Upload
adhika-agura
View
158
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
prak
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU
DISUSUN OLEH:
MAMLUATUL HIKMAH
10/305499/PN/12230
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERIKANAN
LABORATORIUM AKUAKULTUR
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perairan payau atau brackish water merupakan perairan campuran antara air
asin (laut) dan air tawar. Salinitas pada perairan payau sangat berfluktuatif
tergantung dari pemasukan air asin dan air tawar sehingga salinitas terkadang bisa
lebih rendah atau lebih tinggi. Perairan payau (brackish water) dapat dikatakan
lingkungan perairan yang memiliki karakteristik unik, karena air yang terdapat di
dalamnya merupakan hasil percampuran antara air asin dengan air tawar. kadar
garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram.
Salinitas air payau pada umumnya relatif rendah (10-20 ppt) dan kadang-kadang bisa
lebih rendah atau bahkan lebih tinggi (Novianto, 2009).
Budidaya air payau, selama ini dikenal melalui ikan bandeng dan udangnya
saja. Padahal masih banyak sekali jenis-jenis udang, ikan dan komoditas lainnya
yang telah dapat dibudidayakan dengan baik di perairan payau Indonesia. Budidaya
air payau merupakan salah satu subsektor perikanan budidaya yang sebagian besar
komoditasnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan komoditas ekspor
seperti udang dan ikan kerapu. Pengembangan perikanan budidaya air payau dengan
media tambak telah dikembangkan hampir disetiap provinsi di Indonesia. Beberapa
komoditas yang saat ini menjadi andalan para pembudidaya Indonesia dalam
berbudidaya seperti bandeng, belanak, kakap, kepiting, kerapu, mujair, nila,
rajungan, rebon, rumput laut, sidat, udang putih, udang rostris, udang api-api, udang
windu, udang vannamei dan beberapa jenis rumput laut seperti Gracillaria sp.
(Dahuri, 2011).
Dahuri (2011) menyatakan potensi luas lahan pesisir di seluruh wilayah
nusantara yang cocok untuk usaha perikanan budidaya sekitar 1,2 juta ha. Jika itu
mampu diusahakan 300.000 ha (25 % total luas) untuk budidaya udang vannamei
dengan produktivitas 20 ton/ha/tahun (setengah dari rata-rata produktivitas nasional
saat ini), maka akan dihasilkan 6.000.0000 ton/tahun. Jika dikalkulasi, dengan harga
jual on-farm (di lokasi tambak) saat ini US$ 5/kg, maka akan diperoleh US$ 30
miliar/tahun. Dan, bila setengahnya saja kita ekspor, maka akan menghasilkan devisa
US$ 15 miliar/tahun atau dua kali lipat dari total ekspor minyak sawit Indonesia saat
ini.
Pemilihan lokasi (site selection) tambak yang tepat merupakan salah satu faktor
kunci yang sangat penting dalam keberhasilan usaha budidaya udang di tambak.
Apabila dalam tahap pemilihan lokasi sudah benar dan memenuhi semua persyaratan
yang diperlukan untuk kehidupan dan pertumbuhan udangmaka usaha budidaya
udang di tambak dapat berhasil dan menguntunkan (Pantjara et al, 2008).
B. TUJUAN
1. Melatih mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dalam kegiatan praktikum
Manajemen Akuakultur payau.
2. Memberikan pengetahuan mengenai budidaya komoditas payau.
3. Mahasiswa dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadapi pada budidaya
payau dan laut.
4. Memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang Usaha Budidaya Udang
Vannamei di PT. Indokor Bangun Desa, Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul.
5. Memberikan wawasan dan pengenalan kepada mahasiswa mengenai teknologi
dan manajemen budidaya yang digunakan di PT. Indokor Bangun Desa, Kuwaru,
Poncosari, Srandakan, Bantul.
C. MANFAAT
Kegiatan kunjungan praktikum Manajemen Akuakultur Payau diharapkan
dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan praktikan mengenai teknik,
teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam usaha budidaya di perairan payau,
mulai dari tahap persiapan budidaya hingga pengelolaan pasca panen di PT. Indokor
Bangun Desa, Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul. Serta Untuk memenuhi
persyaratan mata kuliah Manajemen Akuakultur Payau Jurusan Perikanan dan
Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
D. WAKTU DAN TEMPAT
Waktu : Sabtu, 1 Juni 2013
Tempat : PT. INDOKOR BANGUN DESA, Kuwaru – Poncosari – Srandakan –
Bantul.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Air Payau
Menurut Undang-Undang Perikanan No.45 tahun 2009, yang dimaksud dengan
budidaya ikan adalah kegiatan untuk memellihara, membesarkan dan/atau
mengembangbiakkan ikan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
termasuk kegiatan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkan ikan. Dalam Undang-
Undang Perikanan yang berlaku sebelumnya, budidaya ikan terbatas hanya proses
produksi, akan tetapi sekarang didefinisikan secara lebih luas menyangkut penanganan
hasil, pengangkutan, pengolahan dan pengawetan.
Budidaya tambak diawali dengan pemeliharaan bandeng yang dilakukan secara
ekstensif hingga semi-intensif. Pemeliharaan bandeng sebanyak 1500 benih tokolan/ha
dipupuk dengan pupuk organik, setelah dipelihara selama 4-6 bulan dapat menghasilkan
300-1.000 kg/ha/tahun, sedangkan dengan pemberian pakan tambahan dapat
menghasilkan 2.168 kg/ha/tahun (Chong et al, 1984). Ikan bandeng juga dapat
dipelihara bersama-sama dengan udang windu, masing-masing dapat menghasilkan 600
kg dan 100-300 kg/ha/tahun. Sebenarnya budidaya bandeng sangat produktif karena
bandeng memiliki rantai makanan yang pendek sehingga dengan pengelolaan yang
semi-intensif dapat lebih menguntungkan. Akan tetapi karena pembudidaya lebih
tertarik pada budidaya udang dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar namun investasinya tinggi dan bila mengalami kegagalan panen akibat serangan
penyakit, mereka kembali mengusahakan bandeng (Rustadi, 2011).
