmatan lil’alamin
lil’alamin, mensejahterakan umat manusia, menyelamatkan manusia dunia dan
akhiratnya.
Namun sampai hari ini kekacauan dunia masih terus berlanjut, semakin kompleks,
canggih, dan bahkan semakin masif. Peran umat Islam sampai hari ini belumlah tampak
nyata, padahal abad XV H sudah melewati seperempatnya (1427H). Dunia Islam
sebagian besarnya sampai hari ini masih saja dalam keadaan terpuruk, masih jauh dari
kemandirian politik, ekonomi, militer, media masa, dan hampir di semua sisi kehidupan,
termasuk belum mandiri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan yang lebih
menyedihkan adalah karena umat Islam hari ini juga sebagian besarnya masih tergiur
dengan kemilaunya dunia dan materi.
Hasilnya, kehidupan budayanya pun makin mengikuti budaya peradaban materi.
Budaya Islam menjadi asing bagi umat Islam sendiri karena sebagian besar muslim tidak
memahami substansi pokok yang menjadi tugas keilmuannya itu dari sisi akidah dan
akhlaq. Pada akhirnya yang maju adalah peradaban dan budaya Barat.
Sejak kejatuhan politik dan peradaban Islam yang terjadi pada abad XIX Masehi,
politik Barat telah mempengaruhi dan menguasai umat Islam. Melalui pola dominasi
Barat di kalangan umat Islam tersebut maka tidak mengherankan bila pengaruh sosial
budaya Barat mulai menyusup ke tengah-tengah umat Islam, terutama pada masyarakat
Islam yang dijajah secara langsung oleh negara-negara Barat.
Sebagaimana diketahui, ciri khas peradaban Barat adalah sekulerisme. Mereka
memisahkan antara negara, kebudayaan dan adat istiadat bangsa, dengan agama.
Walaupun sekulerisme ini sangat bertentangan dengan ‘aqidah, kebudayaan, dan
peradaban Islam, namun nyatanya sistem ini telah tumbuh dan berkembang di kalangan
umat Islam. Pertumbuhan ini terjadi melalui akulturasi kebudayaan Barat dengan
kebudayaan Islam.
Negara-negara penjajah memang berhasil diusir oleh umat Islam, namun
kebudayaan dan peradaban Barat terus melekat. Proses sekulerisme pun masih berlanjut
di kalangan umat Islam sampai sepuluh tahun terakhir dari abad XX. Hal ini disebabkan
oleh adalahnya media massa dan lembaga-lembaga pendidikan yang berasaskan
sekulerisme.
Jatuhnya peradaban dan kebudayaan Islam setelah diakulturasikan dengan
kebudayaan Barat membuahkan sekulerisme dunia Islam. Karenanya tidak
mengherankan bila sekarang ini dapat ditemukan dengan mudah akibat-akibat yang
ditimbulkannya, antara lain sebagai berikut:
Kebudayaan yang diterapkan di dunia Islam sekarang ini telah tercemar dalam
kondisi cukup parah oleh kebudayaan Barat, dan lebih parahnya lagi kebudayaan itu
dijadikan sebagai konsepsi kebudayaan umat Islam.
Umat Islam telah menjauhi konsepsi masyarakat Islam yang dulu berdasarkan ‘aqidah,
ide-ide, jiwa, dan peraturan Islam, menjadi lebih mirip dengan masyarakat Eropa,
Amerika, Rusia, dan Cina.
Prinsip-prinsip sosial budaya yang dipratekkan oleh umat Islam telah jauh dari
prinsip-prinsip sosial budaya Islam, baik dari segi hubungan antara kaum pria dan wanita,
juga dari segi hiburan, kesenian, busana, ataupun bentuk-bentuk bangunan (arsitektur).
Dengan semakin giatnya akulturasi dalam bidang kesenian, seni umat Islam telah
diwarnai oleh kesenian Barat yang sekularistik. Dengan demikian, semakin banyaklah
karya seni umat Islam saat ini yang berlawanan dengan konsepsi seni Islam.
