9
IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUGH SET UNTUK DETEKSI DAN PENANGANAN DINI PENYAKIT SAPI Nila Listiana 1 , Wiwik Anggraeni 2 , Ahmad Mukhlason 3 1,2,3 Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia Telp: (031)5939214, Fax : (031) 5964965 Email: [email protected] , [email protected] , [email protected] Abstrak Sapi adalah salah satu hewan ternak yang memiliki kontribusi cukup besar bagi Indonesia. Permintaan akan susu dan daging yang dihasilkan dari peternakan sapi perah dan sapi potong meningkat setiap tahunnya. Namun peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan para peternak sapi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging. Sebanyak 70% kebutuhan susu nasional harus diimpor, dan 40% kebutuhan daging nasional juga harus diimpor. Rendahnya kemampuan peternakan dalam negri untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging bisa diakibatkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah penyakit yang menjangkit sapi.Para peternak sapi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai berbagai macam penyakit sapi beserta gejala- gejalanya.Hal ini menyebabkan mereka bergantung pada pakar ternak sapi atau dokter hewan.Namun, pakar ternak sapi atau dokter hewan terbatas jumlahnya terutama didaerah pedesaan. Tugas akhir ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu dengan membuat sistem cerdasyang mampu mendeteksi penyakit sapi dan memberikan penanganan dini dengan menggunakan algoritma rough set.Rough set telah banyak diterapkan dalam banyak permasalahan nyata pada kedokteran, farmakologi, teknik, perbankan, keuangan, analisis pasar, pengelolaan lingkungan, dan lain-lain. Dengan adanya sistem cerdas ini diharapkan para ternak dapat melakukan diagnosa pada sapinya serta mendapatkan penanganan dini dari penyakit yang diderita tanpa bantuan langsung dari pakar atau dokter hewan. Kata kunci: Rough Set, penyakit sapi, sistem cerdas 1. Pendahuluan Indonesia adalah negara agraris dengan jumlah penduduk menempati urutan ke empat di dunia.Sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang besar, pemerintah Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.Oleh karena itu sektor pertanian layak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki peranan penting sebagai penghasil bahan makanan, penghasil devisa, memberikan kesempatan kerja, dan juga sebagai pasar bagi produk-produk industri (Juanda B, 2002). Usaha peternakan merupakan sub sektor penting dari sektor pertanian. Hal ini penting karena selain berkontribusi terhadap ketahanan ekonomi, sektor ini juga untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Susu dan daging yang bersumber dari sapi adalah produk dari sektor peternakan yang perlu mendapatkan perhatian. Kebutuhan masyarakat akan susu meningkat setiap tahun namun industri susu nasional belum bisa memenuhi kebutuhan susu. Peningkatan permintaan susu ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu perkapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5.79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6.8 kg/kapita pada tahun 2005 (Pradana, 2009). Total permintaan susu pada tahun 2006 mencapai 2,1 juta ton, namun persediaan baru mencapai 489 ribu ton, atau sekitar 25-30% dari kebutuhan nasional (Diwyanto, 2009). Sehingga untuk mencukupi 70% kebutuhan susu domestik harus diimpor. Hal yang sama juga terjadi pada kebutuhan daging sapi. Populasi sapi potong yang ada hanya 5% dari jumlah penduduk Indonesia namun kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan daya beli masyarakat. Kebutuhan akan daging sapi sampai saat ini belum dapat terpenuhi dari dalam negeri (Wirawan, 2010). Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan daging nasional hingga tahun 2008, Indonesia tergantung pada daging impor yang berkisar 40% dari total konsumsi daging sapi nasional atau daging impor sejumlah 70.100 ton dan sapi bakalan 500.000-550.000 ekor. Rendahnya kemampuan peternakan dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan akan daging sapi dan

IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUGH SET UNTUK DETEKSI … · Tugas akhir ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu dengan membuat ... B-outbound. dari . X, objek-objek

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUGH SET UNTUK DETEKSI DAN PENANGANAN DINI PENYAKIT SAPI

Nila Listiana1, Wiwik Anggraeni2, Ahmad Mukhlason3 1,2,3Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia

Telp: (031)5939214, Fax : (031) 5964965

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Sapi adalah salah satu hewan ternak yang memiliki kontribusi cukup besar bagi Indonesia. Permintaan akan susu dan daging yang dihasilkan dari peternakan sapi perah dan sapi potong meningkat setiap tahunnya. Namun peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan para peternak sapi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging. Sebanyak 70% kebutuhan susu nasional harus diimpor, dan 40% kebutuhan daging nasional juga harus diimpor. Rendahnya kemampuan peternakan dalam negri untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging bisa diakibatkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah penyakit yang menjangkit sapi.Para peternak sapi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai berbagai macam penyakit sapi beserta gejala-gejalanya.Hal ini menyebabkan mereka bergantung pada pakar ternak sapi atau dokter hewan.Namun, pakar ternak sapi atau dokter hewan terbatas jumlahnya terutama didaerah pedesaan.