Lahan pasir merupakan lahan yang memiliki sifat porus dan tidak mampu
menahan air. Lahan pasir kurang baik jika dijadikan sebagai lahan budidaya. Poernomo
(1992) menyatakan bahwa tekstur tanah tambak yang cocok untuk budidaya udang
secara ekstensif adalah lempungan hingga liat berpasir. Hal ini karena budidaya udang
yang ekstensif sangat membutuhkan pakan alami seperti kelekap yang hanya dapat
tumbuh pada tekstur tanah yang demikian. Sedangkan tekstur tanah yang cocok untuk
tambak intensif adalah lempung berpasir. Pembuatan tambak pada lahan berpasir pantai
memerlukan rekayasakonstruksi agar kegiatan budidaya udang dapat berjalan dengan
semestinya. Rekayasa yang dilakukan meliputi rekayasa pematang dan dasar tambak.
Adapun rekayasa yang dilakukan adalah dengan menerapkan konstruksi biocrete.
Konstruksi ini diterapkan agar tanah lahan pasir (yang semula tidak dapat menahan air)
menjadi mampu dan berfungsi dalam menahan air sebagai wadah budidaya.
B. Biocrete
Biocrete (bio : hidup, crete: beton) merupakan teknologi konstruksi kolam yang
berupa lapisan beton yang berkerangka kayu. Pematang kolam biocrete terdiri atas
beton biocrete itu sendiri yang disandarkan pada kerangka kayu berbentuk segi tiga
siku-siku. Penggunaan biocrete berfungsi untuk membuat pematang yang kokoh namun
memiliki elastisitas yang mampu menahan bentuk kolam tetap akibat pergeseran tanah.
Pematang tambak dapat terbentuk karena beton biocrete mampu menahan tanah pasir
pantai yang sifatnya mudah longsor dan labil yang pada dasarnya tidak dapat digunakan
sebagai pematang (Triyatmo, 2010). Beton biocrete hanya dapat digunakan sebagai
pematang tambak, sehingga dasar tambak memerlukan rekayasa tersendiri agar tambak
mampu menahan air dengan baik sebagai wadah budidaya udang. Adapun teknologi
yang digunakan yaitu plastik PE (Poly Ethilene). Plastik ini dipasang mulai dari bagian
dasar beton pematang kemudian memanjang menuju bagian dasar tambak. Dan untuk
menumbuhkan pakan alami dalam tambak dasar tambak dibuat seperti alami dengan
menambahkan 10 cm pasir diatas plastik PE yang telah dipasang tersebut.
C. Udang Vaname
Berbeda dengan budidaya bandeng, pengelolaan budidaya udang bervariasi
dari ekstensif hingga super-intensif. Teknologi budidaya tersebut membutuhka
persyaratan khusus dalam hal: desain tambak (bentuk dan luas), kuantitas dan kualitas
benih, pakan, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan obat-obatan, kuantitas dan
kualitas air serta penanganan hasilnya. Hasil panen udang windu tiap ha per musim
tanam di tambak berdasarkan pengelolaannya adalah sebagai berikut:
Ekstensif 0,6-1,0 ton (kepadatan benih 3-4 PL/m2, SR 65%)
Semi-intensif 2,5-6,0 ton (kepadatan 10-25 PL/m2, SR 70%)
Intensif 6,5-10,0 ton (kepadatan 30-40 PL/m2, SR 70%).
Hasil yang jauh lebih tinggi dicapai udang vannamei dengan pengelolaan super-intensif
berkisar 24-37 ton/ha/musim tanam (kepadatan 170-244 PL/m2)(Poernomo, 2004).
Harga udang windu pada saat ini cenderung naik, yang biasanya berkisar Rp.
35.000-Rp. 40.000/kg menjadi Rp. 60.000-Rp. 65.000, padahal biaya produksi tiap Kg-
nya berkisar Rp. 25.000-Rp. 30.000 sehingga lebih menguntungkan daripada budidaya
ikan. Sedangkan harga udang vannamei berkisar Rp. 45.000-Rp. 50.000 (on-farm).
budidaya udang ditambak juga dapat dilakukan secaara polikultur bersama rumput laut
dan bandeng. Budidaya pilokultur rumput laut (Euchema spp. Dan Gracillaria spp.)
dengan udang dan bandeng cukup berhasil karena setiap ha. Tambak dapat
menghasilkan rumput laut kering 2-5 ton/tahun, udang 1-2 kwintal/siklus dan bandeng 1
kwintal/siklus budidaya (Poernomo, 2004)
Budidaya udang Vannamei semakin digemari dan permintaannya terus
meningkat hal ini disebabkan udang vaname ini memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan udang windu. Keunggulan yang dimiliki udang vaname antara
lain, tahan terhadap penyakit bercak putih (White Spot Syndrome Virus), padat tebar
tinggi, pertumbuhan cepat, memiliki kisaran suhu dan salinitas yang luas. Komoditas ini
cepat melesat di pasaran karena keunggulannya yang lebih mudah ditangani. Selain itu
udang putih memiliki nilai jual yang tinggi, walaupun belum setinggi udang windu,
namun budidaya udang ini menjadi perhatian besar bagi para petani udang dan
pengusaha tambak sebagai salah satu komoditas yang menjanjikan, baik untuk pasar
lokal maupun internasional
1. Biologi Komoditas
Secara umum tubuh udang penaeid dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
kepala yang menyatu dengan bagian dada (Cephalothorax) dan bagian tubuh sampai
ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit chitin yang disebut
carapace. Bagian ujung cephalotorax meruncing dan bergerigi yang disebut rostrume.
