21
1 IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA (Studi pemulangan TKI ke daerah asal oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang) NASKAH PUBLIKASI Oleh : INDRA SAKTI SIMBOLON NIM : 100565201179 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG 2015

IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec... · 2016-06-28 · mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan Tenaga

Embed Size (px)

Citation preview

1

IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN

TENAGA KERJA INDONESIA

(Studi pemulangan TKI ke daerah asal oleh Pemerintah

Kota Tanjungpinang)

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

INDRA SAKTI SIMBOLON

NIM : 100565201179

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI

TANJUNGPINANG

2015

1

IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN

TENAGA KERJA INDONESIA

(Studi pemulangan TKI ke daerah asal oleh Pemerintah

Kota Tanjungpinang)

INDRA SAKTI SIMBOLON

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH

A B S T R A K

Pemerintah mempunyai tugas mengatur, membina, melaksanakan dan

mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia serta bertanggung jawab meningkatkan upaya perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia di luar negeri. Para Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah harus di

pulangkan ke asalnya. Karena kondisi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah yang

dipulangkan dari Malaysia tidak semuanya dalam keadaan sehat, karena saat

bekerja di Malaysia Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk

mengatasi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah, dalam hal ini Kementerian Sosial

RI mempunyai program membantu pekerja migran bermasalah tersebut dengan

bantuan permakanan dan transportasi pemulangan pekerja migran ke provinsi

asal. Penelitian ini mencoba mengangakat sebuah judul penelitian untuk diteliti

agar pemulangan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah tidak lagi menimbulkan

permasalahan baik bagi daerah yang di transit maupun bagi Pemerintah Kota

Tanjungpinang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Koordinasi

Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia pada pemulangan TKI ke daerah asal oleh

Pemerintah Kota Tanjungpinang.

Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia pada pemulangan TKI ke daerah

asal Pemerintah Kota Tanjungpinang secara umum sudah berjalan dengan baik.

Namun masih ada hal yang harus diperhatikan, seperti tempat penampungan atau

sarana prasarana yang kurang memadai, di Tanjungpinang belum cukup memadai.

kemudian tidak adanya standar operasional prosedur untuk pedoman satgas saat

melaksanakan tugasnya dilapangan

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Tenaga Kerja Indonesia

2

COMMUNITY EMPOWERMENT IN THE MANAGEMENT

REGULATION OF THE IMPLEMENTATION OF THE PRESIDENT OF THE

REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 45 OF 2013

CONCERNING THE COORDINATION OF REPATRIATION

MANPOWER INDONESIA

(Study deportations to their hometown by the City of Tanjungpinang)

INDRA SAKTI SIMBOLON

Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH

A B S T R A C T

The Government has the task to organize, develop, implement and supervise

the placement and protection of Indonesian Workers and is responsible for

improving the protection of Indonesian Workers abroad. The Indonesian Workers

should Troubled been deported to their home. Due to the condition of Indonesian

Workers Troubled were repatriated from Malaysia are not all in good health,

because while working in Malaysia government issued various policies to address

the Indonesian Labor Problem, in this case the Ministry of Social Affairs has a

program to help troubled migrant workers with the help of meals and

transportation repatriation of migrant workers to the province of origin. This

study tried mengangakat a title of the research to be investigated for the return of

Indonesian Workers troubled no longer pose a problem both for areas in transit

and for the City of Tanjungpinang.

The purpose of this study was to determine the Implementation Regulation of

the President of the Republic of Indonesia Number 45 Year 2013 About the

Repatriation Coordination Indonesian Workers on deportations to their

hometown by the City of Tanjungpinang.

From the results it can be concluded that the Implementing Regulation of the

President of the Republic of Indonesia Number 45 Year 2013 About the

Repatriation Coordination Indonesian Workers on deportations to their

hometown Tanjungpinang city government in general has been running well. But

there are still things that must be considered, such as shelters or inadequate

infrastructure facilities, in Tanjungpinang not sufficient. then the absence of

standard operating procedures to guide the task force while carrying out their

duties in the field

Keywords: Policy Implementation, Labor Indonesia

3

IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN

TENAGA KERJA INDONESIA

(Studi pemulangan TKI ke daerah asal oleh Pemerintah

Kota Tanjungpinang)

A. Latar Belakang

Pemerintah mempunyai tugas mengatur, membina, melaksanakan dan

mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia serta bertanggung jawab meningkatkan upaya perlindunganTenaga

Kerja Indonesia di luar negeri. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah setiap warga

negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam

hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Kebijakan

dan program pemerintah mengenai penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke

luar negeri merupakan salah satu solusi untuk mengurangi tingkat pengangguran

di tanah air, dengan memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri, TKI tidak saja

mendapatkan penghasilan yang cukup besar, tetapi juga ikut menyumbang devisa

bagi negara Indonesia.