Tugas akhir ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu dengan membuat sistem cerdasyang mampu mendeteksi penyakit sapi dan memberikan penanganan dini dengan menggunakan algoritma rough set.Rough set telah banyak diterapkan dalam banyak permasalahan nyata pada kedokteran, farmakologi, teknik, perbankan, keuangan, analisis pasar, pengelolaan lingkungan, dan lain-lain. Dengan adanya sistem cerdas ini diharapkan para ternak dapat melakukan diagnosa pada sapinya serta mendapatkan penanganan dini dari penyakit yang diderita tanpa bantuan langsung dari pakar atau dokter hewan.

Kata kunci: Rough Set, penyakit sapi, sistem cerdas

1. Pendahuluan

Indonesia adalah negara agraris dengan jumlah penduduk menempati urutan ke empat di

dunia.Sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang besar, pemerintah Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.Oleh karena itu sektor pertanian layak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki peranan penting sebagai penghasil bahan makanan, penghasil devisa, memberikan kesempatan kerja, dan juga sebagai pasar bagi produk-produk industri (Juanda B, 2002). Usaha peternakan merupakan sub sektor penting dari sektor pertanian. Hal ini penting karena selain berkontribusi terhadap ketahanan ekonomi, sektor ini juga untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Susu dan daging yang bersumber dari sapi adalah produk dari sektor peternakan yang perlu mendapatkan perhatian. Kebutuhan masyarakat akan susu meningkat setiap tahun namun industri susu nasional belum bisa memenuhi kebutuhan susu. Peningkatan permintaan susu ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu perkapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5.79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6.8 kg/kapita pada tahun 2005 (Pradana, 2009). Total permintaan susu pada tahun 2006 mencapai 2,1 juta ton, namun persediaan baru mencapai 489 ribu ton, atau sekitar 25-30% dari kebutuhan nasional (Diwyanto, 2009). Sehingga untuk mencukupi 70% kebutuhan susu domestik harus diimpor. Hal yang sama juga terjadi pada kebutuhan daging sapi. Populasi sapi potong yang ada hanya 5% dari jumlah penduduk Indonesia namun kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan daya beli masyarakat. Kebutuhan akan daging sapi sampai saat ini belum dapat terpenuhi dari dalam negeri (Wirawan, 2010). Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan daging nasional hingga tahun 2008, Indonesia tergantung pada daging impor yang berkisar 40% dari total konsumsi daging sapi nasional atau daging impor sejumlah 70.100 ton dan sapi bakalan 500.000-550.000 ekor.

Rendahnya kemampuan peternakan dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan akan daging sapi dan

susu sapi bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah penyakit.Penyakit pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.Salah satu bagian yang paling penting dalam penanganan kesehatan ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui pemeriksaan ternak yang diduga sakit (Astiti, 2010).Namun sayangnya, para peternak sapi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai teknis pemeliharaan sapi seperti mutu pakan, perkandangan, dan kesehatan atau penyakit sapi (Pattiselano & Randa, 2008).Keadaan tersebut mengakibatkan para peternak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pakar ternak sapi atau dokter hewan yang ahli dalam menangani penyakit sapi. Akan tetapi, jumlah pakar ternak sapi atau dokter hewan saat ini jumlahnya terbatas, terutama di pedesaan. Biaya yang harus dikeluarkan juga tidak sedikit jumlahnya karena ternak sapi atau dokter hewan harus bekerja secara on call.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, tugas akhir ini akan membuat sistem cerdas dengan mengimplementasikan algoritma roughset. Roughset merupakan perluasan dari teori set untuk studi sistem cerdas yang ditandai dengan informasi eksak, pasti, atau samar-samar (Mi et. al., 2004). Pendekatan roughset menjadi pendekatan yang penting dalam artificial intelligent (AI) dan ilmu kognitif, terutama pada area machine learning, akuisis pengetahuan, analisis keputusan, pencarian pengetahuan dari database, sistem pakar, penalaran induktif, dan pengenalan pola.Roughset telah banyak diterapkan dalam banyak permasalahan nyata pada kedokteran, farmakologi, teknik, perbankan, keuangan, analisis pasar, pengelolaan lingkungan, dan lain-lain (Pawlak, 2002). Keuntungan utama menggunakan roughset adalah bahwa roughset tidak membutuhkan data awal atau data tambahan seperti probabilitas pada teori probabilitas, tingkat keanggotaan pada teori fuzzy set (Li et. al., 2007). Dalam roughset, kumpulan objek disebut sebagai information system (IS). Dari IS tersebut objek-objek diklasifikasikan kedalam area-area tertentu yang disebut dengan lower approximation, boundary region, dan outside region. Dari pengelompokan area tersebut, dapat dilakukan perhitungan dependensi antar atribut, reduksi atribut, rule generation sehingga dapat diperoleh rule dari data set yang digunakan.

2. Algoritma Rough Set dan Qualitative Measure

Roughset dibangun oleh Zdzislaw Pawlak diawal tahun 1980-an. Filosofi dari metode ini adalah bahwa informasi (knowledge, data) bisa diasosiasikan dengan objek (Cao et. al., 2011).

Dalam melakukan analisa data rough set memiliki beberapa dasar yang dijelaskan berikut ini.