Udang putih (Litopenaeus vannamei) memiliki 2 gigi di bagian ventral rostrum
sedangkan di bagian dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gigi (Wyban dan Sweene, 1991).
Karakteristik udang penaeid adalah tubuhnya beruas-ruas dan tiap ruasnya terdapat
sepasang anggota badan yang umumnya bercabang dua atau biramus. Jumlah
keseluruhan ruas badan udang penaeid umumnya sebanyak 20 buah. Ruas pada
cephalotorax terdiri dari 3 ruas. Ruas I terdapat mata bertangkai, sedangkan pada ruas II
dan III terdapat antenna dan antennules yang berguna sebagai alat peraba dan pencium.
Selain itu, pada ruas ke III juga terdapat mandibula, yang berfungsi sebagai alat untuk
menghancurkan makanan sehingga dapat masuk ke dalam mulut. Bagian dada udang
penaeid terdapat 8 ruas yang masing-masing ruas terdiri dari anggota badan yang biasa
disebut thoracopoda. Thoracopoda I-III dinamakan maxiliped yang berfungsi sebagai
pembantu mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda IV-VIII berfungsi sebagai
kaki jalan (pereiopoda). Udang penaeid memiliki ciri khas yaitu capitnya kecil. Bagian
perut udang penaeid terdapat 6 ruas. Ruas I-V merupakan bagian kaki renang
(pleopoda), sedangkan pada ruas VI berbentuk pipih dan melebar yang dinamakan
uropoda yang bersama-sama dengan telson berfungsi sebagai kemudi. Anus terdapat di
pangkal ujung ekor (FAO, 2012). Klasifikasi vaname (Litopenaeus vannamei) menurut
Wyban dan Sweeney (1991) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Seri : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobranchiata
Infraordo : Penaidea
Superfamili : Penaeoidea
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Subgenus : Litopenaeus
Spesies : L. Vannamei
Habitat udang Penaeid usia muda adalah air payau, seperti muara sungai dan
pantai. Semakin dewasa udang jenis ini semakin suka hidup di laut. Ukuran udang
menunjukkan tingkatan usia. Dalam habitatnya, udang dewasa mencapai umur 1,5
tahun. Pada waktu musim kawin tiba, udang dewasa yang sudah matang telur atau calon
spawner berbondong-bondong ke tengah laut yang dalamnya sekitar 50 meter untuk
melakukan perkawinan. Udang dewasa biasanya berkelompok dan melakukan
perkawinan, setelah udang betina berganti cangkang (Briggs et al, 2004).
Siklus hidup udang penaeid sejak telur mengalami fertilisasi dan lepas dari
tubuh induk betina menurut Setyadi (2007), akan mengalami berbagai macam tahap,
yaitu :
a. Nauplius
Stadia Nauplius terbagi atas 6 tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk
Litopenaeus vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan
kuning telur.
b. Zoea
Stadia zoea terbagi atas 3 tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia
zoea sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air.
Zoea mulai membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.).
c. Mysis
Stadia mysis terbagi atas 3 tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang
stadia mysis mirip udang dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara
membengkokkan badannya. Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa
zooplankton, misalnya Artemia salina.
d. Post Larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk
renang. Stadia larva bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan
pakan yang disenangi berupa zooplankton.
2. KEADAAN UMUM
A. SEJARAH
PT. Indokor Bangun Desa merupakan suatu anak perusahaan yang dimiliki oleh
PT. Indokor Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta yang bergerak di bidang
perdagangan udang (Udang Putih segar berukuran 50-100 ekor/kg yang siap
dikonsumsi). PT. Indokor Bangun Desa merupakan sebuah perusahaan budidaya udang
yang memiliki luas lahan 20 Ha dengan lahan produktif sekitar 7,5 Ha. Usaha ini baru
dibangun pada tahun 1999 dan mulai beroperasi tahun 2000. Hasil panen pertama
perusahaan ini tercatat pada bulan November 2000. Perusahaan Indokor Bangun Desa
merupakan perusahaan yang pada awalnya bergerak dalam bidang pembenihan dan
pembesaran udang windu (Penaeus monodon), namun saat ini perusahaan tersebut
hanya bergerak dalam usaha pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) saja.
Produksi saat ini mampu menghasilkan rerata 7,1 ton/petak/siklus yang setara dengan
2,1 ton/ha/siklus budidaya.
Sejarah pemilihan lokasi budidaya payau (udang) oleh PT. Indokor Bangun
Desa berawal pada pemberian kesempatan oleh Sultan Hamengku Buwono X kepada
bapak Toni yang merupakan rekan dari Sultan. Kesempatan tersebut berupa
pemanfaatan lahan sultan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan lahan yang
belum termanfaatkan. Didorong pula semangat untuk membantu warga sekitar yang
pendapatan ekonominya masih relatif rendah akhirnya didirikanlah usaha budidaya
udang PT. Indokor Bangun Desa ini. Namun dalam penentuan lokasinya, survey yang
dilakukan oleh pemrakarsa meliputi daerah pesisir pantai selatan jawa mulai dari
Pangandaran di Jawa Barat hingga Pacitan di Jawa Timur dan dipilihlah lokasi usaha
budidaya udang yang dianggap paling cocok dan memenuhi kriteria yang berdiri dan
beroperasi hingga saat ini. Sebelumnya PT. Indokor Bangun Desa juga membuat kolam
percobaan di daerah pantai Glagah, Kulonprogo.