Pada dasarnya setiap warga Negara Indonesia (WNI) berhak

meninggalkan dan kembali kewilayah Negara Republik Indonesia, sesuai dengan

ketentuan perundangan-perundagan yang berlaku (Pasal 27 Ayat (2) Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hak ini merupakan

salah satu hak atas kebebasan pribadi yang di atur dalam Pasal 12

Pengesahan Konvonen Internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik. Pada

4

tataran hubungan dua Negara seperti Indonesia dan Malaysia maupun dengan

Negara tetangga yang lain akan menimbulkan fenomena migrasi tenaga kerja.

Adanya fenomena tersebut mengarahkan Negara-negara untuk membuat

peraturan khusus yang dirancang untuk menyediakan penyelesaian bagi

permasalahan yang berkaitan dengan gerak perpindahan penduduk dari

Negara satu ke Negara lain. Dengan demikian maka Negara seharusnya siap

untukmenerima kedatangan WNI yang dideportasi dari Negara tetangga.

Malaysia adalah salah satu negara yang banyak menggunakan jasa TKI

sebagai pekerja di sektor informal. Selain itu, negara Malaysia merupakan negara

tetangga dan telah lama mengadakan kontrak kerjasama dengan Indonesia

dibidang ketenagakerjaan. Salah satu faktor seseorang menjadi TKI di

Malaysia karena menginginkan perolehan gaji yang besar dan dibayar dengan

mata uang Ringgit. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini ini sangat sulit sekali

untuk mencari lapangan pekerjaan, khususnya di sektor formal. Hal ini

menyebabkan tingginya angka pengangguran di tanah air. Faktor pemicu

tingginya angka pengangguran disebabkan rendahnya pendidikan seseorang,

dan tidak terlepas dari rendahnya taraf ekonomi seseorang. Atas dasar alasan

itulah banyak masyarakat yang memilih bekerja di sektor informal seperti

menjadi TKI di Malaysia baik secara legal maupun ilegal untuk berbagai tujuan.

Banyaknya TKI yang mengadukan nasib di Malaysia memberikan

dampak negatif bagi kedua Negara. Sementara dampak negatif dapat dilihat dari

dua sudut pandang. Pertama dari sudut pandang Pemerintah Malaysia, beberapa

hal yang menjadi musuh utama di Malaysia saat ini adalah Narkotika dan

5

Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI). Sedangkan dari sudut pandang

Indonesia, tidak sedikit TKI yang bekerja di Malaysia mengalami berbagai

macam permasalahan seperti kekerasan, pelecehan, dan pembunuhan dan

penjualan manusia.

Banyak TKI yang sudah berhasil, tetapi tidak sedikit pula yang pada

mulanya ingin bekerja untuk membebaskan diri dan keluarganya dari jeratan

kemiskinan mengalami penganiayaan dan rudapaksa oleh majikan dan tindakan

tidak semena-mena oleh sebagian perusahaan jasa tenaga kerja swasta (Hugo,

2002). Pada kenyataannya, banyak TKI yang memang berhasil selama bekerja.

Tetapi ternyata banyak juga para TKI yang tidak beruntung selama bekerja. Rata-

rata TKI yang tersandung kasus hukum di luar negeri adalah TKI non prosedural

atau TKI ilegal. Karena mereka tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan

untuk bekerja ke luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa salah

satu faktor utama yang menyebabkan TKI ditangkap dan dideportasi ke

tanah air karena penggunaan dokumen kerja tidak resmi seperti penggunaan

paspor pelancong. Selain itu, ada juga dari para TKI yang menggunakan jalur

ilegal melalui jasa sindikat dan calo ilegal untuk dapat bekerja di Malaysia.

Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah harus selalu siap apabila

Negara tetangga setiap saat melakukan deportasi terhadap WNI. Kesiapan ini

selalu dituntut karena upaya pemerintah Negara tetangga untuk mendeportasikan

WNI tidak berhenti sepanjang masih terdapat WNI illegal di Negara tersebut.

Proses pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan keluarganya, pada

khususnya, perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari Pemerintah, maka

6

dibentuklah Satgas Lintas Sektoral untuk menangani penerimaan dan pemulangan

Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dari Malaysia.