2.1 Information System Dalam roughset, sebuah set data direpresentasikan sebagai sebuah tabel, dimana baris dalam tabel merepresentasikan objek dan kolom-kolom merepresentasikan atribut dari objek-objek tersebut.Tabel tersebut disebut dengan information system yang dapat digambarkan sebagai:

𝑆𝑆 = (𝑈𝑈,𝐴𝐴) (1)

dimana U adalah setterhingga yang tidak kosong dari objek yang disebut dengan universe dan A setterhingga tidak kosong dari atribut dimana:

𝑎𝑎:𝑈𝑈 → 𝑉𝑉𝑎𝑎 (2)

untuk tiap 𝑎𝑎 ∈ 𝐴𝐴. Set𝑉𝑉𝑎𝑎 disebut value setdari a. Contoh dari information system dapat ditunjukan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1Tabel Information system

Headache Muscle Pain

Temperature

P1 no yes high P2 yes no high P3 yes yes very high P4 no yes normal P5 yes no high P6 no yes very high

Pada tabel tersebut yang merupakan U adalah {P1, P2, P3, P4, P5, P6} yang merupakan himpunan dari pasien penyakit flu.Sedangkan A adalah {Headache, Muscle Pain, Temperature} yang merupakan himpunan atribut gejala penyakit flu.

Dalam penggunaan information system, terdapat outcome dari klasifikasi yang telah diketahui yang disebut dengan atribut keputusan.Information system tersebut disebut dengan decision system. Decision system dapat digambarkan sebagai:

𝑆𝑆 = (𝑈𝑈,𝐴𝐴 ∪ {𝑑𝑑}) (3)

Dimana 𝑑𝑑 ∉ 𝐴𝐴 adalah atribut keputusan (decision attribute).Tabel decision system dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2 Tabel Decision System

Pasien

Headache

Muscle Pain

Temperature

Flu

P1 no yes high yes

P2 yes no high yes

P3 yes yes very high yes

P4 no yes normal no P5 yes no high no P6 no yes very high ye

s

Pada tabel 2.2 tersebut, atribut A mengalami perluasan atribut, yaitu atribut Flu yang merupakan atribut keputusan dari decisionsystem. Data yang ada pada tabel 2.2 diambil dari sebuah tutorial pengenala rough set dan aplikasinya (Suraj, 2004).

2.2 Indiscernibility Relation Dalam decision system, sebuah objek dapat memiliki nilai yang sama untuk sebuah atribut kondisionalnya. Contohnya, pasien P1, P4, dan P6 memiliki nilai atribut kondisional headache yang sama, yaitu “no”. Hubungan tersebut disebut dengan indiscernible (tidak dapat dipisah).

Misalkan 𝑆𝑆 = (𝑈𝑈,𝐴𝐴) adalah information system, dan 𝐵𝐵 ⊆ 𝐴𝐴. Maka sebuah indiscrenibility relation objek-objek menurut atribut B yang dilambangkan dengan 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵),dapat didefinisikan sebagai:

𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵) = {(𝑥𝑥, 𝑥𝑥′) ∈ 𝑈𝑈2|∀𝑎𝑎 ∈ 𝐵𝐵𝑎𝑎(𝑥𝑥) = 𝑎𝑎(𝑥𝑥′)}(4)

disebut sebagai B-indiscrenibility relation. 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵)merupakanequivalence relation. Jika (𝑥𝑥,𝑥𝑥′) ∈ 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵) maka objek x dan x’ adalah objek yang tidak dapat dibedakan (indiscernible) satu sama lain oleh atribut B. Kelas-kelas yang ekivalen dengan B-indiscrenibility relation dinotasikan dengan [𝑥𝑥]𝐵𝐵 dan disebut sebagai equivalent class.

Berdasarkan tabel 2.2 maka didapatkan Indiscernibility Relationsebagai berikut:

IND(Headache)={{P1, P4, P6},{P2,P3,P5}}

IND(Muscle Pain)={{P1, P3, P4, P6},{P2,P5}}

IND(Temperature)={{P1, P2, P5},{P3, P6},{P6}}

IND(Headache, Muscle Pain, Temperature)={{P1}, {P2, P5}, {P3}, {P4}, {P6}}

2.3 Set Approximation Untuk menentukan approximation (perkiraan) yang ada dalam information system, dimisalkan information system𝑆𝑆 = (𝑈𝑈,𝐴𝐴), 𝐵𝐵 ⊆ 𝐴𝐴, dan 𝑋𝑋 ⊆ 𝑈𝑈. Dengan komponen tersebut, approximation dari X dapat dibentuk melalui informasi yang terdapat pada setatribut B dengan mengkonstruksi B-lower dan B-upper approximation dari X, yang dinotasikan dengan 𝐵𝐵𝑋𝑋 dan 𝐵𝐵𝑋𝑋 dimana,

𝐵𝐵𝑋𝑋 = {𝑥𝑥|[𝑥𝑥]𝐵𝐵 ⊆ 𝑋𝑋} (5)

𝐵𝐵𝑋𝑋 = {𝑥𝑥|[𝑥𝑥]𝐵𝐵 ∩ 𝑋𝑋 ≠ ∅} (6)