B. KEADAAN LOKASI
PT. Indokor Bangun Desa berlokasi di pesisir pantai selatan yogyakarta dan
berjarak ± 35 km dari kota Yogyakarta ke arah selatan, yaitu tepatnya di Dusun
Kuwaru, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Sebelah selatan
berbatasan langsung dengan pantai Samudera Indonesia, sebelah barat dan utara
berbatasan dengan Dusun Kuwaru, sebelah timur berbatasan dengan Dusun
Cangkringan dan sebelah utara tambak terdapat sungai yang pada waktu musim hujan
terisi air dan pada waktu musim kemarau merupakan lahan tanaman. Lokasi tambak
berjarak 200 meter dari garis pantai dengan elevasi ± 5 meter dari permukaan air laut.
Kawasan tambak terdapat dalam daerah coastal supratidal dengan sekeliling tambak
berupa gundukan pasir dan tumbuhan. Di sepanjang sisi tambak ditanami pohon cemara
udang dan gamal sebagai sabuk hijau yang membuat nyaman suasana sekaligus
berfungsi sebagai vegetasi konservasi lahan.
C. STRUKTUR ORGANISASI
PT. Indokor Bangun Desa secara struktural dikepalai oleh seorang direktur yang
dibantu oleh manajer personalia dan umum, produksi (Bapak Indrawan) serta keuangan
(Ibu Lisa). Setiap manajer dibantu pula oleh beberapa staf yang terbagi sesuai divisi
yang ada. Adapun jumlah keseluruhan karyawan yang bekerja pada PT. Indokor
Bangun Desa Bantul berjumlah 61 orang ( bagan struktur organisasi terlampir).
D. SARANA DAN PRASARANA
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di PT.Indokor Bangun Desa,
Bantul antara lain gedung kantor, gudang logistik, bengkel mekanik dan elektrik,
hatchery dengan 8 petak tambak beton outdor ukuran 5x6x1,2 m, hatchery indoor (2
kolam bulat diameter 6 m), tambak pembesaran ada20 petak tambak besar (biocrete)
ukuran 60 x 60 meter dan 8 petak petak kecil dengan ukuran 12 x 21 meter, dan 4 petak
yang baru ditambahkan tahun ini . Sarana lain terdapat kolam reservoir dan kolam
sedimentasi, pos keamanan, laboratorium untuk hatchery, mess untuk manajer dan
karyawan, serta sumber air berupa 5 sumur resapan dan 2 sumur bor, serta beberapa
sarana prasarana teknis budidaya lainnya. PT. Indokor Bangun Desa juga memiliki
gudang beku (refrigerator) yang berada di jalan Ring Road Selatan DIY, namun
keadaannya belum termanfaatkan.
3. PEMBAHASAN
A. Site Selection
Lahan yang digunakan untuk usaha tambak merupakan tanah pasir yang
merupakan Sultan Ground (SG) yang sebelumnya duianfaatkan oleh penduduk untuk
pertanian. Lahan garapan penduduk yang sekarang dipakai perusahaan, diberi ganti
rugi dari perusahaan atau disebut magersari (sebesar 10 % laba panen setiap tahunnya
untuk bendahara desa dan keluarga yang tergusur tanah garapannya). Perusahaan
melakukan rekayasa konstruksi tambak dalam mengolah tanah berpasir untuk menjadi
petak tambak sehingga air tidak meresap ke dalam pasir.
Sumber air pada budidaya udang di PT. Indokor Bangun Desa berasal dari 5
sumur resapan dan 2 sumur bor. Sumur resapan di tepi pantai sebagai sumber air
asin/payau sedangkan sumur bor sebagai sumber air yang lebih tawar (salinitas ± 2 ppt).
Air laut diambil menggunakan pompa sentrifugal dengan kekuatan 7,5 HP. Sumur
resapan sebagai sumber air laut berjumlah 5 buah dan sedang dibuat 3 sumur resapan
lagi untuk memenuhi kebutuhan air di tambak PT. Indokor Bangun Desa ini. Pompa
sentrifugal berada ± 10 meter ke arah utara dari sumur resapan dan ditempatkan pada
rumah pompa. Tercatat terdapat 4 pompa yang tedapat pada rumah tersebut dan pompa-
pompa tersebut bekerja 24 jam non-stop untuk memenuhi kebutuhan air tambak. Setiap
pompa memiliki kekuatan untuk menyedot air dari sumur sekitar 0,8 m3/menit. Sumur
resapan memiliki kedalaman sekitar 12 meter. Salinitas air yang dapat diambil dari
sumur resapan yaitu berkisar antara 24-30 ppt. Air hasil pengangkatan oleh pompa
kemudian dialirkan di saliran inlet utama yang sebelumnya telah dicampurkan dengan
air tawar sehingga diperoleh salinitas yang berkisar 10-15 ppt.
Sumber air tawar berasal dari sumur bor dalam di dekat pantai dengan
kedalaman 60 meter. Sumur bor dalam yang dimiliki PT. Indokor Bangun Desa
sebanyak 2 buah, satu di sebelah timur rumah pompa resapan dan satu lagi di barat
rumah pompa resapan. Pompa untuk sumur bor menggunakan pompa yang dipasang di
kedalaman 40 meter (20 m diatas sumber air). air yang dihasilkanoleh kekuatan pompa
ini sekitar 22L/detik dengan salinitas 0-5 ppt. Air hasil penyedotan kemudian langsung
dialirkan ke saluran inlet dan bercampur dengan air asin dari sumur resapan. Setelah air
masuk ke bak inlet kemudian air dialirkan menuju 2 kolam reservoar air laut, yaitu
kolam selatan yang ukurannya 15 x 40 m dan kolam utara yang ukurannya 50 x 75 m.
Kedalaman masing-masing kolam 150 cm. Salinitas air yang terdapat dalam bak
reservoar tersebut merupakan salinitas campuran antara hasil sumur bor dalam dengan
sumur resapan.
B. Tata Letak
C. Desain dan Konstruksi
Pembuatan konstruksi tambak juga memperhatikan sifat korosif air laut,
sehingga teknik konstruksi yang digunakan dalam membuat petak tambak yaitu
konstruksi Biocrete. Konstruksi
tersebut memadukan antara semen dan
bambu. Bambu digunakan sebagai
kerangka yang kemudian di beri
semen sehingga menjadi beton dan
digunakan sebagai dinding tambak.