Para Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah harus di pulangkan ke asalnya.

Karena kondisi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah yang dipulangkan dari

Malaysia tidak semuanya dalam keadaan sehat, karena saat bekerja di Malaysia

ada diantaranya yang mengidap berbagai jenis penyakit kronis menular seperti

TBC dan HIV. Tak jarang pula, karena tekanan dan penyiksaan yang dialami saat

di Malaysia, ada juga yang mengalami gangguan kejiwaan atau stress. Maka dari

itu para Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah harus dipulangkan dari

Tanjungpinang ketempat asalnya masing-masing agar tidak terjadi tindak kriminal

maupun permasalahan sosial lainnya di Kota Tanjungpinang.

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi Tenaga

Kerja Indonesia Bermasalah, dalam hal ini Kementerian Sosial RI mempunyai

program membantu pekerja migran bermasalah tersebut dengan bantuan

permakanan dan transportasi pemulangan pekerja migran ke provinsi asal.

Mekanisme pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia melalui daerah entry

point Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Belawan, Dumai, Entikong,

Nunukan, Pare-Pare, Priok, Emas, Perak, dan Mataram. Pada setiap debarkasi-

debarkasi tersebut memiliki Satuan Tugas pemulangan TKI Bermasalah yang

melakukan pendataan, permakanan, penampungan dan pemulangan ke daerah

asal. Pada tahapan pemulangan TKI Bermasalah ini memakai transportasi darat

dan transportasi laut (PT. PELNI) yang membawa mereka untuk diestafetkan ke

provinsi asal.

7

Setelah tibanya para TKI Bermasalah tersebut pihak Dinas Sosial Provinsi

lah yang bertanggung jawab atas pemulangan ke kota / kabupaten asal mereka

tinggal. Dinas Sosial Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk melakukan

pendataan, pemulihan sosial baik itu melalui bimbingan dan keterampilan bagi

para mantan pekerja migran.

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013

Tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Koordinasi Pemulangan

TKI membentuk Satuan Tugas Pemulangan TKI di daerah masing-masing.

Pembentukan Satuan Tugas sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan

Tugas melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Tim

Koordinasi. Tim Koordinasi Pemulangan TKI terdiri dari Pengarah dan Pelaksana

salah satunya terdiri dari kementerian sosial yang kemudian menteri sosial

mendelegasikan kewenangannya kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di setiap

daerah.

Tanjungpinang di Provinsi Kepri yang berbatasan langsung dengan

Malaysia menjadi jalur utama pemulangan TKI bermasalah ke Indonesia. Rata-

rata jumlah TKI dipulangkan ke Indonesia sebagian besar melalui Tanjungpinang.

Instansi pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang bertanggung jawab dalam memantau, mengakomodir, dan

mengurus berbagai prosedur yang diperlukan untuk memberangkatkan dan

menempatkan TKI di luar negeri. Untuk mewujudkan TKI yang sejahtera dan

berkualitas tentu di dukung oleh keterlibatan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

8

Tanjungpinang sebagai instansi pertama yang melakukan pendataan terhadap

calon TKI yang mendaftarkan diri dan sebagai pemberi informasi sesuai dengan

tugas masing-masing. Adapun data Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah yang

dipulangkan pada tahun 2014 sebagai berikut :

Tabel I.1

Jumlah Data Pemulangan TKI B Dari Penampungan

Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinag, 2014

Jika dilihat dari tabel diatas jumlah TKI B yang dipulangkan setiap

bulannya jumlahnya terbilang banyak dan tidak bisa ditentukan setiap bulannya.

TKI B yang dipulangkan ke tanah air. Jika dibandingkan dengan beberapa

debarkasi selain Tanjungpinang seperti Tanjung Balai Karimun hanya ada 350

hingga 520 TKI yang dipulangkan melalui Tanjungbalai Karimun.