Secara umum, objek-objek pada 𝐵𝐵𝑋𝑋 dapat digolongkan dengan pasti sebagai anggota X berdasarkan informasi pada atribut B, sedangkan objek-objek pada 𝐵𝐵𝑋𝑋 hanya dapat diklasifikasikan sebagai anggota yang mungkin dapat masuk dalam X. Set𝐵𝐵𝐼𝐼𝐵𝐵(𝑋𝑋) yang diformulasikan dari 𝐵𝐵𝑋𝑋 − 𝐵𝐵𝑋𝑋 disebut sebagai boundary region dari X, dimana anggotanya adalah objek-objek yang tidak bisa diklasifikasikan kedalam X secara pasti. Set𝑈𝑈 −𝐵𝐵𝑋𝑋 adalah B-outbound dari X, objek-objek yang terkandung didalamnya diklasifikasikan sebagai bukan anggota X. Sebuah set dikatakan rough jika memiliki boundary region yang tidak kosong.

Sebagai contoh, sesuai dengan tabel 2.2 maka set approximation-nya adalah:

𝐵𝐵𝑋𝑋 = {{𝑃𝑃1}, {𝑃𝑃3}, {𝑃𝑃6}}

𝐵𝐵𝑋𝑋 = �{𝑃𝑃1}, {𝑃𝑃2,𝑃𝑃5}, {𝑃𝑃3}, {𝑃𝑃6}�

𝐵𝐵𝑋𝑋 − 𝐵𝐵𝑋𝑋 = {{𝑃𝑃2,𝑃𝑃5}}

𝑈𝑈 −𝐵𝐵𝑋𝑋 = {{𝑃𝑃4}}

2.4 Dependensi Atribut Dalam sebuah setdata, hal terpenting untuk dicari adalah ketergantungan antar atribut. Secara intuitif, sebuah setatribut D tergantung secara total kepada setatribut C, dinotasikan dengan 𝐶𝐶 ⟹ 𝐼𝐼, jika semua nilai dari atribut D secara unik ditentukan oleh nilai dari atribut C (Suraj, 2004). Keterbergantungan D terhadap C dinotasikan dalam derajat kyangdapat diformulasikan dalam:

𝑘𝑘 = 𝛾𝛾(𝐶𝐶,𝐼𝐼) = |𝑃𝑃𝑃𝑃𝑆𝑆𝑐𝑐(𝐼𝐼)||𝑈𝑈|

(7)

Dimana |𝑃𝑃𝑃𝑃𝑆𝑆𝑐𝑐(𝐼𝐼)| = 𝐶𝐶(𝑋𝑋)𝑋𝑋∈𝑈𝑈/𝐼𝐼∪ disebut sebagai

positive region dari bagian U/D sesuai dengan C, adalah set dari semua elemen U yang secara unik dapat diklasifikasikan kedalam blok bagian U/D. U adalah jumlah keseluruhan objek yang ada dalam himpunan.

Jika k=1 maka D bergantung secara penuh pada C, dan jika k<1, maka D bergantung sebagian pada C. Misal ingin dicari nilai k dari atribut {Temperature} ⟹ {Flu} maka nilai yang didapat adalah k = 3/6 = 1/3. Hal tersebut dikarenakan 3 dari 6 pasien yaitu P3, P4, dan P6 dapat diklasfikasikan secara unik sebagai pasien yang terserang flu.

2.5 Reduksi Atribut Dalam roughset, sebuah atribut dapat dihilangkan tanpa harus kehilangan nilai yang sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat atribut redundant yang tidak akan mempengaruhi hasil klasifikasi jika dihilangkan.

Misalkan 𝑆𝑆 = (𝑈𝑈,𝐴𝐴), 𝐵𝐵 ⊆ 𝐴𝐴, dan𝑎𝑎 ∈ 𝐵𝐵maka a adalah dispensable (tidak diperlukan) dalam atribut B jika 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵) = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵 − {𝑎𝑎});dan sebaliknya jika aindispensable maka asangat diperlukan dalam B.Sebuah setB disebut independen jika semua atributnya sangat diperlukan. Tiap subsetB’ dari B disebut reduct dari B jika B’ independen dan 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵′) = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠(𝐵𝐵). Atribut yang tidak termasuk dalam reduct adalah atribut yang tidak berguna untuk klasifikasi elemen dalam universe.

Jadi reduct adalah himpunan dari atribut yang dapat menghasilkan klasifikasi sama seperti jika semua atribut digunakan. Sedangkan atribut yang bukan reductadalah atribut yang tidak berguna dalam proses klasifikasi.

Dari atribut yang ditampilkan pada tabel 2.2 diperoleh kombinasi atribut reduct sebagai berikut:

Muscle Pain & Temperature

Headache & Temperature

Headache, Muscle Pain, & Temperature

2.6 Decision Rules Decision rules adalah aturan yang terdiri dari if-then atau if f then g yang dapat direpresentasikan sebagai f→g. Bagian f pada rulef→g disebut antecedent dan bagian g disebut conclusion. Dalam roughset, decision rules dapat ditarik dari atribut reduct yang telah didapatkan. Sebagai contoh, dari kombinasi atributMuscle Pain&Temperature dapat ditarik rule sebagai berikut:

if(muscle pain = yes) and (temperature = high) then (flu = yes)

if (muscle pain = no) and (temperature = high) then (flu = yes) or (flu = no)

if(muscle pain = yes) and (temperature = very high) then (flu = yes)

if(muscle pain = yes) and (temperature = normal) then (flu = no)

2.7 Qualitative Measure Quantitative measure adalah ukuran yang dapat diekspresikan dalam jumlah atau ukuran yang terbatas.Quantitative measure terdiri dari beberapa pengukuran, yaitu: support, strength, accuracy, dan coverage.