Bagian dasar tambak dan lapisan
dinding tambak menggunakan plastik
PE (Polyethilen) sehingga tidak terjadi
peresapan air laut ke darat.
Kawasan tambak dibuat
sedemikian rupa sehingga usaha berjalan lancar. Pembuatan Green Belt di selatan
tambak dimaksudkan untuk mencegah erosi air laut dan angin yang membawa pasir
sehingga dapat mengakibatkan pendangkalan tambak. Pembuatan Green Belt dilakukan
dengan kerjasama antara PT. Indokor Bangu Desa dan Fakultas Kehutanan UGM.
Perusahaan menanam 600 pohon cemara udang sebagai Green Belt. Selain Green Belt
di sebelah selatan tambak juga dibuat parit sepanjang kawasan tambak dengan
kedalaman ± 5 meter yang berjarak 150 meter dari laut yang berfungsi sebagi pelindung
dari ombak besar dan angin yang membawa pasir sehingga pendangkalan tidak terjadi
di petak tambak. Area perusahaan juga ditanami tumbuhan pandan dan semak serta
dipasang pagar bambu sehingga kawasan tambak aman dari pencurian maupun hewan
pemangsa lainnya. Jalan masuk ke area tambak berupa jalan pasir berbatu yang dibuat
perusahaan sehingga mempermudah dalam aksesibilitas.
D. Teknik Budidaya
1. Persiapan Tambak
Tahap persiapan tambak dilakukan beriringan dengan tahap aklimatisasi benur
yang baru datang dari suplier, sehingga ketika benur telah siap tebar tambak juga sudah
siap dengan persyaratan yang telah disesuaikan. Persiapan tambak pembesaran udang
meliputi banyak kegiatan, mulai dari pengeringan dan pencucian dasar tambak untuk
membersihkan dari sampah-sampah dan limbah oranik, evaluasi kondisi plastik dasar
tambak yang meliputi pemeriksaan dan perbaikan kebocoran plastik serta pematang
yang bocor, penyiangan tumbuhan dasar tambak, perataan dasar tambak agar plastik
tidak tersingkap, pemeriksaan dan perbaikan central drain, pemasangan skat balk,
persiapan kincir, pengisian air pada petak tambak, pemupukan, pengapuran, pemberian
fermentasi probiotik dan enzim, serta pengoperasian kincir air.
Pengisian air ke tambak pembesaran memerlukan waktu yang cukup lama,
berkisar 1-2 hari tergantung debit air yang mengalir dari reservoar. Pemupukan
dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pupuk kimia yang tersedia di pasar,
seperti pupuk Urea, KCL, NPK, TSP-46, Nutriflake, EDTA dan enzim. Pupuk-pupuk
tersebut diberikan kepada tambak dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami bagi
benur. Selain itu pemupukan juga dapat meningkatkan pH perairan dan dapat
mengurangi keasaman perairan karena limbah budidaya sebelumnya. Pemupukan biasa
dilakukan 2-3 hari sebelum benur ditebar ke tambak pembesaran. Pengapuran dilakukan
dengan menggunakan kapur dolomit untuk meningkatkan pH air juga untuk membunuh
organisme parasit yang terdapat pada perairan.
Setelah tahap persiapan selesai air dicek kualitasnya. Jika sudah cocok dan
sesuai dengan kriteria yang diinginkan untuk pertumbuhan dan perkembangan udang
maka tambak siap ditebari benur yang telah diaklimatisasi di divisi hatchery.
2. Penyediaan dan Penebaran Benur
Penyediaan benur pada PT. Indokor Bangun Desa Bantul tidak dilakukan
secara mandiri, sekarang ini, oleh perusahaan melainkan dengan bekerja sama dengan
perusahaan penyedia benih benur udang. Namun pada awal mula berdirinya penyediaan
benih dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan. Seiring berjalannya waktu
terjadi penurunan kualitas perairan yang hampir menimbulkan konflik di daerah
perusahaan berdiri dan adanya kejadian kapal tenggelam (kapal Kalla Lines) yang
membawa aspal di perairan selatan turut menjadikan sebab meningkatnya kadar logam
berat di perairan sehingga tidak mendukung untuk dilakukan penyediaan benur secara
mandiri. Beberapa perusahaan penyedia benih benur yang bekerja sama dengan PT.
Indokor Bangun Desa yaitu;
1) STP (Suri Tani Pemuka)
2) CPP (Central Proteina Prima) Anyer
3) Hatchery di Situbondo
4) Prima Larva
5) Dewi Windu
6) Perusahaan pembenihan Biru Laut Katulistiwa, Lampung.
Benur dari berbagai perusahaan penyedia tersebut dikirim melalui bandara Adi
Sucipto Yogyakarta dengan dikemas dalam plastik dan ditempatkan pada wadah
sterofoam. Ukuran benur yang biasa dipesan adalah benur yang telah mencapai ukuran
PL 10-20 dengan berat 0,01-0,02 gram dan benur tersebut perlu diaklimatisasi terlebih
dahulu selama 7-8 hari dalam bak aklimatisasi. Aklimatisasi dimaksudkan agar benur
tidak mengalami shock sehingga benur tidak terlalu mengalami stress yang dapat
mengakibatkan kematian. Aklimatisasi bertujuan untuk menyesuaikan suhu dan
salinitas media hidup benur dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran. Waktu
aklimatisasi dapat bervariasi. Aklimatisasi dapat cukup dilakukan 3 hari jika salinitas
bak aklimatisasi telah mencapai kesamaan dengan salinitas di tambak pembesaran.
Benur yang diaklimatisasi pada bak/ petak aklimatisasi ditebar dengan
kepadatan 100.000 ekor/m3. Selama proses aklimatisasi benur diberi pakan 1 kali sehari
untuk hari pertama dan 3-5 kali sehari pada hari berikutnya. Adapun pakan yang
diberikan berupa pakan nutriflake dan pakan tipe 581 dengan perbandingan 1:1.
Pemberian pakan kepada benur dilakukan tidak dengan cara menebar pakan pada
perairan, namun dengan melarutkan terlebih dahulu pakan pada air, kemudian pakan
tersebut dimasukkan pada kantong/ saringan yang memiliki ukuran mesh tertentu.
Ukuran mesh kantong disesuaikan dengan umur benur. Saringan dengan ukuran 150
mesh (105 ) digunakan jika benur adalah PL 1-10, sedangkan ukuran 100 mesh (149 )
digunakan jika benur adalah PL 11-13.
Kegiatan pemanenan benur berkaitan dengan penebaran benur pada tambak
pembesaran karena benur pasca aklimatisasi akan dipanen dan dikemas langsung akan
diangkut menuju tambak pembesaran untuk segera ditebar. Panen benur dilakukan pada
pagi atau sore hari untuk mengurangu resiko kematian benur secara massal akibat shock
suhu.
Benur yang telah dikemas dalam kantong plastik dan siap tebar diangkut
menuju tambak pembesaran dengan menggunakan alat transportasi. Benur yang siap
tebar merupakan benur ukuran PL-17 hingga PL-28. Benur tersebut ditebar dengan
padat tebar berbeda tergantung dengan jumlah benur yang dipanen. Adapun padat tebar
udang yang biasa digunakan adalah 450.000 ekor/tambak (tambak ukuran 60x60 m)
yang setara dengan 125 ekor benur/ m2. Rencananya akan dilakukan peningkatan padat
tebar menjadi 500.000 benur/petak (145 benur/m2) untuk peningkatan produksi udang.
Penebaran benur dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat cuaca tidak sedang hujan.
Mula-mula plastik diletakkan di tambak dan didiamkan selama ± 5 menit. Kemudian
plastik kemasan dibuka tanpa mengeluarkan benur dari kemasan dan didiamkan selama
± 5 menit lagi sambil memercikkan air tambak kedalam kemasan secara perlahan.
Terakhir plastik kemasan secara tepat dengan posisi mulut kemasan terletak di bawah
sehingga dengan cepat pula benur dapat keluar dari kemasan.
3. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan kepada udang merupakan pakan komersil dari PT. CP
Prima (Central Proteinaprima) dengan merk dagang Irawan. Pakan yang biasa
digunakan memiliki beberapa tipe. Berikut beberrapa tipe pakan yang digunakan beserta
spesifikasinya.
Tabel 1. Tipe pakan dan spesifikasinya yang diberikan kepada udang di tambak
PT.Indokor Bangun Desa
kode Bentuk
Pakan
Ukuran Pakan Berat
Udang (g)
Pemberian
Pakan
Frekuens
i
(kali/hari
(% biomassa) )
681 VCrumbel
(remahan)
0,425x0,71
mmPL 13-1,0 10,0-8,0 3
682 VCrumbel
(remahan)0.71x1.0 mm 1,0-2,0 8,0-7,5 4
683 VCrumbel
(remahan)1.0x2,3 mm 2,0-5,0 7,5-4,5 4
683-SP
VPellet 1,8x2,0 mm 5,0-14,0 4,5-2,5 4
684-S V Pellet 1,8x4,0 mm 14,0-22,0 2,5-1,7 4
6684 V Pellet 2,0x5,0 mm 22,0-panen <1,7 5
Pemberian pakan kepada udang dilakukan dengan berbagai metode dan
interval yang beragam tergantung pada umur udang. Pada udang yang baru ditebar
dilakukan pemberian pakan dengan metode Full Feeding. Metode ini berupa pemberian
pakan berdasarkan program yang diberikan oleh manajer produksi yang didasarkan pada
data-data produksi sebelumnya dan data prediksi biomassa pada tambak. Program Full
Feeding dilakukan pada 1 bulan pertama dan setelah itu dilakukan program yang serupa
dengan BWA (Body Weight Average), yaitu program pemberian pakan berdasarkan
prediksi biomassa yang terdapat pada tambak budidaya.
Interval pemberian pakan juga beragam bergantung pada umur udang. Untuk
udang yang baru ditebar biasanya diberi pakan 2 kali/hari dan secara bertahap akan
bertambah menjadi 5-6 kali/hari hingga waktu panen. Jadwal pemberian pakan biasanya
dilakukan pada jam 05.00, 09.00, 13.00, 17.00, 21.00 dan 01.00 WIB. Periodisasi
pemberian pakan ditetapkan berdasarkan pertumbuhan dan umur udang. Pertumbuhan
udang dapat diketahui berdasarkan sampling yang dilakukan seminggu sekali (atau
sesuai kebutuhan), sehingga sampling sangat menentukan langkah manajemen
pemberian pakan pada tahap pemeliharaan selanjutnya. Sampling pertumbuhan dan
prediksi biomassa udang dilakukan menggunakan anco yang ditempatkan dalam
perairan. Anco dapat diamati 1 hingga 2 jam setelah pemberian pakan. Penilaian
terhadap hasil pengamatan berkisar 0,1 dan 2. Nilai 0 menunjukkan bahwa pakan yang
diberikan telah habis dan dapat ditingkatkan dosis pakan untuk tahap selanjutnya. Nilai
1 menunjukkan bahwa pakan masih bersisa namun sedikit dan dapat hilang tebawa arus
drainase. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan masih mencukupi kebutuhan
udang dan tidak perlu penambahan dosis pakan. Nilai 2 menunjukkan bahwa pakan
masih tersisa banyak dan perlu pengurangan dosis pakan untuk kedepannya.