Sebagian besar Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dipulangkan dan

transit ke Tanjungpinang, faktor jarak yang dekat para Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah hanya menempuh perjalanan laut sekitar 3 jam, maka kapal ferry

yang mengakut para TKI pria, wanita dan bahkan anak-anak pun sampai di

No Bulan Jumlah TKI

1 Januari 2365 Jiwa

2 Februari 4662 Jiwa

3 Maret 2233 Jiwa

4 April 2130 Jiwa

5 Mei 1861 Jiwa

6 Juni 1506 Jiwa

7 Juli 2004 Jiwa

8 Agustus 1806 Jiwa

9 September 2234 Jiwa

10 Oktober 1919 Jiwa

11 November 1182 Jiwa

12 Desember 1174 Jiwa

9

tanjungpinang. Keberadaan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah yang bekerja di

luar negeri ini tidak dapat dibiarkan, dikarenakan akan dapat menimbulkan

masalah besar nantinya. Sehingga implikasinya dapat melemahkan posisi tawar

Indonesia dengan negara-negara lain. Prioritas nasional Unit Kerja Presiden

Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) meliputi tiga

hal, yakni menekan terjadinya TKI undojumented, pencegahan di Hulu, dan

penindakan pada pelaku. Berikut merupakan gambar alur pemulangan TKI

Ada beberapa permasalahan yaitu fasilitas penampungan TKI yang belum

memadai seperti Semua TKI di penampunagan mengharapkan pemerintah

Tanjungpinang agar memperhatikan kamar mandi (WC) dan fasilitas lain. Karena

saat ini sudah tidak layak lagi. Banyak WC yang rusak. Kemudian tidak

disediakan air bersih yang cukup. Pemko Tanjungpinang dalam hal ini

Dinsosnaker hanya membantu pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia ke

daerah asalnya. Kementrian Sosial RI memegang kendali dalam pemulangan

tersebut. Sebenarnya Pemko Tanjungpinang bersedia menjadi daerah

penampungan TKI bermasalah karena alasan rasa kebangsaan saja. Tidak ada

unsur kepentingan yang lain. (Tanjungpinangpos: 2014 Tanggal 31 Mei 2014)

Dari latar belakang permasalahan diatas maka penelitian ini mencoba

mengangakat sebuah judul penelitian untuk diteliti agar pemulangan TKI B tidak

lagi menimbulkan permasalahan baik bagi daerah yang di transit maupun bagi

Pemerintah Kota Tanjunpinang. Dalam penelitian ini maka akan diangkat sebuah

judul penelitian yaitu Implementasi Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia

10

(Studi pemulangan TKI ke daerah asal oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang).

B. Landasan Teoritis

1. Kebijakan

Pada dasarnya kebijakan publik dapat berupa aturan atau ketentuan yang

mengatur kehidupan masyarakat yang mana aturan-aturan tersebut disusun dalam

beberapa bentuk kebijakan. “Kebijakan publik mempunyai sifat paksaan yang

secara potensial sah dilakukan, sehingga kebijakan publik menuntut ketaatan atau

kepatuhan yang luas dari masyarakat” (Winarno, 2007:21).

Kebijakan publik di Indonesia juga disertai dengan sanksi-sanksi yang akan

diberikan ketika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. Hal

ini semata-mata sebagai upaya agar tercipta kepatuhan masyarakat secara luas.

Oleh karena itu kebijakan publik di Indonesia identik dengan hukum. Secara

terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata banyak sekali,

tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton memberikan definisi

kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values for the whole

society atau sebagai pengalokasian nilainilai secara paksa kepada seluruh anggota

masyarakat.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Winarno (2007: 17)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-

kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan. Kebijakan publik itu harus

dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta.

Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah.

11

Robert Eyestone (dalam Agustino: 2006 : 6) mendefinisikan kebijakan publik

sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak

beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena

apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan

publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah

hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik

merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh

mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh.

Menurut Woll (dalam Tangkilisan: 2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan

publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di

masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat. Thomas R Dye sebagaimana dikutip

Islamy (2009: 19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai apapaun yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan.

Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai

perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah

atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak

melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh

(dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan

yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik.

12

Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan

(2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang

strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-

masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik

merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh

pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam 17

masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan

secara luas. David Easton sebagaimana dikutip Leo Agustino (2006: 19)

memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocation of

values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik

otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu

pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai.

Suatu kebijakan publik yang telah diterima dan disahkan tidaklah akan ada

artinya apabila tidak dilaksanakan. Untuk itu implementasi kebijakan publik

haruslah berhasil, malahan tidak hanya implementasinya saja yang berhasil, akan

tetapi tujuan yang terkandung dalam kebijakan publik itu haruslah tercapai yaitu

terpenuhinya kepentingan masyarakat (public inters).