3.2. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi, dan Seni
3.2.1. Iman, Islam, Ihsan, dan Ilmu
Islam berarti “penyerahan diri”, maksudnya adalah penyerahan diri bulat-bulat
pada tujuan dan kehendak Sang Pencipta. Realisasi dari penyerahan diri ini adalah taat
kepadaNya. Dengan demikian, kata “Islam” mengandung dua pengertian fundamental,
yaitu mengakui Sang Pencipta (tauhid) dan taat atau patuh pada ajaran Islam secara
ikhlas. Inti ajaran Islam sendiri ada tiga, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Iman adalah keyakinan manusia pada aqidah dasar (rukun iman) agar selamat dari
jalan yang sesat. Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib dikerjakan. Ihsan adalah
cara mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan ilmu ibarat lampu yang menerangi
ketiganya dan menuntun seluruh tindakan serta amal ibadah di dalam kehidupan, lahir
dan batin, yang tersurat dan yang tersirat.
Rukun Iman pertama adalah yakin dan percaya pada Allah SWT. Rukun Iman
kedua adalah iman pada malaikat-malaikat Allah. Rukun Iman ketiga adalah beriman
pada kitab-kitabNya. Rukun Iman keempat adalah beriman pada Rasul-Rasul Allah.
Rukun Iman kelima adalah beriman pada hari akhir. Rukun Iman keenam adalah percaya
pada ketentuan atau takdir Allah. Namun hanya yakin dan percaya saja tidaklah cukup,
manusia harus mengenal Allah, malaikat, kitab suci, rasul, hari akhir, dan takdir Allah.
Karena itulah, untuk memahaminya, iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap.
Rukun Islam terdiri dari lima perkara. Barang siapa yang tidak mengerjakannya
maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna. Rukun Islam pertama yaitu
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu. Rukun Islam ketiga adalah puasa di bulan
Ramadhan. Rukun Islam keempat adalah membayar zakat. Rukun Islam kelima adalah
berhaji jika mampu.
Dalam menjalankan rukun Islam pun manusia harus dibekali ilmu. Bagaimana
bunyi kalimat syahadat, apa artinya, dan apa konsekuensi dari dua kalimat syahadat,
semuanya dapat dipelajari dengan memahami Al Quran dan Hadits yang sahih.
Bagaimana menjalankan shalat dan bagaimana bacaannya, mengapa harus berpuasa di
bulan Ramadhan dan apa saja yang tidak diperbolehkan saat berpuasa, siapa yang wajib
berzakat dan siapa yang berhak menerima zakat, dan bagaimana pelaksanaan haji,
semuanya diperlukan ilmu untuk memahaminya. Tanpa ilmu, rukun yang dijalankan
tidak akan sesuai dengan kaidah, dan amal yang dilakukan tentu akan sia-sia.
Ihsan adalah cara agar manusia bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah.
Manusia beribadah seolah-olah melihat Allah. Jika tidak bisa, manusia harus yakin
bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat. Ihsan harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga jika berbuat baik, maka perbuatan itu selalu diniatkan
untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat untuk berbuat keburukan, manusia akan selalu
teringat pada hukum Allah sehingga tidak jadi melakukannya.
Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha
membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan
karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya. Dan manusia seperti itulah manusia
yang berilmu.
3.2.2. Ilmu dan Taqwa
Al Quran mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan suatu
gumpalan melalui firmanNya: “Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit
dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan), kemudian Kami
memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa
mereka tidak juga beriman?” (Q.S. Al Anbiya’: 30)
Al Quran tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, namun apa yang
dikemukakan di atas tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya dibenarkan
oleh observasi para ilmuwan.
Observasi Edwin P. Hubble (1889-1953) melalui teropong bintang raksasa pada
tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti alam semesta
berekspansi, bukannya statis seperti dugaan Einstein. Ekspansi itu menurut fisikawan
Rusia, George Gamow (1904-1968), melahirkan seratus miliar galaksi yang masing-
masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang, Dan bila ditarik ke belakang, semuanya
merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan
dikenal dengan istilah Big Bang.
Allah berfirman dalam Al Quran “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah)
bagi kalangan ulul albab. Yaitu mereka yang hatinya selalu bersama Allah di waktu
berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perliharalah kami dari azab neraka.” (Q.S. Al
Imron: 190-191)
Dari ayat ini dapat dilihat bahwa melalui pengamatan, kajian, dan pengembangan
sains dan teknologi, Allah menghendaki manusia dapat lebih merasakan kebesaran,
kehebatan, dan keagunganNya. Betapa hebatnya alam ciptaan Allah, yang kebesaran dan
keluasannya pun manusia belum sepenuhnya mengetahui, maka sudah tentu Maha Hebat
lagi Allah yang menciptakannya. Tidak terbayangkan oleh akal pikiran dan perasaan
manusia Maha Hebatnya Allah.
Kalaulah alam semesta yang nampak secara lahiriah saja sudah begitu luas,
menurut kajian dengan menggunakan peralatan terkini yang canggih, yang diameternya
20 milyar tahun cahaya, terasa betapa besar dan agungnya Allah yang menciptakannya.
Ini alam lahiriah yang nampak dan dapat diukur secara lahiriah, belum lagi alam-alam
yang berbagai jenis yang tidak dapat dikaji dan diobservasi dengan peralatan lahiriah
buatan manusia, walau secanggih apapun. Maka melalui kajian ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi, sepatutnya keimanan manusia meningkat.
Semua tanda-tanda di bumi dan alam semesta, yang juga tersurat dalam Al Quran
bermaksud agar umat Islam bertaqwa kepada Allah. Orang yang berilmu mengakui
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti yang tersurat dalam Q.S. Ali ‘Imran: 18,
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Taqwa adalah sumber ilmu pengetahuan. Islam sangat mendorong umatnya untuk
menuntut, mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam sangat
menghargai dan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
seperti firman Allah yang berbunyi “Allah mengangkat mereka yang beriman di
kalangan kamu dan mereka yang diberi ilmu itu beberapa derajat.” (Q.S. Al Mujadalah:
11) Bila Allah yang mengajar manusia, segala ilmu yang Allah izinkan akan
dianugerahkan kepada manusia, sehingga manusia dapat menghasilkan karya-karya yang
unggul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.3. Keutamaan Orang yang Berilmu
Firman Allah dalam Q.S. Ali ‘Imran: 110, artinya, “Kamu adalah umat yang
paling baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia;
menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman kepada
Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu baik untuk
mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang yang jahat”.
Di sinilah terdapat tantangan, di samping peluang terhadap umat Islam sepanjang
masa dalam meniti setiap perubahan zaman. Khaira ummah menjadi identitas umat
Islam, ditandai sikap istiqamah atau konsisten, yaitu:
1. Tetap membawa, menyeru, mengajak umat kepada yang baik, atau amar makruf.
2. Melarang membuat salah, atau nahyun ‘anil munkar.
3. Tetap beriman kepada Allah.
Amar makruf dan nahyun ‘anil munkar, hanya terlaksana dengan ilmu
pengatahuan. Ketika manusia pertama diciptakan, diberikan beberapa perangkat ilmu,
diajarkan pertama kali pengenalan terhadap nama, sifat sesuatu dari alam, yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya termasuk malaikat. Hal itu tertera jelas dalam dialog
Allah dengan para malaikat ketika menciptakan manusia pertama (Adam), seperti tertera
dalam Q.S. Al Baqarah: 30-35, tujuannya adalah mengemban misi mulia, yaitu sebagai
khalifah di bumi.
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah
dan masyarakat. Al Quran memberi golongan ini dengan berbagai gelar mulia dan
terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi
Allah SWT dan makhlukNya. Mereka digelari sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al ‘Imran:
7), “Ulul al-Ilmi” (Al ‘Imran: 18), “Ulul al-Bab” (Al ‘Imran: 190), “al-Basir” dan “as-
Sami’” (Hud: 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut: 43), “al-Ulama” (Fatir: 28), “al-Ahya'”
(Fatir: 35), dan banyak nama baik dan gelar mulia lainnya.
Usaha untuk memperoleh ilmu melalui berbagai sumber dan pancaindera yang
dikaruniakan Allah SWT membimbing seseorang ke arah mengenal dan mengakui
ketauhidan Rabbul Jalil. Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahwa ilmu
mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki
ilmu sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagunganNya.
Hasilnya, orang yang berilmu akan tunduk, kerdil, dan hina berhadapan dengan
kekuasaan dan keagungan Allah SWT .
Sifat ikhlas, berani dan tegas, serta sentiasa istiqamah akan selalu ada dalam diri
orang yang berilmu. Mereka tidak mengharapkan ganjaran, sanjungan, dan pujian dari
manusia. Keikhlasan mereka adalah hasil dari perpaduan kecintaan dan keyakinan kepada
prinsip kebenaran yang menjadi tonggak pegangan mereka. Orang yang berilmu amat
menjunjung tinggi prinsip kebenaran. Mereka tidak menafikan kebenaran dari pihak lain
dan tidak pula merasa kebenaran hanya mutlak ada pada dirinya. Berlapang dada dan
merendah hati adalah akhlak murni orang yang berilmu.
Keberanian orang yang berilmu adalah hasil keyakinan teguh kepada kekuatan
dan kekuasaan Allah. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu). Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Fathir: 28)
Orang-orang yang berilmu memiliki keyakinan bahwa hanya Allah yang Maha
Berkuasa atas semua makhlukNya. Kehinaan di sisi manusia karena mempertahankan
prinsip kebenaran dipandang lebih baik dan mulia daripada kehinaan di sisi Allah karena
menampik kebenaran hanya untuk menarik perhatian dan mendapatkan pujian manusia.
Mereka sangat yakin bahwa menyatakan kebenaran dan perkara hak adalah amanah dan
mereka pun mengetahui resikonya amat besar.
Orang yang berilmu harus mampu menyampaikan kebenaran ilmunya dan
mengamalkannya. Peringatan Allah dan Rasul sangat keras terhadap kalangan yang
menyembunyikan kebenaran dan ilmu, sebagaimana firmanNya, “Sesungguhnya orang-
orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-
keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang
dapat melaknati.” (Q.S. Al-Baqarah: 159)
Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan
dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka.” (HR
Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Al Hakim
dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih)
Orang yang berilmu mengetahui bagaimana kerusakan yang akan timbul dari
amal yang tanpa ilmu, sebagaimana yang dikatakan khalifah Umar bin Abdul Aziz,
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka dia banyak merusak
daripada memperbaiki.”
Yang menjadi panutan orang-orang berilmu adalah Rasulullah SAW dan para
sahabat beliau yang mulia. Karena hanya dengan mengikuti jalan Rasulullah dan para
sahabatlah yang akan memasukkan seorang muslim ke dalam golongan yang selamat.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali
satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti diatasnya.” (HR Tirmidzi)
Rasulullah menyatakan pentingnya bagi manusia untuk menuntut ilmu
sebagaimana sabdanya, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu di
dalamnya, maka Allah Azza wa Jalla akan menuntunnya menuju di antara jalan-jalan
menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan mengepakkan sayap-sayap mereka
untuk sang penuntut ilmu, karena ridho (terhadap apa yang mereka perbuat). Dan
sesungguhnya, orang yang berilmu itu akan dimohonkan ampun oleh seluruh penghuni
langit dan bumi serta ikan-ikan di perut laut. Dan sesungguhnya, keutamaan orang yang
berilmu dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, adalah bagaikan keutamaan bulan di
malam purnama atas seluruh bintang-bintang di angkasa. Sesungguhnya para ahli ilmu
(ulama) adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya, para Nabi itu tidak mewariskan
dinar dan juga dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu semata. Maka
barangsiapa yang mengambilnya, sejatinya ia telah mengambil bagian yang banyak.”
(H.R. Imam Ahmad, dan Ashhab As-Sunan dari riwayat Abu Ad Darda’ ra.)
Umat pengamal wahyu Allah memiliki identitas atau ciri yang jelas, yaitu
menguasai ilmu pengetahuan. Mereka adalah inovator, memiliki daya saing, imajinasi,
kreatif, inisiatif, teguh dalam prinsip (istiqamah), berfikir objektif, dan mempunyai akal
budi. Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah kepada seluruh manusia yang akan
bertambah bila terus diamalkan. Salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-
bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
3.4. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan
Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di
bumi. Namun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang salah justru akan
menjadikannya sebagai musuh manusia.
Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman menyebabkan kondisi planet bumi
yang cuma satu-satunya ini sangat memprihatinkan. Kekhawatiran akan gejala perubahan
iklim yang lebih cepat dari perkiraan, dan gagalnya praktek-praktek penyelamatan
lingkungan konvensional dalam upaya menghambat laju kerusakan lingkungan dan
mencegah bencana, merupakan alasan yang kuat bahwa manusia tidak lagi mampu
mendekati alam dengan cara-cara dan perlakuan yang serba mekanistis, tapi juga harus
diikuti dengan unsur yang spiritualistis.
Fenomena kerusakan lingkungan disinyalir karena selama ini manusia tidak
mempedulikan ajaran lingkungan yang mereka miliki dan mematuhi ajaran universal
tersebut sebagaimana tercantum dalam kitab suci dan sunah Nabi Muhammad SAW.
Jelas, perilaku semacam ini sangat bertentangan dengan semangat Islam sesungguhnya
yang menyuruh berbuat kebaikan dan tidak membuat kerusakan (Q.S. Al A’raf: 35,56),
menghormati segala makhluk di bumi karena mereka juga umat seperti halnya manusia
(Q.S. Al An’am: 38), dan sebagai khalifah manusia telah sanggup menerima amanah,
sedangkan makhluk yang lain seperti langit, bumi, dan gunung-gunung enggan
menerimanya (Q.S. Al Ahzab: 72).
Untuk mencegah terus terjadinya kerusakan di muka bumi, diperlukan tanggung
jawab besar ilmuwan terhadap masa depan kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi.
Tanggung jawab ilmuwan itu di antaranya:
1. Tanggung jawab profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan, dan
masyarakat, yaitu menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan
ilmiah yang dibuatnya secara formal.
2. Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang
menyangkut asas moral dan etika.
3. Tanggung jawab lingkungan, yaitu tanggung jawab ilmuwan untuk menjaga
lingkungan, mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, dan mengatasi masalah-
masalah lingkungan yang timbul akibat teknologi itu sendiri.
Karena itu, penggalian secara komprehensif ajaran dan etika Islam tentang
lingkungan mutlak diperlukan, lalu diajarkan dan dipraktekkan sebagai nilai-nilai
universal sebagaimana halnya implementasi ubudiyah yang lain, termasuk dalam hal
transaksi ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi terhadap kerusakan lingkungan.
Untuk mencegah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyimpang
dan destruktif (merusak), ilmuwan wajib memelihara keteguhan dalam menghadapi
berbagai penetrasi budaya asing yang terjadi di sekeliling penerapan teknologi tersebut.
Dengan basis agama, budaya, dan ilmu pengetahuan, maka kemajuan atau perubahan
akan berhasil membawa umat Islam menjadi kuat tanpa harus merusak.
Yang mesti dijaga dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menurut
ajaran Islam, adalah terjalinnya hubungan baik antara sesama manusia (hablum minan-
nas), dan hubungan erat dengan aturan-aturan Allah (hablum minallah), serta hubungan
manusia dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya di bumi. Hal itu karena manusia
tidaklah hidup sendiri di bumi. Manusia mengambil banyak hal dari alam, karena itu
manusia harus memberi timbale balik pada alam dengan menjaga kelestariannya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dalam menulis makalah, langkah akhir yang harus dilakukan adalah menarik
kesimpulan sebagai upaya untuk mengetahui keterhubungan antara pemahaman teoretis
dengan pemahaman yang lebis luas atas topik bahasan yang dikaji. Setelah melakukan
studi kepustakaan serta membahas masalah-masalah yang ada, maka dapat ditarik
beberapa hal sebagai kesimpulan dari makalah ini.
1. Orang yang sukses dalam hidup di dunia dan di akhirat bukanlah orang yang
berhasil mengumpulkan harta yang banyak atau meraih pangkat yang tinggi.
Orang yang sukses hidupnya adalah orang-orang yang berilmu. Sayidina Ali bin
Abi Thalib mengatakan, “Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada
kepapaan lebih menyedihkan daripada kebodohan. Tiada warisan yang lebih baik
daripada pendidikan.” Dan dalam Al Quran, Allah meninggikan derajat orang-
orang yang berilmu.
2. Dalam melaksanakan ajaran Islam, diperlukan pemahaman yang tinggi terhadap
keimanan, keislaman, dan keihsanan. Dalam memahami ajaran Islam itu
diperlukan juga ilmu pengetahuan, karena amal yang dikerjakan tanpa ilmu hanya
akan menjadi pekerjaan yang sia-sia.
3. Sumber dari ilmu pengetahuan adalah taqwa. Segala sesuatu yang ada di bumi
dan alam semesta sudah ditentukan oleh Allah. Proses terjadinya semesta,
susunan benda-benda langit, pergantian siang dan malam, deretan gunung-
gunung, semuanya merupakan ciptaan Tuhan yang merupakan aplikasi dari ilmu
pengetahuan dan teknologi Tuhan yang tidak terbatas, juga suatu maha karya seni
Tuhan yang luar biasa indah. Semua yang manusia lihat, dengar, rasakan, dan
nikmati, diciptakan agar manusia bertakwa.
4. Sebagai khalifah di bumi, manusia berkewajiban untuk mencari ilmu setinggi-
tingginya dan juga menyampaikan atau mengamalkannya. Sebagai khalifah,
manusia juga wajib mengembangkan teknologi demi kemajuan umat. Namun,
manusia juga memiliki tanggung jawab besar untuk tidak merusak apa yang sudah
Tuhan ciptakan untuk manusia atas nama kemajuan zaman dan teknologi.
4.2. Saran
Teknologi hanyalah suatu keterampilan, merupakan hasil penerapan dari ilmu
pengetahuan. Teknologi tidak berarti apa-apa bila manusia yang berada di belakangnya
tidak berfungsi. Jadi, sebelum teknologi dihidupkan, kesadaran manusianya yang harus
terlebih dulu dihidupkan, agar hasilnya bermanfaat untuk hidup manusia. Untuk itu,
ilmuwan diharapkan dapat menciptakan teknologi yang bermanfaat, menyeluruh, global,
tidak merendahkan harkat manusia, tidak merusak lingkungan, namun tidak menyimpang
dari ajaran Islam. Selain itu, umat Islam diharapkan tidak terus-menerus terjajah oleh
budaya Barat, dan bisa bangkit dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seninya, seperti
pada zaman Kebangkitan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Alibasyah, Permadi. 2000: Bahan Renungan Kalbu: Penghantar Mencapai Pencerahan
Jiwa. Jakarta. Yayasan Mutiara Tauhid.
Effendi, Abdurrahman Riesdam dan Puspita, Gina. 2007: Membangun Sains dan
Teknologi Menurut Kehendak Tuhan. Jakarta. Giliran Timur.
Sholeh, A. Khudori. 2004: Konsep Seni Sayyid Husein Nasr. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
http://media-islam.or.id/2008/09/15/inti-ajaran-islam-iman-islam-dan-ihsan/
http://seni.musikdebu.com/
http://www.habibiecenter.or.id/download/PidatoDRHCUnhasIndonesia.pdf
http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=2&id=3527
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/10/28/Opini/krn.20081...
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg08822.html