Dosis pakan yang diberikan ke udang pada berbagai tambak tiap harinya
disiapkan oleh divisi logistik. Divisi logistik tiap harinya menyiapkan pakan untuk tiap
tambak berdasarkan data yang diberikan oleh divisi produksi. Jadi tiap tambak tiap hari
telah diberikan dosis yang telah disesuaikan dengan keadaan tambak dan udang.
4. Perawatan Budidaya
a. Sampling
Manajemen pembesaran udang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara
periodik terhadap pertumbuhan udang. Pengamatan dilakukan dengan cara sampling
menggunakan bantuan anco. Sampling pertama baru dapat dilakukan setelah udang
dipelihara selama 30 hari dan selesai masa full feeding. Sampling pertumbuhan udang
bertujuan untuk mengetahui petumbuhan udang. Hasil sampling itu nantinyadigunakan
untuk menduga populasi, biomassa dan menentukan jumlah pakan yang akan diberikan
pada tahap pemeliharaan selanjutnya. Selain menggunakan anco sampling pertumbuhan
dapat pula dilakukan dengan menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring tertentu.
Sampling dilakukan pada bberapa titik pada tambak untuk mendapatkan data yang
seakurat mungkin. Adapun langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan sampling
adalah dengan menangkap udang pada beberapa titik. Kemudian menghitung jumlah
udang yang tertangkap dan menimbang berat total udang yang tertangkap. Setelah itu
udang dikembalikan ke tambak dan dilakukan penghitungan berat rerata udang serta
menduga populasi keseluruhan dari udang yang ada di tambak. Perlu diperhatikan
bahwa SR rerata yang tercatat adalah 71%.
b. Manajemen Kualitas Air
Manajemen kualitas air meliputi pengamatan semua parameter kualitas air
yang memiliki pengaruh penting terhadap kelangsungan hidup udang. Parameter
kualitas air tersebut adalah suhu, pH, Oksigen (DO), salinitas, kecerahan dan plankton.
Pengecekan parameter kualitas air tesebut bervariasi dalam hal periodenya tergantung
tingkat kepentingannya. Untuk parameter suhu, pH, Oksigen (DO), salinitas diamati
sebanyak 2 kali/hari pada waktu pagi dan sore, kecerahan diamati setiap hari, sedangkan
plankton diamati seminggu sekali.
Adapun perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada tambak dapat berupa
pemberian tepung zeolit untuk mengendalikan amonia, dolomit untuk pengapuran,
kaptan, probio dan molase untuk bioremediasi menggunakan mikrobia, peroksida atau
H2O2, pupuk kimia untuk pemupukan lanjutan, pergantian air dan penyiponan untuk
menjaga kualitas air, penggunaan kincir, hingga flushing jika dirasa perlu.
Penyiponan dilakukan dengan membuka central drain yang memiliki 10 buah
pipa satu per satu untuk menyedot sisa pakan dan limbah budidaya lain seperti fases dan
dibuang melalui drain. Pembukaan pipa tersebut dilakukan 4 jam setelah pemberian
pakan. Bagian ini dibuka jika limbah sudah banyak terkumpul di daerah tengah akibat
gerakan air oleh kincir air. jika air sudah agak bening pipa dalam central drain ditutup
kembali dan diganti membuka pipa lainnya. Langkah ini dilakukan hingga semua pipa
sedah mengalirkan air yang jernih atau bening. Hal itu menunjukkan bahwa limbah
budidaya telah berhasil dikeluarkan dari tambak.
Penggunaan kincir air bertujuan untuk menjaga kandungan oksigen dalam
perairan. Oksigen merupakan kebutuhan pokok untuk semua organisme tanpa terkecuali
udang. Penggunaan kincir pada awal tahap budidaya kurang begitu dibutuhkan, namun
seiring bertambahnya waktu secara bertahap kincir air dioperasikan bahkan mencapai
10 kincir tiap tambak. Penambahan kincir yang beroperasi secara bertahap dilakukan.
Penambahan jumlah kincir biasanya didasarkan jika DO air dibawah 3 dalam waktu 2
hari berturut-turut. Jika itu terjadi penambahan kincir untuk dioperasikan dilakukan.
Flushing pada dasarnya juga merupakan pergantian air, akan tetapi pergantian
air yang dimaksud adalah dengan cara membuang air tambak diiringi dengan pengisian
air ke dalam tambak sehingga air dalam keadaan mengalir dan tergantikan air yang
baru. Flushing dilakukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya jika terjadi kematian
udang dan diduga disebabakan oleh kualitas air yang buruk. Flushing akan mengurangi
kemungkinan terjadinya tekanan secara fisiologis bagi udang.
c. Hama penyakit
Hama penyakit yang mewabah pada tambak budidaya udang PT. Indokor
Bangun Desa Bantul belum tercatat selama ini. Namun sempat diduga terjadi serangan
virus MIO dan WSSV (white spot syndrom virus) dengan gejala badan udang yang
banyak muncul bercak putih. Setelah dilakukan analisis laboratorium ternyata itu
bukanlah serangan virus namun merupakan kram yang dialami udang akibat kadar
oksigen yang turun/rendah. Adapun hama yang dapat dijumpai pada tambak udang
antara lain biawak, ular, ikan nila dan bandeng yang berada pada reservoar yang lolos
penyaringan hingga dapat masuk ke tambak pembesaran
d. Pemanenan
Panen udang vannamei dilakukan setelah masa pemeliharaan 90-120 hari (3-4
bulan) sesuai dengan permintaan pasar dalam hal ukuran dan kebutuhan keuangan
perusahaan. Adapun size (ukuran) udang yang sudah bisa dipanen adalah ukuran 50
ekor/kg (@20 gram) atau 40 ekor/kg (@25 gram) sesuai permintaan pasar. Kegiatan
panen berlangsung 4-6 jam. Metode panen yang digunakan adalah dengan
menggunakan kantong penampungan udang yang dipasang pada pintu canal pemanenan
yang terhubung dengan central drain. Setelah kantong dipasang skatbalk pada central
drain dibuka (3-5 pipa diangkat). Kemudian ditunggu hingga level air mencapai ± 40
cm. Setelah itu udang digiring ke arah caren dan menuju outlet dengan menggunakan
jaring. Setelah udang masuk ke outlet tinggal menunggu udang masuk kantong semua.