Dalam pembahasan pelaksanaan kebijakan banyak pembagian dalam suatu

kebijakan yang akan diambil atau diterapkan, seperti Dunn (2003:22) Membagi

proses pembuatan kebijakan dalam 5 (lima) tahapan yakni Penyusunan agenda

kegiatan kebijakan. Formulasi Kebijakan. Adopsi kebijakan. Implemantasi

Kebijakan. Penilaian kebijakan

13

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dalam keseluruhan

proses kebijakan dan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu

dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Pada dasarnya

implementasi kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah

ditentukan dengan mempergunakan sarana dan menurut waktu tertentu, agar dapat

mencapai output/outcome dan agar policy demands dapat terpenuhi maka

kebijakan harus dilaksanakan, pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan

sebagai pengguna sarana yang ditentukan terlebih dahulu.

Suatu kebijakan yang telah diterima dan disahkan tidaklah ada artinya jika

tidak dilaksanakan. Pelaksanaan kebijaksanaan itu haruslah berhasil. Malahan

tidak hanya pelaksanaannya saja yang harus berhasil, akan tetapi tujuan yang akan

terkandung dalam kebijaksanaan itu haruslah tercapai. Menurut Agustino

(2006:185) mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan itu dapat gagal, tidak

membuahkan hasil, karena antara lain :

a. Teori yang menjadi dasar itu tidak tepat. Dalam hal ini demikian, maka

harus dilakukan reformulation terhadap kebijaksanaan pemerintah itu

b. Sarana yang dipilih unutk pelaksanaan tidak efektif

c. Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana mestinya

d. Isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar.

e. Ketidakpastian faktor intern dan atau faktor ekstern

f. Kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang

g. Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan masalah teknis

14

h. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu (waktu,

uang dan sumber daya manusia)

Dari hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan

kebijaksanaan pemerintah itu, dapatlah diketahui bahwa sejak dalam pembentukan

kebijaksanaan tersebut sudah harus diperhatikan dan diperhitungkan faktor-faktor

yang disebutkan di atas. Ripley dan Franklin (dalam Winarno 2007:145)

berpendapat bahwa “implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang

ditetapkan yang memberkan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau jenis

keluaran nyata”. Iistilah implementasi menunjukkan pada sejumlah kegiatan yang

mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang

diinginkan oleh pejabat pemerintah. Lebih jauh lagi Ripley dan Frangklin (dalam

Winarno 2007:145-146) mengatakan bahwa Implemantasi mencakup banyak

kegiatan :

1. Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh undang-undang dengan

tanggungjawab menjalankan program harus mendapatkan sumber-sumber

yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.

2. Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi

arahan-arahan konkret, regulasi, serta rencana-reancana.

3. Badan-badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan-kegiatan

mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk

mengatasi beban kerja.

4. Badan-badan pelaksana memberikan keuntungan kepada kelompok-

kelompok target

15

Adapun penjelasan dari cakupan kegiatan implementasi sebuah kebijakan

sebagaimana yang dikatakan oleh Ripley dan Franklin diatas bahwa dalam

menjalankan sebuah kebijakan harus memiliki sumber-sumber dalam menjalankan

sebuah kebijakan adapun sumber yang dimaksud meliputi personil atau

implementor, peralatan serta sarana penunjang keberhasilan suatu kebijakan.

Implementor juga memberikan pelayanan tentang kegiatan atau apapun lainnya

yang bisa dipandang sebagai wujud dari keluaran nyata sebuah kebijakan.

Agar implementasinya berjalan secara efektif dan efisien, diperlukan

komitmen yang kuat dari seluruh stakeholders untuk mengikuti segala ketentuan

yang ada. Dalam ruang lingkupnya Perlindungan TKI adalah tanggungjawab dari

banyak pihak termasuk dinas sosial dan tenaga kerja. Begitu pula yang terjadi di

Kota Tanjungpinang, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang

merupakan dinas/instansi yang memiliki tanggungjawab agar proses pemulangan

TKI B dapat berjalan baik.

C. Hasil Penelitian

1. Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh undang-undang dengan

tanggungjawab menjalankan program harus mendapatkan sumber-sumber

yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.

Berdsarkan hasil wawancara diketahui bahwa dalam pelaksanaan pemulangan

TKI bermasalah ini telah mempunyai sumber daya manusia yang cukup dimana

mereka sudah mengetahui tugas masing-masing dan dengan jumlah pegawai yang

cukup banyak, adapun anggota satgas tersebut di tunjuk oleh Walikota

Tanjungpinang yang berasal dari berbagai instansi yang mempunyai keterkaitan.