2.7.1 Support Support dalam decisionrule adalah jumlah objek yang antecedent dan conclusion-nya sesuai. Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, support dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑(‖𝑓𝑓‖𝐼𝐼 ∩ ‖𝑔𝑔‖𝐼𝐼) (8)

card menunjukkan jumlah dari anggota himpunan.

Dalam pembentukan decisionrule tidak menutup kemungkinan conclusion yang dihasilkan lebih dari satu nilai. Sehingga support dibagi menjadi dua, yaitu left support dan right support.

2.7.1.1 Left Support

Left support dari decisionrule adalah jumlah objek yang antecendent-nya sesuai. Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, support dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝐿𝐿𝐿𝐿𝑓𝑓𝑠𝑠𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑(‖𝑓𝑓‖𝐼𝐼) (9)

2.7.1.2 Right Support

Right support dari decisionrule adalah jumlah objek yang antecedent dan conclusion-nya sesuai. Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, support dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑(‖𝑓𝑓‖𝐼𝐼 ∩ ‖𝑔𝑔‖𝐼𝐼) (10)

Definisi tersebut sama dengan definisi untuk support itu sendiri karena merupakan penerapan dari definisi support tersebut.

2.7.2 Strength Strength dari decision rulemenunjukkan frekuensi kemunculan objek yang memenuhi rule. Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, strength dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝐿𝐿𝑆𝑆𝑔𝑔𝑠𝑠ℎ(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑓𝑓→𝑔𝑔)𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑 (𝑈𝑈)

(11)

Strength dibedakan menjadi left Strengthdan right Strengthdikarenakan hasil dari rule tidak menutup kemungkinan menghasilkan lebih dari satu nilai.

2.7.2.1 Left Strength

Left Strengthdari decision rulemenunjukkan frekuensi seringnya sebuah objek memenuhi antecedentrule. Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, strength dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝐿𝐿𝐿𝐿𝑓𝑓𝑠𝑠𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝐿𝐿𝑆𝑆𝑔𝑔𝑠𝑠ℎ(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝑓𝑓𝑠𝑠𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑓𝑓)𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑 (𝑈𝑈)

(12)

2.7.2.2 Right Strength

Right Strength dari decision rule menunjukkan frekuensi seringnya sebuah objek memenuhi antecedent dan conclusion. Right Strength merupakan implementasi dari definisi strength.

Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan,right Strength dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝑅𝑅𝑅𝑅𝑔𝑔ℎ𝑠𝑠𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝐿𝐿𝑆𝑆𝑔𝑔𝑠𝑠ℎ(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑔𝑔ℎ𝑠𝑠𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑓𝑓→𝑔𝑔)𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑 (𝑈𝑈)

(13)

2.7.3 Accuracy Accuracy menunjukkan rasio perbandingan antara objek yang memenuhi antecedent dan conclusion dengan objek yang hanya memenuhi antecedent saja.Accuracymenunjukkan seberapa baik indiscernibility class yang dideskripsikan dengan fdidalam menarikconclusion g.

Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, Accuracy dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝐴𝐴𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑐𝑐𝐴𝐴(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑓𝑓→𝑔𝑔)𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑 (‖𝑓𝑓‖𝐼𝐼)

(14)

2.7.4 Coverage Coverage adalah kebalikan dari Accuracy.Coverage menunjukkan rasio perbandingan objek yang memenuhi antecedent dan conclusion terhadap objek yang memenuhi conclusion saja.Jadi Coverage menunjukkan seberapa baik indiscrenibility class yang dideskripsikan oleh f dalam mendeskripsikan g.

Misalkan I=(U, A, D) adalah sistem keputusan, Coverage dalam 𝑓𝑓 → 𝑔𝑔 didefinisikan sebagai:

𝐶𝐶𝑠𝑠𝐶𝐶𝐿𝐿𝑠𝑠𝑎𝑎𝑔𝑔𝐿𝐿(𝑓𝑓 → 𝑔𝑔) = 𝑆𝑆𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑓𝑓→𝑔𝑔)𝑐𝑐𝑎𝑎𝑠𝑠𝑑𝑑 (‖𝑔𝑔‖𝐼𝐼)

(15)

3. Penyakit Sapi

Dalam dunia peternakan, telah banyak ditemukan berbagai macam penyakit sapi.Diantara penyakit-penyakit yang telah ditemukan tersebut diantaranya dapat dideteksi melalui kondisi fisik dan ada pula yang hanya dapat dideteksi memlalui uji lab.Dalam tugas akhir ini, penyakit yang digunakan adalah penyakit yang dapat dideteksi melalui cirri-ciri kondisi fisik pasien seperti pergerakan fisik, keadaan mata, bulu, nafsu makan, lendir lubang alami, dan suara nafas. Ciri-ciri tersebut dapat menjadi atribut kondisional dalam information system rough set.

3.1 Septisemia Epizootica Septisemia epizooticayang disebut juga sebagai penyakit ngorok adalah penyakit menular yang menyerang sapi, kerbau, babi, dan kadang-kadang pada domba, kambing, dan kuda yang disebabkan oleh Pasteurella Multocida.

Menurut wawancara yang dilakukan bersama dengan drh. Darminto, dilihat kondisi fisik sapi yang terserang penyakit ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut: demam hingga suhunya mencapai lebih dari 39OC, malas bergerak dan sering tidur-tiduran, nafsu makan berkurang atau bahkan tidak mau makan sama sekali, terdengar suara dengkuran ketika sapi bernafas, dari hidung sapi keluar banyak ingus yang kadang-kadang hingga berbuih dan mengandung nanah, kotoran yang dikeluarkan kering, leher sapi bengkak, perut kembung, dan terkadang disertai dengan mata merah.

Selain dari ciri fisik, factor lingkungan juga mempengaruhi.Penyakit ngorok banyak menyerang ketika pergantian cuaca.Adanya genangan air pada kandang akibat sistem sanitasi yang buruk juga mempengaruhi kesehatan hewan.

3.2 Mastitis Mastitis adalah penyakit pada ambing dan disebabkan oleh bakteri aureus (S. aureus) dan Streptococcus agalactiae (Str. Agalactiae).Sapi yang terserang mastitis adalah sapi betina. Sehingga yang banyak dirugikan adalah peternakan sapi perah.

Secara fisik sapi yang menderita penyakit mastitis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: jika diraba ambing terasa hangat, teksturnya keras, susu yang dihasilkan memiliki warna kebiruan, jika dicium bau susu ‘asam’, jika dipanaskan susu mengumpal, jika diminum rasa susu terasa getir atau agak asin, dan jika sudah parah susu yang dihasilkan biasanya mengandung darah.

3.3 Penyakit Mulut Kuku Penyakit mulut kuku atau yang biasa disingkat PMK adalah penyakit yang cukup berbahaya dan sangat merugikan.Penyakit ini disebabkan oleh picorna-virus (Subronto, 2008).Penyakit ini menyerang hewan berkaki genap, termasuk sapi.

Sapi yang terserang penyakit ini memiliki gejala yang khas yaitu timbulnya lepuh-lepuh dimulut dan kuku.Gejala awal dari penyakit ini adalah suhu tubuh naik tinggi hingga 40OC namun pada saat lepuh-lepuh muncul, suhu tubuh berangsur-angsur

turun.Selain suhu yang tinggi, gejala awal pada penderita penyakit ini adalah sapi tampak berdiri namun tidak banyak bergerak serta nafsu makan sapi berkurang.Munculnya lepuh disertai juga dengan banyaknya lendir atau air liur yang mucul dari mulut sapi.Lendir yang keluar juga disertai busa yang cukup banyak.

4. Uji Coba Aplikasi

Bagian uji coba terdiri dari penjelasan mengenai training data, perhitungan manual untuk mendapatkan rule, uji coba sistem, dan verifikasi.

4.1 Training Data yang digunakan terdiri dari tiga, yaitu penyakit SE, mastitis, dan PMK. Setiap data terdiri dari 42 data dengan 40 data sebagai data training dan 1 sebagai data testing.

Untuk melakukan training dengan menggunakan sistem, langkah yang harus dilakukan adalah: memuat aplikasi, melakukan login, masuk kedalam menu action training hingga muncul jendela training. Centang ketiga jenis penyakit yang ada, tunggu beberapa saat hingga proses selesai.

Gambar 4.1 Melakukan training

Proses training menghasilkan 48,815 rule untuk penyakit SE, 1,116 rule untuk penyakit mastitis, dan 174 rule untuk penyakit PMK. Banyaknya rule dipengaruhi oleh banyaknya atribut yang digunakan serta banyaknya equivalent class yang terbentuk.

Dalam bagian training ini juga akan ditampilkan perhitungan manual membangun rule. Perhitungan manual dilakukan hanya untuk satu penyakit saja, yaitu penyakit PMK. Perhitungan secara manual dapat dilihat sebagai berikut:

Langkah pertama, menentukan equivalent class.Setiap objek yang ada pada dicek satu persatu untuk mendapatkan equivalent classnya. Hasilnya ditampilkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Equivalent Class PMK

No suhu_ tubuh_ tinggi

nafsu_ makan_ berkurang

malas_ bergerak

lepuh_ pada_ mulut

busa_ pada_ bibir

lendir_ berlebihan

1 tidak ya ya ya ya ya 2 tidak ya tidak ya tidak ya 3 ya ya ya tidak tidak tidak 4 ya ya ya tidak ya ya

Langkah kedua, menentukan set approximation. Dari equivalent class yang telah didapatkan, objek-objeknya dikelompokkan berdasarkan pengelompokan set approximation. Dari setiap objek, dilakukan pengecekan nilai dari atribut keputusannya. Hasil dari pengelompokan set approximation:

Tabel 4.2 Set Approximation PMK

Set approximation

Objek

Lower approximation

[1, 10, 17, 18, 19, 20, 28, 30, 32, 33, 36, 39, 41], [2, 6, 11, 13, 34, 37, 40, 42]

Upper approximation

[1, 10, 17, 18, 19, 20, 28, 30, 32, 33, 36, 39, 41], [2, 6, 11, 13, 34, 37, 40, 42], [4, 5, 8, 9, 15, 16, 27, 29, 31, 44]

Boundary [4, 5, 8, 9, 15, 16, 27, 29, 31, 44]

Region [3, 7, 12, 14, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 35, 38, 43]

Langkah ketiga, melakukan kombinasi atribut dan melakukan perhitungan gamma untuk mendapatkan atribut-atribut yang optimal (reduct).Jumlah kombinasi atribut yang dihasilkan adalah sebanyak 64 kombinasi. Hasil dari sebagian perhitungan langkah tiga adalah:

Tabel 4.3 Tabel Kombinasi Atribut PMK

Kombinasi Gamma

suhu_tubuh_tinggi nafsu_makan_berkurang malas_bergerak lepuh_pada_mulut busa_pada_bibir lendir_berlebihan 0.772 lendir_berlebihan 0.295 busa_pada_bibir 0.0 busa_pada_bibir lendir_berlebihan 0.477 lepuh_pada_mulut 0.477 lepuh_pada_mulut lendir_berlebihan 0.772 lepuh_pada_mulut busa_pada_bibir 0.772

Kombinasi Gamma

lepuh_pada_mulut busa_pada_bibir lendir_berlebihan 0.772 malas_bergerak 0.182 suhu_tubuh_tinggi nafsu_makan_berkurang malas_bergerak lepuh_pada_mulut busa_pada_bibir lendir_berlebihan 0.772

Dari tabel kombinasi tersebut dapat dilihat bahwa kombinasi atribut yang optimal adalah kombinasi atribut dengan nilai gamma 0.772.

Langkah keempat, membangun rule. Dari equivalent class dan kombinasi atribut yang telah didapatkan maka rule yang dapat dibangun adalah:

Tabel 4.4 Rule PMK Manual

No Rule

1 lepuh_pada_mulut = ya dan lendir_berlebihan = ya maka hasil = ya

2 lepuh_pada_mulut = tidak dan lendir_berlebihan = tidak maka hasil = tidak

3

lepuh_pada_mulut = tidak dan lendir_berlebihan = ya maka hasil = tidak atau hasil = ya

4 lepuh_pada_mulut = ya dan busa_pada_bibir = ya maka hasil = ya

5 lepuh_pada_mulut = ya dan busa_pada_bibir = tidak maka hasil = ya

6 lepuh_pada_mulut = tidak dan busa_pada_bibir = tidak maka hasil = tidak

7

lepuh_pada_mulut = tidak dan busa_pada_bibir = ya maka hasil = tidak atau hasil = ya

8

lepuh_pada_mulut = ya dan busa_pada_bibir = ya dan lendir_berlebihan = ya maka hasil = ya

9

lepuh_pada_mulut = ya dan busa_pada_bibir = tidak dan lendir_berlebihan = ya maka hasil = ya

10

lepuh_pada_mulut = tidak dan busa_pada_bibir = tidak dan lendir_berlebihan = tidak maka hasil = tidak

Tabel rule yang ditampilkan hanya sebagian saja.

4.2 Uji CobaSistem Uji coba sistem dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: muat aplikasi, tekan tombol batal jika terdapat jendela login, masuk kedalam menu action testing hingga muncul jendela testing.

Data yang dimasukkan kedalam sistem disediakan pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5 Gejala untuk tes

Gejala Nilai Gejala Nilai suhu_tubuh_tinggi - genangan_air tidak malas_bergerak ya ambing_hangat ya nafsu_makan_berkurang ya ambing_keras tidak

mendengkur - susu_bercampur_darah ya

ingus_banyak ya susu_bercampur_nanah tidak

ingus_berbuih ya susu_berwarna_kebiruan tidak

ingus_bernanah ya susu_bau_tidaksedap tidak

leher_bengkak - susu_berasa_getir tidak pergantian_musim -

susu_menggumpal -

kotoran_kering tidak lepuh_pada_mulut ya perut_kembung tidak busa_pada_bibir ya mata_sapi_merah - lendir_berlebihan ya

Sebagai tambahan, pertanyaan pada nomer 1 yaitu “apakah sapi berjenis kelamin betina?” diisikan nilai “ya”. Dalam tabel 4.5 tidak semua gejala dimasukkan, hal ini disengaja untuk menguji kegunaan dari atribut reduct yang dihasilkan oleh rough set.

Gambar 4.2 Memasukkan gejala

Setelah semua gejala terisi sesuai dengan data yang disediakan pada tabel 4.5, maka tekan tombol Diagnosa. Sistem akan memproses, dan menghasilkan keluaran seperti pada gambar 4.3.

Dibawah ini adalah gambar 4.3 yang menunjukkan hasil diagnosa.

Gambar 4.3 Hasil diagnosa

Dari hasil yang ditampilkan tampak bahwa sapi menderita dua penyakit sekaligus, yaitu penyakit SE dan penyakit PMK dengan tingkat akurasi masing-masing 100%.

4.3 Uji Validasi Uji validasi dilakukan dengan memasukkan gejala-gejala pada sapi sesuai dengan data yang dimiliki lalu mencocokkan hasil dari sistem dengan hasil yang dimiliki oleh data tersebut. Gejala- gejala tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 Gejala Uji Validasi

Nilai Gejala Nilai 1 suhu_tubuh_tinggi ya 2 malas_bergerak tidak 3 nafsu_makan_berkurang tidak 4 mendengkur tidak 5 ingus_banyak tidak 6 ingus_berbuih tidak 7 ingus_bernanah tidak 8 leher_bengkak tidak 9 pergantian_musim ya

10 kotoran_kering ya 11 perut_kembung ya 12 mata_sapi_merah tidak 13 genangan_air tidak 14 ambing_hangat tidak 15 ambing_keras ya 16 susu_bercampur_darah tidak 17 susu_bercampur_nanah ya 18 susu_berwarna_kebiruan ya 19 susu_bau_tidaksedap ya

Nilai Gejala Nilai 20 susu_berasa_getir ya 21 susu_menggumpal tidak 22 lepuh_pada_mulut tidak 23 busa_pada_bibir tidak 24 lendir_berlebihan tidak

Hasil pada data

Hasil untuk penyakit SE Ya Hasil untuk penyakit mastitis Ya Hasil untuk penyakit PMK Tidak

Hasil pada sistem

Hasil untuk penyakit SE Ya (45.45%)

Hasil untuk penyakit mastitis Ya (100%) Hasil untuk penyakit PMK Tidak

Berdasarkan hasil yang ditampilkan oleh tabel 4.6 menunjukkan bahwa sistem dapat mengklasifikasikan gejala-gejala yang dimasukkan sesuai dengan kondisi pada data.

Hasil yang ditampilkan oleh sistem dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.4 Hasil uji validasi

5. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

• Rough set dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan query SQL, dalam hal ini digunakannya database sebagai media penyimpanan. Dengan memanfaatkan query SQL, seleksi data dan atribut menjadi lebih mudah.

• Penerapan rough set dan qualitative measure dapat membantu klasifikasi menjadi lebih jelas dengan adanya bobot (akurasi) pada rule yang dihasilkan.

Testing dapat dilakukan tanpa harus mengisikan semua nilai dari atribut yang digunakan. Hal ini membantu ketika data yang akan digunakan untuk testing tidak lengkap.

6. Saran

Saran yang dapat dipertimbangkan untuk pengembangan tugas akhir ini adalah:

• Penerapan positive region untuk proses reduct dinilai kurang efisien untuk penyakit dengan atribut yang banyak. Dibutuhkan metode perhitungan untuk mendapatkan kombinasi atribut yang lebih cepat.

• Aplikasi yang dibangun adalah aplikasi berbasis desktop, sehingga jika ingin menggunakan aplikasi ini maka harus melakukan installasi aplikasi dan database yang digunakan. Untuk mempermudah penggunaan dan agar dapat dimanfaatkan secara luas, maka aplikasi dapat dikembangkan menjadi aplikasi berbasis web atau mobile application.

• Penyakit dapat diperbanyak dengan menambah data penyakit lain sehingga aplikasi mampu mendeteksi banyak penyakit.

7. Daftar Pustaka

Astiti, L. G. S. (2010). “Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Ternak Sapi”.Nusa Tenggara Barat: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.

Diwyanto, K. (2009). “Pekan Promosi Susu Nasional”.Hasil Rumusan. Jakarta.

Juanda, B. (2002). “Pertumbuhan Ekonomi dan Pergeseran Struktural Dalam Industrialisasi di Indonesia”.Jurnal Ekonomi, Volume 9 tahun V. Institut Pertanian Bogor.

Li, T., Ruan, D., Geert, W., Song, W., & Xu, Y. (2007). A rough set based characteristic relation approach for dynamic attribute generalization in data mining. Knowledge based system 20 (2007) 485-494

Mi, J., Wu, W., & Zhang, W. (2004). Approaches to knowledge reduction based on variable precision rough set model. Information Sciences 159 (2004) 255-272

Pattiselanno, F. &Randa, S. Y. (2008).“A profile of Bali cattle in Manokwari, Papua”.Jurnal Ternak Tropika Vol. 9 (1): 78-84

Pawlak, Z. (2002). Rough set and intelligent data analysis.Information Sciences 147 (2002) 1-12

Pradana, M. N. (2009). “Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan”.Indonesian Agricultural Sciences Associations. http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan.html. Diakses tanggal 28 Februari 2011.

Subronto.(2008). “Ilmu Penyakit Ternak I-b”.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Suraj, Z. (2004). An Introduction to Rough Set Theory and It’s Applications. ICENCO’2004, December 27-30, 2004, Cairo, Egypt

Wirawan, M. (2010).“Survey Karkas Sapi Potong di RPH Pinggirian Kodya Surabaya”.Surabaya: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.