Setelah itu kantong diangkat dan udang dapat dimasukkan pada tong atau sterofoam
yang telah berisi es. Perbandingan antara es dan udang yaitu 1:1. Kemudian udang hasil
panen disortasi pada divisi pasca panen. Hasil panen udang vannamei tiap petak ± 7,1
ton.
e. Pasca panen dan pemasaran
Pasca panen merupakan tahap akhir dari kegiatan usaha pembesaran udang
vannamei. Hasil panen dari tambak pembesaran selanjutnya dibawa menuju bagian
pasca panen untuk dicuci, kemudian udang-udang yang telah bersih ditempatkan pada
keranjang-keranjang dan siap ditimbang beratnya. Penimbangan berat udang diawasi
langsung oleh petugas dari pihak perusahaan dan diperlihatkan kepada pembeli yang
sudah datang ke lokasi. Udang yang sudah ditimbang kemudian disortasi berdasarkan
ukuran tertentu. Setelah semua telah selesaiudang dipacking dalam wadah tong atau
Sterofoam yang berisi es. Adapun perbandingan antara es dengan udang yaitu 1:1.
Namun jika perjalanan melebihi 3 hari maka jumalah es diperbanyak.
E. Kendala Dalam Produksi
.
4. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. PT. Indokor Bangun Desa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
budidaya udang di tambak.
2. Komoditas yang diusahakan semula adalah udang windu (P. monodon) namun
sejak 2003 beralih ke udang vannamei (P.vannamei)
3. Sistem budidaya yang diterapkan merupakan sistem semi-closed water system
atau semi-zero water exchange.
4. Produksi tiap petak tambak mencapai 7,1 ton/petak/siklus yang setara dengan 21
ton/ha/siklus.
5. Permasalahan yang biasa dijumpai adalah kualitas air yang masih tergantung
pada alam, kedisiplinan pegawai dalam pemberian pakan hingga suplai listrik
yang kadang terganggu.
B. SARAN
Perlu dikembangkannya usaha budidaya yang lebih produktif agar diperoleh
hasil yang lebih bagus dan meningkat. Penerapan teknologi baru juga diperlukan
untuk meningkatkan produktifitas. Sistem terpadu dan terintegrasi dengan sektor lain
dapat pula diaplikasikan dalam usaha budidaya. Wawasan terhadap lingkungan juga
tetap harus diperhatikan. Manajemen yang baik turut menjadikan bisnis budidaya
udang menjadi lebih menguntungkan. Untuk praktikum selanjutnya supaya dilakukan
rute kunjungan yang lebih baik agar tidak terkesan serabutan dan tidak teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Briggs, M., Funge-Smith, S., Subasinghe, R. & Phillips, M. 2004. Introductions and
movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific.
FAO Regional Office for Asia and the Pacific. RAP Publication 2004/10:1–12.
Chong, K.C., A. Poernomo dan F. Kasryno. 1984. Economic an Technical Aspect of the
Indonesian Milkfish Industry. In : Advances in Milkfish Biology. Island
Pub.House, Inc., Manila. 199-213 pp.
Dahuri, R. 2011. Tambak Produktif, Efisien dan Berkelanjutan. Majalah Trobos. Edisi
Desember 2011.
Novianto, B.R. 2009. Perkembangan Budidaya Payau di Indonesia. Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
FAO. 2012. Litopennaeus vannamei. En-whiteleg Shrimp . dalam http://www.fao.org.
Diakses pada 14 Mei 2012.
Pantjara, B., Utojo, Aliman dan M. Mangampa. 2008. Kesesuaian Lahan Budidaya
Tambak di Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Jurnal Riset Akuakultur 3 (1) : 123-135.
Poernomo, A. 1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan Lingkungan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan-Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Poernomo, A. 2004. Sejarah Perkembangan dan Pilihan Teknologi Budidaya Udang di
Tambak. Paper the Nat. Symp. On Dev. And Scient. And Techn. Innovation in
Aquaculture, semarang. Januari 27-29, 2004.
Rustadi, 2011. Peranan dan Potensi Budidaya Perikanan dalam Pembangunan Perikanan
Berkelanjutan. Bahan kulah pembangunan perikanan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Setyadi, A. 2007. Budidaya Udang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Triyatmo, B. 2010. Teknik Budidaya Udang dalam Tambak BIOCRETE (Studi
Lapangan di Tambak Udang Pantai Selatan Yogyakarta). Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Widodo R. H. dan Dian A.S. , 2007. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wyban, J.A. dan Sweeney, J.N. 1991. Intensive shrimp production technology. High
Health Aquaculture, Hawaii, USA. 158 pp.
LAMPIRAN
Gambar 1. Bangunan kantor perusahaan Gambar 2. Divisi logistik
Gambar 3. Divisi mekanik dan elektrik Gambar 4. Divisi panen dan pasca panen
Gambar 5. Sumur bor dalam Gambar 6. Divisi hatchery
Gambar 7. Petakan bak aklimatisasi Gambar 8. Tambak pembesaran (tambak biocrete)
Gambar 9. Pompa air Gambar 10. Kincir air
Gambar 11. Stok pakan udang Gambar 12. Stok kapur
Gambar 13. Rumah pompa air
Gambar 15. Sumur resapan (sumber air asin) Gambar 16. Anco.