16

Para pegawai diturunkan untuk mengawasi, serta melakukan peninjauan terhadap

kegiatan yang berhubungan dengan penempatan tenaga kerja. Apabila terjadi

permasalahan para pegawai wajib melaporkan kepada coordinator lapangan untuk

di tindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku. usaha yang dilakukan untuk

melengkapi sarana dan prasarana belum berjalan optimal, Dinsos Tanjungpinang

sudah secara khusus menyediakan pos pengaduan atau yang disebut Crisis Centre

bagi TKI yang mau mengadu kemudian menyiapkan trauma center, dan tempat

sementara untuk menampung para TKI.

2. Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi

arahan-arahan konkret, regulasi, serta rencana-rencana. Dengan

menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban kerja.

Berdasarakan jawaban seluruh informan diatas dapat dianalisa bahwa sudah

ada dana yang jelas dalam melaksanakan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia

dana disiapkan untuk membuat kegiatan kemudian melaksanakan pemulangan.

Untuk hal ini tentu saja pemerintah memerlukan dana yang cukup untuk

pendanaan dicairkan selama per tiga bulan, dana yang cair selama 3 bulan tersebut

adalah dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

17

3. Badan-badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan-kegiatan

mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk

mengatasi beban kerja. Ini dapat di lihat dari indikator sebagai berikut:

Adanya kerjasama antara instansi terkait.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diatas maka dapat dianalisa

bahwa kerjasama tentu saja sudah dilakukan dengan berbagai instansi. komunikasi

dan koordinasi pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial khususnya dalam

penanganan pekerja migrant bermasalah

4. Badan-badan pelaksana memberikan keuntungan kepada kelompok-

kelompok target.

Berdasarakan dari hasil wawancara tersebut maka dapat dianalisa bahwa

dampak nyata nya sudah terlihat salah satunya adalah melakukan pelayanan

pemulangan Sehubungan dengan pelaksanaan tugas serta mengacu dari tanggapan

para responden maka dapat dianalisa bahwa untuk tindakan dalam menghadapi

keluhan TKI sudah baik. Ini dapat dilihat jika TKI mengeluhkan sesuatu selalu

langsung ditanggapi dengan baik. Jika ada masalah yang tidak dapat teratasi

biasanya pegawai akan mencatatnya dan mengadukan ke atasan yang lebih tinggi

dan berwenang untuk menyelesaikannya.

D. Penutup

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (Studi pemulangan TKI ke

18

daerah asal oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang) secara

umum sudah berjalan dengan baik. Namun masih ada hal yang harus diperhatikan,

seperti tempat penampungan atau sarana prasarana yang kurang memadai, hal ini

dapat dilihat dari tempat penampungan masih kurang besar sehingga belum dapat

menampung seluruh TKI bermasalah, kemudian masih minim air bersih di tempat

penampungan, dan belum ada tempat khusus perawatan kesehatan, serta

minimnya tenaga ahli yang menangani TKI bermasalah, dan dalam

pelaksanaannya belum adanya SOP untuk pedoman satgas saat melaksanakan

tugasnya dilapangan

2. Saran

Adapun yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seharusnya Dinas Sosial membuat akses ke pusat agar pemerintah pusat

dapat menyediakan sarana prasarana yang layak di tempat penampungan

sebelum TKI di pulangkan

2. Seharusnya dilakukan Dinas sosial Kota Tanjungpinang tidak hanya

mempersiapkan sarana prasarana dalam penampungan sementara tetapi

juga menyiapkan tenaga ahli pendamping bagi TKI bermasalah.

19

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha

Ali, Achmad, 2002, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Chalia Indonesia

Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dunn, W William. 2003. Analisa kebijakan. Jakarta: Gadjah Mada University

Press.

Effendi, Tadjudin Noer, 1993, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan

Kemiskinan, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Hasyimi. 2002. Organisasi dan Manajemen 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,

Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media

Islamy, M Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta :

Bumi Aksara

Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi Ilmu Pemerintahan Baru, Jilid I. Jakarta :

PT. Rineka Cipta.

Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan

EvalUjian Akhir Semesteri. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo

Rasyid, M. Ryaas. 2000. Makna pemerintahan, Jakarta: Yasrif Watampone

Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekanto, Soerjono, 2002, Teori Peranan, Jakarta, Bumi Aksara.

Sugiono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfa Beta.

Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi publik Republik Indonesia

(SANKRI). Jakarta : PT Bumi Aksara.

20

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Lukman.

Wahab. Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan: dari Formula ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.

Perundang-Undangan :

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia